Top Banner
RESISTENSI ANTIBIOTIKA PADA BAKTERI OLEH: Jenadi Binarto 160121140001 PEMBIMBING Prof. Dr. Mieke Hemiawati Satari, drg., MS. PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL
29

resistensi antibiotik

Sep 17, 2015

Download

Documents

Jenadi Binarto

antibiotik, resistensi, mrsa, esbl, mekanisme resistensi, resistensi bakteri
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

RESISTENSI ANTIBIOTIKAPADA BAKTERI

OLEH:Jenadi Binarto160121140001

PEMBIMBINGProf. Dr. Mieke Hemiawati Satari, drg., MS.

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALISBEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIALFAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS PADJADJARANBANDUNG2015BAB IPENDAHULUAN

Berdasarkan sejarah, ada pertarungan yang berlanjut antara manusia dan banyak mikroorganisme yang menyebabkan infeksi dan penyakit. Bubonic plaque, tuberculosis, malaria, dan baru-baru ini, pandemik human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome, telah mempengaruhi sebagian besar dari populasi manusia, menyebabkan morbiditas yang signifikan dan mortalitas. Mulai sekitar pertengahan abad ke-20, banyak kemajuan dalam pengembangan obat antibakterial dan lainnya yang berarti kontrol infeksi yang membantu mengubah keadaan untuk mendukung manusia. Berkenaan dengan infeksi bakteri, situasi berkembang secara dramatis ketika penicillin tersedia untuk digunakan pada awal 1940. Bagaimanapun, euforia atas potensi penaklukan penyakit infeksius itu pendek. Hampir secepat obat antibakterial tersebar, bakteri merespon melalui manifestasi bentuk resistensi yang bervariasi. Sesuai dengan penggunaan antimikrobial meningkat, begitu pula tingkat dan kompleksitas mekanisme resistensi diperlihatkan oleh bakteri patogen. Perjuangan untuk mencapai kondisi di atas angin melawan infeksi berlanjut hingga hari ini, walaupun sejumlah ilmuan yang mengembangkan agen antibakterial baru mulai berkurang, bahkan ketika bakteri berevolusi menjadi lebih pintar dalam mekanisme resistensi.Bakteria yang berasal dari area klinis dan non-klinis menjadi semakin bertambah resisten terhadap antibiotic-antibiotik konvensional. 10 tahun yang lalu, perhatian dipusatkan pada bakteria gram-positif, terutama metcillin-resistant Staphylococcus aureus dan vancomycin-resistant Enterococcus spp. Sekarang, akan tetapi, makin banyak mikrobiologis klinis setuju bahwa bakteria gram negative menunjukkan resiko yang lebih berbahaya terhadap kesehatan publik. Tidak hanya peningkatan resistensi pada bakteri gram negatif yang lebih cepat dibandingkan bakteri gram positif, tetapi juga hanya terdapat sedikit antibiotik baru dan yang dibuat dapat secara aktif melawan bakteri gram negatif dan program pembuatan obat terlihat tidak cukup untuk memberikan perawatan dalam 10-20 tahun. Ada beberapa alasan mengapa resistensi bakteri harus menjadi perhatian klinisi. Pertama, bakteria yang resisten, terutama staphylococci, enterococci, Klebsiella pneumonia, dan Pseudomonas spp menjadi umum di institusi kesehatan. Resistensi bakteri seringkali menyebabkan kegagalan perawatan, yang dimana memiliki konsekuensi yang serius, terutama pada pasien yang sakit parah. Terapi empirik antibacterial yang tidak adekuat, yang diartikan sebagai penggunaan awal dari agen antibakteri yang dimana pathogen penyebab tidak rentan, diasosiasikan dengan meningkatnya mortalitas pada pasien dengan infeksi pada aliran darah karena Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, K pneumoniae, Escherichia coli, Enterobacter spp, coagulase-negative staphylococci, and enterococci yang resisten. Terapi berkepanjangan dengan agen antimikroba, seperti vancomycin atau linezolid, dapat juga menyebabkan resistensi tingkat rendah yang dapat mengganggu jalannya terapi, tetapi dapat tidak terdeteksi pada metode susceptibility test yang digunakan di laboratorium rumah sakit. Bakteria yang resisten dapat juga meluas dan menjadi masalah kontrol-infeksi yang luas, tidak hanya pada institusi kesehatan, tetapi juga pada komunitas. Bakteri yang secara klinis penting, seperti methicillin-resistant S aureus (MRSA) dan extended-spectrum -lactamase (ESBL)-producing E coli, ditemukan meningkat pada komunitas. Individu-individu yang terinfeksi, termasuk anak-anak, seringkali kurang faktor-faktor resiko yang dapat diidentifikasi untuk MRSA, dan tampaknya mendapatkan infeksi dari bentuk komunitas yang bervariasi.Strain community-associated MRSA umumnya kurang resisten terhadap agen-agen antimicrobial dibandingkan healthcare-associated MRSA, tetapi lebih menghasilkan toksin, seperti Panton-Valentine leukocidin. Penyebaran bakteri yang resisten dalam komunitas memberikan masalah tambahan pada kontrol infeksi, tidak hanya pada fasilitas perawatan jangka panjang tetapi juga pada tim-tim olahraga, anggota militer, dan juga anak-anak yang mendatangi pusat-pusat perawatan. Akhirnya, dengan memperhatikan tekanan untuk mengurangi biaya pada lingkungan perawatan kesehatan, resistensi obat-obat antibacterial menambahkan beban pada biaya perawatan kesehatan, walaupun akibat ekonomi secara keseluruhannya belum dapat dijelaskan lebih lanjut.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1. AntibiotikaII.1.1. DefinisiAntibiotika adalah sekelompok senyawa yang bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik), atau menyebabkan kematian bakteri (bakterisidal). Antibiotika dapat menghalangi pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) atau membunuh bakteri (bakterisidal) melalui 5 mekanisme utama, yaitu menginhibisi (1) replikasi, (2) transkripsi, (3) translasi, (4) biosintesis peptidoglikan, dan (5) sintesis asam tetrahidrofolat.

II.1.2. FarmakologiKlasifikasi berdasarkan mekanisme kerja antibiotik :1. Menghambat biosintentesis dinding sel bakteri: Golongan penisilin, Sefalosporin, Sikloserin, Vankomisin, Basitrasin, Anti jamur: mikonazol, ketonazol, klotrimazol2. Bereaksi langsung terhadap dinding sel, merubah permeabilitas sel: Polimiksin, Kolistimetat, Anti jamur: nistatin dan amphoterisin B3. Mempengaruhi fungsi 30 S atau 50 S subunit ribosomal yang menyebabkan penghambatan sintesis protein: Kloramfenikol, Tetrasiklin, Eritromisin, Klindamisin4. Mengikat 30 S subunit ribosomal sehingga terjadi perubahan sintesis protein: aminoglikosida5. Menghambat metabolisme asam nukleat: Rifamisin,Quinolon6. Sebagai antimetabolit: Sulfonamid, Trimetoprim7. Analog asam nukleat : Zidovudin, Ganciklovir, Vidarabin,Asiklovir

Gambar 1. Target aktivitas antibiotik

Obat-obat anti bakteri dan anti jamur secara umum disebut bakterisidal apabila obat tersebut mampu membunuh bakteri sensitif dengan kadar mendekati yang dibutuhkan untuk menghambat organisme tersebut dan dengan mudah dapat dicapai secara klinis. Bakteriostatik, jika obat secara klinis dapat mencapai konsentrasi untuk menghambat kehidupan organisme tersebut.Obat-obat yang bersifat bakterisidal, adalah penisilin, sefalosporin, polimiksin B dan E dan aminoglikosida: streptomisin, kanamisin, neomisin, gentamisin dan tobramisin.Obat-obat yang bersifat bakteriostatik, adalah tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, sulfonamid dan linkomisin serta derivatnya.Kombinasi obat akan menyebabkan terjadinya sinergisme atau antagonisme. Jika dua atau lebih obat bakterisidal diberikan bersama-sama, maka efek obat akan meningkat secara menyolok dibandingkan bila diberikan tersendiri. Keadaan ini disebut sinergisme. Contoh kombinasi ini, adalah gabungan penisilin dengan aminoglikosida. Sebaliknya jika obat bakterisidal dan bakteriostatik diberikan bersama-sama, sering memberikan efek yang menurun sedangkan pertumbuhan bakteri berlangsung terus; keadaan ini disebut antagonisme.

Obat-obat antibiotik yang poten dan potensial toksik sebaiknya hanya digunakan bila klinisi telah benar-benar memahami farmakologi obat, penyerapan dan rute ekskresi, dosis yang disesuaikan dengan fungsi hati dan fungsi ginjal.

II.2. ResistensiAsal usul resistensi obat dapat bersifat genetik dan bukan genetik : 1. Faktor nongenetik Bakteri dalam keadaan istirahat biasanya tidak dipengaruhi oleh antibiotik (tidak berkembang). Contohnya: microbacterium sering bertahan dalam jaringan selama bertahun-tahun setelah infeksi dikendalikan oleh inang sehingga tidak berkembang biak. Bakteri ini resisten dan tidak dapat dibasmi oleh obat.2. Faktor genetika) Resistensi KromosomTerjadi akibat mutasi spontan pada lokus yang mengendalikan kepekaan terhadap obat antibiotik yang diberikan. Contoh : resistensi Streptomisin.b) Resistensi EkstrakromosomBakteri sering mengandung unsur-unsur getik ekstrakromosom yang dinamakan plasmid. Gen plasmid ini sering mengendalikan pembentukan enzim-enzim yang sanggup merusak obat antibiotik. Contoh: Plasmid menentukan resistensi terhadap Penisilin dan sefalosporin dengan membawa gen untuk pembentukan /-laktamase. Materi genetik dan plasmid mempunyai peran melalui mekanisme transduksi, transformasi, konjugasi dan transposisi.Terdapat 5 mekanisme utama timbulnya resistensi antimikroba pada berbagai bakteri, kelima mekanisme tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu mikroorganisme tertentu. Berikut ini akan dibahas kelima mekanisme resistensi sekaligus mekanisme kerja obat anti mikroba secara umum.

II.2.1. Resistensi Melalui Mekanisme Inhibisi Replikasi dan Transkripsi Proses replikasi dikatalis oleh beberapa enzim yaitu DNA girase, helikase, primase, DNA polymerase dan DNA ligase. Pada saat ini hanya DNA girase yang merupakan target antibiotik. DNA girase terdiri dari 2 sub unit alfa yang dikode oleh gyr A dan beta gyr B. Antibiotik yang mampu menghambat DNA girase adalah quinolon yang menyebabkan DNA menjadi tidak aktif.Transkripsi dikatalis oleh RNA polymerase yang memiliki core enzim yang mempunyai sub unit alfa dan sub unit beta. Antibiotika yang menghambat adalah rifampisin yang akan mengikat sub unit beta hingga RNA polymerase tidak berfungsi sehingga proses transkripsi tidak berjalan.

QuinolonAsam nalidiksat, suatu anggota dari agen antimikrobial sintetik, telah tersedia untuk pengobatan infeksi traktus urinarius selama bertahun-tahun. Obat ini menjadi kurang penting karena kegunaan terapetiknya terbatas dan adanya perkembangan resistensi bakteri yang cepat.Untuk menanggulangi masalah tersebut penggunaan fluorinated 4-quinolones, seperti ciprofloxacin dan ofloxacin, memiliki suatu kepentingan klinis yang penting, di samping itu agen ini memiliki spektrum terapi yang luas dan efektif setelah pemberian peroral untuk pengobatan berbagai penyakit infeksi. Selain itu efek saming terhadap terapi ringan dan tidak cepat menimbulkan resistensi.

Struktur KimiaSenyawa yang tersedia untuk penggunaan klinik adalah 4-quinolones yang mengandung gugus asam karboksilat pada posisi 3 cincin utama,. Fluoroquinolones juga berisi fluorin pada posisi 6, dan kebanyakan senyawa mengandung gugus piperazin pada posisi 7.

Gambar 2. Struktur Quinolon

Spektrum AntibakterialFluorokuinolon merupakan agen yang poten terhadap E. coli, Salmonella, Shigella, Enterobacter, Campylobacter dan Neisseria. Fluorokuinolon juga memiliki aktivitas yang baik terhadap MRSA.

Mekanisme KerjaTarget antibiotik quinolones adalah DNA girase dan Topoisomerase IV. Bagi kebanyakan bakteri Gram positif, Topoisomerase IV secara primer akivitasnya dihambat oleh quinolon. Berlawanan dengan bakteri Gram negatif, DNA girase adalah target primer quinolon. Kedua untai gandai DNA harus dipisahkan untuk terjadinya replikasi dan transkripsi. Apapun yang menyebabkan pemisahan kedua untai DNA tersebut, akan menyebabkan terjadinya "overwinding", untuk mencegah hal itu maka diperlukan suatu enzim untuk menjaga kestabilan supercoiling, enzim tersebut adalah DNA girase dan Topoisomerase IV. Proses ini membutuhkan energi yang berasal dari ATP.DNA girase dari E. coli, terdiri dari subunit A dan B, yang dikode oleh gen gyr A dan gyr B. Subunit A yang membawa fungsi girase adalah tempat aksi dari quinolon. Mutasi dari gen yang mengkode polipeptida subunit A menjadi resisten terhadap obat.Topoisomerase IV juga terdiri dari 4 subunit yang dikode oleh gen par C dan par E. Topoisomerase IV memisahkan ikatan antar molekul DNA yang memungkinkan terjadinya proses replikasi.

Gambar 3. Mekanisme Kerja Quinolon

Resistensi BakteriResistensi terhadap quinolon dapat terjadi selama pengobatan melalui proses mutasi pada gen kromosom bakteri yang mengkode DNA girase atau Topoisomerase IV, atau transport aktif obat keluar dari bakteri. Resistensi telah terjadi pada bakteri Pseudomonas dan Staphylococci. Peningkatan resistensi quinolon juga telah terjadi pada bakteri Clostridium jejuni, Salmonella, Neisseria gonorrheae, dan S. Pneumoniae.

II.2.2. Resistensi Melalui Mekanisme Inhibisi Translasi Translasi pada prokariot membutuhkan beberapa protein yang meliputi faktor inisiasi, tRNA, ribosom subunit 30S dan subunit 50S, faktor elongasi dan peptidiltransferase. Pada tahap ini banyak antibiotik yang bekerja menghambat translasi. Tetrasiklin mengikat secara spesifik pada subunit 30S hingga menyebabkan perubahan pada situs A dan kodon mRNA tidak dapat berikatan dengan antikodon tRNA. Golongan aminoglikosida (kanamisin,gentamisin,streptomisin dan neomisin) berikatan secara spesifik dengan ribosom subunit 30S, hingga subunit 50S tidak dapat bergabung dengan subunit 30S, maka akan terjadi akumulasi subunit 30S hingga terjadi kematian bakteri. Makrolida dan linkosida menghambat sintesis protein melalui pengikatan dengan subunit 50S. Pengikatan ini mengakibatkan elongasi tidak terjadi yaitu dengan menginaktifasi peptidiltransferase dan mencegah translokasi ribosom.

Gambar 4. Diagram inhibisi biosintesis protein oleh beberapa antibiotika yang berikatan dengan ribosom 30S dan 50S

AminoglikosidaAminoglikosida, aminoglycocidic aminocylitols, adalah inhibitor dari sintesis protein. Meskipun, relatif toksik dibanding antibiotik golongan lain, aminoglikosida masih merupakan terapi primer dari infeksi bakteri Gram negatif aerob. Yang termasuk ke dalam golongan obat ini adalah gentamicin, tobramycin, amikacin, netilmicicn, kanamycin, streptomycin dan neomycin.

Struktur KimiaAminoglikosida terdiri dari dua atau lebih gula amino yang tergabung dalam jalinan glikosidat ke inti heksosa, di mana biasanya terletak pada posisi sentral.

Gambar 5. Struktur Aminoglikosida

Mekanisme KerjaAminoglikosida bersifat bakterisidal. Kematian bakteri berhubungan dengan konsentrasi, pada konsentrasi yang tinggi semakin banyak bakteri yang akan matt. Suatu efek post-antibiotik akan tetap terjadi meskipun konsentrasi dalam serum telah menurun di bawah minimun inhibitory concentration (MIC), juga merupakan karakteristik antibiotik aminoglikosida, dan durasi daripada efek ini tergantung pada konsentrasinya.Sekalipun telah banyak diketahui kemampuannya menginhibisi sintesis protein dan menurunkan kemampuan translasi mRNA pada ribosom, mekanisme yang pasti dari timbulnya efek aminoglikosida pada bakteri belum dapat dipastikan.Aminoglikosida masuk melalui channel aqueous yang dibentuk oleh protein porin pada membran luar bakteri Gram negatif untuk kemudian memasuki ruang periplasma. Transport aminoglikosida pada membran dalam tergantung pada transpor elektron, hal ini menyebabkan dibutuhkannya potensial elektron membran untuk membawa antibiotik masuk. Fase ini disebut sebagai energy-dependent phase I. Mekanisme ini dapat diinhibisi dengan adanya kation divalen, hiperosmolaritas, pH yang rendah, dan keadaan anaerob.Ketika aminoglikosida sudah memasuki suatu sel, obat ini akan berikatan dengan polisom dan mempengaruhi sintesis protein dengan menyebabkan kesalahan pembacaan dan terminasi prematur dari proses translasi mRNA. Protein yang tidak normal tersebut akan terinsersi ke dalam membran sel, menyebabkan perubahan permeabilitas dan stimulasi selanjutnya dari transport aminoglikosida. Fase ini disebut sebagai energy-dependent phase II. Rusaknya dinding sel secara progresif mungkin dapat menjelaskan aktivitas letal aminoglikosida. Resistensi BakteriBakteri dapat menjadi resisten terhadap aminoglikosida dikarenakan adanya mekanisme kegagalan masuknya antibiotik, rendahnya aktivitas obat terhadap ribosom bakteri, atatu inaktivasi obat oleh enzim yang duhasilkan oleh bakteri.Ketika aminoglikosida mencapai ruang periplasmik, akan terjadi perubahan yang diakibatkan oleh enzim fosforilase, adenilase, ataupuan asetilase. Gen-gen yang terlibat pada mekanisme ini berasal dari konjugasi dan transfer DNA plasmid yang membawa faktor resistensi.Enzim yang menginaktivasi aminoglikosida juga hares mendapat perhatian, pada beberapa sentral suatu persentase yang signifikan dari isolasi klinis dari mikroorganisme menunjukkan adanya resistensi melalui mekanisme ini.Mekanisme lain yang juga umum terjadi adalah kegagalan aminoglikosida mencapai membran dalam. Sebagaimana dikemukakan di atas, transport aminoglikosida melalui membran sitoplasma memerlukan oksigen, suatu proses aktif. Bakteri anaerob obligat tentu saja resisten terhadap obat ini. Mekanisme resistensi yang bisa terjadi namun jarang adalah adanya perubahan struktur ribosom.

Gambar 6. Diagram transfer dan transfer reduksi aminoglikosida melewati dinding sel

Gambar 7. Inhibisi biosintesa protein oleh aminoglikosida

II.2.3. Resistensi Melalui Mekanisme Inhibisi Biosintesis PeptidoglikanBiosintesis peptidoglikan berlangsung dalam 3 kompartemen sel yaitu sitoplasma, membran sitoplasma dan periplasma. Antibiotik golongan penisilin bekerja menghambat PBP (penicillin binding protein). Terdapat 3 macam PBP pada S. aureus yaitu PBP 1,2 disebut transpeptidase dan PBP 3 disebut transglikosilase. Pada E. coli PBPnya 7 macam yaitu PBP 1-3 dapat menyebabkan bakteri lisis (PBP1, speroplast; PBP2, globule; PBP3, filamentous) sedangkan PBP 4-7 hanya menyebabkan gangguan biosintesis peptidoglikan tanpa menyebabkan kematian. Pemberian penisilin tidak mengganggu pembentukan peptidoglikan, yang terganggu adalah pada saat terjadinya hubungan silang tetrapeptida hingga tidak terbentuk kantung murein. Hal ini terjadi karena penisilin memiliki struktur kimia yang mirip dengan D-alanyl-D-alanin, sehingga pada saat dimana seharusnya transpeptidase berikatan dengan D-ala-D-ala menjadi berikatan dengan penisilin hingga tidak terjadi hubungan tetrapeptida.Antibiotik lain yang mengganggu biosintesis peptidoglikan yaitu: D-sikloserin menghambat tahap pertama pembentukan peptidoglikan dengan menghambat alanin rasemase dan D-alanyl-D-alanin, maka akan terjadi penghambatan D-alanin dan L-alanin. Fosfomisin akan menghambat tahap pertama sintesis dengan mengikat sistein dalam enzim fosfoenolpiruvat. Basitrasin menghambat antibiotik dengan substrat. Menghambat tahap kedua. Vankomisin bekerja pada tahap ketiga yaitu menghambat proses transglikosilasi pada prazat dengan manghambat ikatan hydrogen pada D-ala-D-ala hingga terjadi penghambatan vankomisin dengan sisi aktif

Gambar 8. Biosintesis peptidoglikan

PenisilinPenisilin merupakan satu dari group antibiotik yang penting. Meskipun sejumlah antimikrobial baru telah ditemukan, namun ternyata penisilin masih digunakan secara luas, dan derivat barn dari penisilin masih terus diproduksi. Antibiotik ini memiliki banyak keuntungan, sebagai obat pilihan utama pada banyak penyakit infeksi.

Struktur KimiaStruktur dasar dari penisilin terdiri dari cincin thiazolidine yang dihubungkan dengan cincin -lactam, dan melekat pada rantai samping. Inti dari penisilin merupakan struktur yang diperlukan untuk aktivitas biologis, transformasi metabolik atau perubahan kimia dari molekul yang menyebabkan hilangnya seluruh aktivitas antibakterial yang diperlukan. Rantai samping menentukan karakteristik antibakterial dan farmakologis dari tipe penisilin.

Mekanisme KerjaAntibiotik -lactam dapat membunuh bakteri-bakteri yang sensitf, meskipun pengetahuan tentang mekanismenya belum diketahui benar. Dinding sel bakteri penting untuk pertumbuhan dan perkembangan. Peptidoglikan adalah suatu komponen heteropolimerik dari dinding sel yang menimbulkan stabilitas mekanis dengan membentuk suatu struktur jaringan.Pada bakteri Gram positif, dinding selnya memiliki ketebalan mencapai 50-100 molekul, sedangkan pada Gram negatif hanya terdiri dari 1-2 molekul saja. Peptidoglikan tersusun dari rantai glikan, yang memiliki untai linear dari dua gula amino yang berikatan dengan rantai peptida.Meskipun inhibisi transpeptidase adalah penting untuk mekanisme kerja obat, namun terdapat juga metode lain, yaitu pada penicillin-binding protein. Semua bakteri memiliki kelengkapan ini. PBP memiliki afinitas yang berbeda-beda terhadap antibiotik -lactam yang berbeda, meskipun mekanisme kerjanya sama. Inhibisi dari transpeptidase menyebabkan pembentukan spheroplast dan lisis yang cepat.

Resistensi BakteriMeskipun sebagian besar bakteri mengandung PBP, antibiotik -laktam tidak dapat membunuh maupun menginhibisi semua bakteri, dan berbagai mekanisme resistensi bakteri pada agen ini masih terus terjadi.Mikroorganisme secara intrinsik resisten karena perbedaan struktur dari PBP yang merupakan target dari obat ini. Ditambah lagi, adanya strain yang sensitif menjadi resisten terhadap tipe ini dengan perkembangan berat molekul tinggi dari PBP yang menurunkan afinitas dari PBP.Mekanisme lain resistensi bakteri terhadap -lactam disebabkan oleh ketidakmampuan agen untuk mempenetrasi site of action dengan adanya effluks yang tergantung pada energi yang memompa antibiotik keluar dari bakteri.

II.2.4. Resistensi Melalui Mekanisme Inhibisi enzim yang terlibat dalam jalur produksi asam tetrahidrofolat pada bakteriTrimetoprim dan sufonamid merupakan inhibitor enzim yang berperan pada jalur metabolisme sintesis asam tetrahidrofolat yang merupakan suatu kofaktor untuk reaksi pada C1 selama sintesis asam nukleat dan (formil metionin) fMet. Sel mamalia tidak mensintesis asam folat, mengambil dari luar sel dalam bentuk asam folat dan tidak mensintesis tetrahidrofolat sendiri. Sulfonamid mempunyai struktur mirip asam Para Amino Benzoic Acid (PABA), substrat enzim pertama yang menginhibisi. Trimetoprim strukturnya mirip dengan asam dihidrofolat yang berperan sebagai inhibitor dari dihidrofolat reduktase, suatu enzim yang mengkatalis tahap akhir jalur ini.

SulfonamidSulfonamid adalah suatu agen kemoterapi yang efektif untuk pengobatan dan pencegahan infeksi bakteri sistemik pada manusia. Penemuan penisilin dan agen-agen antibiotik lain telah menyebabkan berkurangnya penggunaan sulfonamid, dan sulfonamid mendapat tempat yang sempit dalam proses kemoterapi. Namun, pada pertengahan tahun 1970, penggunaan kombinasi sulfametoksazol dengan trimetoprim telah meningkatkan penggunaan obat ini sebagai profilaksis maupun pengobatan infeksi spesifik.

Struktur KimiaNama sulfonamid diambil dari nama generik derivat paraaminobenzensulfonamide. Kebanyakan tidak larut dalam air, tetapi garam Natriumnya dapat larut. Gugus -SO2NH2 tidaklah esensial, kepentingannya adalah pada gugus sulfur yang secara langsung berikatan dengan cincin benzen. Substitusi dari gugus amida NH2, menimbulkan efek yang bervariasi terhadap mikroorganisme melalui aktivitas antibakterinya.

Gambar 9. Struktur Sulfonamid

Spektrum AntibakterialAdanya resistensi terhadap sulfonamid menimbulkan permasalahan baru dalam terapi. Mikroorganisme yang mungkin masih sensitif terhadap sulfonamid adalah Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, Haemophilus ducreyi, Nocardia, Actinomyces, Calymmatobacterium granulomatis dan Chlamydia trachomatis.

Mekanisme KerjaSulfonamid secara struktural merupakan analog dan antagonis kompetitif dengan PABA (Para Amino Benzoic Acid), sehingga dapat mencegah penggunaan PABA oleh bakteri dalam proses sintesis asam folat. Lebih spesifik lagi, sulfonamid adalah inhibitor kompetitif dari enzim dihydropteroat synthase, suatu enzim bakteri yang bertanggung jawab untuk pengubahan PABA menjadi asam dihydropteroat, suatu prekursor untuk asam folat. Mikroorganisme yang sensitif adalah mikroorganisme yang mensintesis asam folatnya sendiri, sementara mikroorganisme yang menggunakan pre-folat tidak akan terpengaruh.

Gambar 10,. Mekanisme kerja sulfonamide

Resistensi BakteriResistensi bakteri terhadap sulfonamid akibat adanya suatu mutasi atau transfer plasmid yang mengandung gen resistensi. Resistensi yang terjadi bersifat ireversibel dan persisten secara in vivo. Resistensi terhadap sulfonamid tidak akan menimbulkan resistensi terhadap agen-agen antibakterial yang lain.Resistensi terhadap sulfonamid merupakan suatu konsekuensi dari perubahan enzim sel bakteri, yang dicirikan dengan adanya :1. Afinitas yang lemah terhadap sulfonamid pada enzim dihydropteroat synthase.2. Penurunan permeabilitas atau adanya effluks aktif obat.3. Adanya jalur metabolik alternatif untuk melangsungkan proses metabolisme.4. Peningkatan produksi metabolit esensial atau antagonis obat.

BAB IIIKESIMPULAN

Bakteria yang berasal dari area klinis dan non-klinis menjadi semakin bertambah resisten terhadap antibiotic-antibiotik konvensional. Resistensi bakteri seringkali menyebabkan kegagalan perawatan, yang dimana memiliki konsekuensi yang serius, terutama pada pasien yang sakit parah. Bakteria yang resisten dapat juga meluas dan menjadi masalah kontrol-infeksi yang luas, tidak hanya pada institusi kesehatan, tetapi juga pada komunitas. Resistensi antibiotik dapat dibedakan berdasarkan basis yang mendasarinya, yaitu basis gen berdasarkan mutasi spontan dan transfer genetik, sedangkan basis biokimiawi berdasarkan inaktivasi obat oleh enzim mikroba, modifikasi target site, pengurangan permeabilitas terhadap antibiotik, eksklusi antibiotik dari sel, overproduksi target metabolit, dan perubahan metabolisme.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tenover, FC. Mechanisms of Antimicrobial Resistance in Bacteria. The American Journal of Medicine. 2006;119:S3-S10.2. Kumarasamy, KK, et al. Emergence of a new antibiotic resistance mechanism in India, Pakista, and the UK:a molecular, biological, and epidemiological study. Lancet Infect Dis. 2010:10(9):597-602.3. Yagiela, JA, Frank, JD, dan Neidle, EA. Pharmacology and Therapeutics for Dentistry. 2004:599-603.4. Sengupta, S dan Chattopadhyay, MK. Antibiotic Resistance of Bacteria:A Global Challenge. Resonance. 2012:177-1915. Livermore, DM. Multiple Mechanisms of Antimicrobia Resistance in Pseudomonas aeruginosa: Our Worst Nightmare?. Clinical Infectious Diseases. 2002;34:634-640.6. Institute for International Cooperation in Animal Biologics. Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA).Ames, Iowa: Center for Food Security and Public Safety, Iowa State University; 2006.7. Rice, B.L. Mechanism of bacterial resistance to antimicrobial agents. In:Mayhall CG. Hospital epidemiology and infection control. 3rd ed, Lippincott Williams& Wilkins, 2004

18