Republik Indonesia, Undang-undang Kekuasaan Kehakiman No. 4 tahun 2004. Republik Indonesia, Undang-undang No. 5 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Republik Indonesia, Undang-undang No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
56
Embed
Republik Indonesia, Undang-undang Kekuasaan Kehakiman · PDF fileRepublik Indonesia, Undang-undang Kekuasaan Kehakiman No. 4 tahun 2004. Republik Indonesia, Undang-undang No. 5 tahun
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Republik Indonesia, Undang-undang Kekuasaan Kehakiman No. 4 tahun 2004.
Republik Indonesia, Undang-undang No. 5 tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Republik Indonesia, Undang-undang No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana, Ghalia Indonesia. 1985.
Human Right A Complitation of International Instruments, (New York, United
Nation, 1993) hal 3.
Indonesia legal Centre Publishing, Klien dan Penasehat Hukum, Yudha Pandu,
2001.
M. Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan dan penerapan KUHAP, buku I.
Sinar Grafika. 2002.
_________________, Pembahasan Permasalahan dan penerapan KUHAP, buku
II. Sinar Grafika. 2002.
Mangasi Sidabutar. Hak Terpidana, Terpidana , Penuntut Umum Menempuh Upaya
Hukum. Raja Grafindo Persada. 1999.
Osman Simanjuntak. Teknik Tuntutan dan Upaya Hukum. 1994.
R. Soesilo. Hukum Acara Pidana. Politeia. 1982.
Republik Indonesia, Undang-undang No. 8 tahun 1981 (KUHAP).
Republik Indonesia, Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Republik Indonesia, Undang-undang No. 18 tahun 2003 tentang Advokat.
Yurisprudensi MARI No. 11 PK/Pid/1993 tanggal 13 Desember 1994 yang
menyatakan : Alasan peninjauan kembali berupa keterangan terdakwa Asun dalam
suatu perkara pidana yang mengakui dalam sidang bahwa ia membunuh Pamor
dalam perkara pidana lain, dimana terdakwanya adalah Lingah, Pangah dan Sumir
yang telah dipidana dan berkekuatan tetap, maka pengakuan Asun tersebut haruslah
ditindaklanjuti berupa Asun disidik, dituntut dan disidangkan sampai ada putusan
hakim terhadap Asun. Bilamana tidak atau belum ditindaklanjuti maka keterangan
atau pengakuan Asun tersebut bukan merupakan keadaan baru atau novum eks.
Pasal 263 (2) a KUHAP.
Demikian juga berkaitan dengan alasan novum sebagaimana Yurisprudensi
No. 14 K/Pid/1997 tanggal 14 November 1997 menegaskan : Putusan perkara
perdata yang menyebutkan gugatan pemohon peninjauan kembali dapat diajukan
sebagai novum dalam perkara peninjauan kembali pidana yang membatalkan
putusan kasasi dan membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum.
- oOo -
1. Apabila terdapat keadaan baru sehingga menimbulkan persangkaan yang kuat
bahwa apabila keadaan tersebut diketahui waktu masih sidang berlangsung,
putusan yang dijatuhkan akan berupa putusan bebas atau lepas dari segala
tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau
terhadap perkara ini diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
2. Apabila dalam berbagai putusan terdapat saling pertentangan.
3. Apabila terdapat kekhilafan yang nyata dalam putusan
Permohonan peninjauan kembali diajukan kepada panitera pengadilan
negeri yagn memutus perkara itu dalam tingkat pertama. Dan untuk
pertanggungjawaban yuridis, panitera pengadilan negeri yang meminta permohonan
peninjauan kembali mencatat permintaan itu dalam sebuah akte keterangan yang
lazim juga disebut akta permintaan peninjauan kembali. Akta atau surat keterangan
tersebut ditandatangani oleh panitera dan pemohon kemudian akte tersebut
dilampirkan dalam berkas perkara.
Sikap yang dapat diambil oleh Mahkamah Agung berkaitan dengan
pengajuan PK adalah antara lain :
1. Apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon maka
mahkamah agung menolak PK dengan menetapkan putusan yang dimintakan
PK tetap berlaku disertai dasar pertimbangan.
2. Apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan pemohon maka Mahkamah
Agung membatalkan putusan PK itu dan menjatuhkan putusan yang dapat
berupa :
a. Putusan bebas
b. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum
c. Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum
d. Putusan dengan menetapkan ketentuan pidana yang lebih ringan
Berkaitan dengan PK terdapat beberapa Yurisprudensi MARI antara lain :
oleh karena judec factie salah menerpakan hukum. Dalam hal ini Ordonansi Bea
Stbl. 1931 No. 471 telah dinyatakan tidak berlaku lagi dengan berlakunya UU No.
10 tahun 1985 pada 1 april 1995 sedangkan perbuatan terdakwa pada tanggal 6
segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum” dan Pasal 50 ayat (3)
5 Asas praduga tak bersalah ini juga berlaku secara universal sebagaimana juga yang ditentukan
dalam Universal Declaration of Human Rights yang tercantum dalam article 11 (1), “Everyone
charged with a penal offence has the right to be presumed innocent until proved guilty according to
law in a public trial at which he has had all the guarantees necessary for his defence.” Ibid.
dalam pelaksanaan KUHAP itu sendiri dan ada kemungkinan dalam praktek dengan
alasan mempergunakan kepentingan umum sebagai kedok untuk
mengenyampingkan suatu perkara. Terlebih lagi kepentingan umum sangat abstrak,
kabur dan mengambang karena baik KUHAP maupun Undang-Undang Kejaksaan
tidak ada merumuskannya secara tegas dan jelas tentang apa yang dimaksud dengan
kepentingan umum. Akibatnya, dalam praktek penegakan hukum bisa terjadi
nepotisme atau koncoisme dengan dalih demi kepentingan umum.
B. Asas Keseimbangan (Balance)
Aparat penegak hukum dalam melaksanakan fungsi dan wewenang
penegakan hukum tidak boleh berorientasi pada kekuasaan semata-mata.
Pelaksanaan KUHAP harus berdasarkan perlindungan terhadap harkat dan martabat
manusia dengan perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban masyarakat. Hal
ini berarti bahwa aparat penegak hukum harus menempatkan diri pada
keseimbangan yang serasi antara orientasi penegakan hukum dan perlindungan
ketertiban masyarakat dengan kepentingan dan perlindungan hak-hak asasi
manusia. Aparat penegak hukum dalam melakukan penegakan hukum harus
menghindari perbuatan melawan hukum yang melanggar hak-hak asasi manusia
dan setiap saat harus sadar dan berkewajiban untuk mempertahankan kepentingan
masyarakat sejalan dengan tugas dan kewajiban menjunjung tinggi martabat
manusia (human dignity) dan perlindungan individu (individual protection).
C. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence)
Dalam penjelasan umum butir 3 huruf (c) KUHAP ditegaskan bahwa
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut atau dihadapkan di muka
sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan
pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang
� Mendapat “perlakuan keadilan” yang sama dibawah hukum, equal justice under
the law.4
Sebagai pengecualian dari asas legalitas adalah asas “opportunitas” yang
berarti meskipun seorang tersangka telah bersalah menurut pemeriksaan dan
penyidikan dan kemungkinan dapat dijatuhkan hukuman, namun hasil pemeriksaan
tersebut tidak dilimpahkan ke sidang pengadilan oleh penuntut umum atau dengan
kata lain bahwa jaksa penuntut umum dapat mendeponir suatu perkara atas dasar
pertimbangan demi kepentingan umum.
Jika kita telusuri ketentuan-ketentuan yang ada dalam KUHAP, ternyata
asas “opportunitas” tidak lagi berlaku efektif karena sebagaimana yang diatur
dalam pasal 140 ayat (2) huruf (a) dihubungkan dengan pasal 14 KUHAP, yang
menentukan semua perkara yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh
hukum, penuntut umum harus menuntutnya di muka pengadilan, kecuali terdapat
cukup bukti bahwa peristiwa tersebut bukan tindak pidana atau perkaranya ditutup
demi hukum. Sedangkan pasal 14 huruf (h) KUHAP hanya memberi wewenang
kepada penuntut umum untuk menutup perkara demi kepentingan hukum. Dengan
demikian, jaksa penuntut umum tidak mendeponir suatu perkara demi kepentingan
umum.
Namun demikian, pasal 32 huruf (c) Undang-Undang Kejaksaan RI
Nomor 5 Tahun 1991 menentukan bahwa kejaksaan masih berwenang melakukan
deponiringI dan hal sedemikian itu masih juga dipertegas oleh Pedoman
Pelaksanaan KUHAP yang menentukan bahwa KUHAP mengakui eksistensi
perwujudan asas “opportunitas”.
Berdasarkan kenyataan ini, ada dualistis mengenai pelaksanaan asas
“opportunitas” dalam KUHAP yaitu suatu sisi mengakui asas legalitas dan di sisi
lain asas legalitas telah dikebiri oleh kenyataan dengan adanya pengakuan KUHAP
terhadap eksistensi asas “opportunitas”. Keadaan ini akan membawa kesesatan
4 Perlakuan keadilan bagi setiap orang adalah juga merupakan asas yang berlaku universal yang
juga ditentukan dalam Universal Declaration of Human Rights yang tercantum dalam article 8, “Everyone has the right to an effective remedy by the competent national tribunals for acts violating
the fundamental rights granted him by the constitution or by law.” Ibid.
BAB III
ASAS-ASAS HUKUM DALAM KUHAP
A. Asas legalitas (legality)
KUHAP sebagai Hukum Acara Pidana adalah undang-undang yang asas
hukumnya berlandaskan asas legalitas. Pelaksanaan penerapannya harus bersumber
pada titik tolak the rule of law yang berarti semua tindakan penegakan hukum harus
berdasarkan ketentuan hukum dan undang-undang serta menempatkan kepentingan
hukum dan perundang-undangan diatas segala-galanya sehingga terwujud
kehidupan masyarakat di bawah supremasi hukum (supremacy of law) yang harus
selaras dengan ketentuan perundang-undangan dan perasaan keadilan bangsa
Indonesia. Dengan demikian, setiap tindakan penegakan hukum harus tunduk di
bawah ketentuan konstitusi undang-undang yang hidup di tengah kesadaran hukum
masyarakat.
Sebagai konsekuensi dari asas legalitas yang berlandaskan the rule of law
dan supremasi hukum (supremacy of law), maka aparat penegak hukum dilarang
atau tidak dibenarkan:
� Bertindak di luar ketentuan hukum (undue to law) maupun undue process.
� Bertindak sewenang-wenang (abuse of law).
Setiap orang baik tersangka/terdakwa mempunyai kedudukan:
� Sama sederajat di hadapan hukum atau equality before the law.3
� Mempunyai kedudukan “perlindungan” yang sama oleh hukum atau equal
protection the law.
3 Asas equality before the law tersebut adalah berlaku secara universal sebagaimana juga yang
ditentukan dalam Universal Declaration of Human Rights yang tercantum dalam artikel 7, “All are
equal before the law and are entitled without any discrimination to equal protection of the law. All
are entitled to equal protection against any discrimination in violation of this Declaration and
against any incitement to such discrimination.” Human Rights A Compilation of International
Instruments, (New York, United Nation, 1993) hal 3.
dikenakan penangkapan, penahanan, penggeladahan dan pensitaan, selain atas
perintah tertulis oleh kekuasaan yang sah dalam hal-hal dan menurut cara-cara
yang diatur dengan Undang-Undang”. Selanjutnya dijabarkan dalam Bab V
KUHAP mulai dari pasal 16 sampai dengan pasal 49 KUHAP.
4. Pada pasal 8 Undang-Undang Pokok Kehakiman Nomor: 14 Tahun 1970
ditegaskan pula bahwa “setiap orang yang disangka, ditahan, ditahan, dituntut,
dan/atau dihadapkan di depan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah
sebelum adanya putusan pengadilan, yang menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum yang tetap”.
Selanjutnya dalam pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Pokok Kehakiman Nomor:
14 Tahun 1970 ditegaskan: “seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun
diadili tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan
mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti
kerugian dan rehabilitasi”.
Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Pokok Kehakiman Nomor: 14 Tahun 1970
menegaskan: “Pejabat yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana
disebut dalam ayat 1 dapat dipidana.
Ketentuan tersebut di atas lebih lanjut dijabarkan dalam Bab XII KUHAP mulai
dari pasal 95 sampai dengan pasal 97 KUHAP.
5. Pada pasal 36 Undang-Undang Pokok Kehakiman Nomor: 14 Tahun 1970
ditegaskan: ”Dalam perkara pidana, seorang tersangka terutama sejak saat
dilakukan penangkapan dan/atau penahanan berhak menghubungi dan meminta
bantuan Penasihat Hukum”. Selanjutnya ketentuan ini dijabarkan dalam Bab VII
KUHAP mulai dari pasal 69 sampai dengan pasal 74 KUHAP.
Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan dasar pokok sumber konstitusional dari
KUHAP yang pelaksanaan selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal KUHAP.
Kemudian dapat diuji dan dikaitkan dengan landasan filosofis Pancasila dan
landasan operasional GBHN TAP MPR Nomor: IV/MPR/1978 sehingga pasal-
pasal KUHAP benar-benar konsisten dan sinkron dengan kedua landasan dimaksud.
- Pasal 27 ayat 1 yang dengan tegas menyatakan bahwa segala warganegara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan.
- Memberikan perlindungan pada segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia.
- Dalam Penjelasan UUD 1945 ditegaskan bahwa Indonesia adalah Negara
Hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan kekuasaan (machtstaat).
Landasan Hukum yang terdapat dalam Undang-Undang Pokok Kehakiman Nomor:
14 Tahun 1970 antara lain:
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pokok Kehakiman Nomor: 14 Tahun 1970
menegaskan bahwa peradilan dilakukan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa. Ketentuan ini kemudian dikuatkan kembali dalam KUHAP pada pasal 197
KUHAP sebagai landasan filosofis.
2. Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pokok Kehakiman Nomor: 14 Tahun 1970
menegaskan bahwa peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya
ringan. Penjabaran pasal ini banyak terdapat dalam KUHAP seperti:
� Dalam pasal 50 KUHAP ditegaskan bahwa terdakwa segera mendapat
pemeriksaan dan persidangan pengadilan.
� Dalam pasal 236 KUHAP menegaskan bahwa pelimpahan berkas perkara dari
Pengadilan Negeri ke Pengadilan Tinggi untuk diperiksa dalam tingkat
banding harus dikirim 14 hari dari tanggal permohonan banding.
� Dalam pasal 98 sampai dengan pasal 101 KUHAP diatur hal-hal untuk
mempercepat proses dan biaya ringan seperti penggabungan perkara pidana
dan tuntutan ganti rugi.
3. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pokok Kehakiman Nomor: 14 Tahun 1970
menegaskan bahwa pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak
membeda-bedakan orang. Lebih lanjut diatur dalam pasal 7 Undang-Undang
Pokok Kehakiman Nomor: 14 Tahun 1970: ”Tiada seorang juapun dapat
Fungsi penegakan hukum yang dipercayakan aparat penegak hukum
berada dalam ruang lingkup amanat Tuhan, mereka harus memilliki keberanian dan
kemampuan menyimak isyarat nilai keadilan yang konsisten dalam setiap
penegakan hukum. Keadilan yang ditegakkan aparat penegak hukum bukanlah
keadilan semaunya sendiri, tetapi merupakan wujud keadilan yang selaras dengan
keinginan dan keridhoan Tuhan Yang Maha Esa, yang mempunyai dimensi
pertanggungjawaban terhadap hukum, terhadap diri dan hati nurani dan terhadap
masyarakat nusa dan bangsa berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan
demikian, diharapkan setiap aparat penegak hukum harus terpatri semangat
kesucian moral dalam setiap tindakan penegakan hukum, mereka harus dapat
mewujudkan keadilan yang hakiki. Meskipun pada prinsipnya keadilan itu tidak
dapat diwujudkan secara murni dan mutlak. Manusia hanya mampu menemukan
dan mewujudkan keadilan yang nisbi atau relatif. Kita menyadari bahwa untuk
menegakkan keadilan menurut hukum (legal justice) adalah sangat sulit apalagi
menegakkan keadilan moral (moral justice). Namun, untuk mencapai keadilan itu
diperlukan adanya tolok ukur keadilan yang dicita-citakan oleh masyarakat bangsa
sebagaimana halnya yang dicantumkan dalam KUHAP yaitu Keadilan berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
B. Landasan Operasional KUHAP:
Landasan Operasional KUHAP adalah TAP MPR Nomor: IV/MPR/1978 sebagai
Garis-Garis Besar Haluan Negara di bidang Pembangunan dan Pembaharuan
Hukum. Berpedoman pada TAP MPR inilah, pembuat Undang-Undang
mengarahkan langkah operasi penyusunan dan perumusan KUHAP.
C. Landasan Konstitusional KUHAP:
Landasan Konstitusional KUHAP adalah UUD 1945 dan Undang-Undang Pokok
Kehakiman Nomor: 14 Tahun 1970.
Landasan Hukum yang terdapat dalam UUD 1945 antara lain:
BAB II
LANDASAN KUHAP
A. Landasan Filosofis KUHAP:
Landasan Filosofis KUHAP adalah berdasarkan Pancasila terutama yang
berhubungan erat dengan Ketuhanan dan kemanusiaan.
Dengan landasan sila Ketuhanan, KUHAP mengakui setiap pejabat aparat penegak
hukum maupun tersangka/terdakwa adalah:
Sama-sama manusia yang dependen kepada Tuhan, sama manusia tergantung
kepada kehendak Tuhan. Semua makhluk manusia tanpa kecuali adalah ciptaan
Tuhan, yang kelahirannya di permukaan bumi semata-mata adalah kehendak dan
rahmat Tuhan. Mengandung arti bahwa :
1. Tidak ada perbedaan asasi di antara sesama manusia.
2. Sama-sama mempunyai tugas sebagai manusia untuk mengembangkan dan
mempertahankan kodrat, harkat dan martabat sebagai manusia ciptaan Tuhan.
3. Sebagai manusia mempunyai hak kemanusiaan yang harus dilindungi tanpa
kecuali.
4. Fungsi atau tugas apapun yang diemban oleh setiap manusia, hanya semata-mata
dalam ruang lingkup menunaikan amanat Tuhan Yang Maha Esa.2
Berdasarkan jiwa yang terkandung dalam sila Ketuhanan, cita penegakan
hukum tiada lain daripada fungsi pengabdian melaksanakan amanat Tuhan, dengan
cara menempatkan setiap manusia tersangka/terdakwa sebagai makhluk Tuhan
yang memiliki hak dan martabat kemanusiaan yang harus dilindungi dan
mempunyai hak dan kedudukan untuk mempertahankan kehormatan dan
martabatnya.
2 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 20.
negara hukum dapat ditegakkan. Konsekuensi dari pembaharuan Hukum Acara
Pidana, maka Het Herziene Inlandsch Reglement (Staatblad Tahun 1941 Nomor
44) dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 (Lembaran
Negara Tahun 1951 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 81), serta
semua peraturan pelaksanaannya dinyatakan dicabut dan diganti dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) yang mulai berlaku sejak tanggal 31 Desember 1981.
BAB I
PENDAHULUAN
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Untuk
mewujudkan pernyataan tersebut di atas, melalui TAP MPR Nomor: IV/MPR/1978,
pemerintahan mengadakan usaha peningkatan dan penyempurnaan pembinaan
hukum nasional dengan mengadakan pembaharuan kodefikasi serta unifikasi
hukum dalam rangkuman pelaksanaan secara nyata dari Wawasan Nusantara.
Pembangunan hukum nasional salah satu diantaranya adalah di bidang Hukum
Acara Pidana dengan tujuan agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya
dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai
fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan, dan
perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian
hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan UUD 1945.1
Pembaharuan Hukum Acara Pidana dilakukan dalam rangka untuk
mengganti Hukum Acara Pidana yang berasal dari Pemerintah Kolonial Belanda
yang termuat dalam Het Herziene Inlandsch Reglement (Staatblad Tahun 1941
Nomor 44) dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951
(Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 81),
serta semua peraturan pelaksanaannya dan ketentuan yang diatur dalam perundang-
undangan lainnya sepanjang hal itu mengenai hukum acara pidana, perlu dicabut
karena sudah tidak sesuai dengan cita-cita hukum nasional.
Dengan pembaharuan Hukum Acara Pidana, berarti mengadakan
pembaharuan dalam melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Umum dan Makhamah Agung dengan mengatur hak serta kewajiban bagi
mereka yang ada dalam proses pidana, sehingga dengan demikian, dasar utama
1 Lihat konsideran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP).
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
BAB II LANDASAN KUHAP ........................................................................ 3
BAB III ASAS-ASAS HUKUM DALAM KUHAP ......................................... 7
BAB IV HUKUM ACARA PIDANA DALAM PRAKTEK ............................ 15
A. Prosedur Panggilan Dalam KUHAP ............................................... 15
B. Bantuan Hukum .............................................................................. 17
C. Contoh Surat Kuasa Khusus ........................................................... 20
D. Pencabutan Keterangan BAP .......................................................... 21
E. Surat Penangguhan Penahanan ....................................................... 25
BAB V ACARA PERSIDANGAN .................................................................. 29
A. Surat Kuasa ..................................................................................... 29
B. Panggilan Sidang ............................................................................ 32
C. Pembacaan Surat Dakwaan ............................................................. 33
D. Eksepsi ............................................................................................ 33
E. Acara Pemeriksaan .......................................................................... 35
F. Pembacaan Surat Tuntutan .............................................................. 36
G. Pledoi / Pembelaan ......................................................................... 37
H. Replik .............................................................................................. 39
I. Duplik ............................................................................................... 39
J. Acara Pembacaan Putusan ............................................................... 40
BAB VI UPAYA HUKUM ............................................................................... 43
A. Tingkat Banding ............................................................................. 43
B. Kasasi .............................................................................................. 46
C. Peninjauan Kembali / Heerzening .................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 54