Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Industri Kecil dan Menengah (IKM) mempunyai kedudukan yang strategis dalam perekonomian nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah unit usaha yang besar, menyerap tenaga kerja, ragam produk sangat banyak, pengisian wilayah pasar yang luas, sumber pendapatan bagi masyarakat luas serta tahan terhadap berbagai krisis yang terjadi. Dengan karakteristik seperti di atas apabila IKM ini berhasil ditumbuh-kembangkan tentunya akan memberikan andil yang sangat besar dalam mewujudkan ekonomi nasional yang tangguh, dan maju yang berciri kerakyatan. Pada akhir RPJMN 2005 2009, IKM telah memberikan kontribusi terhadap PDB sektor industri sebesar 32% dan berkembang menjadi pelaku ekonomi yang makin berbasis iptek dan berdaya saing. PDB IKM tumbuh rata-rata 4% lebih dengan kontribusi sebesar Rp. 214 trilyun. Populasi IKM 70 % masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan sarana infrastruktur yang baik, sumber daya manusia serta daya beli masyarakat yang semakin meningkat. Pengembangan IKM pada tahun 2005 2009 dilakukan dengan pendekatan perkuatan kewirausahaan dan peningkatan produktivitas yang dilakukan melalui program pengembangan klaster, pengembangan OVOP (One Village One Product), revitalisasi UPT (Unit Pelayanan Teknis), kompetensi inti daerah, dan lain-lain. Program tersebut dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pengembangan Inkubator, pelatihan-pelatihan, informasi akses permodalan, bantuan mesin peralatan, restrukturisasi mesin / peralatan, promosi dan pemasaran termasuk website, penghargaan, peningkatan standardisasi, dan lain-lain. Perkembangan IKM sangat dipengaruhi oleh berbagai kondisi baik dari tataran global, nasional, lintas sektor dan internal. Dari tataran global perkembangannya dipengaruhi oleh berlakunya AFTA, AC-FTA, dan beberapa FTA yang akan berlaku. Potensi masuknya barang-barang impor tersebut akan berdampak pada kinerja industri dalam negeri, khususnya dalam mempengaruhi penjualan yang berujung pada penurunan produksi
27

Renstra IKM

Nov 23, 2015

Download

Documents

Sidieli Zega

Industri kecil dan Menengah kemenperin
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. KONDISI UMUM

    Industri Kecil dan Menengah (IKM) mempunyai kedudukan yang

    strategis dalam perekonomian nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari

    jumlah unit usaha yang besar, menyerap tenaga kerja, ragam produk sangat

    banyak, pengisian wilayah pasar yang luas, sumber pendapatan bagi

    masyarakat luas serta tahan terhadap berbagai krisis yang terjadi. Dengan

    karakteristik seperti di atas apabila IKM ini berhasil ditumbuh-kembangkan

    tentunya akan memberikan andil yang sangat besar dalam mewujudkan

    ekonomi nasional yang tangguh, dan maju yang berciri kerakyatan.

    Pada akhir RPJMN 2005 2009, IKM telah memberikan kontribusi

    terhadap PDB sektor industri sebesar 32% dan berkembang menjadi pelaku

    ekonomi yang makin berbasis iptek dan berdaya saing. PDB IKM tumbuh

    rata-rata 4% lebih dengan kontribusi sebesar Rp. 214 trilyun. Populasi IKM

    70 % masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Hal ini disebabkan oleh

    ketersediaan sarana infrastruktur yang baik, sumber daya manusia serta

    daya beli masyarakat yang semakin meningkat.

    Pengembangan IKM pada tahun 2005 2009 dilakukan dengan

    pendekatan perkuatan kewirausahaan dan peningkatan produktivitas yang

    dilakukan melalui program pengembangan klaster, pengembangan OVOP

    (One Village One Product), revitalisasi UPT (Unit Pelayanan Teknis),

    kompetensi inti daerah, dan lain-lain. Program tersebut dilakukan melalui

    kegiatan-kegiatan pengembangan Inkubator, pelatihan-pelatihan, informasi

    akses permodalan, bantuan mesin peralatan, restrukturisasi mesin /

    peralatan, promosi dan pemasaran termasuk website, penghargaan,

    peningkatan standardisasi, dan lain-lain.

    Perkembangan IKM sangat dipengaruhi oleh berbagai kondisi baik

    dari tataran global, nasional, lintas sektor dan internal. Dari tataran global

    perkembangannya dipengaruhi oleh berlakunya AFTA, AC-FTA, dan

    beberapa FTA yang akan berlaku. Potensi masuknya barang-barang impor

    tersebut akan berdampak pada kinerja industri dalam negeri, khususnya

    dalam mempengaruhi penjualan yang berujung pada penurunan produksi

  • 2

    dan berakhir pada pengurangan tenaga kerja. Membanjirnya produk China di

    pasar domestik, menyebabkan usaha produk TPT menurun dari 57% pada

    tahun 2005 menjadi 23% pada tahun 2008 (Badan Pusat Statistik, 2008).

    Industri besi baja, tekstil dan produk tekstil (TPT), kimia anorganik dasar,

    furnitur dan lampu hemat energi menjadi lima sektor yang dikhawatirkan

    terkena dampak paling serius akibat pemberlakuan perjanjian ACFTA ini.

    Selain itu, ACFTA dipastikan mengancam kelangsungan industri yang

    selama ini berbasis pasar dalam negeri, dan dampaknya memicu

    meningkatnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang diprediksi

    mencapai 7,5 juta orang secara nasional. Banyaknya produk luar yang

    masuk ke dalam negeri dengan harga lebih murah, lebih bervariatif dan

    kompetitif menyebabkan banyak pengusaha industri kecil yang beralih

    menjadi pedagang karena tidak mampu bersaing dengan produk luar.

    Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan fenomena peralihan

    kalangan industri kecil dan menengah (IKM) sektor tekstil dan produk tekstil

    (TPT) ke sektor perdagangan sebagai imbas perdagangan bebas atau free

    trade agreement (FTA) ASEAN-China sangat mungkin terjadi. Industri TPT

    skala IKM sangat rentan beralih, karena imbas FTA memungkinkan harga

    barang impor khususnya dari China lebih murah, sehingga industri IKM lebih

    memilih membeli barang impor asal China, kemudian menjualnya. Sebelum

    pelaksanaan FTA berlangsung, banyak industri sektor TPT yang kalah

    bersaing bahkan sampai tutup. Setidaknya pada tahun 2008, API mencatat

    ada 155 pabrik tutup dan pada tahun 2009 sebanyak 271 perusahaan tutup,

    yang umumnya bergerak dibidang benang rajut, garmen dan perusahaan-

    perusahaan TPT berorientasi pasar domestik. Mengenai permasalahan daya

    saing produk TPT lokal yang masih rendah, hal itu tidak terlepas dari

    masalah-masalah di dalam negeri yang belum terselesaikan seperti

    infrastruktur energi listrik, gas, suku bunga yang tinggi, mahalnya biaya

    penanganan kontainer di pelabuhan (THC), tenaga kerja dan lain-lain.

    Dalam tataran nasional, yang mempengaruhi perkembangan IKM

    adalah adanya otonomi daerah dan pengurangan subsidi baik BBM maupun

    TDL. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 otonomi daerah adalah kewenangan

    daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

    setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai

  • 3

    dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan daerah mencakup

    kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan

    dalam bidang politik kuar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter

    dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain (Pasal 7 UU No. 22 Tahun

    1999). Disamping pemerintah daerah juga dituntut untuk memiliki kewajiban

    dalam mengembangankan bidang-bidang koperasi, industri dan

    perdagangan, penanaman modal, tenaga kerja, kesehatan, pendidikan dan

    kebudayaan, pertanian, perhubungan, pertanahan, lingkungan hidup (Pasal

    11). Secara lengkap disebutkan bahwa dalam upaya meningkatkan taraf

    kesejahteraan rakyat kepala daerah berkewajiban mewujudkan demokrasi

    ekonomi dengan melaksanakan pembinaan dan pengembangan koperasi,

    usaha kecil dan menengah, yang mencakup permodalan, pemasaran,

    pengembangan teknologi, produksi, dan pengolahan serta pembinaan dan

    pengembangan sumberdaya manusia. Untuk melaksanakan peran dan

    kewajibannya pemerintah daerah menggunakan sumber pendanaan

    pembagunan daerah yang diatur dalam UU No. 25 tahun 1999. Sumber

    pendanaan tersebut antara lain akan diperoleh dari pendapatan asli daerah,

    dan aperimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah.

    Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan sumber keuangan daerah yang

    digali dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan. Saat ini, daerah

    mengandalkan sumberdaya alam sebagai sumber utama PAD di samping

    berbagai pajak daerah dan sumber penghasilan lainnya. Dalam era otonomi

    daerah ini, kewenangan pemerintah pusat dalam hal pengelolaan

    sumberdaya berdasarkan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun

    2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai

    daerah otonom, dinyatakan hanya terbatas pada kebijakan yang bersifat

    norma, standar, kriteria, dan prosedur dengan ketentuan pelaksanaannya :

    Mempertahankan dan memelihara identitas dan integritas bangsa dan

    negara,

    Menjamin kualitas pelayanan kualitas umum karena jenis pelayanan

    tersebut dan skala nsional,

    Menjamin keselamatan fisik dan non-fisik secara sentra baggi semua

    warga negara,

    Manjamin supermasi hukum nasional.

  • 4

    Perubahan sistem nasional ini, akan memiliki implikasi terhadap

    pelaku bisnis kecil dan menengah. Beberapa daerah dalam rangka

    meningkatkan otonomi daerah, berbagai pungutan-pungutan baru dikenakan

    pada IKM, sehingga biaya transaksi menjadi meningkat. Jika kondisi ini tidak

    segera dibenahi, maka akan menurunkan daya saing IKM. Permasalahan

    lainnya, semangat kedaerahan yang sempit, kadang menciptakan kondisi

    yang kurang menyenangkan bagi pengusaha yang berhasil dari luar daerah

    tersebut.

    Faktor yang terganggu dengan adanya kenaikan Bahan Bakar

    Minyak (BBM) dan Tarif Dasar Listrik (TDL) pada IKM adalah produksi,

    distribusi maupun pemasarannya. Dari sisi produksi mereka semakin

    kesulitan mendapatkan bahan baku dan kesulitan dalam proses produksi

    karena mahalnya harga BBM. Dari sisi distribusi akan tersendat karena

    naiknya biaya transportasi. Sedangkan dari sisi pemasaran akan semakin

    sulit mendapatkan konsumen karena lemahnya daya beli masyarakat.

    Untuk menghadapi perkembangan dan tantangan yang muncul saat

    ini dan mendatang, Kementerian Perindustrian melakukan restrukturisasi

    organisasi karena struktur organisasi yang ada selama ini tidak sesuai lagi

    dengan kondisi yang ada. Restrukturisasi organisasi di lingkungan

    Kementerian Perindustrian (Kemenperin) itu dilakukan dengan merombak

    struktur birokrasi serta pergantian pejabat eselon I,II,III dan IV. Perombakan

    struktur organisasi dan pejabat dilakukan untuk menjawab tantangan masa

    kini yang tidak boleh dipandang remeh. Alasan perombakan, untuk

    menjawab tantangan masa kini karena sudah lebih dari 25 tahun struktur

    organisasi Kementerian Perindustrian tidak berubah, sementara masalah

    yang dihadapi sudah sangat berbeda. Restrukturisasi organisasi dan

    pergantian pejabat di Kemenperin itu dilakukan sesuai dengan amanat

    Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang

    Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara serta Peraturan Presiden

    Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan

    Fungsi Eselon I. Dalam struktur baru tersebut, terjadi penambahan unit

    eselon I dari tujuh menjadi sembilan eselon I. Namun penambahan unit

  • 5

    eselon I itu tidak secara signifikan menambah jumlah pejabat maupun staf

    didalamnya karena tetap mengedepankan efisiensi organisasi.

    Perkembangan IKM dari tahun 2005-2009 terlihat pada tabel 1.1.

    Perkembangan unit usaha IKM dari tahun 2005-2009 telah mengalami

    kenaikan sebesar 836.282 unit atau mengalami pertumbuhan sebesar

    6.25%. Kenaikan terbesar terjadi pada tahun 2006, sebanyak 298.550 unit

    usaha berkembang dalam waktu 1 tahun antara tahun 2005 samapi 2006.

    Sedangkan untuk tenaga kerja dalam waktu 4 tahun telah menyerap tenaga

    kerja sebesar 972.316 orang atau mengalami laju pertumbuhan sebesar

    3.26%. Penyerapan tenaga kerja terbesar terjadi pada tahun 2008 yaitu

    sebesar 358.341 orang. Nilai investasi yang terserap selama 5 tahun

    sebesar 45 triliun. Sedangkan nilai produksi dan nilai bahan baku mengalami

    kenaikan sebesar 183 triliun dan 23 triliun.

    TABEL 1.1 PERKEMBANGAN IKM TAHUN 2005-2009

    2005 2006 2007 2008 2009*)

    1 Unit Usaha (IKM) 2.918.956 3.217.506 3.438.454 3.542.129 3.755.238 6,25

    2 Tenaga Kerja (Org) 7.101.538 7.371.257 7.632.931 7.991.272 8.073.854 3,26

    3 Nilai Investasi (Triliun Rp) 178 216 221 227 223 5,84

    4 Nilai Produksi (Triliun Rp) 321 425 487 498 504 11,95

    5 Nilai Bahan Baku (Triliun Rp) 130 136 142 147 153 4,1

    6 Nilai Tambah (Triliun Rp) 173 194 210 198 214 5,49

    7 Ekspor (US$ Juta) 8.465 9.453 10.603 12.137 12.275 9,74

    NO UraianTahun

    LP (%)

    1.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN

    Permasalahan utama di dalam sektor industri menyangkut struktur

    industri yang belum kokoh dan berkeadilan. Dalam hal keterkaitan hulu hilir,

    lemahnya struktur industri nasional ditunjukkan oleh masih tingginya

    komponen impor bahan baku/bahan penolong yang digunakan industri

    nasional. Sebagai contoh, produk elektronika yang banyak kita ekspor

    ternyata 90% dari bahan baku dan bahan penolong yang digunakan adalah

  • 6

    impor. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tambah yang dihasilkan di dalam

    negeri masih kecil. Padahal nilai tambah inilah yang memberi kontribusi

    dalam pembangunan ekonomi nasional. Lemahnya hubungan hulu hilir ini

    juga ditunjukkan pada belum terbangunnya industri hilir sehingga ekspor kita

    masih didominasi produk sektor primer, tanpa melalui proses penambahan

    nilai didalam negeri terlebih dahulu. Artinya, bahan baku diekspor dalam

    bentuk bahan mentah daripada dalam bentuk setengah jadi yang bernilai

    tambah lebih tinggi seperti minyak sawit (CPO), karet, coklat, rotan, kayu,

    hasil-hasil laut, bahan mineral seperti tembaga, nikkel, dan aluminium.

    Dengan demikian Indonesia secara potensial mengalami dua kerugian, yakni

    kehilangan perolehan tambahan devisa yang lebih besar, dan kurangnya

    pasokan bahan baku bagi industri pengolahan dalam negeri sebagaimana

    yang terjadi pada produk-produk pertanian. Lemahnya struktur industri

    nasional juga karena belum terbangunnya jaringan pemasok

    bahan/komponen/sub-assembly kepada industri besar penghasil barang jadi

    (original equipment manufacturer, OEM). Sehingga sering dikatakan belum

    ada keterkaitan antara industri besar dan industri kecil dan menengah.

    Dalam rangka memperkuat struktur industri, upaya membenahi IKM

    (industri kecil dan menengah) terus dilakukan untuk mengatasi tantangan

    klasik seperti lemahnya akses ke bahan baku, terbatasnya jaringan

    pemasaran, kurang tersedianya dana sebagi modal usaha, aplikasi teknologi

    masih sederhana dan kurangnya tenaga kerja terampil. Sumber bahan baku

    lokal sangat potensial, namun IKM sering menghadapi kendala

    ketersediaannya baik jumlah, kualitas maupun penyerahan (delivery).

    Beberapa akses IKM je bahan baku juga telah dibantu. IKM di bidang

    kerajinan mebel ukiran di Jawa Tengah yang menghadapi masalah pasokan

    kayu jati difasilitasi dengan membentuk pusat distribusi pengadaan bahan

    baku dengan melibatkan BUMN, asosiasi industri dan masyarakat

    kehutanan. Hal yang sama juga telah dilakukan pada IKM pengecoran

    logam yang juga menghadapi masalah baku (skrap) dan bahan bakar

    (kokas) dengan mempertemukan para pemasok skrap dan importer batu

    bara. Terkait dengan pemasaran, terus dilakukan upaya promosi baik di

    dalam maupun di luar negeri yang bekerja sama dengan instansi terkait dan

    kalangan perhotelan di Jakarta, Yogyakarta dan Bandung agar dapat

    menyediakan satu wahana (counter) untuk produk kerajinan. Demikian pula

  • 7

    koordinasi dengan perbankan nasional ditingkatkan sehingga penyaluran

    kredit bagi pertumbuhan IKM semakin meningkat.

    Penduduk Indonesia yang besar tidak saja merupakan modal tumbuhnya

    IKM juga sebagai peluang bagi pasar IKM, tetapi tingkat pendidikan,

    keterampilan, produktivitas dan disiplin rendah serta tidak meratanya

    penyebaran penduduk dan pendapatan. Daya saing industri manufaktur

    merupakan isu pembangunan ekonomi yang penting dalam era globalisasi.

    Tidak hanya di pasr internasional, di pasar dalam negeri produk impor

    secara leluasa bersaing langsung dengan produk manufaktur dalam negeri.

    Hanya jika produk manufaktur dalam negeri mampu unggul dalam

    persaingan di pasar, semua tenaga dan daya yang telah digunakan untuk

    menghasilkannya mendapat imbalan ekonomi. Secara makro, kemampuan

    yang tinggi dalam bersaing akan membantu penciptaan lapangan kerja dan

    menyehatkan neraca perdagangan. Sebagaimana telah diidentifikasi dalam

    RJMN 2004-2009, daya saing industri manufaktur nasional belum banyak

    berkembang karena dihadapkan pada berbagai masalah. Permasalahan

    tersebut antara lain lemahnya keterkaitan hulu dan hilir (struktur), tingginya

    kandungan impor, lemahnya penguasaan teknologi, rendahnya kulaitas

    SDM, minimnya peran industri kecil dan menengah, kurang kondusifnya

    iklim usaha dan investasi yang ditandai oleh layanan umum yang buruk.

    Penyediaan skema permodalan yang sudah difasilitasi oleh pemerintah

    (KUR, CSR, produk perbankan) merupakan kekuatan bagi IKM namun

    belum termanfaatkan secara optimal. Kredit Usaha Rakyat (KUR)

    merupakan fasilitas pembiayaan yang dapat diakses oleh UMKM dan

    Koperasi terutama yang memiliki usaha yang layak namun belum bankable.

    Maksudnya adalah usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang baik dan

    memiliki kemampuan untuk mengembalikan. Tujuan diluncurkannya KUR

    adalah untuk mempercepat pengembangan sektor riil dan pemberdayaan

    UMKM, untuk meningkatkan akses pembiayaan kepada UMKM dan

    Koperasi, dan untuk penanggulangan kemiskinan dan perluasan

    kesempatan kerja.

    Dari inventarisasi di lapangan, beberapa kendala penyaluran KUR antara

    lain:

  • 8

    Belum adanya pemahaman yang seragam terhadap skim KUR, baik oleh

    para petugas bank di lapangan maupun masyarakat, sehingga mungkin

    saja masih ada beberapa penyimpangan dan persepsi yang keliru

    tentang KUR, misalnya: tentang ketentuan agunan, persyaratan

    administrasi, sumber dana KUR, beroperasinya para calo KUR Mikro

    dsb.

    Pemenuhan tenaga pemasaran KUR tidak bisa dilakukan seketika oleh

    perbankan namun harus dilakukan secara bertahap. Hal ini terjadi

    karena pemberian KUR harus dilaksanakan sesuai prinsip kehati-hatian

    dalam perbankan sehingga diperlukan kompetensi tenaga kerja yang

    sesuai.

    Adanya perubahan kondisi makro-ekonomi, misalnya: kenaikan inflasi,

    kenaikan suku bunga, dll yang menyebabkan permintaan kredit

    menurun.

    Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial

    perusahaan saat ini telah menjadi konsep yang kerap kita dengar, walau

    definisinya sendiri masih menjadi perdebatan di antara para praktisi maupun

    akademisi. Sebagai sebuah konsep yang berasal dari luar, tantangan

    utamanya memang adalah memberikan pemaknaan yang sesuai dengan

    konteks Indonesia. CSR adalah suatu wahana yang dapat dipergunakan

    untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Dengan pemahaman

    yang demikian, CSR tidak akan disalahgunakan hanya sebagai marketing

    gimmick untuk melakukan corporate greenwash atau pengelabuan citra

    perusahaan belaka.

    Perkembangan pemberian kredit perbankan kepada UMKM, sampai

    dengan saat ini masih menunjukkan perkembangan meningkat dengan rasio

    pembiayaan setiap tahunnya berkisar antara 49 % - 51% dari total kredit

    perbankan atau mencapai Rp 700,8 trilun. Namun demikian, sekitar 52,8%

    kredit UMKM tersebut masih diberikan dalam bentuk kredit konsumsi.

    Sementara untuk modal usaha, UMKM ternyata masih mengandalkan modal

    sendiri atau bantuan kerabat dan belum banyak tersentuh oleh perbankan.

    Data BPS 2008 juga menunjukkan bahwa dari 51,3 juta UMKM yang

    ada, sekitar 15,42 juta termasuk dalam kategori yang feasible, namun belum

    bankable. Dari sisi UMKM, alasannya berkisar disekitar ketidak sanggupan

  • 9

    menyediakan agunan (bagi usaha mikro) dan rasa takut bank akan

    membebankan suku bunga tinggi (bagi usaha kecil dan menengah). Dari sisi

    perbankan, mereka memandang hal lain sebagai penghalang kucuran kredit

    ke UMKM. Perbankan melihat bahwa UMKM masih menghadapi

    permasalahan kelayakan usaha, baik menyangkut aspek keuangan maupun

    aspek pemasaran dan tenaga kerja.

    Banyaknya pulau yang tersebar dengan kekayaan SDA juga merupakan

    salah satu modal pengembangan IKM, namun infrastruktur yang ada masih

    terbatas. Infrastruktur jalan, pelabuhan dan kepabeanan yang bermasalah

    bisa memicu biaya tinggi pada proses produksi dan transportasi. Jika

    infrastruktur tidak dapat disediakan, maka produk hasil industri tidak dapat

    didistribusikan ke daerah lain karena akan memakan biaya lebih besar.

    Sayangnya sampai saat ini pembangunan infrastruktur masih menghadapi

    banyak kendala sehingga akan menghambat pertumbuhan industri, apalagi

    insentif untuk memacu investasi juga belum ada.

    Dukungan teknologi tersedia, namun akses IKM terhadap teknologi

    masih terbatas. Tidak tersedianya infrastruktur telepon di beberapa wilayah,

    menjadi salah satu hambatan bagi industri kecil dan menengah di Indonesia

    untuk mengakses internet. Padahal, internet sangat dibutuhkan IKM untuk

    mengakses pasar dan mengetahui informasi harga barang. Selain itu, masih

    banyak pelaku IKM di daerah yang belum paham cara penggunaan internet

    ataupun perangkat elektronik seperti komputer.

    Dana APBN/APBD dalam perekonomian nasional berfungsi sebagai

    investasi dan stimulus. Dalam kaitannya dengan pembinaan IKM, fungsi

    APBN/APBD sebagian besar terkait sebagai investasi baik investasi

    infrastruktur maupun non-infastruktur. Dana APBN untuk pembinaan IKM

    setiap tahunnya tersedia, namun hasil pembinaan IKM yang telah dicapai

    belum optimal. Hal ini terukur dari jumlah IKM yang cepat tumbuh namun

    cepat pula hilang dan beralih menjadi pedagang. Beberapa pembinaan IKM

    yang telah dilaksanakan antara lain melalui kegiatan pelatihan, workshop

    dan magang di perusahaan.

  • 10

    BAB II

    VISI, MISI DAN TUJUAN

    Dalam rangka pengembangan IKM yang lebih berdaya saing global, maka

    ditetapkan visi, misi, tujuan, strategi dan program baik jangka pendek maupun

    jangka menengah yang dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra) 20102014.

    2.1. VISI

    Terwujudnya Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang berdaya saing global.

    2.2. MISI

    1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan SDM berbasis

    kompetensi;

    2. Mendorong tumbuhnya wirausaha baru IKM;

    3. Mendorong peningkatan penguasaan dan penerapan teknologi modern;

    4. Mendorong peningkatan perluasan pasar;

    5. Mendorong peningkatan nilai tambah;

    6. Mendorong perluasan akses ke sumber pembiayaan;

    7. Mendorong penyebaran pembangunan IKM di luar Jawa.

    2.3. TUJUAN

    Tujuan 1 : Meningkatnya kontribusi IKM terhadap PDB industri

    Sasaran Strategis : Meningkatnya produktivitas IKM

    Indikator kinerja : Nilai tambah dan nilai investasi

    Tujuan 2 : Meningkatnya penyebaran industri di luar jawa

    Sasaran Strategis : Tumbuhnya IKM berbasis sumberdaya lokal

    Indikator Kinerja : Jumlah unit usaha dan tenaga kerja

    Tujuan 3 : Meningkatnya pangsa pasar IKM di dalam dan luar

    negeri.

    Sasaran Strategis : Meningkatnya promosi dan pemasaran produk IKM

    Indikator Kinerja : Nilai produksi dan ekspor

  • 11

    2.4. STRUKTUR ORGANISASI

    Gambar 2.1 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal IKM

    Gambar 2.2 Struktur Organisasi Sekretariat Ditjen IKM

    Gambar 2.3 Struktur Organisasi Direktorat IKM Wilayah I

  • 12

    Gambar 2.4 Struktur Organisasi Direktorat IKM Wilayah II

    Gambar 2.5 Struktur Organisasi Direktorat IKM Wilayah III

    2.5. TUGAS POKOK DAN FUNGSI

    Ditjen IKM mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan

    kebijakan dan standardisasi teknis di bidang IKM.

    Ditjen IKM menyelenggarakan fungsi:

    1. perumusan kebijakan di bidang IKM termasuk penyusunan peta

    panduan pengembangan klaster industri kecil dan menengah;

    2. pelaksanaan kebijakan di bidang industri kecil dan menengah

    termasuk pengembangan klaster industri kecil dan menengah;

  • 13

    3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang industri

    kecil dan menengah;

    4. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang industri kecil dan

    menengah; dan

    5. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Industri Kecil dan

    Menengah.

    2.6. SASARAN STRATEGIS

    2.6.1. SASARAN KUALITATIF

    1. Meningkatnya kemampuan teknologi, penerapan standardisasi

    dan HKI bagi IKM

    2. Meningkatnya SDM IKM yang profesional dan kreatif

    3. Meningkatnya akses sumber bahan baku bagi IKM

    4. Meningkatnya akses sumber pembiayaan bagi IKM

    5. Meningkatnya kerjasama kelembagaan dan iklim usaha yang

    kondusif

    6. Meningkatnya akses pasar dalam dan luar negeri bagi IKM

    2.6.2. SASARAN KUANTITATIF

    Dari tabel 2.1. terlihat proyeksi perkembangan IKM tahun 2010-

    2014. Dalam kurun waktu 5 tahun diharapkan jumlah unit usaha

    mengalami pertumbuhan sebesar 3.24% atau sebesar 517.624 unit,

    dengan rata-rata pertumbuhan pertahunnya sebesar 129.406 unit.

    Tenaga kerja yang diserap diharapkan mengalami pertumbuhan

    sebesar 4.34 %, dari 8.755.102 orang pada tahun 2005 menjadi

    10.378.056 orang pada tahun 2014. Adapun nilai investasi dalam

    waktu 5 tahun dapat meningkat sebesar 84 triliun. Sedangkan untuk

    nilai produksi, nilai bahan baku serta nilai tambah diharapkan

    mengalami pertumbuhan sebesar 9.63%, 7.27% dan 10.60%. Untuk

    nilai ekspor dapat meningkat sebesar US$ 6.076 juta dalam waktu 5

    tahun.

  • 14

    TABEL 2.1 PROYEKSI PERKEMBANGAN IKM

    TAHUN 2010-2014

    2010 2011 2012 2013 2014

    1 Unit Usaha (IKM) 3.806.566 3.909.343 4.026.624 4.159.502 4.324.190 3,24

    2 Tenaga Kerja (Org) 8.755.102 9.147.863 9.462.565 9.816.425 10.378.056 4,34

    3 Nilai Investasi (Triliun Rp) 229 244 261 284 313 8,14

    4 Nilai Produksi (Triliun Rp) 521 561 609 671 753 9,63

    5 Nilai Bahan Baku (Triliun Rp) 156 163 174 188 207 7,27

    6 Nilai Tambah (Triliun Rp) 365 398 435 483 546 10,60

    7 Ekspor (US$ Juta) 13.503 15.022 16.541 18.06 19.579 9,73

    No. UraianTahun

    LP (%)

    Untuk mencapai proporsi perkembangan IKM di pulau jawa dan

    luar pulau jawa 60:40 pada tahun 2014, maka jumlah unit usaha di

    pulau jawa harus mengalami pertumbuhan sebesar 0.45%,

    sedangkan untuk luar pulau jawa harus mengalami pertumbuhan

    sebesar 8.29% sebagaimana terlihat dalam tabel 2.2 dan 2.3.

    TABEL 2.2 PROYEKSI PERKEMBANGAN IKM PULAU JAWA

    DAN LUAR PULAU JAWA TAHUN 2010-2014

    2010 2011 2012 2013 2014

    1 Pulau Jawa (Unit) 2.548.634 2.549.487 2.555.973 2.568.010 2.594.514 0,45

    2 Luar Pulau Jawa (Unit) 1.257.932 1.359.856 1.470.651 1.591.492 1.729.676 8,29

    3 Jumlah (Unit) 3.806.566 3.909.343 4.026.624 4.159.502 4.324.190 3,24

    No. Uraian Tahun

    LP (%)

  • 15

    TABEL 2.3 PERSENTASE DISTRIBUSI POPULASI IKM DI JAWA

    DAN LUAR JAWA TAHUN 2010-2014

    2010 2011 2012 2013 2014

    1 Jawa 67 65 63 62 60

    2 Luar Jawa 33 35 37 38 40

    No. UraianTahun

    Untuk mencapai proporsi perkembangan IKM di pulau Jawa dan

    luar pulau Jawa sebesar 60:40 pada tahun 2014, maka

    perkembangan IKM di wilayah I (Sumatera, Kalimantan) harus

    mengalami pertumbuhan sebesar 8.29% atau meningkat sebesar

    232.436 unit, sedangkan wilayah II (Jawa, Bali) mengalami

    pertumbuhan sebesar 0.77% dari tahun 2010 sebesar 2.647.445 unit

    menjadi 2.730.380 unit pada tahun 2014, untuk wilayah III (Nusa

    Tenggara, Sulawesi, Maluku, Papua) harus mengalami pertumbuhan

    8.29% atau sebesar 202.252 unit.

    TABEL 2.4 PROYEKSI PERKEMBANGAN UNIT USAHA IKM

    BERDASARKAN WILAYAH TAHUN 2010-2014

    2010 2011 2012 2013 2014

    1 WIL I 619.805 670.025 724.615 784.155 852.241 8,29

    2 WIL II 2.647.445 2.656.303 2.671.492 2.693.022 2.730.380 0,77

    3 WIL III 539.317 583.015 630.517 682.325 741.569 8,29

    Total IKM 3.806.566 3.909.343 4.026.624 4.159.502 4.324.190 3,24

    No WilayahTahun

    LP (%)

  • 16

    BAB III

    ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI

    3.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN

    Dalam rangka mewujudkan pencapaian sasaran-sasaran industri

    tahun 2010-2014 telah dibangun Peta Strategi Kementerian Perindustrian

    yang mengacu pada Visi 2025, yaitu: Indonesia mampu menjadi Negara

    Industri Tangguh pada tahun 2025. Visi ini kemudian dijabarkan ke dalam

    Misi membangun industri manufaktur untuk menjadi tulang punggung

    perekonomian, yang secara detil dapat dirinci menjadi :

    1. Wahana pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat;

    2. Dinamisator pertumbuhan ekonomi nasional;

    3. Pengganda kegiatan usaha produktif di sektor riil bagi masyarakat;

    4. Wahana (medium) untuk memajukan kemampuan teknologi nasional;

    5. Wahana penggerak bagi upaya modernisasi kehidupan dan wawasan

    budaya masyarakat;

    6. Salah satu pilar penopang penting bagi pertahanan negara dan

    penciptaan rasa aman masyarakat;

    7. Andalan pembangunan industri yang berkelanjutan melalui

    pengembangan dan pengelolaan sumber bahan baku terbarukan,

    pengelolaan lingkungan yang baik, serta memiliki rasa tanggung jawab

    sosial yang tinggi.

    Selanjutnya dalam Peta Strategi diuraikan peta-jalan yang akan

    ditempuh untuk mewujudkan visi 2025 tersebut. Peta Strategi Kementerian

    Perindustrian dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini.

  • 17

    Perspektif Proses

    Pelaksanaan Tugas Pokok Departemen

    Perspektif

    Pemangku Kepentingan

    Vis

    i :

    In

    do

    nesia

    m

    am

    pu

    men

    jad

    i n

    eg

    ara

    in

    du

    str

    i ta

    ng

    gu

    hp

    ad

    a t

    ah

    un

    2025

    Mis

    i :

    Mem

    ban

    gu

    n i

    nd

    ustr

    i m

    an

    ufa

    ktu

    r u

    ntu

    k m

    en

    jad

    i tu

    lan

    g p

    un

    gg

    un

    g p

    ere

    ko

    no

    mia

    n

    Mem

    fasilitasi p

    eng

    em

    bang

    an ind

    ustr

    i

    Mem

    fasilitasi p

    rom

    osi in

    dustr

    i

    Mem

    fasilitasi p

    enera

    pan s

    tand

    ard

    isasi

    Meng

    em

    bang

    kan R

    &D

    di in

    sta

    nsi d

    an ind

    ustr

    i

    Meng

    ko

    ord

    inasik

    an p

    enin

    gkata

    n k

    ualita

    s le

    mb

    ag

    a

    pend

    idik

    an d

    an p

    ela

    tihan s

    ert

    a k

    ew

    irausahaan

    Meng

    em

    bang

    kan

    kem

    am

    puan S

    DM

    yang

    ko

    mp

    ete

    n

    Mem

    bang

    un

    org

    anis

    asi y

    ang

    Pro

    fesio

    nal d

    an

    Pro

    bis

    nis

    Menin

    gkatk

    an

    kualita

    s

    pere

    ncanaan

    dan p

    ela

    po

    ran

    Perspektif

    Peningkatan

    Kapasitas

    Kelembagaan

    Mem

    bang

    un s

    iste

    m

    info

    rmasi ind

    ustr

    i

    yang

    terinte

    gra

    si &

    hand

    al

    Mem

    fasilitasi p

    enera

    pan, p

    eng

    em

    bang

    an d

    an

    peng

    gunaan K

    ekayaan inte

    lektu

    al

    Menin

    gkatk

    an S

    iste

    m

    Tata

    Kelo

    la K

    euang

    an

    dan B

    MN

    yang

    pro

    fesio

    nal

    Mem

    pers

    iap

    kan d

    an/a

    tau

    Meneta

    pkan K

    eb

    ijakan d

    an

    pro

    duk h

    ukum

    Ind

    ustr

    i

    Meneta

    pkan rencana str

    ate

    gis

    dan/a

    tau p

    eng

    em

    bang

    an

    ind

    ustr

    i p

    rio

    rita

    s d

    an ind

    ustr

    i

    and

    ala

    n m

    asa d

    ep

    an

    Peru

    mu

    san

    Ke

    bij

    aka

    n

    Meneta

    pkan p

    eta

    pand

    uan

    peng

    em

    bang

    an ind

    ustr

    i

    Meng

    usulk

    an insentif

    yang

    mend

    ukung

    peng

    em

    bang

    an

    ind

    ustr

    i

    Menin

    gkatk

    an k

    ualita

    s p

    ela

    yanan p

    ub

    lik

    Ga

    mb

    ar

    3.1

    Pe

    ta S

    tra

    teg

    i K

    em

    en

    teri

    an

    Pe

    rin

    du

    str

    ian

    1T

    ing

    gin

    ya

    Nila

    i ta

    mb

    ah

    in

    du

    str

    i

    Ko

    ko

    hn

    ya

    ba

    sis

    in

    du

    str

    i m

    an

    ufa

    ktu

    r d

    an

    in

    du

    str

    i a

    nd

    ala

    n m

    as

    a d

    ep

    an

    me

    nja

    di tu

    lan

    g

    pu

    ng

    gu

    ng

    p

    ere

    ko

    no

    mia

    n n

    as

    ion

    al

    2

    Tin

    gg

    inya

    pe

    ng

    ua

    sa

    an

    p

    asa

    r d

    ala

    m

    da

    n lu

    ar n

    eg

    eri

    Ko

    ko

    hn

    ya

    fakto

    r-fa

    kto

    r p

    en

    un

    jan

    gp

    en

    ge

    mb

    ang

    an in

    dustr

    i3

    Tin

    gg

    inya

    ke

    ma

    mpu

    an

    ino

    va

    si d

    an

    pe

    ng

    ua

    sa

    an

    te

    kn

    olo

    gi in

    du

    str

    i

    4K

    ua

    t, le

    ng

    ka

    p d

    an

    d

    ala

    mn

    ya

    Str

    uktu

    r in

    du

    str

    i

    5

    Te

    rse

    ba

    rnya

    p

    em

    ba

    ng

    una

    n

    ind

    ustr

    i6M

    en

    ing

    ka

    tnya

    pe

    ran

    in

    du

    str

    i ke

    cil d

    an

    m

    en

    en

    ga

    h te

    rha

    da

    p P

    DB

    7

    Pela

    yan

    an

    & F

    asil

    itasi

    SD

    MO

    rganis

    asi &

    Keta

    tala

    ksanaan

    Info

    rmasi

    Pere

    ncanaan

    Dana

    Meng

    op

    tim

    alk

    an b

    ud

    aya

    peng

    aw

    asan

    pad

    a u

    nsur

    pim

    pin

    an d

    an s

    taf

    Meng

    op

    tim

    alk

    an

    evalu

    asi

    pela

    ksanaan k

    eb

    ijakan

    dan e

    fektifi

    tas

    pencap

    aia

    n

    kin

    erja ind

    ustr

    i

    Pe

    ng

    aw

    as

    an

    , P

    en

    ge

    nd

    alia

    n

    & E

    va

    lua

    si

  • 18

    Berdasarkan Visi dan Misi tersebut disusun rencana strategis yang

    akan dicapai dalam kurun waktu lima tahun 2010-2014, yakni kokohnya

    basis industri manufaktur dan industri andalan masa depan yang menjadi

    tulang punggung perekonomian nasional.

    Untuk mewujudkan rencana strategis ini, telah ditetapkan proses

    yang harus dilakukan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi

    Kementerian Perindustrian dan yang dikelompokkan ke dalam : (1)

    perumusan kebijakan; (2) pelayanan dan fasilitasi; serta (3) pengawasan,

    pengendalian, dan evaluasi yang secara langsung menunjang pencapaian

    sasaran-sasaran strategis yang telah ditetapkan, disamping dukungan

    kapasitas kelembagaan guna mendukung semua proses yang akan

    dilaksanakan. Untuk mendukung pencapaian sasaran strategis

    sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, dijabarkan arah

    kebijakan yang menjadi pedoman untuk mencapai sasaran dimaksud.

    Kebijakan ini tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian

    Perindustrian 2010-2014. Pada dasarnya pembangunan sektor industri

    diserahkan kepada peran aktif sektor swasta, sementara pemerintah lebih

    banyak berperan sebagai fasilitator yang mendorong dan memberikan

    berbagai kemudahan bagi aktivitas-aktivitas sektor swasta. Intervensi

    langsung Pemerintah dalam bentuk investasi dan layanan publik hanya

    dilakukan bila mekanisme pasar tidak dapat berlangsung secara sempurna.

    Arah kebijakan dalam Rencana Strategis mencakup beberapa hal pokok

    sebagai berikut:

    1. Merevitalisasi sektor industri dan meningkatkan peran sektor industri

    dalam perekonomian nasional.

    2. Membangun struktur industri dalam negeri yang sesuai dengan prioritas

    nasional dan kompetensi daerah.

    3. Meningkatkan kemampuan industri kecil dan menengah agar terkait dan

    lebih seimbang dengan kemampuan industri skala besar.

    4. Mendorong pertumbuhan industri di luar pulau Jawa.

    5. Mendorong sinergi kebijakan dari sektor-sektor pembangunan yang lain

    dalam mendukung pembangunan industri nasional.

  • 19

    Seperti telah dikemukakan dalam Bab 2, secara umum dikehendaki

    bahwa Visi Pembangunan Industri Indonesia pada tahun 2025 adalah

    menjadi Negara Industri Tangguh dengan ciri-ciri seperti yang telah

    disampaikan di atas. Untuk mencapai visi tersebut, ditetapkan visi antara

    untuk tahun 2020 yaitu Indonesia menjadi negara industri maju baru, dan

    visi sampai dengan 2014 yaitu Memantapkan daya saing basis industri

    manufaktur yang berkelanjutan (suistainable) serta terbangunnya pilar

    industri andalan masa depan dengan ciri-ciri sebagai berikut:

    1. Tercapainya persebaran industri dengan rasio densitas yang lebih tinggi

    2. Terselesaikan penguatan kompetensi inti industri daerah dengan produk

    hilir bernilai tambah

    3. Penguatan struktur industri dengan kompetensi pelaku hubungan industri

    kecil, industri menengah, dan industri besar

    4. Tercapai peningkatan industri penunjang komponen

    5. Terbangun pilar industri masa depan (agro, telematika, transportasi)

    Sesuai dengan Visi tahun 2014 di atas, maka misi lima tahun sampai

    dengan 2014 dijabarkan sebagai berikut:

    1. Mendorong peningkatan nilai tambah industri;

    2. Mendorong peningkatan perluasan pasar domestik dan internasional;

    3. Mendorong peningkatan industri jasa pendukung;

    4. Memfasilitasi penguasaan teknologi industri;

    5. Memfasilitasi penguatan struktur industri;

    6. Mendorong penyebaran pembangunan industri ke luar pulau Jawa;

    7. Mendorong peningkatan peran IKM terhadap PDB.

    Sesuai dengan visi dan misi tersebut, maka telah ditetapkan 7 (tujuh)

    sasaran strategis 2014 yang dapat dirinci sebagai berikut:

    A. Sasaran Strategis I : Meningkatnya Jumlah industri yang pulih dan kuat,

    dengan Indikator Kinerja Utama :

    1. Jumlah industri yang berhasil direvitalisasi dan dikuatkan;

    2. Besarnya prosentase utilisasi kapasitas terpasang dalam industri;

    3. Pangsa pasar produk industri nasional terhadap total pemintaan

    dalam negeri.

  • 20

    B. Sasaran Strategis II : Bertambahnya investasi di industri-industri yang

    mempekerjakan banyak tenaga kerja, dengan Indikator Kinerja Utama :

    1. Jumlah Investasi baru di Industri TPT, alas kaki, mainan anak.

    2. Jumlah Investasi baru industri jasa pendukung dan komponen

    industri yang menyerap banyak tenaga kerja.

    C. Sasaran Strategis III : Meningkatnya investasi dan kegiatan pengolahan

    SDA di daerah sehingga produk SDA tidak dijual dalam kondisi bahan

    mentah, dengan Indikator Kinerja Utama :

    1. Tumbuhnya jumlah industri didaerah yang mengolah bahan mentah

    menjadi bahan setengah jadi, atau barang jadi.

    2. Meningkatkan kontribusi manufaktur diluar pulau Jawa terhadap PDB

    nasional;

    3. Laju pertumbuhan industri yang memberikan nilai tambah;

    4. Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional.

    D. Sasaran Strategis IV : Semakin lengkap dan dalamnya pohon industri,

    dengan Indikator Kinerja :

    1. Tumbuhnya Industri Dasar Hulu (Logam dan Kimia)

    2. Tumbuhnya Industri Komponen automotive, elektronika dan

    permesinan

    3. Industri lainnya yang belum ada pada pohon industri

    E. Sasaran Strategis V : Meningkatnya penguasaan pasar luar negeri,

    dengan Indikator Kinerja Utama :

    1. Kuatnya penetrasi ekspor produk industri/jasa indonesia di pasar

    ASEAN dan pasar Mitra ASEAN

    2. Meningkatnya pangsa pasar ekspor produk dan jasa industri

    nasional.

    F. Sasaran Strategis VI : Kokohnya faktor-faktor penunjang

    pengembangan industri, dengan Indikator Kinerja Utama :

    1. Tingkat produktivitas dan kemampuan SDM industri

    2. Indeks iklim industri Nasional.

  • 21

    G. Sasaran Strategis VII : Meningkatnya peran industri kecil dan

    menengah terhadap PDB, dengan Indikator Kinerja Utama :

    1. Tumbuhnya industri kecil diatas pertumbuhan eknomi nasional

    2. Tumbuhnya industri menengah dua kali diatas industri kecil

    3. Meningkatnya jumlah output IKM yang menjadi Out-Source Industri

    Besar.

    Untuk merealisasikan visi, misi, dan sasaran strategis seperti

    diuraikan di atas, diperlukan sumber daya manusia, ketatalaksanaan,

    kelembagaan, dan struktur organisasi yang tepat dan efisien.

    Organisasi Kementerian Perindustrian yang ada selama lebih dari 30

    tahun terakhir relatif tidak berubah sehingga diperkirakan sulit untuk

    mewujudkan pencapaian sasaran tersebut di atas. Oleh karenanya

    diperlukan kaji ulang terhadap organisasi yang ada disesuaikan

    terutama dengan pelaksanaan kebijakan industri nasional (Peraturan

    Presiden Nomor: 28 tahun 2008) dan dinamika lingkungan strategis.

    Berdasarkan hal tersebut melalui kajian akademis dan serangkaian

    Focused Group Discussion (FGD) serta dibahas dengan Kementerian

    Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

    telah dirumuskan organisasi Kementerian Perindustrian seperti

    tertuang pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor: 24

    Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Dan Fungsi Kementerian

    Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, Dan Fungsi Eselon I

    Kementerian Negara tersaji pada Gambar 3.2.

  • 22

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T J

    EN

    DE

    RA

    L

    IND

    US

    TR

    I K

    EC

    IL D

    AN

    ME

    NE

    NG

    AH

    SE

    KR

    ET

    AR

    IAT

    DIT

    JEN

    DIR

    EK

    TO

    RA

    TIN

    DU

    ST

    RI

    KE

    CIL

    DA

    N

    ME

    NE

    NG

    AH

    WIL

    AY

    AH

    I

    DIR

    EK

    TO

    RA

    TIN

    DU

    ST

    RI

    KE

    CIL

    DA

    N

    ME

    NE

    NG

    AH

    WIL

    AY

    AH

    II

    DIR

    EK

    TO

    RA

    TIN

    DU

    ST

    RI

    KE

    CIL

    DA

    N

    ME

    NE

    NG

    AH

    WIL

    AY

    AH

    III

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T J

    EN

    DE

    RA

    L

    BA

    SIS

    IN

    DU

    ST

    RI

    MA

    NU

    FA

    KT

    UR

    SE

    KR

    ET

    AR

    IAT

    DIT

    JEN

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T I

    ND

    US

    TR

    I M

    AT

    ER

    IAL

    DA

    SA

    R

    LO

    GA

    M

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T I

    ND

    US

    TR

    I T

    EK

    ST

    ILD

    AN

    AN

    EK

    A

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T I

    ND

    US

    TR

    I K

    IMIA

    DA

    SA

    R

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T I

    ND

    US

    TR

    I K

    IMIA

    HIL

    IR

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T J

    EN

    DE

    RA

    L

    IND

    US

    TR

    I A

    GR

    O

    SE

    KR

    ET

    AR

    IAT

    DIT

    JEN

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T I

    ND

    US

    TR

    I H

    AS

    IL H

    UT

    AN

    DA

    N

    PE

    RK

    EB

    UN

    AN

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T I

    ND

    US

    TR

    I M

    AK

    AN

    AN

    , H

    AS

    IL

    LA

    UT

    ,

    DA

    N P

    ER

    IKA

    NA

    N

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T I

    ND

    US

    TR

    I M

    INU

    MA

    N,

    DA

    N

    TE

    MB

    AK

    AU

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T J

    EN

    DE

    RA

    L

    IND

    US

    TR

    I U

    NG

    GU

    LA

    N

    BE

    RB

    AS

    IS T

    EK

    NO

    LO

    GI

    TIN

    GG

    I

    SE

    KR

    ET

    AR

    IAT

    DIT

    JEN

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T I

    ND

    US

    TR

    I A

    LA

    T T

    RA

    NS

    PO

    RT

    AS

    I

    DA

    RA

    T

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T I

    ND

    US

    TR

    I M

    AR

    ITIM

    , K

    ED

    IRG

    AN

    TA

    RA

    AN

    D

    AN

    AL

    AT

    PE

    RT

    AH

    AN

    AN

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T I

    ND

    US

    TR

    I P

    ER

    ME

    SIN

    AN

    , D

    AN

    AL

    AT

    M

    ES

    IN P

    ER

    TA

    NIA

    N

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T I

    ND

    US

    TR

    I E

    LE

    KT

    RO

    NIK

    A D

    AN

    TE

    LE

    MA

    TIK

    A

    BIR

    O P

    ER

    EN

    CA

    NA

    AN

    BIR

    O K

    EP

    EG

    AW

    AIA

    N

    BIR

    O K

    EU

    AN

    GA

    N

    BIR

    O H

    UK

    UM

    DA

    N

    OR

    GA

    NIS

    AS

    I

    BIR

    O U

    MU

    M

    SE

    KR

    ET

    AR

    IAT

    JE

    ND

    ER

    AL

    Gam

    bar

    3.

    2 S

    tru

    ktu

    r O

    rgan

    isasi

    Kem

    en

    teri

    an

    P

    eri

    nd

    ustr

    ian

    PU

    SA

    T P

    EN

    DID

    IKA

    N D

    AN

    PE

    LA

    TIH

    AN

    IN

    DU

    ST

    RI

    PU

    SA

    T D

    AT

    A D

    AN

    INF

    OR

    MA

    SI

    PU

    SA

    T K

    OM

    UN

    IKA

    SI

    PU

    BL

    IK

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T J

    EN

    DE

    RA

    L

    PE

    NG

    EM

    BA

    NG

    AN

    P

    ER

    WIL

    AY

    AH

    AN

    IN

    DU

    ST

    RI

    SE

    KR

    ET

    AR

    IAT

    DIT

    JEN

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T

    PE

    NG

    EM

    BA

    NG

    AN

    FA

    SIL

    ITA

    SI

    IN

    DU

    ST

    RI

    WIL

    AY

    AH

    I

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T

    PE

    NG

    EM

    BA

    NG

    AN

    FA

    SIL

    ITA

    SI

    IN

    DU

    ST

    RI

    WIL

    AY

    AH

    II

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T

    PE

    NG

    EM

    BA

    NG

    AN

    FA

    SIL

    ITA

    SI

    IN

    DU

    ST

    RI

    WIL

    AY

    AH

    III

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T J

    EN

    DE

    RA

    L

    KE

    RJA

    SA

    MA

    IN

    DU

    ST

    RI

    INT

    ER

    NA

    SIO

    NA

    L SE

    KR

    ET

    AR

    IAT

    DIT

    JEN

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T K

    ER

    JAS

    AM

    A

    IND

    US

    TR

    I IN

    TE

    RN

    AS

    ION

    AL

    WIL

    AY

    AH

    I D

    AN

    M

    UL

    TIL

    AT

    ER

    AL

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T K

    ER

    JA

    SA

    MA

    IN

    DU

    ST

    RI

    INT

    ER

    NA

    SIO

    NA

    L W

    ILA

    YA

    H

    II D

    AN

    RE

    GIO

    NA

    L

    DIR

    EK

    TO

    RA

    T K

    ET

    AH

    AN

    AN

    IN

    DU

    ST

    RI

    BA

    DA

    N P

    EN

    GK

    AJI

    AN

    K

    EB

    IJA

    KA

    N I

    KL

    IM,

    DA

    N

    MU

    TU

    IN

    DU

    ST

    RI S

    EK

    RE

    TA

    RIA

    T B

    AD

    AN

    PU

    SA

    T S

    TA

    ND

    AR

    DIS

    AS

    I

    PU

    SA

    T P

    EN

    GK

    AJI

    AN

    K

    EB

    IJA

    KA

    N D

    AN

    IK

    LIM

    US

    AH

    A I

    ND

    US

    TR

    I

    PU

    SA

    T P

    EN

    GK

    AJI

    AN

    IN

    DU

    ST

    RI

    HIJ

    AU

    D

    AN

    LIN

    GK

    UN

    GA

    N H

    IDU

    P

    PU

    SA

    T P

    EN

    GK

    AJI

    AN

    T

    EK

    NO

    LO

    GI

    DA

    N H

    AK

    KE

    KA

    YA

    AN

    IN

    TE

    LE

    KT

    UA

    L

    SE

    KR

    ET

    AR

    IAT

    IT

    JEN

    INS

    PE

    KT

    OR

    AT

    I

    INS

    PE

    KT

    OR

    AT

    II

    INS

    PE

    KT

    OR

    AT

    III

    INS

    PE

    KT

    OR

    AT

    IV

    INS

    PE

    KT

    OR

    AT

    JE

    ND

    ER

    AL

    ST

    AF

    AH

    LIST

    AF

    AH

    LI

    WA

    KIL

    ME

    NT

    ER

    I

    PE

    RIN

    DU

    ST

    RIA

    N

    ME

    NT

    ER

    I

    PE

    RIN

    DU

    ST

    RIA

    N

    STA

    F A

    HLI

  • 23

    Disamping itu, program-program yang ada di Kementerian Perindustrian

    selama ini antara lain: 1) Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah; 2)

    Program Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri; 3) Program Penataan Struktur

    Industri; 4) Program Pembentukan Hukum; 5) Program Pengelolaan Sumber Daya

    Manusia Aparatur; 6) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara;

    7) Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara; 8)

    Program Pendidikan Tinggi; 9) Program Pendidikan Menengah; sudah tidak sesuai,

    sehingga diperlukan restrukturisasi program dan kegiatan.

    3.2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL

    DAN MENENGAH

    Dari 10 (sepuluh) Program dan Kegiatan Kementerian Perindustrian yang

    disusun berdasarkan Peraturan Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas No. 5 tahun

    2009 tentang Penyusunan Renstra KL 2010 2014, maka Program

    Pengembangan IKM tertuang dalam Program IV tentang Program Revitalisasi dan

    Penumbuhan IKM.

    Sesuai dengan Sasaran Strategis VII, yaitu Meningkatnya peran industri kecil

    dan menengah terhadap PDB , maka Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri

    Kecil dan Menengah bertujuan untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan

    dan standardisasi teknis di bidang pengembangan IKM, meningkatkan nilai tambah

    produk primer daerah, memanfaatkan SDA daerah secara optimal, menyebarkan

    industri ke berbagai daerah khususnya luar Jawa, meningkatkan daya saing industri

    di daerah, meningkatkan nilai tambah sepanjang rantai nilai komoditi, membangun

    keunikan yang dimiliki daerah serta membangun kerjasama yang harmonis antar

    daerah.

  • 24

    Gambar 3.3 Peta Strategi Direktorat Jenderal IKM

    Keberhasilan program ini diukur melalui dua indikator kinerja utama (IKU)

    sebagai berikut:

    1. IKU pertama : Rasio IKM Jawa dan luar Jawa 60:40.

    2. IKU Kedua : Kontribusi PDB IKM terhadap PDB Industri sebesar 34 %.

    Program ini dilaksanakan melalui fokus kegiatan sebagai berikut :

    Kegiatan 1 : Penyebaran dan Pengembangan Industri Kecil dan Menengah di

    Wilayah I

    Dengan indikator pencapaian yaitu tersusunnya kebijakan dan

    program, pelaksanaan kebijakan dan program, penyusunan norma,

    standar, prosedur dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan

    evaluasi di bidang pengembangan industri kecil dan menengah di

    Wilayah I yang mencakup Sumatera dan Kalimantan.

    Untuk mewujudkan hasil tersebut, kegiatan ini akan didukung oleh

    rencana aksi yaitu:

    1. Pengembangan Kewirausahaan;

    2. Pengembangan IKM tertentu melalui pendekatan Klaster ;

  • 25

    3. Pengembangan Industri Kreatif;

    4. Pengembangan IKM melalui pendekatan OVOP;

    5. Peningkatan nilai tambah (modernisasi) termasuk jasa

    keteknikan.

    Kegiatan 2 : Penyebaran dan Pengembangan Industri Kecil dan Menengah di

    Wilayah II

    Dengan Indikator pencapaian yaitu tersusunnya kebijakan dan

    program, pelaksanaan kebijakan dan program, penyusunan norma,

    standar, prosedur dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan

    evaluasi di bidang pengembangan industri kecil dan menengah di

    Wilayah II yang mencakup Jawa dan Bali, Untuk mewujudkan hasil

    tersebut, kegiatan ini akan dilakukan melalui rencana aksi pendukung

    yaitu :

    1. Pengembangan IKM tertentu melalui pendekatan Klaster;

    2. Pengembangan Industri Kreatif;

    3. Pengembangan IKM melalui pendekatan OVOP;

    4. Peningkatan nilai tambah (modernisasi) termasuk jasa keteknikan;

    5. Pengembangan Kewirausahaan.

    Kegiatan 3 : Penyebaran dan Pengembangan Industri Kecil dan Menengah di

    Wilayah III

    Dengan indikator pencapaian tersusunnya kebijakan dan program,

    pelaksanaan kebijakan dan program, penyusunan norma, standar,

    prosedur dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di

    bidang pengembangan industri kecil dan menengah di Wilayah III

    mencakup Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua.

    Untuk mewujudkan hasil tersebut, kegiatan ini akan didukung oleh

    rencana aksi yaitu:

    1. Pengembangan Kewirausahaan.

    2. Pengembangan IKM tertentu melalui pendekatan Klaster;

    3. Pengembangan Industri Kreatif;

    4. Pengembangan IKM melalui pendekatan OVOP;

    5. Peningkatan nilai tambah (modernisasi) termasuk jasa keteknikan.

    Kegiatan 4 : Penyusunan dan Evaluasi Program Revitalisasi dan Penumbuhan

    Industri Kecil dan Menengah

  • 26

    Dengan indikator pencapaian yaitu :

    1. Tersusunnya kebijakan pelaksanaan program pembangunan dan

    pengembangan serta koordinasi yang diperlukan sesuai kebijakan

    DJIKM

    2. Tercapainya kualitas perencanaan dan pelaporan

    3. Terselesaikannya pelaporan tepat waktu

    Untuk mewujudkan hasil tersebut, kegiatan ini akan dilakukan melalui

    rencana aksi yaitu:

    1. Peningkatan layanan perkantoran dan umum

    2. Peningkatan koordinasi, perumusan dan perencanaan, data dan

    informasi , evaluasi dan laporan;

    3. Peningkatan koordinasi perumusan kebijakan dan kerjasama;

    4. Peningkatan layanan administrasi keuangan;

    5. Peningkatan kegiatan lintas sektor.

    6. Penguatan software, hardware dan brainware.

  • 27

    BAB IV

    PENUTUP

    Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah

    2010-2014 disusun dengan mengacu pada Renstra Kementerian Perindustrian.

    Renstra 2010-2014 ini merupakan landasan bagi pencapaian Visi, Misi, Tujuan dan

    Sasaran Program Revitalisasi dan Penumbuhan IKM 2010 2014.

    Untuk mencapai proporsi perkembangan IKM di pulau jawa dan luar pulau

    jawa 60:40 pada tahun 2014, maka jumlah unit usaha di pulau jawa harus

    mengalami pertumbuhan sebesar 0.45%, sedangkan untuk luar pulau jawa harus

    mengalami pertumbuhan sebesar 8.29%. Maka perkembangan IKM di wilayah I

    (Sumatera, Kalimantan) harus mengalami pertumbuhan sebesar 8.29% atau

    meningkat sebesar 232.436 unit, sedangkan wilayah II (Jawa, Bali) mengalami

    pertumbuhan sebesar 0.77% dari tahun 2010 sebesar 2.647.445 unit menjadi

    2.730.380 unit pada tahun 2014, untuk wilayah III (Nusa Tenggara, Sulawesi,

    Maluku, Papua) harus mengalami pertumbuhan 8.29% atau sebesar 202.252 unit.

    Meskipun demikian, masalah utama yang dihadapi dalam mencapai hasil

    tersebut diatas adalah sinkronisasi dan harmonisasi program pengembangan IKM

    Pusat dan Daerah belum berjalan dengan baik karena pelaksanaan otonomi yang

    bersifat egosektoral, sehingga beberapa kebijakan harus dilakukan penyesuaian-

    penyesuaian sesuai kebijakan daerah. Oleh karena itu perlu ditingkatkan koordinasi

    dan kerjasama yang lebih intensif, dan tentunya secara sinergi dapat

    mengembangkan jejaring kerja/kolaborasi dengan semua pihak, instansi terkait,

    swasta/LSM, perguruan tinggi, sektor keuangan/perbankan, asosiasi dunia usaha

    dan.

    Dengan adanya acuan Renstra ini diharapkan dalam kurun waktu 5 tahun,

    akan tumbuh IKM baru di berbagai wilayah yang memanfaatkan potensi lokal dan

    berdaya saing sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan dapat berperan

    dalam perekonomian nasional. Dengan berbagai program yang telah disusun ,

    diperlukan dukungan dari berbagai intansi terkait agar harapan dapat terwujud.