-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. KONDISI UMUM
Industri Kecil dan Menengah (IKM) mempunyai kedudukan yang
strategis dalam perekonomian nasional. Hal tersebut dapat
dilihat dari
jumlah unit usaha yang besar, menyerap tenaga kerja, ragam
produk sangat
banyak, pengisian wilayah pasar yang luas, sumber pendapatan
bagi
masyarakat luas serta tahan terhadap berbagai krisis yang
terjadi. Dengan
karakteristik seperti di atas apabila IKM ini berhasil
ditumbuh-kembangkan
tentunya akan memberikan andil yang sangat besar dalam
mewujudkan
ekonomi nasional yang tangguh, dan maju yang berciri
kerakyatan.
Pada akhir RPJMN 2005 2009, IKM telah memberikan kontribusi
terhadap PDB sektor industri sebesar 32% dan berkembang menjadi
pelaku
ekonomi yang makin berbasis iptek dan berdaya saing. PDB IKM
tumbuh
rata-rata 4% lebih dengan kontribusi sebesar Rp. 214 trilyun.
Populasi IKM
70 % masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Hal ini disebabkan
oleh
ketersediaan sarana infrastruktur yang baik, sumber daya manusia
serta
daya beli masyarakat yang semakin meningkat.
Pengembangan IKM pada tahun 2005 2009 dilakukan dengan
pendekatan perkuatan kewirausahaan dan peningkatan produktivitas
yang
dilakukan melalui program pengembangan klaster, pengembangan
OVOP
(One Village One Product), revitalisasi UPT (Unit Pelayanan
Teknis),
kompetensi inti daerah, dan lain-lain. Program tersebut
dilakukan melalui
kegiatan-kegiatan pengembangan Inkubator, pelatihan-pelatihan,
informasi
akses permodalan, bantuan mesin peralatan, restrukturisasi mesin
/
peralatan, promosi dan pemasaran termasuk website,
penghargaan,
peningkatan standardisasi, dan lain-lain.
Perkembangan IKM sangat dipengaruhi oleh berbagai kondisi
baik
dari tataran global, nasional, lintas sektor dan internal. Dari
tataran global
perkembangannya dipengaruhi oleh berlakunya AFTA, AC-FTA,
dan
beberapa FTA yang akan berlaku. Potensi masuknya barang-barang
impor
tersebut akan berdampak pada kinerja industri dalam negeri,
khususnya
dalam mempengaruhi penjualan yang berujung pada penurunan
produksi
-
2
dan berakhir pada pengurangan tenaga kerja. Membanjirnya produk
China di
pasar domestik, menyebabkan usaha produk TPT menurun dari 57%
pada
tahun 2005 menjadi 23% pada tahun 2008 (Badan Pusat Statistik,
2008).
Industri besi baja, tekstil dan produk tekstil (TPT), kimia
anorganik dasar,
furnitur dan lampu hemat energi menjadi lima sektor yang
dikhawatirkan
terkena dampak paling serius akibat pemberlakuan perjanjian
ACFTA ini.
Selain itu, ACFTA dipastikan mengancam kelangsungan industri
yang
selama ini berbasis pasar dalam negeri, dan dampaknya memicu
meningkatnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang
diprediksi
mencapai 7,5 juta orang secara nasional. Banyaknya produk luar
yang
masuk ke dalam negeri dengan harga lebih murah, lebih
bervariatif dan
kompetitif menyebabkan banyak pengusaha industri kecil yang
beralih
menjadi pedagang karena tidak mampu bersaing dengan produk
luar.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan fenomena
peralihan
kalangan industri kecil dan menengah (IKM) sektor tekstil dan
produk tekstil
(TPT) ke sektor perdagangan sebagai imbas perdagangan bebas atau
free
trade agreement (FTA) ASEAN-China sangat mungkin terjadi.
Industri TPT
skala IKM sangat rentan beralih, karena imbas FTA memungkinkan
harga
barang impor khususnya dari China lebih murah, sehingga industri
IKM lebih
memilih membeli barang impor asal China, kemudian menjualnya.
Sebelum
pelaksanaan FTA berlangsung, banyak industri sektor TPT yang
kalah
bersaing bahkan sampai tutup. Setidaknya pada tahun 2008, API
mencatat
ada 155 pabrik tutup dan pada tahun 2009 sebanyak 271 perusahaan
tutup,
yang umumnya bergerak dibidang benang rajut, garmen dan
perusahaan-
perusahaan TPT berorientasi pasar domestik. Mengenai
permasalahan daya
saing produk TPT lokal yang masih rendah, hal itu tidak terlepas
dari
masalah-masalah di dalam negeri yang belum terselesaikan
seperti
infrastruktur energi listrik, gas, suku bunga yang tinggi,
mahalnya biaya
penanganan kontainer di pelabuhan (THC), tenaga kerja dan
lain-lain.
Dalam tataran nasional, yang mempengaruhi perkembangan IKM
adalah adanya otonomi daerah dan pengurangan subsidi baik BBM
maupun
TDL. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 otonomi daerah adalah
kewenangan
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai
-
3
dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan daerah
mencakup
kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali
kewenangan
dalam bidang politik kuar negeri, pertahanan keamanan,
peradilan, moneter
dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain (Pasal 7 UU No.
22 Tahun
1999). Disamping pemerintah daerah juga dituntut untuk memiliki
kewajiban
dalam mengembangankan bidang-bidang koperasi, industri dan
perdagangan, penanaman modal, tenaga kerja, kesehatan,
pendidikan dan
kebudayaan, pertanian, perhubungan, pertanahan, lingkungan hidup
(Pasal
11). Secara lengkap disebutkan bahwa dalam upaya meningkatkan
taraf
kesejahteraan rakyat kepala daerah berkewajiban mewujudkan
demokrasi
ekonomi dengan melaksanakan pembinaan dan pengembangan
koperasi,
usaha kecil dan menengah, yang mencakup permodalan,
pemasaran,
pengembangan teknologi, produksi, dan pengolahan serta pembinaan
dan
pengembangan sumberdaya manusia. Untuk melaksanakan peran
dan
kewajibannya pemerintah daerah menggunakan sumber pendanaan
pembagunan daerah yang diatur dalam UU No. 25 tahun 1999.
Sumber
pendanaan tersebut antara lain akan diperoleh dari pendapatan
asli daerah,
dan aperimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang
sah.
Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan sumber keuangan daerah
yang
digali dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan. Saat ini,
daerah
mengandalkan sumberdaya alam sebagai sumber utama PAD di
samping
berbagai pajak daerah dan sumber penghasilan lainnya. Dalam era
otonomi
daerah ini, kewenangan pemerintah pusat dalam hal
pengelolaan
sumberdaya berdasarkan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25
Tahun
2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah
sebagai
daerah otonom, dinyatakan hanya terbatas pada kebijakan yang
bersifat
norma, standar, kriteria, dan prosedur dengan ketentuan
pelaksanaannya :
Mempertahankan dan memelihara identitas dan integritas bangsa
dan
negara,
Menjamin kualitas pelayanan kualitas umum karena jenis
pelayanan
tersebut dan skala nsional,
Menjamin keselamatan fisik dan non-fisik secara sentra baggi
semua
warga negara,
Manjamin supermasi hukum nasional.
-
4
Perubahan sistem nasional ini, akan memiliki implikasi
terhadap
pelaku bisnis kecil dan menengah. Beberapa daerah dalam
rangka
meningkatkan otonomi daerah, berbagai pungutan-pungutan baru
dikenakan
pada IKM, sehingga biaya transaksi menjadi meningkat. Jika
kondisi ini tidak
segera dibenahi, maka akan menurunkan daya saing IKM.
Permasalahan
lainnya, semangat kedaerahan yang sempit, kadang menciptakan
kondisi
yang kurang menyenangkan bagi pengusaha yang berhasil dari luar
daerah
tersebut.
Faktor yang terganggu dengan adanya kenaikan Bahan Bakar
Minyak (BBM) dan Tarif Dasar Listrik (TDL) pada IKM adalah
produksi,
distribusi maupun pemasarannya. Dari sisi produksi mereka
semakin
kesulitan mendapatkan bahan baku dan kesulitan dalam proses
produksi
karena mahalnya harga BBM. Dari sisi distribusi akan tersendat
karena
naiknya biaya transportasi. Sedangkan dari sisi pemasaran akan
semakin
sulit mendapatkan konsumen karena lemahnya daya beli
masyarakat.
Untuk menghadapi perkembangan dan tantangan yang muncul saat
ini dan mendatang, Kementerian Perindustrian melakukan
restrukturisasi
organisasi karena struktur organisasi yang ada selama ini tidak
sesuai lagi
dengan kondisi yang ada. Restrukturisasi organisasi di
lingkungan
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) itu dilakukan dengan
merombak
struktur birokrasi serta pergantian pejabat eselon I,II,III dan
IV. Perombakan
struktur organisasi dan pejabat dilakukan untuk menjawab
tantangan masa
kini yang tidak boleh dipandang remeh. Alasan perombakan,
untuk
menjawab tantangan masa kini karena sudah lebih dari 25 tahun
struktur
organisasi Kementerian Perindustrian tidak berubah, sementara
masalah
yang dihadapi sudah sangat berbeda. Restrukturisasi organisasi
dan
pergantian pejabat di Kemenperin itu dilakukan sesuai dengan
amanat
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009
tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara serta Peraturan
Presiden
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas
dan
Fungsi Eselon I. Dalam struktur baru tersebut, terjadi
penambahan unit
eselon I dari tujuh menjadi sembilan eselon I. Namun penambahan
unit
-
5
eselon I itu tidak secara signifikan menambah jumlah pejabat
maupun staf
didalamnya karena tetap mengedepankan efisiensi organisasi.
Perkembangan IKM dari tahun 2005-2009 terlihat pada tabel
1.1.
Perkembangan unit usaha IKM dari tahun 2005-2009 telah
mengalami
kenaikan sebesar 836.282 unit atau mengalami pertumbuhan
sebesar
6.25%. Kenaikan terbesar terjadi pada tahun 2006, sebanyak
298.550 unit
usaha berkembang dalam waktu 1 tahun antara tahun 2005 samapi
2006.
Sedangkan untuk tenaga kerja dalam waktu 4 tahun telah menyerap
tenaga
kerja sebesar 972.316 orang atau mengalami laju pertumbuhan
sebesar
3.26%. Penyerapan tenaga kerja terbesar terjadi pada tahun 2008
yaitu
sebesar 358.341 orang. Nilai investasi yang terserap selama 5
tahun
sebesar 45 triliun. Sedangkan nilai produksi dan nilai bahan
baku mengalami
kenaikan sebesar 183 triliun dan 23 triliun.
TABEL 1.1 PERKEMBANGAN IKM TAHUN 2005-2009
2005 2006 2007 2008 2009*)
1 Unit Usaha (IKM) 2.918.956 3.217.506 3.438.454 3.542.129
3.755.238 6,25
2 Tenaga Kerja (Org) 7.101.538 7.371.257 7.632.931 7.991.272
8.073.854 3,26
3 Nilai Investasi (Triliun Rp) 178 216 221 227 223 5,84
4 Nilai Produksi (Triliun Rp) 321 425 487 498 504 11,95
5 Nilai Bahan Baku (Triliun Rp) 130 136 142 147 153 4,1
6 Nilai Tambah (Triliun Rp) 173 194 210 198 214 5,49
7 Ekspor (US$ Juta) 8.465 9.453 10.603 12.137 12.275 9,74
NO UraianTahun
LP (%)
1.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN
Permasalahan utama di dalam sektor industri menyangkut
struktur
industri yang belum kokoh dan berkeadilan. Dalam hal keterkaitan
hulu hilir,
lemahnya struktur industri nasional ditunjukkan oleh masih
tingginya
komponen impor bahan baku/bahan penolong yang digunakan
industri
nasional. Sebagai contoh, produk elektronika yang banyak kita
ekspor
ternyata 90% dari bahan baku dan bahan penolong yang digunakan
adalah
-
6
impor. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tambah yang dihasilkan di
dalam
negeri masih kecil. Padahal nilai tambah inilah yang memberi
kontribusi
dalam pembangunan ekonomi nasional. Lemahnya hubungan hulu hilir
ini
juga ditunjukkan pada belum terbangunnya industri hilir sehingga
ekspor kita
masih didominasi produk sektor primer, tanpa melalui proses
penambahan
nilai didalam negeri terlebih dahulu. Artinya, bahan baku
diekspor dalam
bentuk bahan mentah daripada dalam bentuk setengah jadi yang
bernilai
tambah lebih tinggi seperti minyak sawit (CPO), karet, coklat,
rotan, kayu,
hasil-hasil laut, bahan mineral seperti tembaga, nikkel, dan
aluminium.
Dengan demikian Indonesia secara potensial mengalami dua
kerugian, yakni
kehilangan perolehan tambahan devisa yang lebih besar, dan
kurangnya
pasokan bahan baku bagi industri pengolahan dalam negeri
sebagaimana
yang terjadi pada produk-produk pertanian. Lemahnya struktur
industri
nasional juga karena belum terbangunnya jaringan pemasok
bahan/komponen/sub-assembly kepada industri besar penghasil
barang jadi
(original equipment manufacturer, OEM). Sehingga sering
dikatakan belum
ada keterkaitan antara industri besar dan industri kecil dan
menengah.
Dalam rangka memperkuat struktur industri, upaya membenahi
IKM
(industri kecil dan menengah) terus dilakukan untuk mengatasi
tantangan
klasik seperti lemahnya akses ke bahan baku, terbatasnya
jaringan
pemasaran, kurang tersedianya dana sebagi modal usaha, aplikasi
teknologi
masih sederhana dan kurangnya tenaga kerja terampil. Sumber
bahan baku
lokal sangat potensial, namun IKM sering menghadapi kendala
ketersediaannya baik jumlah, kualitas maupun penyerahan
(delivery).
Beberapa akses IKM je bahan baku juga telah dibantu. IKM di
bidang
kerajinan mebel ukiran di Jawa Tengah yang menghadapi masalah
pasokan
kayu jati difasilitasi dengan membentuk pusat distribusi
pengadaan bahan
baku dengan melibatkan BUMN, asosiasi industri dan
masyarakat
kehutanan. Hal yang sama juga telah dilakukan pada IKM
pengecoran
logam yang juga menghadapi masalah baku (skrap) dan bahan
bakar
(kokas) dengan mempertemukan para pemasok skrap dan importer
batu
bara. Terkait dengan pemasaran, terus dilakukan upaya promosi
baik di
dalam maupun di luar negeri yang bekerja sama dengan instansi
terkait dan
kalangan perhotelan di Jakarta, Yogyakarta dan Bandung agar
dapat
menyediakan satu wahana (counter) untuk produk kerajinan.
Demikian pula
-
7
koordinasi dengan perbankan nasional ditingkatkan sehingga
penyaluran
kredit bagi pertumbuhan IKM semakin meningkat.
Penduduk Indonesia yang besar tidak saja merupakan modal
tumbuhnya
IKM juga sebagai peluang bagi pasar IKM, tetapi tingkat
pendidikan,
keterampilan, produktivitas dan disiplin rendah serta tidak
meratanya
penyebaran penduduk dan pendapatan. Daya saing industri
manufaktur
merupakan isu pembangunan ekonomi yang penting dalam era
globalisasi.
Tidak hanya di pasr internasional, di pasar dalam negeri produk
impor
secara leluasa bersaing langsung dengan produk manufaktur dalam
negeri.
Hanya jika produk manufaktur dalam negeri mampu unggul dalam
persaingan di pasar, semua tenaga dan daya yang telah digunakan
untuk
menghasilkannya mendapat imbalan ekonomi. Secara makro,
kemampuan
yang tinggi dalam bersaing akan membantu penciptaan lapangan
kerja dan
menyehatkan neraca perdagangan. Sebagaimana telah diidentifikasi
dalam
RJMN 2004-2009, daya saing industri manufaktur nasional belum
banyak
berkembang karena dihadapkan pada berbagai masalah.
Permasalahan
tersebut antara lain lemahnya keterkaitan hulu dan hilir
(struktur), tingginya
kandungan impor, lemahnya penguasaan teknologi, rendahnya
kulaitas
SDM, minimnya peran industri kecil dan menengah, kurang
kondusifnya
iklim usaha dan investasi yang ditandai oleh layanan umum yang
buruk.
Penyediaan skema permodalan yang sudah difasilitasi oleh
pemerintah
(KUR, CSR, produk perbankan) merupakan kekuatan bagi IKM
namun
belum termanfaatkan secara optimal. Kredit Usaha Rakyat
(KUR)
merupakan fasilitas pembiayaan yang dapat diakses oleh UMKM
dan
Koperasi terutama yang memiliki usaha yang layak namun belum
bankable.
Maksudnya adalah usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang
baik dan
memiliki kemampuan untuk mengembalikan. Tujuan diluncurkannya
KUR
adalah untuk mempercepat pengembangan sektor riil dan
pemberdayaan
UMKM, untuk meningkatkan akses pembiayaan kepada UMKM dan
Koperasi, dan untuk penanggulangan kemiskinan dan perluasan
kesempatan kerja.
Dari inventarisasi di lapangan, beberapa kendala penyaluran KUR
antara
lain:
-
8
Belum adanya pemahaman yang seragam terhadap skim KUR, baik
oleh
para petugas bank di lapangan maupun masyarakat, sehingga
mungkin
saja masih ada beberapa penyimpangan dan persepsi yang
keliru
tentang KUR, misalnya: tentang ketentuan agunan, persyaratan
administrasi, sumber dana KUR, beroperasinya para calo KUR
Mikro
dsb.
Pemenuhan tenaga pemasaran KUR tidak bisa dilakukan seketika
oleh
perbankan namun harus dilakukan secara bertahap. Hal ini
terjadi
karena pemberian KUR harus dilaksanakan sesuai prinsip
kehati-hatian
dalam perbankan sehingga diperlukan kompetensi tenaga kerja
yang
sesuai.
Adanya perubahan kondisi makro-ekonomi, misalnya: kenaikan
inflasi,
kenaikan suku bunga, dll yang menyebabkan permintaan kredit
menurun.
Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab
sosial
perusahaan saat ini telah menjadi konsep yang kerap kita dengar,
walau
definisinya sendiri masih menjadi perdebatan di antara para
praktisi maupun
akademisi. Sebagai sebuah konsep yang berasal dari luar,
tantangan
utamanya memang adalah memberikan pemaknaan yang sesuai
dengan
konteks Indonesia. CSR adalah suatu wahana yang dapat
dipergunakan
untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Dengan
pemahaman
yang demikian, CSR tidak akan disalahgunakan hanya sebagai
marketing
gimmick untuk melakukan corporate greenwash atau pengelabuan
citra
perusahaan belaka.
Perkembangan pemberian kredit perbankan kepada UMKM, sampai
dengan saat ini masih menunjukkan perkembangan meningkat dengan
rasio
pembiayaan setiap tahunnya berkisar antara 49 % - 51% dari total
kredit
perbankan atau mencapai Rp 700,8 trilun. Namun demikian, sekitar
52,8%
kredit UMKM tersebut masih diberikan dalam bentuk kredit
konsumsi.
Sementara untuk modal usaha, UMKM ternyata masih mengandalkan
modal
sendiri atau bantuan kerabat dan belum banyak tersentuh oleh
perbankan.
Data BPS 2008 juga menunjukkan bahwa dari 51,3 juta UMKM
yang
ada, sekitar 15,42 juta termasuk dalam kategori yang feasible,
namun belum
bankable. Dari sisi UMKM, alasannya berkisar disekitar ketidak
sanggupan
-
9
menyediakan agunan (bagi usaha mikro) dan rasa takut bank
akan
membebankan suku bunga tinggi (bagi usaha kecil dan menengah).
Dari sisi
perbankan, mereka memandang hal lain sebagai penghalang kucuran
kredit
ke UMKM. Perbankan melihat bahwa UMKM masih menghadapi
permasalahan kelayakan usaha, baik menyangkut aspek keuangan
maupun
aspek pemasaran dan tenaga kerja.
Banyaknya pulau yang tersebar dengan kekayaan SDA juga
merupakan
salah satu modal pengembangan IKM, namun infrastruktur yang ada
masih
terbatas. Infrastruktur jalan, pelabuhan dan kepabeanan yang
bermasalah
bisa memicu biaya tinggi pada proses produksi dan transportasi.
Jika
infrastruktur tidak dapat disediakan, maka produk hasil industri
tidak dapat
didistribusikan ke daerah lain karena akan memakan biaya lebih
besar.
Sayangnya sampai saat ini pembangunan infrastruktur masih
menghadapi
banyak kendala sehingga akan menghambat pertumbuhan industri,
apalagi
insentif untuk memacu investasi juga belum ada.
Dukungan teknologi tersedia, namun akses IKM terhadap
teknologi
masih terbatas. Tidak tersedianya infrastruktur telepon di
beberapa wilayah,
menjadi salah satu hambatan bagi industri kecil dan menengah di
Indonesia
untuk mengakses internet. Padahal, internet sangat dibutuhkan
IKM untuk
mengakses pasar dan mengetahui informasi harga barang. Selain
itu, masih
banyak pelaku IKM di daerah yang belum paham cara penggunaan
internet
ataupun perangkat elektronik seperti komputer.
Dana APBN/APBD dalam perekonomian nasional berfungsi sebagai
investasi dan stimulus. Dalam kaitannya dengan pembinaan IKM,
fungsi
APBN/APBD sebagian besar terkait sebagai investasi baik
investasi
infrastruktur maupun non-infastruktur. Dana APBN untuk pembinaan
IKM
setiap tahunnya tersedia, namun hasil pembinaan IKM yang telah
dicapai
belum optimal. Hal ini terukur dari jumlah IKM yang cepat tumbuh
namun
cepat pula hilang dan beralih menjadi pedagang. Beberapa
pembinaan IKM
yang telah dilaksanakan antara lain melalui kegiatan pelatihan,
workshop
dan magang di perusahaan.
-
10
BAB II
VISI, MISI DAN TUJUAN
Dalam rangka pengembangan IKM yang lebih berdaya saing global,
maka
ditetapkan visi, misi, tujuan, strategi dan program baik jangka
pendek maupun
jangka menengah yang dituangkan dalam Rencana Strategis
(Renstra) 20102014.
2.1. VISI
Terwujudnya Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang berdaya saing
global.
2.2. MISI
1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan SDM berbasis
kompetensi;
2. Mendorong tumbuhnya wirausaha baru IKM;
3. Mendorong peningkatan penguasaan dan penerapan teknologi
modern;
4. Mendorong peningkatan perluasan pasar;
5. Mendorong peningkatan nilai tambah;
6. Mendorong perluasan akses ke sumber pembiayaan;
7. Mendorong penyebaran pembangunan IKM di luar Jawa.
2.3. TUJUAN
Tujuan 1 : Meningkatnya kontribusi IKM terhadap PDB industri
Sasaran Strategis : Meningkatnya produktivitas IKM
Indikator kinerja : Nilai tambah dan nilai investasi
Tujuan 2 : Meningkatnya penyebaran industri di luar jawa
Sasaran Strategis : Tumbuhnya IKM berbasis sumberdaya lokal
Indikator Kinerja : Jumlah unit usaha dan tenaga kerja
Tujuan 3 : Meningkatnya pangsa pasar IKM di dalam dan luar
negeri.
Sasaran Strategis : Meningkatnya promosi dan pemasaran produk
IKM
Indikator Kinerja : Nilai produksi dan ekspor
-
11
2.4. STRUKTUR ORGANISASI
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal IKM
Gambar 2.2 Struktur Organisasi Sekretariat Ditjen IKM
Gambar 2.3 Struktur Organisasi Direktorat IKM Wilayah I
-
12
Gambar 2.4 Struktur Organisasi Direktorat IKM Wilayah II
Gambar 2.5 Struktur Organisasi Direktorat IKM Wilayah III
2.5. TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Ditjen IKM mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan
kebijakan dan standardisasi teknis di bidang IKM.
Ditjen IKM menyelenggarakan fungsi:
1. perumusan kebijakan di bidang IKM termasuk penyusunan
peta
panduan pengembangan klaster industri kecil dan menengah;
2. pelaksanaan kebijakan di bidang industri kecil dan
menengah
termasuk pengembangan klaster industri kecil dan menengah;
-
13
3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
industri
kecil dan menengah;
4. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang industri
kecil dan
menengah; dan
5. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Industri Kecil
dan
Menengah.
2.6. SASARAN STRATEGIS
2.6.1. SASARAN KUALITATIF
1. Meningkatnya kemampuan teknologi, penerapan standardisasi
dan HKI bagi IKM
2. Meningkatnya SDM IKM yang profesional dan kreatif
3. Meningkatnya akses sumber bahan baku bagi IKM
4. Meningkatnya akses sumber pembiayaan bagi IKM
5. Meningkatnya kerjasama kelembagaan dan iklim usaha yang
kondusif
6. Meningkatnya akses pasar dalam dan luar negeri bagi IKM
2.6.2. SASARAN KUANTITATIF
Dari tabel 2.1. terlihat proyeksi perkembangan IKM tahun
2010-
2014. Dalam kurun waktu 5 tahun diharapkan jumlah unit usaha
mengalami pertumbuhan sebesar 3.24% atau sebesar 517.624
unit,
dengan rata-rata pertumbuhan pertahunnya sebesar 129.406
unit.
Tenaga kerja yang diserap diharapkan mengalami pertumbuhan
sebesar 4.34 %, dari 8.755.102 orang pada tahun 2005 menjadi
10.378.056 orang pada tahun 2014. Adapun nilai investasi
dalam
waktu 5 tahun dapat meningkat sebesar 84 triliun. Sedangkan
untuk
nilai produksi, nilai bahan baku serta nilai tambah
diharapkan
mengalami pertumbuhan sebesar 9.63%, 7.27% dan 10.60%. Untuk
nilai ekspor dapat meningkat sebesar US$ 6.076 juta dalam waktu
5
tahun.
-
14
TABEL 2.1 PROYEKSI PERKEMBANGAN IKM
TAHUN 2010-2014
2010 2011 2012 2013 2014
1 Unit Usaha (IKM) 3.806.566 3.909.343 4.026.624 4.159.502
4.324.190 3,24
2 Tenaga Kerja (Org) 8.755.102 9.147.863 9.462.565 9.816.425
10.378.056 4,34
3 Nilai Investasi (Triliun Rp) 229 244 261 284 313 8,14
4 Nilai Produksi (Triliun Rp) 521 561 609 671 753 9,63
5 Nilai Bahan Baku (Triliun Rp) 156 163 174 188 207 7,27
6 Nilai Tambah (Triliun Rp) 365 398 435 483 546 10,60
7 Ekspor (US$ Juta) 13.503 15.022 16.541 18.06 19.579 9,73
No. UraianTahun
LP (%)
Untuk mencapai proporsi perkembangan IKM di pulau jawa dan
luar pulau jawa 60:40 pada tahun 2014, maka jumlah unit usaha
di
pulau jawa harus mengalami pertumbuhan sebesar 0.45%,
sedangkan untuk luar pulau jawa harus mengalami pertumbuhan
sebesar 8.29% sebagaimana terlihat dalam tabel 2.2 dan 2.3.
TABEL 2.2 PROYEKSI PERKEMBANGAN IKM PULAU JAWA
DAN LUAR PULAU JAWA TAHUN 2010-2014
2010 2011 2012 2013 2014
1 Pulau Jawa (Unit) 2.548.634 2.549.487 2.555.973 2.568.010
2.594.514 0,45
2 Luar Pulau Jawa (Unit) 1.257.932 1.359.856 1.470.651 1.591.492
1.729.676 8,29
3 Jumlah (Unit) 3.806.566 3.909.343 4.026.624 4.159.502
4.324.190 3,24
No. Uraian Tahun
LP (%)
-
15
TABEL 2.3 PERSENTASE DISTRIBUSI POPULASI IKM DI JAWA
DAN LUAR JAWA TAHUN 2010-2014
2010 2011 2012 2013 2014
1 Jawa 67 65 63 62 60
2 Luar Jawa 33 35 37 38 40
No. UraianTahun
Untuk mencapai proporsi perkembangan IKM di pulau Jawa dan
luar pulau Jawa sebesar 60:40 pada tahun 2014, maka
perkembangan IKM di wilayah I (Sumatera, Kalimantan) harus
mengalami pertumbuhan sebesar 8.29% atau meningkat sebesar
232.436 unit, sedangkan wilayah II (Jawa, Bali) mengalami
pertumbuhan sebesar 0.77% dari tahun 2010 sebesar 2.647.445
unit
menjadi 2.730.380 unit pada tahun 2014, untuk wilayah III
(Nusa
Tenggara, Sulawesi, Maluku, Papua) harus mengalami
pertumbuhan
8.29% atau sebesar 202.252 unit.
TABEL 2.4 PROYEKSI PERKEMBANGAN UNIT USAHA IKM
BERDASARKAN WILAYAH TAHUN 2010-2014
2010 2011 2012 2013 2014
1 WIL I 619.805 670.025 724.615 784.155 852.241 8,29
2 WIL II 2.647.445 2.656.303 2.671.492 2.693.022 2.730.380
0,77
3 WIL III 539.317 583.015 630.517 682.325 741.569 8,29
Total IKM 3.806.566 3.909.343 4.026.624 4.159.502 4.324.190
3,24
No WilayahTahun
LP (%)
-
16
BAB III
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
3.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN
Dalam rangka mewujudkan pencapaian sasaran-sasaran industri
tahun 2010-2014 telah dibangun Peta Strategi Kementerian
Perindustrian
yang mengacu pada Visi 2025, yaitu: Indonesia mampu menjadi
Negara
Industri Tangguh pada tahun 2025. Visi ini kemudian dijabarkan
ke dalam
Misi membangun industri manufaktur untuk menjadi tulang
punggung
perekonomian, yang secara detil dapat dirinci menjadi :
1. Wahana pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat;
2. Dinamisator pertumbuhan ekonomi nasional;
3. Pengganda kegiatan usaha produktif di sektor riil bagi
masyarakat;
4. Wahana (medium) untuk memajukan kemampuan teknologi
nasional;
5. Wahana penggerak bagi upaya modernisasi kehidupan dan
wawasan
budaya masyarakat;
6. Salah satu pilar penopang penting bagi pertahanan negara
dan
penciptaan rasa aman masyarakat;
7. Andalan pembangunan industri yang berkelanjutan melalui
pengembangan dan pengelolaan sumber bahan baku terbarukan,
pengelolaan lingkungan yang baik, serta memiliki rasa tanggung
jawab
sosial yang tinggi.
Selanjutnya dalam Peta Strategi diuraikan peta-jalan yang
akan
ditempuh untuk mewujudkan visi 2025 tersebut. Peta Strategi
Kementerian
Perindustrian dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini.
-
17
Perspektif Proses
Pelaksanaan Tugas Pokok Departemen
Perspektif
Pemangku Kepentingan
Vis
i :
In
do
nesia
m
am
pu
men
jad
i n
eg
ara
in
du
str
i ta
ng
gu
hp
ad
a t
ah
un
2025
Mis
i :
Mem
ban
gu
n i
nd
ustr
i m
an
ufa
ktu
r u
ntu
k m
en
jad
i tu
lan
g p
un
gg
un
g p
ere
ko
no
mia
n
Mem
fasilitasi p
eng
em
bang
an ind
ustr
i
Mem
fasilitasi p
rom
osi in
dustr
i
Mem
fasilitasi p
enera
pan s
tand
ard
isasi
Meng
em
bang
kan R
&D
di in
sta
nsi d
an ind
ustr
i
Meng
ko
ord
inasik
an p
enin
gkata
n k
ualita
s le
mb
ag
a
pend
idik
an d
an p
ela
tihan s
ert
a k
ew
irausahaan
Meng
em
bang
kan
kem
am
puan S
DM
yang
ko
mp
ete
n
Mem
bang
un
org
anis
asi y
ang
Pro
fesio
nal d
an
Pro
bis
nis
Menin
gkatk
an
kualita
s
pere
ncanaan
dan p
ela
po
ran
Perspektif
Peningkatan
Kapasitas
Kelembagaan
Mem
bang
un s
iste
m
info
rmasi ind
ustr
i
yang
terinte
gra
si &
hand
al
Mem
fasilitasi p
enera
pan, p
eng
em
bang
an d
an
peng
gunaan K
ekayaan inte
lektu
al
Menin
gkatk
an S
iste
m
Tata
Kelo
la K
euang
an
dan B
MN
yang
pro
fesio
nal
Mem
pers
iap
kan d
an/a
tau
Meneta
pkan K
eb
ijakan d
an
pro
duk h
ukum
Ind
ustr
i
Meneta
pkan rencana str
ate
gis
dan/a
tau p
eng
em
bang
an
ind
ustr
i p
rio
rita
s d
an ind
ustr
i
and
ala
n m
asa d
ep
an
Peru
mu
san
Ke
bij
aka
n
Meneta
pkan p
eta
pand
uan
peng
em
bang
an ind
ustr
i
Meng
usulk
an insentif
yang
mend
ukung
peng
em
bang
an
ind
ustr
i
Menin
gkatk
an k
ualita
s p
ela
yanan p
ub
lik
Ga
mb
ar
3.1
Pe
ta S
tra
teg
i K
em
en
teri
an
Pe
rin
du
str
ian
1T
ing
gin
ya
Nila
i ta
mb
ah
in
du
str
i
Ko
ko
hn
ya
ba
sis
in
du
str
i m
an
ufa
ktu
r d
an
in
du
str
i a
nd
ala
n m
as
a d
ep
an
me
nja
di tu
lan
g
pu
ng
gu
ng
p
ere
ko
no
mia
n n
as
ion
al
2
Tin
gg
inya
pe
ng
ua
sa
an
p
asa
r d
ala
m
da
n lu
ar n
eg
eri
Ko
ko
hn
ya
fakto
r-fa
kto
r p
en
un
jan
gp
en
ge
mb
ang
an in
dustr
i3
Tin
gg
inya
ke
ma
mpu
an
ino
va
si d
an
pe
ng
ua
sa
an
te
kn
olo
gi in
du
str
i
4K
ua
t, le
ng
ka
p d
an
d
ala
mn
ya
Str
uktu
r in
du
str
i
5
Te
rse
ba
rnya
p
em
ba
ng
una
n
ind
ustr
i6M
en
ing
ka
tnya
pe
ran
in
du
str
i ke
cil d
an
m
en
en
ga
h te
rha
da
p P
DB
7
Pela
yan
an
& F
asil
itasi
SD
MO
rganis
asi &
Keta
tala
ksanaan
Info
rmasi
Pere
ncanaan
Dana
Meng
op
tim
alk
an b
ud
aya
peng
aw
asan
pad
a u
nsur
pim
pin
an d
an s
taf
Meng
op
tim
alk
an
evalu
asi
pela
ksanaan k
eb
ijakan
dan e
fektifi
tas
pencap
aia
n
kin
erja ind
ustr
i
Pe
ng
aw
as
an
, P
en
ge
nd
alia
n
& E
va
lua
si
-
18
Berdasarkan Visi dan Misi tersebut disusun rencana strategis
yang
akan dicapai dalam kurun waktu lima tahun 2010-2014, yakni
kokohnya
basis industri manufaktur dan industri andalan masa depan yang
menjadi
tulang punggung perekonomian nasional.
Untuk mewujudkan rencana strategis ini, telah ditetapkan
proses
yang harus dilakukan dalam pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi
Kementerian Perindustrian dan yang dikelompokkan ke dalam :
(1)
perumusan kebijakan; (2) pelayanan dan fasilitasi; serta (3)
pengawasan,
pengendalian, dan evaluasi yang secara langsung menunjang
pencapaian
sasaran-sasaran strategis yang telah ditetapkan, disamping
dukungan
kapasitas kelembagaan guna mendukung semua proses yang akan
dilaksanakan. Untuk mendukung pencapaian sasaran strategis
sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, dijabarkan
arah
kebijakan yang menjadi pedoman untuk mencapai sasaran
dimaksud.
Kebijakan ini tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian
Perindustrian 2010-2014. Pada dasarnya pembangunan sektor
industri
diserahkan kepada peran aktif sektor swasta, sementara
pemerintah lebih
banyak berperan sebagai fasilitator yang mendorong dan
memberikan
berbagai kemudahan bagi aktivitas-aktivitas sektor swasta.
Intervensi
langsung Pemerintah dalam bentuk investasi dan layanan publik
hanya
dilakukan bila mekanisme pasar tidak dapat berlangsung secara
sempurna.
Arah kebijakan dalam Rencana Strategis mencakup beberapa hal
pokok
sebagai berikut:
1. Merevitalisasi sektor industri dan meningkatkan peran sektor
industri
dalam perekonomian nasional.
2. Membangun struktur industri dalam negeri yang sesuai dengan
prioritas
nasional dan kompetensi daerah.
3. Meningkatkan kemampuan industri kecil dan menengah agar
terkait dan
lebih seimbang dengan kemampuan industri skala besar.
4. Mendorong pertumbuhan industri di luar pulau Jawa.
5. Mendorong sinergi kebijakan dari sektor-sektor pembangunan
yang lain
dalam mendukung pembangunan industri nasional.
-
19
Seperti telah dikemukakan dalam Bab 2, secara umum
dikehendaki
bahwa Visi Pembangunan Industri Indonesia pada tahun 2025
adalah
menjadi Negara Industri Tangguh dengan ciri-ciri seperti yang
telah
disampaikan di atas. Untuk mencapai visi tersebut, ditetapkan
visi antara
untuk tahun 2020 yaitu Indonesia menjadi negara industri maju
baru, dan
visi sampai dengan 2014 yaitu Memantapkan daya saing basis
industri
manufaktur yang berkelanjutan (suistainable) serta terbangunnya
pilar
industri andalan masa depan dengan ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Tercapainya persebaran industri dengan rasio densitas yang
lebih tinggi
2. Terselesaikan penguatan kompetensi inti industri daerah
dengan produk
hilir bernilai tambah
3. Penguatan struktur industri dengan kompetensi pelaku hubungan
industri
kecil, industri menengah, dan industri besar
4. Tercapai peningkatan industri penunjang komponen
5. Terbangun pilar industri masa depan (agro, telematika,
transportasi)
Sesuai dengan Visi tahun 2014 di atas, maka misi lima tahun
sampai
dengan 2014 dijabarkan sebagai berikut:
1. Mendorong peningkatan nilai tambah industri;
2. Mendorong peningkatan perluasan pasar domestik dan
internasional;
3. Mendorong peningkatan industri jasa pendukung;
4. Memfasilitasi penguasaan teknologi industri;
5. Memfasilitasi penguatan struktur industri;
6. Mendorong penyebaran pembangunan industri ke luar pulau
Jawa;
7. Mendorong peningkatan peran IKM terhadap PDB.
Sesuai dengan visi dan misi tersebut, maka telah ditetapkan 7
(tujuh)
sasaran strategis 2014 yang dapat dirinci sebagai berikut:
A. Sasaran Strategis I : Meningkatnya Jumlah industri yang pulih
dan kuat,
dengan Indikator Kinerja Utama :
1. Jumlah industri yang berhasil direvitalisasi dan
dikuatkan;
2. Besarnya prosentase utilisasi kapasitas terpasang dalam
industri;
3. Pangsa pasar produk industri nasional terhadap total
pemintaan
dalam negeri.
-
20
B. Sasaran Strategis II : Bertambahnya investasi di
industri-industri yang
mempekerjakan banyak tenaga kerja, dengan Indikator Kinerja
Utama :
1. Jumlah Investasi baru di Industri TPT, alas kaki, mainan
anak.
2. Jumlah Investasi baru industri jasa pendukung dan
komponen
industri yang menyerap banyak tenaga kerja.
C. Sasaran Strategis III : Meningkatnya investasi dan kegiatan
pengolahan
SDA di daerah sehingga produk SDA tidak dijual dalam kondisi
bahan
mentah, dengan Indikator Kinerja Utama :
1. Tumbuhnya jumlah industri didaerah yang mengolah bahan
mentah
menjadi bahan setengah jadi, atau barang jadi.
2. Meningkatkan kontribusi manufaktur diluar pulau Jawa terhadap
PDB
nasional;
3. Laju pertumbuhan industri yang memberikan nilai tambah;
4. Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional.
D. Sasaran Strategis IV : Semakin lengkap dan dalamnya pohon
industri,
dengan Indikator Kinerja :
1. Tumbuhnya Industri Dasar Hulu (Logam dan Kimia)
2. Tumbuhnya Industri Komponen automotive, elektronika dan
permesinan
3. Industri lainnya yang belum ada pada pohon industri
E. Sasaran Strategis V : Meningkatnya penguasaan pasar luar
negeri,
dengan Indikator Kinerja Utama :
1. Kuatnya penetrasi ekspor produk industri/jasa indonesia di
pasar
ASEAN dan pasar Mitra ASEAN
2. Meningkatnya pangsa pasar ekspor produk dan jasa industri
nasional.
F. Sasaran Strategis VI : Kokohnya faktor-faktor penunjang
pengembangan industri, dengan Indikator Kinerja Utama :
1. Tingkat produktivitas dan kemampuan SDM industri
2. Indeks iklim industri Nasional.
-
21
G. Sasaran Strategis VII : Meningkatnya peran industri kecil
dan
menengah terhadap PDB, dengan Indikator Kinerja Utama :
1. Tumbuhnya industri kecil diatas pertumbuhan eknomi
nasional
2. Tumbuhnya industri menengah dua kali diatas industri
kecil
3. Meningkatnya jumlah output IKM yang menjadi Out-Source
Industri
Besar.
Untuk merealisasikan visi, misi, dan sasaran strategis
seperti
diuraikan di atas, diperlukan sumber daya manusia,
ketatalaksanaan,
kelembagaan, dan struktur organisasi yang tepat dan efisien.
Organisasi Kementerian Perindustrian yang ada selama lebih dari
30
tahun terakhir relatif tidak berubah sehingga diperkirakan sulit
untuk
mewujudkan pencapaian sasaran tersebut di atas. Oleh
karenanya
diperlukan kaji ulang terhadap organisasi yang ada
disesuaikan
terutama dengan pelaksanaan kebijakan industri nasional
(Peraturan
Presiden Nomor: 28 tahun 2008) dan dinamika lingkungan
strategis.
Berdasarkan hal tersebut melalui kajian akademis dan
serangkaian
Focused Group Discussion (FGD) serta dibahas dengan
Kementerian
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
telah dirumuskan organisasi Kementerian Perindustrian
seperti
tertuang pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor:
24
Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Dan Fungsi Kementerian
Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, Dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara tersaji pada Gambar 3.2.
-
22
DIR
EK
TO
RA
T J
EN
DE
RA
L
IND
US
TR
I K
EC
IL D
AN
ME
NE
NG
AH
SE
KR
ET
AR
IAT
DIT
JEN
DIR
EK
TO
RA
TIN
DU
ST
RI
KE
CIL
DA
N
ME
NE
NG
AH
WIL
AY
AH
I
DIR
EK
TO
RA
TIN
DU
ST
RI
KE
CIL
DA
N
ME
NE
NG
AH
WIL
AY
AH
II
DIR
EK
TO
RA
TIN
DU
ST
RI
KE
CIL
DA
N
ME
NE
NG
AH
WIL
AY
AH
III
DIR
EK
TO
RA
T J
EN
DE
RA
L
BA
SIS
IN
DU
ST
RI
MA
NU
FA
KT
UR
SE
KR
ET
AR
IAT
DIT
JEN
DIR
EK
TO
RA
T I
ND
US
TR
I M
AT
ER
IAL
DA
SA
R
LO
GA
M
DIR
EK
TO
RA
T I
ND
US
TR
I T
EK
ST
ILD
AN
AN
EK
A
DIR
EK
TO
RA
T I
ND
US
TR
I K
IMIA
DA
SA
R
DIR
EK
TO
RA
T I
ND
US
TR
I K
IMIA
HIL
IR
DIR
EK
TO
RA
T J
EN
DE
RA
L
IND
US
TR
I A
GR
O
SE
KR
ET
AR
IAT
DIT
JEN
DIR
EK
TO
RA
T I
ND
US
TR
I H
AS
IL H
UT
AN
DA
N
PE
RK
EB
UN
AN
DIR
EK
TO
RA
T I
ND
US
TR
I M
AK
AN
AN
, H
AS
IL
LA
UT
,
DA
N P
ER
IKA
NA
N
DIR
EK
TO
RA
T I
ND
US
TR
I M
INU
MA
N,
DA
N
TE
MB
AK
AU
DIR
EK
TO
RA
T J
EN
DE
RA
L
IND
US
TR
I U
NG
GU
LA
N
BE
RB
AS
IS T
EK
NO
LO
GI
TIN
GG
I
SE
KR
ET
AR
IAT
DIT
JEN
DIR
EK
TO
RA
T I
ND
US
TR
I A
LA
T T
RA
NS
PO
RT
AS
I
DA
RA
T
DIR
EK
TO
RA
T I
ND
US
TR
I M
AR
ITIM
, K
ED
IRG
AN
TA
RA
AN
D
AN
AL
AT
PE
RT
AH
AN
AN
DIR
EK
TO
RA
T I
ND
US
TR
I P
ER
ME
SIN
AN
, D
AN
AL
AT
M
ES
IN P
ER
TA
NIA
N
DIR
EK
TO
RA
T I
ND
US
TR
I E
LE
KT
RO
NIK
A D
AN
TE
LE
MA
TIK
A
BIR
O P
ER
EN
CA
NA
AN
BIR
O K
EP
EG
AW
AIA
N
BIR
O K
EU
AN
GA
N
BIR
O H
UK
UM
DA
N
OR
GA
NIS
AS
I
BIR
O U
MU
M
SE
KR
ET
AR
IAT
JE
ND
ER
AL
Gam
bar
3.
2 S
tru
ktu
r O
rgan
isasi
Kem
en
teri
an
P
eri
nd
ustr
ian
PU
SA
T P
EN
DID
IKA
N D
AN
PE
LA
TIH
AN
IN
DU
ST
RI
PU
SA
T D
AT
A D
AN
INF
OR
MA
SI
PU
SA
T K
OM
UN
IKA
SI
PU
BL
IK
DIR
EK
TO
RA
T J
EN
DE
RA
L
PE
NG
EM
BA
NG
AN
P
ER
WIL
AY
AH
AN
IN
DU
ST
RI
SE
KR
ET
AR
IAT
DIT
JEN
DIR
EK
TO
RA
T
PE
NG
EM
BA
NG
AN
FA
SIL
ITA
SI
IN
DU
ST
RI
WIL
AY
AH
I
DIR
EK
TO
RA
T
PE
NG
EM
BA
NG
AN
FA
SIL
ITA
SI
IN
DU
ST
RI
WIL
AY
AH
II
DIR
EK
TO
RA
T
PE
NG
EM
BA
NG
AN
FA
SIL
ITA
SI
IN
DU
ST
RI
WIL
AY
AH
III
DIR
EK
TO
RA
T J
EN
DE
RA
L
KE
RJA
SA
MA
IN
DU
ST
RI
INT
ER
NA
SIO
NA
L SE
KR
ET
AR
IAT
DIT
JEN
DIR
EK
TO
RA
T K
ER
JAS
AM
A
IND
US
TR
I IN
TE
RN
AS
ION
AL
WIL
AY
AH
I D
AN
M
UL
TIL
AT
ER
AL
DIR
EK
TO
RA
T K
ER
JA
SA
MA
IN
DU
ST
RI
INT
ER
NA
SIO
NA
L W
ILA
YA
H
II D
AN
RE
GIO
NA
L
DIR
EK
TO
RA
T K
ET
AH
AN
AN
IN
DU
ST
RI
BA
DA
N P
EN
GK
AJI
AN
K
EB
IJA
KA
N I
KL
IM,
DA
N
MU
TU
IN
DU
ST
RI S
EK
RE
TA
RIA
T B
AD
AN
PU
SA
T S
TA
ND
AR
DIS
AS
I
PU
SA
T P
EN
GK
AJI
AN
K
EB
IJA
KA
N D
AN
IK
LIM
US
AH
A I
ND
US
TR
I
PU
SA
T P
EN
GK
AJI
AN
IN
DU
ST
RI
HIJ
AU
D
AN
LIN
GK
UN
GA
N H
IDU
P
PU
SA
T P
EN
GK
AJI
AN
T
EK
NO
LO
GI
DA
N H
AK
KE
KA
YA
AN
IN
TE
LE
KT
UA
L
SE
KR
ET
AR
IAT
IT
JEN
INS
PE
KT
OR
AT
I
INS
PE
KT
OR
AT
II
INS
PE
KT
OR
AT
III
INS
PE
KT
OR
AT
IV
INS
PE
KT
OR
AT
JE
ND
ER
AL
ST
AF
AH
LIST
AF
AH
LI
WA
KIL
ME
NT
ER
I
PE
RIN
DU
ST
RIA
N
ME
NT
ER
I
PE
RIN
DU
ST
RIA
N
STA
F A
HLI
-
23
Disamping itu, program-program yang ada di Kementerian
Perindustrian
selama ini antara lain: 1) Program Pengembangan Industri Kecil
dan Menengah; 2)
Program Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri; 3) Program
Penataan Struktur
Industri; 4) Program Pembentukan Hukum; 5) Program Pengelolaan
Sumber Daya
Manusia Aparatur; 6) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana
Aparatur Negara;
7) Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Negara; 8)
Program Pendidikan Tinggi; 9) Program Pendidikan Menengah; sudah
tidak sesuai,
sehingga diperlukan restrukturisasi program dan kegiatan.
3.2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI
KECIL
DAN MENENGAH
Dari 10 (sepuluh) Program dan Kegiatan Kementerian Perindustrian
yang
disusun berdasarkan Peraturan Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas
No. 5 tahun
2009 tentang Penyusunan Renstra KL 2010 2014, maka Program
Pengembangan IKM tertuang dalam Program IV tentang Program
Revitalisasi dan
Penumbuhan IKM.
Sesuai dengan Sasaran Strategis VII, yaitu Meningkatnya peran
industri kecil
dan menengah terhadap PDB , maka Program Revitalisasi dan
Penumbuhan Industri
Kecil dan Menengah bertujuan untuk merumuskan serta melaksanakan
kebijakan
dan standardisasi teknis di bidang pengembangan IKM,
meningkatkan nilai tambah
produk primer daerah, memanfaatkan SDA daerah secara optimal,
menyebarkan
industri ke berbagai daerah khususnya luar Jawa, meningkatkan
daya saing industri
di daerah, meningkatkan nilai tambah sepanjang rantai nilai
komoditi, membangun
keunikan yang dimiliki daerah serta membangun kerjasama yang
harmonis antar
daerah.
-
24
Gambar 3.3 Peta Strategi Direktorat Jenderal IKM
Keberhasilan program ini diukur melalui dua indikator kinerja
utama (IKU)
sebagai berikut:
1. IKU pertama : Rasio IKM Jawa dan luar Jawa 60:40.
2. IKU Kedua : Kontribusi PDB IKM terhadap PDB Industri sebesar
34 %.
Program ini dilaksanakan melalui fokus kegiatan sebagai berikut
:
Kegiatan 1 : Penyebaran dan Pengembangan Industri Kecil dan
Menengah di
Wilayah I
Dengan indikator pencapaian yaitu tersusunnya kebijakan dan
program, pelaksanaan kebijakan dan program, penyusunan
norma,
standar, prosedur dan kriteria, pemberian bimbingan teknis
dan
evaluasi di bidang pengembangan industri kecil dan menengah
di
Wilayah I yang mencakup Sumatera dan Kalimantan.
Untuk mewujudkan hasil tersebut, kegiatan ini akan didukung
oleh
rencana aksi yaitu:
1. Pengembangan Kewirausahaan;
2. Pengembangan IKM tertentu melalui pendekatan Klaster ;
-
25
3. Pengembangan Industri Kreatif;
4. Pengembangan IKM melalui pendekatan OVOP;
5. Peningkatan nilai tambah (modernisasi) termasuk jasa
keteknikan.
Kegiatan 2 : Penyebaran dan Pengembangan Industri Kecil dan
Menengah di
Wilayah II
Dengan Indikator pencapaian yaitu tersusunnya kebijakan dan
program, pelaksanaan kebijakan dan program, penyusunan
norma,
standar, prosedur dan kriteria, pemberian bimbingan teknis
dan
evaluasi di bidang pengembangan industri kecil dan menengah
di
Wilayah II yang mencakup Jawa dan Bali, Untuk mewujudkan
hasil
tersebut, kegiatan ini akan dilakukan melalui rencana aksi
pendukung
yaitu :
1. Pengembangan IKM tertentu melalui pendekatan Klaster;
2. Pengembangan Industri Kreatif;
3. Pengembangan IKM melalui pendekatan OVOP;
4. Peningkatan nilai tambah (modernisasi) termasuk jasa
keteknikan;
5. Pengembangan Kewirausahaan.
Kegiatan 3 : Penyebaran dan Pengembangan Industri Kecil dan
Menengah di
Wilayah III
Dengan indikator pencapaian tersusunnya kebijakan dan
program,
pelaksanaan kebijakan dan program, penyusunan norma,
standar,
prosedur dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan evaluasi
di
bidang pengembangan industri kecil dan menengah di Wilayah
III
mencakup Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Untuk mewujudkan hasil tersebut, kegiatan ini akan didukung
oleh
rencana aksi yaitu:
1. Pengembangan Kewirausahaan.
2. Pengembangan IKM tertentu melalui pendekatan Klaster;
3. Pengembangan Industri Kreatif;
4. Pengembangan IKM melalui pendekatan OVOP;
5. Peningkatan nilai tambah (modernisasi) termasuk jasa
keteknikan.
Kegiatan 4 : Penyusunan dan Evaluasi Program Revitalisasi dan
Penumbuhan
Industri Kecil dan Menengah
-
26
Dengan indikator pencapaian yaitu :
1. Tersusunnya kebijakan pelaksanaan program pembangunan dan
pengembangan serta koordinasi yang diperlukan sesuai
kebijakan
DJIKM
2. Tercapainya kualitas perencanaan dan pelaporan
3. Terselesaikannya pelaporan tepat waktu
Untuk mewujudkan hasil tersebut, kegiatan ini akan dilakukan
melalui
rencana aksi yaitu:
1. Peningkatan layanan perkantoran dan umum
2. Peningkatan koordinasi, perumusan dan perencanaan, data
dan
informasi , evaluasi dan laporan;
3. Peningkatan koordinasi perumusan kebijakan dan kerjasama;
4. Peningkatan layanan administrasi keuangan;
5. Peningkatan kegiatan lintas sektor.
6. Penguatan software, hardware dan brainware.
-
27
BAB IV
PENUTUP
Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Industri Kecil
dan Menengah
2010-2014 disusun dengan mengacu pada Renstra Kementerian
Perindustrian.
Renstra 2010-2014 ini merupakan landasan bagi pencapaian Visi,
Misi, Tujuan dan
Sasaran Program Revitalisasi dan Penumbuhan IKM 2010 2014.
Untuk mencapai proporsi perkembangan IKM di pulau jawa dan luar
pulau
jawa 60:40 pada tahun 2014, maka jumlah unit usaha di pulau jawa
harus
mengalami pertumbuhan sebesar 0.45%, sedangkan untuk luar pulau
jawa harus
mengalami pertumbuhan sebesar 8.29%. Maka perkembangan IKM di
wilayah I
(Sumatera, Kalimantan) harus mengalami pertumbuhan sebesar 8.29%
atau
meningkat sebesar 232.436 unit, sedangkan wilayah II (Jawa,
Bali) mengalami
pertumbuhan sebesar 0.77% dari tahun 2010 sebesar 2.647.445 unit
menjadi
2.730.380 unit pada tahun 2014, untuk wilayah III (Nusa
Tenggara, Sulawesi,
Maluku, Papua) harus mengalami pertumbuhan 8.29% atau sebesar
202.252 unit.
Meskipun demikian, masalah utama yang dihadapi dalam mencapai
hasil
tersebut diatas adalah sinkronisasi dan harmonisasi program
pengembangan IKM
Pusat dan Daerah belum berjalan dengan baik karena pelaksanaan
otonomi yang
bersifat egosektoral, sehingga beberapa kebijakan harus
dilakukan penyesuaian-
penyesuaian sesuai kebijakan daerah. Oleh karena itu perlu
ditingkatkan koordinasi
dan kerjasama yang lebih intensif, dan tentunya secara sinergi
dapat
mengembangkan jejaring kerja/kolaborasi dengan semua pihak,
instansi terkait,
swasta/LSM, perguruan tinggi, sektor keuangan/perbankan,
asosiasi dunia usaha
dan.
Dengan adanya acuan Renstra ini diharapkan dalam kurun waktu 5
tahun,
akan tumbuh IKM baru di berbagai wilayah yang memanfaatkan
potensi lokal dan
berdaya saing sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan
dapat berperan
dalam perekonomian nasional. Dengan berbagai program yang telah
disusun ,
diperlukan dukungan dari berbagai intansi terkait agar harapan
dapat terwujud.