Page 1
i
RELASI SOSIAL ANTARA PEDAGANG JAMU GENDHONG DAN PELANGGANNYA
(Studi Kasus di Dusun Jubug Desa Tonoboyo Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang)
SKRIPSI
Disusun guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Elva Falasefa
NIM 3401412168
PENDIDIKAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
Page 5
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
� Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu,
bersenang-senang kemudian (anonim).
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap alhamdulillah dan segala kerendahan hati, skripsi ini
penulis persembahkan kepada:
� Teruntuk Bapak (Widodo) dan Ibu (Nur Hayati) yang selalu bangga
dengan anak-anaknya, serta ketiga saudara saya yang selalu memberikan
dukungan terbaiknya.
� Teruntuk sahabat-sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
� Seluruh dosen Sosiologi dan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, UNNES
Page 6
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat, karunia, dan berkah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Relasi Sosial antara Pedagang
Jamu Gendhong dan Pelanggannya (Studi Kasus Di Dusun Jubug, Desa
Tonoboyo, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang)” di dalam penulisan
skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Fatur Rokhman, M.Hum. Rektor Universitas Negeri Semarang yang
telah memberi banyak penghargaan kepada penulis.
2. Drs. Moh. Solehatul Mustofa, M.A. Dekan Fakultas Ilmu Sosial yang selalu
memberikan motivasi untuk terus meningkatkan kualitas diri.
3. Kuncoro Bayu Prasetyo, S. Ant,. M. A. Ketua Jurusan Pendidikan Sosiologi
dan Antropologi yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk
melakukan penelitian.
4. Nugroho Trisnu Brata, S.Sos, M.Hum Dosen Pembimbing I yang selalu
memberikan bimbingan dan saran membangun dalam menyelesaikan skripsi
ini.
5. Antari Ayuning Arsi, S.Sos, M.Si Dosen Pembimbing II yang banyak
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh dosen Jurusan Sosiologi dan Antropologi yang telah memberikan
ilmu selama di bangku kuliah.
Page 7
vii
7. Kepala Dusun Jubug yang sudah memberi perijinan penelitian bagi penulis.
8. Pedagang, pelanggan jamu gendhong, dan masyarakat Jubug yang berkenan
menjadi obyek penelitian yang bersedia memberikan data penelitian
9. Orang tua saya Bapak Widodo dan Ibu Nur Hayati, atas do’a, dukungan
terbaik serta kasih sayang terdalam.
10. Rekan-rekan guru SDIT Ihsanul Fikri atas dukungannya dalam menyelesaikan
skripsi ini.
11. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini,
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita tawakal, memohon hidayah dan
Inayah-Nya. Semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Semarang, Januari 2017
Penyusun
Page 8
viii
SARI
Falasefa, Elva. 2017. “Relasi Sosial antara Pedagang Jamu Gendhong dan Pelanggannya (Studi Kasus di Dusun Jubug, Desa Tonoboyo Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang). Skripsi. Jurusan Sosiologi dan Antropologi.
Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang. Nugroho Trisnu Brata,
S.Sos., M.Hum. Antari Ayuning Arsi, S.Sos., M.Si. 98 hal.
Kata Kunci: Jamu Gendhong, Pedagang, Pelanggan, Relasi Sosial Dari bermacam-macam cara pedagang jamu menjajakkan dagangannya
mulai dari yang digendhong hingga menggunakan sepeda motor, cara yang paling
banyak dilakukan masyarakat Jubug adalah dengan cara digendhong atau disebut
jamu gendhong. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui strategi pedagang
jamu gendhong dalam menemukan pelanggan dan (2) memahami relasi sosial
antara pedagang jamu gendhong dan pelanggannya.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Lokasi penelitian
ini adalah di Dusun Jubug, Desa Tonoboyo, Kecamatan Bandongan, Kabupaten
Magelang dengan subjek penelitian yaitu pedagang jamu gendhong. Teknik
Pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Uji validitas data menggunakan triangulasi data. Sedangkan teknik
analisis data yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan verifikasi /
menarik kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pedagang jamu gendhong harus
memiliki strategi-strategi dalam menemukan dan mempertahankan pelanggannya
mengingat persaingan dengan pedagang di pasar dan jamu instan yang sudah
banyak beredar dan mudah didapatkan. Strategi yang dilakukan adalah
menetapkan area dagang yang belum ditempati pedagang lain, menjaga
kealamian, kekentalan dan rasa, memisahkan peralatan yang digunakan untuk
memasak dan mengolah jamu, menyediakan jamu instan, dan menerima
pemesanan jamu. Selain itu, relasi antara pedagang jamu gendhong dan
pelanggannya menjadi seperti hubungan kekeluargaan. Hal ini sejalan dengan
teori Sairin dkk mengenai teori ekonomi personal. Prinsip dagang orang Jawa
yaitu tuno sathak bathi sanak juga menjadi salah satu prinsip yang dipegang
pedagang jamu gendhong untuk tetap berjualan jamu meskipun terkadang
memiliki sedikit kerugian, namun tetap dapat menambah saudara.
Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 1) Bagi pedagang jamu
gendhong, sebaiknya mencatat hutang-piutang yang dilakukan dengan
pelanggannya. 2) Bagi Kepala Dusun Jubug, sebaiknya mengadakan regenerasi
jamu gendhong untuk mencegah kepunahan jamu gendhong. 3) Bagi Dinas
Kesehatan Kabupaten Magelang, sebaiknya diadakan sosialisasi mengenai
manfaat jamu dan cara pengolahan jamu yang tepat bagi warga Dusun Jubug
untuk melengkapi pengetahuan kearifan lokal yang dipahami tentang jamu agar
menjadi pengetahuan yang lebih utuh. Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang
kiranya juga perlu bekerjasama dengan BPOM untuk melakukan pendampingan
pengolahan jamu bagi pedagang jamu di Dusun Jubug agar lebih tepat dan
higienis, juga agar manfaat jamu tetap terjaga.
Page 9
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................................... iii
PERNYATAAN .................................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................................... v
PRAKATA ............................................................................................................ vi
SARI .................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR BAGAN DAN TABEL ......................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 6
E. Penegasan Istilah ......................................................................................... 7
F. Sistematika Skripsi .................................................................................... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ............................... 12
A. Kajian Pustaka ........................................................................................... 12
B. Landasan Teori .......................................................................................... 18
C. Kerangka Berfikir ...................................................................................... 22
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 25
A. Dasar Penelitian ......................................................................................... 25
B. Lokasi Penelitian ....................................................................................... 26
C. Fokus Penelitian ........................................................................................ 26
Page 10
x
D. Sumber Data Penelitian ............................................................................. 26
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 29
1) Observasi ............................................................................................. 29
2) Wawancara ........................................................................................... 31
3) Dokumentasi ....................................................................................... 33
4) Metode Validitas Data ......................................................................... 34
5) Teknik Analisis Data ........................................................................... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 40
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................................... 40
1) Kondisi Fisik Lingkungan Dusun Jubug ............................................. 40
2) Kondisi Sosial Dusun Jubug ................................................................ 45
3) Kondisi Ekonomi Dusun Jubug .......................................................... 46
4) Fenomena Umum Dusun Jubug sebagai Dusun Jamu ......................... 48
B. Profil Informan .......................................................................................... 50
C. Strategi Pedagang Jamu Gendhong dalam Memperoleh Pelanggan ......... 58
D. Relasi Sosial antara Pedagang Jamu Gendhong dan Pelanggannya .......... 70
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 79
A. Simpulan .................................................................................................... 79
B. Saran .......................................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 82
Page 11
xi
DAFTAR BAGAN DAN TABEL
Bagan 1. Kerangka Berfikir ................................................................................... 23
Tabel 1. Informan ................................................................................................... 28
Tabel 2. Wilayah Dagang Dan Pengolahan ........................................................... 63
Page 12
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Selendang dan Bakul yang Digunakan Pedagang Jamu gendhong ........ 4
Gambar 2. Gotong Royong Memperbaiki Jalan .................................................... 40
Gambar 3. Rumah Salah Satu Warga Dusun Jubug ............................................... 41
Gambar 4. Pedagang Jamu Gendhong ................................................................... 54
Gambar 5. Interaksi Pedagang Jamu Gendhong dan Pelanggan ............................ 75
Page 13
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Instrumen Penelitian ......................................................................... 84
Lampiran 2. Pedoman Observasi .......................................................................... 85
Lampiran 3. Pedoman Wawancara untuk Kepala Dusun Jubg ............................. 86
Lampiran 4. Pedoman Wawancara untuk Pedagang Jamu Gendhong .................. 88
Lampiran 5. Pedoman Wawancara untuk Pelanggan Jamu Gendhong ................. 92
Lampiran 6. Identitas Informan ............................................................................. 94
Lampiran 7. Surat Izin Penelitian .......................................................................... 97
Lampiran 8. Surat Selesai Penelitian .................................................................... 98
Page 14
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Modernisasi dewasa ini telah membawa pengaruh besar terhadap
negara-negara di dunia termasuk Indonesia, di mana modernisasi sangat erat
hubungannya dengan sebuah perkembangan masyarakat. Modernisasi sering
disamakan dengan indutrialisasi dan pertumbuhan ekonomi, sebaliknya kini
tradisi disamakan dengan ketinggalan zaman dan keterbelakangan.
Modernisasi yang berkembang di Indonesia ini salah satunya adalah tentang
obat-obatan. Saat ini banyak sekali obat-obatan baik tradisional maupun
modern yang mudah didapatkan oleh masyarakat. Disebut modern karena
pengolahannya sudah menggunakan peralatan canggih, dikemas sedemikian
rupa, dapat dikonsumsi kapan saja sebelum tanggal kadaluarsa yang sudah
diperhitungkan oleh perusahaan, dan adapula yang ditambahkan dengan
bahan-bahan kimia, bukan bahan-bahan dari tumbuh-tumbuhan.
Indonesia juga memiliki tradisi mengenai obat-obatan, tradisi obat-
obatan di Indonesia ini disebut dengan jamu. Jamu diwariskan oleh generasi
terdahulu kepada generasi setelahnya. Menurut Suharmiati (2003:3) jamu
adalah obat tradisional yang didasarkan pada pengalaman secara turun-
temurun, baik secara lisan maupun secara tertulis. Resep yang digunakan tidak
secara khusus dipelajari, tetapi hanya berdasarkan pengetahuan dan
keterampilan yang diwariskan nenek moyang.
Page 15
2
Sehubungan dengan modernisasi, kini banyak pabrik-pabrik besar
yang mengolah jamu dan menjadikannya jamu instan yang mudah didapatkan
dan dikonsumsi masyarakat. Sehingga secara tidak sadar, jamu-jamu instan
tersebut menggeser keberadaan jamu tradisional yang diolah secara manual.
Meski begitu, masih ada beberapa dusun di Kabupaten Magelang yang masih
tetap melestarikan keberadaan jamu tradisional di tengah modernisasi yang
sedang terjadi, seperti di Kecamatan Tempuran dan Kecamatan Bandongan.
Masih banyak masyarakat dari salah satu dusun dari Kecamatan Tempuran
yang menekuni pekerjaan sebagai penjual jamu tradisional, begitupun pada
salah satu dusun dalam Kecamatan Bandongan, tepatnya di Dusun Jubug.
Dalam harian Viva, juga dinyatakan ada sebuah desa di daerah
Sukoharjo yang sebagian besar masyarakatnya menekuni pekerjaan sebagai
pedagang jamu gendhong. Mulyadi, salah satu pemilik Kampung Jamu Nguter
mengatakan bahwa kemajuan industri jamu di Desa Nguter memang tak lepas
dari sejarah panjang yang melingkupinya. Tercatat dari 16 desa yang ada,
masing-masing desa terdapat 50-100 orang penjual jamu gendhong. Mulyadi
menyatakan,
"Khusus Desa Nguter terdapat lebih dari 1.000 orang yang berjualan jamu gendong" (http://life.viva.co.id/news/read/).
Ternyata meskipun perkembangan zaman sudah pesat, jamu tradisional masih
tetap dilestarikan oleh masyarakat.
Banyak cara yang digunakan pedagang untuk menjual jamunya. Ada
yang berdagang menggunakan sepeda motor, sepeda onthel, ada yang
berkeliling dengan memikul jamunya, adapula yang menjual jamu dengan cara
Page 16
3
digendhong, begitupun yang dilakukan oleh pedagang jamu dari Jubug. Tidak
hanya perempuan saja yang menjual jamu, adapula laki-laki yang menekuni
pekerjaan sebagai penjual jamu, Laki-laki menjual jamu menggunakan sepeda
motor atau dipikul. Para penjual perempuan ada yang menjajakan jamunya
dengan cara digendhong dan berjalan mengelilingi kampung-kampung, ada
yang menjualnya dengan menggunakan sepeda motor sebagaimana penjual
laki-laki, adapula yang menggunakan sepeda onthel. Cara berdagang yang
paling banyak dilakukan masyarakat Jubug adalah dengan cara digendhong.
Pedagang jamu gendhong biasanya menggunakan pakaian adat Jawa yaitu
kebaya lengkap dengan jarit dan kenditnya. Jarit adalah kain batik panjang
(http://kbbi.web.id/jarit/), jarit biasa digunakan sebagai pakaian bawahan
seperti rok dengan cara dililitkan dan dikencangkan dengan menggunakan
kendit. Kendit adalah ikat pinggang dari kain (http://kbbi.web.id). Berbeda
dengan penjual yang menggunakan sepeda motor, baik pedagang laki-laki
maupun perempuan, tidak menggunakan pakaian adat melainkan hanya
berpakaian biasa asal sopan.
Pedagang jamu gendhong membawa jamu yang diletakkan di bakul
dengan cara digendhong dengan menggunakan selendang. Menurut Riswan
(2002:6) the word “gendhong” itself means to bring something on the back.
Maksudnya adalah membawa barang dengan cara diletakkan di punggung atau
dipinggang. Menggendhong sesuatu biasanya juga digunakan suatu alat yaitu
lendang atau selendang. Selendang menurut Riswan (2002:6) adalah long
wide shawl. Selendang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kain
Page 17
4
panjang yang digunakan untuk menggendhong jamu dengan bakul sebagai
wadah jamu-jamunya. Bakul adalah wadah atau tempat terbuat dari anyaman
bambu atau rotan dengan mulut berbentuk lingkaran, sedangkan bagian
bawahnya berbentuk segi empat yang ukurannya lebih kecil daripada ukuran
bagian mulutnya.
Gambar 1. Selendang dan bakul yang digunakan pedagang jamu gendhong
Masyarakat mengonsumsi jamu gendhong karena percaya pada
khasiatnya yang alami. Jamu juga tidak mengandung bahan kimia tambahan,
karena jamu yang sudah dicampur dengan bahan kimia tidak lagi disebut
jamu. Namun, resep jamu pada masa kini bukan hanya berasal dari
pengetahuan dan keterampilan yang diwariskan oleh nenek moyang saja tetapi
juga berasal dari banyaknya informasi yang dapat dijangkau luas dan mudah
oleh seluruh masyarakat.
Bersaing dengan jamu-jamu modern yang banyak tersebar dan mudah
didapatkan oleh masyarakat, mengharuskan pedagang jamu gendhong
Page 18
5
memiliki strategi-strategi dalam berdagang agar jamu yang dijualnya tetap
disukai oleh masyarakat. Strategi-strategi berdagang jamu gendhong
dilakukan pedagang untuk mencari pelanggan sebanyak-banyaknya. Demi
kelestarian hasil yang maksimal, pedagang jamu gendhong harus menjaga
hubungan dengan para pelanggannya. Oleh karena itu, peneliti melakukan
penelitian yang berjudul: RELASI SOSIAL ANTARA PEDAGANG JAMU
GENDHONG DAN PELANGGANNYA (Studi Kasus di Dusun Jubug,
Desa Tonoboyo, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang).
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang dikemukakan di atas, maka peneliti dapat
menarik permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana strategi pedagang jamu gendhong dalam memperoleh
pelanggan?
2. Bagaimana relasi sosial antara pedagang jamu gendhong dan
pelanggannya?
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas dan dalam rangka penelitian ini,
maka terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai, di antaranya:
1. Mengetahui strategi pedagang jamu gendhong dalam memperoleh
pelanggan.
2. Memahami relasi sosial antara pedagang jamu gendhong dan
pelanggannya.
Page 19
6
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian mengenai relasi sosial antara pedagang jamu gendhong dan
pelanggannya ini diharapkan dapat memberi manfaat di antaranya:
1. Manfaat secara Teoritis
a. Menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang sosiologi dan
antropologi khususnya pada persoalan sosiologi ekonomi.
b. Sebagai sumber referensi dalam penelitian lain yang sejenis sehingga
diharapkan dapat memperoleh gambaran terlebih dahulu mengenai
penelitian yang berkaitan dengan relasi sosial antara pedagang jamu
gendhong dan pelanggannya.
c. Sebagai bahan referensi mengajar dalam materi interaksi sosial dan
materi penelitian sosial.
2. Manfaat secara Praktis
a. Mengetahui relasi sosial antara pedagang jamu gendhong dan
pelanggannya.
b. Memberikan informasi kepada masyarakat akan adanya fenomena
relasi sosial antara pedagang jamu gendhong dan pelanggannya.
c. Memberi bahan masukan pembuat kebijakan untuk melestarikan jamu
gendhong.
Page 20
7
E. Penegasan Istilah
Istilah yang perlu ditegaskan untuk menghindari penafsiran yang berbeda
serta mewujudkan kesatuan pandangan dan pengertian yang berhubungan
dengan judul penelitian adalah sebagai berikut:
1. Relasi Sosial
Relasi sosial atau hubungan sosial merupakan hasil dari interaksi
(rangkaian tingkah laku) yang sistematik antara dua orang atau lebih.
Hubungan adalah ikatan yang didasarkan atas kepercayaan, dimana
kepercayaan bukan sesuatu yang telah ada sebelumnya, melainkan sesuatu
yang harus dikerjakan, di mana kerja yang dimaksud adalah proses timbal
balik keterbukaan diri (Giddens, 2005:124). Hubungan antar sesama dalam
istilah sosiologi disebut relasi atau relation. Relasi sosial adalah hubungan
timbal balik antara individu satu dengan individu lain yang saling
memengaruhi. Suatu relasi atau hubungan sosial akan ada jika tiap-tiap
orang dapat meramalkan secara tepat tindakan yang akan datang dari pihak
lain terhadap dirinya. Dikatakan sistematik karena secara teratur dan
berulang kali dengan pola yang sama (Ramadhan dalam Hidayat, 2015:7).
Relasi sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hubungan sosial
antara pedagang jamu gendhong dari Dusun Jubug dan pelanggannya.
2. Pedagang
Menurut H.M.N. Purwosutjipto, pedagang adalah mereka yang
melakukan perbuatan perniagaan sebagai pekerjaannya sehari-hari (dalam
Arista, 2013:11). Adapun definisi lain mengenai pedagang menurut
Page 21
8
Damsar (2002:95) bahwa pedagang adalah orang atau institusi yang
memperjualbelikan produk atau barang kepada konsumen baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pedagang memiliki tujuan utama yaitu
mencari keuntungan dari hasil dagangannya. Pedagang yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah pedagang jamu gendhong dari dusun Jubug
yang sudah berdagang jamu gendhong minimal 10 tahun.
3. Jamu Gendhong
Menurut Harmanto dan Subroto jamu adalah obat tradisional
Indonesia yang dibuat dari tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara
turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman. Tidak berbeda jauh dengan definisi menurut Visser (1989:86)
bahwa jamu is the local name for a traditional medicine or roborant, wich
consist of a mixture herbs.
Riswan (2002:6) menjelaskan bahwa the word ''gendhong" itself
means to bring something on the back of a body. In case of jamu
gendhong, the fresh jamu is put inside each bottle in bamboo or rattan
basket. And they use a long wide shawl called "selendang'' for bringing
the basket on the back. Therefore, the jamu is called jamu gendhong. The
seller is usually a woman, not man and originated from Java. We call
recognize 5 kinds of jamu which usually are through jamu gcndhong.
Those are as follows:
1.''Jamu beras kencur"
Page 22
9
2."Jamu cabe puyang"
3."Jamu kunir asem''
4."Jamu paitan"
5.”Jamu galian”
Sedangkan, menurut Suharmiati (2003:3) jamu gendhong adalah
obat tradisional yang didasarkan pada pengalaman secara turun temurun,
baik secara lisan maupun secara tertulis. Resep yang digunakan tidak
secara khusus dipelajari, tetapi hanya berdasarkan pengetahuan dan
keterampilan yang diwariskan nenek moyang.
Terkait dengan penelitian ini, jamu gendhong yang dimaksud
adalah jamu yang dijual oleh pedagang jamu dengan cara digendhong oleh
pedagang yang berasal dari Dusun Jubug.
4. Pelanggan
Menurut Damsar (2002:94) pelanggan yaitu mereka yang datang
ke lokasi pasar dengan maksud membeli sesuatu barang atau jasa dan
punya tujuan yang pasti ke (di) mana ia akan membeli. Seseorang yang
menjadi pembeli tetap dari seorang penjual tidak terjadi secara kebetulan,
tetapi melalui proses interaksi sosial. Atau dalam istilah lain disebut
klientisasi. Klientisasi adalah kecenderungan yang menandai pasar melalui
berulangnya pembelian barang dan jasa tertentu dan kemudian ditetapkan
sebagai hubungan dengan pedagang tertentu, sehingga lebih mengarah ke
hubungan kenal secara pribadi yang informal (Batuael, 2014:3).
Page 23
10
Pelanggan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang yang
membeli jamu gendhong secara terus menerus pada seorang pedagang
jamu gendhong dari Dusun Jubug yang sudah berlangganan sekurang-
kurangnya selama 5 tahun.
F. Sistematika Skripsi
Tujuan digunakan sistematika skripsi ini adalah untuk memudahkan
penulis dalam menyusun laporan yang sistematis, sehingga diperoleh deskripsi
yang jelas dan mendetail mengenai skripsi. Penulisan skripsi terdiri atas tiga
bagian yaitu bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir. Adapun perinciannya
adalah sebagai berikut:
Bagian awal skripsi terdiri atas halaman judul, persetujuan dosen
pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan, motto, persembahan, prakata,
sari, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel, dan daftar lampiran.
Bagian inti skripsi dibagi menjadi lima bagian yaitu:
BAB I PENDAHULUAN, meliputi latar belakang, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika
skripsi.
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI yang terdiri atas
uraian tentang konsep-konsep serta teori-teori yang berisi referensi tema yang
diangkat.
BAB III METODE PENELITIAN berisi dasar penelitian, lokasi penelitian,
fokus penelitian, sumber data penelitian, teknik pengumpulan data, validitas
data, dan metode analisis data.
Page 24
11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN berisi uraian relasi sosial antara
pedagang jamu gendhong dari Dusun Jubug dan pelanggannya.
BAB V PENUTUP berisi kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dan
saran-saran.
Bagian akhir skripsi berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
Page 25
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. KAJIAN PUSTAKA
Berbagai penelitian telah dilakukan sebelumnya berkaitan dengan relasi
sosial antara pedagang jamu gendhong dan pelanggannya. Dalam penulisan
skripsi ini, peneliti mengambil kajian pustaka dari beberapa jurnal sebagai
bahan referensi.
Penelitian pertama oleh Firmansyah, Edward, dan Zulkifli (2014:69-
80) yang berjudul Model Peningkatan Daya Saing Penjual Jamu Gendhong
sebagai Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Penelitian ini dilakukan
di Kota Jambi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peluang,
ancaman, dan kekuatan serta kelemahan model peningkatan daya saing
penjual jamu gendhong di kota Jambi, dan menemukan faktor eksternal
dan internal yang memengaruhi model peningkatan daya saing penjual
jamu gendhong di kota Jambi, serta merumuskan pengembangan model
peningkatan daya saing dengan menambahkan faktor eksternal dan internal
bagi penjual jamu gendhong di kota Jambi. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kombinasi (mixed method) dengan tipe sequential
exploratory design. Pada tahap penelitian kualitatif menggunakan pendekatan
interpretif fenomenologi. Selanjutnya, pada tahap penelitian kuantiatif
menggunakan alat analisis inferensial berupa partial least square (PLS). Hasil
penelitian ini memberikan kesimpulan sebagai berikut: 1) Variabel faktor
eksternal memiliki indikator lingkungan umum, lingkungan industri, dan
Page 26
13
lingkungan pesaing, 2) Variabel faktor internal memiliki indikator
pendidikan dan pelatihan, 3) Variabel pengelolaan usaha memiliki indikator
modal awal, tempat/distribusi, indikator upah, indikator layout usaha. 4)
Model peningkatan daya saing penjual jamu gendhong dilakukan dengan
meningkatkan modal awal dan memperluas dan memperbanyak saluran
distribusi pemasarannya.
Adapun persamaan penelitian Firmansyah dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama membahas mengenai jamu
gendhong. Penelitian Firmansyah juga menggunakan metode deskriptif
kualitatif meskipun sebenarnya penelitian ini menggunakan mixed method,
namun Firmansyah berfokus pada daya saing antar penjual jamu gendhong.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti berfokus pada relasi sosial antara
pedagang jamu gendhong dan pelanggannya.
Penelitian oleh Riyanti (2013:53-63) yang berjudul Relasi Sosial
Pedagang Etnis Cina dan Etnis Jawa di Pasar Tradisional. Tujuan penelitian
ini adalah menjelaskan relasi sosial pedagang Etnis Cina dan Etnis Jawa di
pasar tradisional. Penelitian dilakukan di Pasar Tradisional Klampok Purwaja,
Banjarnegara. Penelitian ini menggunakan metode penelitan deskriptif
kualitatif. Relasi sosial antara pedagang etnis Cina dan pedagang etnis Jawa di
pasar Purwareja Klampok tercermin dalam beberapa aktivitas yang dilakukan
yaitu “relasi sosial di pasar” dan “di luar pasar”. Relasi di luar pasar masih
terlihat adanya jarak sosial yang lebih banyak dipengaruhi oleh etnisitas, tetapi
relasi dalam pasar tampak lebih egalitarian. Pelayanan kepada para pelanggan
Page 27
14
tidak memperdulikan adanya perbedaan etnis. Secara umum, mereka dapat
hidup berdampingan dengan baik, keduanya saling diuntungkan secara
ekonomis. Namun stereotype etnis di antara keduanya masih tetap ada dan
berkembang dalam masyarakat yang cukup memengaruhi hubungan sosial
kedua etnis dalam kehidupan sehari-hari.
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Riyanti dengan penelitian
yang dilakukan oleh peneliti terletak pada relasi sosialnya. Riyanti membahas
mengenai relasi sosial pedagang etnis cina dan etnis jawa yang dapat hidup
berdampingan meskipun masih adanya stereotype akibat perbedaan etnis,
sedangkan peneliti membahas mengenai relasi sosial antara pedagang jamu
gendhong dan pelanggannya. Penelitian Riyanti juga menggunakan metode
penelitian deskriptif kualitatif. Perbedaan antara penelitian Riyanti dan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pada subjek penelitian dan
lokasi penelitiannya. Riyanti mengambil lokasi penelitian di Pasar Tradisional
Klampok Purwaja, Banjarnegara. Sedangkan peneliti mengambil lokasi di
daerah Bandongan, Magelang.
Penelitian oleh Jemahat (2011:1-18) berjudul Pola Relasi Sosial Elit
Tradisional yang dianalisis menggunakan teori konflik dari Karl Marx dan
Dahendorf. Penelitian ini dilakukan di Manus Manggarai Timur dengan
melihat adanya konflik yang terjadi akibat adanya kesenjangan sosial.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Relasi sosial
antara tua golo dengan tua teno memiliki pola yang khas. Berdasarkan
uraian di atas, diketahui bahwa pola relasi antara tua golo dengan tua
Page 28
15
teno bersifat subordinatif dan koordinatif. Relasi yang bersifat subordinatif
terjadi karena struktur sosial masyarakat Manggarai secara keseluruhan
menempatkan salah satu elit pada posisi sosial di atas dari yang lain. Di
sini, tua golo memiliki posisi yang penting dibanding tua teno. Sebab,
tua golo adalah kepala kampung yang menentukan posisi tua teno sebagai
orang atau lembaga yang mengurus atau membagi tanah. Implikasi dari
model relasi seperti ini adalah tua teno harus meminta persetujuan tua
golo dalam setiap kegiatan yang berhubungan dengan akitivitas adat dan
tanah. Sementara relasi yang bersifat koordinatif terjadi ketika tua golo dan
tua teno duduk bersama dalam satu forum untuk membicarakan hal-hal
yang berkaitan dengan persoalan kampung atau persoalan sosial lainnya.
Berdasarkan berbagai kajian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
sumber konflik diidentifikasi dalam satu hal utama, yakni tanah. Di sini
tanah menjadi simbol status, kekuasaan dan wewenang. Pergulatan perebutan
kekuasaan dan wewenang dengan tanah sebagai sumber utama
diasumsikan memunculkan konflik yang berkepanjangan. Konflik ini
kemudian diperparah oleh berubahnya struktur sosial ekonomi masyarakat
secara keseluruhan melalui monetisasi tanah dan sumber daya di desa
sebagaimana digambarkan Scott di atas.
Persamaan dengan skripsi yang dilakukan oleh peneliti adalah
mengenai relasi sosial antar masyarakat. Persamaan yang lain ada pada
metode penelitiannya yang menggunakan metode kualitatif meskipun
sebenarnya penelitian Jemahat ini menggunakan metode penelitian kualitatif
Page 29
16
dan kuantitatif. Namun, dalam penelitian ini Jemahat lebih melihat relasi
sosialnya pada terjadinya konflik yang dihasilkan oleh kesenjangan sosial
karena perebutan kekuasaan dan wewenang tanah, sedangkan peneliti meneliti
tentang bagaimana hubungan kedekatan antara pedagang jamu gendhong dan
pelanggannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Riswan (2002:8-9) yang berjudul Jamu
as Traditional Medicine in Java, Indonesia. Penelitian ini mendeskripsikan
berbagai macam obat tradisional yang digunakan orang-orang Jawa pada
umumnya. Sejak dulu, masyarakat Jawa menggunakan obat-obatan tradisional
dari tanaman. Jamu tidak hanya menghilangkan rasa sakit, tetapi juga
digunakan untuk kebutuhan lainnya seperti perawatan kesehatan, minuman,
perawatan kecantikan, ketahanan tubuh, dan digunakan untuk melindungi diri
dari berbagai penyakit. Kita bisa menemukan jamu di setiap tempat di Jawa
dan banyak orang yang masih menggunakannya. Jamu berasal dari bahasa
Indonesia yang artinya obat tradisional, jamu sudah menjadi kata yang tidak
asing lagi di kehidupan ini untuk menyebut obat tradisional. Pengetahuan
kuno mengenai jamu jawa sangat penting sebagai dasar studi untuk membuat
obat-obatan modern.
Persamaan penelitian Riswan dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti adalah sama-sama membahas mengenai jamu yang dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia. Sedang perbedaannya adalah penelitian Riswan
membahas mengenai macam-macam jamu sedangkan penelitian yang
Page 30
17
dilakukan oleh peneliti memfokuskan pada salah satu jenis jamu yaitu jamu
gendhong.
Penelitian yang dilakukan oleh Torri (2012:1) yang berjudul Knowledge
and Risk Perceptions of Traditional Jamu Medicine among Urban Consumers.
Lokasi penelitian Torri berada di Kota Yogyakarta. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan memaparkan hasil
wawancara dengan subjek penelitiannya. Penelitian ini membahas
kesenjangan dengan cara menguji persepsi akan jamu dan resiko
mengkonsumsi obat tradisional di Kota Yogyakarta. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa dua pertiga dari konsumen jamu lokal di Yogyakarta
memiliki pemahaman yang baik mengenai manfaat jamu yang dikonsumsi.
Jamu tradisional juga digunakan sebagai pengobatan oleh semua kalangan dari
berbagai latar belakang pendidikan, ekonomi, dan sosial. Mengingat
banyaknya obat tradisional di Indonesia, penting untuk memahami apa saja
yang terkandung dalam jamu yang dikonsumsi.
Persamaan penelitian Torri dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti adalah sama-sama membahas mengenai obat tradisional yaitu jamu.
Penelitian oleh Torri ini juga memiliki perbedaan dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti. Penelitian Torri membahas tentang pentingnya
mengetahui manfaat dan kandungan yang ada dalam jamu jika digunakan
untuk pengobatan, sedangkan penelitian yang penulis lakukan membahas
mengenai jamu yang dijual oleh pedagang jamu gendhong.
Page 31
18
B. Landasan Teori
Penelitian ini mengungkapkan, mendeskripsikan, dan menganalisis
tentang relasi sosial antara pedagang jamu gendhong dan pelanggannya di
Dusun Jubug Desa Tonoboyo Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang.
Konsep yang digunakan untuk menganalisis fenomena dalam penelitian ini
adalah konsep ekonomi personalisme dan konsep dagang orang jawa “Tuna
Sathak Bathi Sanak”.
Konsep ekonomi personal sudah lama beredar sebelum karya Davis
muncul. Studi ekonomi personal kebanyakan diarahkan kepada gejala pasar.
Memang di pasar itulah sisi pertukaran dari gejala ekonomi paling nyata
terlihat. Prinsip personalisme pada dasarnya adalah pemanfaatan faktor non-
ekonomi, hubungan sosial tegasnya, untuk kepentingan ekonomi (Sairin dkk,
2002:203-208). Pasar merupakan tempat berkumpulnya pembeli dan penjual
yang mana kontak ekonomi dan sosial sering terjadi. Penjual satu dengan yang
lainnya akan mengenal satu sama lain akibat dari begitu seringnya bertemu
untuk keperluan yang sama yaitu berjualan. Hubungan antara penjual dan
pembeli atau pelanggan juga terkadang berhubungan dekat karena si pembeli
terus menerus membeli pada pedagang tersebut sehingga saling mengenal.
Hubungan pembeli dan pembeli juga bisa dekat karena seringnya bertemu
untuk membeli pada pedagang yang sama (langganan) misalnya.
Davis berpendapat bahwa sistem ekonomi adalah gejala yang menyatu
dengan sistem sosial. Hubungan langganan adalah hubungan yang pada
intinya ekonomi namun didasarkan pada hubungan sosial yang bersifat pribadi
Page 32
19
dan dijaga oleh nilai-nilai sosial seperti nilai malu dan harga diri (Sairin dkk,
2002:205). Seorang pelanggan membeli barang pada seorang pedagang tujuan
utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di sisi lain,
pelanggan dan pedagang ini tidak hanya berinteraksi mengenai barang yang
dibeli atau dijualnya, tetapi juga terdapat interaksi sosial di dalamnya.
Personalisme berfungsi untuk meminimalkan resiko rugi di kalangan
produser. Dengan terselenggaranya hubungan personal antara produser dan
pengumpul kelangsungan penjualan barang dengan harga yang baik dapat
dijaga. Pembayaran belakang adalah prosedur yang biasa dalam perdagangan
ini, pengumpul akan membayar setelah barang yang ia bawa laku dipasar.
Oleh karena itu kepercayaan – yang muncul dari hubungan pribadi – menjadi
aspek penting dalam transaksi tersebut. Seorang produsen tidak akan
melepaskan barangnya kepada seorang pengumpul yang belum ia kenal,
karena di sini tidak ada jaminan pembayaran (Sairin dkk, 2002:207-208).
Pelanggan yang sudah lama kenal dengan pedagang akan memiliki interaksi
dan perlakuan yang berbeda dibandingkan dengan pembeli biasa. Antara
pedagang dan pelanggan sudah memiliki rasa kepercayaan antara satu dengan
yang lainnya.
Pada hubungan langganan ini kontak ekonomi berlangsung diatas
hubungan sosial yang sama sekali mulus, penuh kepercayaan yang tumbuh
karena hubungan persahabatan. Setelah berbulan-bulan seseorang menjadi
pembeli tetap seorang pedagang dan di antara keduanya terbangun
persahabatan, Maka tanpa ada persyaratan dan jaminan apapun, si pembeli
Page 33
20
dapat memperoleh kelonggaran “bayar nanti saja”. Kondisi ini muncul ketika
si pembeli selalu membayar dengan tepat (Sairin dkk, 2012:213). Kepercayaan
yang tumbuh antara pelanggan dan pedagang membuat hubungan mereka
menjadi dekat, sehingga “bayar belakang” menjadi hal yang biasa antara
pedagang dan pelanggan.
Langganan dapat terjadi lewat perantaraan seseorang yang sudah
menjadi langganan lama dari seorang pedagang. Anak seorang pelanggan
sering akan mengikuti jejak orang tuanya untuk menjadi pelanggan pula. Pada
mulanya si pedagang akan sangat hati-hati terhadap pelanggan baru yang
dibawa oleh pelanggan lama ini. Setelah hubungan menjadi kian erat, kehati-
hatian ini berkurang.Kemanan bisnis dan kelestarian hasil adalah tujuan
pembentukan hubungan langganan. Dengan memiliki langganan seorang
pedagang memperoleh jalur penjualan yang pasti, barang daganganya pasti
laku (Sairin dkk, 2012:214). Sehingga pendapatan yang diperoleh oleh
pedagang kurang lebih tetap. Adanya pelanggan yang turun-temurun juga
akan menjadikan dagangan dari seorang pedagang tersebut akan tetap laku
meskipun pelanggan sebelumnya tidak berlangganan lagi, sehingga kelestarian
hasil tetap terjaga.
Hubungan langganan adalah hasil dari upaya yang disengaja oleh kedua
belah pihak. Kesengajaan ini tentunya muncul dari berbagai pertimbangan
teknis yang tidak terlepas dari perhitungan untung rugi. Kepada langganannya
seorang pedagang selalu berusaha memberi harga yang miring, memilihkan
barang dengan mutu terbaik, dan menjaga agar persediaan barang terjaga.
Page 34
21
Karena hubungan jual beli sudah terjalin pribadi, orang akan sukar
menemukan peristiwa tawar menawar di antara langganan (Sairin dkk,
2002:203-217). Harga yang ditetapkan pedagang untuk pelanggan merupakan
harga yang berbeda dengan ia menjual barangnya kepada orang lain, atau
bahkan memberi lebih dagangannya kepada pelanggannya.
Tuna sathak bathi sanak, ungkapan ini sering ditemukan dalam
pergaulan para pedagang di pasar. Pada praktiknya, ungkapan jawa ini sering
terjadi dalam hubungan jual-beli, antara penjual dengan pembeli, baik di pasar
tradisional, di warung, dan sebagainya. Secara etimologi, ungkapan itu
terbentuk dari kata tuna (rugi), satak (uang), bathi (untung), sanak (saudara).
Secara utuh, ungkapan tuna satak bathi sanak berarti rugi uang (asal) untung
saudara. Bagi pedagang mendapat saudara dalam usaha pun dihitung sebagai
laba (Suratno, 2009:269-270). Tidak semua pelanggan yang memiliki hutang
ingat akan hutangnya. Bagi pedagang, yang penting hubungan persaudaraan
tetap terjalin erat.
Ungkapan tersebut mencerminkan jiwa sosial orang jawa yang
menjunjung kerukunan atau kebersamaan. Dengan mengambil laba sedikit
asal tidak merugi (impas atau selisih sedikit antara harga kulakan dengan
harga jual), para pedagang akan melepas dagangannya. Pihak pembeli pun
mendapat harga murah dan seperti memperoleh pelayanan yang akrab yang
dilandasi oleh perilaku rendah hati. Dengan teknik tersebut semakin lama akan
semakin banyak pelanggan. Dengan pelanggan yang semakin hari semakin
bertambah, seorang pedagang dapat lebih banyak menjual barang. Walaupun
Page 35
22
dengan laba sedikit, tetapi sang pedagang sebenarnya tetap memperoleh laba
yang banyak, disamping semakin luas relasi atau langganannya.
Pada dasarnya, seorang pedagang tidak mungkin bersedia merugi. Ia
pasti mencari untung agar profesinya sebagai pedagang tetap bertahan. Tidak
mungkin pedagang yang merugi akan tetap bertahan untuk berdagang. Jadi
pernyataan tuna sathak tersebut bukan berarti rugi dalam arti yang
sesungguhnya melainkan mendapatkan laba yang sedikit karena harga yang
ditawarkan kepada pelanggan sedikit lebih rendah daripada yang ditawarkan
oleh pembeli.
Prinsip dagang orang Jawa ini juga menjadi salah satu pegangan para
pedagang jamu gendhong untuk tetap berdagang. Sejak para pedagang jamu
gendhong mulai menjajakan jamunya di beberapa dusun yang ia tempati,
semakin banyak orang-orang baru yang ia kenal hingga dapat menjalin
hubungan dekat yaitu dengan pelanggannya, dan orang-orang dari dusun
tempat ia berjualan.
C. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan bagian yang memaparkan dimensi
kajian utama faktor kunci dan hubungan antar dimensi yang disusun dalam
bentuk narasi atau grafis. Kerangka berpikir dianalogikan oleh peneliti untuk
melakukan penelitian berdasarkan permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai
selain juga berfungsi membantu supaya tidak terjadi penyimpangan dalam
penelitian. Berikut penjelasan kerangka berpikir dalam bentuk bagan terkait
Page 36
23
dengan penelitian mengenai relasi sosial antara pedagang jamu gendhong dan
pelanggannya.
Bagan 1. Kerangka Berfikir
Kerangka pikir diatas menjelaskan bahwa peneliti ingin memahami
relasi sosial antara pedagang jamu gendhong dan pelanggannya dari Dusun
Jubug. Peneliti dalam hal ini ingin mengetahui bagaimana strategi pedagang
Jamu gendhong
Pelanggan jamu
gendhong Pedagang jamu
gendhong
Konsep ekonomi personalisme
dan konsep dagang orang jawa
“Tuna Sathak Bathi Sanak”
Relasi sosial antara
pedagang jamu
gendhong dan
pelanggannya
Strategi pedagang
dalam memperoleh
pelanggan
Dusun Jubug
Page 37
24
jamu gendhong dalam menemukan pelanggannya. Kedua, peneliti akan
menjelaskan bagaimana relasi sosial antara pedagang jamu gendhong dan
pelanggannya. Penelitian ini menggunakan konsep ekonomi personalisme oleh
Sairin dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Sosiologi Ekonomi” dan
konsep dagang orang jawa “tuna sathak bathi sanak”.
Page 38
79
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
Dengan memiliki pelanggan, seorang pedagang memperoleh jalur
penjualan yang pasti, barang dagangannya pasti laku (Sairin dkk, 2012:214).
Oleh karena itu, pedagang jamu gendhong harus memiliki strategi untuk
memperoleh pelanggan agar jamu yang dijual selalu habis setiap berdagang
dan mendapatkan hasil yang maksimal. Strategi yang dilakukan antara lain
menetapkan area dagang yang belum ditempati pedagang jamu lain, menjaga
rasa, kealamian dan rasa dari jamu, memisahkan alat-alat yang digunakan
untuk membuat jamu dan memasak, menyediakan jamu instan, dan menerima
pemesanan jamu.
Prinsip dagang orang Jawa, Tuno Sathak Bathi Sanak juga menjadi
salah satu pegangan para pedagang jamu gendhong untuk tetap berdagang,
rugi sedikit tidak masalah yang penting tetap menjalin hubungan baik dengan
pelanggannya. Hubungan yang terbangun antara pedagang jamu gendhong dan
pelanggannya sudah seperti hubungan saudara.
Pedagang jamu gendhong dan pelanggan sudah memiliki rasa
kepercayaan satu sama lain, biasanya para pedagang memberi kelonggaran
“bayar nanti saja” kepada pelanggannya. Bahasa yang digunakan antara
pedagang dengan pelanggan juga menggunakan bahasa jawa ngoko yang
menggambarkan kedekatan satu sama lain. Selain itu, jika salah satu pedagang
Page 39
80
atau pelanggan mengadakan hajatan pedagang dan pelanggan saling andil
dalam acara tersebut.
Kepada langganannya, seorang pedagang selalu berusaha memberi
harga yang miring, memilihkan barang dengan mutu terbaik, dan menjaga
agar persediaan barang terjaga. Karena hubungan jual beli sudah terjalin
pribadi, orang akan sukar menemukan peristiwa tawar-menawar di antara
langganan (Sairin dkk, 2002:203-217). Pernyataan ini tidak ditemukan pada
pedagang dan pelanggan jamu gendhong tersebut. Kepada langganan dan
pembelinya, seorang pedagang memberikan harga dan takaran yang sama,
harga yang ditetapkan menyesuaikan dengan harga barang pokok yang ada.
B. SARAN
Berdasarkan simpulan dari penelitian yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1) Bagi pedagang jamu gendhong
Sebaiknya pedagang jamu gendhong mencatat hutang-piutang dan
saling mengingatkan dengan cara yang baik satu sama lain, agar
penghasilan yang maksimal dapat diperoleh dan tidak rugi terlalu banyak.
Juga agar keamanan bisnis selalu terjaga, tetapi juga tetap memertahankan
hubungan kedekatan yang sudah terjalin di antara pedagang jamu
gendhong dan pelanggan.
2) Bagi Kepala Dusun Jubug
Jamu gendhong dari Dusun Jubug ini di khawatirkan akan terjadi
kepunahan disebabkan generasi muda masa kini dari Dusun Jubug banyak
Page 40
81
yang tidak tertarik untuk menjual atau mengedarkan jamu, maka sebaiknya
Kepala Dusun Jubug mengadakan regenerasi jamu gendhong untuk
mencegah kepunahan tersebut. Para pemuda diajarkan untuk mencintai
dan melestarikan jamu yang sudah lama menjadi ciri khas Dusun Jubug
dengan menurunkan pengetahuan tentang jamu kepada generasi
berikutnya.
3) Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang
Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang, sebaiknya diadakan
sosialisasi mengenai manfaat jamu dan cara pengolahan jamu yang tepat
bagi warga Dusun Jubug untuk melengkapi pengetahuan kearifan lokal
yang dipahami tentang jamu agar menjadi pengetahuan yang lebih utuh.
Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang kiranya juga perlu bekerjasama
dengan BPOM untuk melakukan pendampingan pengolahan jamu bagi
pedagang jamu di Dusun Jubug agar lebih tepat dan higienis, juga agar
manfaat jamu tetap terjaga, sehingga peminat jamu semakin bertambah.
Page 41
82
DAFTAR PUSTAKA
Batuael, Imelda dkk. 2014. Proses Klientisasi Petani dan Pedagang di Dusun Aroa
Desa Kataloka Kecamatan Pulau Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur.
Jurnal Agribisnis Kepulauan. Vol. 2 No. 3. Hal. 3
Damsar. 2002. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Damsar dan Indrayani. 2009. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Kencana.
Firmansyah, dkk. Model Peningkatan Daya Saing Penjual Jamu Gendong sebagai
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Jambi. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora. Vol. 16 No. 2. Hal. 69-80
Giddens, Anthony. 2005. Konsekuensi-konsekuensi Modernitas. Yogyakarta:
Kreasi Wacana.
Harjawiyana, Wiryana dan Theodorus Supriya. 2009. Kamus Unggah-Ungguh Basa Jawa. Yogyakarta: Kanisius.
Harmanto, Ning dan M Ahkam Subroto. 2007. Pilih Jamu dan Herbal Tanpa Efek Samping. Jakarta: Gramedia.
Jemahat, Lasarus. 2011. Pola Relasi Sosial Elit Tradisional. Demokrasi. Vol. 10
No. 1. Hal. 1-18
Koentjaraningrat. 1990. Sejarah Teori Antropologi II. Jakarta: UI Press.
Kurniawan, Pramu Tri. 2013. Analisis Fonologi dan Leksikologi Bahasa Jawa
di Desapakem Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo. Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa. Vol.2 no.4.
Ma’ruf, Hendri. 2005. Pemasaran Ritel. Jakarta: Gramedia pustaka Utama.
Masturi, Ade. 2010. Membangun Relasi Sosial melalui Komunikasi Empatik.
Jurnal Dakwah dan Komunikasi. Vol.4 No.1.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nugroho, Heru. 2001. Uang, Rentenir, dan Hutang Piutang. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Riswan dkk. 2002. Jamu as Tradisional Medicine in Java, Indonesia. South Pacific Study. Vol. 23 No. 1. Hal. 8-9
Riyanti, Puji. 2013. Relasi Sosial Pedagang Etnis Cina dan Etnis Jawa di Pasar
Tradisional. Jurnal Komunitas. Vol. 5 No.1. hal. 53-63
Page 42
83
Sairin, Sjafri, dkk. 2002. Pengantar Antropologi Ekonomi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Setiadi, Elly M. 2011. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana.
Subagyo, P. Joko. 2006. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT
Asdi Mahasatya.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugono, Dedy dan tim. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT.
Gramedia.
Suharmiati. 2003. Menguak Tabir dan Potensi Jamu Gendong. Yogyakarta: Agro
Media.
Suratno, Pardi dan Heniy Astiyanto. 2004. Gusti Ora Sare: 65 Mutiara Kearifan Budaya Jawa. Yogyakarta: Adiwacana
Torri, Maria Constanza. 2012. Knowledge and Risk Perceptions of Traditional
Jamu Medicine among Urban Consumers. European Journal of Medical Plants. Vol. 3 No. 1. Hal. 1
Visser, H.K.A. dan J.G. Bindels. 1989. Child Nutrition in South East Asia.
Yogyakarta: Kluwer Akademic Publisher.
http://life.viva.co.id/news/read/. Diakses pada 10/2/2016
http://kbbi.web.id. Diakses pada 1/10/2016.09:17