Top Banner
1 KAJIAN STRATEGIS ANALISA COST-BENEFIT INVESTASI TEKNOLOGI INFORMASI DR. RICHARDUS EKO INDRAJIT
138

REI eBook CostBenefitAnalysis

Nov 24, 2015

Download

Documents

cost and benefit analisis pada penerapan teknologi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 1

    KAJIAN STRATEGIS ANALISA COST-BENEFIT INVESTASI

    TEKNOLOGI INFORMASI

    D R . R I C H A R D U S E K O I N D R A J I T

  • 2

    Daftar Isi

    1. PARADOKS PRODUKTIVITAS TEKNOLOGI INFORMASI

    2. KLASIFIKASI METODOLOGI ANALISA COST-BENEFIT

    3. RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI INFORMASI

    4. TUJUAN DAN TIPE INVESTASI TEKNOLOGI INFORMASI

    5. MEREKA-REKA MANFAAT TEKNOLOGI INFORMASI BAGI PERUSAHAAN

    6. PERHITUNGAN COST-BENEFIT SEDERHANA UNTUK MANFAAT YANG TANGIBLE

    7. TEKNIK MENGUKUR MANFAAT INTANGIBLE DALAM INVESTASI

    8. FORMULA MENGHITUNG KEUNTUNGAN INVESTASI

    9. EVALUASI INVESTASI DENGAN METODE VALUE ANALYSIS

    10. PRINSIP DASAR PADA KONSEP INFORMATION ECONOMICS

    11. KERANGKA INVESTASI TEKNOLOGI INFORMASI GARTNER

    12. MANAJEMEN PORTOFOLIO INVESTASI TEKNOLOGI INFORMASI

    13. PENGAWASAN ALOKASI BIAYA PROYEK TEKNOLOGI INFORMASI

    14. PENGUKURAN EFEKTIVITAS MANFAAT DENGAN PENDEKATAN ANALISA GAP

    15. STRATEGI MENILAI MANFAAT TEKNOLOGI INFORMASI

    16. METODE I.S.S.U.E UNTUK MENGUKUR MANFAAT TEKNOLOGI INFORMASI

    17. MANAJEMEN INVESTASI TEKNOLOGI INFORMASI DALAM STANDAR COBIT

    18. KONSEP TOTAL VALUE OF OPPORTUNITY DARI GARTNER

    19. PENDEKATAN I.T. VALUE CHAIN MANAGEMENT DARI ALINEAN

    20. ANALISA INVESTASI PROYEK SISTEM KEAMANAN JARINGAN

  • 3

    1. Paradoks Produktivitas

    Teknologi Informasi

    Dalam kurun waktu 50 tahun terakhir, triliunan dolar Amerika telah diinvestasikan oleh berbagai perusahaan untuk membangun teknologi informasinya. Tercatat pada tahun 2000 sekitar dua triliun dolar telah dialokasikan oleh berbagai perusahaan di seluruh dunia untuk membeli dan menerapkan teknologi ini, dan diperkirakan pada tahun 2004 nilai ini akan mencapai sekitar tiga triliun dolar (Strassmann, 1997a). Namun demikian, hingga saat ini masyarakat dan para praktisi industri masih mengalami kesulitan untuk membuktikan atau memperlihatkan bahwa investasi sebesar itu benar-benar tidak percuma, dalam arti kata secara nyata terlihat adanya peningkatan output produk dan jasa yang diciptakan secara signifikan (Strassmann. 1997b). Fenomena ketidakcocokan atau ketidakseimbangan antara besaran investasi yang dikeluarkan untuk keperluan teknologi informasi dengan ukuran total output yang dihasilkan dideskripsikan sebagai sebuah IT Productivity Paradox (paradoks produktivitas) sebuah isu yang hingga saat ini masih hangat dibicarakan di kalangan akademisi maupun praktisi teknologi informasi semenjak tahun 1980-an (Roach, 1994).

    Berdasarkan fakta dan definisi di atas, para pakar berusaha keras untuk mendapatkan penjelasan yang logis mengenai mengapa fenomena paradoks produktivitas tersebut terjadi. Dari hasil kajian mereka, alasan mengapa terjadinya paradoks tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu masing-masing mengkristal menjadi kesimpulan sebagai berikut (Willcocks et al, 2000):

    1. Permasalahan analisa dan representasi data tidak memperlihatkan terjadinya peningkatan produktivitas;

  • 4

    2. Manfaat yang diperoleh oleh teknologi informasi tidak terlihat karena adanya kerugian di area lain; dan

    3. Peningkatan produktivitas tidak terlihat karena adanya kegagalan penerapan teknologi informasi atau tingginya alokasi biaya teknologi informasi.

    A N A L I S A D A N R E P R E S E N T A S I D A T A

    Para ekonom mendefinisikan produktivitas dengan cukup mudah, yaitu jumlah keluaran (output) dibagi dengan jumlah masukan (input). Besaran output dihitung dengan cara mengalikan jumlah produk yang dihasilkan dengan nilai (value) rata-rata dari produk tersebut; sementara besaran input didapatkan dari jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan seluruh output tersebut. Angka rasio yang didapatkan dari hasil pembagian antara output dengan input di atas dikenal sebagai labor productivity. Jika sumber daya lain seperti misalnya besaran investasi dan kebutuhan material dimasukkan sebagai bagian dari input, maka angka rasio yang didapat dikenal sebagai multifactor productivity. Ternyata di dalam dunia teknologi informasi, rumusan sederhana ini belum tentu secara kongkrit memperlihatkan atau merepresentasikan terjadinya kenaikan atau penurunan produktivitas seperti yang umum dipergunakan pada aktivitas lain seperti proses manufaktur atau produksi. Hal ini disebabkan karena berbeda dan beragamnya asumsi terhadap variabel input maupun output yang dipergunakan.

    Misalnya pada industri jasa seperti kesehatan dan pendidikan. Sangat sulit untuk menentukan kuantitas atau karakteristik seperti apa yang dikatakan sebagai sebuah output. Dalam industri kesehatan misalnya, apakah yang dimaksud dengan entiti output adalah pasien yang dilayani, atau pasien yang berhasil disembuhkan, atau pasien yang menjalani proses penyembuhan, dan lain sebagainya. Demikian pula di bidang pendidikan, apakah output yang dimaksud berkaitan erat dengan jumlah mahasiswa yang lulus, atau jumlah mahasiswa yang berhasil lulus tepat waktu, atau jumlah mahasiswa yang diluluskan, dan lain sebagainya. Ini baru hal yang terkait dengan sesuatu yang dapat diukur dan dilihat (kuantitaf dan tangible), belum dipertimbangkan faktor-faktor lain yang bersifat unquantifiable dan intangible seperti kualitas dari output yang dihasilkan. Dengan kata lain, masing-masing orang akan mencoba

  • 5

    mendefinisikan output yang dimaksud sesuai dengan kepentingan dan relevansinya masing-masing, sehingga pengukuran produktivitas pun menjadi sangat relatif sifatnya.

    Dari segi input, yang dalam hal ini terkait erat dengan alokasi sumber daya keuangan yang diinvestasikan untuk pengembangan teknologi informasi, terlihat bahwa ternyata pemakaian teknologi informasi di dalam sebuah perusahaan bersifat sistemik, dalam arti kata menyebar di seluruh proses inti dan aktivitas penunjang yang ada, sehingga sangat sulit untuk menentukan proporsi nilai investasi terhadap sebuah rangkaian proses tertentu atau sub-sistem tertentu yang ingin dihitung produktivitasnya. Contohnya adalah investasi untuk membeli sebuah mesin ATM yang ternyata tidak saja berpengaruh terhadap meningkatnya produktivitas pada proses pelayanan terhadap pelanggan (dibandingkan dengan menggunakan teller), tetapi berpengaruh pula terhadap aktivitas terkait lainnya seperti: mempercepat proses transfer antar rekening, mengurangi biaya komunikasi dan transaksi, meningkatkan rasa aman pelanggan, mempertinggi tingkat kepuasan nasabah, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, tidak adil rasanya jika investasi tersebut hanya dibebankan semata pada sebuah proses atau sub-sistem tertentu sementara kontribusi manfaatnya dirasakan pula oleh berbagai proses yang lain di dalam perusahaan.

    Oleh karena itu dapat dimengerti betapa sulitnya mencari rumusan produktivitas yang benar-benar menggambarkan keadaan yang sebenarnya dalam arti kata secara kongkrit merepresentasikan manfaat yang diberikan oleh teknologi informasi per satuan investasi yang dialokasikan. Hasil riset memperlihatkan lebih banyaknya hasil perhitungan yang cenderung underestimate dampak produktivitas yang sebenarnya (kenaikan produktivitas tersembunyi di balik angka-angka dengan asumsi yang keliru) dibandingkan yang overestimate.

    K E R U G I A N A R E A L A I N

    Pada dasarnya organisasi semacam perusahaan merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai entiti yang saling terkait satu dengan yang lainnya. Katakanlah penggunaan sebuah aplikasi teknologi informasi di salah satu divisi berhasil meningkatkan produktivitas karyawan yang berada di dalamnya. Karena produktivitasnya meningkat, maka perusahaan dapat mengurangi jumlah karyawannya pada divisi terkait dan memindahkannya di divisi lain.

  • 6

    Akibatnya secara total sistem, jika diukur produktivitasnya, nampak tidak terjadi peningkatan yang berarti karena pada divisi baru tersebut, karyawan yang ada hanya akan menjadi beban tambahan overhead semata.

    Contoh lainnya adalah penerapan electronic commerce yang memungkinkan seorang pelanggan untuk melakukan pemesanan produk melalui internet untuk dapat diantarkan langsung ke rumah (delivery) pada hari yang sama. Pada proses penjualan, jelas terjadi peningkatan produktivas dalam arti kata meningkatnya frekuensi pemesanan oleh pelanggan. Namun untuk dapat memenuhi delivery dalam kurun waktu 24 jam seperti yang diinginkan, terpaksa perusahaan harus memiliki armada ekspedisi atau kurir tambahan untuk melakukannya yang jika dihitung-hitung secara keseluruhan justru terkesan menurunkan produktivitas perusahaan.

    Kedua contoh di atas memperlihatkan bagaimana manfaat dari teknologi informasi di satu tempat ter-offset dengan kerugian di tempat lain di dalam sebuah organisasi. Sehingga jika dilakukan perhitungan produktivitas secara menyeluruh, hampir tidak terlihat peningkatan yang signifikan. Bahkan tidak mustahil justru terjadi penurunan dari hasil perhitungan produktivitas yang ada.

    B E B A N B I A Y A T E K N O L O G I I N F O R M A S I

    Berbeda dengan kedua kesimpulan terdahulu dimana manfaat signifikan yang berhasil disumbangkan oleh teknologi informasi termarginalkan oleh beberapa aspek terkait, maka dalam kesimpulan yang ketiga ini bersumber dari kenyataan bahwa teknologi informasi memang tidak memberikan kontribusi apapun terhadap tingkat produktivitas bahkan cenderung memperburuk kinerja produktivitas perusahaan secara keseluruhan.

    Hasil kajian memperlihatkan adanya dua penyebab utama terjadinya hal ini. Hal pertama berasal dari gagalnya penerapan teknologi informasi karena berbagai faktor penyebab internal maupun eksternal. Dalam kerangka ini jelas terlihat bahwa investasi telah keluar secara percuma dan tidak dapat dikembalikan lagi. Hal kedua terjadi karena tingginya biaya pemeliharaan dan pengembangan teknologi informasi yang harus ditanggung perusahaan.

  • 7

    Sehingga walaupun secara bisnis telah terjadi peningkatan output, membengkaknya biaya overhead pemeliharaan maupun pengembangan teknologi informasi telah menyebabkan tingginya faktor input yang dibutuhkan sehingga secara langsung berdampak pada perhitungan produktivitas.

    Dengan memahami dan mempelajari fenonema paradoks tersebut, terlihat betapa sulit dan kompleksnya permasalahan yang harus dihadapi dalam rangka mencari relasi antara besaran investasi yang dialokasikan dengan manfaat yang diperoleh oleh perusahaan terkait dengan peningkatan produktivitas. Sudah hampir 25 tahun paradoks ini diperbincangkan, dan selama itu pula perdebatan antara sejumlah kubu yang sepakat dan menentang adanya paradoks ini berlangsung. Suka atau tidak suka, mau tidak mau, pada kenyataannya filosofi business is business yang akan mendominasi manajemen pengambil keputusan dalam menentukan apakah perusahaan perlu untuk mengalokasikan sejumlah sumber dayanya untuk mengembangkan teknologi informasi. Pada kenyataannya cukup banyak manajemen yang tidak perduli dengan adanya paradoks ini karena mereka yakin betul bahwa tidak ada perusahaan yang bisa survive dewasa ini tanpa melibatkan teknologi informasi. in IT we trust demikian kata hati mereka berbicara.

  • 8

    2. Klasifikasi Metodologi

    Analisa Cost-Benefit

    A N A L I S A C O S T - B E N E F I T

    Pada dasarnya, metode pengukuran dan analisa cost-benefit didasarkan pada cara serta perspektif manajemen dalam menilai kinerja teknologi informasi yang diimplementasikan. Terkait dengan paradigma ini, setiap metodologi yang dipilih dan dipergunakan oleh manajemen memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dengan metodologi lain.

    Strategic Analysis and Evaluation merupakan suatu teknik pengukuran dengan menggunakan scoring technique yang didasarkan pada prinsip bahwa semua perangkat teknologi informasi yang diimplementasikan dalam perusahaan harus secara jelas dan tegas mendukung strategi generik perusahaan, sehingga keberadaannya harus dikaji secara sungguh-sungguh. Michael Porter dalam teori competitive advantage-nya yang terkemuka mengatakan bahwa hanya ada dua strategi yang dapat membuat perusahaan unggul dibandingkan dengan kompetitornya, yaitu melalui: cost reduction dan differentiation. Jika implementasi sebuah aplikasi teknologi informasi terbukti dapat mengurangi sejumlah atau sekelompok biaya organisasi misalnya biaya transaksi atau komunikasi maka teknologi tersebut dianggap tepat untuk diterapkan oleh perusahaan. Demikian juga jika aplikasi sebuah teknologi informasi dapat membuat perusahaan memiliki sesuatu yang membedakannya dengan perusahaan lain atau mempunyai sesuatu yang lain dari pada yang lain, maka keberadaannya dianggap tepat dalam kerangka strategis perusahaan. Contoh aplikasi teknologi informasi yang menunjang performa differentiation adalah: implementasi customer relationship management sehingga pelanggan merasa memiliki hubungan yang khusus dengan perusahaan, aplikasi call center yang berfungsi sebagai help desk khusus bagi seorang nasabah bank, penerapan supply chain management yang mendukung perusahaan dalam menjalin kemitraan bisnis strategis dengan mitra pemasoknya, dan lain sebagainya. Jika

  • 9

    seluruh investasi teknologi informasi perusahaan diarahkan bagi dikembangkannya perangkat teknologi terkait dengan dua strategi generik ini, maka dinilai bahwa investasi tersebut tepat (manfaatnya telah embedded di dalam kedua strategi tersebut). Semakin terkait langsung aplikasi teknologi informasi terhadap pencapaian strategi cost reduction maupun differentiation, semakin tinggi score atau nilainya bagi perusahaan.

    Value Chain Assessment adalah sebuah pendekatan scoring technique lain dimana didasarkan pada teori value chain yang diperkenalkan pula oleh Michael Porter. Value chain merupakan suatu rangkaian proses di dalam perusahaan yang terkait langsung dengan penciptaan nilai bagi kebutuhan pelanggan, dimana nilai yang dimaksud biasanya direpresentasikan langsung dalam bentuk produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan tersebut. Contoh sebuah value chain adalah rantai aktivitas perusahaan semenjak yang bersangkutan membeli bahan mentah, menyimpan di dalam gudang bahan mentah, mengolahnya menjadi bahan baku, menyimpan hasilnya di gudang bahan baku, mengolahnya menjadi produk jadi, menyimpan produk jadi di gudang khusus, mendistribusikan dan menyebarkannya ke tempat-tempat penyimpanan, menjualnya secara retail di sejumlah tempat, sampai dengan melayani pelanggan pasca penjualan. Dalam kerangka ini dikatakan bahwa setiap investasi teknologi informasi yang dialokasikan harus dipergunakan untuk mengembangkan teknologi yang secara langsung dipergunakan di dalam rangkaian core process atau proses utama dalam rangkaian value chain tersebut. Semakin terlihat hubungan keterkaitannya, semakin tinggi score perangkat aplikasi teknologi informasinya bagi sebuah perusahaan.

    Relative Competitive Performance atau yang sedikit banyak dapat dianalogikan sebagai proses benchmarking merupakan cara menilai kelayakan investasi teknologi informasi dengan mengkomparasikan atau membandingkannya dengan perusahaan serupa (kompetitor) dalam industri sejenis. Butir-butir kinerja yang dikomparasikan menyangkut sejumlah aspek baik kualitatif maupun kuantitatif terkait dengan biaya yang dikeluarkan untuk investasi maupun manfaat strategis atau operasional yang didapat perusahaan. Melalui cara pembandingan ini diyakini bahwa perusahaan tidak akan melakukan under investment atau over investment terhadap pengembangan teknologi informasi yang dimilikinya.

    Proportion of Management Vision Achieved merupakan sebuah pendekatan yang cukup unik dimana masing-masing individu yang memegang jabatan manajer ke atas (seperti senior

  • 10

    manager, general manager, vice president, director, dan lain sebagainya) diminta untuk melakukan penilaian atau kajian yang didasarkan pada apakah implementasi teknologi informasi terkait sesuai dengan keinginan atau kehendak atau rencana mereka semula sebagai seorang pengambil keputusan. Pendekatan ini dipergunakan dengan berasumsi bahwa seluruh manajer di dalam perusahaan bekerja dan bergerak untuk menuju kepada satu visi dan misi yang telah dicanangkan; sehingga mereka tahu persis bagaimana teknologi informasi dapat berperan membantu mereka dalam setiap aktivitas pencapaian visi dan misi tersebut. Dengan kata lain, sebuah keputusan investasi dinilai layak dan benar apabila sesuai dengan rencana atau pandangan dari manajer terkait, sementara jika tidak maka dinilai investasi tersebut tidak pada tempatnya.

    Work Study Assessment adalah suatu pendekatan evaluasi dimana dilakukan pengkajian terhadap bagaimana implementasi teknologi informasi memberikan dampak pengaruh terhadap pola dan cara kerja para individu dalam satu divisi atau departemen tertentu di perusahaan. Dalam metode ini analisa dilakukan terhadap bagaimana kontribusi teknologi informasi berpengaruh terhadap perbaikan kinerja sebuah proses tertentu yang sangat ditentukan dengan besarnya volume pekerjaan dan tingginya frekuensi aktivitas yang terjadi. Sebuah investasi teknologi informasi dinilai layak dan tepat apabila dapat benar-benar memperbaiki kinerja proses atau akvitas yang dilakukan sejumlah individu sehingga terlihat pengaruhnya dalam bentuk peningkatan kinerja atau performansi divisi atau departemen dimana perangkat teknologi tersebut diimplementasikan.

    Economic Assessment dipandang sebagai salah satu pendekatan analisa yang menggunakan sejumlah teori ekonomi yang dibangun berdasarkan sebuah model matematika tertentu. Metode analisa yang biasanya dinyatakan dalam fungsi output terhadap sejumlah variabel input ini diperkenalkan oleh sejumlah pakar ekonomi yang bekerjasama dengan ahli matematika dan praktisi manajemen. Dengan memasukkan sejumlah data sesuai dengan kondisi perusahaan yang ada ke dalam beragam variabel input pada formula terkait, maka akan didapatkan nilai output yang akan dikomparasikan dengan sejumlah parameter untuk menilai layak tidaknya biaya yang diinvestasikan terhadap manfaat yang diperoleh perusahaan.

  • 11

    Financial Accounting Based Analysis adalah metode analisa yang mempergunakan sejumlah formula dan ukuran yang baku dipergunakan dalam manajemen financial accounting. Contohnya adalah dengan mempergunakan formula ROI, IRR, NPV, dan lain-lain sebagai alat bantuk untuk menilai apakah sebuah investasi dianggap layak, wajar, dan worth bagi sebuah perusahaan ditinjau terlebih-lebih dari aspek sumber daya finansial.

    User Attitudes adalah cara pengukuran manfaat dengan cara melibatkan mayoritas user atau pengguna teknologi informasi di dalam perusahaan. Melalui survei, jajak pendapat, observasi, dan diskusi, masing-masing pengguna diminta untuk menyatakan penilaiannya terhadap setiap aplikasi yang mereka pergunakan, terutama berkaitan dengan seberapa besar manfaat diterapkannya aplikasi tersebut untuk membantu aktivitas mereka sehari-hari. Semakin positif tanggapan mereka, semakin dinilai layaklah investasi teknologi informasi yang telah dilakukan oleh perusahaan.

    User Utility Assessment dipandang sebagai sebuah metodologi yang kontroversial karena didasarkan pada asumsi yang sangat spekulatif. Prinsip yang dipegang dalam konsep ini adalah bahwa semakin banyak dan semakin lama individu di perusahaan menggunakan aplikasi teknologi informasi tertentu, semakin dianggap berhasillah penerapan teknologi tersebut. Sementara semakin sedikit atau semakin banyak individu yang menolaknya, semakin dipandang tidak layak investasi yang telah dikeluarkan untuk membangun sistem tersebut. Paradigma ini dipergunakan karena anggapan bahwa semakin sering sebuah sistem dipergunakan, berarti frekuensi transaksi bisnis yang dibantu dengan adanya sistem tersebut semakin tinggi demikian juga dengan volume per transaksinya yang berarti akan semakin banyak manfaat yang telah diperoleh perusahaan dengan utilisasi tersebut. Sebaliknya, utilisasi yang rendah karena tidak terpakainya sistem berarti adanya pemborosan sumber daya yang selayaknya tidak terjadi, yang berarti pula bahwa investasi yang telah dikeluarkan sia-sia adanya.

    Value Added Analysis adalah pendekatan dimana analisa dimulai dengan cara mengkaji nilai atau value yang diberikan oleh sistem atau aplikasi teknologi informasi sebelum menyentuh unsur pembiayaannya. Dengan kata lain, yang pertama-tama perlu dilakukan adalah menyetujui akan nilai atau manfaat yang diberikan oleh aplikasi teknologi informasi terlebih dahulu, baru kemudian mereka yang bersepakat duduk bersama untuk mengkalkulasi biaya yang layak dikeluarkan untuk pencapaian value tersebut. Jika hasil kalkulasi tersebut

  • 12

    berkenan di hati para pengambil keputusan, maka investasi yang dikeluarkan dinilai layak; sementara jika tidak, maka rencana membangun dan/atau mengembangkan sistem terkait terpaksa tidak dilakukan.

    Return on Management diperkenalkan pertama kalinya oleh Paul Strassman dalam bukunya Information Payoff (Strassman, 1985) dan ditekankan kembali pada karyanya The Business Value of Computers (Strassman, 1990), dimana yang bersangkutan berusaha memisahkan apa yang dinamakan sebagai management added value dengan management cost dan kemudian membandingkan keduanya untuk diperoleh Return On Management atau ROM. Konsepnya cukup jelas, yaitu sebagai berikut:

    Semenjak sebuah sistem aplikasi teknologi informasi diterapkan, dihitunglah seberapa besar pendapatan atau revenue yang diperoleh perusahaan.

    Jika revenue tersebut dikurangi dengan Cost Of Goods Sold atau COGS dan pajak, akan diperoleh profit margin atau business value added.

    Dari business value added ini kemudian dikurangi dengan shareholders value added (misalnya dalam bentuk pembagian deviden saham) dan operation costs sehingga akhirnya diperoleh sebuah nilai yang merupakan gabungan dari management costs dan management value added.

    Jika nilai tersebut dikurangi dengan management costs, maka akan didapatlah management value added.

    Dengan berpegang pada formula:

    ROM = Management Value Added : Management Cost maka akan diperoleh harga ROM yang akan menentukan tingkat kelayakan investasi yang telah dan/atau akan dilakukan. Konsep ini dibangun dengan filosofi bahwa dalam perusahaan moderen, yang terpenting bukanlah modal, material, maupun teknologi, namun adalah sumber daya manusia yang direpresentasikan dalam manajemen.

  • 13

    Multi-Objective Multi-Criteria Method atau MOMCM diperkenalkan sebagai sebuah metode yang bernuansa subyektif karena didasarkan pada kenyataan bahwa setiap sistem aplikasi yang diterapkan memiliki obyektif yang berbeda karena beragamnya stakeholders yang berkepentingan dengan adanya sistem tersebut. Adanya sejumlah obyektif yang berbeda dan beragamnya perspektif stakeholders memaksa perlu dikembangkannya sebuah sistem yang dapat mengadopsi situasi ini. Dalam MOMCM tersebut masing-masing stakeholder diberi kesempatan untuk menentukan sendiri bobot atau weight dan penilaian dari sejumlah obyektif atau manfaat yang didapat dari adanya sistem aplikasi terkait. Dengan cara demikian, maka perusahaan dapat melihat dan menentukan layak tidaknya suatu investasi dari hasil total penilaian para stakeholder tersebut.

    Keduabelas metode tersebut pada dasarnya memiliki sejumlah karakteristik yang membedakan satu dan lainnya, dan perusahaan perlu mengetahui kelebihan dan kekurangan dari masing-masing cara yang ada. Tabel berikut memperlihatkan secara ringkas isu-isu seputar masing-masing metode evaluasi yang dijelaskan sebelumnya.

    Approach and Methods Issues and Characteristics Strategic Analysis and Evaluation Highly subjective

    Issues not well understood All but top management may be unaware of

    strategy Value Chain Assessment Very subjective

    Difficult to obtain hard data Not well understood by management

    Relative Competitive Performance Information available may be sketchy Difficult to compare benefits of different

    system Uncertainty about competitors plans

    Proportion of Management Vision Achieved

    No hard data Virtually no objectivity in this approach to

    assessment It is sometimes not easy to get top

    management to admit to failure

  • 14

    Work Study Assessment Objectivity may be relatively superficial Changes in work patterns may be drastically

    alter the assessment Most managers are not familiar with these

    techniques Economic Assessment I/O Analysis Requires an understanding of economic

    analysis It is relatively abstract It attmepts to avoid detailed quantification of

    monetary terms Most managers are not familiar with these

    techniques Cost Benefit Analysis Based on Financial Accounting

    Tis approach is subject to manipulation Accounting requires a sound infrastructure

    which many firms do not have Financial accounting cannot extend beyond

    simple monetary terms and thus many issues of value are omitted However this approach has long established

    acceptance in business User Attitudes Involving too many users

    Every user is unique and has different background Too many statistics involved

    User Utility Assessment Users may not tell the truth or simply exaggerate Users may have vested interersts in

    presenting a particular viewpoint Corporate culture may colour users views and

    the interpretation of the outcome Value Added Analysis Very practical approach

    Keeps costs under control Encourages prototyping

  • 15

    Return on Management A major break with classical economics Not easy to operationalise Useful to stimulate re-thinking

    Multi-Objectives Multi-Criteria Methods A very unquantifiable method Not userful as a post implementation tool Useful to stimulate debate

    Sejumlah praktisi manajemen menyarankan agar sebuah perusahaan dapat menggunakan dua atau tiga cara sekaligus dalam menganalisa cost-benefit investasi teknologi informasi karena setiap metodologi memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing (kedua atau ketiga metodologi yang dipergunakan diharapkan dapat saling melengkapi sehingga menghasilkan suatu metrik pengukuran yang lebih berkualitas). Namun bukan berarti perusahaan dapat menggunakan sekitar enam atau tujuh cara sekaligus, karena justru akan berpotensi menghasilkan sebuah hasil yang konflik satu dan lainnya sehingga akan mempersulit pengambilan keputusan.

  • 16

    3. Ragam Teknik Evaluasi

    Investasi Proyek Teknologi

    Informasi

    Semenjak komputer dan teknologi informasi memegang peranan penting di dalam dunia bisnis, banyak sekali literatur yang membahas bagaimana caranya menjustifikasi kelayakan investasi untuk membangun dan mengembangankan teknologi tersebut. Berikut adalah beberapa teknik evaluasi investasi teknologi informasi yang cukup banyak dikenal dan telah dipergunakan secara luas di kalangan praktisi bisnis.

    R E T U R N - O N - I N V E S T M E N T ( R O I )

    Pendekatan ROI ini terdiri dari sejumlah teknik pendekatan formal (Radcliffe, 1982). Contoh yang paling sederhana dari ROI adalah payback method dimana dicoba dihitung durasi waktu yang diperlukan untuk mengembalikan investasi yang telah dialokasikan. Namun sebagian kalangan menganggap pendekatan ini terlampau sederhana. Mereka lebih suka menggunakan metode ROI dimana dicoba diperhitungkan nilai atau value atau manfaat investasi yang akan diperoleh di masa depan dan memproyeksikan besaran nilai tersebut pada saat ini (ketika investasi dilakukan). Metode yang paling banyak dipilih adalah dengan menggunakan Internal Rate of Return (IRR) yang biasanya digunakan bersama dengan Net Present Value (NPV). Sebuah proyek teknologi informasi yang diusulkan untuk dibiayai terlebih dahulu dihitung IRR-nya. Jika ternyata nilai IRR tersebut lebih besar dari hurdle rate of return atau ambang batas minimal rasio pengembalian yang telah disepakati perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap

  • 17

    proyek teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya, karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk ditentukan, yaitu:

    Banyak sekali elemen ketidakpastiaan di kemudian hari terkait dengan manfaat yang akan diperoleh melalui implementasi teknologi informasi. Hal ini selain disebabkan karena banyaknya manfaat yang bersifat kualitatif dan intangible, perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat (eksponensial) dan kompetisi yang sedemikian tajam, akan sangat sulit dalam menentukan nilai atau manfaat yang akan diperoleh dikemudian hari (sifatnya teramat sangat relatif).

    Adalah merupakan suatu kenyataan bahwa dalam pelaksanaannya, banyak sekali proyek teknologi informasi yang tidak berhasil diselesaikan tepat pada waktunya, terutama proyek dengan ruang lingkup besar dan kompleksitas tinggi. Hal ini menyebabkan tidak pastinya kapan perusahaan benar-benar akan memperoleh manfaat yang dijanjikan pada awal pengerjaan proyek. Seandainya proyek tersebut selesai tepat waktu pun, terkadang masih perlu dilakukan perbaikan atau pengembangan di sana sini karena adanya perubahan kebutuhan bisnis yang menyebabkan diperlukannya durasi waktu tambahan untuk menyelesaikan proyek terkait.

    Statistik memperlihatkan, walaupun banyak perusahaan yang masih menggunakan metode ROI untuk melakukan evaluasi terhadap investasi teknologi informasinya, sebagian dari mereka merasa tidak puas dengan penggunaan metode ini.

  • 18

    C O S T - B E N E F I T A N A L Y S I S ( C B A )

    Metode CBA adalah pendekatan yang mencoba untuk menentukan atau menghitung nilai dari setiap elemen teknologi informasi yang memiliki kontribusi terhadap biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang diperoleh (King et al, 1978). Pada mulanya, metode ini lahir untuk mengantisipasi banyaknya elemen terkait seperti manfaat - dengan teknologi informasi yang tidak memiliki nilai pasar atau harga yang jelas. Contohnya adalah akan dinilai berapa manfaat implementasi sebuah sistem teknologi yang memiliki potensi untuk menyelematkan nyawa satu orang? Di dalam CBA, elemen yang tidak memiliki value yang jelas dicoba untuk dicari nilai padanannya (dalam mata uang) dengan menggunakan berbagai teknik penilaian (valuation technique). Hasil dari biaya dan manfaat yang telah ditransfer ke dalam satuan mata uang tersebut selanjutnya dapat diproyeksikan ke dalam format alur kas (cash flow) atau dengan menggunakan metode standar ROI yang telah dikenal luas. Kekuatan utama dari metode ini adalah karena telah berhasilnya manajemen dalam mengkuantifikasikan biaya dan manfaat yang bersifat kualitatif maupun intangible. Sementara kelemahan utama dari metode ini menurut kejadian yang sudah-sudah adalah sering terjadi perselisihan atau perdebatan dalam menentukan teknik yang sesuai dalam mencari value elemen yang nilainya tidak jelas tersebut.

    M U L T I - O B J E C T I V E , M U L T I - C R I T E R I A M E T H O D S

    ( M O M C )

    Salah satu variasi dari CBA yang cukup banyak dipergunakan adalah MOMC (Vaid-Raizda, 1983). Metode ini berkembang berpijak pada kenyataan bahwa di dalam sebuah perusahaan terdapat sejumlah stakeholders yang masing-masing memiliki pandangan berbeda mengenai value dari biaya maupun manfaat dari sejumlah aspek atau elemen teknologi informasi. Dalam kerangka ini, ada ukuran yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada (misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah

  • 19

    disetarakan dengan biaya maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).

    B O U N D A R Y V A L U E S

    Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari karena kemudahan dan kesederhanaannya (Martin, 1989). Prinsip yang dipergunakan adalah melakukan komparasi atau perbandingan antara rasio perusahaan dengan rasio rata-rata industri yang diperoleh dengan cara menghitung biaya total yang harus dikeluarkan untuk investasi teknologi informasi dibandingkan dengan sebuah ukuran agregrat tertentu, seperti total pendapatan (revenue) atau total pengeluaran operasional (operating expenses). Jika rasio perusahaan lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata industri sejenis, maka kenaikan biaya investasi dipertimbangkan sebagai hal yang normal atau seharusnya dilakukan. Sementara jika terjadi sebaliknya, perlu dipertanyakan kelayakan investasi tersebut. Sering pula dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.

  • 20

    R E T U R N - O N - M A N A G E M E N T ( R O M )

    Metode ROM terkait dengan penghitungan nilai manfaat terkait dengan terjadinya perubahan kenaikan tingkat produktivitas manajemen (Strassman, 1985). Cara ini bertujuan untuk melihat dampak implementasi sebuah sistem baru terhadap nilai tambah di kalangan manajemen perusahaan. ROM didefinisikan sebagai hasil perhitungan dari total pendapatan perusahaan dikurangi dengan seluruh biaya dan nilai tambah dari masing-masing sumber daya termasuk modal (capital) kecuali biaya manajemen dan hal terkait dengan manajemen. Sehingga value dari sebuah sistem baru adalah selisih antara ROM sebelum sistem tersebut diimplementasikan dengan ROM setelah sistem tersebut diimplementasikan. Tantangan penggunaan metode ini terletak pada kemampuan memperkirakan proyek pendapatan dan biaya terkait dengannya di kemudian hari seandainya sistem tersebut diimplementasikan. Jika estimasi ini berhasil dilakukan, kinerja metode ROM akan jauh lebih baik dibandingkan dengan metode ex post evaluation lainnya.

    I N F O R M A T I O N E C O N O M I C S ( I E )

    Dari semua metode yang ada, information economics dinilai sebagai satu-satunya cara yang paling komprehensif dan dinilai dapat menjawab sejumlah faktor dan karakteristik unik - serta berbagai isu dan tantangan yang dihadapi - dalam mengevaluasi proyek investasi teknologi informasi (Parker et al, 1987). Dalam prakteknya, terlihat bahwa metode ini sebenarnya merupakan varian dari CBA, yang disesuaikan secara khusus untuk menjawab berbagai faktor ketidakpastian (uncertainties) dan intangible yang kerap ditemukan dalam proyek teknologi informasi. Dalam IE, semua hal yang bersifat kuantitatif dan tangible dapat dengan mudah dikalkulasikan dengan menggunakan metode ROI konvensional. Namun untuk proses-proses yang bersifat intangible dan memiliki unsur resiko, diberlakukan sejumlah teknik dengan menggunakan ranking dan scoring. Hasilnya kemudian dinilai kembali oleh para eksekutif untuk menentukan nilai relatif dari aspek yang bersifat tangible dan intangible. Singkatnya, metode ini bertujuan untuk mengidentifikasikan, mengukur, dan me-ranking dampak ekonomis yang timbul akibat diimplementasikannya sistem baru (perubahan kinerja organisasi). Metode ini dikatakan merupakan sebuah teknik CBA yang diperluas karena adanya tiga proses tambahan yang diberlakukan, yaitu:

  • 21

    Value Linking yang membahas dampak konsekuensi dari perubahan utama di berbagai fungsi organisasi akibat diterapkannya sebuah sistem baru;

    Value Acceleration - yang mencoba untuk mendefinisikan nilai tambah yang akan dinikmati oleh perusahaan seandainya sistem baru dipergunakan; dan

    Job Enrichment yang menggambarkan hasil evaluasi terhadap nilai tambah lainnya terkait dengan peningkatan kompetensi dan keahlian dari karyawan perusahaan yang diperoleh karena diterapkannya sistem baru.

    Secara ringkas, IE bertujuan untuk menjembatani aspek kuantitatif dan kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang kompleks dan cukup memakan waktu.

    C R I T I C A L S U C C E S S F A C T O R S ( C S F )

    Metode ini bersifat sangat strategis dan generik, namun diminati oleh para pimpinan perusahaan karena relevansinya terhadap bisnis (Rockart, 1979). Setelah menentukan visi, misi, dan obyektif bisnisnya, biasanya para pimpinan perusahaan berusaha untuk mengidentifikasikan critical success factors atau faktor-faktor apa saja yang dipandang sebagai kunci keberhasilan bisnis perusahaan. Setelah CSF berhasil didefinisikan, barulah ditelaah satu per satu, apa saja kontribusi teknologi informasi terhadap masing-masing CSF tersebut. Jika kontribusi teknologi informasi sangat besar terhadap pencapaian sebuah CSF, maka seyogiyanya perlu dilakukan investasi terhadapnya. Misalnya salah satu CSF adalah: pelayanan prima kepada pelanggan di seluruh dunia dimana investasi untuk membangun sebuah sistem Customer Relationship Management (CRM) menjadi suatu keharusan.

  • 22

    V A L U E A N A L Y S I S ( V A )

    Seperti halnya IE, VA diperuntukkan untuk teknologi informasi yang memberikan sprektrum manfaat yang cukup luas, termasuk hal-hal intangible (Melone et al, 1984). Metode ini dibangun dengan pemikiran atau prinsip bahwa lebih baik memfokuskan diri pada value atau nilai yang didapat perusahaan dibandingkan dengan usaha untuk mengurangi atau mereduksi biaya. Filosofi ini didasari pada observasi bahwa setiap inovasi berkembang karena adanya keinginan untuk meningkatkan value tertentu, bukan sekedar untuk melakukan penghematan terhadap biaya semata. Untuk mendapatkan value yang optimal, kajian terhadap hal-hal yang bersifat intangible harus dilakukan. VA biasanya mempergunakan teknik pendekatan iteratif - seperti metode Delphi untuk mendapatkan solusi terhadap permasalahan tersebut. Terkadang dibangun pula prototip dari sebuah sistem agar manajemen pengambil keputusan dapat memperkirakan value yang dapat diperoleh seandainya sistem tersebut diimplementasikan secara penuh di kemudian hari. Ketika sebuah sistem diusulkan untuk dibangun, sejumlah manfaat yang akan diperoleh dipetakan terlebih dahulu. Kemudian dengan menggunakan teknik statistik seperti cluster analysis manfaat yang serupa dicoba untuk dikategorisasikan. Setelah kategori manfaat berhasil diklasifikasikan, barulah terhadap masing-masing kategri dinyatakan value yang terkait dengannya. Karena biasanya manfaat tersebut kerap diekspresikan melalui berbagai format, seperti: angka, kalimat, ukuran, dan lain sebagainya, maka terkadang dipergunakan metode kalkulasi utility seperti pada MOMC. Metode VA ini sangat rumit dan membutuhkan biaya yang relatif besar untuk diimplementasikan, namun memang hasilnya dinilai dapat memuaskan para stakeholder dalam dunia bisnis.

    E X P E R I M E N T A L M E T H O D S

    Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan, terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau besar, pengerjaan yang diperkirakan memakan waktu cukup lama, dan ketidakpastiaan akan sukses tidaknya proyek merupakan hal-hal yang sangat menakutkan bagi para pengambil keputusan yang akhirnya memilih untuk tidak

  • 23

    melakukan investasi. Untuk mengatasi hal tersebut, ada beberapa cara ekseperimental yang dapat dipergunakan dalam rangka menjembatani hal tersebut, yaitu masing-masing adalah: prototyping, simulation, dan gameplaying. Penjelasan ringkas mengenai ketiga pendekatan ini adalah sebagai berikut:

    Protoytping adalah merupakan cara untuk membangun sebuah prototip dari sebuah sistem besar secara cepat (Alavi, 1984). Prototip dapat berupa sebuah sub-sistem kecil, atau sistem lengkap dengan kemampuan terbatas. Manajemen yang merasa ragu-ragu atau sulit mendapat gambaran mengenai sistem yang akan dibangun biasanya memilih sebuah fungsi atau proses bisnis tertentu untuk dibangun prototipnya. Setelah prototip selesai dibangun, barulah didemonstrasikan kepada yang bersangkutan, sehingga manajemen tersebut dapat memperoleh gambaran dan memperkirakan manfaat atau value apa yang dapat diperoleh perusahaan di kemudian hari terkait dengan sistem yang akan dibangun.

    Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu (software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi teknologi informasi yang akan dibangun).

    Gameplaying adalah sebuah pendekatan dimana dicoba dilakukan role play terhadap skenario tertentu yang akan terjadi di kemudian hari seandainya sebuah sistem teknologi informasi diterapkan (Hirschheim, 1985). Misalnya perusahaan berniat untuk menerapkan sistem e-procurement untuk proses tender. Maka dikumpulkanlah semua karyawan dan para rekanan bisnis terkait dengan proses tersebut untuk masing-masing membahas seandainya sistem automatic tender tersebut dilaksanakan. Isu maupun manfaat yang diperoleh akan teridentifikasi melalui proses diskusi dari berbagai pihak yang berkepentingan ini.

  • 24

    Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983): art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation (menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.

  • 25

    4. Tujuan dan Tipe Investasi

    Teknologi Informasi

    Investasi merupakan salah satu keharusan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan, terutama ketika bisnisnya sedang berada dalam tahap awal, yaitu pada tingkat pembentukan dan pertumbuhan (infancy dan growth stages). Namun tidak jarang dijumpai pimpinan perusahaan yang menganggap bahwa investasi terhadap teknologi informasi merupakan suatu hal yang tidak terlalu penting untuk dilakukan oleh perusahaan. Kebanyakan dari mereka merasa bahwa investasi tersebut sifatnya adalah optional atau nice to have belaka, dalam arti kata tidak wajib untuk dilaksanakan. Dalam kerangka manajemen strategis di era moderen saat ini, pandangan tersebut dapat dianggap benar atau salah sama sekali, tergantung dari karakteristik investasi yang ada.

    Pada dasarnya peranan teknologi informasi bagi setiap perusahaan bersifat unik dan spesifik. Hal ini disebabkan karena masing-masing perusahaan memiliki strategi yang berbeda satu dengan lainnya. Walaupun dua buah perusahaan misalnya berada pada sebuah industri yang sama, namun peranan teknologi informasinya bisa sangat berbeda. Lihatlah bagaimana pelanggan sebuah bank akan rush jika jaringan ATM-nya rusak satu hari saja sementara bank yang lain tidak mengalami gangguan yang berarti walaupun jaringan ATM-nya rusak seminggu. Artinya adalah bahwa meskipun keduanya memiliki teknologi informasi berupa jaringan ATM untuk mendukung bisnisnya, namun bagi bank yang pertama teknologi tersebut sifatnya adalah vital, sementara bagi bank lainnya teknologi ATM terkait hanyalah berfungsi sebagai perangkat penunjang belaka.

    Ditinjau dari segi peranan strategis teknologi informasi, paling tidak dapat ditemukan lima jenis tujuan dari dilakukannya investasi terhadap perangkat teknologi tersebut. Kategori pertama adalah karena alasan kelangsungan hidup perusahaan atau bisnis itu sendiri, dalam arti kata adalah bahwa perusahaan melihat bahwa keberadaan teknologi informasi di dalam bisnis terkait sifatnya adalah mutlak. Contohnya adalah perusahaan semacam bank retail, hotel kelas atas (bintang lima), transportasi penerbangan, dan lain sebagainya yang tidak mungkin

  • 26

    dapat bertahan lama dalam ketatnya persaingan bisnis tanpa diperlengkapi oleh teknologi informasi. Melihat kemutlakan sifat tersebut, maka jarang dilakukan analisa untuk menimbang seberapa penting melakukan investasi untuk mengembangkan teknologi informasi karena perangkat tersebut merupakan syarat atau sarana utama yang harus dimiliki perusahaan agar dapat berbisnis.

    Kategori kedua adalah perusahaan yang hendak melakukan investasi karena alasan ingin memperbaiki efisiensi. Diharapkan dengan diimplementasikannya teknologi informasi dalam sejumlah bidang atau aktivitas tertentu, maka akan dilakukan proses reduksi atau optimalisasi terhadap alokasi beragam sumber daya perusahaan, seperti: manusia, waktu, biaya, material, aset, dan lain sebagainya. Biasanya teknologi informasi dipergunakan untuk menekan atau mereduksi biaya komunikasi (interaksi) dan transaksi. Contohnya adalah penerapan teknologi semacam intranet, office automation, website, dan lain sebagainya. Berdasarkan teori keunggulan kompetitif Michael Porter, salah satu strategi perusahaan dalam era persaingan global yang kerap dipakai adalah cost leadership, dalam arti kata manajemen berusaha untuk sedapat mungkin menekan biaya produksi agar barang atau jasa yang ditawarkannya dapat bersaing dalam harga. Artinya adalah bahwa untuk industri dimana faktor harga memiliki elastisitas yang tinggi di pasar seperti misalnya produk komoditas aspek efisiensi merupakan hal krusial atau vital yang harus diupayakan oleh perusahaan. Perusahaan akan mampu menciptakan produk atau jasa yang baik, murah, dan cepat apabila proses penciptaan produk atau jasa tersebut adalah baik, murah, dan cepat. Metode yang paling tepat dipergunakan untuk mengevaluasi proposal investasi terhadap teknologi terkait adalah analisa cost benefit; dimana dalam metode ini dicoba untuk dikomparasikan antara besarnya investasi yang dikeluarkan dengan perkiraan manfaat efisiensi yang diperoleh melalui penerapan teknologi informasi tersebut.

    Invest ment Pu rpo se Invest ment Ty pe Eva luat e/M easu re busin es s su rv iv a l Mand atory cont inu e /d i scon t inue bus in es s

    improv ing ef f ic ien cy Vi ta l cos t b en ef i t improv ing

    ef fec t iven es s Cr it i cal busin es s ana ly si s

    comp e ti t ive leap Str a teg ic s tr a teg ic ana ly si s in f ras truc tur e Arch itectu re very bro ad ter ms

  • 27

    Kategori berikutnya adalah tujuan investasi untuk memperbaiki efektitivitas usaha, dalam arti kata melakukan apa yang diistilahkan sebagai do the right thing. Contoh penerapan aplikasi teknologi informasi terkait dengan hal ini adalah menerapkan sistem pengambilan keputusan (decision support system), membangun datawarehouse untuk keperluan business intelligence, mengembangkan situs electronic commerce, dan lain sebagainya. Dalam bisnis, investasi semacam ini dikatakan sebagai sebuah hal yang kritikal, mengingat bahwa tanpa dimilikinya perangkat teknologi tersebut, akan sulit bagi perusahaan untuk menjalankan suatu rangkaian proses tertentu. Oleh karena itulah maka cara melakukan evaluasi terhadap investasi terkait adalah dengan menjalankan aktivitas analisa bisnis, dimana dalam kegiatan tersebut dipetakan dan didefinisikan rangkaian proses mana saja yang merupakan core processes atau proses utama; dimana teknologi informasi akan dipergunakan untuk menopang kehandalan proses tersebut.

    Kategori keempat adalah keinginan perusahaan untuk mendapatkan suatu loncatan keunggulan kompetitif (competitive advantage leap) agar dapat meninggalkan para pesaing bisnisnya dengan mengembangkan teknologi yang perusahaan lain belum memiliki. Terkait dengan tipe investasi ini adalah pengembangan aplikasi untuk menerapkan berbagai konsep manajemen baru seperti supply chain management, enterprise resource planning, customer relationship management, call center, dan lain sebagainya dimana secara signifikan implementasi berbagai perangkat teknologi informasi ini diharapkan dapat membawa perusahaan berada jauh di depan dipandingkan dengan para pesaing bisnisnya. Investasi dalam kaitan ini memang terkesan bersifat strategis, atau memiliki perspektif rentang waktu jangka panjang, sehingga kelayakannya sangat ditentukan oleh para pimpinan senior perusahaan (misalnya para anggota direksi); sehingga alat bantu untuk mengukur visibilitas dari investasi ini biasanya terkait dengan konsep analisa strategis.

    Kategori yang terakhir adalah suatu bentuk investasi yang dilatarbelakangi oleh peranan teknologi informasi sebagai salah satu perangkat infrastruktur yang tidak dapat dihindari keberadaannya bagi sebuah perusahaan di era global ini. Adalah merupakan suatu standar bagi perusahaan dewasa ini untuk memiliki corporate website yang dapat diakses oleh para calon pelanggan di seluruh dunia, menggunakan email sebagai sarana berkomunikasi sehari-harinya, memanfaatkan sejumlah alat bantu aplikasi office productivity (seperti word processor, spreadsheet, presentation, database, dan lain-lain), menginstalasi jaringan Local Area Network untuk keperluan aktivitas sehari-hari, dan lain sebagainya; dimana keseluruhan

  • 28

    perangkat tersebut sudah menjadi sebuah infrastruktur usaha yang harus dimiliki oleh perusahaan. Besarnya investasi yang perlu dikeluarkan sifatnya sangat tergantung dari arsitektur infrastruktur yang diadopsi oleh perusahaan, sehingga alat ukur kelayakannya pun cukup beraneka ragam. Biasanya pimpinan akan melakukan proses benchmarking dengan perusahaan lain yang bergerak di industri serupa dan memiliki ukuran usaha yang kurang lebih sama untuk mendapatkan perkiraan total investasi yang wajar untuk kategori infrastruktur ini.

  • 29

    5. Mereka-reka Manfaat

    Teknologi Informasi bagi

    Perusahaan

    Merupakan hal yang cukup sulit dalam menentukan apakah melakukan investasi untuk membangun infrastruktur teknologi informasi merupakan hal yang tepat atau tidak. Di satu pihak perusahaan merasa bahwa seperti halnya investasi di bidang lain, harus ada target ROI (Return On Investment) yang dikenakan pada setiap investasi terhadap komponen teknologi informasi, perusahaan pesaing lain banyak yang sudah tidak memikirkan hal ini lagi, alias investasi yang dilakukan sudah melampaui batas-batas kewajaran (berlebihan). Namun gejala over investment ini bukan tanpa alasan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar mengingat banyak sekali advantage dari utilisasi teknologi informasi yang tidak dapat diukur secara finansial. Dan Remenyi, Arthur Money, dan Alan Twite mencoba mengilustrasikan benefit tersebut dalam sebuah matriks (Remenyi et al, 1995) yang dapat digunakan sebagai landasan manajemen dalam pengambilan keputusan.

    Masalah investasi di bidang teknologi informasi merupakan hal yang cukup memusingkan kepala para manajemen senior perusahaan. Di satu sisi mereka sadar bahwa sudah saatnya (kalau tidak memang karena sudah terlambat) mereka harus memiliki suatu sistem informasi yang dapat menunjang bisnis mereka, sementara di lain pihak mereka harus mengeluarkan biaya yang relatif cukup besar untuk dapat merancang dan mengimplementasikan sistem informasi yang dibutuhkan. Tanpa memiliki teknologi informasi yang cukup canggih, sulit di alam kompetisi global ini untuk dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar dari manca negara yang mulai banyak mengadu untung di tanah air. Namun salah mengidentifikasikan kebutuhan sistem pun akan menjadi bumerang bagi organisasi yang bersangkutan. Jika dalam organisasi non-profit jenis teknologi yang cocok adalah yang tepat guna, dalam perusahaan, besarnya investasi di bidang teknologi informasi yang feasible ditentukan melalui suatu analisa biaya dan manfaat (cost-benefit analysis).

  • 30

    Menghitung biaya investasi yang diperlukan di muka, dan biaya operasional yang secara periodik harus dikeluarkan per bulannya, cukup mudah untuk dilakukan. Namun terkadang para praktisi teknologi informasi maupun manajemen perusahaan sulit meyakinkan pelaku investasi akan besarnya manfaat (benefit) yang akan diperoleh melalui investasi di bidang teknologi informasi, karena tidak semua jenis manfaat dapat dengan mudah dirupiahkan.

    Remenyi membagi manfaat dari utilisasi teknologi informasi menjadi dua macam, yang bersifat tangible dan intangible. Manfaat tangible adalah yang secara langsung berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan, baik berupa pengurangan atau penghematan biaya (cost) maupun peningkatan pendapatan (revenue). Sebagai contoh, jika pada mulanya perusahaan harus mempekerjakan beberapa karyawan yang secara khusus bertugas mempersiapkan laporan-laporan rekapitulasi keuangan, dengan diimplementasikannya aplikasi Datawarehousing perusahaan yang bersangkutan tidak perlu lagi harus merekrut karyawan-karyawan baru yang harus digaji per bulannya. Contoh lainnya adalah dengan diinstalasinya ATM (Automated Teller Machine) sebagai perpanjangan tangan atau kanal distribusi, sebuah bank dapat merperluas jangkauan bisnisnya sehingga dapat menjaring para pelanggan baru atau non pelanggan untuk melakukan transaksi melalui mesin tersebut. Secara nyata perusahaan dapat merasakan pertambahan revenue yang diperoleh melalui transaksi-transaksi melalui jaringan ATM-nya.

    Namun pada kenyataannya, tidak semua jenis manfaat tangible dapat dinyatakan dalam besaran angka atau kuantitatif. Contoh yang paling populer adalah dengan dikembangkannya Office Automation System, sebuah perusahaan merasa kinerjanya menjadi lebih efisien dan cost effective. Namun besarnya efisiensi dan efektivitas sangat sulit dikuantitatifkan dalam rupiah.

    Di sisi lain, manfaat intangible didefinisikan sebagai manfaat positif yang diperoleh oleh perusahaan sehubungan dengan pemanfaatan teknologi informasi, namun tidak memiliki korelasi secara langsung dengan profitabilitas perusahaan. Seperti halnya manfaat tangible dan manfaat intangible dapat dibagi menjadi dua bagian, yang quantifiable dan yang unquantifiable atau biasa pula dipergunakan measurable dan unmeasurable. Matriks berikut menggambarkan kategori dari manfaat atau benefit yang diperoleh oleh perusahaan sehubungan dengan investasi di bidang teknologi informasi beserta contoh-contohnya.

  • 31

    LOW HIGH

    HIGH

    LOWMarket Reaction

    Access to New StaffFaster Information

    Positive Staff Reaction

    Better InformationImproved Security

    Lower Risk

    Staff ReductionLower AssetsMore Sales

    M E A S U R A B L E

    T A

    N G

    I B

    L E

    LOW HIGH

    HIGH

    LOWMarket Reaction

    Access to New StaffFaster Information

    Positive Staff Reaction

    Better InformationImproved Security

    Lower Risk

    Staff ReductionLower AssetsMore Sales

    LOW HIGH

    HIGH

    LOWMarket Reaction

    Access to New StaffFaster Information

    Positive Staff Reaction

    Better InformationImproved Security

    Lower Risk

    Staff ReductionLower AssetsMore Sales

    M E A S U R A B L EM E A S U R A B L E

    T A

    N G

    I B

    L E

    T A

    N G

    I B

    L E

    Sumber: R em eny i et . al . , 1995 Berdasarkan kenyataan di lapangan, terlihat bahwa sebagian besar manajemen hanya memperhatikan manfaat yang tangible-quantifiable karena mudah untuk dikalkulasi dan dirupiahkan dan terlihat berpengaruh langsung terhadap profitabilitas perusahaan. Sehingga tidaklah mengherankan jika melihat kenyataan betapa sulitnya meng-goal-kan suatu proyek teknologi informasi karena berdasarkan perhitungan, terlihat bahwa benefit yang diperoleh tidak sesuai dengan besarnya cost yang dikeluarkan. Namun jika manajemen berani untuk mengkalkulasi baik secara heuristik maupun secara what-if simulation maka akan terlihat kelayakan investasi di bidang teknologi informasi.

    Kalkulasi secara heuristik biasanya dilakukan dengan cara hitung-hitungan kasar dan sederhana. Katakanlah untuk membangun suatu Executive Information System, manajemen senior ditanya berapa besar yang bersangkutan mau membayar untuk sebuah laporan atau informasi per harinya. Jika manajer tersebut mau membayar katakanlah Rp 10,000 per laporan per harinya, berarti dengan kata lain beliau mau mengeluarkan kurang lebih Rp 200,000 per bulannya. Jika ada 50 manajer dalam satu perusahaan, berarti per bulannya mereka mau mengeluarkan Rp 10,000,000 per bulan untuk laporan yang bersangkutan, atau dengan kata lain Rp 120,000,000 per tahunnya. Nilai kasar inilah yang dianggap dapat merepresentasikan

  • 32

    nilai dari informasi (manfaat) tersebut, sehingga dapat melakukan perbandingan dengan biaya yang diperlukan untuk membangun sistem Executive Information System tersebut.

    What-if simulation biasanya berupa suatu aplikasi sederhana dalam spreadsheet yang berisi kalkulasi secara matematis mengenai hubungan antara variabel-variabel yang berpengaruh terhadap biaya dan manfaat dari kinerja teknologi informasi. Katakanlah dengan diimplementasikannya sistem komputer tertentu, maka seorang customer service dapat lebih cepat melayani pelanggan, sehingga dalam satu hari akan lebih banyak jumlah pelanggan yang dapat dilayani oleh perusahaan yang bersangkutan, yang secara tidak langsung akan meningkatkan kualitas pelayanan dan mendatangkan sumber-sumber pendapatan yang potensial. Katakanlah counter tersebut bertugas melayani pembukaan rekening baru di bank, maka dalam satu hari, jumlah pemasukan bank dengan adanya sistem komputer akan lebih besar jika dibandingkan dengan sistem sebelumnya yang manual.

    Pada buku yang sama, Remenyi memperlihatkan sebuah matriks yang diharapkan dapat memandu manajemen dalam menentukan teknik pendekatan semacam apa yang cocok untuk dipergunakan berdasarkan karakteristik tangible-intangible dan measurable-unmeasurable seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut.

    Sumber: R em eny i et . al . , 1995

  • 33

    Masih banyak lagi teknik-teknik lain yang dapat dipergunakan untuk menghitung manfaat menyeluruh yang dapat diberikan oleh suatu sistem informasi. Pada dasarnya, perlu dibentuk tim yang secara khusus dapat melakukan analisa cost-benefit secara menyeluruh sehingga manajemen dapat dengan mudah mengambil keputusan terhadap investasi besarnya di bidang teknologi informasi.

  • 34

    6. Perhitungan Cost-Benefit

    Sederhana untuk Manfaat

    yang Tangible

    Analisa Cost-Benefit dalam metode penghitungan investasi pengembangan teknologi informasi menggunakan prinsip memperbandingkan biaya yang harus dikeluarkan dengan manfaat yang diperoleh oleh perusahaan. Pendekatan ini biasa dipergunakan di dalam situasi dimana penggunaan teknologi informasi memberikan manfaat yang tangible dan cenderung mudah diukur (measurable) secara kuantitatif. Konsep ini sebenarnya cukup sederhana, namun ada baiknya dipahami sungguh-sunggu sebelum mencoba menggunakan teknik lain yang lebih rumit. Untuk mudahnya, akan diberikan 4 (empat) buah contoh pendekatan ini masing-masing terkait dengan manfaat teknologi informasi dalam:

    Mereduksi biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan (cost displacement);

    Menghindari biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan (cost avoidance);

    Memperbaiki kualitas keputusan yang diambil (decision analysis); dan

    Menghasilkan dampak positif yang diperoleh perusahaan (impact analysis).

    C O S T D I S P L A C E M E N T

    Banyak biaya yang dapat direduksi dengan dimanfaatkannya komputer atau teknologi informasi di sebuah perusahaan. Pendekatan ini biasa dipergunakan, pada saat teknologi informasi dipergunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kinerja efisiensi, dalam hal ini memanfaatkan keunggulan yang ditawarkan untuk mengurangi total biaya yang harus dikeluarkan perusahaan (biasanya terkait dengan biaya overhead). Misalnya dengan

  • 35

    dipergunakannya komputer, maka lembur tidak perlu dilakukan lagi sehingga biaya tunjangan gaji karyawan maupun penyelia dapat dikurangi. Atau dengan dipergunakannya aplikasi spreadsheet, maka tidak perlu lagi direkrut karyawan honorer untuk membuat laporan konsolidasi dalam bentuk grafik, karena komputer telah secara otomatis mengeluarkannya. Karena pada dasarnya biaya-biaya tersebut dapat dengan mudah dihitung secara kuantitatif, maka ROI atau payback dari investasi teknologi informasi tersebut dapat dengan mudah dan sederhana dihitung seperti yang diperlihatkan pada tabel berikut ini.

    dalam 000,000 Biaya Investasi

    Personal Computer Rp100 Aplikasi Spreadsheet Rp128 Jaringan Rp73 Modem Rp2 Printer dan Scanner Rp2 Instalasi Rp10

    Total Rp315 Biaya Bulanan

    Karyawan Rp9 Pemeliharaan Rp12 Pengembangan Aplikasi Rp8 Lain-Lain Rp8 Amortisasi Rp8

    Total Rp45 Manfaat Bulanan

    Reduksi gaji pegawai Rp42 Reduksi proses kontrol Rp8 Reduksi biaya administrasi Rp4 Reduksi biaya sewa tempat Rp2 Reduksi biaya lain-lain Rp1

    Total Rp57 Keuntungan per Bulan Rp12

  • 36

    Manfaat per Tahun Rp144 ROI 46% Simple Payback 2 tahun

    Dalam tabel tersebut jelas diperlihatkan bahwa dalam waktu sebulan, perusahaan berhasil memperoleh manfaat dalam bentuk reduksi biaya sebesar Rp 12 juta per bulan atau RP 144 juta per tahun. Sehingga jelas terlihat bahwa investasi yang dikeluarkan diperkirakan akan kembali dalam kurun waktu kurang lebih 2 (dua) tahun, karena memberikan ROI sebesar 46%. Dengan mudah tabel ini dapat di-extend misalnya untuk kurun waktu 3 (tiga) tahun jika diperlukan oleh manajemen sehingga akan menghasilkan perhitungan seperti yang diperlihatkan pada ilustrasi berikut.

    dalam 000,000

    Biaya Investasi Personal Computer Rp100 Aplikasi Spreadsheet Rp128 Jaringan Rp73 Modem Rp2 Printer dan Scanner Rp2 Instalasi Rp10

    Total Rp315 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Biaya Bulanan

    Karyawan Rp9 Rp10 Rp11 Pemeliharaan Rp12 Rp13 Rp14 Pengembangan Aplikasi Rp8 Rp9 Rp10 Lain-Lain Rp8 Rp9 Rp10 Amortisasi Rp8 Rp9 Rp10

    Total Rp45 Rp50 Rp55 Manfaat Bulanan

    Reduksi gaji pegawai Rp42 Rp46 Rp51

  • 37

    Reduksi proses kontrol Rp8 Rp9 Rp10 Reduksi biaya administrasi Rp4 Rp4 Rp5 Reduksi biaya sewa tempat Rp2 Rp2 Rp2 Reduksi biaya lain-lain Rp1 Rp1 Rp1

    Total Rp57 Rp62 Rp69 Keuntungan per Bulan Rp12 Rp12 Rp14 Manfaat per Tahun Rp144 Rp144 Rp168 ROI 46% 46% 53% Simple Payback 2 tahun Cost of capital 20% Discounted Annual Net Benefit Rp120 Rp1,076 Rp96 Discounted Payback 3 tahun

    Dalam tabel ini terlihat bahwa manajemen dapat pula memperhitungkan indikator finansial lainnya seperti discounted annual net benefit dan discounted payback dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun tersebut terkait dengan investasi yang dikeluarkan dan manfaat reduksi biaya yang diberikan oleh teknologi informasi.

    C O S T A V O I D A N C E

    Jika pada cost diplacement diperoleh manfaat berupa reduksi biaya, maka prinsip yang dipergunakan dalam cost avoidance adalah dihindarinya atau diantisipasinya pengeluaran biaya yang tidak perlu karena adanya teknologi informasi. Misalnya adalah dengan dipergunakannya aplikasi Computer Based Training (CBT), maka tidak diperlukan lagi pengeluaran biaya karyawan untuk keperluan administrasi, akomodasi, material, instruktur, dan transportasi ke luar kota karena proses pelatihan tersebut dapat dilakukan di tempat kerja. Cara perhitungan yang sama dapat dipergunakan seperti yang diperlihatkan pada tabel berikut ini. Terlihat dari perhitungan tersebut bahwa investasi yang dikeluarkan dapat dikembalikan dalam kurun waktu kurang lebih 6 (enam) tahun karena memberikan ROI sebesar 16%.

  • 38

    dalam 000,000 Biaya Investasi

    Personal Computer Rp432 Aplikasi Computer Based Training Rp100 Jaringan Rp60 Modem Rp20 Printer dan Scanner Rp7 Instalasi Rp220

    Total Rp839 Tahun 1 Biaya Bulanan

    Karyawan Rp34 Pemeliharaan Rp65 Pengembangan Aplikasi Rp8 Lain-Lain Rp4 Amortisasi Rp23

    Total Rp134 Manfaat Bulanan

    Tidak memerlukan instruktur Rp120 Tidak memerlukan biaya transportasi Rp7 Tidak memerlukan biaya akomodasi Rp12 Tidak memerlukan biaya makalah Rp3 Tidak memerlukan administrasi Rp3

    Total Rp145 Keuntungan per Bulan Rp11 Manfaat per Tahun Rp132 ROI 16% Simple Payback 6 tahun

  • 39

    D E C I S I O N A N A L Y S I S

    Terkadang dengan diimplementasikannya sebuah sistem informasi yang efektif, manajemen dapat diuntungkan dalam hal pengambilan keputusan yang lebih baik. Contohnya adalah penerapan Transactional Information System dan Management Information System untuk proses pemantauan piutang dan penagihan. Perusahaan yang memiliki pelanggan hingga puluhan atau bahkan ratusan ribu, mengalami kesulitan dalam proses penagihan piutang (pada umumnya mereka yang tidak ditagih cenderung akan terlambat membayar hutangnya). Dengan dibangunnya sebuah sistem aplikasi yang membantu manajemen dalam menentukan dan memonitor para pelanggan yang harus segera melunasi kewajibannya, akan banyak manfaat yang dapat diperoleh. Misalnya akan diperolehnya masukan uang tunai dari piutang pada waktunya, yang kemudian akan berpengaruh terdapat adanya pemasukan tambahan dari bunga bank hasil tabungan pemasukan tersebut, yang berarti pula akan berkurangnya tugas debt collector sehingga mereka dapat memanfaatkan waktu untuk melakukan penjualan produk/jasa perusahaan, dan lain sebagainya.

    dalam 000,000 Biaya Investasi

    Personal Computer Rp876 Aplikasi TIS dan MIS Rp89 Jaringan Rp10 Modem Rp8 Printer dan Scanner Rp2 Instalasi Rp3

    Total Rp988 Biaya Bulanan

    Karyawan Rp5 Pemeliharaan Rp88 Pengembangan Aplikasi Rp11 Lain-Lain Rp7 Amortisasi Rp20

    Total Rp131

  • 40

    Manfaat Bulanan Pembayaran piutang lebih cepat Rp14 Bunga bank karena tagihan cepat Rp8 Kenaikan penjualan Rp111 Manfaat lain-lain Rp43

    Total Rp176 Keuntungan per Bulan Rp45 Manfaat per Tahun Rp540 ROI 55% Simple Payback 2 tahun

    Dari situasi ini terlihat bahwa sebenarnya pengambilan keputusan penagihan yang lebih baik memberikan keuntungan bagi perusahaan sekitar Rp 45 juta per bulan atau kurang lebih Rp 540 juta per tahun.

    I M P A C T A N A L Y S I S

    Manfaat lain yang kerap diperoleh dari implementasi teknologi informasi terkait dengan penghematan waktu, yang berdampak langsung terhadap penghematan biaya atau peluang memperoleh pendapatan. Misalnya penerapan Sales Information System untuk menggantikan proses penjualan secara manual melalui telepon atau tatap muka. Sebelum sistem ini diterapkan, dalam satu hari setiap salesman dapat melakukan sales call sebanyak 6 kali dengan masing-masing lama pembicaraan sekitar 35 menit dan pengisian formulir selama 60 menit. Dengan sistem yang baru, maka lama transaksi dari 35 menit dapat direduksi menjadi 15 menit, dan pengisian formulir untuk semua pelanggan dari 60 menit dapat dikurangi menjadi 10 menit. Artinya, setiap hari akan dihemat waktu sebesar 170 menit. Artinya setiap salesman dengan waktu tambahan 170 menit tersebut dapat melakukan tambahan sales call sebanyak 3 transaksi per hari (dengan asumsi durasi sela antar telepon adalah 25 menit). Jika setiap telepon mendatangkan pendapatan atau revenue sebesar Rp 1.5 juta sebagia nilai

  • 41

    transaksi, maka dalam satu hari perusahaan mendapatkan tambahan pendapatan sebesar Rp 4.5 juta. Jika net profit per transaksi adalah 7.5%, maka setiap harinya akan diperoleh manfaat sebesar Rp 1.69 juta per hari atau Rp 33.75 juta per bulan. Katakanlah sistem yang diinvestasikan ada 5 (lima) buah, berarti manfaat bulanan satu buah sistem adalah Rp 6.75 juta atau Rp 81 juta per tahun. Perusahaan akan memperoleh ROI yang cukup besar dalam hal ini yaitu sekitar 63%.

    dalam

    000,000 Biaya Investasi 5 Buah Sistem

    Personal Computer Rp30 Aplikasi Sales Information System Rp23 Jaringan Rp10 Modem Rp10 Printer dan Scanner Rp10 Instalasi Rp45

    Total Rp128 Biaya Bulanan

    Karyawan Rp4 Pemeliharaan Rp6 Pengembangan Aplikasi Rp3 Lain-Lain Rp2 Amortisasi Rp12

    Total Rp27 Manfaat Bulanan

    Rata-rata "sales call" per hari 6 Rata-rata nilai penjualan per "call" Rp1.5 Reduksi rata-rata durasi "sales call" dari 35 menjadi 15 menit 20 menit Reduksi waktu yang diperlukan untuk mengisi formulir dari 60 menjadi 10 menit 50 menit

    Total Hemat Waktu Rp170 menit Rata-rata waktu sela antara "sales call" 25 menit

  • 42

    Artinya terdapat tambahan peluang untuk melakukan tambahan "sales call" 3 per hari Sehingga akan mendapatkan tambahan pemasukan sejumlah Rp4.5 per hari Net Profit 7.5% Manfaat harian dari 5 buah sistem 1.688 Manfaat bulanan untuk 5 buah sistem 33.75 Manfaat bulanan 1 buah system 6.75 Manfaat per Tahun Rp81 ROI 63%

  • 43

    7. Teknik Mengukur Manfaat

    Intangible dalam Investasi

    Salah satu tantangan terbesar dalam menilai kelayakan sebuah investasi pembangunan teknologi informasi adalah menilai atau memperkirakan manfaat apa yang akan diperoleh oleh perusahaan nantinya. Dikatakan sebagai tantangan karena kebanyakan manfaat yang diberikan oleh teknologi informasi bersifat intangible atau sulit dikuantifikasikan ke dalam satuan angka finansial dan tidak secara langsung berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan. David Silk pada tahun 1990 menawarkan langkah-langkah untuk membantu manajemen dalam mengukur manfaat intangible tersebut (Silk, 1990). Adapun pendekatan tersebut terdiri dari 6 (enam) langkah utama sebagai berikut.

    Langkah pertama adalah mencoba untuk menkonseptualisasikan dampak atau manfaat yang kira-kira akan diperoleh perusahaan dengan diimplementasikannya sistem baru. Misalnya adalah Sistem Informasi Penagihan (Automatic Billing System) yang diharapkan dapat memberikan serangkaian manfaat seperti: mengurangi kesalahan, mempercepat pengiriman tagihan, mereduksi durasi pembayaran, dan lain sebagainya.

    Langkah kedua adalah melihat perubahan langsung apa yang kira-kira akan terjadi terkait dengan manfaat yang telah didefinisikan pada langkah sebelumnya. Contohnya adalah sebagai berikut:

    Mengurangi kesalahan berarti akan terjadi perubahan dalam hal: keluhan pelanggan berkurang, kepuasan pelanggan meningkat, biaya memperbaiki kesalahan dapat direduksi (biaya komunikasi, kertas, peralatan kantor, dan waktu yang hilang), dan lain sebagainya;

    Mempercepat pengiriman tagihan berarti akan terjadi perubahan dalam hal: ketepatan pembayaran, tertib administrasi, pendjadwalan pemasukan, dan lain sebagainya;

  • 44

    Mereduksi durasi pembayaran berarti akan terjadi perubahan dalam hal: pemasukan diterima lebih cepat, memperkecil opportunity loss karena keterlambatan pembayaran, dan lain sebagainya.

    Langkah berikutnya adalah menentukan jenis indikator ukuran apa yang dapat dipergunakan untuk merepresentasikan masing-masing perubahan tadi, seperti:

    Mengurangi keluhan = jumlah keluhan

    Mengurangi kesalahan = jumlah kesalahan

    Mempercepat tagihan = waktu pengiriman

    Mempercepat pembayaran = waktu pembayaran

    dan seterusnya.

    Langkah keempat adalah memperkirakan kuantitas perubahan yang terjadi terhadap masing-masing indikator ukuran yang ada jika sistem baru diimplementasikan. Dalam hal ini misalnya:

    Jumlah keluhan berkurang dari sekitar 10 buah per hari menjadi tidak lebih dari 2 per hari;

    Jumlah kesalahan berkurang dari sekitar 150 buah per hari menjadi tidak lebih dari 10 per hari;

    Waktu pengiriman tagihan ke klien atau pelanggan dari rata-rata 2 minggu menjadi sekitar 2 hari;

    Waktu pembayaran dari rata-rata 6 minggu menjadi 1 minggu;

    dan seterusnya.

  • 45

    Langkah selanjutnya adalah mentransformasikan perubahan kuantitas indikator tersebut ke dalam satuan finansial terkait dengan hal tersebut. Misalnya:

    Melayani sebuah keluhan membutuhkan seorang customer service menggunakan telepon selama kurang lebih 30 menit, sehingga dengan berkurangnya jumlah keluhan dari 10 menjadi 2, maka waktu komunikasi yang dihemat adalah kurang lebih 4 jam. Jika 1 jam perusahaan harus membayar katakanlah Rp 25,000 untuk telepon interlokal, maka dalam sehari yang bersangkutan telah menghemat biaya sebesar Rp 100,000.

    Waktu pembayaran yang tadinya biasa dilakukan dalam 6 minggu menjadi 1 minggu berarti perusahaan akan memperoleh uang satu bulan lebih cepat. Jika perusahaan memiliki 1000 orang pelanggan, dan nilai transaksi per masing-masing pelanggan sebesar Rp 1 juta, maka perusahaan tersebut berhasil mendapatkan uang Rp 1 milyar lebih cepat. Jika bunga bank dalam setahun sebesar 12%, maka sama saja dengan perusahaan berhasil mendapatkan bunga yang selama ini hilang karena keterlambatan pembayaran sebesar Rp 10 juta per bulannya.

    dan seterusnya.

    Langkah keenam atau langkah terakhir adalah menggunakan total hasil perhitungan di atas sebagai jumlah manfaat yang diberikan sistem teknologi informasi kepada perusahaan. Barulah berdasarkan karakteristiknya, pergunakanlah metode pengukuran cost-benefit seperti ROI, IRR, NPV, Value Analysis, dan lain sebagainya.

  • 46

    8. Formula Menghitung

    Keuntungan Investasi

    Dalam setiap metode perhitungan cost-benefit, dilakukan perkiraan manfaat implementasi teknologi informasi yang dinyatakan dalam ukuran finansial seperti mata uang rupiah atau dolar Amerika. Perkiraan tersebut biasanya didasarkan pada sejumlah asumsi terkait dengan harapan manfaat atau expected return yang akan diperoleh perusahaan seandainya sebuah sistem teknologi informasi diaplikasikan. Manfaat yang dimaksud dapat beraneka ragam rupanya dan berasal dari berbagai sumber, seperti:

    Nilai transaksi yang didapat melalui mekanisme perdagangan elektronik;

    Fee yang diperoleh perusahaan untuk setiap transaksi yang terjadi atau dibukukan;

    Biaya overhead yang dihemat karena kehadiran aplikasi dan teknologi informasi;

    Reduksi total biaya yang diperlukan untuk melakukan proses komunikasi, koordinasi, dan kooperasi; dan lain sebagainya.

    Dalam perhitungan yang lebih akurat, nilai manfaat yang diharapkan tersebut sebenarnya harus dikalikan dengan sejumlah probabilitas agar sesuai dengan kenyataan yang ada. Rumus atau formula yang kerap dipergunakan untuk hal tersebut adalah sebagai berikut:

    Exp ected R etu rn = Est ima ted R etu rn x IT Inv estment Eq uat io n

    dimana nilai sebenarnya dari manfaat yang akan diperoleh perusahaan adalah merupakan hasil perkalian antara besarnya nilai yang diharapkan dengan sebuah nilai probabilitas tertentu, yang pada dasarnya merupakan ekuasi atau persamaan dari investasi teknologi informasi.

  • 47

    Adapun persamaan dari investasi teknologi informasi tersebut dapat dinyatakan sebagai:

    IT Invest ment Eq uat ion = P(ROI Ty pe) x P(Co nvers ion Su ccess) dimana

    IT Invest ment Eq uat ion = P(Su ccess |Ret urn) yang berarti bahwa probabilitas kesuksesan sebuah investasi teknologi informasi sehingga mendatangkan atau memberikan manfaat tertentu akan sangat bergantung dari probabilitas tercapainya ROI dari tipe aplikasi teknologi informasi terkait dan probabilitas suksesnya proses pengembangan dan aplikasi aplikasi teknologi informasi tersebut.

    Contohnya adalah sebagai berikut. Katakanlah perusahaan bermaksud untuk membeli dan mengimplementasikan sistem lembur untuk membantu manajemen dalam memonitor dan mengawasi pekerjaan karyawannya. Alasan diimplementasikannya sistem ini karena melihat kenyataan bahwa banyak karyawan yang melakukan kerja lembur hanya agar yang bersangkutan mendapatkan tunjangan tambahan. Perusahaan terpaksa harus kehilangan banyak uang karena harus membiayai mereka ini, sementara produktivitas perusahaan tidak meningkat dengan bertambahnya jam kerja lembur tersebut. Diharapkan dengan diimplementasikannya sistem ini, perusahaan dapat menghemat misalnya sekitar Rp 50 juta per bulan, hasil dari proses seleksi terhadap permohonan lembur yang tidak perlu.

    Menurut pengalaman yang sudah-sudah, probabilitas terjadinya pengembalian investasi atau ROI dari implementasi sistem lembur di perusahaan adalah sekitar 0.75, sementara diperoleh data yang mengatakan bahwa 8 dari 10 proyek implementasi sistem informasi lembur berhasil dilakukan. Artinya adalah bahwa:

    Exp ected R etu rn = Est ima ted R etu rn x IT Inv est ment Equat ion = Rp 50 j uta x IT Inv est ment Eq uat io n = Rp 50 j uta x P( Su cces s |R etu rn) = Rp 50 j uta x P( ROI Typ e) x P(Co nvers ion S u cces s) = Rp 50 j uta x 0 .75 x 0 .8 = Rp 30 j uta

  • 48

    yang artinya adalah bahwa nilai yang harus dimasukkan sebagai value manfaat dari teknologi informasi adalah Rp 30 juta, bukan Rp 50 juta seperti yang diperkirakan sebelumnya.

    Untuk mencari angka kedua probabilitas di atas, manajemen biasanya melakukan riset kecil dengan cara mengumpulkan informasi atau referensi terkait dengan ukuran tersebut. Cukup banyak lembaga-lembaga di dunia yang telah melakukan riset serupa seperti AC Nielsen, Gartner, Jupiter, dan lain-lain - dimana hasilnya dapat dengan mudah didapatkan melalui internet. Katakanlah sebuah perusahaan yang berniat untuk mengimplementasikan aplikasi Enterprise Resource Planning atau ERP ingin melakukan perhitungan manfaat yang mendekati akurat. Melalui perhitungan kasar, didapatkan keuntungan perusahaan dalam satu tahun sebesar Rp 10 Milyar, dimana nilai ini merupakan estimated return. Ketika dilakukan pencarian referensi, didapatkan dua buah informasi yang kurang lebih dapat dipergunakan sebagai parameter probabilitas yang diinginkan untuk menghitung expected return dari manfaaat implementasi ERP.

  • 49

    Dari data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa probabilitas diperolehnya manfaat dari implementasi ERP adalah sekitar 77% (27% highly successful dan 50% moderately successful); sementara probabilitas keberhasilan kebanyakan proyek ERP di perusahaan adalah sekitar 35% (implementation complete), sehingga memberikan:

    Exp ected R etu rn = Rp 10 Mi lya r x 77 % x 35 % = Rp 2 ,6950 M i lyar

    Fenomena tersebut oleh Lucas pada tahun 1991 ditelurkan dalam bentuk 4 (empat) prinsip utama dalam berinvestasi, yaitu masing-masing:

    1. Terdapat beraneka ragam jenis manfaat atau value bagi perusahaan melalui penerapan teknologi informasi, dimana Return On Investment dalam satuan dan bentuk uang hanyalah merupakan salah satu jenis dari value tersebut;

    2. Setiap jenis investasi di teknologi informasi memiliki probabilitas pengembalian atau pemberian manfaat yang berbeda-beda;

    3. Probabilitas diperolehnya keuntungan dari investasi teknologi informasi sangat bergantung dengan probabilitas keberhasilan implementasi; dan

  • 50

    4. Nilai riil yang didapat perusahaan sebagai manfaat dari implementasi teknologi informasi di kebanyakan kasus lebih kecil dari nilai manfaat yang diharapkan melalui hasil perhitungan.

  • 51

    9. Evaluasi Investasi dengan

    Metode Value Analysis

    Sering kali manfaat dari diimplementasikannya suatu aplikasi tertentu tidak dapat dibayangkan oleh para stakeholder karena kebanyakan dari mereka tidak memiliki latar belakang terkait dengan teknologi informasi. Untuk mengatasi keragu-raguan dalam melakukan investasi terhadap sebuah proyek teknologi informasi yang besar, pada tahun 1981, seorang praktisi teknologi Informasi bernama Keen memperkenalkan suatu metode evaluasi investasi yang diberi nama Value Analysis. Metode ini digunakan pertama kali oleh yang bersangkutan untuk membantu eksekutif dalam menilai tingkat manfaat dari implementasi aplikasi Decision Support System. Metode ini terdiri dari 8 (delapan) langkah yang terbagi menjadi dua tahap utama.

    Sumber: K een , 1981

    T A H A P P E M B A N G U N A N P R O T O T I P

    Obyektif dari tahap ini adalah melakukan perencanaan dan konstruksi sebuah prototip aplikasi kecil untuk memberikan gambaran atau ilustrasi kepada yang berkepentingan terhadap seperti apa bentuk aplikasi lengkap nantinya. Ada dua jenis prototip aplikasi yang dapat dibangun.

  • 52

    Pertama adalah prototip yang menggambarkan sebagian kecil modul dari sistem besar yang lengkap; sementara jenis kedua adalah prototip yang menggambarkan sebuah modul yang memiliki fitur lengkap dari sistem besarnya. Pada tahap ini, ada empat langkah utama yang harus dilakukan.

    Langkah pertama adalah melakukan identifikasi terhadap manfaat seperti apa yang dapat diperlihatkan atau ditunjukkan kepada para mereka yang berkepentingan. Dalam melakukan pengidentifikasian ini, sang perancang aplikasi haruslah jeli agar value atau manfaat yang hendak diperlihatkan benar-benar dapat dimengerti, relevan, dan kontekstual dengan calon pengguna. Contoh dari value yang dapat ditonjolkan di dalam prototip aplikasi adalah sebagai berikut:

    Seorang manajer agen penjualan real estate dapat melakukan pencarian terhadap rumah sesuai dengan profil, karakteristik atau spesifikasi khusus yang diminta oleh pelanggannya, seperti berdasarkan pada: lokasi, gaya arsitektur, jumlah kamar, luas bangunan, dan lain sebagainya;

    Seorang investor dapat melakukan investasi secara online ke seluruh bursa efek yang ada di dunia tanpa harus meninggalkan meja kerjanya;

    Seorang customer service dapat melakukan pemindahan rekening nasabah bank kapan saja dan dari mana saja secara mudah dan fleksibel;

    Seorang dokter dapat berkomunikasi dengan para pasiennya melalui tele-conference yang diinstalasi di rumah dan tempat praktek kerjanya;

    Seorang dosen dapat melakukan perkuliahan secara virtual di dunia maya yang dapat diikuti oleh seluruh mahasiswanya yang tersebar di berbagai belahan bumi; dan lain sebagainya.

    Berdasarkan tawaran value di atas, langkah kedua yang harus dilaksanakan adalah memperkirakan kisaran biaya maksimum berapa yang sanggup dikeluarkan oleh perusahaan atau investor untuk membuat prototip aplikasinya. Agar yang bersangkutan bersedia untuk mengalokasikan dana tersebut, ada baiknya prototip yang dikembangkan bukanlah merupakan

  • 53

    suatu sistem setengah jadi yang sifatnya coba-coba, tetapi dapat langsung dimanfaatkan sebagai sebuah modul kecil yang menjalankan sebuah proses bisnis tertentu.

    Katakanlah perusahaan telah sepakat untuk mengalokasikan uang sejumlah X rupiah untuk membangun aplikasi terkait. Jika biaya tersebut dianggap cukup oleh para pembuat prototip, maka langkah ketiga yang dilakukan adalah mengembangkan prototip aplikasi tersebut.

    Setelah prototip jadi, maka langkah keempat yang dilakukan adalah mendemokan atau memperlihatkan fitur dan keunggulan aplikasi tersebut kepada pihak-pihak yang berkepentingan, terutama mereka yang akan menggunakan dan memiliki kewenangan untuk memutuskan alokasi investasi. Dengan memperlihatkan prototip aplikasi ini, maka yang bersangkutan dapat secara jelas memperoleh gambaran manfaat intangible apa yang terkandung dan akan diperoleh perusahaan seandainya keseluruhan sistem berhasil dibangun dan diimplementasikan.

    T A H A P P E N G E M B A N G A N S I S T E M U T U H

    Dengan berasumsi bahwa manajemen merasa puas dengan hasil yang diperlihatkan oleh prototip aplikasi, maka langkah kelima yang kemudian harus dilakukan adalah melakukan perhitungan terhadap perkiraan total biaya yang dibutuhkan untuk membangun keseluruhan sistem yang dimaksud. Perlu diperhatikan bahwa yang harus dihitung adalah keseluruhan biaya secara lengkap (total cost of ownership), menyangkut biaya investasi, operasional, dan pemeliharaan sistem.

    Langkah keenam adalah membiarkan para pengambil keputusan untuk mempertimbangkan kelayakan total biaya yang dibutuhkan tersebut dengan keseluruhan manfaat yang telah mereka pahami melalui demo prototip aplikasi terdahulu.

    Berdasarkan pertimbangan di atas, maka jika yang bersangkutan menilai bahwa biaya tersebut sebanding dengan manfaat yang akan diperoleh, maka langkah ketujuh yang dilaksanakan adalah membangun aplikasi terkait secara utuh.

  • 54

    Akhirnya, setelah sistem tersebut jadi dan diimplementasikan, perlu dilakukan langkah kedelapan untuk me-leverage investasi yang telah dialokasikan, dalam bentuk perbaikan atau peningkatan fitur maupun fasilitas sistem utuh yang ada agar dapat memberikan lebih banyak manfaat bagi pemakainya.

  • 55

    10. Prinsip Dasar pada Konsep

    Information Economics

    Dalam paradigma moderen, manfaat implementasi teknologi informasi kerap dikaitkan dengan konsep value dalam bisnis. Hal ini disebabkan karena lebarnya spektrum dari value yang dimaksud, dari yang sifatnya tangible menuju intangible sampai dengan yang sifatnya quantifiable menuju unquantifiable. Marilyn Parker, Robert Benson, dan Trainor merupakan salah seorang praktisi teknologi informasi yang melakukan terobosan melalui teori information economics-nya sebagai salah satu cara yang hingga saat ini dinilai terakurat dalam kaitannya dengan proses analisa biaya dan manfaat implementasi teknologi informasi.