Strategi Membangun Desa/Kelurahan Tangguh Bencana Berbasis Kearifan/Potensi Lokal Pripun Carane Mbangun Desa Tangguh Pakdhe.. WAH MAS MAS.. KULO MANUT RAKYAT MAWON NEK PUN NGATEN MENIKO, YANG PENTING REGULASI JANGAN DILANGGAR By: Wawan Andriyanto (YP2SU) BNPB
26
Embed
Regulasi vis a vis praktek strategi membangun desa tangguh bencana
Bagaimana memaknai posisi sebuah regulasi dalam program pemberdayaan?
Ini sering menjadi ajang perdebatan di antara para pakar maupun praktisi. Bahkan, seringkali pemaknaan sepihak, hanya berkonsekuensi penerapan aturan yang "minimalis", alias "hanya sekedar memenuhi tujuan administratif"... Padahal, proses penerapan, evaluasi, dan pengembangan ide-ide baru itulah yang paling penting untuk ditekankan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Strategi Membangun Desa/Kelurahan Tangguh Bencana Berbasis Kearifan/Potensi Lokal
Pripun Carane Mbangun Desa
Tangguh Pakdhe..
WAH MAS MAS.. KULO MANUT RAKYAT
MAWON NEK PUN NGATEN MENIKO,
YANG PENTING REGULASI JANGAN
DILANGGAR
By: Wawan Andriyanto (YP2SU)
BNPB
UTAMA (LEVEL TERTINGGI) MADYA (LEVEL MEDIUM) PRATAMA (LEVEL TERENDAH)
a. Perdes atau perangkat hukum lain tentang PRB; b. Dokumen perencanaan PB yang telah dipadukan ke dalam RPJMDes dan dirinci ke dalam RKPDes; c. Forum PRB desa/Kelurahan d. Adanya tim relawan PB Desa/Kelurahan rutin terlibat aktif dalam kegiatan peningkatan kapasitas, pengetahuan dan pendidikan kebencanaan
a.Kebijakan PRB tengah dikembangkan; b.Perencanaan PB telah tersusun; belum terpadu ke dalam instrumen perencanaan desa; c. Forum PRB belum berfungsi penuh dan aktif; d. Adanya tim relawan PB Desa/Kelurahan yang terlibat dalam kegiatan peningkatan kapasitas, pengetahuan dan pendidikan kebencanaan bagi para anggotanya dan masyarakat pada umumnya, tetapi belum rutin dan tidak terlalu aktif;
a.kebijakan PRB di tingkat desa atau kelurahan baru upaya awal; b.Adanya upaya-upaya awal untuk menyusun dokumen perencanaan PB; c.Adanya upaya-upaya awal untuk membentuk forum PRB yang beranggotakan wakil-wakil dari masyarakat; d.Adanya upaya-upaya awal untuk membentuk tim relawan PB Desa/Kelurahan;
Cara BNPB memandang Desa/Kelurahan Tangguh Bencana (Perka BNPB 1/2012)
UTAMA MADYA PRATAMA
e.Adanya upaya-upaya sistematis pengkajian risiko, manajemen risiko dan pengurangan kerentanan, termasuk kegiatankegiatan ekonomi produktif alternatif untuk mengurangi kerentanan; dan f.Adanya upaya-upaya sistematis meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan serta tanggap bencana.
e.upaya pengkajian risiko, manajemen risiko dan pengurangan kerentanan, termasuk kegiatankegiatan ekonomi produktif alternatif untuk belum terlalu teruji; dan f. Upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan serta tanggap bencana yang belum teruji dan sistematis.
e.awal untuk mengadakan pengkajian risiko, manajemen risiko dan pengurangan kerentanan; dan f. adanya upaya-upaya awal untuk meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan serta tanggap bencana.
Cara BNPB memandang Desa/Kelurahan Tangguh Bencana (Perka BNPB 1/2012)-2
Pada Prakteknya....
a. Bagi Masyarakat Awam: Pengennya Simple, Peraturan itu ada untuk dilanggar...
b. Bagi (oknum) Pemerintah: Peraturan itu ada untuk dikompromikan dengan prosedur, administrasi, program dan dana yang dimiliki ...
c. Bagi Orang2 Kreatif (Pemerintah/ Masyarakat/Dunia Usaha) Peraturan adalah
Peluang/Celah menciptakan hal-hal baru...
Mengapa perlu kompromi? • Masyarakat lebih sering melihat sebuah Regulasi pada
penerapannya saja… Alias, apa yang terjadi secara riil di lingkungannya, itu menjadi persepsi tentang isi/substansi Regulasi;
• Pembuat Regulasi mempersepsikan aturan/ketentuan regulasi sesuai dengan apa yang ada dalam alam pikiran pada saat pembuatan Regulasi/Kebijakan dilakukan.
Sehingga...
• Pelaksananya harus mengkompromikan semua
kepentingan yang timbul dengan regulasi yang ada (substansi dan level implementasi).
Alias...
• Regulasi pembangunan hanya memposisikan diri sebagai kerangka dasar pembangunan. Dalam pelaksanaannya, sangat perlu berkompromi dengan potensi dan masalah lapangan.
• Kompromi perlu sebagai alat membangun kebersamaan gerak langkah, antara regulasi yang statis dengan kehidupan sosial yang dinamis, sehingga menjadi kekuatan bersama untuk maju.
Ilustrasi Citra Positif yang diperoleh dengan Regulasi Penanggulangan Bencana yang Kuat dan
Terbuka Pemerintah
Siap Siaga
Cepat Respon
dan Tepat
Respon
Komunikasi
dan
Koordinasi
Lancar
Korban cepat
Tertangani
Bantuan Merata
dan Adil
Masyarakat
tenang
Pengungsi
Terbantu
Citra Positif
Pemerintah
Citra Positif
DPRD Konstituen tidak
merasa Dilupakan Masyarakat
diberdayakan Relawan tertib
dan profesional Dunia Usaha
terlibat
PERSEPSI MASYARAKAT
Ilustrasi Dampak Regulasi Tanpa Kompromi
Source: www.google.com
Akhirnya Semua Pihak Jalan Sendiri-Sendiri; TIDAK
KOMPAK
Semua Tindakan Penanggulangan Bencana jadi terkesan
SERBA SALAH
Strategi Inisiasi Desa/Kelurahan Tangguh Bencana
• Pada prinsipnya, boleh membangun Desa/Kelurahan Tangguh Bencana “ala kita”, asalkan:
– Bermanfaat untuk mengurangi risiko bencana;
– Bermanfaat untuk masyarakat;
– Sesuai dan memberdayakan potensi lokal;
– Pelibatan aktif partisipasi sektor pemerintahan lainnya; (Misal: Kampung Siaga Bencana Kemensos-Permensos 128/2011, Desa Siaga Kemenkes, Program CSP – JRF, REKOMPAK KemenPU, dll)
– Sinergi dengan sumber daya lain;
– Tidak bertentangan dengan Regulasi Bencana yang ada;
Nb: kata tidak bertentangan berarti “pada asalnya semua boleh dilakukan sebelum dilarang/dibatasi”.
Pengalaman YP2SU
• Inisiasi Desa Tangguh di 2 Desa (Wonolelo-Mulyodadi) (2010-2011); dimulai pada saat tidak ada regulasi payungnya, tidak ada panduannya, dan tidak ada bahan mentah yang pasti;
• Pendampingan Desa Tangguh Bencana Tsunami di Kota Yogyakarta, Bantul dan Cilacap (2012-2013).
• Fasilitasi Kampung Tangguh Bencana 10 kampung di Kota Yogya, menuju Kelurahan Tangguh Bencana Utama Kota Yogyakarta (2013-...)
Desa Tangguh Bantul (2010) Desa Wonolelo (Pleret Bantul)
Lokasi: Kecamatan Pleret, Bantul, DIY;
Luas Wilayah: 453,4705 Ha; luas
daratan 185,7736 Ha (40% luas
lahan), luas perbukitan/pegunungan
267,6969 Ha (60% luas lahan); 8
dusun
Jumlah penduduk: 4,471 jiwa (2010);
Ancaman utama: tanah longsor,
gempa bumi, kekeringan, angin ribut,
kebakaran, banjir, epidemic, ancaman
sosial;
Potensi Utama: Gerakan masyarakat /
ormas, kesenian tradisional, hadroh,
budaya Islam, pengalaman menjadi
korban gempa bumi 2006.\
Desa Mulyodadi (B.Lipuro, Bantul)
Lokasi: Kec. Bambanglipuro,
Bantul, DIY;
Luas Wilayah: 644,7575 Ha;; 14
dusun, 4 kring;
Jumlah penduduk : 11.873 jiwa
(2010);
Ancaman utama: gempa bumi,
kekeringan irigasi, banjir, putting
beliung, tanggul longsor,
kebakaran, pencemaran air dan
lingkungan, penyakit menular,
bencana sosial;
Potensi Utama: Kesenian,
gerakan masyarakat/ormas,
pengalaman menjadi korban
bencana gempa bumi 2006.
Rp. 650 juta Nilai Program Rp.100 juta Hibah Komunitas Per
Desa Rp.350 juta biaya Program
1 Tahun lebih
Product and Strategies
A. AKTOR 1. Forum PRB Desa Mulyodadi 2. Forum PRB Desa Wonolelo
Sebagai “Badan Penanggulangan Bencana” Tingkat Desa W+M
B. REGULASI 1. Peraturan Desa W+M tentang Rencana Penanggulangan Bencana 5 tahun
2. SK Kades W+M tentang Rencana Aksi PRB;
3. SK Kades W+M tentang Rencana Kontinjensi Bencana;
4. SK Kades W+M tentang Forum PRB Desa
5. Perubahan RPJMDes Wonolelo
1. Dasar Perencanaan PB Desa;
2. Alat Advokasi Kebijakan PB; 3. Alat Integrasi PRB dengan
Perencanaan Pemerintah; 4. Pondasi Keberlanjutan; 5. Dukungan politis Pemdes; 6. Wadah Isu Lintas Sektoral; 7. Alat Mobilisasi Sumber
Daya Internal+External
KOMPONEN DESKRIPSI LONG TERM
BENEFIT
Keterangan: W : Wonolelo M : Mulyodadi
Products and Strategies (2)
C. PARTISIPASI 1) Multiaktor Pelaku Aktif PRBBK (perwakilan wilayah, gender, kelompok masyarakat, dll) dengan skema pengkaderan sejak awal;
2) Mobilisasi Sumber Daya non Program (Mis. Bantuan Alat Deteksi Dini Longsor dari UMY untuk Wonolelo)
1) Adanya Community Leaders PRB di tingkat Masyarakat;