Top Banner

of 92

Regulasi Dan Ruang

Jan 09, 2016

Download

Documents

Sukardi Ardi

pwk
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

REGULASI DAN RUANGKOTA

REGULASI DAN RUANG KOTA(Kasus disparitas ruang kota Makassar) *SYAHRIAR TATO*1. A.LATAR BELAKANGKesamaan pendapat dunia internasional bahwa aktivitas pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam dewasa ini telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan global, sehingga penjagaan kualitas lingkungan hidup sudah menjadi tanggung jawab semua negara, karena dampak negatifnya tidak lagi hanya jauh dari lokasi kegiatan. Dampak pembangunan, tidak dibatasi dengan batas-batas geografi dan administrasi suatu negara.

Berangkat dari pemahaman di atas maka, oleh bangsa-bangsa di dunia mengadakan suatu deklarasi yang disebut denganDeclaration of The United Nations Conference of the Human Enviroment di Stockholm, Tahun 1972 (Deklarasi Stokholm) sertaEarth Summitdi Rio de Janeiro, Brasil, Tahun 1992 yang menghasilkan Deklarasi Rio dan Agenda 21, yang mana telah memuat dan menegaskan berbagai prinsip dan rekomendasi tentang pentingnya konsepsi pembangunan berkelanjutan(sustainable development).Indonesia juga telah mencanangkan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap, dan berlanjut, dengan mengembangkan tata ruang dalam satu kesatuan tata ruang, dalam suatu tata lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan pembangunan berwawasan lingkungan yang berlandaskan pada Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional yang ada dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Dengan demikian maka, penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup seyogyanya berdasarkan .norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pembangunan perkotaan, merupakan bagian dari pembangunan nasional, harus berlandaskan asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan, dalam arti keseimbangan antara berbagai kepentingan, yaitu keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara kepentingan dunia dan akhirat, materil dan spiritual, jiwa dan raga, individu dan masyarakat.

Kota merupakan pusat konsentrasi permukiman dan aktivitas penduduk. Sebagai tempat konsentrasi penduduk, maka kota menjadi pusat inovasi kehidupan perkotaan. Kota berperan penting dan sangat dominan dalam penghidupan dan kehidupan warganya, dalam berbagai kegiatan ekonomi, sosial, politik dan tatanan budayanya. makin besar suatu kota, makin besar pula permasalahan perkotaan yang dihadapinya

Kota sebagai jantung perekonomian nasional memiliki peran yang sangat besar bagi pembangunan, dimana konstribusinya terhadap pemenuhan kebutuhan hidup warganya, melahirkan berbagai permasalahan, seperti kepadatan dan kemacetan lalu lintas, masalah pengelolaan sampah, masalah banjir, masalah ketertiban pemanfaatan ruang, perumahan kumuh dan terjadinya konflik karena adanya alih fungsi lahan.

Umumnya kota kota besar dan metropolitan mengalami permasalahan tata ruang, tidak saja karena kota sejak awal telah dibangun dan bertumbuh secara alami, akan tetapi perkembangan kota yang mengalami pertumbuhan pesat, sering lebih cepat dari konsep tata ruang yang diundangkan karena cepatnya laju pembangunan di perkotaan.

Meskipun kota kota pada umumnya telah dilengkapi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK), bahkan dengan perencanaan yang lebih detail dalam bentuk Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RTRWK, RDTRK) serta perencanaannya yang kedalamannya sudah sampai pada Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dan Zoning Regulation, namun pengalaman membuktikan bahwa rencana yang telah diundangkan tidak dijadikan sebagai rujukan dalam pemanfaatan ruang berupa pembangunan sarana gedung, perumahan maupun pembangunan sarana dan prasana kota lainnya.

Pengaturan pemanfaatan ruang merupakan salah satu kewenangan pemerintah, mulai tingkat pusat sampai tingkat daerah. Oleh karena itu, dalam proses pengaturan dan pemanfaatan ruang kota harus dilaksanakan secara bersama-sama, terpadu dan menyeluruh, dalam upaya mencapai tujuan pembangunan. seperti yang diamanahkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dalam Pasal 1 ayat 9 yang menyatakan bahwa: Pengaturan Penataan Ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi pemerintah, pemerintah daerah,dan masyarakat dalam penataan ruang.

Beberapa strategi pembangunan perkotaan yang termuat dalam RTRWK dan telah dijalankan ditemukan masih terdapat beberapa kelemahan, khususnya dalam pelaksanaan pemanfaatan ruangnya, implementasinya sering terjadi penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan. padahal penyelenggaraan penataan ruang seperti yang tercantum dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dalam Pasal 3 bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan, berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional dengan :

a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan.

b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia,dan

c. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Pengaturan dan pemanfaatan ruang merupakan salah satu kewenangan dari pemerintah, mulai tingkat pusat sampai tingkat daerah. proses pengaturan dan pemanfaatan ruang ini dilaksanakan secara bersama-sama, terpadu dan menyeluruh,dalam upaya mencapai tujuan pembangunan,sesuai amanah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada Bab II Pasal 2 yang menyatakan bahwa penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas :

1. Keterpaduan,

2. Keserasian, keselarasan, dan kesinambungan,

3. Keberlanjutan.

4. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan,

5. Keterbukaan,

6. Kebersamaan dan kemitraan,

7. Perlindungan kepentingan umum.

8. Kepastian hukum dan keadilan.

9. Akuntabilitas.

Pemanfaatan ruang kota yang terus tumbuh untuk membangun berbagai fasilitas perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri dan transportasi, selain dapat merubah konfigurasi alami lahan/bentang alam perkotaan, juga menyita lahan-lahan tersebut dalam berbagai bentukan pemanfaatan ruang lainnya. Hal tersebut umumnya dapat merugikan keberadaan ruang yang peruntukannya untuk kawasan lindung atau kawasan non budi daya, yang selama ini dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis.

Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat akan mempengaruhi berbagai macam aktifitas di dalam kota dan sebagai konsekuensinya akan berdampak pada pembangunan perkotaan itu sendiri. Sebagaimana yang diketahui bahwa daerah perkotaan berperan sebagai pusat aktivitas perekonomian yang mempunyai peran memberi stimulasi bagi pertumbuhan regional,inter-regional linkage,inter city systemdanurban and rural linkage.

Seperti halnya Kota Makassar, yang merupakan kota transit dan kota pelabuhan. Selain dari kedudukannya sebagai Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan,juga sebagai pusat pengembangan dan pelayanan di kawasan Timur Indonesia. Sebagai ibukota provinsi, pembangunan fisik yang sangat pesat, tidak hanya bertumbuh secara konsentris di pusat kota, tetapi akan berkembang secara merata sampai ke pinggiran kota. pembangunan yang pesat ini terkadang tidak lagi mengikuti konsep tata ruang yang sudah diundangkan, melainkan bertumbuh mengikuti keinginan para pelaku pembangunan itu sendiri. akibatnya kota bertumbuh kurang terkendali, yang berujung pada kesemberawutan dan ketidak seimbangan lingkungan.

Kota Makassar sebagai ibukota provinsi tentu saja sangat pesat pertumbuhan kotanya,dan tentu saja banyak tantangan yang dihadapi dalam membangun kotanya. Tantangan ini terkait dengan fenomena baru yang muncul karena pengaruh globalisasi dan perdagangan bebas. pengaruh akibat peningkatan drastis jumlah penduduk perkotaan yang menuntut peningkatan sarana dan prasarana fisik perkotaan, begitupun masalah keterbatasan lahan perkotaan, degradasi lingkungan dan kemiskinan kota merupakan masalah utama pemerintah kota untuk mengantisipasinya kedepan.

Pola pemanfaatan ruang kota Makassar pada dasarnya telah diatur dalam dokumen Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tahun 2001 dalam 9 bagian wilayah kota dengan pembagian fungsi yaitu fungsi utama dan fungsi penunjang. Kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar 2005-2015. tetapi dalam implementasi pemanfaatan ruangnya banyak terjadi pergeseran peran dan fungsi dari pemanfaatan ruangnya dan menyimpang dari seharusnya, seperti yang diatur dalam peraturan daerah tersebut. Terjadinya pergeseran fungsi, misalnya dari fungsi untuk perkantoran menjadi perdagangan, dari ruang terbuka hijau untuk publik menjadi ruang untuk perdagangan, atau perubahan dari fungsi utama menjadi fungsi penunjang atau sebaliknya.

Sebagaimana yang tercantum di dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Kota Makassar 2005-2015, bahwa ruang lingkup rencana tata ruang kota Makassar diatur sebagai berikut :

(1) Ruang Lingkup RTRW Kota mencakup strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah Kota sampai dengan batas ruang daratan, ruang lautan,dan ruang udara sesuai dengan peraturan per Undang-Undangan yang berlaku.

(2) RTRW Kota sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini berisi : 1. Asas, Visi dan Misi pembangunan, serta tujuan penataan ruang Kota Makassar; 2. Kebijakan dan strategi pengembangan tata ruang; 3. Struktur dan pola pemanfaatan ruang; 4. Pengelolaan kawasan lindung dan pemanfaatan kawasan budidaya; 5. Pengendalian pemanfaatan ruang; 6. Hak, kewajiban dan peran serta masyarakat.

Kemudian lebih dipertegas lagi dalam Pasal 3 yang menyatakan bahwa RTRW Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disusun berasaskan:

1. Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu,serasi, selaras, seimbang, berdaya guna, berhasil guna, berbudaya dan berkelanjutan.

2. Keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum.

Tata ruang sebagai perwujudan dari bentuk struktur pemanfaatan ruang yang terjadi karena adanya interaksi antar komponen supply dan demand yang mengikuti mekanisme sistem peraturan formal dan informal yang berlaku. umumnya sistem ini diadakan oleh pemerintah, ditambah dengan pola-pola mekanisme pasar yang umum. dalam pengaturan ini pemerintah melakukannya dengan perangkat aturan baik berupa peraturan dari pemerintah/daerah, maupun berupa insentif yang berupa investasi publik untuk infrastruktur umum.

Berkaitan dengan itu, keikut sertaan masyarakat dalam program penataan ruang, juga menjadi isu yang masih selalu diperdebatkan. Disatu pihak ada yang menyalahkan ketiadaan partisipasi masyarakat, dan dipihak lain, justru menuding pemerintah yang tidak aspiratif terhadap kebutuhan dan kepentingan rakyat.

Pembelaan terhadap ketidakberdayaan rakyat untuk berpartisipasi secara baik dalam rangka penciptaan tata ruang kota yang berkualitas, antara lain dilakukan yang mengemukakan bahwa, berbagai kondisi objektif yang menyebabkan kompleksitas masalah diperkotaan turut didorong oleh adanya unsur mempertahankan kehidupan sebagai unsur social utama yang mewarnai ketidakdisiplinan golongan miskin di kota untuk membangun pemukiman. Hal ini terkait erat dengan kesulitan kalangan miskin untuk menerima norma-norma hidup yang dipandang sebagai hal baku oleh masyarakat golongan menengah ke atas perkotaan, seperti ketertiban membangun dan pelestarian lingkungan.

Berlawanan dengan itu, adalah pengungkapan tentang kurangnya kesadaran hukum rakyat (pemakai hukum) sebagai kendala utama dalam rangka menciptakan lingkungan permukiman perkotaan yang aman, tertib, lancar dan sehat .

Dalam pelaksanaannya kemudian, dan sudah menjadi permasalahan klasik selama ini, adalah program-program pembangunan dan aktivitas yang berkembang seringkali tidak sejalan dengan rencana pemanfaatan ruang. yang pada gilirannya kemudian lalu menimbulkan kerusakan lingkungan dan ketidak seimbangan lingkungan, sehingga pada akhirnya berpengaruh pada pembangunan yang tidak berkelanjutan dan penurunan tingkat kesejahteraan kehidupan, maka dalam sistem tata ruang perlu diatur lebih jelas aspek perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian dalam suatu mekanisme kelembagaan, koordinasi, pelibatan masyarakat dan aturan hukum yang jelas.

Dari hasil review tata ruang kota makassar pada tahun 2008 terlihat begitu tingginya penyimpangan yang terjadi. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat demand untuk pemenuhan kebutuhan infrastruktur dan fasilitas yang dilakukan baik oleh dunia usaha, masyarakat, dan pemerintah padahal disatu sisi keterbatasan supply dan regulasi yang tidak optimal dalam proses pelaksanaan sehari-hari, sehingga permasalahan penataan perkotaan berakibat semakin kompleks,terlihat dalam fenomena, seperti:

1. Kekacauan penataan kota menyebar sampai pada daerah pinggiran

2. Penyebaran area perkotaan miskin tanpa fasilitas perkotaan

3. Kekacauan land use ( housing, industry, comercial, dll)

4. Buruknya lingkungan hidup di perkotaan

5. Permasalahan harga tanah dan tumpang tindih hak kepemilikan

6. Pertumbuhan penduduk yang sulit dikendalikan,terutama karena pengaruh urbanisasi dan daya tarik kehidupan perkotaan

B.Penataan Ruang kota.Pertumbuhan penduduk di suatu negara menuntut pemerintahnya untuk mampu menyediakan berbagai sarana dan pemenuhan hidup rakyatnya. Kewajiban pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut, terutama negara menganut pahamWelfare state, sebagaimana Indonesia.

Bagi Indonesia, keanekaragaman pemanfaatan sumber daya alam dalam usaha memacu pertumbuhan yang mendukung pemerataan serta peningkatan pertumbuhan ekonomi, diupayakan sejalan dengan kemampuan alam Indonesia yang beraneka ragam dan kebutuhan masyarakat yang semakin beraneka ragam sekali,

Campur tangan pemerintah dalam urusan masyarakat tersebut sesungguhnya merupakan peran sentral, tetapi bukan berarti rakyat berpangku tangan, tanpa peran dan partisipasi sama sekali. Pemerintah merupakan pemegang otoritas kebijakan publik yang harus memainkan peranan penting untuk memotivasi seluruh kegiatan.

Wilayah negara Indonesia terdiri dari wilayah nasional sebagai suatu kesatuan wilayah provinsi dan wilayah kabupaten/kota yang masing-masing merupakan sub-sistem ruang menurut batasan administrasi. Dapat digambarkan bahwa di dalam sub-sistem tersebut terdapat sumber daya manusia dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dengan sumber daya buatan, dengan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda.

Aktivitas pembangunan di atas tentu saja memerlukan lahan dan ruang sebagai tempat untuk menampung kegiatan dimaksud. Ini berarti berhubungan erat dengan masalah lingkungan tempat aktivitas pembangunan tersebut berlangsung. Penggunaan lahan oleh setiap aktivitas pembangunan sedikitnya akan mengubah rona lingkungan awal menjadi rona lingkungan baru, sehingga terjadi perubahan kesinambungan lingkungan, yang kalau tidak dilakukan penggarapan secara cermat dan bijaksana, akan terjadi kemerosotan kualitas lingkungan, merusak dan bahkan memusnakan kehidupan habitat tertentu dalam ekosistem bersangkutan.

Melihat kondisi tersebut di atas, pembangunan di Indonesia, khususnya di beberapa wilayah perkotaan tertentu, harus memiliki suatu perencanaan atau konsep tata ruang, yang dulu disebut denganmaster Plan, di mana konsep tersebut sebagai arahan dan pedoman dalam melaksanakan pembangunan, sehingga masalah-masalah yang akan timbul yang diakibatkan dari hasil pembangunan akan diminimalisir. Namun demikian, konsep tata ruang sebagai pedoman dan arahan pembangunan sebagian besar masih menunjukkan hasil yang sesuai dengan tujuan dan arahan yang ditetapkan. Apabila kita melihat hasil pembangunan kota-kota yang memiliki rencana dapat dikatakan hampir sama saja dengan hasil pembangunan kota yang tanpa rencana, sehingga dapat menimbulkan kesan dengan atau tanpa rencana kota hasilnya akan sama saja.

Permasalahan ini akan menjadi permasalahan hukum yang sangat mendasar karena Pasal 33 ayat (3) UUD NKRI 1945, yang menghendaki kita untuk menggunakan dan memanfaatkan bumi, air dan kekayaan alam yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Oleh karena itu wilayah kesatuan Republik Indonesia harus dapat dimanfaatkan serta didayagunakan secara efektif dengan memperhatikan nilai-nilai konsepsi dasar manusia, masyarakat, serta ekosistem yang ada di Indonesia. Selain itu juga permasalahan lain yang timbul yaitu pada sistem pemerintahan Indonesia, dimana saat ini terjadi perubahan dengan terdistribusinya kewenangan pemerintah pusat ke daerah dalam berbagai kegiatan pembangunan. Apalagi setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana daerah diberikan keleluasaan untuk mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya yang dimilikinya.

Agar dalam memahami permasalahan tersebut tidak keluar dari kerangka UUD NKRI 1945, maka perlu kiranya kita kembali kepada pemikiran yang fundamental mengenai tujuan dari negara Republik Indonesia yang terdapat di dalam Pembukaan UUD NKRI 1945 yang berbunyi sebagai berikut:

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia ..

Tujuan pembangunan nasional Indonesia untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 telah mencapai berbagai kemajuan termasuk di bidang ekonomi dan moneter, sebagaimana tercermin pada pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan tingkat inflasi yang terkendali. Sementara itu, dalam pembangunan tersebut terdapat kelemahan struktur dan sistem perekonomian Indonesia yang menimbulkan penyimpangan-penyimpangan antara lain ketidakhati-hatian dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan pada suatu kawasan atau ruang tertentu. Hal tersebut semakin diperparah dengan kurang memadainya perangkat hukum, lemahnya penegakan hukum sehingga mengakibatkan banyaknya disparasi dalam implementasi pemanfaatan ruangnya, pada akhirnya terjadi penyimpangan dari rencana tata ruang wilayah yang telah diatur dalam peraturan daerah yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena hingga saat ini belum ada satu Undang-Undang pun yang merumuskan secara yuridis apa sanksi terhadap pelanggaran terhadap peraturan daerah yang bersangkutan.

Terhadap persoalan ini, menjadi relevan dimunculkan pertanyaan kapan suatu pelanggaran Undang-Undang tata ruang dapat dijerat dengan ketentuan peraturan dan perundangan yang berlaku?. Kemudian dalam hal-hal apa tindak pelanggaran tata ruang dapat dijerat dengan ketentuan tindak pidana?.

Aturan hukum yang memuat asaslex specialis derogate legi generalidilihat menurut teori sistem hukum dariB. TerrHart, termasuk kategorirule of recognition. Mengingat asas ini mengatur aturan hukum mana yang diakui syah sebagai suatu aturan yang berlaku. Dengan demikian, asas ini merupakan salah satusecondary rules, yang sifatnya bukan mengatur perilaku sebagaimanaprimary rules, tetapi mengatur (pembatasan) penggunaan kewenangan (aparat) negara dalam mengadakan suatu represi terhadap pelanggaran atas aturan tentang perilaku tersebut.

Sebagai asas yang mengatur penggunaan kewenangan, dilihat dari teori tentangcriminal law policydariAncel, asaslex specialis derogat legi generalimerupakan asas hukum yang menentukan dalam tahap aplikasi (application policy). Artinya, persoalannya bukan berkenaan dengan perumusan suatu kebijakan tentang hukum (formulation policy), tetapi berkenaan dengan game-rules dalam penerapan hukum. Dalam hal ini, asas ini menjadi penting bagi aparat penegak hukum apakah suatu peristiwa akan diterapkan aturan yang ini atau yang itu. Sementara, yang ini atau itu tersebut ditentukan oleh manakah aturan diantara aturan-aturan tersebut yang bersifat umum, sedangkan manakah aturan-aturan yang lain yang bersifat khusus.

1. 1.Pengertian Ruang menurut Undang UndangMenurut Undang Undang nomor 26 tahun 2007 Pasal 1 ayat 1 : adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut,dan ruang udara,termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,tempat manusia dan makhluk lain hidup,melakukan kegiatan,dan memelihara kelangsungan hidupnya.sedangkan Ruang menurut Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2006 tentang rencana tata ruang kota Makassar Pasal 1 ayat 2 adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.

Pengertian Tata Ruang menurut undang undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 2 memberi defenisi bahwa Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang, sedangkan peraturan daerah Nomor 6 tahun 2006 memberi pengertianTata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak.Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang;

Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional; Wilayah Kota adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Ruang dapat diartikan sebagai wadah kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya dan sebagai sumber daya alam. Ruang baik sebagai wadah maupun sebagai sumber daya alam terbatas. Sebagai wadah ia terbatas pada besaran wilayah, sedangkan sebagai sumber daya, ia terbatas daya dukungnya. Oleh karena itu menurut Komar Kantaatmadja, pemanfaatan ruang perlu ditata agar tidak terjadi pemborosan dan penurunan kualitas ruang.

Sedang menurut D. A. Tisnaamidjaja, yang dimaksud dengan pengertian ruang adalah wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas hidup yang layak.

Ruang sebagai salah satu tempat untuk melangsungkan kehidupan manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupan manusia, juga sebagai sumber daya alam merupakan salah satu karunia Tuhan kepada bangsa Indonesia. Dengan demikian ruang wilayah Indonesia merupakan suatu asset yang harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan bangsa Indonesia secara terkoordinasi, terpadu dan seefektif mungkin dengan memperhatikan factor-faktor lain seperti, ekonomi, social, budaya, hankam, serta kelestarian lingkungan untuk mendorong terciptanya pembangunan nasional yang serasi dan seimbang.

Ruang (space) diartikan pula sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfera, tempat hidup tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Ruang dapat merupakan suatu wilayah yang mempunyai batas geografi yaitu batas menurut keadaan fisik, sosial, atau pemerintahan yang terjadi dari sebagian permukaan bumi dan lapisan tanah dibawahnya serta lapisan udara di atasnya.

Pasal 1 Undang-UndangNo.26Tahun 2007, menyatakan bahwa ruang terbagi ke dalam beberapa kategori, yang diantaranya adalah:

1. Ruang daratan adalah ruang yang terletak di atas dan dibawah permukaan daratan, termasuk permukaan perairan darat dan sisi darat dari garis laut terendah.

2. Ruang lautan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari sisi laut dari sisi laut terendah termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya, di mana Negara Indonesia memiliki hak yuridisdiksinya.

3. Ruang udara adalah ruang yang terletak di atas ruang daratan dan atau ruang lautan sekitar wilayah Negara dan melekat pada bumi, di mana Negara Indonesia memiliki hak yurisdiksi.

Dalam Perda Nomor 6 Tahun 2006 Pasal 2 Ayat 1 disebutkan bahwa ruang lingkup RTRW kota mencakup strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah kota sampai dengan batas ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1. 2.Pengertian Kota dan PerkotaanPengertian kota sebagaimana yang dikemukakan oleh Ilhami , bahwa yang disebut dengan kota adalah: kelompok orang-orang dalam jumlah tertentu hidup dan bertempat tinggal bersama dalam suatu wilayah geografis tertentu berpola hubungan rasional, ekonomis dan individualistis.

Pengertian Kota secara struktural adalah suatu area/daerah atau wilayah yang secara administratif memiliki batas-batas dengan di dalamnya terdapat komponen-komponen yang meliputi, antara lain: penduduk dengan ukuran tertentu, sistem ekonomi, system sosial, sarana maupun infrastruktur yang kesemuanya merupakan kelengkapan keseluruhan.

Pengertian Kota secara fungsional adalah merupakan pusat pemukiman penduduk maupun pertumbuhan dalam system pengembangan kehidupan sosial kultural yang luas.

Bintarto mengemukakan bahwa pengertian kota ditinjau dari segi geografis dapat diartikan: suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis, atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alam dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya.

Dalam Pasal 1 sub 10 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dinyatakan bahwa : Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Lebih lanjut dinyatakan mengenai kebijakan pengembangan penataan ruang kota dalam Perda No. 6 Tahun 2006, Pasal 7 sebagai berikut:

1. Memantapkan fungsi Kota Makassar sebagai Kota Maritim, Niaga, Pendidikan, Budaya dan jasa berskala nasional dan internasional;

2. Memperioritaskan arah pengembangan kota ke arah koridor Timur, Selatan, Utara dan Membatasi pengembangan ke arah Barat agar tercapai keseimbangan ekosistem.

3. Melestarikan fungsi dan keserasian lingkungan hidup di dalam penataan ruang dengan mengoptimalkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

4. Mengembangkan sistem prasarana dan sarana kota yang berintegrasi dengan sistem regional, nasional dan internasional.

C.Konsepsi Hak Menguasai oleh Negara dalam Penataan RuangHak penguasaan negara termanifestasi dalam mengatur, mengurus dan mengawas. Implementasinya antara lain pada rencana (Het Plan) yang merupakan keseluruhan tindakan yang saling berkaitan dari tata usaha negara yang mengupayakan terlaksananya keadaan tertentu yang tertib/teratur .

Hak Menguasai oleh Negara diatur pada Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa : Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Budi Harsono mengemukakan bahwa hak menguasai oleh negara didasarkan pada teori, negara tanpa harus menjadi pemilik tanahpun, selaku penguasa dapat memberikan tanah-tanah yang dikuasai itu, asal ada peraturan perundang-undangan yang memberikan kewenangan untuk itu.

Dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 pada Pasal 2 ayat (2) dalam mengimplentasikan Hak Menguasai oleh Negara dimana memberikan wewenang kepada negara untuk :

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa;

2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai, bumi air dan ruang angkasa.

Adapun kewenangan negara tersebut diatur lebih lanjut dalam Pasal 14 UUPA yang menyatakan bahwa, Pemerintah membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan, bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan yang terkandung di dalamnya :

1. Untuk keperluan negara.

2. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya.

3. Untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lainnya kesejahteraan.

4. Untuk memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu.

5. Untuk memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.

Berdasarkan rencana umum tersebut Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan yang terkandung di dalamnya. Implementasi hal kewenangan tersebut diatur dalam Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 pada Pasal 1 sub 2 dan 3 menyatakan bahwa : Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Sedang apa yang dimaksud dengan Penataan Ruang adalah: Proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Kartasasmita menyatakan bahwa, Penataan Ruang secara umum mengandung pengertian sebagai suatu proses yang meliputi proses perencanaan, pelaksanaan atau pemanfaatan tata ruang, dan pengendalian pelaksanaan atau pemanfaatan ruang yang harus berhubungan satu sama lain.

Rapoport menyatakan bahwa Tata Ruang adalah suatu yang berada di dalam ruang sebagai wadah penyelenggaraan kehidupan.

D.Perencanaan Tata Ruang KotaPerencanaan Tata Ruang dilakukan guna menentukan arah pengembangan yang akan dicapai dilihat dari segi ekonomi, sosial, budaya, daya dukung dan daya tamping lingkungan, serta fungsi pertahanan keamanan; mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam suatu wilayah perencanaan; perumusan perencanaan tata ruang, dan penetapan rencana tata ruang.

Menurut Budihardjo, penyusunan rencana tata ruang harus dilandasi pemikiran perspektif menuju keadaan pada masa depan yang didambakan, bertitik tolak dari data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknlogi yang dapat dipakai, serta memperhatikan keragaman wawasan kegiatan tiap sektor.

Perencanaan kota adalah kegiatan penyusunan dan peninjauan kembali rencana-rencana kota. Sedangkan rencana kota merupakan rencana yang disusun dalam rangka pengaturan pemanfaatan ruang kota yang terdiri atas Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) dan Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK).

Dalam pelaksanaan pembangunan di daerah kota diperlukan rencana tata ruang yang menjadi pedoman bagi pemerintah daerah untuk menetapkan lokasi kegiatan dan pembangunan dalam memanfaatkan ruang. Pedoman tersebut digunakan pula dalam penyusunan program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di daerah tersebut dan sekaligus menjadi dasar dalam pemberian rekomendasi pengarahan pemanfaatan ruang, sehingga sesuai dengan rencana tata ruang kota yang sudah ditetapkan.

Implikasi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 nampak pada Pasal 4 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 yaitu kebutuhan tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum harus sesuai dan berdasarkan pada rencana umum tata ruang yang telah ditetapkan. Bagi daerah yang belum menetapkan rencana umum tata ruang, pengadaan tanah dilakukan berdasarkan perencanaan wilayah atau kota yang telah ada.

Berkenaan dengan pelaksanaan pembangunan, dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dinyatakan bahwa pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang. Serta dinyatakan pula bahwa dalam menerbitkan izin atau kegiatan wajib diperhatikan rencana tata ruang dan pendapat masyarakat.

Budihardjo menyatakan bahwa Pembangunan berkelanjutan dapat dimaksudkan sebagai pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka, juga bahwa pembangunan yang membutuhkan sumber daya tidak terbatas dihadapkan pada ketersediaan sumber daya seperti konflik pemanfaatan ruang dalam hal ini konflik penggunaan lahan sehingga penggunaan lahan harus dikendalikan.

Ibrahim berpendapat, Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan suatu piranti manajemen pengelolaan kota yang sangat diperlukan oleh manajer kota untuk memastikan bahwa perencanaan tata ruang dan pelaksanaan pemanfaatan ruang berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Perencanaan tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan dua sisi dari suatu mata uang. Pengendalian pemanfaatan tata ruang akan berlangsung secara efektif dan efisien bilamana telah didahului dengan perencanaan tata ruang yang valid dan berkualitas. Sebaliknya rencana tata ruang yang tidak dipersiapkan dengan mantap akan membuka peluang terjadinya penyimpangan fungsi ruang secara efektif dan efisien dan pada akhirnya akan menyulitkan tercapainya tertib ruang sebagaimana telah ditetapkan dalam rencana tata ruang.

Deakin, menyebutkan bahwa Manajemen pertumbuhan dikedepankan karena beberapa hal seperti : (1) Permintakatan (zoning) kurang mampu dalam membentuk pertumbuhan, mengendalikan penjadwalan/rentang waktu, menghadapi masalah pendanaan dan lingkungan; (2) Kesulitan memenuhi sarana pelayanan dan infrastruktur yang telah menelan banyak biaya meskipun dengan menaikkan pajak; (3) Terjadinya urban sprawl, polusi udara, hilangnya ruang-ruang terbuka dan persawahan, menyebabkan diberlakukannya aturan-aturan penatagunaan tanah seperti larangan aneksasi lahan, membuat garis batas wilayah perkotaan, daerah sabuk hijau (greenbelt area), dan perlindungan daerah pertanian.

Disisi lain Smith, menyatakan bahwa Pengendalian pemanfaatan lahan sangat erat hubungannya dengan manajemen pertumbuhan (growt management). Tujuan/sasaran pengendalian penggunaan lahan adalah manejemen pertumbuhan yang dilaksanakan melalui empat perangkat/instrument yaitu : (1) Instrumen pengaturan (regulatory tools) seperti permitakatan, perizinan lokasi, perizinan bangunan; (2) Instrumen kebijakan penempatan fasilitas pelayanan umum untuk mengarahkan pembangunan (public service location) seperti fasilitas infrastruktur; (3) Instrumen sumber-sumber pendapatan (revenue sources) seperti pajak; (4) Instrumen pengeluaran/belanja langsung dan tidak langsung pemerintah (government expenditure) seperti pembelian lahan dan insentif pajak perumahan.

Devas dan Rakodi menyatakan bahwa banyak pihak berpendapat bahwa pemerintah harus campur tangan untuk mengendalikan, menata keadaan dengan alasan kegagalan mekanisme pasar menciptakan hasil yang memuaskan masyarakat secara keseluruhan, antara lain kegagalan menghasilkan hasil social yang diinginkan, munculnya eksternalitas negative, dan ketidakmerataan pelayanan.

Lebih lanjut disebutkan bahwa pada kenyataan banyak campur tangan pemerintah dalam pembangunan kota justru tidak tepat dan tidak memuaskan. Bahkan dapat diperkirakan bahwa sebab utama kegagalan pengendalian pemanfaatan ruang adalah karena tidak adanya kurangnya kemampuan politik yang kuat dan dukungan masyarakat yang memadai.

Branch, menyatakan Sistem permintakatan (zoning) merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk menetapkan penggunaan lahan atau mengatur kegiatan yang diizinkan di atas sebidang lahan. Pada umumnya setiap mintakat disertai dengan batasan-batasan dan/atau persyaratan tertentu yang secara rinci diterapkan untuk setiap penggunaan bangunan yang akan didirikan di atas persil tertentu dalam mintakat tertentu.

Rencana Tata Ruang Wilayah selanjutnya dapat disingkat RTRW merupakan hasil perencanaan pembangunan yang telah ditetapkan di peringkat Kota. Kawasan adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta memiliki ciri tertentu. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan Budi Daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan.

Kawasan Hijau adalah ruang terbuka hijau yang terdiri dari kawasan hijau lindung dan hijau binaan Kawasan Hijau Lindung adalah bagian dari kawasan hijau yang memiliki karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan habitat setempat maupun untuk tujuan perlindungan wilayah yang lebih luas. Kawasan Hijau Binaan adalah bagian dari kawasan hijau di luar kawasan hijau lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui penanaman, pengembangan, pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan dan didukung fasilitasnya yang diperlukan baik untuk sarana ekologis maupun sarana sosial Kota yang dapat didukung fasilitas sesuai keperluan untuk fungsi penghijauan tersebut yang diatur dalam Pasal 15 Perda No. 6 Tahun 2006 yang terdiri dari 13 ayat dan Pasal 49 sampai Pasal 50 yang mengatur mengenai rencana pengembangan kawasan hijau di Kota Makassar.

Kawasan Tangkapan Air adalah kawasan atau areal yang mempunyai pengaruh secara alamiah atau binaan terhadap keberlangsungan badan air seperti waduk, situ, sungai, kanal, pengolahan air limbah dan lain-lain, hal ini diatur dalam Pasal 44 Perda Nomor 6 Tahun 2006. Kemudian Pasal 51 dan 52 mengatur tentang Kawasan Permukiman adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan permukiman atau tempat tinggal/hunian beserta prasarana dan sarana. Dalam Pasal 53 diatur tentang Kawasan Bangunan Umum adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan perkantoran, perdagangan, jasa, pemerintahan dan fasilitas umum/fasilitas sosial beserta fasilitas penunjangnya dengan Koefisien Dasar Bangunan lebih besar dari 20% (dua puluh persen).

Kawasan Bangunan Umum Koefisien Dasar Bangunan Rendah (KDB) adalah kawasan yang secara keseluruhan Koefisien Dasar Bangunannya maksimum 20% (dua puluh persen) diatur dalam Pasal diatur dalam Pasal 54. Kawasan Pusat Kota adalah KT yang tumbuh sebagai pusat Kota dengan percampuran berbagai kegiatan, memiliki fungsi strategis dalam peruntukannya. Kawasan Permukiman Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pemusatan dan pengembangan permukiman atau tempat tinggal/hunian beserta prasarana dan sarana lingkungannya yang terstruktur secara terpadu; Kawasan Pelabuhan Terpadu adalah KT yang diarahkan sebagai kawasan yang memberi dukungan kuat dalam satu sistem ruang yang bersinergi terhadap berbagai kepentingan dan kegiatan yang lengkap berkaitan dengan aktivitas kepelabuhanan dan segala persyaratannya. Pasal 57 ayat 4 mengatur Kawasan Bandara Terpadu KT yang dan diperuntukkan sebagai kawasan yang memberi dukungan kuat dalam satu sistem ruang yang bersinergi terhadap berbagai kepentingan dan kegiatan yang lengkap berkaitan dengan aktivitas bandara dan segala persyaratannya.

Kawasan Maritim Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan kemaritiman yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid hal ini diatur dalam Pasal 57 ayat 5 Perda No.6 Tahun 2005.

Kawasan Industri Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan industri yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid yang diatur dalam Pasal 57 ayat 6 Perda No.6 Tahun 2006.

Pasal 57 ayat 7 mengatur mengenai Kawasan Pergudangan Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan pergudangan yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid. Selanjutnya Pasal 57 ayat 8 diatur akan Kawasan Pendidikan Tinggi Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan pendidikan tinggi yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid.

Dalam Pasal 57 ayat 9 mengatur Kawasan Penelitian Terpadu adalah yang diarahkan diperuntukkan sebagai kawasan dengan dan pengembangan berbagai kegiatan yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid. Kawasan Budaya Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan budaya yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid.

Kawasan Olahraga Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan olahraga yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid dan diatur dalam Pasal 57 ayat 11 Perda No. 6 Tahun 2006.

Pada Pasal 57 ayat 12 dan 13 Perda No. 6 Tahun 2006 diatur akan Kawasan Bisnis dan Pariwisata Terpadu Adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan bisnis dan pariwisata yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang . Kawasan Bisnis dan Pariwisata Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan bisnis dan pariwisata yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid. Kawasan Bisnis Global Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan bisnis global yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid.

Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri; Industri selektif adalah kegiatan industri yang kriteria pemilihannya disesuaikan dengan kondisi Makassar sebagai Kota Maritim, Niaga, Pendidikan Budaya dan Jasa, yakni industri yang hemat lahan, hemat air, tidak berpolusi, dan menggunakan teknologi tinggi.

Tujuan adalah Nilai-nilai dan kinerja yang mesti dicapai dalam pembangunan Wilayah Kota berkaitan dalam kerangka visi dan misi yang telah ditetapkan. Strategi Pengembangan adalah Langkah-langkah penataan ruang dan pengelolaan Kota yang perlu dilakukan untuk mencapai visi dan misi pembangunan Wilayah Kota yang telah ditetapkan.

Ruang Terbuka Hijau yang diatur dalam Pasal 15 Perda No. 6 Tahun 2006 selanjutnya dapat disebut RTH adalah Kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana Kota/lingkungan, dan atau pengaman jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Sedangkan rencana struktur pemanfaatan ruang wilayah kota menurut peraturan daerah nomor 6 tahun 2006 Pasal 13 dijabarkan kedalam struktur pemanfaatan ruang kota meliputi : 1. Rencana persebaran penduduk; 2. Rencana pengembangan kawasan hijau; 3. Rencana pengembangan kawasan permukiman; 4. Rencana pengembangan kawasan bangunan umum; 5. Rencana pengembangan kawasan industri; 6. Rencana pengembangan kawasan pergudangan; 7. Rencana pengembangan sistem pusat kegiatan; 8. Rencana pengembangan sistem prasarana; 9. Rencana intensitas ruang.

Selanjutnya rencana persebaran penduduk tertuang dalam Pasal 14,sebagai berikut:

(1) Untuk mewujudkan tata ruang bagian wilayah yang ideal, maka ditetapkan kebijakan persebaran penduduk dimasing-masing Kota sebagai berikut:

1. Jumlah Penduduk Kawasan Pusat Kota pada Tahun 2015 dibatasi atau dikendalikan sampai sekitar 272.144 jiwa;

2. Jumlah Penduduk Kawasan Permukiman Terpadu dibatasi atau dikendalikan sampai sekitar 206.922 jiwa;

3. Jumlah Penduduk Kawasan Pelabuhan Terpadu dibatasi atau dikendalikan sampai sekitar 94.373 jiwa;

4. Jumlah Penduduk Kawasan Bandara Terpadu dibatasi atau dikendalikan sampai sekitar 92.576 jiwa;

5. Jumlah Penduduk Kawasan Maritim Terpadu dibatasi atau dikendalikan sampai sekitar 44.381 jiwa;

6. Jumlah Penduduk Kawasan Industri Terpadu dibatasi atau dikendalikan sampai sekitar 104.160 jiwa;

7. Jumlah Penduduk Kawasan Pergudangan Terpadu dibatasi atau dikendalikan sampai sekitar 56.049 jiwa;

8. Jumlah Penduduk Kawasan Pendidikan Tinggi Terpadu dibatasi atau dikendalikan sampai sekitar 238.775 jiwa;

9. Jumlah Penduduk Kawasan Penelitian Terpadu dibatasi atau dikendalikan sampai sekitar 21.073 jiwa;

10. Jumlah Penduduk Kawasan Budaya Terpadu dibatasi atau dikendalikan sampai sekitar 20.359 jiwa;

11. Jumlah Penduduk Kawasan Olahraga Terpadu dibatasi atau dikendalikan sampai sekitar 101.278 jiwa;

12. Jumlah Penduduk Kawasan Bisnis dan Pariwisata Terpadu dibatasi atau dikendalikan sampai sekitar 24.219 jiwa.

13. Jumlah Penduduk Kawasan Bisnis Global Terpadu dibatasi atau dikendalikan sampai sekitar 114.398 jiwa.

Sedangkan dalam ayat (2) Persebaran dan kepadatan penduduk menurut 13 kawasan terpadu Kota di masing-masing kawasan diarahkan.

D.Pendekatan Perilaku Alih Fungsi LahanHadi Sabari Yunus , menyatakan Perubahan alih fungsi lahan dipengaruhi oleh daya tarik tempat, antara lain: (1) Masih luasnya tanah yang tersedia di daerah pemekaran; (2) masih rendahnya harga tanah di daerah pemekaran, sehingga mendorong penduduk untuk tinggal di daerah tersebut; (3) Suasana yang lebih menyenangkan terutama didaerah pemekaran yang masih mempunyai kondisi lingkungan yang bebas dari polusi; (4) Adanya pendidikan yang mengambil lokasi luar kota; (5) Mendekati tempat kerja.

Perubahan penggunaan pada dasarnya adalah peralihan fungsi lahan yang tadinya untuk peruntukan tertentu menjadi peruntukan tertentu pula (yang lain). Dengan adanya perubahan penggunaan lahan, daerah tersebut mengalami perkembangan, terutama adalah pada perkembangan jumlah sarana fisik baik berupa perekonomian, jalan maupun sarana dan prasarana lainnya.

Selain distribusi perubahan penggunaan lahan akan mempunyai pola-pola perubahan penggunaan lahan. pada distribusi perubahan penggunaan lahan pada dasarnya dikelompokkan menjadi

1. Pola memanjang mengikuti jalan,

2. Pola mengikut sungai

3. Pola radial

4. Pola tersebar

5. Pola memanjang mengikuti garis pantai

6. Pola mengikuti rel kereta api.

Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi pola perubahan penggunaan lahan tersebut, pada dasarnya adalah karakteristik dari kondisi topografi dan potensi masing-masing daerah.

Dalam penggunaan lahan baik untuk perumahan maupun untuk pertanian harus diperhitungkan beberapa unsure alam seperti ketinggian tempat, ketersediaan air dan lain sebagainya sehingga diharapkan akan tercipta keseimbangan dan keserasian dalam tata guna lahan dan diperoleh manfaat yang optimal dari penggunaannya dan menjaga kelestariannya.

Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang yang direncanakan maupun tidak direncanakan. Wujud struktural adalah susunan unsur-unsur pembentukan rona lingkungan alam, sosial dan buatan secara hirarkis dan struktural berhubungan antara satu dengan lainnya sehingga membentuk tata ruang, diantaranya meliputi hirarki pusat pelayanan seperti pusat kota, prasarana jalan, dan sebagainya. Pola pemanfaatan ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang menggambarkan ukuran fungsi serta karakter kegiatan manusia atau kegiatan alam diantaranya pola lokasi, sebaran pemukiman, industry, dan pertanian serta pola penggunaan tanah pedesaan dan perkotaan.

Bintarto, menyatakan bahwa penggunaan lahan dan tata ruang dapat dipelajari dengan menggunakan suatu metode pendekatan tertentu. Dalam geografi terpadu untuk mendekati atau menghampiri masalah geografi digunakan berbagai macam pendekatan yang secara ekplisit dituangkan kedalam beberapa analisis di bawah ini :

a) Analisa Keruangan (spatial Analysis) yaitu mempelajari perbedaan-perbedaan lokasi mengenai sifat-sifat penting, yang memperhatikan penyebaran penggunaan ruang yang telah ada dan penyediaan ruang yang akan digunakan untuk berbagai kegunaan yang direncanakan.

b) Analisa Ekologi (ecological analysis) yaitu pendekatan yang memperhatikan interaksi organism hidup dengan lingkungan.

c) Analisa Kompleks Wilayah (regional complex analysis) yaitu suatu pendekatan yang merupakan kombinasi atau gabungan antara analisa keruangan dengan analisa ekologi.

E.Kecenderungan Perubahan Penggunaan LahanPengertian perubahan penggunaan lahan menurut Pierce, adalah merupakan alih fungsi/konversi atau mutasi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumber daya lahan dari suatu penggunaan ke penggunaan lainnya. Namun, sebagai suatu terminology dalam kajian-kajian ekonomis, pengertiannya terutama difokuskan pada proses dialihgunakannya lahan dari penggunaan lahan agraris (kedesaan) menjadi penggunaan lahan yang non-agraris (kekotaan). Proses penggunaan lahan ini melibatkan baik reorganisasi struktur fisik kota secara internal maupun ekspansinya ke arah luar.

Fenomena perubahan penggunaan lahan agraris (kedesaan) menjadi lahan non-agraris (kekotaan), secara teoritis dapat dijelaskan dalam konteks ekonomika lahan yaitu, menempatkan sumber daya lahan sebagai factor produksi. Karena karakteristiknya, maka secara alamiah akan terjadi persaingan dalam penggunaan lahan untuk berbagai aktivitas. Kondisi seperti ini dapat menjadi suatu perubahan dalam penggunaan lahan yang mengarah pada aktivitas yang mempunyailand rentpaling tinggi. Secara sederhana dapat dikatakan persediaan lahan relative tetap, sementara permintaan terus bertumbuh dengan cepat, terutama di kawasan perkotaan. Pertumbuhan kebutuhan akan lahan itu didorong oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas social ekonomi yang menyertainya. Interaksi antara permintaan dan penawaran lahan inilah nantinya menghasilkan pola penggunaan lahan mengarah pada aktivitas yang paling menguntungkan. Dalam konteks inilah fenomena perubahan penggunaan lahan agraris (kedesaan) menjadi penggunaan lahan yang non-agraris (kekotaan) tidak dapat dihindari.

Terjadinya fenomena perubahan pemanfaatan lahan agraris menjadi penggunaan lahan non-agraris tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor yang umumnya terjadi diberbagai tempat diantaranya:

1. 1.Pertumbuhan PendudukSuatu wilayah yang memiliki keunggulan komparatif karena statusnya, seperti ibu kota, akan bertumbuh dan berkembang. Awalnya memang hanya berstatus ibu kota, namun karena akses menuju ke ibu kota dibangun dipermudah dengan membuat jalan, maka semakin lama ibu kota menjadi aglomerasi berbagai kegiatan. Penduduk daerah lain yang mengetahui ada sumber mata pencaharian, mulai berdatangan untuk mengadu nasib. Pada saat itulah proses urbanisasi sedang terjadi. Pertumbuhan penduduk kota dapat meningkat secara drastis, dan kebanyakan dihuni kelompok usia produktif.

Keadaan tersebut menuntut penyediaan lahan untuk menampung aktivitas penduduk, dan tidak menutup kemungkinan pihak ibu kota harus menyediakan sarana pemukiman untuk menampung mereka. Karena lahan di kota pemanfaatannya terbatas dan relative mahal perolehannya, maka dengan terpaksa mereka yang kalah bersaing dalam mendapatkan lahan, mengubah guna lahan yang tersedia menjadi area pemukiman.

1. 2.Pertumbuhan EkonomiMaju tidaknya suatu daerah biasanya diukur berdasarkan laju pertumbuhanProduct Domestic Regional Bruto(PDRB) dalam kurun waktu tertentu. Pada dasarnya pertumbuhan ekonomi daerah akan mendorong peningkatan permintaan lahan untuk berbagai keperluan, seperti : industri, pertanian, jasa dan kegiatan lainnya. Oleh karena persediaan lahan tidak berubah dalam suatu wilayah, maka perubahan atau pertumbuhan ekonomi tersebut akan menggeser peranan sector pertanian ke sector industry dan jasa yang juga memerlukan lahan untuk kegiatannya. Keadaan demikian, lahan agraris akan mendapat tekanan permintaan untuk penggunaan bagi kepentingan kegiatan diluar sector agraris tersebut.

Perubahan penggunaan lahan menjadi bentuk penggunaan lainnya, tidak terlepas dari situasi ekonomi secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyebabkan beberapa factor ekonomi lainnya tumbuh dengan cepat. Pertumbuhan sector tersebut akan membutuhkan lahan yang lebih luas.

Apabila lahan yang belum terbangun tersebut letaknya berdekatan dengan pusat pertumbuhan, maka cepat atau lambat area tersebut akan berubah penggunaan lahannya, baik untuk pemikuman, pabrik-pabrik atau untuk sector jasa. Lokasi terjadinya perubahan penggunaan lahan yang didasarkan pada factor peningkatan ekonomi biasanya terletak di areal lahan yang belum terbangun dan bersifat agraris (kedesaan) yang dilalui jalan. Pola pemukiman seperti ini membentuk tipe pita linear mengikuti jalan.

1. 3.Nilai JualSegala aktivitas manusia tidak terlepas dari lahan sebagai factor akativitas produksi. Beberapa hal yang mempengaruhi nilai jual yaitu : 1) Lokasi lahan, semakin dekat dengan akses jalan, biasanya semakin mahal, makanya tidak mengherankan, lahan yang dekat dengan jalan cenderung mengalami perubahan lahan yang cepat. Selain dekat dengan jalan, juga karena lahan tersebut terletak di wilayah perkotaan. 2) intensitas permintaan dan persaingan dalam mendapatkan lahan semakin tinggi.

Reksohadiprojo, memberi pengertian nilai lahan dan sewa lahan berhubungan erat dengan jasa yang dihasilkan oleh karena penggunaan lahan sebagai suatu aktiva.

Lahan disebut aktiva fisik dan memiliki nilai karena memberi hasil selama waktu tertentu. Begitu juga sewa lahan, akan memiliki nilai jasa yang dihasilkan oleh lahan selama periode tertentu apabila dimanfaatkan oleh orang lain dengan perjanjian sewa. Rupanya harga telah menentukan permintaan atas lahan serta mempengaruhi intensitas persaingan untuk mendapatkan lahan. Meski harga lahan masuk dalam perhitungan biaya dalam suatu proses produksi, namun bila sudah didapatkan, dalam jangka panjang lahan menjadi unsur modal yang sering kurang mendapat perhitungan.

1. 4.Kebijakan PemerintahTerjadinya perubahan penggunaan lahan, juga tidak terlepas dari penetapan kebijakan pemerintah. Kebijakan tersebut misalnya adanya privatisasi pembangunan kawasan industry, pembangunan pemukiman skala besar, kota baru dan deregulasi investasi perizinan. Pihak swasta dalam proses pembebasan tanah sulit menyatukan lahan yang terpisah-pisah apalagi hamparan lahan tersebut sebagian telah dibangun pemukiman. Kondisi tersebut tentu tidak menguntungkan investor, karena memerlukan biaya besar untuk pembebasan tanah, maka mereka cenderung memilih lahan luas yang kosong, misalnya hutan, rawa dan lahan pertanian.

Privatisasi pembangunan kawasan industry maupun penentuan kawasan-kawasan lain, tertuang dalam rencana tata ruang yang telah tetapkan oleh pemerintah. Kadang-kadang penentuan kawasan tata ruang ini, tidak terlepas dari pengaruh politik, tawar menawar antara legislative, eksekutif dan para investor tidak menutup kemungkinan, demi meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), pemerintah melonggarkan aturan penataan ruang dengan memberi ijin investor membangun kawasan industri di lahan produktif misalnya. Sebab seperti diketahui bersama pihak swasta sebagai investor, orientasinya adalah keuntungan (profit oriented),sehingga dalam mengalokasikan kegiatan tentunya memilih lokasi yang menguntungkan.

F.Perizinan Pemanfaatan RuangPerizinan pemanfaatan ruang adalah salah satu bentuk pengendalian pemanfaatan ruang yang bertujuan untuk menjaga agar pemanfaatan ruang dapat berlangsung sesuai dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang yang disepakati antara rakyat dan pemerintah dapat juga merupakan kebijakan operasional pemanfaatan ruang, berkaitan dengan penetapan lokasi, kulaitas ruang, hukum adat dan kebiasaan yang berlaku, biasanya diselenggarakan oleh Bupati/Walikota di wilayah kaupaten/kota.

Perizinan pemanfaatan ruang sedikitnya memiliki hierarki yang antara lain sebagai berikut: (1) Perizinan peruntukan dan perolehan lahan, berkaitan dengan penetapan lokasi investasi dan perolehan tanah dalam bentuk izin lokasi; (2) Perizinan pengembangan pemanfaatan lahan berkaitan dengan rencana pengembangan kualitas ruang dalam bentuk persetujuansite plan; (3) Perizinan mendirikan bangunan berkaitan dengan pengambangan tata bangunan dalam bentuk IMB mengenai penertiban dan mekanisme perizinan diatur dalam Pasal 66-67 Perda No. 6 Tahun 2006.

G.Pertimbangan Aspek Lingkungan dalam Prosedur PerizinanSalah satu aspek dalam penataan ruang menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 adalah pengendalian ruang, yang secara praktis dapat diterjemahkan dalam bentuk perizinan terhadap segala bentuk pemanfaatan lahan atau ruang. Pengelolaan lingkungan hidup disuatu wilayah tidak hanya berkaitan dengan penataan ruang dalam penyusunan saja, tetapi juga dalam pelaksanaan, pemantauan, dan pengendaliannya.

Dalam pengelolaan lingkungan hidup wilayah, prosedur perizinan yang berkaitan dengan penataan ruang dapat merupakan sarana dalam mengaitkan secara resmi berbagai pertimbangan tentang lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan.

Beberapa prosedur mengenai bentuk perizinan dalam rangka pengendalian terhadap pelaksanaan produk penataan ruang dan cukup potensial untuk dimuati dengan pertimbangan tentang lingkungan hidup antara lain adalah prosedur memperoleh izin lokasi, izin usaha, izin perencanaan (planning permit), dan izin mendirikan bangunan (IMB).

1. Izin lokasi, di wilayah-wilayah yang sudah memiliki rencana tata ruang, izin lokasi ditujukan untuk mengendalikan pelaksanaan pembangunan, agar sesuai dengan yang telah direncanakan. Tentunya hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah memasukkan pertimbangan tentang lingkungan hidup.

2. Izin usaha, prosedur memperoleh izin usaha sangat potensial untuk digunakan sebagai sarana untuk memasyarakatkan aturan yang terkait dengan kegiatan dampak lingkungan. Setidaknya semua pemrakarsa usaha dagang dan industry dapat dituntut untuk menyertakan UPL (Upaya Pemantauan Lingkungan), dan UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan) terhadap calon lokasi usaha yang akan dilaksanakannya sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha, karena pemberian izin usaha mempertimbangkan masalah lokasi dan gangguan yang akan ditimbulkan.

3. Izin Mendirikan Bangunan (IMB), izin mendirikan bangunan sangat tepat untuk digunakan sebagai kendali terhadap persyaratan yang telah ditetapkan untuk membangun sesuai dengan standar-standar yang ditentukan dalam rencana tata ruang kota. IMB diperlukan untuk mengendalikan aspek pelaksanaan Tata Ruang Kota.

.

II.KOTAMAKASSAR DAN DISPARITAS PEMANFAATAN RUANG KOTA1. A.Wajah Kota Makassar1. 1.Kondisi GeografisSecara geografis Kota Makassar berada pada bagian barat Provinsi Sulawesi Selatan yang terletak pada koordinat 1190, 32 59, Bujur Timur dan 40, 8 19 Lintang Selatan dengan ketinggian antara 0-25 meter dari permukaan laut. Secara administrative Kota Makassar terdiri dari 14 kecamatan, meliputi 142 kelurahan, dengan luas 175,77km2atao 0,28% dari luas Provinsi Sulawesi Selatan.

Adapun batas batas wilayah adminstratif Kota Makassar sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Maros;

Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Takalar;

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Maros, dan Kabupaten Gowa;

Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar.

Jumlah penduduk Kota Makassar pada tahun 2007 tercatat sekitar 1.223.540 jiwa yang terdiri dari 557.529 jiwa laki-laki dan 573.734 jiwa perempuan dan pada tahun 2008 jumlah penduduk yang tercatat sebanyak 1.253.656 jiwa yang terdiri dari 601.304 jiwa laki-laki dan 652.352 jiwa perempuan sehingga laju pertumbuhan penduduk Kota Makassar adalah rata-rata 1,65 %.

Penyebaran penduduk Kota Makassar tidak merata disetiap kecamatan dimana populasi tertinggi berada di kecamatan Tamalate dengan jumlah penduduk 129.967 jiwa sedangkan populasi terendah berada pada kecamatan Ujung Tanah dengan jumlah penduduk 45.807 jiwa.

1. 2.Sosial EkonomiPertumbuhan ekonomi suatu wilayah pada dasarnya dimaksudkan untuk mencapai tujuan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat peningkatan pendapatan masyarakat dapat diketahui dengan beberapa cara salah satu diantarannya adalah dari hasil perhitungan pendapatan regional (PDRB).

Pertumbuhan ekonomi Kota Makassar terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data BPS Kota Makassar bahwa Product Domestic Regional Bruto (PDRB) Kota Makassar tahun 2008 mencapai angka 15,17 Trilyun rupiah atau mengalami peningkatan, pada tahun 2006 yang nilainya 6.232,6 miliar rupiah

1. 3.Sosial BudayaKondisi sosial budaya salah satu cermin kehidupan masyarakat kota Makassar merupakan kota yang masyarakatnya heterogen disebabkan oleh pembaruan penduduk yang beraneka ragam mulai dari suku Makassar, Bugis, Toraja, Mandar, Cina, Jawa dan Papua ini disebabkan karena Kota Makassar merupakan pusat pertemuan migrasi untuk kawasan Indonesia bagian barat dan timur. Walaupun Kota Makassar terdiri dari pembauran berbagai suku namun masyarakatnya masih menghargai dan menghormati antar sesama masyarakat yang ada di Kota Makassar.

1. B.Tinjauan Kebijakan Tata Ruang Kota Makassar1. 1.Rencana Tata Ruang (RTRW) Kota MakassarPola perkembangan dan struktur tata ruang Kota Makassar pada dasarnya ditekankan pada dorongan aspirasi dan pembangunan masyarakat di Kota Makassar, juga dengan adanya upaya untuk bentuk antisipasi dari kemungkinan perkembangan yang akan muncul ke depan. Selanjutnya atas dasar pertimbangan perkembangan kota tersebut maka secara garis besar struktur ruang Kota Makassar ditetapkan pada pembagian peran dan fungsi dari 13 (tiga belas) kawasan terpadu, 7 (tujuh) kawasan khusus serta 1 (satu) kawasan prioritas berdasarkan revisi RTRW Kota Makassar 2006-20016 (Bappeda Kota Makassar, 2006) dengan mempertimbangkan 9 (Sembilan) aspek utama yaitu : 1. Pengembangan pola persebaran penduduk; 2. Pengembangan kawasan hijau; 3. Pengembangan kawasan pemukiman; 4. Pengembangan kawasan bangunan umum; 5. Pengembangan kawasan industry; 6. Pengembangan kawasan pergudangan; 7. Pengembangan system pusat kegiatan; 8. Pengembangan system prasarana dan 9. Pengembangan pola intensitas ruang .

Sedangkan rencana fungsi struktur tata ruang Kota Makassar telah ditetapkan dalam 9 (Sembilan) BWK yang didalamnya berdasarkan batas administrasi kecamatan dengan luas, fungsi utama dan fungsi penunjang yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel.2Pembagian BWK Tata Ruang Kota MakassarNo.BWKKecamatanLuas (Ha)Fungsi UtamaFungsi Penunjang

1.

AUjung Pandang,

Makassar, Wajo, Mariso, Mamajang dan Bontolala1.331Pusat perdangan Niaga (CBD) dan Jasa Sosial- Rekreasi,Perhotelan

- Pemerintahan Kota

- Pemukiman

- Hutan /Taman Kota

2.BUjung Tanah594Transportasi Laut

(Pelabuhan)- Pariwisata tirta/bahari

- Militer

- Permukiman

3.CTamalate2.021Rekreasi pantai & Jasa Pariwisata- Perdagangan

- Permukiman

- Pendidikan Tinggi

- Transportasi darat (AKDP)

- Hutan/Taman Kota

4.DRappocini923Jasa Pelayanan

Sosial/Umum- Perkantoran(negeri/swasta)

- Perdagangan

- pemukiman

5.EPanakkukang1.705Pusat perdagangan dan jasa sosial- Perkantoran

- Pendidikan Tinggi

- Pemukiman

- Transportasi darat (terminal angkot)

- Hutan Kota

6.FManggala2.414Permukiman- Jasa Pelayanan Sosial

- Pendidikan Tinggi

- Pariwisata/Rekreasi

- Ruang terbuka hijau/taman kota

7.GTallo583Pariwisata dan ruang terbuka (hutan/taman kota)- Jasa pelayanan social/umum

- Permukiman

- Taman/hutan kota

8.HTamalanrea3.184Pendidikan tinggi dan permukiman- Industri

- Perdagangan

- Jasa pelayanan social/ kesehatan/umum

9.IBiringkanaya4.822Industri dan Permukiman- Transportasi darat (terminal AKAP)

- Ruang terbuka hijau dan pekuburan

Sumber : Bappeda Kota Makassar,2008Selanjutnya untuk lebih jelasnya dapat dilihat dipeta pada gambar 1, tentang rencana struktur ruang Kota Makassar Tahun 2006-2016. Kecenderungan arah pengembangan Kota Makassar sangat erat kaitannya dengan adanya desakan fungsi tertentu yang menempati lahan perkotaan, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan fisik terutama pola penggunaan lahan kota. Sehingga untuk mengimbangi perkembangan penduduk dan kebutuhannya, Pemerintah Kota Makassar memanfaatkan perkembangan tersebut dengan membuat pengelompokan jenis-jenis kegiatan tertentu yang didalamnya sudah mencakup fungsi kota seperti permukiman, jasa pelayanan, perdagangan, pendidikan, kesehatan, industri dan lain sebagainya.

Selain itu, kecenderungan perkembangan ruang fisik Kota Makassar mengacuh pada prinsip dasar rencana struktur tata ruang. Perkembangan yang terjadi dapat dilihat dari adanya kecenderungan orientasi kegiatan pemanfaatan lahan.

1. 2.Pesebaran PendudukPertumbuhan penduduk Kota Makassar yang cukup pesat memberi pengaruh yang cukup signifikan bagi perkembangan Kota Makassar. Berdasarkan data perkembangan jumlah penduduk Kota Makassar pada Tahun 2004 2008 (BPS, 2009) yang tercatat adalah jumlah sebanyak 1.253.656 jiwa yang terdiri dari 601.304 jiwa laki-laki dan 652.352 jiwa perempuan sementara itu jumlah penduduk Kota Makassar pada tahun 2007 tercatat sebanyak 1.235.239 jiwa sehingga dengan demikian maka laju pertumbuhan penduduk Kota Makassar adalah 1,65%.

Sedangkan komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat ditunjukkan dengan rasio jenis kelamin, rasio jenis kelamin penduduk Kota Makassar yaitu sekitar 92,17 persen, yang berarti setiap 100 jiwa penduduk wanita terdapat 92 jiwa penduduk laki-laki. Selain itu pola pesebaran penduduk yang tercipta dan tersebar di 14 (empat belas) wilayah kecamatan, secara umum masih terkonsentrasi di wilayah kecamatan Tamalate, yaitu sebanyak 152.197 jiwa atau sekitar 12,14 persen dari total penduduk, disusul kecamatan Rappocini sebanyak 142.958 jiwa, (11,40 persen). Kecamatan Panakkukang sebanyak 134.548 jiwa (10,72 persen), dan yang terendah adalah kecamatan Ujung Pandang sebanyak 28.637 jiwa (2,28 persen) (Makassar dalam Angka).

Kepadatan penduduk Kota Makassar yang tercatat, tertinggi ada di wilayah kecamatan Makassar sebesar 32.900 jiwa/km2, dan kecamatan Mariso sebesar 30.009 jiwa/km2, sedangkan untuk kepadatan terendah adalah kecamatan Tamalanrea sebesar 2.800 jiwa/km2, dan kecamatan Biringkanaya dengan tingkat kepadatan hanya sebesar 2.670 jiwa/km2. Dengan demikian, kecamatan yang tingkat kepadatan penduduknya rendah, masih memungkinkan untuk dikembangkan sebagai kawasan terbangun untuk pemenuhan kebutuhan hunian penduduk yang dilengkapi prasarana dan sarana penunjangnya, dengan berpedoman pada arahan struktur tata ruang KotaMakassar.Lajupertumbuhan dan perkembangan jumlah penduduk yang tersebar di 14 (empat belas) wilayah kecamatan dalam Kota Makassar pada Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel. 3Jumlah, Pertumbuhan dan Kepadatan PendudukKota Makassar Tahun 2008.

No.KecamatanLuasWilayah(km2)Penduduk(jiwa)Laju Per-tumbuhan (%) 2007-2008Kepadatan (jiwa/km2)

20072008

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.Ujung Pandang

Wajo

Bontoala

Makassar

Mariso

Mamajang

Rapocini

Panakkukang

Ujung Tanah

Tallo

Tamalate

Manggala

Tamalanrea

Biringkanaya263,0

199,0

210.0

252,0

182,0

225,0

923,0

1.705,0

594,0

583,0

2.021,0

2.414,0

3.184,0

4.822,028.206

34.504

60.850

81.645

53.825

59.533

140.822

132.479

47.723

133.148

150.014

97.556

87.817

126.83928.637

35.011

61.809

82.907

54.616

60.394

142.958

134.548

48.382

135.315

152.179

99.008

89.143

128.7310,39

0,32

1,05

0,43

0,86

0,32

1,64

1,21

1,18

2,00

2,16

2,91

1,55

3,4510.889

17.593

29.433

32.900

30.009

26.842

15.488

7.891

8.145

23.210

7.531

4.101

2.800

2.670

Kota Makassar17.577,01.223.5401.253.6561,657.132

Sumber : BPS Kota Makassar 2007 & 2008Dengan melihat pesebaran penduduk yang tergambar pada tabel tersebut di atas maka, kelihatan bahwa kepadatan penduduk terletak di BWK A yang seharusnya pada fungsi utama merupakan pusat perdagangan dan niaga (CBD) dan jasa sosial sehingga dalam pengambilan kebijakan dalam pembangunan sering khususnya dalam pemberian izin pembangunan akan menyalahi RTRWK Kota Makassar.

Kecamatan yang paling kecil kepadatan penduduknya adalah kecamatan Biringkanaya yaitu hanya 2.670 per km2 dan disusul oleh kecamatan Tamalanrea dengan kepadatan penduduknya yaitu 2.800 per km2. Dari data tersebut di atas terlihat bahwa pemerintah tidak mampu menyediakan suatu keseimbangan di dalam mengantisipasi laju dan pesebaran penduduk yang seimbang.

Kepala Dinas Kependudukan Kota Makassar (P. Sinaga) menyatakan bahwa adanya pesebaran penduduk yang tidak merata itu adalah suatu fenomena suatu kota di Negara-negara berkembang hal mana disebabkan oleh tata ruang yang disusun untuk kepentingan pemerintah yang berkuasa pada saat itu (wawancara tanggal 10 November 2009).

Tata ruang seyogyanya disusun/direncanakan dalam suatu kerangka pentahapan oleh suatu badan yang betul-betul merancang kota untuk masa depan bukan untuk kepentingan sesaat hal ini disampaikan oleh (Andi Oddang Wawo) Kepala Bagian Tata Ruang Kota Makassar (wawancara tanggal 3 November 2009).

1. 3.Kawasan Ruang Terbuka HijauPerencanaan suatu kota atau wilayah yang berkesinambungan sangat diperlukan suatu komitmen dari pemerintah maupun masyakat untuk terjaganya suatu lingkungan yang asri dan nyaman.

Dalam ayat 2 Pasal 15 Perda No. 6 Tahun 2006, disebutkan bahwa Kawasan hijau adalah ruang yang terdiri dari kawasan lindung dan hijau binaan. Ruang terbuka hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana kota/lingkungan, dan atau pengaman jaringan sarana prasarana, dan atau budidaya pertanian.

Dalam kepentingan perencanaan dan pengembangan kawasan hijau di Kota Makassar di bagi dalam kawasan hijau lindung dan kawasan hijau binaan. Kawasan hijau lindung adalah bagian dari kawasan hijau yang memiliki karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui penanaman, pengembangan, pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan dan didukung fasilitasnya baik yang berupa saran yang berwujud ekologis maupun sarana social kota yang dapat didukung fasilitas sesuai untuk fungsi penghijauan tersebut.

Pasal 15 Perda Nomor 6 Tahun 2006 tentang RTRW Kota Makassar menyatakan bahwa, pengembangan kawasan hijau lindung dilakukan melalui pembinaan kawasan sesuai dengan fungsinya, meliputi: Kawasan pesisir pantai Utara Kota sebagai kawasan hutan bakau dan kawasan hilir Sungai Tallo sebagai kawasan hutan bakau dan area pembibitan mangrove.

Sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 yang dimaksud dengan kawasan hijau binaan meliputi:

1. RTH berbentuk areal dengan fungsi sebagai fasilitas umum;

2. RTH berbentuk jalur untuk fungsi pengaman, peneduh, penyangga dan atau keindahan lingkungan.

Pengembangan kawasan hijau binaan yang dijabarkan dalam 13 kawasan terpadu dengan persentase luas ruang terbuka hijau sebagai berikut:

1. Persentase luas ruang terbuka hijau pada Kawasan Pusat Kota ditargetkan sebesar 5% (lima persen) dari luas kawasan pusat Kota, dengan arahan pengembangannya sebagai berikut:

1. Mengembangkan jalur hijau berbunga di sepanjang jalan dalam pusat kota serta hijau produktif di pekarangan;

2. Mengembangkan jalur hijau terbuka di sepanjang bagian barat pantai Makassar;

3. Mempertahankan lahan pemakaman (Perkuburan Arab, Baroanging, Dadi, dan Maccini) dan lapangan olah raga yang ada (Lapangan Hasanuddin, dan Karebosi);

4. Meningkatkan ruang terbuka hijau di daerah permukiman padat (Kawasan Lette, Baraya dan Abu Bakar Lambogo);

5. Melestarikan taman-taman lingkungan di kawasan permukiman (Taman Gatot Subroto, Safari, Segitiga Balaikota, Segitiga Hassanuddin, Segitiga jalan Masjid Raya, Segitiga Pasar Baru, Segitiga Pualam, Segitiga Ratulangi, Segitiga Tugu Harimau, dan THR Kerung-Kerung) serta pengadaan RTH Umum melalui program perbaikan lingkungan, peremajaan di beberapa kawasan dalam pusat kota;

6. Mendorong pengembangan areal budidaya tanaman hias sebagai RTH sementara pada lahan tidur;

7. Mendorong penanaman pohon-pohon besar/pelindung pada halaman rumah, ruas jalan, pinggir Sungai Jeneberang terutama pada lingkungan padat.

8. Persentase luas ruang terbuka hijau pada Kawasan Permukiman Terpadu ditargetkan sebesar 7% (tujuh persen) dari luas kawasan pemukiman terpadu, dengan arahan pengembangannya sebagai berikut:

1. Menata kawasan resapan air di daerah Balang Tonjong;

2. Menata dan mengembangkan jalur hijau berbunga disepanjang jalan dalam kawasan permukiman terpadu serta hijau produktif di pekarangan;

3. Mempertahankan lahan pemakaman (Perkuburan Islam Panaikang dan Taman Makam Pahlawan) dan lapangan olah raga yang ada (Lapangan Hertasning);

4. Meningkatkan ruang terbuka di daerah permukiman padat pada Kawasan Sukaria dan sekitarnya dan Perumnas Toddopuli dan sekitarnya;

5. Melestarikan taman-taman lingkungan di kawasan permukiman serta pengadaan RTH Umum melalui program perbaikan lingkungan, peremajaan di beberapa kawasan;

6. Mendorong pengembangan areal budidaya tanaman hijau produktif sebagai RTH sementara pada lahan tidur;

7. Mendorong penanaman pohon-pohon besar/pelindung pada halaman rumah, ruas jalan, pinggir Sungai Jeneberang terutama pada lingkungan padat;

8. Persentase luas ruang terbuka hijau pada Kawasan Pelabuhan Terpadu ditargetkan sebesar 7% (tujuh persen) dari luas kawasan pelabuhan terpadu, dengan arahan pengembangannya sebagai berikut:

1. Mendorong peningkatan ruang terbuka hijau pada areal reklamasi pengembangan pelabuhan Soekarno-Hatta, yang sekaligus berfungsi sebagai sarana sosialisasi;

2. Menata bagian hilir muara Sungai Tallo;

3. Mempertahankan lahan pemakaman Perkuburan Raja-Raja Tallo dan lapangan olah raga yang ada (Lapangan Sabutung-Koptu Harun);

4. Menata dan mengembangkan jalur hijau berbunga di sepanjang jalan dalam kawasan pelabuhan terpadu serta hijau produktif di pekarangan;

5. Meningkatkan ruang terbuka hijau di daerah permukiman padat Sabutung Barukang dan sekitarnya;

6. Melestarikan lingkungan permukiman dengan pengadaan RTH Umum pada Kawasan Sabutung-Barukang dan sekitarnya melalui program perbaikan dan peremajaan lingkungan;

7. Mendorong pengembangan areal budidaya tanaman hijau produktif sebagai RTH sementara pada lahan tidur;

8. penanaman pohon-pohon besar/pelindung pada halaman rumah, ruas jalan, pinggir Sungai Tallo terutama pada lingkungan padat.

9. Persentase luas ruang terbuka hijau pada Kawasan Bandara Terpadu ditargetkan sebesar 15% (lima belas persen) dari luas kawasan bandara terpadu, dengan arahan pengembangannya sebagai berikut:

1. Mengamankan RTH di sekitar Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Bandar Udara Hasanuddin dengan budi daya pertanian;

2. Menata dan mengembangkan jalur hijau berbunga di sepanjang jalan serta hijau produktif di pekarangan;

3. Mempertahankan lahan pemakaman Sudiang dan lapangan olah raga yang ada dalam kawasan bandara terpadu;

4. Mengembangkan penghijauan di -pusat permukiman dalam kawasan bandara udara terpadu seperti Kawasan Perumnas Sudiang, Perumahan Pemerintah Provinsi dan kompleks-komplek perumahan lainnya dalam kawasan ini;

5. Mendorong peningkatan ruang terbuka hijau di daerah permukiman berkelompok yang terdapat dalam kawasan terpadu ini;

6. Melestarikan taman-taman lingkungan di kawasan permukiman serta pengadaan RTH Umum melalui program perbaikan lingkungan, peremajaan di beberapa kawasan;

7. Mendorong pengembangan areal budidaya tanaman hias sebagai RTH sementara pada lahan tidur;

8. Mendorong penanaman pohon-pohonbesar/pelindung pada halaman rumah, ruas jalan, terutama pada lingkungan permukiman.

10. Persentase luas ruang terbuka hijau pada Kawasan Maritim Terpadu ditargetkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari luas kawasan maritim terpadu, dengan arahan pengembangannya sebagai berikut:

1. Mengembangkan jalur hijau terbuka di sepanjang garis pantai Utara Makassar;

2. Menata dan mengembangkan jalur hijau berbunga di sepanjang jalan serta hijau produktif di pekarangan;

3. Melestarikan taman-taman lingkungan di kawasan permukiman serta pengadaan RTH Umum melalui program perbaikan lingkungan, peremajaan di beberapa wilayah;

4. Mendorong pengembangan areal budidaya tanaman hijau produktif sebagai RTH sementara pada lahan tidur;

5. Mendorong penanaman pohon-pohon besar/pelindung pada halaman rumah, ruas jalan, terutama pada lingkungan permukiman.

11. Persentase luas ruang terbuka hijau pada Kawasan Industri Terpadu ditargetkan sebesar 7% (tujuh persen) dari luas kawasan industri terpadu, dengan arahan pengembangannya sebagai berikut:

1. Menata jalur hijau binaan di sepanjang jalan tol Makassar;

2. Menata dan mengembangkan jalur hijau berbunga di sepanjang jalan dalam kawasan;

3. Mendorong tersedianya ruang terbuka hijau yang seimbang pada areal kawasan industri;

4. Melestarikan taman-taman lingkungan di dalam kawasan industri dan kawasan permukiman sekitarnya serta pengadaan RTH Umum melalui program perbaikan lingkungan, peremajaan di beberapa kawasan;

5. Mendorong penanaman pohon pada halaman rumah, ruas jalan, pinggir Sungai Tallo terutama pada lingkungan permukiman.

12. Persentase luas ruang terbuka hijau pada Kawasan Pergudangan Terpadu ditargetkan sebesar 5% (lima persen) dari luas kawasan pergudangan terpadu, dengan arahan pengembangannya sebagai berikut:

1. Menata jalur hijau di sepanjang jalan tol Makassar;

2. Menata bagian hilir muara Sungai Tallo;

3. Menata dan mengembangkan jalur hijau berbunga di sepanjang jalan dalam kawasan;

4. Mendorong tersedianya ruang terbuka hijau yang seimbang pada areal kawasan industri;

5. Mengadakan taman-taman lingkungan dalam kawasan pergudangan melalui program perbaikan dan peremajaan lingkungan;

6. Mendorong penanaman pohon-pohon pelindung pada ruas jalan dan pinggir Sungai Tallo.

13. Persentase luas ruang terbuka hijau pada Kawasan Pendidikan Tinggi terpadu ditargetkan sebesar 7% (tujuh persen) dari luas kawasan pendidikan tinggi terpadu, dengan arahan pengembangannya sebagai berikut:

1. Mengembangkan penghijauan di pusat-pusat kegiatan dalam kawasan pendidikan terpadu (Universitas Hasanuddin, Universitas Cokroaminoto, STIMIK Dipanegara, Universitas Islam Negeri Makassar, Universitas Muslim Indonesia, Universitas 45);

2. Menata dan mengembangkan jalur hijau di sepanjang jalan serta hijau produktif di pekarangan;

3. Mempertahankan lahan pemakaman (Perkuburan Kristen Pannara) dan lapangan olah raga milik kampus;

4. Meningkatkan ruang terbuka hijau di daerah-daerah permukiman yang terdapat dalam kawasan ini;

5. Melestarikan taman-taman lingkungan yang terdapat dalam kawasan kampus dan permukiman penduduk serta pengadaan RTH Umum melalui program perbaikan lingkungan, peremajaan di beberapa kawasan;

6. Mendorong pengembangan areal budidaya tanaman hijau produktif sebagai RTH sementara pada lahan tidur;

7. Mendorong penanaman pohon-pohon besar/pelindung pada halaman kampus, rumah, dan ruas jalan.

14. Persentase luas ruang terbuka hijau pada Kawasan Penelitian Terpadu ditargetkan sebesar 55% (lima puluh lima persen) dari luas kawasan penelitian terpadu, dengan arahan pengembangannya sebagai berikut:

1. Mengamankan RTH di sekitar kawasan Lakkang;

2. Menata kawasan resapan air di daerah sekitar Lakkang;

3. Menata bagian hilir daerah aliran Sungai Tallo;

4. Menata dan mengembangkan jalur hijau berbunga di sepanjang jalan serta hijau produktif dalam kawasan;

5. Mendorong pengadaan ruang terbuka hijau di pusat-pusat kegiatan yang akan dikembangkan pada kawasan ini.

10. Persentase luas ruang terbuka hijau pada Kawasan Budaya Terpadu ditargetkan sebesar 15% (lima belas persen) dari luas kawasan budaya terpadu, dengan arahan pengembangannya sebagai berikut:

1. Mengamankan RTH dalam areal kawasan Taman Miniatur Sulawesi;

2. Menata bagian hilir daerah aliran Sungai Jeneberang dan Balang Beru;

3. Menata dan mengembangkan jalur hijau berbunga di sepanjang jalan serta hijau produktif dalam kawasan pengembangan Taman Miniatur Sulawesi;

4. Melestarikan taman-taman lingkungan yang terdalam dalam kawasan Taman Miniatur Sulawesi serta pengadaan RTH baru melalui program perbaikan lingkungan, peremajaan di beberapa bagian dalam kawasan ini;

5. Mendorong pengembangan areal budidaya tanaman hias dan hijau produktif sebagai RTH sementara pada lahan tidur.

11. Persentase luas ruang terbuka hijau pada Kawasan Olahraga Terpadu ditargetkan sebesar 18% (delapan belas persen) dari luas kawasan olahraga terpadu, dengan arahan pengembangannya sebagai berikut:

1. Mengembangkan jalur hijau terbuka di sepanjang garis pantai bagian Barat Makassar;

2. Menata bagian hilir muara Sungai Jeneberang;

3. Meningkatkan penghijauan di dalam areal pengembangan kawasan;

4. Menata dan mengembangkan jalur hijau berbunga di sepanjang jalan serta hijau produktif pada pusat-pusat kegiatan yang akan dikembangkan pada kawasan ini;

5. Mendorong pembentukan taman-taman Kota dan ruang-ruang terbuka hijau sebagai wadah sosialisasi dan aktivitas warga;

12. Persentase luas ruang terbuka hijau pada Kawasan Bisnis dan Pariwisata Terpadu ditargetkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari luas kawasan bisnis dan pariwisata terpadu, dengan arahan pengembangannya sebagai berikut:

1. Mengembangkan jalur hijau terbuka di sepanjang garis pantai bagian Barat Makassar;

2. Menata bagian hilir muara Sungai Jeneberang;

3. Meningkatkan penghijauan di daerah sekitar danau Tanjung Bunga (Sungai Balang Beru) guna menjadi wadah rekreasi dan sosialisasi warga;

4. Menata dan mengembangkan jalur hijau berbunga di sepanjang jalan serta hijau produktif di dalam kawasan permukiman Tanjung Bunga;

5. Meningkatkan ruang terbuka hijau dan taman-taman kota di dalam kawasan Kota Terpadu Tanjung Bunga;

6. Mendorong pengembangan areal budidaya tanaman hijau produktif sebagai RTH sementara pada lahan tidur;

13. Persentase luas ruang terbuka hijau pada Kawasan Bisnis Global Terpadu ditargetkan sebesar 12 persen (dua belas persen) dari luas kawasan bisnis dan global terpadu, dengan arahan pengembangannya sebagai berikut:

1. Mengembangkan jalur hijau terbuka di sepanjang garis pantai bagian Barat Makassar;

2. Menata dan mengembangkan kawasan hijau baru dari proses reklamasi Pantai Losari;

3. Menata bagian hilir muara kanal Kota;

4. Menata bagian hilir muara Sungai Balang Beru;

5. Meningkatkan ruang terbuka hijau melalui pembuatan hutan dan taman-taman Kota secara seimbang dalam kawasan global terpadu.

Adanya pengaturan sebagaimana disebut di atas hal itu hanya menjadi slogan saja bahkan hanya menghabiskan dana untuk menyusun karena pada akhirnya bahwa ketika hendak member izin bangunan bagi pengusaha besar/investor persyaratan untuk RTH dikesampingkan hal ini disampaikan oleh Ahmad Fuadi (pemerhati lingkungan LSM WALHI di Makassar, wawancara tanggal 12 November 2009).

Dalam penelitian yang dilakukan pada wilayah tertentu ditemukan berbagai lahan yang diperuntukkan untuk lahan RTH, tetapi sudah menjadi lahan terbangun itu bisa dilihat disepanjang jalan baik dalam kota terlebih pada jalan keluar kota seperti Jalan Perintis Kemerdekaan itu biasa kita lihat bangunan ruko, Benteng Rotterdam yang seharusnya tidak dibanguni karena selain lahan tersebut diperuntukkan untuk RTH juga sudah melanggar aturan mengenai situs bersejarah, namun oleh pemerintah masih memberi izin untuk membangun.

Kota Makasar, ternyata belum memenuhi syaratNo.01/2007,tentangpenyediaan pemanfaatan ruang terbuka hijauwilayah kota (RTHKP) yang mengatur paling sedikit 30 persen.

Hal ini disampaikan Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas, Isa Karmisa Adiputra dalam Diklat Konservasi Keanekaragaman Hayati (Kebijakan Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup) di Hotel Royal Regency, Makasar (Senin, 25 Juni 2007).

Dijelaskan Isa, dalam UU RTHKP,kotaminimal memiliki tanamankota, hutankotaatau yang biasa disebut ruang terbuka hijaumenimal 30 persen. Namun, berdasarkan pengamatan mereka, di Indonesia belum satu punkotamemenuhi syarat tersebut, termasuk KotaMakassar.Kota-kota di Indonesia belum memenuhi UU tataruangitu, termasuk KotaMakassar, terangnya.

Dari penelitian diketahui bahwa tata bangunan dan penggunaan lahan peruntukan untuk RTH belum sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Perda Nomor 6 Tahun 2006 Pasal 15 ayat 3. Anggapan ini didukung oleh pendapat responden dari pihak masyarakat sebagaimana yang tergambar dalam tabel berikut:

Tabel.4Kesesuaian peruntukan Lahan untuk RTHNo.KategoriFrekuensi (F)Persentase (%)

1.sesuai714,00

2.Kurang sesuai1122,00

3.Tidak sesuai3264,00

Jumlah50100

Sumber : Data Primer 2009

Pada tabel tersebut di atas memperlihatkan bahwa peruntukan lahan untuk RTH tidak sesuai dengan pemanfaatan lahan dan peletakan bangunan sesuai dengan kawasannya. Contoh pembangunan kawasan pariwisata di muara Sungai Tallo keluarahan Buloa kecamatan Tallo yang seharusnya untuk hutan mangrove dan pembibitannya (kasus Buloa), selain menyalahi Perda No.6 Tahun 2006 khususnya pada Pasal 15 ayat 3 dan terlebih Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 14 dan 15.

Berbeda dengan pendapat dari responden dari aparat yang mana menyatakan bahwa pembangunan pada kawasan tersebut di atas sudah sesuai karena untuk meningkatkan pendapatan daerah, hal itu bisa dilihat dari tabel sebagai berikut:

Tabel.5Kesesuaian peruntukan Lahan untuk RTHNo.KategoriFrekuensi (F)Persentase (%)

1.sesuai2463,16

2.Kurang sesuai1334,21

3.Tidak sesuai12,63

Jumlah38100

Sumber : Data Primer 20091. 4.Kawasan PemukimanPerkembangan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi perubahan dan pemekaran kota. Penduduk dan kegiatannya memerlukan lahan untuk memenuhi kebutuhan akan ruang. Selain itu lahan akomodasi setiap pertumbuhan jumlah penduduk maupun perkembangan kegiatan penduduknya.

Dalam penelitian yang dilakukan ditemukan adanya peletakan pemukiman yang tidak sesuai dengan peruntukan lahan atau inskonsistensi terhadap apa yang telah ditetapkan sebagaimana yang ditetapkan dalam pembagian kawasan BWK dan Perda Nomor 6 Tahun 2006 yang mana dinyatakan Lebih lanjut dalam Pasal 17 ayat (1) mengenai Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman dikatakan Kawasan permukiman terdiri atas kawasan permukiman dengan kepadatan tinggi dan sedang, dan kawasan permukiman dengan kepadatan rendah. (2) Pengembangan permukiman secara bertahap diarahkan untuk mencapai norma 1 (satu) unit rumah yang layak untuk setiap keluarga. (3) Setiap kawasan permukiman secara bertahap dilengkapi dengan sarana lingkungan yang jenis dan jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat berdasarkan standar fasilitas umum/fasilitas sosial. (4) Fasilitas Umum/Fasilitas Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi: 1. Fasilitas Pendidikan; 2. Fasilitas Kesehatan; 3. Fasilitas Peribadatan; 4. Fasilitas Olah Raga/Kesenian/Rekreasi; 5. Fasilitas Pelayanan Pemerintah; 6. Fasilitas Bina Sosial; 7. Fasilitas Perbelanjaan/Niaga; 8. Fasilitas Transportasi. (5) Bangunan campuran pada kawasan permukiman terdiri dari campuran antara perumahan dengan jasa, perdagangan, industri kecil dan atau industri rumah tangga secara terbatas beserta fasilitasnya. (6) Rencana pengembangan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),(2),(3),(4),(5) di masing-ma