BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatoterapi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pengobatan penyakit kulit 1 . Seorang pasien dengan masalah kulit seringkali mengeluh gatal di seluruh tubuh. Seringkali pasien di kirim/rujuk ke klinik kulit dengan “gatal di seluruh tubuh” sebagai diagnosis. Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan kulit, anda akan menemukan pasien tersebut menderita berbagai macam kelainan seperti eksim, urtikaria,erupsi obat, infeksi kulit, skabies atau penyakit kulit lain. Pemeriksaan kulit sebaiknya dilakukan dengan cahaya yang baik, dan lebih disukai sinar matahari langsung. Idealnya seluruh kulit tubuh harus diperiksa. Luas dan lokasi seluruh lesi penting untuk membuat diagnosis dan tatalaksana 12 . Setelah membuat diaognosis yang tepat untuk penyakit atau kelainan pada kulit maka sesuai dengan judul laporan ini adalah “Dermato-Terapi” , maka penting sekali menentukan jenis terapi atau pengobatan yang akan diberikan pada pasien , apakah dengan topikal, sistemik atau tindakan operatif. Penyakit kulit dapat diobati dengan bermacam-macam cara, antara lain 1,2,3 : 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dermatoterapi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pengobatan penyakit kulit 1.
Seorang pasien dengan masalah kulit seringkali mengeluh gatal di seluruh tubuh. Seringkali
pasien di kirim/rujuk ke klinik kulit dengan “gatal di seluruh tubuh” sebagai diagnosis.
Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan kulit, anda akan menemukan pasien tersebut
menderita berbagai macam kelainan seperti eksim, urtikaria,erupsi obat, infeksi kulit, skabies
atau penyakit kulit lain. Pemeriksaan kulit sebaiknya dilakukan dengan cahaya yang baik,
dan lebih disukai sinar matahari langsung. Idealnya seluruh kulit tubuh harus diperiksa. Luas
dan lokasi seluruh lesi penting untuk membuat diagnosis dan tatalaksana12.
Setelah membuat diaognosis yang tepat untuk penyakit atau kelainan pada kulit maka
sesuai dengan judul laporan ini adalah “Dermato-Terapi” , maka penting sekali menentukan
jenis terapi atau pengobatan yang akan diberikan pada pasien , apakah dengan topikal,
sistemik atau tindakan operatif.
Penyakit kulit dapat diobati dengan bermacam-macam cara, antara lain 1,2,3 :a. Topikalb. Sistemikc. IntralesiJika cara pengobatan di atas ini belum memadai, maka masih dapat dipergunakan cara-
cara lain, yaitu :- Radioterapi- Sinar Ultraviolet- Pengobatan Laser- Krioterapi- Bedah Listrik- Bedah Skalpel
1
Namun menurut (J.A.A, Hunter. “Clinical Dermatology 3rd Edition”.2002) membagi dermato-terapi menjadi 2 yaitu 3 :
Seperti telah di tampilkan pada gambar anatomi diatas bahwa penggunaan obat topikal
bekerja dengan penetrasi/menembus lapisan kulit , sedangkan pada pengobatan sistemik zat
aktif atau obat bekerja disalurkan melalui pembuluh darah yang sebelumnya diserap melalui
mukosa usus. Sehingga dalam pemilihan dan pembuatan sediaan atau bahan dasar obat untuk
terapi kulit bisa dikatakan penting, karena akan mempengaruhi daya kerja zat aktif atau
senyawa aktif untuk terapi.
Kegunaan dan khasiat pengobatan topikal didapat dari pengaruh fisik dan kimiawi obat-
obat yang diaplikasi di atas kulit yang sakit. Pengaruh fisik antara lain ialah mengeringkan,
membasahi (hidrasi), melembutkan, lubrikasi, mendinginkan, memanaskan, dan melindungi
(proteksi) dari pengaruh buruk dari luar. Semua hal itu bermaksud untuk mengadakan
homeostasis, yaitu mengembalikan kulit yang sakit dan jaringan di sekitarnya ke keadaan
fisiologik stabil secepat-cepatnya. Di samping itu untuk menghilangkan gejala-gejala yang
mengganggu, misalnya rasa gatal dan panas.4,5
3
Cara pengobatan pada jaman dahulu terutama ditujukan kepada efek fisik terhadap kulit
yang sakit. Dalam jangka waktu 20 tahun terakhir ini telah dikembangkan preparat-preparat
topikal yang mempunyai khasiat kimiawi yang spesifik terhadap organisme di kulit atau
terhadap kulit itu sendiri. Secara ideal maka pemberian obat topikal harus berkhasiat fisis
maupun kimiawi. Kalau obat topikal digunakan secara rasional, maka hasilnya juga optimal,
sebaliknya kalau digunakan secara salah obat topikal menjadi tidak efektif dapat
menyebabkan penyakit iatrogenik1.
Prinsip obat topikal secara umum terdiri atas 2 bagian 6 :
1. Bahan Dasar (Vehikulum)
2. Bahan Aktif
Keberhasilan pengobatan topikal6 :
vehikulum yang tepat
bahan aktif yang sesuai dengan etiologi
penetrasi obat ke dalam kulit
Prinsip terapi topikal :
Pemilihan vehikulum yang sesuai , Basah dengan Basah & Kering dengan Kering.
Semakin akut suatu dermatosis maka semakin lemah bahan aktif yang dipakai.
Menjelaskan cara pakai dan cara membersihkan. Hindari bahan-bahan sensitizer12.
1. Bahan Dasar (Vehikulum)
Memilih bahan dasar (vehikulum) obat topikal merupakan langkah awal dan terpenting
yang harus diambil pada pengobatan penyakit kulit. Pada umumnya sebagai pegangan ialah
4
pada keadaan dermatosis yang membasah dipakai bahan dasar yang cair/basah, misalnya
kompres; dan pada keadaan kering dipakai bahan dasar padat/kering, misalnya salap. Secara
sederhana bahan dasar dibagi menjadi :
a. Cairan
b. Bedak
c. Salap
Di samping itu ada 2 campuran atau lebih bahan dasar, yaitu :
d. Bedak Kocok (Lotion), yaitu campuran cairan dan bedak.
e. Krim, yaitu campuran cairan dan salap.
f. Pasta, yaitu campuran salap dan bedak.
g. Linimen (Pasta Pendingin), yaitu campuran, cairan, bedak, dan salap.
a. Cairan
Cairan terdiri atas :
a. Solusio artinya larutan dalam air.
b. Tingtura artinya larutan dalam alkohol.
Solusio dibagi dalam :
1. Kompres
2. Rendam (bath), misalnya rendam kaki, rendam tangan
3. Mandi (full bath)
Prinsip pengobatan cairan adalah membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus,
krusta, dan sebagainya) dan sisa-sisa obat topikal yang pernah dipakai. Di samping itu
terjadi perlunakan dan pecahnya vesikel, bula, dan pustula. Hasil akhir pengobatan ialah
keadaan yang basah menjadi kering, permukaan menjadi bersih sehingga mikroorganisme
tidak dapat tumbuh dan mulai terjadi proses epitelisasi. Pengobatan cairan berguna juga
untuk menghilangkan gejala, misalnya rasa gatal, rasa terbakar, parestesi oleh bermacam-
macam dermatosis1.
Harus diingat bahwa pengobatan dengan cairan dapat menyebabkan kulit menjadi
terlalu kering. Jadi pengobatan cairan harus dipantau secara telitu, kalau keadaan sudah
mulai kering pemakaiannya dikurangi dan kalau perlu dihentikan untuk diganti dengan
bentuk pengobatan lainnya. Cara kompres lebih disukai daripada cara rendam dan mandi,
5
karena pada kompres terdapat pendinginan dengan adanya penguapan, sedangkan pada
rendam dan mandi terjadi proses maserasi11.
Bahan aktif yang dipakai dalam kompres ialah biasanya bersifat astringen dan
antimikrobial. Astringen mengurangi esksudat akibat presipitasi protein.
Dikenal 2 macam cara kompres, yaitu1 :
1) Kompres Terbuka
Dasar
Penguapan cairan kompres disusul absorbsi eksudat atau pus.
Indikasi
- Dermatosis Madidans
- Infeksi kulit dengan eritema yang mencolok, misalnya erisipelas
- Ulkus kotor yang mengandung pus dan krusta
Efek pada kulit
- Kulit yang semula eksudatif menjadi kering
- Permukaan kulit menjadi dingin
- Vasokonstriksi
- Eritema berkurang
Cara
Digunakan kain kasa yang bersifat absorben dan non-iritasi serta tidak terlalu tebal
(3 lapis). Balutan jangan terlalu ketat, tidak perlu steril, dan jangan menggunakan
kapas karena lekat dan menghambat penguapan.
Kasa dicelup ke dalam cairan kompres, diperas, lalu dibalutkan dan didiamkan,
biasanya sehari dua kali selama 3 jam. Hendaknya jangan sampai terjadi maserasi.
Bila kering dibasahkan lagi. Daerah yang dikompres luasnya 1/3 bagian tubuh agar
tidak terjadi pendinginan.
2) Kompres Tertutup
Sinonim Kompres impermeabel.
Dasar
6
Vasodilatasi, bukan untuk penguapan.
Indikasi Kelainan yang dalam, misalnya limfogranuloma venerium.
CaraDigunakan pembalut tebal dan ditutup dengan bahan impermeabel, misalnya selofan atau plastik.
b. Bedak
Bedak yang dioleskan di atas kulit membuat lapisan tipis di kulit yang tidak melekat
erat sehingga penetrasinya sedikit sekali1.
1) Efek bedak ialah1 :
- Mendinginkan
- Antiinflamasi ringan karena ada sedikit efek vasokonstriksi
- Anti-pruritus lemah
- Mengurangi pergeseran pada kulit yang berlipat (intertrigo)
- Proteksi mekanis
Yang diharapkan dari bedak terutama ialah efek fisis. Bahan dasarnya adalah
talkum venetum. Biasanya bedak dicampur dengan seng oksida, sebab zat ini
bersifat mengabsorpsi air dan sebum, astringen, antiseptik lemah dan antipruritus
lemah.
2) Indikasi pemberian bedak ialah :
a. Dermatosis yang kering dan superfisial
b. Mempertahankan vesikel/bula agar tidak pecah, misalnya pada varisela dan
herpes zooster
3) Kontra indikasi :
Dermatitis yang basah, terutama bila disertai dengan infeksi sekunder.
c. Salap
Salap ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar berkonsistensi
seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, dapat pula lanolin atau minyak1.
7
1) Indikasi pemberian salap ialah:
a. Dermatosis yang kering dan kronik
b. Dermatosis yang dalam dan kronik, karena daya penetrasi salap paling kuat
jika dibandingkan dengan bahan dasar lainnya.
c. Dermatosis yang bersisik dan berkrusta.
2) Kontraindikasi ialah :
Dermatitis madidans. Jika kelainan kulit terdapat pada bagian yang berambut,
penggunaan salap tidak dianjurkan dan salap jangan dipakai di seluruh tubuh.
d. Bedak Kocok
Bedak kocok terdiri atas campuran air dan bedak, yang biasanya ditambah dengan
gliserin sebagai bahan perekat. Supaya bedak tidak terlalu kental dan tidak cepat menjadi
kering, maka jumlah zat padat maksimal 40% dan jumlah gliserin 10 – 15%. Hal ini
berarti bila beberapa zat aktif padat ditambahkan, maka presentase tersebut jangan
dilampaui1.
1) Indikasi bedak kocok ialah :
a. Dermatosis yang kering, superfisial, dan agak luas, yang diinginkan adalah
sedikit penetrasi
b. Pada keadaan subakut
2) Kontraindikasi :
a. Dermatitis madidans
b. Daerah badan yang berambut
e. Krim
Krim ialah campuran W (water, air), O (oil, minyak), dan emulgator.
Krim ada 2 jenis1 :
• Krim W/O : air merupakan fase dalam dan minyak fase luar
• Krim O/W : minyak merupakan fase dalam dan air fase luar
Selain itu dipakai emulgator, dan biasanya ditambah bahan pengawet, misalnya
paraben dan juga dicampur dengan parfum. Berbagai bahan aktif dapat dimasukkan di
dalam krim.
1) Indikasi penggunaan krim ialah :
a. Indikasi kosmetik
8
b. Dermatosis yang subakut dan luas, yang dikehendaki ialah penetrasi
yang lebih besar daripada bedak kocok.
c. Krim boleh digunakan di daerah yang berambut.
2) Kontraindikasi ialah dermatitis madidans.
f. Pasta
Pasta ialah campuran homogen bedak dan vaselin. Pasta bersifat protektif dan mengeringkan1.
1) Indikasi penggunaan pasta ialah dermatosis yang agak basah.
2) Kontraindikasi : dermatosis yang eksudatif dan daerah yang berambut. Untuk daerah genital eksterna dan lipatan-lipatan badan, pasta tidak dianjurkan karena terlalu melekat.
g. Liniment
Linimen atau pasta pendingin ialah campuran cairan, bedak, dan salap1.
1) Indikasi : dermatosis yang subakut.
2) Kontraindikasi : dermatosis madidans.
h. Gel
Ada vehikulum lain yang tidak termasuk dalam “bagan vehikulum” ialah gel. Gel
ialah sediaan hidrokoloid atau hidrofilik berupa suspensi yang dibuat dari senyawa
organik. Zat untuk membuat gel di antaranya ialah karbomer, metilselulosa, dan
tragakan. Bila zat-zat tersebut dicampur dengan air dengan perbandingan tertentu
akan terbentuk gel. Karbomer akan membuat gel menjadi sangat jernih dan halus1.
Gel segera mencair, jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu lapisan.
Absorpsi per kutan lebih baik daripada krim 7,8.
2. Bahan Aktif
Memilih obat topikal selain faktor vehikulum, juga faktor bahan aktif yang dimasukkan
ke dalam vehikulum yang mempunyai khasiat tertentu yang sesuai untuk pengobatan topikal.
Khasiat bahan aktif topikal dipengaruhi oleh keadaan fisiko-kimia permukaan kulit, di
samping komposisi formulasi zat yang dipakai.
9
Di dalam resep harus ada bahan aktif dan vehikulum. Bahan aktif dapat berinteraksi satu
sama lain. Yang penting ialah, apakah bahan yang kita campurkan itu dapat tercampurkan
atau tidak, sebab ada obat/zat yang sifatnya O.T.T. (=obat tidak tercampurkan)1.
Asam salisilat, misalnya dapat dicampur dengan asam lainnya, contohnya asam benzoat
atau dengan ter, resorsinol tidak tercampurkan dengan yodium, garam, besi atau bahan yang
bersifat oksidator.
Penetrasi bahan aktif melalui kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk
konsentrasi obat, kelarutannya dalam vehikulum, besar partikel, viskositas, dan efek
vehikulum terhadap kulit1. Bahan aktif yang digunakan diantaranya ialah :
a. Aluminium Asetat
Contohnya ialah larutan Burowi yang mengandung aluminium asetat 5%. Efeknya ialah
astringen dan antiseptik ringan. Jika hendak digunakan sebagai kompres diencerkan 1 : 101.
b. Asam Asetat
Dipakai sebagai larutan 5% untuk kompres, bersifat antiseptik untuk infeksi
Pseudomonas1.
c. Asam Benzoat
Mempunyai sifat antiseptik terutama fungisidal. Digunakan dalam salap, contohnya
dalam salap Whitfield dengan konsentrasi 5%. Menurut British Pharmaceutical Codex
susunannya demikian1 :
R/ Acidi benzoici 5
Acidi salicylici 3
Petrolati 28
Olei cocos 64
Modifikasi salap tersebut ialah A.A.V II yang digunakan untuk penyakit jamur
superfisial. Salap tersebut berisi asam salisilat 6% dan asam benzoat 12%. Sedangkan
salap lain ialah A.A.V I berisi asam salisilat 3% dan asam benzoat 6%, jadi konsentrasi
bahan aktif hanya separuhnya.
10
d. Asam Borat
Konsentrasinya 3%, tidak dianjurkan untuk dipakai sebagai bedak, kompres, atau
dalam salap berhubung efek antiseptiknya sangat sedikit dan dapat bersifat toksik,
terutama pada kelainan yang luas dan erosif terlebih-lebih pada bayi1.
e. Asam Salisilat
Merupakan zat keratolitik yang ter yang dikenal dalam pengobatan topikal. Efeknya
ialah mengurangi proliferasi epitel dan menormalisasi kretinisasi yang terganggu. Pada
konsentrasi rendah (1-2%) mempunyai efek keratoplastik, yaitu menunjang pembentukan
keratin yang baru. Pada konsentrasi tinggi (3-20%) bersifat keratolotik dan dipakai untuk
keadaan dermatosis yang hiperkeratotik. Pada konsentrasi sangat tinggi (40%) dipakai
untuk kelainan-kelainan yang dalam, misalnya kalus dan veruka plantaris. Asam salisil
dalam konsentrasi 1% dipakai sebagai kompres, bersifat antiseptik. Penggunaannya,
misalnya untuk dermatitis eksudatif. Asam salisil 3%-5% juga bersifat mempertinggi
absorbsi per kutan zat-zat aktif1.
f. Asam Undesilenat
Bersifat antimikotik dengan konsentrasi 5% dalam salap atau krim. Dicampur dengan
garam seng (Zn undecyclenic) 20%1.
g. Asam Vit. A (tretinoin, asam retinoat)1
Efek
- Memperbaiki keratinisasi menjadi normal, jika terjadi gangguan
- Meningkatkan sintesis D.N.A. dalam epitelium germinatif
- Meningkatkan laju mitosis
- Menebalkan stratum granulosum
- Menormalkan parakeratosis
Indikasi
- Penyakit dengan sumbatan folikular
- Penyakit dengan hiperkeratosis
- Pada prosis menua kulit akibat sinar matahari
11
h. Benzokain
Bersifat anastesia. Konsentrasinya ½ - 5%, tidak larut dalam air, lebih larut dalam
minyak (1:35), dan lebih larut lagi dalam alkohol. Dapat digunakan dalam vehikulum
yang lain. Sering menyebabkan sensitisasi1.
i. Benzil Benzoat
Cairan berkhasiat sebagai skabisid dan pedikulosid. Digunakan sebagai emulsi dengan
konsentrasi 20% atau 25%.
j. Camphora
Konsentrasinya 1 – 2%. Bersifat antipruritus berdasarkan penguapan zat tersebut
sehingga terjadi pendinginan. Dapat dimasukkan ke dalam bedak atau bedak kocok
yang mengandung alkohol agar dapat larut. Juga dapat dipakai dalam salap dan krim1.
k. Kortikosteroid Topikal
Pada tahun 1952 Sulzberger dan Witten memperkenalkan hidrokortison dan
hidrokortison asetat sebagai obat topikal pertama dari golongan kortikosteroid (K.S). hal
ini merupakan kemajuan yang sangat besar dalam pengobatan penyakit kulit topikal
karena KS mempunyai khasiat yang sangat luas, yaitu : anti inflamasi, anti alergi, anti
pruritus, anti mitotik, dan vasokonstriksi. Pada penyelidikan ternyata bahwa kortison
dan Adreno-Cortico-Trophic Hormone (A.C.T.H) tidak efektif sebagai obat topikal6.
Pada perkembangan selanjutnya, pada tahun 1960 diperkenalkan KS yang lebih
poten daripada hidrokortison, yaitu KS yang bersenyawa halogen yang dikenal sebagai
fluorinated corticosteroid. Penambahan 1 atom F pada posisi 6 dan 9 dan satu rantai
samping pada posisi 16 dan 17, menghasilkan bentuk yang mempunyai potensi tinggi.
Zat-zat ini pada konsentrasi 0,025% sampai 0,1% memberikan pengaruh anti inflamasi
yang kuat, yang termasuk dalam golongan ini ialah, antara lain : betametason,
betametason valerat, betametason benzoat, fluosinolon asetonid, dan triamsinolon
asetonid 7.
Penggolongan
12
Kortikosteroid topikal dibagi menjadi 7 golongan besar, diantaranya berdasarkan
anti inflamasi dan antimitotik. Golongan I yang paling kuat daya anti inflamasi dan anti
mitotiknya (superpoten). Sebaliknya golongan VII yang terlemah (potensi lemah).1,7,8
Klasifikasi Nama Dagang Nama Generik
Golongan I :
(super poten)
Diprolene ointment 0,05% betamethason
dipropionate
Diprolene AF cream
Psorcon ointment 0,05% diflorasone diacetate
Temovate ointment 0,05% clobetasol proprionate
Temovate cream
Ultravate ointment 0,05% halobetasol proprionate
Ultravate cream
Golongan II :
(potensi tinggi)
Cyclocort ointment 0,1% amcinonide
Diprosone ointment 0,05% betamethason
dipropionate
Elocon ointment 0,01% mometasone fuorate
Florone ointment 0,05% diflorasone diacetate
Halog ointment 0,01% halcinonide
Halog cream
Halog solution
Lidex ointment 0,05% fluocinonide
Lidex cream
Lidex gel
Lidex solution
Maxiflor ointment 0,05% diflorasone diacetate
Maxivate ointment 0,05% betamethason
dipropionate
Maxivate cream
Topicort ointment 0,25% desoximetasone
13
Topicort cream
Topicort gel 0,05% desoximetasone
Golongan III :
(potensi tinggi)
Aristocort A ointment 0,1% triamcinolone acetonide
Cutivate ointment 0,005% fluticasone propionate
Cyclocort cream 0,1% amcinonide
Cyclocort lotion
Diprosone cream 0,05% betamethason
dipropionate
Florone cream 0,05% diflorasone diacetate
Lidex E cream 0,05% fluocinonide
Maxiflor cream 0,05% diflorasone diacetate
Maxivate lotion 0,05% betamethason
dipropionate
Topicort LP cream 0,05% desoximetasone
Valisone ointment 0,01% betamethason valerate
Golongan IV :
(potensi medium)
Aristocort ointment 0,1% triamcinolone acetonide
Cordran ointment 0,05% flurandrenolide
Elocon cream 0,1% mometasone furoate
Elocon lotion
Kenalog ointment 0,1% triamcinolone acetonide
Kenalog cream
Synalar ointment 0,025% fluocinolone acetonide
Westcort ointment 0,2% hydrocortisone valerate
Golongan V :
(potensi medium)
Cordran cream 0,05% flurandrenolide
14
Cutivate cream 0,05% fluticasone propionate
Dermatop cream 0,1% prednicarbate
Diprosone lotion 0,05% betamethason
dipropionate
Kenalog lotion 0,1% triamcinolone acetonide
Locoid ointment 0,1% hydrocortisone butyrate
Locoid cream
Synalar cream 0,025% fluocinolone acetonide
Tridesilon ointment 0,05% desonide
Valisone cream 0,01% betamethason valerate
Westcort cream 0,2% hydrocortisone valerate
Golongan VI :
(potensi medium)
Aciovate ointment 0,05% aclometasone
Aciovate cream
Aristocort cream 0,1% triamcinolone acetonide
DesOwen cream 0,05% desonide
Kenalog cream 0,025% triamcinolone acetonide
Kenalog lotion
Locoid solution 0,1% hydrocortisone butyrate
Synalar cream 0,01% fluocinolone acetonide
Synalar solution
Tridesilon cream 0,05% desonide
Valisone lotion 0,01% betamethason valerate
Golongan VII :
(potensi lemah)
Obat topikal dengan hidrokortison, deksametason, glumetalon,
prednison, dan metilprednisolon
Tabel 5. Mochtar Hamzah : Dermatoterapi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6.
Jakarta: FKUI, 2010. hal: 347-348.
15
1) Indikasi
K.T. dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk suatu
penyakit kulit (MARKS, 1985). Harus selalu diingat bahwa K.T. bersifat paliatif dan
supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal1.
Dermatosis yang kurang responsif dengan K.T. ialah : psoriasis, dermatitis atopik,