Top Banner
Obat Lepra Leoandri Fahlefi 04124705117 Bagian/ Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ RSUP dr. Moh. Hoesin Palembang 2014 Pendahuluan Lepra (kusta, Morbus Hansen) adalah penyakit infeksi granulomatosa kronik pada manusia yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae (M. leprae) dan menyerang saraf perifer sebagai afinitas pertama, kulit, mukosa traktus respiratorius bagian atas, lalu dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. 1 Diperkirakan jumlah penderita baru kusta di dunia pada tahun 2005 adalah sekitar 296. 499 jiwa (WHO). Dari jumlah tersebut, angka tertinggi terdapat di regional Asia Tenggara (201.635) diikuti dengan regional Afrika (42.814), Amerika (41.780) dan sisanya berada di regional lain di dunia. Di Indonesia, terjadi penurunan angka kejadian kasus baru pada penderita kusta dari tahun 1993 sampai tahun 2005. Pada tahun 1993, tercatat 12.638.740 jiwa menderita kusta. Sedangkan pada tahun 2005, ditemukan kasus baru sebesar 19.695 jiwa. Pada penyakit kronik seperti kusta, informasi berdasarkan data
30

Refrat Obat Lepra

Dec 28, 2015

Download

Documents

leoandi

hj
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Refrat Obat Lepra

Obat LepraLeoandri Fahlefi

04124705117Bagian/ Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP dr. Moh. Hoesin Palembang

2014

Pendahuluan

Lepra (kusta, Morbus Hansen) adalah penyakit infeksi granulomatosa kronik

pada manusia yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae (M. leprae) dan

menyerang saraf perifer sebagai afinitas pertama, kulit, mukosa traktus respiratorius

bagian atas, lalu dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.1

Diperkirakan jumlah penderita baru kusta di dunia pada tahun 2005 adalah

sekitar 296. 499 jiwa (WHO). Dari jumlah tersebut, angka tertinggi terdapat di

regional Asia Tenggara (201.635) diikuti dengan regional Afrika (42.814), Amerika

(41.780) dan sisanya berada di regional lain di dunia. Di Indonesia, terjadi penurunan

angka kejadian kasus baru pada penderita kusta dari tahun 1993 sampai tahun 2005.

Pada tahun 1993, tercatat 12.638.740 jiwa menderita kusta. Sedangkan pada tahun

2005, ditemukan kasus baru sebesar 19.695 jiwa. Pada penyakit kronik seperti kusta,

informasi berdasarkan data prevalensi dan data umur pada saat timbulnya penyakit

mungkin tidak menggambarkan resiko spesifik umur. Walaupun kusta bisa

menyerang semua golongan umur, kasus terbanyak pada daerah endemik ditemukan

sebelum umur 35 tahun. Selain itu, pada pria juga lebih sering 1,5 :1 ditemukan

kasusnya daripada wanita.3,4

Kuman penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh

dr. G.Armuer Hansen pada tahun 1874 di Norwegia. Bakteri ini merupakan bakteri

tahan asam (BTA) dan bersifat obligat intraseluler. M. leprae berbentuk basil dengan

ukuran 1- 8 µm x 0,5 µm. M. leprae biasanya berkelompok dan ada pula yang

tersebar soliter. Kuman ini hidup dalam sel terutama jaringan bersuhu dingin seperti

di daerah ekstremitas distal dan pada daun telinga. Masa belah diri kuman kusta ini

Page 2: Refrat Obat Lepra

memerlukan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman lain, yaitu 12- 21

hari. Sehingga masa tunas pun menjadi lama, yaitu sekitar 2– 5 tahun. Pada

umumnya, pasien yang terinfeksi asimtomatik namun sebagian kecil memperlihatkan

gejala dan mempunyai kecenderungan cacat.4,5

Tinjauan pustaka ini dibuat dengan tujuan menambah wawasan mengenai

penyakit obat yang digunakan pada penyakit lepra secara umum. Adapun yang akan

dibahas pada tinjauan pustaka ini adalah patogenesis kusta, gambaran klinis

berdasarkan klasifikasi, pemeriksaan pasien, diagnosis banding, dan juga terapi dari

penyakit kusta.

PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dari pengobatan yaitu untuk memutuskan mata rantai

penularan untuk menurunkan insiden terjadinya penyakit, mengobati dan

menyembuhkan penderita, mencegah timbulnya penyakit, dan untuk mencapai

tujuan tersebut, strategi pokok yang dilakukan didasarkan atas deteksi dini dan

pengobatan penderita4

Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin,

klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk

mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi

ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan untuk mengeliminasi

persistensi kuman kusta dalam jaringan. 4

Obat antikusta yang paling banyak dipakai pada saat ini adalah DDS

(Diaminodifenil sulfon) kemudoan klofazimin dan rifampicin. Pada tahun

1998 WHO menambahkan 3 obat antibiotic lain untuk pengobatan alternative

yaitu ofloksasin, minosiklin, dan klaritomisin. Sejak tahun 1951 pengobatan

tuberculosis dengan obat kombinasi ditujukan untuk mencegah kemungkinan

resistensi obaat sedangkan MDT untuk kusta baru dimulai tahun 1971.1

Page 3: Refrat Obat Lepra

Pengobatan kusta selama kehamilan dan menyusui

Kusta diperburuk selama kehamilan, sehingga sangat penting bahwa terapi

multidrug standar dilanjutkan selama kehamilan. Program Aksi untuk Penghapusan

Kusta, WHO, Jenewa telah menyatakan bahwa rejimen MDT standar dianggap aman,

baik untuk ibu dan anak, dan karena itu, harus dilanjutkan berubah selama kehamilan.

Sebuah jumlah kecil obat anti-lepra diekskresikan melalui ASI, tetapi tidak ada

laporan efek samping sebagai akibat dari ini kecuali untuk perubahan warna kulit

ringan dari bayi karena klofazimin. Perlakuan dosis tunggal untuk pasien kusta lesi

tunggal paucibacillary harus ditunda sampai setelah melahirkan. 6

Hormonal dan imunologi perubahan dalam penumpasan kehamilan

menyebabkan sel-dimediasi kekebalan dan memburuknya gejala. Bayi yang lahir dari

ibu dengan berat lahir rendah memiliki kusta dan peningkatan risiko terserang

penyakit itu.

WHO merekomendasikan MDT karena itu dilanjutkan selama kehamilan .Namun,

obat yang digunakan dalam pengobatan kusta tidak tanpa risiko dan pengobatan harus

di bawah pengawasan spesialis5

.Rifampisin mengurangi efektivitas kontrasepsi hormonal, saran kontrasepsi

sehingga alternatif harus ditawarkan. Dosis tinggi dari rifampisin mungkin

teratogenik dan tidak dianjurkan untuk digunakan selama trimester pertama.

Page 4: Refrat Obat Lepra

Dapson dapat menyebabkan hemolisis neonatal dan methaemoglobinamea. Jika perlu

harus diresepkan untuk wanita hamil dalam kombinasi dengan asam folat.

Klofazimin dapat menyebabkan perubahan warna pada kulit bayi yang disusui.

Penggunaan thalidomide tetap ketat kontra-ditunjukkan pada wanita usia subur. 5

DDS:

Ada dua jenis relaps pada kusta yaitu relaps sensitive (persisten) dan relaps

resisten. Pada relaps persisten secara klinis, bakterioskopik, histopatologik dapat

dinyatakan penyakit tiba-tiba aktif kembali dengan timbulnya lesi baru dan

bakterioskopik positif kembali. Tetapi setelah dibuktikan dengan pengobatan dan

inokulasi pada mencit, ternyata M.Leprae yang semula dorman, sleeping, atau

persisten bangun dan aktif kembali. Pada pengobatan sebelumnya, basil dorman sukar

dihancurkan dengan obat atau MDT apapun.

Pada relaps resisten secara klinis, bakterioskopik, histopatologik yang khas

dapat dibuktikan dengan percobaan dan inokulasi pada mencit, bahwa M.Leprae

resisten terhadap DDS. Resisten hanya terjadi pada kusta multibasilar tetapi tidak

pada pausibasilar, oleh karena SIS penderita PB tinggi dan pengobatannya relative

singkat.

Pengertian MDT pada saat ini adalah DDS sebagai obat dasar ditambah

dengan obat-obat lain. Dosis DDS ialah 1-2 mg/kg BB setiap hari. Efek sampingnya

antara lain nyeri kepala, erupsi obat, anemia hemolitik, leucopenia, insomnia,

Page 5: Refrat Obat Lepra

neuropati perifer, sindrom DDS, nekrosis epidermal toksik, hepatitis,

hipoalbuminemia, dan methemoglobinemia. 1

Rifampicin:

Kombinasi DDS dengan dosis 10mg/kg BB, diberikan setiap hari atau setiap

bulan. Rifampicin tidak bileg diberikan sebagai monoterapi karena dapat

memperbesar kemungkinan terjadinya resistensi.

Efek Samping yang harus di perhatikan adalah hepatotoksik, nefrotoksik,

gejala gastrointestinal, flu-like syndrome dan erupsi kulit. 1

Klofazimin (lamprene) :

Dosis sebagai antikusta ialah 50mg setiap hari, atau 100 mg selang sehari atau

3x100mg setiap minggu. Juga bersifat sebagai antiinflamasi sehingga dapat dipakai

pada penanggulangan E.N.L dengan dosis lebih tinggi yaitu 200-300 mg/hari namun

awitan kerja baru timbul setelah 2-3 minggu.

Efek sampingnya adalah warna kecokelatan pada kulit dan warna kekuningan

pada sclera sehingga mirip ikterus. Hal tersebut disebabkan oleh klofazimin yang

merupakan zat warna dan dideposit terutama pada sel system retikuloendotelial,

mukosa, dan kulit. Obat ini menyebabkan pigmentasi kulit yang sering merupakan

masalah dalam ketaatan berobat penderita. Efek samping hanya terjadi dalam dosis

Page 6: Refrat Obat Lepra

tinggi, berupa gangguan gastrointestinal yakni nyeri abdomen, nausea, diare,

anoreksia, dan vomitus. Selain itu dapat terjadi penurunan berat badan.Perubahan

warna tersebut akan mulai menghilang setelah 3 bulan obat diberikan. 1

Ofloksasin:

Merupakan turunan flurokuinolon yang paling aktif terhadap Mycobacterium

leprae in vitro. Dosis optimal harian adalah 400 mg. Dosis tunggal yang diberikan

dalam 22 dosis akan membunuh kuman Mycobacterium Leprae hidup sebesar

99,99%.

Efek sampingnya adalah mual, diare, dan gangguan saluran cerna lainnya.,

berbagai gangguan susunan saraf pusat termasuk insomnia, nyeri kepala, dizziness,

nervousness dan halusinasi. Walaupun demikian hal ini jarang ditemukkan dan

biasanya tidak membutuhkan penghentian pemakaian obat.

Penggunaan pada anak, remaja, wanita hamil dan menyusui harus hati-hati,

karena pada hewan muda kuinolon menyebabkan artropati. Selain ofloksasin dapat

pula digunakan levofloksasin dengan dosis 500 mg sehari. Obat tersebut lebih baru,

jadi lebih efektif. 1

Minosiklin:

Termasuk dalam kelompok tetrasiklin. Efek bakterisidalnya lebih tinggi

daripada klaritromisin, tetapi lebih rendah daripada rifampicin. Dosis standar harian

100 mg. Efek sampingna adalah pewarnaan gigi bayi dan anak-anak, kadang-kadang

Page 7: Refrat Obat Lepra

menyebabkan hiperpigmentasi kulit dan membran mukosa, berbagai simptom saluran

cerna dan susunan saraf pusat, termasuk dizzines dan unsteadiness. Oleh sebab itu

tidak di anjurkan untuk anak-anak atau selama kehamilan1

Klaritromisin:

Merupakan kelompok antibiotik makrolid dan mempunyai aktivitas

bakterisidal terhadap Mycobacterium leprae pada tikus dan manusia. Pada penderita

kusta lepromatosa, dosis harian 500 mg dapat membunuh 99 % kuman hidup dalam

28 hari dan lebih dari 99,9% dalam 56 hari. Efek sampingnya adalah nausea, vomitus

dan diare yang terbukti sering di temukan bila obat ini diberikan dengan dosis 2000

mg. 1

Penghentian pemberian obat lazim disebut Release From Treatment (RFT).

Setelah RFT dilanjutkan dengan tindak lanjut tanpa pengobatan secara klinis dengan

tindak lanjut tanpa pengobatan secara klinis dan bakterioskopis minimal setiap tahun

selama minimal 5 tahun. Kalau bakterioskopis tetap negative dan klinis tidak ada

keaktivan baru, maka dinyatakan bebas dari pengamatan atau disebut Release From

Control (RFC). 1

MDT untuk pausibasilar ( I, TT, BT ) adalah rifampicin 600 mg setiap bulan

dan DDS 100 mg setiap hari. Keduanya diberikan selama 6 bulan sampai 9 bulan.

Selama pengobatam, pemeriksaan secara klinis setiap bulan dan bakterioskopis

setelah 6 bulan pada akhir pengobatan. Pemeriksaan dilakukan minimal setiap tahun

Page 8: Refrat Obat Lepra

selama 2 tahun secara klinis dan bakterioskopis. Kalau tidak ada keaktivan baru

secara klinis dan bakterioskopis tetap negative, maka dinyatakn RFC. 1

WHO pada tahun 1998 telah memperpendek masa pengobatan untuk kasus

Multibasilar menjadi 12 dosis dalam 12-18 bulan, sedangkan pengobatan untuk kasus

Pausibasilar dengan lesi kulit 2-5 buah tetap 6 dosis dalam 6-9 bulan. 1

Penderita multibasilar yang resisten dengan rifampisin biasanya akan resisten

pula dengan DDS sehingga hanya bisa mendapat klofazimin. Dalam hal ini rejimen

pengobatan menjadi klofazimin 50 mg, ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg

setiap hari selama 6 bulan, dilanjutkan klofazimin 50 mg ditambah ofloksasin 400 mg

atau minosiklin 100 mg setiap hari selama 8 bulan. 1

Bagi penderita MB yang menolak klofazimin dapat di berikan ofloksasin 400

mg/hari atau minosiklin 100 mg/hari selama 12 bulan. Alternatif lain ialah diberikan

rifampicin 600 mg ditambah dengan ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg dosis

tunggal setiap bulan selama 24 bulan. 1

WHO Recommended treatment regimens 6

6 month regimen for Paucibacillary (PB) Leprosy

Dapson Rifampisin

Dewasa

50-70 kg

100 mg

Setiap hari

600 mg

Sebulan sekali di bawah

pengawasan

Page 9: Refrat Obat Lepra

Anak

10-14 tahun *

50 mg

Setiap hari

450 mg

Sebulan sekali di bawah

pengawasan

* Menyesuaikan dosis tepat untuk anak kurang dari 10 tahun. Misalnya, dapson 25 mg

setiap hari dan rifampisin 300 mg diberikan sebulan sekali di bawah pengawasan

12 month regimen for Multibacillary (MB) Leprosy

Dapsone Rifampisin Clofazimin

Dewasa

50-70 kg

100 mg

Setiap Hari

600 mg

Sebulan sekali

di bawah

pengawasan

50 mg

Setiap

hari

DAN 300 mg

Sebulan sekali

di bawah

pengawasan

Anak

10-14 tahun *

50 mg

Setiap hari

450 mg

Sebulan sekali

di bawah

pengawasan

50 mg

Setiap

hari

DAN 150 mg

Sebulan sekali

di bawah

pengawasan

*Menyesuaikan dosis tepat untuk anak kurang dari 10 tahun. Misalnya, dapson 25 mg

sehari, rifampisin 300 mg diberikan sebulan sekali di bawah pengawasan, klofazimin,

50 mg diberikan dua kali seminggu, dan klofazimin 100 mg diberikan sebulan sekali

di bawah pengawasan

Single Lesion Paucibacillary (SLPB) Leprosy (one time dose of 3 medications

taken together)

Rifampisin Ofloxasin Minosiklin

Page 10: Refrat Obat Lepra

Dewasa

50-70 kg

600 mg 400 mg 100 mg

Anak

5- 14 tahun *

300 mg 200 mg 50 mg

* Tidak dianjurkan untuk wanita hamil atau anak-anak kurang dari 5 tahun

Tipe PB4

Pengobatan MDT untuk kusta tipe PB dilakukan dalam 6 dosis minimal yang

diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah minum 6 dosis maka dinyatakan RFT

(released from treatment)

Anak Dewasa

Hari 1 : diawasi

petugas

Rifampisin 2caps

(300mg+150mg) + DDS

1 tab (50mg)

Rifampisin 2caps

(2x300mg) + DDS 1 tab

(100mg)

Hari 2-28 : di rumah DDS 1 tab (50mg) DDS 1 tab (100mg)

*Anak di bawah 10 tahun diberi dosis 1-2mg/kgBB

Tipe MB4

Mengobatan MDT untuk kusta tipe MB dilakukan dalam 24 dosis yang

diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan. Setelah selesai minum 24 dosis maka

dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri

positif.

Page 11: Refrat Obat Lepra

Anak Dewasa

Hari 1 : diawasi petugas Rifampisin 2caps

(300mg+150mg) +

Klofazimin 3caps

(3x50mg) + DDS 1 tab

(50mg)

Rifampisin 2caps

(2x300mg) +

klofazimin 3caps

(3x100) + DDS 1 tab

(100mg)

Hari 2-28 : di rumah Klofazimin 1 tab

(50mg) + DDS 1 tab

(50mg)

Klofasimin 1cap

(100mg) + DDS 1 tab

(100mg)

* anak di bawah 10 tahun diberi dosis 1-2mg/kgBB

Page 12: Refrat Obat Lepra

Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/File:MDTRegimens.jpg

Pengobatan Reaksi Kusta:

Pengobatan E.N.L :

Obat yang paling sering dipakai adalah tablet kortikosteroid antara lain

prednison. Dosisnya tergantung pada berat ringannya reaksi, biasanya prednison 15-

30 mg sehari, kadang-kadang lebih. Makin berat reaksinya makin tinggi dosisnya,

tetapi sebaliknya bila reaksinya terlalu ringan tidak perlu diberikan. Sesuai dengan

perbaikan reaksi, dosisnya diturunkan secara bertahap sampai berhenti sama sekali. 1

Ada lagi obat yang dianggap sebagai obat pilihan pertama yaitu thalidomide,

tetapi harus berhati-hati karena mempunyai efek teratogenik. Jadi tidak boleh

diberikan kepada orang hamil atau masa subur. Jika hal ini tidak mungkin, adalah

penting bahwa kehamilan dikeluarkan sebelum perawatan ini dimulai. Kontrasepsi

yang efektif harus digunakan selama 4 minggu sebelum dan setelah pengobatan serta

Page 13: Refrat Obat Lepra

selama masa pengobatan. Haruskah kehamilan terjadi meskipun tindakan pencegahan

ini, ada risiko tinggi kelainan berat janin. 1

Klofazimin kecuali sebagai obat antikusta dapat juga dipakai sebagai anti-

reaksi E.N.L, tetapi dengan dosis yang lebih tinggi. Khasiatnya lebih lambat dari

kortikosteroid. Keuntungan lain klofazimin dapat dipakai sebagai usaha untuk lepas

dari ketergantungan kortikosteroid. 1

Pengobatan reaksi reversal:

Perlu diperhatikan, apakah reaksi ini disertai neuritis atau tidak. Sebab kalau

tanpa neuritis akut tidak perlu diberi pengobatan tambahan. Kalau ada neuritis akut,

obat pilihan pertama adalah kortikosteroid yang dosisnya juga disesuaikan dengan

berat ringannya neuritis, makin berat makin tinggi dosisnya. Biasanya diberikan

prednison 40-60 mg sehari, kemudian diturunkan perlahan-lahan. Pengobatan harus

secepat-cepatnya dan dengan dosis yang adekuat untuk mengurangi terjadinya

kerusakan saraf secara mendadak. 1

Anggoata gerak yang terkena neuritis akut harus diistirahatkan. Analgetik dan

sedativa kalau diperlukan dapat diberikan. Klofazimin dan thalidomid untuk reaksi

reversal kurang efektif, oleh karena itu jarang dipakai. 1

Pencegahan Cacat:

Kerusakan saraf terutama berbentuk nyeri saraf, hilangnya sensibilitas dan

berkurangnya kekuatan otot. Cara terbaik untuk melakukan pencegahan cacat adalah

dengan melaksanakan diagnosis dini kusta, pemberian pengobatan MDT yang cepat

Page 14: Refrat Obat Lepra

dan tepat. Selanjutnya dengan mengenali gejala dan tanda reaksi kusta yang disertai

gangguan saraf serta memulai pengobatan dengan kortikosteroid sesegera mungkin. 1

Penatalaksanaan Reaksi Morbus Hansen

Pada prinsipnya pengobatan reaksi Morbus Hansen terutama ditujukan untuk: 7

1. Mengontrol neuritis akut untuk mencegah anesthesia, paralisis, dan kontraktur

2. Melindungi mata dan mencegah kebutaan

3. Mengurangi rasa sakit atau nyeri

4. Membunuh basil sehingga mencegah penularan penyakit

Untuk mencapai tujuan tersebut, prinsip pengobatan reaksi Morbus Hansen

adalah: 7

1. Pemberian obat antireaksi

2. Istirahat atau imobilisasi

3. Analgetik, sedatif untuk mengatasi rasa nyeri

4. Meneruskan pemberian MDT (untuk semua reaksi, bila tidak ada

kontraindikasi, maka pemberian MDT harus diteruskan)

Berdasarkan prinsip diatas, maka terdapat empat kelompok penatalaksanaan

pada reaksi Morbus Hansen tipe 1 dan tipe 2 yakni penggunaan anti inflamasi,

analgesik, fisioterapi, dan antibakteri. 7

a. Terapi anti inflamasi

Secara umum dikelompokkan menjadi dua yakni pada reaksi ringan dan

reaksi berat. Pada reaksi ringan yang umum digunakan adalah aspirin 600-

1200mg yang diberikan setiap 4jam, atau 4 hingga 6 kali perhari. Kloroquin

150mg yang diberikan 3 kali perhari. Apabila dikombinasikan, kloroquin dan

aspirin memberikan efek antiinflamasi yang lebih baik, tetapi dosis harus

Page 15: Refrat Obat Lepra

dikurangi sering dengan perbaikan tanda dan gejala reaksi untuk mencegah

timbulnya efek samping. 6,7

Antimonial efektif untuk mengurang nyeri sendi dan tulang pada reaksi tipe

2. Antimonial trivalen organik kurang toksik dibanding yang inorganik

sehingga lebih disukai. Stibophen mengandung 8,5mg antimony per

mililiternya; 2 hingga 3 ml diberikan intramuskular, akan tetapi tidak boleh

melebihi dosis 30ml. Efek antiinflamasi thalidomide efektif pada neuritis dan

iridosiklitis reaksi tipe 2. Selain itu thalidomide sangat bermanfaat untuk

menggantikan kortikosteroid. Dosis 400mg perhari sampai gejala berkurang

dan dikurangi 50mg perhari. Thalidomide bersifat teratogenik sehingga tidak

boleh diberikan pada pasien usia subur. 7

Reaksi berat ditandai dengan paralysis atau anesthesia; ulserasi kulit yang

kadang disertai iritis, orchitis, artritis, dactylitis, dan demam; dan iridosiklitis

dan orchitis yang timbul sendiri. Apabila gejala tersebut muncul maka pasien

berada dalam tahap gawat dan perlu penanganan segera. 6

Kortikosteroid yang sering diberikan berupa prednison atau prednisolon

yang dimulai dengan 40-80mg tergantung dari berat ringannya gejala. Dosis

yang tinggi harus segera dikurangi hingga 40mg dalam beberapa hari.

Kemudian dosis dikurangi 5-10mg setiap dua hingga empat pekan. Respon

pasien diukur dengan memeriksa fungsi saraf tepi. Pasien morbus hansen tipe

BT biasanya memerlukan 2-6 bulan penggunaan, sementara tipe BL

memerlukan waktu 9 bulan. Kortison atau hidrokortison dapat digunakan

tetapi dosisnya lima kali lebih tinggi. Jika pasien reaksi tipe 1 mendapatkan

dapson dan kortikosteroid, dan kortikosteroid yang diperlukan dalam dosis

tinggi, dapson diganti dengan klofazimin. Kortikosteroid dapat menekan

sistem respon sistem imun dan meningkatkan pertumbuhan basil lepra

sehingga obat morbus hansen tetap harus diteruskan selama pemberian

Page 16: Refrat Obat Lepra

kortikosteroid atau dapat diberikan klofazimin dan dapson monoterapi jika

pemberian MDT telah selesai. 7

Tabel 2. Penatalaksanaan reaksi Morbus Hansen 2

Pada reaksi tipe 2 karena kerusakan saraf tidak seberat reaksi tipe 1, maka

pilihan utama adalah thalidomide. Jika pasien dikontraindikasikan terhadap

thalidomide, maka digunakan prednisone 20-40 mg perhari dan diturunkan

seiring respon pasien. Respon yang lebih baik didapatkan bila thalidomide

dikombinasikan dengan steroid dosis rendah. 7

Klofazimin digunakan pada pasien yang tidak dapat menggunakan

kortikosteroid dan thalidomide. Untuk mendapatkan efek antiinflamasi maka

thalidomide diberikan dalam dosis tinggi. Biasanya diberikan 300mg perhari

selama dua pekan, dan menjadi 200mg perhari selama satu hingga dua bulan,

dan terakhir menjadi 100mg perhari. 7

b. Terapi analgesik

Page 17: Refrat Obat Lepra

Pada reaksi ringan digunakan analgesik sekaligus antiinflamasi yaitu aspirin.

Pada reaksi berat aspirin digunakan sebagai analgesik disertai kortikosteroid

sebagai antiinflamasi. Ketika pasien mengeluh ansietas dan insomnia maka

dapat digunakan klorpromazin 25-50 mg pada malam hari atau 3 kali perhari.

Jika nyeri sangat berat dapat digunakan opioid tetapi harus dalam pengawasan

ketat karena efek addiksi. Apabila nyeri muncul dalam waktu lama, maka

kortikosteroid atau klofazimin harus ditingkatkan, atau bahkan pasien perlu

operasi segera. 7

Prednison dan lignokain injeksi intraneural dapat diberikan tetapi sedapat

mungkin dihindari karena menyebabkan kerusakan saraf dan timbulnya

jaringan parut. Jika kortikosteroid tidak mampu mengurangi nyeri dan tidak

ada perbaikan saraf, maka diperlukan tindakan bedah. Apabila terdapat abses

saraf maka dilakukan aspirasi, jika gagal, maka dilakukan bedah terbuka

untuk mengeluarkan abses. Neurolisis adalah tindakan membebaskan saraf

dan epeneurotomi dapat menurunkan tekanan intraneural. Saraf yang tidak

dapat berfungsi lagi dan hanya menyebabkan nyeri dapat dioperasi untuk

menghilangkan nyeri. 7

c. Fisioterapi

Pada reaksi berat imobilisasi dapat mengurangi rasa nyeri, tetapi hal ini

memicu kontraktur terutama jika reaksi tersebut disertai dengan paralisis dan

artritis. Sendi harus diregangkan pada posisi fungsionalnya, dapat digunakan

bidai atau splint yang dipasang sepanjang hari dan dilepaskan jika pasien

melakukan terapi latihan. 7

d. Terapi antibakteri

Terapi antibakteri basil lepra harus dilanjutkan karena jika dihentikan maka

akan timbul efek samping yang lebih buruk terutama bila pasien mendapat

terapi steroid. Pada pasien yang baru pertama mengalami nyeri saraf maka

Page 18: Refrat Obat Lepra

dapat diberikan klofazimin sebagai pengganti dapson dan rifampisin. Pasien

dengan morbus hansen tipe borderline dapat mengalami reaksi berat setelah

menggunakan dapson dapat diberikan klofazimin. Pada pasien reaksi tipe 2

yang mengalami ulserasi mukosa traktus reaspiratorius dapat diberikan

streptomisin. 7

Fenomena lucio memerlukan penanganan tersendiri yakni penggunaan

kemoterapi yang mengandung rifampisin. Steroid sebaiknya digunakan, tetapi

thalidomide dan klofazimin tidak efektif. 7

Page 19: Refrat Obat Lepra

Daftar Pustaka

1. Rea, Thomas H. and Modlin, Robert L. Leprosy. In: Klaus W., Lowell A.G., Stephen I.K., Barbara A.G., Amy S.P., David J.L. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine Seventh Edition. United States of America: The McGraw- Hill Companies, Inc; 2008. p.1786- 1796

2. Hernani. Sejarah Pemberantasan Penyakit Kusta. Dalam: Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2008. hal 1- 3

3. Hernani. Epidemiologi. Dalam: Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2008. hal 4-8

4. William DJ, Timothy GB. Hansen’s Disease. In: William DJ, Timoty GB, Dirk ME. Andrews’ Disease of The Skin Clinical Dermatology Tenth Edition. United States of America: Elsevier, Inc.; 2006 p.342- 352

5. Lockwood D.N.J. Leprosy. In: Tony B., Stephen C., Neil C., Christopher G.. Rook’s Textbook of Dermatology Seventh Edition. United States of America: Blackwell Publishing; 2004, p.29.1- 29.21

6. Hernani. Diagnosis dan Klasifikasi. Dalam: Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2008. hal 39-40

7. A.Kosasih, I Made W., Emmy SD., Sri LM. Kusta. Dalam: Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Indonesia: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. hal. 73- 88

8. Hernani. Pemeriksaan Klinis dan Charting. Dalam: Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2008. hal 44 - 47

9. Sidharta, Priguna. Pemeriksaan Motorik. Dalam: Sidharta, Priguna. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Indonesia: Dian Rakyat; 2008, hal. 391- 398

10. Hernani. Pemeriksan Bakteriologis. Dalam: Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2008. hal 59- 70

11. Hernani. Pengobatan. Dalam: Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2008. hal 71- 7812. Hansen’s disease. In: James W D, Berger T G, Elston D M, editors. Andrews disease

of the skin clinical dermatology. 10th ed. Canada: Saunders-Elsevier; 2006. p343-52.

13. Rea T H, Modlin R L.Leprosy. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S I, Gilchrest B A, Paller A

S, Leffell D, editors. Fitzpatrick's dermatology in general medicine (two vol. set).

7thed. New York; McGraw-Hill Professional; 2008.p.1786-96.

Page 20: Refrat Obat Lepra

14. Lockwood D N J. Leprosy. In; Burns T, Breatnach S, Cox N, Griffits C, editors. Rook’s

textbook of dermatology (four volume set). 7th ed. Massachusets; Blackwell science;

2004.p. 29.1-21.

15. Leprosy. In: Weller R, Hunter J, Savin J, Dahl M, editors. Clinical dermatology. 4 th ed.

Massachusets; Blackwell science; 2008.p. 230-3.

16. Imunological complications: reactions. In; Bryceson A, Pfaltzgraff R E, editors.

Leprosy. 3th ed. London; Churchill livingstone; 1990.p 115-26.

17. Reactions in Leprosy. In: Prasad P V S, editor. All about leprosy. 2nd ed. New Delhi;

Jaypee Brothers; 2006.p. 62-6.

18. Management of reactions. In: Bryceson A, Pfaltzgraff R E, editors. Leprosy. 3 th ed.

London; Churchill livingstone; 1990.p 127-32.

19. A.Kosasih, I Made Wisnu, Emmy Sjamsoe – Dili, Sri Linuwih Menaldi. Kusta. Dalam :

Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima Cetakan Kelima.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2010;73-88

20. Siregar, Saripati Penyakit Kulit, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003 : 124-

126

21. Lewis. S.Leprosy. Update Feb 4, 2010. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/1104977-overview#showall

22. Bonarz. 2011. Kusta dalam http://id.scribd.com/doc/52132089/referat-MH-indah

diunduh tanggal 4 Februari 2011

23. Willacy Hayley. Update Apr 20, 2010. Available at :

http://www.patient.co.uk/doctor/Leprosy.htm

24. WHO.1998 Model Prescribing Information: Drugs Used in Leprosy . Available at:

http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Jh2988e/1.html