Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Nefritis lupus, salah satu dari manifestasi paling serius dari lupus erimatosus sistemik (SLE). Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus, atau SLE) adalah penyakit autoimun sistemik idiopatik yang berbeda dari penyakit autoimun lainnya dalam hal keberagaman manifestasi klinis, perbedaan perjalanan penyakit, dan dasar anomali imunologisnya. SLE dapat melibatkan seluruh sistem organ. Biasanya pada nefritis lupus muncul dalam 5 tahun setelah diagnosis. Nefritis lupus tampak jelas secara histologis pada kebanyakan pasien dengan lupus erimatosus sistemik, bahkan mereka yang tidak menunjukkan manifestasi klinis penyakit ginjal. 6 Secara histologis, ginjal terpengaruh sampai derajat tertentu pada pasien lupus erimatosus sistemik (SLE). Perkiraan prevalensi keterlibatan ginjal secara klinis pada pasien lupus erimatosus sistemik (SLE) berkisar antara 30-90% pada studi-studi yang sudah dipublikasikan. Prevalensi sesungguhnya dari nefritis lupus klinis pada pasien lupus erimatosus sistemik (SLE) kemungkinan sekitar 50%, lebih sering pada anak- anak dan etnis tertentu. Lupus erimatosus sistemik (SLE) lebih sering pada orang kulit hitam dan ras 1
35

Refrat Nefritis Lupus

Jan 14, 2016

Download

Documents

farizhilman

Nefritis Lupus
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Refrat Nefritis Lupus

BAB I

PENDAHULUAN

Nefritis lupus, salah satu dari manifestasi paling serius dari lupus

erimatosus sistemik (SLE). Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus

erythematosus, atau SLE) adalah penyakit autoimun sistemik idiopatik yang

berbeda dari penyakit autoimun lainnya dalam hal keberagaman manifestasi

klinis, perbedaan perjalanan penyakit, dan dasar anomali imunologisnya. SLE

dapat melibatkan seluruh sistem organ. Biasanya pada nefritis lupus muncul

dalam 5 tahun setelah diagnosis. Nefritis lupus tampak jelas secara histologis pada

kebanyakan pasien dengan lupus erimatosus sistemik, bahkan mereka yang tidak

menunjukkan manifestasi klinis penyakit ginjal.6

Secara histologis, ginjal terpengaruh sampai derajat tertentu pada pasien

lupus erimatosus sistemik (SLE). Perkiraan prevalensi keterlibatan ginjal secara

klinis pada pasien lupus erimatosus sistemik (SLE) berkisar antara 30-90% pada

studi-studi yang sudah dipublikasikan. Prevalensi sesungguhnya dari nefritis lupus

klinis pada pasien lupus erimatosus sistemik (SLE) kemungkinan sekitar 50%,

lebih sering pada anak-anak dan etnis tertentu. Lupus erimatosus sistemik (SLE)

lebih sering pada orang kulit hitam dan ras hispanik. Nefritis lupus yang berat

terutama lebih sering ditemukan pada orang kulit hitam dan ras Asia

dibandingkan ras lain. Karena prevalensi lupus erimatosus sitemik lebih tinggi

pada wanita ( rasio wanita : pria= 9:1 ), nefritis lupus juga lebih sering dijumpai

pada wanita. Kebanyakan pasien dengan lupus erimatosus sistemik (SLE) terkena

nefritis lupus pada awal perjalanan penyakitnya. Lupus erimatosus sistemik lebih

sering terjadi pada wanita di dekade tiga kehidupannya, dan nefritis lupus juga

sering terjadi pada pasien usia 20-40 tahun.7

Selama 4 dekade terakhir, perubahan dari manamejen nefritis lupus telah

meningkatkan kemungkinan hidup pasien, saat ini rata-rata 10 year survival rate

dari lupus erimatosus sistemik (SLE) telah melebihi 90%, sebelum tahun 1995,5-

year survival rate kurang dari 50%, penurunan mortalitas terkait SLE dapat

1

Page 2: Refrat Nefritis Lupus

merupakan kontribusi diagnosis lebih awal, perbaikan pengobatan spesifik dan

kemajuan ilmu kedokteran secara umum.7

Morbiditas dari nefritis lupus terkait dengan penyakit ginjalnya sendiri,

selain komplikasi pengobatan dan komorbiditas seperti penyakit kardiovaskular

dan trombosis. Gagal ginjal progresif dapat berakhir pada anemia, uremia dan

gangguan asam basa serta elektrolit. Komplikasi infeksi yang terkait SLE aktif

dan pengobatan imunosupresi saat ini merupakan penyebab utama kematian pada

SLE fase awal yang aktif, dan arteriosklerosis dini adalah penyebab kunci

mortalitas pada fase lanjut. Framingham Offspring Study menunjukkan bahwa

wanita usia 35-44 tahun dengan LES adalah 50 kali lebih mudah mengalami

iskemia miokardial dibandingkan wanita sehat. Penyebab PJK dini pada pasien

LES bersifat multifaktorial, termasuk disfungsi endotel, mediator inflamasi,

atherogenesis yang diinduksi kortikosteroid dan dislipidemia yang terkait dengan

penyakit ginjal.2

Perbedaan presentasi klinis dan histologis serta kendali komplikasi

pengobatan yang kompleks dari pasien LES menuntut adanya suatu pendekatan

individualisasi terapi yang tepat. Saat ini pun, sedang berlangsung banyak

penelitian pada obat-obatan yang mungkin dapat menjadi harapan baru bagi

penderita LES seperti mycophenolate dan rituximab. Pendekatan diagnosis dan

kemungkinan terapi dari pasien dengan manifestasi renal dari lupus eritematosus

sistemik, yang dicurigai suatu nefritis lupus.9

2

Page 3: Refrat Nefritis Lupus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Nefritis lupus adalah komplikasi ginjal pada lupus erimatosus sitemik

(SLE). Lupus erimatosus sistemik (SLE) adalah penyakit reumatik autoimun

yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas yang mempengaruhi setiap organ

atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi

autoantibodi dan kompleks imun sehingga mengakibatkan kerusakan

jaringan. Diagnosis nefritis lupus ini ditegakkan bila pada lupus erimatosus

sistemik (SLE) terdapat tanda-tanda proteuniria dalam jumlah lebih atau sama

dengan 1gram/24jam atau dengan hematuria (>8 eritrosit/LPB) atau dengan

penurunan fungsi ginjal sampai 30%.10

Nefritis lupus merupakan suatu proses inflamasi ginjal yang disebabkan

oleh sistemik lupus erimatosus, yaitu suatu penyakit autoimun, selain ginjal,

SLE juga dapat merusak kulit, sendi, system saraf dan hampir semua organ

dalam tubuh.12

Gambar 1: Proses terjadinya Nefritis Lupus.

3

Page 4: Refrat Nefritis Lupus

B. EPIDEMIOLOGI

DiAmerika, prevalensi lupus erimatosus sistemik adalah 1 kasus per 2000

penduduk pada populasi umum. Karena kesulitan diagnosis dan kemungkinan

banyak kasus tidak terdeteksi, sebagian besar peneliti menyarankan bahwa

prevalensi mungkin lebih dekat ke 1 kasus per 500-1000 populasi. Data

prevalensi lupus erimatosus sitemik di indonesia sampai saat ini belum ada,

jumlah penderita lupus erimatosus di indonesia menurut yayasan lupus

indonesia sampai dengan tahun 2005 diperkirakan mencapai 5000 orang.8

Keterlibatan ginjal lupus erimatosus sistemik merupakan manifestasi penyakit

yang umum di jumpai dan merupakan prediktor kuat luaran yang buruk.

Prevalensi penyakit ginjal pada studi kohort besar yang terdiri atas 2649

pasien lupus erimatosus sitemik bervariasi antara 31-65%. Di dapatkan

insidensi penyakit ginjal akut sebesar 10%, bedasarkan data dari Asia,

keterlibatan renal berkisar antara 6-100% secara keseluruhan.13

Perkiraan prevalensi keterlibatan ginjal secara klinis pada pasien Sle

berkisar antara 30-90% pada studi-studi yang sudah di pulikasikan. Prevalensi

sesungguhnya dari nefritis lupus klinis pada pasien SLE kemungkinan sekitar

50%. SLE lebih sering ditemukan pada orang yang berkulit hitam dan ras

Asia dibandingkan denganras lain, karena prevalensi SLE lebih tinggi pada

wanita (rasio wanita:pria=9:1) nefritis lupus juga sering dijumpai pada

wanita. Kebanyakan pasien dengan lupus erimatosus sistemik (SLE) terkena

nefritis lupus pada awal perjalanan penyakitnya. Lupus erimatosus sistemik

lebih sering terjadi pada wanita di dekade tiga kehidupannya, dan nefritis

lupus juga sering terjadi pada pasien usia 20-40 tahun. Anak dengan SLE

memiliki risiko penyakit ginjal lebih tinggi daripada dewasa dan lebihsering

mengalami cedera akibat penyakit agresif dan toksisitas akibat pengobatan.

Selama 4 dekade terakhir, perubahan dari manamejen nefritis lupus telah

meningkatkan kemungkinan hidup pasien, saat ini rata-rata 10 year survival

rate dari lupus erimatosus sistemik (SLE) telah melebihi 90%, sebelum tahun

1995,5-year survival rate kurang dari 50%. Penurunan mortalitas terkait SLE

4

Page 5: Refrat Nefritis Lupus

dapat merupakan kontribusi diagnosis lebih awal (termasuk kasus ringan),

perbaikan pengobatan spesifik dan kemajuan ilmu kedokteran secara umum.11

Morbiditas dari nefritis lupus terkait dengan penyakit ginjalnya sendiri,

selain komplikasi pengobatan dan komorbiditas seperti penyakit

kardiovaskular dan trombosis. Gagal ginjal progresif dapat berakhir pada

anemia, uremia dan gangguan asam basa serta elektrolit. Hipertensi akan

semakin meningkatkan risiko penyakit jantung koroner dan stroke. Sindroma

nefrotik dapat menimbulkan edema, asites dan hiperlipidemia. Komplikasi

infeksi yang terkait SLE aktif dan pengobatan imunosupresi saat ini

merupakan penyebab utama kematian pada SLE fase awal yang aktif, dan

arteriosklerosis dini adalah penyebab kunci mortalitas pada fase lanjut.

Framingham Offspring Study menunjukkan bahwa wanita usia 35-44 tahun

dengan LES adalah 50 kali lebih mudah mengalami iskemia miokardial

dibandingkan wanita sehat. Penyebab PJK dini pada pasien LES bersifat

multifaktorial, termasuk disfungsi endotel, mediator inflamasi, atherogenesis

yang diinduksi kortikosteroid dan dislipidemia yang terkait dengan penyakit

ginjal.12

C. ETIOLOGI

Nefritis lupus terjadi ketika antibody (antinuklear antibody) dan

komplemen terbentuk di ginjal yang menyebabkan terjadinya peradangan.

Hal tersebut biasanya mengakibatkan terjadinya sindrom nefrotik (eksresi

protein yang besar) dan dapat progresi cepat menjadi gagal ginjal. Produk

nitrogen sisa terlepas kedalam aliran darah, lupus erimatosus sistemik (SLE)

menyerang berbagai struktur internal dari ginjal, meliputi nefritis intertitial

dan glomerulonefritis membranosa.18

D. PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS

Patogenesis timbulnya lupus erimatosus sitemik (SLE) diawali oleh,

estrogen memegang peranan kunci sebagai penyebab SLE. Faktor lain yang

berpengaruh pada kejadian SLE adalah genetik, lingkungan, kontrasepsi

5

Page 6: Refrat Nefritis Lupus

hormonal, sosial dan pola antibodi. Faktor lingkungan yang mempengaruhi

adalah sinar matahari atau ultra violet yang dapat meningkatkan, eksaserbasi

SLE. interaksi faktor- faktor tersebut ini akan mempengaruhi dan

mengakibatkan terjadinya respon imun yang menimbulkan peningkatan sel T

dan sel B, sehingga terjadi peningkatan auto-antibody (DNA-anti-DNA),

sebagian auto-antibodi ini akan membentuk kompleks imun bersama dengan

nukleosom (DNA-histon)kromatin, C1q, laminin Ro(SS-A), ubiquitin dan

ribosom, yang kemudian akan membuat deposit (endapan) sehingga terjadi

kerusakan jaringan. Pada sebagian kecil nefritis lupus tidak ditemukan

deposit kompleks imun dengan sediaan imunofluoresens atau mikriskop

electron, sehingga disebut sebagai pauci-immune necrotizing

glomerulonefritis.4

Patofisiologi terjadinya Lupus Nefritis, Gambaran klinis kerusakan

glomerolus dihubungkan dengan letak lokasi terbentuknya deposit kompleks

imun. Deposit pada mesangium dan subendotel terletak proksimal terhadap

membrane basalis glomerulus sehingga mempunyai akses dengan pembuluh

darah. Deposit pada daerah tersebut ini akan mengaktifkan komplemen yang

kemudian membentuk kemoatraktan C3a dan C3a. Selanjutnya terjadi influx

sel neutrofil dan sel mononuclear. Deposit pada mesangium dan subendotel

secara histopatologis memberikan gambaran mesangial, proliferative fokal,

dan proliferative difus; secara klinis memberikan gambaran sedimen urin

yang aktif (ditemukan eritrosit, leukosit,silinder sel, dan granula), proteinuria,

dan sering disertai penurunan fungsi ginjal. Sedangkan deposit pada subepitel

tidak mempunyai hubungan dengan pembuluh darah karena dipisahkan oleh

membrane basalis glomerulus sehingga tidak terjadi influx neutrofil dan sel

mononuclear. Secara histopatologis memberikan gambaran nefropati

membranosa dan secara klinis hanya memberikan gejala proteinuri.14

Respon autoantibodi pada LES tampaknya terarah terhadap nukleosom

yang terbentuk dari sel apoptotik. Pasien dengan LES memiliki mekanisme

klirens seluler yang buruk. Debris nuklear dari sel apoptotik menginduksi

interferon-alfa melalui sel-sel dendritik plasmasitoid, yang merupakan

6

Page 7: Refrat Nefritis Lupus

induser sistem imun dan autoimunitas. Pada LES, limfosit B autoreaktif yang

secara normal tidak aktif menjadi aktif karena malfungsi mekanisme

homeostasis normal, sehingga autoantibodi diproduksi. Autoantibodi lain,

termasuk anti-dsDNA terjadi lewat suatu proses penyebaran epitop.

Autoantibodi ini akan bertambah banyak seiring waktu secara bertahap,

beberapa bulan sampai tahun sebelum onset LES klinis. Lupus nefritis terkait

dengan produksi autoantibodi nefritogenik dengan ciri-ciri sebagai berikut 18

1. Yang dianggap antigen secara spesifik adalah nukleosom atau dsDNA :

beberapa antibodi dsDNA bereaksi silang dengan membran basal

glomerulus.

2. Autoantibodi yang berafinitas tinggi dapat membentuk kompleks imun

intravaskular, yang menumpuk dalam glomerulus.

3. Autoantibodi kationik memiliki afinitas yang lebih tinggi dengan membran

basal glomerulus yang bersifat anionik.

4. Autoantibodi isotop tertentu (IgG1 dan IgG3 ) dapat mengaktivasi

komplemen.

Kompleks imun terbentuk intravaskular dan kemudian diendapkan dalam

glomeruli. Selain itu, autoantibodi dapat berikatan langsung dengan protein

pada membran basal glomerulus (yang kemungkinan adalah α-aktinin) dan

membentuk kompleks imun in situ. Kompleks imun mencetuskan respons

inflamasi dengan mengaktivasi komplemen dan menarik sel-sel radang,

termasuk limfosit, makrofag dan netrofil. Tipe histologis dari nefritis lupus

yang terjadi tergantung dari berbagai faktor, termasuk spesifisitas antigen dan

sifat lain autoantibodi serta tipe respons inflamasi yang ditentukan oleh

faktor-faktor host lainnya. Pada bentuk yang berat dari nefritis lupus,

proliferasi sel endotel, mesangial dan epitel serta produksi matriks protein

dapat berakhir pada fibrosis.16 11

Nefritis lupus yang signifikan secara klinis biasanya terkait dengan

penurunan klirens kreatinin 30%, proteinuria >1000 mg/hari dan temuan

biopsi ginjal yang menunjukkan nefritis lupus aktif. Antibodi anti-nukleosom

7

Page 8: Refrat Nefritis Lupus

muncul dini pada perjalanan respons autoimun pada LES, mereka memiliki

sensitivitas dan spesifisitas tinggi untuk diagnosis LES serta titernya

berkorelasi dengan aktivitas penyakit. Antibodi anti-C1q berkaitan erat

dengan nefritis lupus, titer tinggi berkorelasi dengan penyakit ginjal aktif.

Abnormal urinalysis findings (albuminuria, leucocyturia, haematuria,

granular casts, hyaline casts, red blood cell casts, fatty casts, oval fat bodies)

Abnormal urinary sediment findings (leucocyturia, haematuria, granular

casts, hyaline casts) .15

Klasifikasi patologis dari nefritis lupus direvisi oleh International Society

of Pathology/Renal Pathology Society (ISN/RPS) tahun 2003 dan didasarkan

pada pemeriksaan mikroskop cahaya,imunofluoresensi dan mikroskop

elektron dari spesimen biopsi renal.

E. MANIFESTASI

Gejala nefritis aktif termasuk edema perifer sekunder terhadap hipertensi

atau hipoalbuminemia. Edema perifer ekstrim lebih sering pada pasien

dengan nefritis lupus difus proliferatif atau membranosa, karena kedua lesi

renal ini terkait dengan proteinuria berat. Gejala lain yang terkait langsung

dengan hipertensi akibat nefritis lupus proliferatif difus termasuk sakit kepala,

pusing, gangguan visual dan tanda-tanda gagal jantung.6

Gejala klinis yang dapat ditemukan merupakan kombinasi manifestasi

kelainan ginjalnya sendiri dan kelainan di luar ginjal seperti gangguan system

Sistem Saraf Pusat, system hematologi, persendian dan lainnya. Manifestasi

ginjal berupa proteinuri didapatkan pada semua pasien , sindrom nefrotik

pada 45-65% pasien, hematuria mikroskopik pada 80% pasien, gangguan

tubular pada 60-80% pasien, hipertensi pada 15-50% pasien, penurunan

fungsi ginjal pada 40-80% pasien, dan penurunan fungsi ginjal yang cepat

pada 30% pasien. Gambaran klinis yang ringan dapat berubah menjadi bentuk

yang berat dalam perjalanan penyakitnya. Beberapa predictor yang

dihubungkan dengan perburukan fungsi ginjal pada saat pasien diketahui

8

Page 9: Refrat Nefritis Lupus

menderita NL antara lain ras kulit hitam, hematokrit 2.4 mg/dl, dan kadar C3

< 76 mg/dl.

F. GAMBARAN HISTOPATOLOGIS

Kelainan ginjal yang ditemukan pada pemeriksaan histopatologi

mempunyai nilai yang sangat penting. Gambaran ini mempunyai hubungan

dengan gejala klinis yang ditemukan pada pemeriksaan dan juga menentukan

pilihan pengobatan yang akan diberikan. Karena itu biopsy ginjal harus

dilakukan bila tidak ada kontraindikasi. Pada tahun 1995 WHO memperbaiki

klasifikasi kelainan histopatologi NL seperti terlihat dibawah ini:

Klasifikasi Nefritis Lupus Menurut WHO 1995:9

I: Glumeruli normal

a. Normal dengan sesuai teknik pemeriksaan

b. Normal dengan mikroskop cahaya, akan tetapi di temukan deposit

dengan cara imunohistologi dan/atau dengan mikroskop elektron.

II: perubahan pada mesangial

a. Pelebaran mesangial dan atau dengan hiperselular ringan

b. Proliferasi sel mesangial

III: focal segmental glomerulonefritis (dengan perubahan ringa/sedang

mesangial, dan/atau deposit epimembran segmental)

a. Lesi nefrotik aktif

b. Lesi sklerotik aktif

c. Lesi sklerotik

IV :glomerulonefritis difus (deposit luas mesangial/mesangiokapiler dan

subendotel)

Klasifikasi lupus menurut International Society of Nephrology/ Renal

Pathology Society (ISN/RPS) 2003 :

Class I : Minimal mesangeal lupus nephritis

Class II : Mesangeal proliferative lupus nephritis

Class III : Focal lupus nephritis

9

Page 10: Refrat Nefritis Lupus

Class IV : Diffuse segmental (IV-S) or global (IV-G) lupus nephritis

Class V : Membranous lupus nephritis

Class VI : Advance sclerosing lupus nephritis

G. PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG

Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda berkurangnya fungsi ginjal dengan

edem, hipertensi. Auskultasi abnormal dapat terdengar di jantung dan paru

yang menandakan overload cairan .9

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan: 9

- Tes ANA tes ini sangat sensitif untuk SLE, tetapi tidak spesifik.

ANA juga dapat ditemukan pada pasien atritis rematoid, skleroderma,

sindroma syogren, poli miositis dan infeksi HIV. Titer ANA tidak

mempunyai kolerasi yang baik dengan berat kelainan ginjal.

- Tes anti ds DNA ( anti double stranded DNA) lebih spesifik tetapi

kurang sensitif. Tes ini untuk kira-kira 75% pasien SLE aktif yang

belum diobati. Dapat diperiksa dengan teknik Radiomunoassay Farr

atau teknik ELISA. Anti ds DNA mempunyai kolerasi yang baik

dengan adanya kelainan ginjal.

- Pemeriksaan lain adalah antibodi anti-ribonuklear seperti anti Sm dan

anti-nRNP.

- Kadar komplemen serum menurun pada saat fase aktif SLE, terutama

pada nefritis lupus tipe proliferatif. Kadar C3 dan C4 serum sering

sudah dibawah normal sebelum gejala lupus bermanifestasi.

Normalisasi kadar komplemen dihubungkan dengan perbaikan NL.

- Basal urea nitrogen dan kreatinin

- Urinalisis

- Urine immunoglobulin rantai pendek

- Biopsi ginjal

o Biopsi ginjal membantu menentukan tipe nefritis dan berguna

untuk terapi lebih tepat tetapi beberapa ahli tidak

merekomendasikan biopsi ginjal sebagai tindakan rutin pada

10

Page 11: Refrat Nefritis Lupus

setiap nefritis, karena merupakan tindakna invasif ( Bertias

dkk, 2000).

o Indikasi biopsi ginjal menurut beberapa ahli adalah perburukan

protein uria respon pengobatan minimal, nefritis kambuh, dan

gagal ginjal akut.17

o Indikasi biopsi ginjal menurut ahli yang lain.3

Hematuria dan silinder uria positif atau hematuria dan

protein uria > 0,5 gr sehari

Hematuria dengan protein uria < 0,5 gr sehari tetapi

kadar C3 rendah atau dan ds DNA positif

Protein uria > 1gr sehari terutama di tambah kadar

komplemen C3 rendah dan ds DNA positif

H. DIAGNOSIS

Diagnosis lupus eritematosus sistemik didasarkan pada kriteria klinis dan

laboratorium. Kriteria yang dikembangkan oleh American College of.

Rheumatology (ACR). Pada diagnosis klinis NL ditegakan bila pada pasien

SLE (minimal terdapat 4 dari kriteria ARA) didapatkan protein urea ≥ 1gr/24

jam dengan atau hematuria (>8 eritrosit/LPB) dengan atau penurunan fungsi

ginjal sampai 30% sedangkan diagnosis pasti nefritis lupus ditegakan dengan

biopsi ginjal. Protein uria umumnya di peruksa dengan cara mengukur jumlah

secara kuantitatif dengan mengumpulkan urin selama 24 jam. Cara lain yang

lebih praktis dan sekarang banyak mulai dilakukan ialah mengukur rasio

protein dengan kreatinin pada sample urin sewaktu (ekskresi kreatinin normal

1000mg/24jam /1,75m2; rasio protein keatinin normal ,0,2). Pemeriksaan ini

lebih mudah dikerjakan terutama diperiksa menilai perubahan jumlah protein

setelah dilakukan pengobatan.

Kriteria ARA

1. Ruam Malar

2. Ruam Diskoid

11

Page 12: Refrat Nefritis Lupus

3. Foto sensitif

4. Ulkus di mulut

5. Artritis/artralgia

6. Serositis

a. Efusi perikardial

b. Efusi paru

7. Kelainan ginjal

a. Proteinuria (>0.5 gr//24 jam)

b. Cellular cast

8. Kelainan neurologis

9. Kelainan darah

a. Anemia hemolitik

b. Leukopenia (< 4000)

c. Limfopenia (<1500)

d. Trombositopenia (<100.000)

10. Sero-imunologi

a. Anti ds DNA

b. Anti Sm

c. Sel LE

d. VDRL

11. ANA

Pada suatu studi yang menggunakan pasien berpenyakit jaringan ikat

sebagai grup kontrol, kriteria diagnostik ACR untuk LES ditemukan memiliki

sensitivitas96% dan spesifisitas 96%. Studi lain melaporkan sensitivitas mulai

70-96 persen dan spesifisitas mulai 89-100 persen. Bagaimanapun kriteria

ACR mungkin kurang akurat pada pasien dengan manifestasi ringan LES. 12

Peningkatan titer antibodi antinuklear (ANA) menjadi 1:40 atau lebih tinggi

adalah yang paling sensitif dari kriteria ACR. Lebih dari 99 persen pasien

dengan LES memiliki peningkatan ANA titer pada titik tertentu, walaupun

sejumlah besar pasien mungkin titernya negatif pada fase awal penyakit.

Bagaimanapun tes ANA tidak spesifik untuk LES. Penyakit lain yang sering

12

Page 13: Refrat Nefritis Lupus

terkait dengan uji ANA positif termasuk sindrom Sjögren (68% dari pasien),

skleroderma (40-75% pasien), artritis rematoid (25-50%) dan artritis rematoid

juvenil (16%). Uji ANA juga bisa positif pada pasien dengan fibromialgia.

Pada pasien dengan penyakit selain LES, titer ANA umumnya lebih rendah

dan pola imunofluoresensinya berbeda. ACR merekomendasikan uji ANA

pada pasien yang mengalami dua atau lebih gejala dan tanda. Apabila titer

ANA normal pada kasus keterlibatan sistem organ yang nyata dengan

kecurigaan lupus eritematosus sistemik maka harus dilakukan penelusuran

diagnosis alternative. Bila tidakditemukan sebab lain, dapat dipertimbangkan

diagnosis LES ANA-negatif dan konsultasi ke ahli reumatologi. Bila pasien

dengan titer ANA normal mengalami gejala klinis baru yang sesuai dengan

LES maka ujui ANA harus diulangi .2

I. PENATALAKSANAAN

Kebanyakan klinisi sepakat akan tujuan terapeutik seperti berikut untuk

pasien yang baru terdiagnosis nefritis lupus : (1) untuk mencapai remisi renal

segera, (2) untuk mencegah renal flare, (3) untuk menghindari gangguan

ginjal kronik, (4) untuk mencapai tujuan-tujuan di atas dengan toksisitas

minimal. Walaupun dalam dekade terakhir angka survival meningkat, harus

ditekankan bahwa regimen imunosupresif hasilnya masih suboptimal.

Pertama, angka remisi renal setelah terapi lini pertama paling baik hanya 81%

dalam studi-studi prospektif terbaru. Kedua, relaps renal terjadi pada

sepertiga dari pasien LN, kebanyakan saat pasien masih dalam kondisi

imunosupresi. Ketiga, antara 10-20% pasien mengalami gagal ginjal terminal

5-10 tahun setelah onset penyakit, walaupun angka ini menurun pada studi-

studi berikutnya (5-10%). Akhirnya, toksisitas terkait pengobatan masih

merupakan kekuatiran utama, seperti efek samping metabolik dan tulang pada

kortikosteroid dosis tinggi, infeksi tulang atau gagal ovarium prematur pada

wanita yang menerima siklofosfamid dosis tinggi.16

13

Page 14: Refrat Nefritis Lupus

Prinsip pengobatan nefritis lupus:

1. Terapi kortikosteroid harus diberikan bila pasian mengalami penyakit

ginjal yang signifikan secara klinis. Gunakan agen imunosupresif

terutama siklofosfamid, azathioprine, atau mycophenolate mofetil bila

pasien mengalami lesi proliferatif agresif. Agen-agen ini juga bisa

digunakan bila pasien tidak respon atau terlalu sensitif terhadap

kortikosteroid.

2. Obati hipertensi secara agresif, pertimbangkan pemberian ACE

inhibitor atau ARB bila pasien mengalami proteinuria signifikan tanpa

insufisiensi renal signifikan.

3. Restriksi asupan lemak atau gunakan terapi lipid-lowering seperti

statin untuk hiperlipidemia sekunder terhadap sindrom nefrotik.

Restriksi asupan protein bila fungsi ginjal sangat terganggu. Berikan

suplementasi kalsium untuk mencegah osteoporosis bila pasien dalam

terapi steroid jangka panjang dan pertimbangkan penambahan

bifosfonat.

4. Hindari obat-obatan yang mempengaruhi fungsi ginjal, termasuk

OAINS terutama pada pasien dengan level kreatinin yang meningkat.

Salisilat non asetilasi dapat digunakan untuk mengobati gejala

inflamasi pada pasien dengan penyakit ginjal.

5. Pasien dengan nefritis lupus aktif harus menghindari kehamilan,

karena dapat memperburuk penyakit ginjalnya.

6. Pasien dengan ESRD, sklerosis dan indeks kronisitas tinggi

berdasarkan biopsi ginjal biasanya tidak berespon terhadap terapi

agresif. Pada kasus-kasus ini fokuskan terapi pada manifestasi

ekstrarenal dari LES dan kemungkinan transplantasi ginjal

7. Terapi untuk tipe spesifik nefritis lupus berdasarkan patologi renal :

- Kelas I : Nefritis lupus minimal mesangial tidak memerlukan terapi

spesifik

- Kelas II : Nefritis lupus mesangial proliferatif mungkin

memerlukan pengobatan bila proteinuria lebih dari 1000 mg/hari.

14

Page 15: Refrat Nefritis Lupus

Pertimbangkan prednison dosis rendah sampai moderat (mis. 20-40

mg/hari selama 1-3 bulan diikuti tapering.

- Kelas III dan IV : Pasien dengan nefritis fokal atau difus berisiko

tinggi menjadi ESRD dan memerlukan terapi agresif.

Berikan prednison 1 mg/kg/hari selama paling sedikit 4

minggu tergantung respons klinis. Kemudian dilakukan

tapering sampai dosis rumatan 5-10 mg/hari selama kurang

lebih 2 tahun. Pada pasien sakit akut, metilprednisolon

intravena dengan dosis hingga 1 gram/hari selama 3 hari

dapat digunakan untuk inisiasi terapi kortikosteroid.

Gunakan obat imunosupresif sebagai tambahan

kortikosteroid pada pasien yang tidak berespon dengan

kortikosteroid sendiri, yang mengalami toksisitas terhadap

kortikosteroid, yang fungsi ginjalnya memburuk, yang

mengalami lesi proliferatif berat atau terdapat bukti

sklerosis pada spesimen biopsi ginjal. Baik siklofosfamid

dan azathioprine efektif untuk nefritis lupus proliferatif

walaupun siklofosfamid tampaknya lebih efektif dalam

mencegah progresi ke ESRD. Mycophenolate mofetil telah

ditunjukkan cukup efektif dalam mengobati pasien-pasien

ini dan dapat digunakan sendiri atau setelah 6 bulan

siklofosfamid intravena.

Berikan siklofosfamid intravena secara bulanan selama 6

bulan dan setelahnya tiap 2-3 bulan tergantung respons

klinis. Durasi terapi yang umum adalah 2-2,5 tahun.

Turunkan dosis bila klirens kreatinin <30 mL/menit.

Sesuaikan dosis tergantung respon hematologis. Leuprolide

asetat, suatu analog gonadotropin-releasing hormone, dapat

melindungi terhadap gagal ovarium.

Azathioprine dapat juga digunakan sebagai agen lini kedua,

dengan penyesuaian dosis tergantung respon hematologis.

15

Page 16: Refrat Nefritis Lupus

Mycophenolate mofetil berguna pada pasien dengan nefritis

lupus fokal atau difus dan telah terbukti setidaknya sama

efektif dengan siklofosfamid intravena dengan toksisitas

lebih rendah pada pasien dengan fungsi ginjal yang stabil.

- Kelas V : Pasien dengan nefritis lupus membranosa umumnya

diterapi dengan prednison selama 1-3 bulan, diikuti tapering

selama 1-2 tahun bila respon baik. Bila tidak ada respon, obat

dihentikan. Agen imunosupresif umumnya tidak digunakan kecuali

fungsi ginjal memburuk atau komponen proliferatif ditemukan

pada sampel biopsi renal. Beberapa bukti klinis mengindikasikan

bahwa azathioprine, siklofosfamid, siklosporin, dan klorambusil

efektif dalam mengurangi proteinuria. Mycophenolate mofetil juga

mungkin efektif.

Pasien dengan ESRD memerlukan dialisis dan merupakan

kandidat yang baik untuk transplantasi ginjal. Pasien dengan ESRD

sekunder terhadap LES mewakili 1,5% dari seluruh pasien dialisis

di Amerika. Angka survival pasien dengan dialisis sebanding

dengan pasien dialisis yang tidak punya LES (5 year survival rate

60-70%). Hemodialisis lebih disukai dibandingkan dialisis

peritoneal; beberapa studi medokumentasikan level anti-dsDNA

yang lebih tinggi, lebih banyak trombositopenia dan kebutuhan

steroid yang lebih tinggi pada pasien ESRD akibat LES yang

dilakukan dialisis peritoneal. Hemodialisis juga memiliki efek anti-

inflamasi dengan penurunan level limfosit T-helper. Umumnya

LES tenang pada pasien hemodialisis. Walaupun flare seperti rash,

artritis,serositis, demam dan leukopenia dapat terjadi, dan

memerlukan terapi spesifik.6

Perjalanan penyakit nefritis lupus bervariasi antar pasien LES, bahkan

pada mereka yang memiliki tipe histologis yang sama. Agen imunosupresif

dapat menginduksi remisi pada sebagian besar pasien dengan nefritis lupus

proliferatif, tetapi sebagian proporsi dari mereka- berkisar antara 27-66% pada

16

Page 17: Refrat Nefritis Lupus

berbagai studi-akan mengalami flare. Flare merupakan masalah karena bahaya

kerusakan kumulatif yang dapat menurunkan fungsi ginjal dan juga toksisitas

akibat imunosupresi tambahan. Terapi rumatan dengan azathioprine,

mycophenolate mofetil atau pulse siklofosfamid biasanya direkomendasikan.

Flare renal dapat dikategorikan sebagai nefritik atau nefrotik dan bisa ringan

atau berat. Mayoritas pasien yang mengalami flare dapat pulih fungsi

ginjalnya, bila didiagnosis dan diobati segera. Mocca dkk mendefinisikan

renal flare sebagai peningkatan 30% dari kreatinin serum atau peningkatan 2,0

gram/hari dari proteinuria setelah terapi induksi. Pasien dengan indeks

aktivitas teinggi dan adanya karyorrhexis lebih sering mengalami rekurensi

penyakit. Ioannidis dkk mendefinisikan penyakit rekuren sebagai sedimen urin

aktif (8-10 RBC/lpb) atau lebih dari 500 mg proteinuria/24 jam .6

Tujuan pengobatan adalah memperbaiki fungsi ginjal. Medikamentosa

berupa kortikosteroid dan agen imunosupresif . Dialisis dapat dilakukan untuk

mengontrol gejala gagal ginjal. Transplantasi ginjal juga direkomendasikan

(pasien dengan lupus yang aktif tidak boleh dilakukan transplantasi ginjal).

Dosis kumulatif rata-rata dan dosis per sesi IV, dan masa paparan terhadap

Siklofosfamid IV dan Metilprednisolon dalam pengobatan Nefritis Lupus dan

Sindrom Nefrotik ternyata identik dalam penelitian observasional selama 7

tahun.1

Selama pengobatan NL harus menilai keberhasilan terapi, beberapa

kriteria keberhasilan terapi : Renal remission, complete renal remission,

diesease remission, renal relaps.

Kriteria renal remission :

a. Berkurangnya proteinuria ≥ 50% dan proteinuria < 3gr/24jam.

b. Hilangnya hematuria ( RBC ≤5 )

c. Hilangnya piuria (WBC ≤5)

d. Hilangnya celluler cast (<1)

e. Stabil (fluktuasi dalam 10% dibanding nilai awal) GFR jika serum

kreatinin awal < 2mg/dl atau peningkatan ≥ 30% jika serum kreatinin

awal ≥ 2mg/dl.

17

Page 18: Refrat Nefritis Lupus

Kriteria renal relaps :

a. Peningkatan proteinuria ≥ 50% dan proteinuria >1gr/24jam

b. Hematuria (RBC >5)

c. Piuria (WBC > 5)

d. Celluler cast ≥1

e. Penurunan GFR ≥ 30% pada dua pengukuran

Complete renal remission :

a. Proteinuria 24jam ≤ 500mg

b. RBC ≤5

c. WBC ≤5

d. Celluler cast <1

e. GFR ≥ 80ml/menit/1,73. Semua kriteria tersebut paling sedikit pada

dua kali pengukuran selama satu bulan pengobatan

Dieases remission merupakan kombinasi antara complete renal remision

dan tidak adanyan manifestasi ekstra renal.10

Pada penatalaksanaan penting diperhatikan adalah fokus pada strategi

terapi yang bertujuan untuk mengurang progresifitas penyakit ginjal,

menghambat perkembangan penyakit vaskuler, menghambat kambuhnya

penyakit dan mengurangi efek samping pengobatan. Pengobatan pada NL

bertujuan untuk terjadinya induksi dan mencegah terjadinya relaps. Namun

disadari pula maintenance pengobatan jangka panjang dengan steroid dan

cytotoxic agent sering disertai dengan terjadinya efek samping dan

morbiditas. Rata-rata kejadian relaps masih>40% dalam waktu 5 tahun.5

J. PROGNOSIS

Pada nefritis lupus kelas I dan II hampir tidak terjadi penurunan fungsi

ginjal yang bermakna sehingga secara nefrologis kelompok ini memiliki

prognosis yang baik. Nefritis lupus kelas III dan IV hampir seluruhnya akan

menimbulkan penurunan fungsi ginjal. Pada nefritis lupus kelas III yang

keterlibatan glomerolus 50%, dimana prognosis kelompok ini menyerupai

prognosis nefritis lupus kelas IV yaitu buruk. Nefritis lupus kelas V memiliki

18

Page 19: Refrat Nefritis Lupus

prognosis yang cukup baik sama dengan nefropati membranosa primer,

sebagian kecil akan menimbulkan sindrom nefrotik yang berat.19

Prognosis bergantung kepada bentuk dari nefritis lupus. Pasien dapat

sembuh sementara dan kemudian timbul kembali gejala akut dari lupus.

Beberapa kasus berkembang menjadi gagal ginjal kronik.14

19

Page 20: Refrat Nefritis Lupus

BAB III

KESIMPULAN

Nefritis lupus adalah komplikasi ginjal pada SLE. Penyakit SLE dpapat

ditemukan pada semua umur, tapi paling sering pada usia 20-40 tahun dan 90%

adalah wanita. Keterlibatan ginjal paling sering ditemukan sekitar 60% pada

pasien dewasa, walaupun pada awal SLE kelainan ginjal didapatkan 35-50 kasus.

Diagnosis klinis NL ditegakan bila pada pasien SLE (minimal terdapat 4

dari kriteria ARA) didapatkan protein urea ≥ 1gr/24 jam dengan atau hematuria

(>8 eritrosit/LPB) dengan atau penurunan fungsi ginjal sampai 30% sedangkan

diagnosis pasti nefritis lupus ditegakan dengan biopsi ginjal.

Pada penatalaksanaan penting diperhatikan adalah fokus pada strategi

terapi yang bertujuan untuk mengurang progresifitas penyakit ginjal, menghambat

perkembangan penyakit vaskuler, menghambat kambuhnya penyakit dan

mengurangi efek samping pengobatan. Pengobatan pada NL bertujuan untuk

terjadinya induksi dan mencegah terjadinya relaps. Namun disadari pula

maintenance pengobatan jangka panjang dengan steroid dan cytotoxic agent

sering disertai dengan terjadinya efek samping dan morbiditas. Rata-rata kejadian

relaps masih>40% dalam waktu 5 tahun.

20

Page 21: Refrat Nefritis Lupus

DAFTAR PUSTAKA

1. Ardoin SP, Pisetsky DS. Development in the scientific understanding of

lupus.Arthritis Research & Therapy 2008, 10:218

2. Belmont MH. Lupus Clinical Overview. In: James K, Blaire M, eds.

Nephritis Lupus. 5th ed. New York, PA: McShane; 2006: 123-58.

3. Bertias G, Sidiropoulos P, Boumpas DT. 2000. Systemic Lupus

Erythematosus: Treatment – Renal Invelotment. Rheumatology.

Philadelphia: Mosby Elsevier.

4. Bevra HH. Systemic Lupus Erythematosus. 2005. Harrison Principles Of

International Medicine ed 16th. Vil II. McGraw-Hill Medical Publishing

Division

5. Boletis JN, Marnaki S, Skalioti C. Rituximab and Mycophenolate Mofeil

For Relapsing Moliferative Lupus Nephritis : A Long Term Prospective

Study. Nephrol Dial Transplant; 2009 24: 2157-2160

6. Brent LH, Hamed FA. Lupus Nephritis. In: James K, Blom, eds. Lupus

Erythematosus. 12th ed. Washington, PA: Lippincott Williams and

Wilkins; 2008: 849-67.

7. Brunner HI, Gladman DD, Ibañez D, Urowitz MD, Silverman ED.

Difference in disease features between childhood-onset and adult-onset

systemic lupus erythematosus. Arthritis Rheum. Feb 2008;58(2):556-62..

8. Gill JM et al. Diagnosis of systemic lupus erythematosus. Am Fam

Physician. (Journal).2003;68:2179-86.

9. Hugh RB, Yvonne M, O’Meara, Barry MB. Glomerular Disease. 2005.

Harrison Principles Of International Medicine ed 16th. Vil II. McGraw-

Hill Medical Publishing Division.

10. Laskari K. Mavragani P. 2010. Tziofag Moustopoulys M. Mycephenolat

Mofeil as Maintenance therapy for Proliferative Lupus Nephritis: a Long

term obervasitional prospective study arthritis reasearch & therapy.

11. Rahman A, Isenberg DA. Systemic lupus erythematosus. N Engl J Med.

2008;358(9):929-39

21

Page 22: Refrat Nefritis Lupus

12. Schur PH. General symptomatology and diagnosis of systemic lupus

erythematosus in adults. (Letter). 2005:60: 125

13. Sudoyo AW et al. Nefritis lupus. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

3. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam UI, 2007

14. Tumlin JA. Lupus Nephritis : Histology,diagnosis and treatment. Bulletin

of the NYU Hospital for Joint Diseases 2008;66(3):188-94

15. The 8th International Congress on SLE; May 23-27, 2007; Shanghai,

China. Updating the American College of Rheumatology revised criteria

for the classification of systemic lupus erythematosus [Letter]. Arthritis

Rheum 1997;40:1725.

16. Sidiropoulos P et al. Lupus nephritis flares. Lupus 2005;14: 49-52

17. Vasuvedan AR, Ginzler EM. 2000. Clinical feature of Sistemic Lupus

Erythematosus. Rheumatologiy. Philadelphia: Mosby Elsevier.

18. Waldman M, Appel GB. Update on the treatment of lupus

nephritis.Kidney Int 2006; 70 : 1403-12

19. Weening JJ, D’Agati VD, Schwartz MM, Seshan SV, Alpers CE, Appel

GB. The classification of glomerulonephritis in systemic lupus

erythematosus revisited. J Am Soc Nephrol. 2004;15(2):241-50

22