Top Banner
BAB 1 PENDAHULUAN Mata merupakan alat indra yang penting bagi manusia yang berfungsi untuk melihat. Penglihatan mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan. Untuk itu diperlukan penglihatan yang baik agar setiap individu dapat berfungsi maksimal dalam menjalankan kegiatannya. Namun, sering kali kesehatan mata kurang terperhatikan, sehingga menyebabkan gangguan penglihatan salah satunya kelainan refraksi. Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang fokus. Kelainan ini dapat dideteksi, diobati dan dievaluasi. Namun dapat menjadi masalah serius jika tidak cepat ditanggulangi. Oleh karena itu setiap pasien wajib dilakukan pemeriksaan visus sebagai bagian dari pemeriksaan fisik mata umum. Pemeriksaan visus merupakan pengukuran obyek terkecil yang dapat diidentifikasi terhadap seseorang dalam jarak yang ditetapkan dari mata. Sekitar 148 juta atau 51% penduduk di Amerika Serikat memakai alat pengkoreksi gangguan refraksi, dengan penggunaan lensa kontak mencapai 34 juta orang. 1 Angka kejadian rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Jumlah penderita rabun jauh di Amerika Serikat berkisar 3% antara usia 5-7 tahun, 8% antara usia 8-10 tahun, 14% antara usia 11-12 tahun dan 25% antara usia 12-
73

Refraksi Sally

Sep 12, 2015

Download

Documents

sallykartika

,
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Mata

BAB 1PENDAHULUAN

Mata merupakan alat indra yang penting bagi manusia yang berfungsi untuk melihat. Penglihatan mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan. Untuk itu diperlukan penglihatan yang baik agar setiap individu dapat berfungsi maksimal dalam menjalankan kegiatannya. Namun, sering kali kesehatan mata kurang terperhatikan, sehingga menyebabkan gangguan penglihatan salah satunya kelainan refraksi.Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang fokus. Kelainan ini dapat dideteksi, diobati dan dievaluasi. Namun dapat menjadi masalah serius jika tidak cepat ditanggulangi. Oleh karena itu setiap pasien wajib dilakukan pemeriksaan visus sebagai bagian dari pemeriksaan fisik mata umum. Pemeriksaan visus merupakan pengukuran obyek terkecil yang dapat diidentifikasi terhadap seseorang dalam jarak yang ditetapkan dari mata. Sekitar 148 juta atau 51% penduduk di Amerika Serikat memakai alat pengkoreksi gangguan refraksi, dengan penggunaan lensa kontak mencapai 34 juta orang.1 Angka kejadian rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Jumlah penderita rabun jauh di Amerika Serikat berkisar 3% antara usia 5-7 tahun, 8% antara usia 8-10 tahun, 14% antara usia 11-12 tahun dan 25% antara usia 12-17 tahun.1 Pada etnis tertentu, peningkatan angka kejadian juga terjadi walupun persentase tiap usia berbeda. Etnis Cina memiliki insiden rabun jauh lebih tinggi pada seluruh usia. Studi nasional Taiwan menemukan prevalensi sebanyak 12% pada usia 6 tahun dan 84 % pada usia 16-18 tahun. Angka yang sama juga dijumpai di Singapura dan Jepang.1

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi MataHasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.

2.1.1 KorneaKornea merupakan jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk dan difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dan sifatnya yang transparan merupakan hal yang sangat menguntungkan karena sinar yang masuk 80% atau dengan kekuatan 40 dioptri dilakukan atau dibiaskan oleh kornea ini. Indeks bias kornea adalah 1,38. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea (H. Sidarta Ilyas, 2004). Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu: 1. Epitel Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm permukaan 2. Membran Bowman Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi 3. Stroma Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma. 4. Membran Descement Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 m. 5. Endotel Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula okluden

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Boeman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau panyakkit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunya daya regenerasi. 2.1.2 Camera oculi anterior dan posteriorCamera oculi anterior bagian anteriornya berbatasan dengan kornea, dan bagian posteriornya berbatasan dengan iris. Bagian central Camera oculi anterior memiliki kedalaman sekitar 2,5 mm. ukuran ini bertambah dangkal pada pasien dengan hipermetrop dan bertambah dalam pada pasien dengan myopia. Camera oculi anterior berisi cairan aqueus 0.25ml.Camera oculi posterior berisi 0.06ml cairan aqueus humor. Pada bagian anteriornya berbatasan dengan iris dan sebagian corpus ciliaris. Bagian posteriornya berbatasan dengan lensa. Dan bagian lateral dari camera oculi posterior berbatasan dengan corpus ciliaris.Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai contoh, karena sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (di dalam mata). Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma. Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi.3

2.1.3 Iris Iris atau selaput pelangi merupakan bagian yang berwarna pada mata. Iris menghalangi sinar masuk ke dalam mata dengan cara mengatur jumlah sinar masuk ke dalam pupil melalui besarnya pupil.Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya adalah pupil. Ukuran lubang ini dapat disesuaikan oleh kontraksi otot-otot iris untuk menerima sinar lebih banyak atau lebih sedikit. Iris mengandung dua set anyaman otot polos, satu sirkuler (serat-serat otot berjalan seperti cincin di dalam iris) dan satu radial (seperti jari roda sepeda). Karena serat otot memendek saat berkontraksi maka pupil mengecil ketika otot sirkular (otot konstriktor) berkontraksi dan membentuk cincin yang lebih kecil. Konstriksi pupil refleks ini terjadi pada keadaan sinar terang untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata. Jika otot radial atau dilator berkontraksi makan ukuran pupil bertambah. Dilatasi pupil ini terjadi pada cahaya temaram agar sinar yang masuk ke mata lebih banyak. Otot-otot iris dikendalikan oleh sistem saraf otonom. Serat saraf parasimpatis mensyarafi otot sirkular (menyebabkan konstriksi pupil) sementara saraf simpatis menyarafi otot radial (menyebabkan dilatasi pupil).

2.1.4 PupilPupil yang berwarna hitam pekat pada sentral iris mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Seluruh sinar yang masuk melalui pupil diserap sempurna oleh jaringan dalam mata. Tidak ada sinar yang keluar melalui pupil sehingga pupil akan berwarna hitam. Ukuran pupil dapat mengatur refleks mengecil atau membesarkan untuk jumlah masuknya sinar. Pengaturan jumlah sinar masuk ke dalam pupil diatur secara refleks. Pada penerangan yang cerah pupil akan mengecil untuk mengurangi rasa silau. Pada tepi pupil terdapat m.sfingter pupil yang bila berkontraksi akan mengakibatkan mengecilnya pupil (miosis). Hal ini terjadi ketika melihat dekat atau merasa silau dan pada saat berakomodasi. Selain itu, secara radier terdapat m.dilator pupil yang bila berkontraksi akan mengakibatkan membesarnya pupil (midriasis). Midirasis terjadi ketika berada di tempat gelap atau pada waktu melihat jauh.

2.1.5 Badan siliarBadan siliar merupakan bagian khusus uvea yang memegang peranan untuk akomodasi dan menghasilkan cairan mata. Di dalam badan siliar didapatkan otot akomodasi dan mengatur besar ruang intertrabekula melalui insersi otot pada skleral spur.

2.1.6. Lensa Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi (H. Sidarta Ilyas, 2004). Lensa yang jernih ini mengambil peranan membiaskan sinar 20% atau 10 dioptri. Peranan lensa yang terbesar adalah pada saat melihat dekat atau berakomodasi. Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak diantara iris dan vitreus humor. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliarSecara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu: Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body dan berada di sumbu mata. Keadaan patologik lensa ini dapat berupa: Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia, Keruh atau apa yang disebut katarak, Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat 2.1.7. Badan Vitreous (Badan Kaca) Badan vitreous menempati daerah mata di belakang lensa. Struktur ini merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam hialuronat (Luiz Carlos Junqueira, 2003). Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kejernihan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan pada badan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi.2 Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis3

2.1.8 RetinaRetina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya dan terletak di belakang pupil. Retina akan meneruskan rangsangan yang diterimanya berupa bayangan benda sebagai rangsangan elektrik ke otak sebagai bayangan yang dikenal. sel pigmen epitel retina dan terdiri atas lapisan:4a. Lapisan epitel retina yang berpigmentasib. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar yang terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucutc. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusid. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batange. Lapis pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontalf. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentralg. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengans sel ganglionh. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron keduai. Lapis serabut saraf, merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah saraf optikj. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca

2.2 Fisiologi Mata2.2.1. Mekanisme ProteksiTerdapat beberapa mekanisme yang membantu melindungi mata dari cedera. Kecuali di bagian anteriornya (depan), bola mata dilindungi oleh kantung tulang tempat mata berada. Kelopak mata bekerja sebagai penutup untuk melindungi bagian anterior mata dari gangguan lingkungan. Kelopak mata menutup secara refleks untuk melindungi mata pada bagian yang mengancam, misalnya benda yang datang cepat, sinar yang menyilaukan dan situasi di mana bagian mata terpajan atau bulu mata tersentuh. Kedipan mata yang berulang membantu menyebarkan air mata yang berfungsi sebagai pelumas, pembersih dan bahan bakterisidal. Air mata diproduksi secara terus-menerus oleh kelenjar lakrimal di sudut lateral atas di bawah kelopak mata, mengalir di atas permukaan anterior mata dan keluar melalui saluran-saluran halus di sudut mata untuk akhirnya sampai ke bagian belakang saluran hidung. Mata juga dilengkap oleh bulu mata yang bersifat protektif.Mata adalah struktur bulat berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan 1) sklera/kornea 2) koroid/badan siliar; dan 3)retina. Sebagian besar bola mata ditutup lapisan kuat jaringan ikat, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di sebelah anterior, lapisan luar terdiri dari kornea transparan, yang dapat ditembus cahaya untuk masuk ke interior mata. Koroid berpigmen banyak dan mengandung banyak pembuluh darah yang memberi nutrisi ke retina. Lapisan koroid bagian anterior mengalami spesialisasi membentuk badan siliar dan iris. Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah impuls cahaya menjadi impuls saraf. Bagian interior mata terdiri dari dua rongga berisi humor aquosus yang dipisahkan oleh lensa yang transparan agar cahaya dapat menembus mata dari kornea hingga retina. Rongga posterior mengadung humor vitreous yang penting agar bola mata tetap bulat.

2.2.2 Proses RefraksiMata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi. Mata mempunyai sistem lensa, sistem apertura yang dapat berubah-ubah (pupil), dan retina yang dapat disamakan dengan film. Sistem lensa mata terdiri atas empat perbatasan refraksi, yaitu: perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara; perbatasan antara permukaan posterior kornea dan humor aquosus; perbatasan antara humor aquosus dan permukaan anterior lensa mata; dan perbatasan antara permukaan posterior lensa dan humor vitreous. Indeks internal udara adalah 1; kornea 1,38; humor aquosus 1,33; lensa kristalina (rata-rata) 1,40; dan humor vitreous 1,34.Sinar/cahaya adalah suatu bentuk radiasi elektromagnetik yang terdiri dari paket-paket energi mirip partikel yang dinamai foton yang berjalan dalam bentuk gelombang. Fotoreseptor di mata hanya peka terhadap panjang gelombang antara 400-700 nanometer.Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea yang melengkung, struktur pertama yang dilewati oleh sinar sewaktu sinar tersebut masuk ke mata berperan paling besar dalam kemampuan refraktif total mata karena perbedaan dalam densitas pada pertemuan udara-kornea jauh lebih besar daripada perbedaan dalam densitas antara lensa dan cairan di sekitarnya. Pada astigmatisme, kelengkungan kornea tidak rata sehingga berkas sinar mengalami refraksi yang tidak sama. Kemampuan refraktif kornea seseorang tidak berubah karena kelengkungan kornea seseorang tidak pernah berubah. Sebaliknya, kemampuan refraktif lensa dapat diubah-ubah dengan mengubah kelengkungan sesuai dengan kebutuhan untuk melihat dekat atau jauh.Derajat refraksi ditentukan oleh dua faktor, yaitu: rasio indeks bias dari kedua media transparan dan derajat kemiringan antara bidang peralihan dan permukaan gelombang yang datang. Pada permukaan yang melengkung seperti lensa, semakin besar kelengkungan, semakin besar derajat pembiasan dan semakin kuat lensa. Suatu lensa dengan permukaan konveks (cembung) menyebabkan konvergensi atau penyatuan berkasberkas cahaya, yaitu persyaratan untuk membawa suatu bayangan ke titik fokus. Dengan demikian, permukaan refraktif mata bersifat konveks. Lensa dengan permukaan konkaf (cekung) menyebabkan divergensi (penyebaran) berkasberkas cahaya.Gelombang cahaya mengalami divergent ke semua arah dari titik sumber cahaya. Berkas cahaya divergent yang mencapai mata harus dibelokkan ke dalam agar dapat difokuskan kembali ke suatu titik fokus di retina peka cahaya agar diperoleh bayangan akurat sumber cahaya. Gambar. Pembiasan cahaya dari medium udara ke kacaPembelokan sebuah berkas sinar (refraksi) terjadi ketika suatu berkas cahaya berpindah dari satu medium dengan tingkat kepadatan tertentu ke medium dengan tingkat kepadatan yang berbeda. Sinar berjalan lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan lainnya misalnya air dan kaca. Ketika masuk ke suatu medium dengan densitas tinggi, berkas cahaya melambat. Arah berkas berubah jika cahaya tersebut mengenai permukaan medium baru dalam sudut yang tidak tegak lurus. Berbeloknya berkas sinar dikenal sebagai refraksi (pembiasan). Pada permukaan melengkung seperti lensa, semakin besar kelengkungan maka semakin besar derajat pembelokan dan semakin kuat lensa. Ketika suatu berkas cahaya mengenai permukaan lengkung suatu benda dengan densitas lebih besar maka arah refraksi bergantung pada sudut kelengkungan. Permukaan konveks melengkung keluar, sementara permukaan konkaf melengkung ke dalam. Permukaan konveks menyebabkan konvergensi berkas sinar, membawa berkas-berkas tersebut lebih dekat satu sama lain. karena konvergensi penting untuk membawa suatu bayangan ke titik fokus, maka permukaan refraktif mata berbentuk konveks. Permukaan konkaf membuyarkan berkas sinar (divergensi). Lensa konkaf bermanfaat untuk mengkoreksi kesalahan refraktif tertentu mata, misalnya berpenglihatan dekat. Berkas cahaya dari sumber sinar yang berjarak lebih dari 20 kaki (6 meter) dianggap paralel pada saat berkas tersebut mencapai mata. Sebaliknya, berkas cahaya yang berasal dari benda dekat masih tetap berdivergensi ketika mencapai mata. Untuk kemampuan refraktif tertentu mata, diperlukan jarak lebih jauh di belakang lensa untuk membawa berkas divergen suatu sumber cahaya yang dekat titik fokus daripada membawa berkas paralel suatu sumber cahaya yang jauh ke titik fokus daripada membawa bayangan benda dekat ke fokus. Namun agar penglihatan jelas maka struktur-struktur refraktif mata harus membawa bayangan dari sumber cahaya jauh atau dekat ke fokus retina. Jika suatu bayangan sudah terfokus sebelum mencapai retina atau belum terfokus ketika mencapai retina, maka bayangan tersebut akan terlihat kabur. Untuk membawa bayangan dari sumber cahaya dekat dan jauh jatuh di titik fokus di retina (yaitu dalam jarak yang sama) maka harus digunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber cahaya dekat. Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Pungtum Proksimum merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Pungtum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat. Pada emetropia, pungtum remotum terletak di depan mata.

Gambar. Refraksi oleh lensa konveks dan konkafProses melihat bermula dari masuknya seberkas cahaya dari benda yang diamati ke dalam mata melaui lensa yang kemudian dibiaskan pada retina (makula). Terjadi perubahan proses sensasi cahaya menjadi impuls listrik yang diteruskan ke otak melalui saraf optik untuk kemudian diinterpretasikan. Kemampuan seseorang untuk melihat tajam (fokus) atau disebut juga tajam penglihatan (acies visus) tergantung dari media refraktif di dalam bola mata. Sistem lensa mata membentuk bayangan di retina. Bayangan yang terbentuk di retina terbalik dari benda aslinya. Namun demikian, persepsi otak terhadap benda tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi di retina, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama, pembiasan sinar/ cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, humor aquosus, lensa, dan humor vitreous. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstriksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di retina sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang terlalu terang memasukinya atau melewatinya. Hal ini penting untuk melindungi mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat, pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua bola mata terfokus ke arah objek yang sedang dilihat. Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau melihat benda yang dekat. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula.Kemampuan akomodasi lensa membuat cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina atau makula lutea. Akibat akomodasi, daya pembiasan bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, semakin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi (mencembung). Akomodasi terjadi akibat kotraksi otot siliar. Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi akan meningkat bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat. Pada saat seseorang melihat suatu objek pada jarak dekat, maka terjadi trias akomodasi yaitu: (i) kontraksi dari otot siliaris yang berguna agar zonula Zinii mengendor, lensa dapat mencembung, sehingga cahaya yang datang dapat difokuskan ke retina; (ii) konstriksi dari otot rektus internus, sehingga timbul konvergensi dan mata tertuju pada benda itu, (iii) konstriksi otot konstriksi pupil dan timbullah miosis, supaya cahaya yang masuk tak berlebih, dan terlihat dengan jelas.2,3,4,6

2.2.3 AkomodasiPada keadaan normal cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi benda dapat difokuskan pada retina atau makula lutea Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat.1Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya yang selanjutnya dikendalikan oleh otot siliaris.Otot siliaris adalah bagian dari badan siliar, suatu struktur khusus lapisan koroid bagian anterior. Badan siliaris memiliki dua komponen utama: otot siliaris dan anyaman kapiler yang menghasilkan humor aquosus. Otot siliaris adalah suatu cincin melingkar otot polos yang melekat ke lensa melalui ligamentum suspensorium.Dikenal beberapa teori akomodasi, seperti: Teori akomodasi Hemholtz: di mana zonula zinn kendor akibat kontraksi otot siliar sirkuler, mengakibatkan lensa yang elastis menjadi cembung dan diameter menjadi kecil. Ketika otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium menegang dan ligamentum ini menarik lensa menjadi bentuk gepeng dan kurang refraktif. Sewaktu otot ini berkontraksi, kelilingnya berkurang sehingga tegangan pada ligamentum suspensorium berkurang. Ketika tarikan ligamentum suspensorium pada lensa berkurang, lensa menjadi lebih bulat karena elastisitas inherennya. Meningkatnya kelengkungan karena lensa menjadi lebih bulat akan meningkatkan kekuatan lensa dan lebih membelokan berkas sinar. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa menggepeng untuk melihat jauh, tetapi otot ini berkontraksi agar lensa menjadi lebih konveks dan lebih kuat untuk melihat dekat. Otot siliaris dikontrol oleh sistem saraf otonom, dengan stimulasi simpatis menyebabkan relaksasi dan stimulasi parasimpatis menyebabkannya berkontraksi,

Teori akomodasi Thsernig: dasarnya adalah bahwa nukleus lensa tidak dapat berubah bentuk sedang yang dapat berubah bentuka adalah bagian lensa yang superfisial atau korteks lensa. Pada waktu akomodasi terjadi tegangan pada zonula Zinn sehingga nukleus lensa terjepit dan bagian depan nukleus akan mencembung.1Mata akan berakomodasi bila bayangan difokuskan di belakang retina. Bila sinar jauh tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan kelainan refraksi hipermetropia maka mata tersebut akan berakomodasi terus menerus walaupun letak bendanya jauh, dan pada keadaan ini diperlukan akomodasi yang baik.2Anak-anak dapat berakomodasi dengan kuat sekali sehingga memberikan kesukaran pada pemeriksaan kelainan refraksi. Daya akomodasi kuat pada anak-anak dapat mencapai+12.00 sampai +18.00 D. Akibatnya pada anak-anak yang sedang dilakukan pemeriksaan kelainan refraksinya untuk melihat jauh mungkin terjadi koreksi miopia yang lebih tinggi akibat akomodasi sehingga mata tersebut memerlukan lensa negatif yang berlebihan (koreksi lebih). Untuk pemeriksaan kelainan refraksi anak sebaiknya diberikan sikloplegik untuk melumpuhkan otot akomodasi sehingga pemeriksaan kelainannya murni, dilakukan pada mata yang beristirahat. Biasanya untuk ini diberikan sikloplegik atau sulfat atropin bersifat parasimpatolitik, yang selain bekerja untuk melumpuhkan otot siliar juga melumpuhkan otot sfingter pupil.2Gangguan penglihatan lain yang umum dijumpai adalah berpenglihatan dekat (miopi) dan berpenglihatan jauh (hiperopia). Pada mata normal (emetropia), sumber cahaya jauh difokuskan di retina tanpa akomodasi, sementara dengan akomodasi kekuatan lensa ditingkatkan untuk membawa sumber cahaya dekat ke fokus. Pada miopia karena bola mata terlalu panjang atau lensa terlalu kuat, maka sumber cahaya dekat di bawa ke fokus di retina tanpa akomodasi (meskipun akomodasi dalam keadaan normal digunakan untuk melihat benda dekat), sementara sumber cahaya jauh terfokus di depan retina dan tampak kabur. Karena itu, orang dengan miopia memiliki penglihatan dekat yang lebih baik daripada penglihatan jauh, keadaan yang dapat diperbaiki dengan lensa konkaf. Pada hiperopia, bola mata terlalu pendek atau lensa terlalu lemah. Benda jauh difokuskan ke retina hanya dengan akomodasi, sedangkan benda dekat terfokus di belakang retina bahkan dengan akomodasi dan karenanya tampak kabur. Karena itu, orang dengan hiperopia memiliki penglihatan jauh lebih baik daripada penglihatan dekat, keadaan yang dapat diperbaiki dengan lensa konveks.3,4

Gambar. Mekanisme akomodasiTabel akomodasiUsia (tahun)Rata-rata akomodasi (dioptri)

813,8

259,9

357,3

405,8

453,6

501,9

551,3

Pemeriksaan Visus DasarPemeriksaan visus merupakan pemeriksaan untuk melihat ketajaman penglihatan. Cara memeriksa visus ada beberapa tahap. Menggunakan 'chart' yaitu membaca 'chart' dari jarak yang ditentukan, yaitu 6 meter. Digunakan jarak sepanjang itu karena pada jarak tersebut mata normal akan relaksasi dan tidak berakomodasi. Kartu yang digunakan ada beberapa macam :3a. Snellen chart yaitu kartu bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran yang berbeda, untuk pasien yang bisa membaca.b. E chart yaitu kartu yang bertuliskan huruf E, tetapi arah kakinya berbeda-beda.c. Cincin Landolt : Kartu tulisan berbentuk'c',dengan arah cincin yang berbeda

Cara memeriksa : Kartu diletakkan pada jarak 6 meter dari pasien. Bila berjarak 6 m, berarti visus normalnya 6/6. Satuan selain meter ada kaki = 20/20. Pencahayaan harus cukup Bila ingin memeriksa visus mata kanan, maka mata kiri harus ditutup dan pasien diminta membaca kartu.

Cara menilai visus dari hasil membaca kartu : Bila pasien dapat membaca kartu pada baris dengan visus 6/6, maka tidak perlu membaca pada baris berikutnya, karena visus normal Bila pasien tidak dapat membaca kartu pada baris tertentu di atas visus normal, cek pada 1 baris tersebut Bila cuma tidak bisa membaca 1 huruf, berarti visusnya terletak pada baris tersebut dengan false 1. Bila tidak dapat membaca 2, berarti visusnya terletak pada baris tersebut dengan false 2. Bila tidak dapat membaca lebih dari setengah jumlah huruf yang ada, berarti visusnya berada di baris tepat di atas baris yang tidak dapat dibaca. Bila tidak dapat membaca satu baris, berarti visusnya terdapat pada baris di atasnya. Bila terdapat penurunan visus, maka cek dengan menggunakan pinhole (alat untuk memfokuskan titik pada penglihatan pasien) Bila visus tetap berkurang, berarti bukan kelainan refraksi Bila visus menjadi lebih baik dari sebelumnya, berarti merupakan kelainan refraksi Bila visus sudah mencapai 6/6 setelah dikoreksi, maka lakukan Duke elder testyaitu test yang bertujuan untuk menghindari over koreksi atau kelebihan ukuran- di tambah+0.25 secara bersamaan , jika ditambah tambah buram berarti ukuran sudah cukup

Cara pemeriksaan yang sama berlaku untuk E chart dan cincin Landolt. Bila tidak bisa membaca kartu, maka dilakukan penghitungan jari. Penghitungan jari di mulai pada jarak tepat di depan Snellen Chart, yaitu 6 m. Bila pasien dapat menghitung jari pada jarak 6 m, maka visusnya 6/60. Bila tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, maka maju 1 m dan lakukan penghitungan jari. Bila pasien dapat membaca, visusnya 5/60. Bila tidak dapat menghitung jari 5 m, di majukan jadi 4 m, 3 m, sampai 1 m di depan pasien. Bila tidak bisa menghitung jari pada jarak 1 m, maka dilakukan pemeriksaan penglihatan dengan lambaian tangan. Lambaian tangan dilakukan tepat 1 m di depan pasien. Dapat berupa lambaian ke kiri dan kanan, atau atas bawah. Bila pasien dapat menyebutkan adanya lambaian, berarti visusnya 1/300, dengan proyeksi benar apabila pasien dapat menyebutkan arah lambaian, atau proyeksi salah apabila pasien tidak dapat menyebutkan arah lambaian. Bila tidak bisa melihat lambaian tangan, maka dilakukan penyinaran, dapat menggunakan 'pen light' Bila dapat melihat sinar, berarti visusnya 1/~. Tentukan arah proyeksi. Bila pasien dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang,berarti visusnya 1/~ dengan proyeksi benar. Proyeksi sinar ini di cek dari 4 arah. Hal tersebut untuk mengetahui apakah tangkapan retina masih bagus pada 4 sisinya, temporal, nasal, superior, dan inferior. Bila tak dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang, berarti visusnya 1/~ dengan proyeksi salah.Bila tidak dapat melihat cahaya, maka dikatakan visusnya = 0(no light perception).3,6

2.3 Kelainan Refraksi2.3.1 DefinisiHasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata yang tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.2Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang fokus. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata sihingga menghasilkan bayangan yang kabur. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, astigmat, dan presbiopia.Kelainan refraksi ditandai dengan mengedip yang kurang dibanding mata normal. Normalnya, seseorang akan mengedip 4-6 kali dalam 1 menit, jika kurang mengedip maka mata akan melotot atau mulai juling. Seseorang dengan kelainan refraksi sebaiknya sering mengedip agar tidak timbul penyulit lain. Penderita dengan kelainan refraksi akan memberikan keluhan sebagai berikut: sakit kepala terutama di daerah tengkuk atau dahi; mata berair; cepat mengantuk; mata terasa pedas; pegal pada bola mata; dan penglihatan kabur. Untuk mencegah terjadinya penyulit diusahakan memberikan istirahat pada mata dan mencegah pupil berkontraksi. Tajam penglihatan penderita kelainan refraksi kurang dari normal.

Gambar . Pembiasaan cahaya pada mata normal dan mata dengan kelainan refraksi

2.3.2 EmetropiaEmetropia (mata tanpa kelainan refraksi) dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan refraksi mata, dimana sinar sejajar yang dari jarak tak terhingga difokuskan tepat pada retina tanpa akomodasi. Ametropia (mata dengan kelainan refraksi) dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan refraksi mata, dimana sinar sejajar dari jarak tak terhingga difokuskan didepan atau dibelakang retina, pada satu atau dua meridian. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmat.2.3.3 AnisometropiaAnisometropia adalah suatu keadaan dimana mata mempunyai kelainan refraksi yang tidak sama pada mata kanan dan mata mata kiri. Dapat saja satu mata myopia sedang mata yang lainnya hypermetropia. Perbedaan kelainan ini paling sedikit 1.0 Dioptri. Jika terdapat anisometropia 2.5 - 3.0 Dioptri maka akan dirasakan terjadi perbedaan besar bayangan 5%, yang mengakibatkan akan terganggunya fusi. Pada keadaan ini dapat terjadi supresi penglihatan pada satu mata. Fusi merupakan proses mental yang menggabungkankan bayangan yang dibuat oleh 2 mata untuk membentuk lapangan dimensi penglihatan binokuler. Pada kelainan refraksi atau satu mata lemah maka penglihatan binokuler menjadi lemah. Akibat dari keadaan ini otak akan mencari yang mudah sehingga memakai kacamata yang tidak memberikan kesukaran untuk melihat. Sebab anisometropia adalah kelainan konginetal atau akibat trauma bedah yang menimbulkan jaringan parut sehingga timbul astigmatisme. Anisometropia akan mengakibatkan perbedaan tajam penglihatan anisekonia dan aniseforia.

Anisometropia pada hypermetropia lebih buruk dibanding pada myopia. Pada anak ia kan melihat terutama dengan mata yang jelas dan membiarkan penglihatan yang kabur atau lemah tidak melihat biasanya yang lebih hypermetropia sehingga mata tersebut menjadi ambliopia.

Pada anisometropia : Kurang dari 1.5 D masih terdapat fusi dan penglihatan stereoskopik. Antara 1.5 - 3.0 D, jika terjadi kelelahan maka mata yang tidak dominan akan mengalami supresi. Dengan anisometropia sumbu, dapat dikoreksi dengan kacamata. Apalagi dengan mengingat hukum Knapp.

Keluhan pada anisometropia pasien dengan anisometropia akan memberikan keluhan : sakit kepala astenopia ( keadaan lelah, panas pada mata, berair, mata sakit, rasa tertekan) silau atau fotofobia sukar membaca gelisah vertigo pusing lesu gangguan melihat ruang (dimensi)

Pengobatan terutama ditujukan pada pencegahan timbulnya ambliopia, aniseikonia dengan memakai lensa kontak dan jika terjadi phoria dipakailah lensa prisma. Pengobatan anisometropia pada anak-anak dilakukan dengan pemberian lensa koreksi pada kacamata ukuran penuh, kemudian dilakukan latihan ortopik dan jika perlu dilakukan bebat mata.4,6

2.3.4 Miopia2.3.4.1 DefinisiMiopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang sejajar dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak berakomodasi. Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat sedangkan melihat jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.3

2.3.4.2 Prevalensi Prevalensi miopia di dunia masih tinggi. Di Amerika Serikat, berdasarkan data yang dikumpulkan oleh National Health and Nutrition Examination Survey pada tahun 1999-2004, dari 7.401 orang berumur 12-54 tahun didapatkan prevalensi miopia sebanyak 41,6%. 7Asia merupakan daerah yang memiliki prevalensi miopia yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Amerika. Hasil survei yang dilakukan di Taiwan pada tahun 2000 mendapatkan prevalensi miopia pada siswa sekolah menengah ke atas sebesar 84%. Di Singapura, kira-kira lebih dari 80% populasi dewasa menderita miopia. Terdapat insidens miopia yang tinggi pada tenaga profesional dan murid sekolah, biasanya termasuk dalam miopia rendah yang disebabkan oleh faktor lingkungan, misalnya membaca terlalu lama dan pekerjaan dengan penglihatan jarak dekat.Di Indonesia, angka kejadian miopia juga tinggi. Di Lamongan diketahui bahwa miopia merupakan penyebab terbanyak kelainan refraksi tidak terkoreksi sebesar 50% dan sebagian besar dengan tajam penglihatan lebih dari 6/18 pada usia 6-60 tahun.8Prevalensi miopia menunjukkan penurunan dengan meningkatnya usia (44-50 tahun). Pola ini menunjukkan peningk=atan prevalensi pada generasi yang lebih muda mungkin oleh karena peningkatan paparan penglihatan dekat atau penurunan prevalensi miopia memang berhubungan dengan bertambahnya usia.

2.3.4.3 Etiologi Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraktif terlalu kuat. Oleh karena itu dikenal beberapa bentuk miopia seperti:a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang tejadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuatb. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal. Untuk setiap milimeter tambahan panjang sumbu, mata kira-kira lebih miopik 3 dioptri. Variasi Klinis miopi:1. Miopia KongenitalMiopi yang sudah terjadi sejak lahir,namun biasanya didiagnosa saat usia 2-3 tahun, kebanyakan unilateral dan bermanifestasi anisometropia. Jarang terjadi bilateral. Miopi kongenital sering berhubungan dengan kelainan congenital lain seperti katarak congenital, mikrophtalmus, aniridia, megalokornea. Miopi congenital sangat perlu dikoreksi lebih awal.2. Miopi simplekJenis miopi ini paling banyak terjadi, jenis ini berkaitan dengan gangguan fisiologi, tidak berhubungan dengan penyakit mata lainnya. Miopi ini meningkat 2 % pada usia 5 tahun sampai 14 % pada usia 15 tahun. Kerena banyak ditemukan pada anak usia sekolah maka disebut juga dengan school Myopia3. Miopi patologis/ degeneratifMiopi yang terjadi karena kelainan pada bagian mata lain seperti, adanya pendarahan pada badan kaca, pigmentasi pada retina dan peripapil. Miopi patologi sudah terjadi saat usia 5 10 tahun, yang berefek saat usia dewasa muda yang mana hal ini berhubungan dengan perubahan degenerasi pada mata.Miopi patologis suatu hasil dari pertumbuhan yang cepat dari panjang axial bola mata. Untuk menerangkan terjadinya kelainan aksial bola mata banyak teori yang dikemukakan, namun belum ada hipotesis memuaskan yang bisa menerangkan terjadinya patologi itu. Namun demikian patologi ini berhubungan dengan herediter dan pertumbuhan bola mata.3Selain itu ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi seseorang untuk cenderung mengalami miopia. Terdapat pendapat bahwa miopia berhubungan erat dengan faktor herediter atau keturunan dan faktor lingkungan.Beberapa peneliti berpendapat gen hanya menentukan kepekaan terhadap miopia. Sedangkan pengaruh lingkungan merupakan faktor pencetus, misalnya beberapa pekerjaan dengan penglihatan jarak dekat misalnya membaca. Beberapa peneliti juga mengatakan kejadian miopia meningkat dengan banyaknya waktu yang digunakan untuk kegiatan tersebut daripada bermain di luar rumah.Teori mengenai adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi miopia juga didukung melalui penelitian yang dilakukan di Australia. Pada penelitian tersebut dibandingkan gaya hidup 124 anak dari etnis Cina yang tinggal di Sydney, dengan 682 anak dari etnis yang sama di Singapura. Didapatkan prevalensi miopia di Singapura sebanyak 29% dan hanya 3,3% di Sydney. Padahal anak-anak di Sydney membaca lebih banyak buku tiap minggu dan melakukan aktivitas dalam jarak dekat lebih lama daripada anak di Singapura. Tetapi anak-anak di Sydney juga menghabiskan waktu di luar rumah lebih lama (13,75 jam per minggu) dibandingkan dengan anak-anak di Singapura (3,05 jam). Hal ini merupakan faktor yang signifikan berhubungan dengan miopia antara kedua grup.

2.3.4.4 PatofisiologiPada saat baru lahir, sebagian besar bayi mengalami hiperopia ringan. Namun saat pertumbuhan, hiperopia tersebut secara perlahan berkurang. Kelengkungan kornea jauh lebih curam (radius 6,59 mm) saat lahir dan mendatar sampai mendekati kelengkungan dewasa (radius 7,71 mm) pada usia sekitar 1 tahun. Lensa jauh lebih sferis pada saat lahir dan mencapai bentuk dewasa pada usia sekitar 6 tahun. Panjang sumbu saat lahir pendek (17,3 mm), memanjang dengan cepat dalam 2 sampai 3 tahun pertama (menjadi 24,1 mm), kemudian tak terlalu cepat (0,4 mm per tahun) sampai usia 6 tahun, lalu dengan lambat (total sekitar 1 mm) sampai stabil pada usia sekitar 10-15 tahun. Proses untuk mencapai ukuran emetrop ini disebut emetropisasi. Pada anak dengan predisposisi, hal ini akan berlanjut menjadi miopia derajat rendah pada awal kehidupan. Saat mereka terpajan pada faktor miopogenik seperti kerja jarak dekat secara berlebihan yang menyebabkan bayangan buram dan tidak terfokus pada retina. Miopisasi berlanjut untuk mencapai titik fokus yang menyebabkan elongasi aksial dan menimbulkan miopia derajat sedang pada late adolescence.Terdapat beberapa pendapat tentang patofisiologi miopia, meliputi:a. Menurut tahanan sklerai. MesadermalAbnormalitas mesodermal sklera secara kualitas maupun kuantitas dapat mengakibatkan elongasi sumbu mata. Dimana pembuangan sebagian mesenkim sklera dari perkembangan maya menyebabkan ektasia daerah ini, karena perubahan tekanan dinding okular. Dalam keadaan normal sklera posterior merupakan jaringan terakhir yang berkembang. Keterlambatan pertumbuhan strategis ini menyebabkan kongenital ektasia pada area ini. Sklera normal terdiri dari pita luas padat dari bundle serat kolagen, hal ini terintegrasi baik, terjalin bebas, ukuran bervariasi tergantung pada lokasinya. Bundel serat terkecil terlihat menuju sklera bagian dalam dan pada zona ora equatorial. Bidang sklera anterior merupakan area crosectional yang kurang dapat diperluas perunitnya dari pada bidang lain. Pada test bidang-bidang ini ditekan sampai 7,5 g/mm2.Tekanan intraokular equivalen 100 mmHg, pada batas terendah dari stress ekstensi pada sklera posterior ditemukan 4 x dari pada bidang anterior dan equator. Pada batas lebih tinggi sklera posterior kira-kira 2 x lebih diperluas. Perbedaan tekanan diantara bidang sklera normal tampak berhubungan dengan hilangnya luasnya bundel serat sudut jala yang terlihat pada sklera posterior. Struktur serat kolagen abnormal terlihat pada kulit pasien dengan Ehlers-Danlos yang merupakan penyakit kalogen sistematik yang berhubungan dengan miopia.ii. Ektodermal MesodermalVogt awalnya memperluasnya konsep bahwa miopia adalah hasil ketidakharmonisan pertumbuhan jaringan mata dimana pertumbuhan retina yang berlebihan dengan bersamaan ketinggian perkembangan baik koroid maupun sklera menghasilkan peregangan pasif jaringan. Meski alasan Vogt pada umumnya tidak dapat diterima, telah diteliti ulang dalam hubungannya dengan miopia bahwa pertumbuhan koroid dan pembentukan sklera dibawah pengaruh epitel pigmen retina. Pandangan baru ini menyatakan bahwa epitel pigmen abnormal menginduksi pembentukan koroid dan sklera subnormal. Hal ini yang mungkin menimbulkan efek ektodermal mesodermal umum pada segmen posterior terutama zona oraequatorial atau satu yang terlokalisir pada daerah tertentu dari pole posterior mata, dimana dapat dilihat pada miopia patologi tipe stafiloma posterior.b. Meningkatnya suatu kekuatan yang luas:i. Tekanan intraokular basalContoh klasik miopia sekunder terhadap peningkatan tekanan basal terlihat pada glaukoma juvenil dimana bahwa peningkatan tekanan berperan besar pada peningkatan pemanjangan sumbu bola mata.ii. Susunan peningkatan tekananSecara anatomis dan fisiologis sklera memberikan berbagai respon terhadap induksi deformasi. Secara konstan sklera mengalami perubahan pada stres. Kedipan kelopak mata yang sederhana dapat meningkatkan tekanan intraokular 10 mmHg, sama juga seperti konvergensi kuat dan pandangan ke lateral. Pada valsava manuver dapat meningkatkan tekanan intraokular 60 mmHg. Juga pada penutupan paksa kelopak mata meningkat sampai 70 mmHg -110 mmHg. Gosokan paksa pada mata merupakan kebiasaan jelek yang sangat sering diantara mata miopia, sehingga dapat meningkatkan tekanan intraocular.2.3.4.5 KlasifikasiKlasifikasi miopia dibagi menurut derajat dan perjalanan penyakitnya. Berdasarkan derajat beratnya, miopia dibagi dalam:a. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptrib. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptric. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptriSedangkan menurut perjalanan penyakitnya, miopia dikenal dalam bentuk:a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasab. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola matac. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan. Miopia ini dapat juga disebut miopia pernisiosa atau miopia maligna atau miopia degeneratif. Disebut miopia degeneratif atau miopia maligna, bila miopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai membentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada miopia dapat terjadi bercak Fuch berupa biperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik.2.3.4.6 Manifetasi klinikPasien miopia akan melihat jelas bila dalam jarak pandang dekat dan melihat kabur apabila pandangan jauh. Penderita miopia akan mengeluh sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Selain itu, penderita miopia mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam keadaan konvergensi. Hal ini yang menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam atau esotropia.

2.3.4.6 PemeriksaanPemeriksaan mata secara umum atau standar pemeriksaan mata terdiri dari:41. Ketajaman penglihatan yang keduanya dari jarak jauh (Snellen) dan jarak dekat (Jaeger)2. Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam pemakaian kacamata3. Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk membuktikan kemungkinan ada atau tidaknya kebutaan4. Uji gerakan otot-otot mata5. Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di depan mata6. Mengukur tekanan cairan di dalam mata7. Pemeriksaan retina

2.3.4.7 Tata laksanaPenatalaksanaan miopia masih merupakan kontra diantara dokter mata. Sejauh ini yang dilakukan adalah mencoba mencari bagaimana mencegah kelainan refraksi pada anak atau mencegah jangan sampai menjadi parah.a. KacamataKoreksi miopia dengan kacamata dapat dilakukan dengan menggunakan lensa konkaf (cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa cekung akan menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi atau bila bola mata terlalu panjang seperti pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Lensa cekung yang akan mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata, dengan demikian fokus bayangan dapat dimundurkan ke arah retina. Gambar. Koreksi Miopia dengan lensa Konkafb. Lensa kontakLensa kontak yang biasanya digunakan ada 2 jenis yaitu, lensa kontak keras yang terbuat dari bahan plastik polymethacrylate (PMMA) dan lensa kontak lunak terbuat dari bermacam-macam plastik hydrogen hydroxymethylmethacrylate (HEMA). Lensa kontak keras secara spesifik diindikasikan untuk koreksi astigmatisma ireguler, sedangkan lensa kontak lunak digunakan untuk mengobati gangguan permukaan kornea.Salah satu indikasi penggunaan lensa kontak adalah untuk koreksi miopia tinggi, dimana lensa ini menghasilkan kualitas bayangan lebih baik dari kacamata. Namun komplikasi dari penggunaan lensa kontak dapat mengakibatkan iritasi kornea, pembentukan pembuluh darah kornea atau melengkungkan permukaan kornea. Oleh karena itu, harus dilakukan pemeriksaan berkala pada pemakai lensa kontak.c. Bedah RefraksiKetidaknyamanan memakai kacamata bagi banyak pemakai dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa kontak mendorong pencarian solusi bedah bagi masalah gangguan refraksi.Metode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:i. Radial keratotomy (RK), dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi. Meskipun pengalaman beberapa orang menjalani radial keratotomy menunjukan penurunan miopia, sebagian besar pasien sepertinya menyukai dengan hasilnya. Dimana dapat menurunkan pengguanaan lensa kontak. Komplikasi yang dilaporkan pada bedah radial keratotomy seperti variasi diurnal dari refraksi dan ketajaman penglihatan, silau, penglihatan ganda pada satu mata, kadang-kadang penurunan permanen dalam koreksi tajam penglihatan dari yang terbaik, meningkatnya astigmatisma, astigmatisma irregular, anisometropia, dan perubahan secara pelan-pelan menjadi hiperopia yang berlanjut pada beberapa bulan atau tahun, setelah tindakan pembedahan. Perubahan menjadi hiperopia dapat muncul lebih awal dari pada gejala presbiopia. Radial keratotomy mungkin juga menekan struktur dari bola mata.ii. Laser photorefractive keratektomy (PK) adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea. Dari kumpulan hasil penelitian menunjukan 48-92% pasien mencapai visus 6/6 (20/20) setelah dilakukan photorefractive keratectomy. 1-1.5 dari koreksi tajam penglihatan yang terbaik didapatkan hasil kurang dari 0.4-2.9 % dari pasien.d. Lensa IntraokularPenanaman lensa intraokular telah menjadi metode pilihan untuk koreksi kelainan refraksi pada afakia. Tersedia sejumlah rancangan, termasuk lensa lipat, yang terbuat dari plastik hidrogel, yang dapat disisipkan kedalam mata melaui suatu insisi kecil dan lensa kaku yang paling sering terdiri atas suatu optik terbuat dari polimetil metakrilat dan lengkungan (haptik) terbuat dari bahan yang sama atau polipropilen. Posisi paling aman bagi lensa intraokuler adalah didalam kantung kapsul yang utuh setelah pembedahan ekstrakapsular.Daya lensa intraocular biasanya ditentukan dengan metode regresi empiris yang menganalisis pengalaman penggunaan salah satu tipe lensa pada banyak pasien. Dari metode ini diturunkan suatu rumus matematis yang didasarkan pada suatu konstanta untuk lensa tertentu.Turunnya adalah rumus SRK II. Namun rumus regresi sekarang jarang digunakan. Rumus teoritik yang menggunakan konstanta lensa, pembacaan keratometer dan panjang sumbu , bersama dengan perkiraan kedalaman bilik mata depan setelah pembedahan meliputi rumus SRK/T,Holladay, dan Hoffer Q dan tak ada satu pun rumus yang dapat memperkirakan kekuatan lensa setiap pasien.e. Ekstraksi lensa jernih untuk miopiaEkstraksi lensa non-katarak telah dianjurkan untuk koreksi refraktif miopia sedang sampai tinggi. Hasil tindakan ini tidak kalah memuaskan dengan yang dicapai oleh bedah keratorefraktif menggunakan laser. Namun, perlu dipikirkan komplikasi operasi dan pascaoperasi bedah intraokuler, khususnya pada miopia tinggi.2.3.4.8 PencegahanSejauh ini, hal yang dilakukan adalah mencegah kelainan atau mencegah jangan sampai menjadi parah. Biasanya dokter akan melakukan beberapa tindakan seperti pengobatan laser, obat tetes tertentu untuk membantu penglihatan, operasi, penggunaan lensa kontak dan penggunaan kacamata.Pencegahan lainnya adalah dengan melakukan visual hygiene berikut ini:a. Mencegah terjadinya kebiasaan buruk, meliputi: membiasakan duduk dengan posisi tegak sejak kecil; memegang alat tulis dengan benar; lakukan istirahat tiap 30 menit setelah melakukan kegiatan membaca atau melihat TV; batasi jam membaca; aturlah jarak baca yang tepat (30 sentimeter) dan gunakanlah penerangan yang cukup; serta tidak membaca dengan posisi tidur atau tengkurap.b. Beberapa penelitian melaporkan bahwa usaha untuk berlatih melihat jauh atau melihat jauh dan dekat secar bergantian dapat mencegah miopiac. Kenali jika ada kelainan pada mata dan perbaiki sejak awal, jangan menunggu sampai ada gangguan pada matad. Anak dengan tingkat miopia kanan dan kiri tinggi, segera lakukan konsultasi dengan dokter spesialis mata anak agar tidak terjadi julinge. Walaupun sekarang ini sudah jarang terjadi defisiensi vitamin A, ibu hamil tetap perlu memperhatikan nutrisi termasuk vitamin Af. Periksalah mata anak sedini mungkin jika dalam keluarga ada yang memakai kaca mata. Oleh karena itu pahami perkembangan kemampuan melihat bayig. Kenali keanehan, misalnya kemampuan melihat yang kurang, kemudian segeralah melakukan pemeriksaan.h. Sebaiknya dilakukan skrining pada anak-anak di sekolah.

2.3.4.9 Komplikasia. Ablasio retinaResiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0D (- 4,75)D sekitar 1/6662. Sedangkan pada (- 5) D (-9,75) D resiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari (-10) D resiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan faktor resiko pada miopia rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali.b. Vitreal Liquefaction dan DetachmentBadan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini berhubungan dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan vitreus sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan beresiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina. Vitreus detachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi akibat memanjangnya bola mata.c. Miopic makulopatyDapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapang pandang berkurang. Dapat juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan kurangnya lapangan pandang. Miopia vaskular koroid/degenerasi makular miopik juga merupakan konsekuensi dari degenerasi makular normal, dan ini disebabkan oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah sentral retina.d. GlaukomaResiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stres akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada trabekula.e. Skotoma Komplikasi timbul pada miopia derajat tinggi. Jika terjadi bercak atrofi retina maka akan timbul skotoma (sering timbul jika daerah makula terkena dan daerah penglihatan sentral menghilang). Vitreus yang telah mengalami degenerasi dan mencair berkumpul di muscae volicantes sehingga menimbulkan bayangan lebar diretina sangat menggangu pasien dan menimbulkan kegelisahan. Bayangan tersebut cenderung berkembang secara perlahan dan selama itu pasien tidak pernah menggunakan indera penglihatannya dengan nyaman sampai akhirnya tidak ada fungsi penglihatan yang tersisa atau sampai terjadi lesi makula berat atau ablasio retina.

2.3.5 Hipermetropia2.3.5.1 Definisi Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina.1 Pada hipermetropia bayangan terbentuk di belakang retina, yang menghasilan penglihatan penderita hipermetropia menjadi kabur. Hal ini dikarenakan bola mata penderita terlalu pendek atau daya pembiasan kornea dan lensa terlalu lemah. Banyak anak lahir dengan hiperopia, dan beberapa mereka tumbuh normal dengan pemanjangan bola mata. Terkadang sulit dibedakan hiperopia dengan presbiopia, yang juga menyebabkan masalah penglihatan dekat namun karena alasan yang berbeda.8Berikut gambar skematik pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia tanpa koreksi dan pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia setelah dikoreksi dengan lensa positif: Gambar. Refraksi pada mata hipermetropia dan setelah dikoreksi

2.3.5.2 Epidemiologi Hipermetropia merupakan anomali perkembangan dan secara praktis semua mata adalah hipermetropia pada saat lahir. 80% hingga 90% mata didapati hipermetropia pada 5 tahun pertama kehidupan. Pada usia 16 tahun, sekitar 48% mata didapati tetap hipermetropia. Pada masa remaja, derajat hipermetropia akan berkurang karena panjang axial mata bertambah sehingga periode pertumbuhan berhenti. Pada masa itu, hipermetropia yang menetap akan menjadi relatif konstan sehingga munculnya presbiopia. Pada studi yang dilakukan di Amerika, 1 dari 8 anak (12,8%) antara usia 5 hingga 17 tahun hiperopia, studi yang dilakukan di Polandia mendapati 1 dari 5 anak (21%) antara usia 6 hingga 18 tahun hipermetropia, studi di Australi mendapati 4 dari 10 anak (38,4%) antara usia 4 hingga 12 tahun hipermetropia, studi di Brazil mendapati 7 dari 10 anak (71%) dalam satu kota hipermetropia.

2.3.5.3 Etiologi Hipermetropia dapat disebabkan:a. Hipermetropia Aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola mata yang terlalu pendek b. Hipermetropia Refraktif, dimana daya pembiasan mata terlalu lemahc. Hipermiopia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan terfokus di belakang retina 1

2.3.5.4 Klasifikasi Klasifikasi hipermetropia berdasarkan gejala klinis, derajat beratnya hipermetropia, dan status akomodasi mata. Berdasarkan gejala klinis, hipermetropia dibagi menjadi tiga yaitu: 1. Hipermetropia simpleks yang disebabkan oleh variasi biologi normal, etiologinya bisa axial atau refraktif 2. Hipermetropia patologik disebabkan oleh anatomi okular yang abnormal karena maldevelopment, penyakit okular, atau trauma 3. Hipermetropia fungsional disebabkan oleh paralisis dari proses akomodasi Berdasarkan derajat beratnya, hipermetropia juga dibagi menjadi tiga yaitu: 1. Hipermetropia ringan, kesalahan refraksi +2.00 D atau kurang 2. Hipermetropia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 D hingga +5.00 D 3. Hipermetropia berat, kesalahan refraksi +5.25 D atau lebih tinggi Berdasarkan kemampuan akomodasi, dibagi:a. Hipermetropia manifes adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang dapat memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas: Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten berakhir dengan hipermetropia ini. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun kacamata positif.b. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan sikloplegia.c. Hipermetropia total adalah hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan sikloplegia. 1

2.3.5.5 Gejala-gejala dan Tanda-tanda Hipermetropia 1. Penglihatan dekat kabur, penglihatan jauh pada usia lanjut juga bisa kabur 2. Asthenopia akomodatif (sakit kepala, lakrimasi, fotofobia, kelelahan mata) 3. Strabismus pada anak-anak yang mengalami hipermetropia berat4. Gejala biasanya berhubungan dengan penggunaan mata untuk penglihatan dekat (cth : membaca, menulis, melukis), dan biasanya hilang jika kerjaan itu dihindari. 5. Mata dan kelopak mata bisa menjadi merah dan bengkak secara kronis 6. Mata terasa berat bila ingin mulai membaca, dan biasanya tertidur beberapa saat setelah mulai membaca walaupun tidak lelah. 7. Bisa terjadi ambliopia

2.3.5.6 Diagnosis Hipermetropia1. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda hipermetropia2. Pemeriksaan Oftalmologi a. Visus tergantung usia dan proses akomodasi dengan menggunakan Snellen Chart b. Refraksi retinoskopi merupakan alat yang paling banyak digunakan untuk pengukuran objektif hipermetropia. Prosedurnya termasuk statik retinoskopi, refraksi subjektif, dan autorefraksi c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi termasuk pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg, amplitud dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum untuk mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan hipermetropia. Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi, penglihatan warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari mata dan adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect diperlukan untuk mengevaluasi segmen media dan posterior

2.3.5.7 Penatalaksanaan Hipermetropia1. Sejak usia 5 atau 6 tahun, koreksi tidak dilakukan terutama tidak munculnya gejala-gejala dan penglihatan normal pada setiap mata. 2. Dari usia 6 atau 7 tahun hingga remaja dan berlanjut hingga waktu presbiopia, hipermetropia dikoreksi dengan lensa positif yang terkuat. Bisa memakai kaca mata atau lensa kontak.

Gambar. Koreksi pada mata hipermetropi

3. Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk membaiki hipermetropia dengan membentuk semula kurvatura kornea. Metode pembedahan refraktif termasuk a. Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK) b. Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK) c. Photorefractive keratectomy (PRK) d. Conductive keratoplasty (CK)

2.3.5.8 Komplikasi Hipermetropia1. Strabismus 2. Mengurangi kualitas hidup 3. Kelelahan mata dan sakit kepala

2.3.6 ASTIGMATISME 2.3.6.1 Definisi Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada satu titik. 11Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap orang memiliki astigmat yang ringan.11

2.3.6.2 Epidemiologi Astigmatisme merupakan kelainan refraksi yang sering terjadi. 5% dari pasien yang memakai kaca mata mempunyai kelainan astigmatisme. Sebanyak 3% dari populasi mempunyai kelainan astigmatisme yang melebihi 3.00 D. Di Indonesia, diperkirakan sebanyak 40 juta populasinya mempunyai kelainan astigmatisme. Tidak ada perbedaan frekuensi terjadinya astigmatisme pada lelaki dan perempuan. Prevalensi astigmatisme meningkat dengan usia.

2.3.6.3 Etiologi Mata mempunyai 2 bagian untuk memfokuskan bayangan kornea dan lensa. Pada mata yang bentuknya sempurna, setiap elemen untuk memfokus mempunyai kurvatura yang rata seperti permukaan bola karet. Kornea atau lensa dengan permukaan demikian merefraksikan semua sinar yang masuk dengan cara yang sama dan menghasilkan bayangan yang tajam terfokus pada retina. Jika permukaan kornea atau lensa tidak rata, sinar tidak direfraksikan dengan cara yang sama dan menghasilkan bayangan-bayangan kabur yang tidak terfokus pada retina.

Astigmatisme bisa terjadi dengan kombinasi kelainan refraksi yang lain, termasuk: 1. Miopia. Ini terjadi bila kurvatura kornea terlalu melengkung atau jika aksis mata lebih panjang dari normal. Bayangan terfokus di depan retina dan menyebabkan objek dari jauh terlihat kabur. 2. Hipermetropia. Ini terjadi jika kurvatura kornea terlalu sedikit atau aksis mata lebih pendek dari normal. Bayangan terfokus di belakang retina dan menyebabkan objek dekat terlihat kabur. Biasanya astigmatisme terjadi sejak lahir. Astigmatisme dipercayai diturunkan dengan cara autosomal dominan. Astigmatisme juga bisa terjadi setelah trauma atau jaringan parut pada kornea, penyakit mata yang termasuk tumor pada kelopak mata, insisi pada kornea atau karena faktor perkembangan. Astigmatisme tidak menjadi lebih parah dengan membaca di tempat yang kurang pencahayaan, duduk terlalu dekat dengan layar televisi atau menjadi juling. Jika distorsi terjadi pada kornea, disebut astigmatisme kornea, sedangkan jika distorsi terjadi pada lensa, disebut astigmatisme lentikular. Astigmatisme juga bisa terjadi karena traksi pada bola mata oleh otot-otot mata eksternal yang merubah bentuk sklera menjadi bentuk astigma, perubahan indeks refraksi pada vitreous, dan permukaan yang tidak rata pada retina. Astigmat biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir, dan biasanya berjalan bersama dengan myopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan selama hidup. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di dalam perkembangnnya terjadi keadaan yang disebut astigmatism with the rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertical bertambah atau lebih kuat atau-jari-jarinya lebih pendek disbanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horizontal. 10,11Astigmatisma dapat disebabkan oleh kelainan pada kurvatur, aksis, atau indeks refraksi.2 Astigmatisma kurvatur pada derajat yang tinggi, merupakan yang tersering pada kornea. anomali ini bersifat kongenital, dan penilaian oftalmometrik menunujukkan. Kebanyakan kelainan yang terjadi dimana sumbu vertical lebih besar dari sumbu horizontal (sekitar 0,25 D). ini dikenal dengan astigmatisme direk dan diterima sebagai keadaan yang fisiologis. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis tipe astigmatisma ini di dapatkan pada 68 % anak-anak pada usia 4 tahun dan 95% pada usia 7 tahun.11

2.3.6.4 Klasifikasi Jenis Astigmatisma1. Astigmatisma RegulerAstigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.10,11Astigmatisma reguler dapat diklasifikasikan sebagai berikut:11a. Simple astigmatism, dimana satu dari titk fokus di retina. Fokus lain dapat jatuh di dapan atau dibelakang dari retina, jadi satu meridian adalah emetropik dan yang lainnya hipermetropi atau miop. Yang kemudian ini dapat di rumuskan sebagai Simple hypermetropic astigmatism dan Simple myopic astigmatism. Simple hyperopic astigmatism Satu meridian prinsipal adalah emmetropik; yang satu lagi hiperopik.

Gambar. Simple hyperopic astigmatism

Simple miopic astigmatism Satu meridian prinsipal adalah emmetropik; yang satu lagi miopik. Gambar.Simple miopic astigmatism b. Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh tepat di retina tetapi keduanya terletak di depan atau dibelakang retina. Bentuk refraksi kemudian hipermetropi atau miop. Bentuk ini dikenal dengan compound hypermetropic astigmatism dan compound miopic astigmatism. Compound hyperopic astigmatism Kedua meridian prinsipal hiperopik pada derajat yang berbeda Gambar.Compound hyperopic astigmatism

Compound miopic astigmatism Kedua meridian prinsipal miopik pada derajat yang berbeda

Gambar. Compound miopic astigmatism

c. Mixed Astigmatism, dimana salah satu focus berada didepan retina dan yang lainnya berda dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk hipermetrop pada satu arah dan miop pada yang lainnya.11

Gambar. Mixed Astigmatism

Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan sumbu-sumbunya terletak di dalam 20 derajat horizontal dan vertical, maka astigmatisme ini dibagi menjadi astigmatism with the rule (astigmatisme direk), dengan daya bias yang lebih besar terletak di meridian vertical, dan astigmatism against the rule (astigmatisma inversi) dengan daya bias yang lebih besar terletak dimeridian horizontal. Astigmatisme lazim lebih sering ditemukan pada pasien berusia muda dan astigmatisme tidak lazim sering pada orang tua.112. Astigmatisma irregularAstigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak lurus. Astigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada keadaan ini daya atau orientasi meridian utamanya berubah sepanjang bukaan pupil.10,11 Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan.

Terdapat beberapa bentuk dari astigmatisme: 1. Regular Meridian-meridian prinsipal bersudut tegak antara satu dengan yang lainnya. Kondisi ini bisa dikoreksi dengan lensa silinder 2. Irregular Meridian-meridian prinsipal tidak bersudut tegak antara satu dengan yang lainnya, biasanya disebabkan oleh ketidakrataan kurvatura kornea. Tidak bisa dikoreksi dengan sempurna dengan lensa silinder 3. Oblique Meridian-meridian prinsipal berada antara sudut 30o hingga 60o atau antara sudut 150o hingga 180o 4. Symmetrical Meridian-meridian prinsipal setiap mata berada pada posisi simetris dari deviasi garis median. Jika aksis dari setiap mata dikoreksi dengan lensa silinder dengan tanda yang sama dan jumlah sudutnya 180o, astigmatisme itu simetris. Variasi maksimum yang bisa ditoleransi sebesar 15o. Contoh symmetrical astigmatism: O.D. : -cx. 600, O.S. : -cx. 120o 5. Asymmetrical Tidak ada hubungan simetris dari meridian-meridian prinsipal dari garis median. Kepala yang dimiringkan seringkali disebabkan oleh asymmetrical astigmatism ataupun oblique. Ini adalah salah satu jenis tortikolis tipe okular, yang akan hilang jika astigmatismenya dikoreksi dengan benar. Asymmetrical lebih jarang dibandingkan dengan symmetrical. Contoh asymmetrical astigmatism: O.D. : -cx. 120o, O.S. : -cx. 180o 6. With-the-rule astigmatism Meridian vertikal dari mata mempunyai kurvatura yang terbesar antara sudut 60o hingga 120o. Kondisi ini dikoreksi dengan cx. 180o atau +cx. 90o 7. Against-the-rule astigmatism Meridian horizontal dari mata mempunyai kurvatura yang terbesar antara sudut 0o hingga 30o dan 150o hingga 180o. Kondisi ini dikoreksi dengan cx. 90o atau dengan +cx. 180o. Ini lebih jarang dibandingkan dengan with-the-rule astigmatism.

2.3.6.5 Gejala-gejala dan Tanda-tanda 1. Distorsi dari bagian-bagian lapang pandang 2. Tampak garis-garis vertikal, horizontal atau miring yang kabur 3. Memegang bahan bacaan dekat dengan mata 4. Sakit kepala 5. Mata berair 6. Kelelahan mata 7. Memiringkan kepala untuk melihat dengan lebih jelas

2.3.6.6 Diagnosis Astigmatisme 1. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda astigmatisme 2. Pemeriksaan Oftalmologi a. Visus tergantung usia dan proses akomodasi dengan menggunakan Snellen Chartb. Refraksi Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien diminta untuk memperhatikan kartu tes astigmatisme dan menentukan garis yang mana yang tampak lebih gelap dari yang lain. Contohnya, pasien yang miopia pada meridian vertikal dan emmetropia pada meridian horizontal akan melihat garis-garis vertikal tampak distorsi, sedangkan garis-garis horizontal tetap tajam dan tidak berubah. Sebelum pemeriksaan subjektif ini, disarankan menjadikan penglihatan pasien miopia untuk menghindari bayangan difokuskan lebih jauh ke belakang retina. Selain itu, untuk pemeriksaan objektif, bisa digunakan keratometer, keratoskop, dan videokeratoskop c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi termasuk pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg, amplitud dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum untuk mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan astigmatisme. Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi, penglihatan warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari mata dan adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect diperlukan untuk mengevaluasi segmen media dan posterior

Gambar.Kartu untuk tes Astigmatisme2.3.6.7 Penatalaksanaan Astigmatisme 1. Astigmatisme bisa dikoreksi dengan menggunakan lensa silinder tergantung gejala dan jumlah astigmatismenya 2. Untuk astigmatisme yang kecil, tidak perlu dikoreksi dengan silinder 3. Untuk astigmatisme yang gejalanya timbul, pemakaian lensa silender bertujuan untuk mengurangkan gejalanya walaupun kadang-kadang tidak memperbaiki tajam penglihatan 4. Aturan koreksi dengan lensa silinder adalah dengan meletakkannya pada aksis 90o dari garis tergelap yang dilihat pasien pada kartu tes astigmatisme. Untuk astigmatisme miopia, digunakan silinder negatif, untuk astigmatisme hiperopia, digunakan silinder positif 5. Untuk astigmatisme irregular, lensa kontak bisa digunakan untuk meneutralisasi permukaan kornea yang tidak rata 6. Selain itu, astigmatisme juga bisa dikoreksi dengan pembedahan LASIK, keratektomi fotorefraktif dan LASEK

2.3.7PRESBIOPIA 2.3.7.1 Definisi Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur.3 Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. 1Berikut ini gambar ilustrasi pembentukan bayangan pada penderita presbiopia.

Diterangkan bahwa: terjadi kekakuan lensa seiring dengan bertambahnya usia, sehingga kemampuan lensa untuk memfokuskan bayangan saat melihat dekat. Hal tersebut menyebabkan pandangan kabur saat melihat dekat. 1

Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada semua orang disebut presbiopia. Seseorang dengan mata emetrop akan mulai merasakan ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan benda-benda kecil yang terletak berdekatan pada usia sekitar 44-46 tahun. Hal ini semakin buruk pada cahaya temaram dan biasanya lebih nyata pada pagi hari atau saat subjek lelah. Gejala ini meningkat sampai usia 55 tahun, menjadi stabil, tetapi menetap.

2.3.7.2 Epidemiologi Prevalensi presbiopia lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan hidup yang tinggi. Karena presbiopia berhubungan dengan usia, prevalensinya berhubungan lansung dengan orang-orang lanjut usia dalam populasinya. Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopia karena onsetnya yang lambat, tetapi bisa dilihat bahwa insiden tertinggi presbiopia terjadi pada usia 42 hingga 44 tahun. Studi di Amerika pada tahun 1955 menunjukkan 106 juta orang di Amerika mempunyai kelainan presbiopia. Faktor resiko utama bagi presbiopia adalah usia, walaupun kondisi lain seperti trauma, penyakit sistemik, penyakit kardiovaskular, dan efek samping obat juga bisa menyebabkan presbiopia dini.

2.3.7.3 Etiologi 1. Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut 2. Kelemahan otot-otot akomodasi 3. Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elasitasnya akibat kekakuan (sklerosis) lensa

2.3.7.4 PatofisiologiPada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang. 2

2.3.7.5 Klasifikasi 1. Presbiopia Insipien tahap awal perkembangan presbiopia, dari anamnesa didapati pasien memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak preskripsi kaca mata baca 2. Presbiopia Fungsional Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan kelainan ketika diperiksa 3. Presbiopia Absolut Peningkatan derajat presbiopia dari presbiopia fungsional, dimana proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali 4. Presbiopia Prematur Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya berhungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan 5. Presbiopia Nokturnal Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan oleh peningkatan diameter pupil

2.3.7.6 Gejala-gejala dan Tanda-tanda 1. Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa pedas. Bisa juga disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu lama 2. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam hari 3. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca 4. Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh dan pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil. 5. Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas.6. Presbiopia timbul pada umur 45 tahun untuk ras Kaukasia dan 35 tahun untuk ras lainnya. 3

2.3.7.7 Diagnosis Presbiopia 1. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda presbiopia 2. Pemeriksaan Oftalmologi a. Visus Pemeriksaan dasar untuk mengevaluasi presbiopia dengan menggunakan Snellen Chart b. Refraksi Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien diminta untuk memperhatikan kartu Jaeger dan menentukan kalimat terkecil yang bisa dibaca pada kartu. Target koreksi pada huruf sebesar 20/30. c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi termasuk pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg, amplitud dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum untuk mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan presbiopia. Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi, penglihatan warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari mata dan adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect diperlukan untuk mengevaluasi segmen media dan posterior

2.3.7.8 Penatalaksanaan Presbiopia 1. Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopia. Tujuan koreksi adalah untuk mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-objek yang dekat. Lensa plus digunakan untuk mengatasi daya fokus ototmatis lensa yang hilang. 2. Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahan dengan lensa positif sesuai usia dan hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu membaca tulisan pada kartu Jaeger 20/20 (J.1). 3. Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3.00 D adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan ini, mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena tulisan yang dibaca terletak pada titik fokus lensa +3.00 D

Usia (Tahun)Kekuatan Lensa Positif yang dibutuhkan

40+1.00 D

45+1.50 D

50+2.00 D

55+2.50 D

60+3-00 D

4. Selain kaca mata untuk kelainan presbiopia saja, ada beberapa jenis lensa lain yang digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada bersamaan dengan presbiopia. 5. Lensa plus dapat digunakan dengan berbagai cara. Kacamata baca memiliki koreksi-dekat di seluruh apertura kacamata sehingga kacamata tersebut baik untuk membaca, tetapi membuat benda-benda jauh menjadi kabur. Untuk mengatasi gangguan ini maka digunakan kacamata separuh, yaitu kacamata yang bagian atasmya terbuka dan tidak dikoreksi untuk penglihatan jauh. Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara:1. kacamata baca untuk melihat dekat saja2. kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain3. kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas, penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen bawah4. kacamata progressive mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh, tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat.2,4Pembedahan refraktif seperti keratoplasti konduktif, LASIK, LASEK, dan keratektomi fotorefraktif

BAB IIIPENUTUP

Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina, dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan/ atau tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.Kelainan refraksi dapat dideteksi, diobati dan dievaluasi. Namun demikian kelainan refraksi menjadi masalah serius jika tidak cepat ditanggulangi. Oleh karena itu setiap pasien wajib dilakukan pemeriksaan visus sebagai bagian dari pemeriksaan fisik mata umum. Selain itu, dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat, tersedia modalitas terapi pembedahan untuk penatalaksanaan kelainan-kelainan refraksi.

DAFTAR PUSTAKA1. PERDAMI. Refraksi. Available at: http://perdami.or.id/?page=newsseminat3 Accessed: Juni 2015.2. Sherwood, Lauralee. In : Beatricia IS, editor. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 6th ed. Jakarta : EGC; 2001. p. 2063. Sidarta I. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi Penglihatan Warna dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Jakarta. 2005. hal: 64-834. Vaughan, Asbury. Optik dan Refraksi dalam Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta: EGC. 2009. Hal: 1-18, 382-398.5. Artini W, Hutauruk J, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata. Ed 1st. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011.6. American Academy of Ophthalmology. 2009. Basic Clinical Science and Course 2005-2006. New York: American Academy of Ophthalmology; 7. Charman, N, 2011, Myopia: Its Prevalence, Origins, and Control, Ophthalmic and Physiological Optics, 31: 36. doi: 10.1111/j.1475-1313.2010.00808.x 8. Dirani, M, Chamberlain, M, Shekar M.N, et all, 2008, Heritability of Refractive Error and Ocular Biometrics: The Gene in Myopia (GEM) Twin Study, Investigative Ophthalmology and Visual Science 9. Curtin, B.J, 2002, The Myopia, The Philadelphia Harper & Row: pp 34810. James, B, 2006, Lecture Notes Oftalmologi, Jakarta: Erlangga11. Saw, S.M, Gus Gazzard, David Koh, 2002, Prevalence Rates of Refractive Errors in Sumatra Indonesia, Investigative Ophthalmology & Visual Science, Vol.43:10

21