Top Banner

of 26

Reff - Malaria (SITASI)

Mar 02, 2016

Download

Documents

icha_puty
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB I

REFERAT

MALARIA

Diajukan kepada :dr. Titiek Riani, Sp.PD

Disusun oleh :ANNISA PUTY W2007 031 01

SMF ILMU PENYAKIT DALAM RS JOGJAFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA2012

LEMBAR PENGESAHANREFERATMALARIA

Dipresentasikan : TANGGAL: April 2012 TEMPAT: RS JOGJA

Mengetahui,Pembimbing

Dr.Titiek Riani , Sp.PD

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGMalaria merupakan penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium.1 Penyakit ini merupakan penyakit paling penting pada manusia. Diperkirakan sekitar 5% dari populasi dunia terinfeksi dan sekitar 1 juta kematian terjadi tiap tahun.2 Penyakit malaria sering terjadi di daerah tropik.2 Di Indonesia sendiri diperkirakan 35% penduduk tinggal di daerah yang beresiko tertular malaria. Upaya penanggulangan malaria telah menunjukkan keberhasilan pada beberapa periode, tetapi dalam 3 tahun terakhir terjadi peningkatan hampir di seluruh propinsi, meliputi 13 kabupaten pada 93 desa dengan jumlah kasus mencapai 20.000 dengan kematian 74 penderita. Berdasarkan laporan yang diterima di Sub Direktorat Malaria pada tahun 2001, di Jawa Bali ditemukan peningkatan kasus yaitu dari 0,51 per seribu penduduk pada tahun 1999 meningkat menjadi 0,60 per seribu penduduk dalam tahun 2001. Di luar Jawa Bali terjadi peningkatan annual clinical malaria incidence (AMI) dari 24,9 per seribu pada tahun 1999 menjadi 26,1 per seribu penduduk pada tahun 2001.3Daerah dengan malaria klinis tinggi masih dilaporkan dari kawasan timur Indonesia antara lain dari propinsi-propinsi Papua, NTT, Maluku, Sulawesi Utara., Sulawesi Tenggara, tapi di kawasan lainnya angka malaria diperkirakan masih menunjukkan kejadian yang cukup tinggi antara lain dari propinsi Kalbar, Bangka, Belitung, Sumsel, Bengkulu dan Riau.3Penyebab mortalitas malaria umumnya disebabkan oleh komplikasi malaria berat yang disebabkan oleh P.falciparum. Hal ini berhubungan dengan kemampuannya untuk menempel pada dinding sel endotelial. Infeksi P.falciparum tidak tergantung pada umur eritrosit, karena itu jenis ini menunjukkan tingkat parasitemia yang lebih tinggi diantara 4 spesies plasmodium.3,4 Case Fatality Rate (CFR) malaria berat yang diperkirakan dari beberapa Rumah Sakit berkisar 10-50 %.3 Sedang kematian akibat infeksi akut P. vivax, P.ovale atau P.malariae sangat jarang.2B. TUJUAN PENULISANPenulisan referat ini bertujuan untuk memahami lebih lanjut mengenai patologi malaria berat terutama yang disebabkan oleh P.falciparum serta penanganannya.

C. MANFAATDiharapkan referat ini dapat memberikan manfaat secara khusus bagi penulis dan pembaca pada umumnya sebagai tambahan pengetahuan dan referensi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI DAN KRITERIADefinisi malaria berat akibat P.falciparum berguna untuk pendekatan klinis dan epidemiologik.2 WHO tahun 1990 mendefinisikan malaria berat sebagai ditemukannya P.falciparum bentuk aseksual dengan satu atau beberapa komplikasi di bawah ini 2,3 :1. Malaria serebral : koma tidak dapat dibangunkan/lama penurunan kesadaran lebih dari 30 menit atau setelah serangan kejang dan tidak disebabkan oleh penyakit lain.2. Anemia berat (Hb < 5 gr% atau hematokrit < 15%) pada hitung parasit > 10.000/ul ; bilamana anemianya hipokromik dan atau mikrositik perlu disingkirkan kemungkinan adanya anemia defisiensi besi, talasemia/hemoglobinopati lainnya.3. Gagal ginjal akut (urin < 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau < 12 ml/KgBB/24 jam pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3 mg%)4. Udem pulmonal / ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)5. Hipoglikemia : gula darah < 40 mg%6. Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistolik < 70 mmHg (anak 1-5 tahun tekanan sistolik < 50 mmHg); disertai keringat dingin atau perbedaan temperatur kulit-mukosa > 1o C7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, alat pencernaan dan atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler8. Kejang berulang > 2 kali per 24 jam setelah pendinginan pada hipertermia9. Asidemia (pH < 7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat < 15 mmol/L)10. Makroskopik hemoglobinuria (black water fever) oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti malaria pada seorang dengan defisiensi G-6-PD)11. Diagnosis post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler jaringan otak.Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai malaria berat sesuai dengan gambaran klinis daerah setempat adalah :a. Gangguan kesadaran ringan (GCS < !5) di Indonesia sering dalam keadaan delirium atau somnolenb. Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan) tanpa kelainan neurologisc. Hiperparasitemia > 5 % pada daerah hipoendemis atau daerah malaria tak stabil/ penderita non imun/semi-imund. Ikterus (bilirubin > 3 mg%)e. Hiperpireksia (temperatur rektal > 40o C pada orang dewasa, 41o C pada anak.

B. PATOGENESIS, PATOLOGI DAN MANIFESTASI KLINISDaur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles dan fase aseksual (skizogoni dalam badan hospes vertebra termasuk manusia.a. Fase Aseksual Fase aseksual terbagi atas fase jaringan dan fase eritrosit. Pada fase jaringan sporozoit masuk ke dalam aliran darah ke sel hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit. Proses ini disebut skizogoni praeritrosit. Pada akhir fase ini, skizon pecah dan merozoit keluar dan masuk aliran darah, disebut sporulasi. 1,4Fase eritrosit dimulai dan merozoit dalam darah menyerang eritrosit membentuk tropozoit. Proses berlanjut menjadi tropozoit-skizon-merozoit. Setelah 2-3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/inkubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam.1,4b. Fase seksualParasit seksual masuk dalam lambung betina nyamuk yang akan mengalami pematangan menjadi mikro dan makrogametosit dan terjadilah pembuahan yang disebut zigot (ookinet). Ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista yang bila pecah akan melepaskan ribuan sporozoit dan mencapai kelenjar liur nyamuk.1Patogenesis malaria secara umum ada 2 cara :1. Alami, melalui gigitan nyamuk ke tubuh manusia 2. Induksi, jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia melalui transfusi, suntikan, atau pada bayi baru lahir melalui plasenta ibu yang terinfeksi (kongenital).Plasmodium yang masuk ke dalam eritrosit akan memakan hemoglobin dan protein lain dalam sel. Proses plasmodium dalam memetabolisme hemoglobin dan protein akan membentuk pigmen toksik berupa hemozoin. Parasit-parasit ini memperoleh energi hanya dari glukosa, dan metabolisme mereka 70 kali lebih cepat dari cara mereka memasuki sel darah merah, hal ini menyebabkan hipoglikemia dan asidosis laktat. Plasmodium juga menyebabkan lisisnya eritrosit yang terinfeksi atau tidak; supresi hematopoesis dan meningkatnya bersihan eritrosit oleh lien yang akan menyebabkan anemia.4Untuk patogenesis malaria berat belum seluruhnya jelas, dan tampaknya sangat kompleks/multifaktorial. Patofisiologi gejala malaria yang tidak menyenangkan dan berbahaya dihubungkan dengan terjadinya skizogoni di kapiler yang dalam (deep capillaries).5, Manifestasi klinis malaria berat ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu faktor parasit, faktor pejamu/inang (host) dan faktor sosial geografi.3

Faktor parasit : Faktor pejamu Faktor sosial dan - Resistensi obat (host): geografi : - Kecepatan - Imunitas - Akses mendapat multiplikasi - Sitokin pengobatan - Cara invasi proinflamasi - Faktor-faktor budaya dan - Sitoadherens - genetik ekonomi - Rosseting - Umur - Satbilitas politik - Polimorfisme - Kehamilan - Intensitas transmisi antogenik nyamuk - Variasi antigenik (P.falciparum-EMP1) - Toksin malaria

MANIFESTASI KLINIK

Asimtomatik Demam Malaria berat Kematian (spesifik)Di antara faktor parasit, protein parasit P.f-EMP1 (Plasmodium falciparum Erythrocyte Membran Protein-1) diduga berperan penting pada patogenesis malaria. Protein yang diekspresikan pada permukaan eritrosit terinfeksi parasit ini berperan pada proses sitoadherens yang menyebabkan sekuestrasi di mikrosirkulasi, rosseting, agregasi eritrosit terinfeksi dengan trombosit (clumping).3 Eritrosit ketika terinfeksi P.falciparum akan menghasilkan kenop proteinoseus yang mengikat sel endotelial. Perlekatan eritrosit-eritrosit terinfeksi ini menyebabkan mereka bergumpal dalam pembuluh darah di banyak area tubuh.4 Hal tersebut mungkin menyebabkan obstruksi mikrosirkulasi yang dapat mengakibatkan gangguan metabolik organ.3Protein Pf-EMP-1 sangat bervariasi dan berubah-ubah antigen (variasi antigenal) karena protein ini dikode oleh keluarga besar gen yang berjumlah sekitar 50 gen. Pada setiap siklus replikasi parasit akan diekspresikan salah satu gen var, akibatnya akan terekspresi berbagai varian antigenal Pf-EMP-1, pada setiap replikasi parasit. Variasi antigen ini bertujuan untuk menghindari respons hati spesifik dari antibodi anti Pf-EMP-1 yang dapat menyebabkan infeksi kronik.3Salah satu faktor pejamu terpenting pada patogenesis malaria berat adalah sitokin pronflamasi (TNF- dan IFN-). Sitokin ini memberikan perlindungan terhadap stadium aseksual parasit karena secara tidak langsung dapat menghambat perkembangan parasit. Di lain pihak, kadar sitokin lokal di suatu organ yang tinggi dapat mengganggu fungsi organ tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan meningkat ekspresi molekul-molekul adhesi yang dapat memperberat sitoadherens. Tampaknya sitokin proinflamasi mempunyai peran ganda, dimana pada kadar yang tinggi (mungkin akibat pertumbuhan parasit atau produksi toksin malaria yang berlebihan) justru memberikan dampak patologis.3

a. Malaria SerebralKomplikasi terberat dari malaria berat adalah malaria serebral . Penyebab koma pada malaria serebral belum diketahui. Pada penyakit ini terdapat peningkatan glikolisis anaerob dalam otak, dengan aliran darah otak yang kurang mengandung oksigen, akan meningkatkan laju metabolisme laktat dalam otak, dan juga meningkatkan konsentrasi laktat dalam cairan serebro-spinal, tapi perubahan ini tidak memberikan penjelasan yang cukup tentang terjadinya koma. Barangkali lingkungan yang terbentuk ini mendukung parasit yang aktif bermetabolisme, dan masuknya mereka ke endotelium vaskular serebral merubah fungsi sawar darah otak. Namun bagaimana hal ini mengganggu transmisi neuron belum diketahui. Sitokin meningkatkan produksi nitrid oksid (NO), penghambat potensial transmisi neuron, leukosit, sel otot halus, mikroglia dan endotelium vaskular melalui induksi enzim nitrit oksid sintase. Ekspresi NO sintase meningkat dalam otak pada malaria serebral. Sintetik lokal NO dapat dihubungkan dengan gangguan kesadaran.2 Namun masalah peran sitokin proinflamasi dan NO pada patogenesis malaria berat masih kontroversial, banyak hipotesis yang belum dapat dibuktikan dengan jelas dan hasil berbagai penelitian sering saling bertentangan.3 Koma pada malaria serebral tidak disebabkan oleh tekanan intrakranial yang meningkat.2Ada 4 hipotesis yang diajukan untuk menjelaskan patofisiologi malaria serebral5 :1. Teori permeabilitasPeningkatan permeabilitas sawar darah otak akibat inflamasi dalam pembuluh darah otak sehingga plasma masuk ke jaringan otak dan cairan serebro-spinal mengakibatkan udem otak.2. Koagulasi intravaskular diseminata (KID/DIC)Sel darah merah yang terinfeksi berat P.falciparum dapat menimbulkan hambatan sirkulasi meski cuma sesaat dengan membentuk trombosis dan emboli. Diperkirakan terjadi KID dengan adanya peningkatan FDP (Fibrin Degradation Product)3. Toksemia sistemikTerdapat endotoksin yang jelas tidak berasal dari parasit malaria. Karena terdapat peningkatan TNF (Tumor Necrosing Factor) akibat dirangsangnya monosit-makrofag oleh P.falciparum. TNF atau IL-1 merupakan suatu faktor pengaktif limfosit akan menyebabkan demam dan terbebasnya asam amino dari otot, antara lain fibrinogen dan C-reaktif protein. TNF dapat menerangkan beberapa gambaran endotoksemia seperti koagukasi intravaskular karena perubahan permukaan endotel, meningkat permeabilitas kapiler, katabolisme protein dan kontribusi pada terjadinya hipoglikemia.4. Teori imunologiPada malaria serebral mungkin sekali ada peran imunologi. Orang dengan imunodefisiensi jarang terserang malaria serebral. Namun teori ini masih kontroversial. Penelitian oleh Warrel dkk tidak menemukan adanya deposit imun kompleks, karena itu diragukan adanya mekanisme imunopatologis.Patologi di otak pada malaria serebral berupa terjadinya perdarahan dan nekrosis sekitar venule dan kapiler. Kapiler dipenuhi leukosit dan monosit, terjadi sumbatan pembuluh darah oleh susunan roset eritrosit yang terinfeksi. Juga bisa didapati adanya fibrin dan trombus dalam kapiler sebagai pertanda adanya DIC. Proses-proses ini akan menimbulkan anoksia otak. Penelitian dengan imunofluoresensi memperlihatkan adanya deposit antigen P.falciparum dan imunoglobulin G dalam kapiler otak dan ruang ekstravaskular di area inflamasi akut.5Koma pada malaria serebral merupakan koma yang tidak dapat dibangunkan (tidak ada respon terhadap stimulus). Onset terjadinya koma dapat mendadak, sering mengikuti kejang umum atau bertahap, dengan perasaaan mengantuk pada awalnya, bingung, disorientasi, delirium, agitasi, diikuti oleh ketidaksadaran penderita. Ciri-ciri klinik biasanya berupa ensepalopati simetrik. Lamanya masa prodomal biasanya beberapa hari pada dewasa, tapi pada anak-anak dapat menjadi lebih pendek 6-12 jam. Sering ada riwayat kejang sebelumnya. Pada pemeriksaan penderita demam dan tidak sadar. Terdapat beberapa tahanan pasif pada fleksi kepala, tapi kaku kuduk seperti pada meningitis tidak ditemukan, dan tidak terdapat gejala iritasi meningeal lain. Pada beberapa kasus bisa terdapat anemia terutama pada anak-anak. Adanya gejala perdarahan dan hiperventilasi mengindikasikan prognosis buruk. Hiperventilasi menunjukan asidosis metabolik jika paru-paru tidak terserang. Hepar dan lien biasanya membesar secara lambat. Pada pemeriksaan mata dengan funduskopi terdapat 5 abnormalitas berupa pemutihan retina, perdarahan retina, pemutihan fokus vessel, papiledema dan bercak seperti cotton wool. Tonus tungkai dapat meningkat, menurun atau normal, terutama pada ekstensor.2

b. Anemia BeratPatogenesis anemia multifaktorial. Terdapat obstruksi mutlak sel darah merah yang mengandung parasit, juga adanya destruksi besar-besaran dan cepat dari sel darah merah yang tidak terinfeksi yang berkaitan dengan keparahan penyakit, dan juga diseritropoesis sumsum tulang. Pada malaria berat anemia terjadi dengan cepat. Cepatnya hemolisis sel darah merah yang tidak mengandung parasit merupakan kontributor utama penurunan hematokrit. Selain itu juga adanya peningkatan pembuangan sel darah merah yang terinfeksi dan yang tidak terinfeksi oleh lien, menurunnya kelangsungan hidup sel darah merah meski parasitemia telah hilang, penggunaan obat yang mengakibatkan hemolisis, dan lain-lain; semua hal tadi berperan terhadap terjadinya anemia. Beberapa dari mekanisme tadi dapat terus menyebabkan anemia meski telah diberikan terapi yang komplet.2,6 P. falciparum mempengaruhi sel darah merah pada semua kelompok umur dan parasitemia dapat mencapai 20-30% atau lebih.6.Diseritropoesis sumsum tulang menetap sampai beberapa hari atau minggu selama malaria akut dan hitung retikulosit biasanya rendah pada fase akut penyakit. Penyebab diseritropoesis diduga berhubungan dengan produksi sitokin intramedular. Serum eritropoetin biasanya meningkat, meskipun pada beberapa kasus derajat peningkatan serum ini memberi kesan tidak sesuai dengan derajat anemia. Pada malaria falciparum seluruh populasi sel darah merah (baik yang terinfeksi atau tidak) menjadi lebih kaku. Hilangnya deformabilitas ini berhubungan dengan beratnya penyakit dan akibatnya2Konsentrasi hemoglobin dapat turun sampai 2 g/dalam tiap hari. Anemia merupakan masalah utama pada anak-anak di mana dapat menyebabkan kematian mendadak. Komplikasi ini terutama sekali mungkin dengan konsentrasi hemoglobin dibawah 5 g/dalam (15% hematokrit) dan resiko menurun tajam sampai di bawah 4 g/dalam. Beberapa pasien menunjukkan toleransi terhadap anemia malaria serebral secara relatif baik. Pasien ini biasanya mempunyai anemia kronis yang mendasar sebelumnya.2c. Gagal Ginjal Akut Pada malaria berat P. falciparum dapat terjadi gagal ginjal akut pada 0,1-0,6% penderita. Terdapat vasokonstriksi kortikal ginjal dan hipoperfusi menetap pada malaria falciparum. Resistensi vaskular ginjal meningkat pada penderita dengan gagal ginjal akut. Trauma ginjal pada malaria berat dihasilkan dari nekrosis tubular akut. Konsumsi oksigen ginjal menurun (anoksia) pada gagal ginjal akut. Nekrosis tubular akut diduga akibat obstruksi mikrovaskular ginjal dengan trauma sel yang menetap pada sekuestrasi dalam ginjal dan juga filtrasi hemoglobin bebas, mioglobin dan material seluler lain. Pelepasan sitokin lokal dan sistemik serta perubahan regulasi aliran darah ginjal tidak berperan penting, meskipun dalam studi terbaru peningkatan TNF plasma berhubungan dengan kerusakan ginjal. Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) juga dapat menyebabkan atau memperburuk kondisi ini.2,6Gagal ginjal akut pada malaria falciparum umumnya terjadi pada hari ke 4-7 dari gejala demam, pasien tampak sakit berat dengan panas yang tinggi. Gagal ginjal akut bersifat hiperkatabolik yang ditandai dengan peningkatan ureum dan kreatinin darah yang cepat, sering disertai simtom uremik yang jelas. Produksi urin biasanya berkurang (oliguria atau anuria) Bersamaan dengan gagal ginjal akut dapat dijumpai koagulasi intravaskular, cholestatic jaudice dengan peningkatan fosfatase alkali. Hemoglobinuria dan methemoglobunuria biasanya terjadi karena hemolisis intravaskular. Komplikasi gagal ginjal akut pada umumnya seperti asidosis metabolik, hiponatremia dan hiperkalemia dapat pula ditemukan.2

d. Udema Paru Udema paru pada malaria diakibatkan peningkatan mendadak permeabilitas kapiler paru yang tidak direfleksikan pada vaskular lain. Kapiler dan venule paru dipenuhi oleh sel-sel inflamasi dan eritrosit yang mengandung parasit. Udemnya endotelial vaskular akan menyempitkan lumen. Udem interstisial dan pembentukan membran hialin juga sering terlihat.6,7 Tekanan kapiler paru biasanya normal dan perkembangan udema paru relatif lambat. Penyebab dari meningkatnya permeabilitas kapiler paru belum diketahui.2 Udema paru sering timbul belakangan dibanding komplikasi akut lainnya. Udema paru atau ARDS (Adults Respiratory Distress Syndrome)dan overload cairan dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersamaan. Overload cairan biasanya karena over hidrasi akibat pemberian cairan. Tanda-tanda ARDS: timbul akut, ada gambaran bercak putih pada foto toraks di kedua paru, rasio PaO2 : FiO2 < 200, tidak ada gejala gagal jantung kiri.2Hiperventilasi atau pernafasan Kussmaul merupakan gejala berprognosis buruk pada malaria. Takipneu dihubungkan dengan demam yang tinggi, pernafasan yang dangkal diakibatkan asidosis metabolik, udema paru atau pneumoni. Udema paru akut dapat berkembang sewaktu-waktu pada malaria falciparum berat. Tekanan vena sentral dan tekanan oklusi arteri pulmonal biasanya normal, indeks cardial tinggi dan resistensi vaskular sistemik rendah. Foto toraks menunjukkan meningkatnya bayangan pada paru dan ukuran jantung normal.2

e. HipoglikemiaSering terjadi pada penderita malaria berat terutama penderita dengan hiperparasitemia, gangguan fungsi hati yang berat, ibu hamil sebelum atau sesudah pemberian terapi kina (kina dapat menyebabkan hiperinsulinemia). Hipoglikemia berhubungan dengan hiperlaktatemia dan bersamaan dengan etiologi patofisiologi yang sama pada keadaan meningkatnya permintaan perifer akan glukosa pada glikolisis anaerob; peningkatan kebutuhan metabolik pada keadaan demam, peningkatan ambilan glukosa oleh parasit malaria, dan gagalnya glikoneogenesis dan glikogenolisis di hepar, serta peningkatan sitokin.2,3

f. Gagal Sirkulasi Atau SyokKolaps sirkulasi dapat terjadi pada malaria berat atau keadaan lain seperti: Dehidrasi dengan hipovolemia (akibat muntah-muntah dan intake cairan kurang) Pasien dengan diare dan peripheral circulatory failure (algid malaria). Pada pasien dengan penyakit yang berat dapat berkembang hipotensi mendadak dan menjadi syok.2 Perdarahan masif saluran cerna Mengikuti ruptur limpa Dengan komplikasi septikemia gram negatifKolaps sirkulasi lebih lanjut berakibat komplikasi asidosis metabolik, respiratory distress dan gangguan fungsi/kerusakan jaringan.3

g. KejangSering menyerang terutama pada anak muda. Keadaan ini dihubungkan dengan malaria falciparum pada infeksi non komplikasi. Pada beberapa kasus penyebab koma berlarut-larut adalah status epileptikus. Serangaan fokal dapat terjadi tapi jarang. Sering terjadi aspirasi pneumonia dan sekuel terhadap serangan grandmal dapat dicegah (serangan grandmal berulang pada malaria serebral dihubungkan sisa sekuel neurologikal.2 h. Perdarahan SpontanPerdarahan dan koagulopati (konsumtif koagulopati) jarang ditemukan pada kasus malaria di daerah endemis; diduga koagulasi intravaskular diseminata (KID) terjadi pada 5-10% kasus malaria serebral yang mengenai pasien non imun (pendatang/pelancong). Pada kondisi ini terdapat aktifitas koagulasi yang cepat karena dipercepatnya pergantian fibrinogen, konsumsi antitrombin III, pengurangan konsentrasi hasil degradasi fibrin pada akut malaria. Pada infeksi berat protrombin dan sebagian waktu tromboplastin dapat diperpanjang, dan pada pasien (5%) kadang-kadang perdarahan menjadi bermakna.2Trombositopenia dihubungkan dengan meningkatnya konsentrasi trombopoetin (faktor kunci perkembangan produksi platelet). Konsentrasi faktor stimulasi koloni makrofag tinggi dalam plasma, hal ini akan menstimulasi aktifitas makrofag dan meningkatkan destruksi platelet. Pergantian platelet menjadi meningkat.2

i. Asidosis MetabolikIndikasi utama asidosis metabolik ditandai dengan adanya hiperventilasi dengan peningkatan inspirasi saat bekerja (sering dalam bentuk distress respiratori) dan nafas Kussmaul. Biasanya dihasilkan dari asisosis laktat, tapi pada anak bisa karena ketoasidosis. Hipovolemia merupakan kontributor utama dan harus dikoreksi. Asidosis dapat dihubungkan dengan gagal ginjal pada dewasa, tapi pada infeksi akut terdapat juga laktat asidosis. Sering juga terjadi hipotensi.2 Asidosis dalam malaria dihasilkan dari banyak proses yang berbeda, termasuk diantaranya : obstruksi mikrosirkulasi, disfungsi renal, peningkatan glikolisis, anemia hipoksia dan lain-lain. Oleh karena itu asidosis metabolik sering ditemukan bersamaan dengan komplikasi lain seperti anemia berat, Gagal ginjal akut , hipovolemia, udema paru dan hiperparasitemia yang ditandai dengan peningkatan respirasi, penurunan pH dan bikarbonat darah. Penyebabnya karena hipoksia jaringan dan glikolisis anaerobik. Diagnosis dan manajemen yang terlambat akan menyebabkan kematian.3

j. Blackwater fever (malarial hemoglobinuria)Pasien dengan defisiensi G-6-PD dapat terjadi hemolisis intravaskular dan hemoglobinuria yang dicetus oleh primakuin dan obat-obat oksidan yang dipakai sebelum terkena malaria. Hemoglobinuria dihasilkan dari masifnya hemolisis, tidak berhubungan dengan disfungsi renal secara signifikan. Blackwater fever biasanya sementara dan dapat berubah tanpa komplikasi. Namun dapat juga menjadi gagal ginjal akut dalam kasus-kasus yang berat.3

C. DIAGNOSIS Berdasarkan konsensus Penanganan Malaria tahun 2003 diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.1. Anamnesis Gejala malaria ringan disertai salah satu atau lebih gejala berikut: Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat (unroussable coma) Kelemahan umum (tidak bisa duduk/berdiri) Kejang, beberapa kali kejang Panas sangat tinggi Mata kuning dan tubuh kuning Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan Nafas cepat: dan atau sesak nafas Muntah terus menerus Tidak dapat makan minum Warna air seni seperti tua sampai kehitaman Jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak ada (anuria) Riwayat bepergian dan bermalam di daerah malaria 1-4 minggu yang lalu Riwayat pernah menderita malaria Riwayat pernah mendapat transfusi darah

2. Pemeriksaan FisikDapat ditemukan satu atau lebih tanda-tanda di bawah ini: Temperatur 40o C Tekanan darah sistolik < 70 mmHg pada orang dewasa Nadi cepat dan lemah/kecil Frekuensi nafas > 35 kali per menit Penurunan derajat kesadaran (GCS < 15) Manifestasi perdarahan (petekie, purpura, hematom) Tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering, produksi air seni berkurang) Tanda-tanda anemia berat (konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat, dll) Terlihat mata kuning / ikterik Adanya ronki pada kedua paru Pada pemeriksaan jantung, bila ada aritmia dan pembesaran jantung, maka hati-hati pada pemberian kina dan cairan Pembesaran limpa dan atau hepar Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria Gejala neurologi (kaku kuduk, abnormalitas reflek patologik)3. Pemeriksaan Laboratorium Malaria Berata. Pemeriksaan sediaan darah malaria Pemeriksaan sediaan darah (SD) penderita malaria berat untuk menentukan jenis dan jumlah parasit (P. falciparum ) Bila SD negatif perlu diperiksa ulang setiap hari sampai 3 hari berturut-turut, bila pemeriksaan SD tebal selama 3 hari hasil negatif, diagnosis malaria dapat disingkirkan Bila hitung parasit > 5% atau > 5.000 Parasit/200 leukosit, maka di diagnosis sebagai malaria berat (untuk daerah transmisi rendah/ tak stabil atau penderita non imun) Bila tak ada sarana laboratorium/ tenaga mikroskopis, diagnosis malaria berat boleh ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis. Dalam hal ini pemeriksaan tes cepat deteksi antigen (tes PF, ICT, OPTIMAL) sangat membantu.b. Pemeriksaan darah lainnya Hemoglobin dan hematokrit Hitung jumlah leukosit, trombosit Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, plasma laktat, analisis gas darah.c. Pemeriksaan penunjang EKG Foto toraks Analisis cairan serebrospinalis, kadar laktat cairan serebrospinal Biakan darah untuk menyingkirkan sepsis Pemeriksaan air seni (analisis), hemoglobinuria

D. TERAPI Dalam Konsensus Penanganan Malaria tahun 2003 terapi malaria berat secara garis besar terdiri atas 3 komponen penting yaitu: Terapi spesifik dengan kemoterapi anti malaria Terapi suportif (termasuk perawatan umum dan pengobatan simptomatik) Terapi terhadap komplikasi Pada setiap penderita malaria berat, maka tindakan/pengobatan yang perlu dilakukan adalah:1. Tindakan umum2. Pengobatan simptomatik3. Pemberian obat anti malaria4. Pengobatan komplikasi

1. Tindakan umum/suportifApabila fasilitas tidak/kurang memungkinkan untuk merawat penderita malaria berat maka persiapkan penderita dirujuk ke rumah sakit/fasilitas pelayanan yang lebih tinggi, dengan cara:a. Jaga jalan nafas dan mulut untuk menghindari terjadinya asfiksia, bila diperlukan beri oksigen (O2)b. Perbaiki Keadaan umum penderita (kebutuhan cairan dan perawatan umum)c. Monitoring tanda-tanda vital antara lain : kesadaran, pernafasan, tekanan darah, suhu, dan nadi setiap 30 menitd. Untuk konfirmasi diagnosis, lakukan pemeriksaan SD tebal. Penilaian sesuai kriteria diagnosis mikroskopike. Bila hipotensi, tidurkan dalam posisi Trendenlenburg dan diawasi terus tensi, warna kulit dan suhu, laporkan ke dokter segera.f. Kasus dirujuk ke rumah sakit yang mampu menangani malaria berat.

2. Terapi simtomatik Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia: parasetamol 15 ng/kgbb/kali, beri setiap 4 jam dan lakukan juga kompres hangat Bila kejang, beri antikonvulsan, dewasa: diazepam 5-10 mg IV(secara perlahan jangan lebih dari 5 mg/menit) ulang 15 menit kemudian bila masih kejang. Jangan diberikan lebih dari 100 mg/24 jamBila tidak tersedia diazepam, sebagai alternatif dapat dipakai phenobarbital 100 mg IM/kali (dewasa diberikan 2 X sehari)

3. Pemberian obat anti malaria Kina intra vena per-infus mash merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk malaria berat. Kemasan garam kina HCL 25 % injeksi, 1 ampul berisi 500 mg/ 2 ml. Pemberian anti malaria pra rujukan: apabila tidak memungkinkan pemberian kina perinfus maka dapat diberikan dosis kina HCL/kinin antipirin 10 mg/kgbb IM (dosis tunggal).

4. Tindakan terhadap komplikasi a. Malaria serebral Penatalaksanaan malaria serebral pada umumnya sama seperti pada malaria berat. Disamping pemberian obat anti malaria. Beberapa hal penting perlu diperhatikan:1. Perawatan pasien tidak sadar dengan prinsip ABC (Airway, Breathing, Circulation)2. Pengobatan simptomatik: pengobatan hiperpireksia dan pengobatan cepat bila ada kejang. Cara pemberian antipiretik dan anti konvulsan seperti sudah dijelaskan di atas.3. Deteksi dini dan pengobatan komplikasi berat lainnya4. Hati-hati terhadap terjadinya infeksi bakteri terutama pada pasien-pasien dengan pemasangan IV-line, intubasi endotrakeal atau kateter saluran kemih. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya aspirasi pneumonia

Pada pasien tidak sadar perlu dimonitor tensi, nadi, suhu dan pernafasan setiap 30 menit, pemeriksaan derajat kesadaran dengan modifikasi GCS (Glasgow Coma Scale) setiap 6 jam, hitung parasit setiap 12-24 jam, Hb, leukosit, bilirubin dan kreatinin pada hari ke-III dan VII, gula darah tiap 4 jam, parameter lain sesuai indikasi.

b. Anemia Berat (Hb < 5 gr%) Berikan transfusi darah 10-20 ml/kg bb (setiap 4 ml/ kgBB akan naikkan Hb 1 gr%) paling baik darah segar atau PRC (Packed Red Cells), dengan memonitor kemungkinan terjadinya overload karena pemberian transfusi darah dapat memperberat kerja jantung Untuk mencegah overload, dapat diberikan furoseide 20 mg IV. Pasien dengan gagal ginjal hanya diberikan PRC. Volume transfusi dimasukkan sebagai input dalam catatan keseimbangan cairan Pemberian zat besi tidak bermanfaat

c. Hipoglikemia Berikan 50-100 ml glukosa 40 % IV secara injeksi bolus Infus glukosa 10 % atau 5% untuk maintenance/mencegah hipoglikemia berulang minimal 2 hari Monitoring teratur kadar gula darah setiap 4-6 jam.

d. Kolaps sirkulasi, syok hipovolemia, hipotensi, algid malaria dan septikemia Koreksi hipovolemia dengan pemberian cairan yang tepat (NaCl 0,9 %, cairan ringer, dekstrosa 5% dalam salin), plasma expander (darah segar, plasma, haemacell atau bila tidak tersedia dengan dekstran 70) dalam waktu -1 jam pertama 500 ml, bila tidak ada perbaikan tensi dan tidak ada overhidrasi, beri 1000 ml, tetes diperlambat dan diulang bila dianggap perlu. Monitor dengan CVP bila memungkinkan Bila terjadi hipotensi menetap (setelah hipovolemi ditangani), diberikan dopamin dengan dosis inisial 2 ug/kgbb/menit yang dilarutkan dalam dekstrosa 5% dosis dinaikkan secara hati-hati sampai tekanan sistolik mencapai 80-90 mmHg Periksa kadar gula darah untuk menyingkirkan hipoglikemia Buat biakan darah uji sensitivitas Monitoring dan pencatatan balans cairan secara akurat agar tidak terjadi over hidrasi

e. Gagal ginjal akut Prinsip terapi pada gagal ginjal akut untuk menjaga keseimbangan fisiologis tubuh (nutrisi, cairan, elektrolit, asam basa darah), mencegah dan mengobati komplikasi serta penyakit dasarnya yaitu malaria Terapeutik:1). Nutrisi, cairan dan elektrolit: Kalori diberikan 35 klori/kgbb/hari, protein 1-1,5 gr/kgbb/hari Asupan Kalium dibatasi < 50 mEq/hari Jumlah cairan yang diberikan disesuaikan dengan hidrasi pasien Koreksi hiperkalemia2). Penggunaan Diuretika3). Dialisis atas indikasi4). Penggunaan dopamin dosis renal 1 ugr?kgbb dan furosemid 20-100mg tiap 6 jam, dapat memperbaiki perfusi ginjal dan meningkat produksi urin. 5). Penyesuaian dosis kina

f. Perdarahan dan gangguan pembekuan darah (koagulopati) Eradikasi P. falciparum Tindakan suportif terhadap hipotensi, hipoksia dan asidosis; serta menjaga nutrisi selama perawatan Fresh frozen plasma/ kriopresipitat pada diberikan bila fibrinogen rendah; konsentrat trombosit bila terdapat trombositopeni Vitamin K injeksi dengan dosis 10 mg intravena sekali/hari selama 2-3 hari bila protrombin time atau partial tromboplastin time memanjang Heparin hanya diberikan bila ditemukan bukti trombosis yang berkaitan dengan KID karena manfaat pemberian heparin pada KID dan malaria berat masih kontroversial Anti trombin III dapat diberikan bila pengobatan standar gagal Antifibrinolitik sampai sekarang tidak dianjurkan karena tidak bermanfaat

g. Udema paruBila ada tanda udem paru akut penderita segera dirujuk, dan sebelumnya dilakukan tindakan sebagai berikut:1. Akibat ARDS Pemberian Oksigen PEEP (positive end-respiratory pressure) bila tersedia Strategi pemakaian ventilator: Hindari overdistensi alveoler Pertahankan FiO2 < 0,6 Berikan PEEP seperlunya untuk mencegah end expiratory derecruitment Bila perlu biarkan hiperkapnia, untuk mengurangi overdistensi alveolar2. Akibat over hidrasi pembatasan pemberian cairan pemberian furosemid 40 mg i.v bila perlu diulang 1 jam kemudian atau dosis ditingkatkan sampai 200 mg (maksimum) sambil memonitor urin out put dan tanda-tanda vital Rujuk segera bila overload tidak dapat diatasi Untuk kodisi mendesak (pasien kritis) dimana pernafasan sangat sesak, dan tidak cukup waktu untuk merujuk pasien, lakukan:Posisi pasien dudukVenaseksi, keluarkan darah pasien ke dalam kantong transfusi/donor ssebanyak 250-500 ml dapat membantu mengurangi sesaknya. Apabila kondisi pasien sudah normal, darah tersebut dapat dikembalikan ke tubuh pasien.

h. Asidosis metabolik Lakukan pemeriksaan kadar Hb. Bila penyebabnya karena anemia berat (Hb < 5 g%), maka beri trnsfusi darah segar atau PRC Lakukan pemeriksaan analisa gas darah, bila pH < 7,15 lakukan koreksi dengan pemberian larutan natrium bikarbonat melalui IV-line. Koreksi pH arterial harus dilakukan perlahan 1-2 jam Bial sesak nafas, beri O2 Bila tidak tersedia fasilitas yang memadai sebaiknya penderita segera dirujuk ke RS Tingkat Propinsi

i. Blackwater fever Berikan cairan rehidrasi, monitor CVP Bila Hmt < 20%, beri transfusi darah Lanjutkan pemberian kemoterapi anti malaria Bila berkembang menjadi ARF, rujuk ke Rumah Sakit dengan fasilitas hemodialisis

BAB IIIKESIMPULAN

Malaria merupakan penyakit infeksi tropik yang dapat bersifat akut atau kronik, disebabkan oleh 4 genus Plasmodium. Diperkirakan 35 % penduduk Indonesia tinggal di daerah yang beresiko tertular malaria. Penyebab mortalitas malaria umumnya disebabkan oleh P. falciparum yang bisa menyebabkan berbagai komplikasi. Hal ini karena kemampuan P. falciparum untuk melakukan sitoadherens yang diduga merupakan pusat patologi malaria berat dimana kemampuan ini menyebabkan parasit ini bisa mencapai sirkulasi yang dalam .Komplikasi terberat berupa malaria serebral. Komplikasi lain berupa anemia berat, gagal ginjal akut, udema paru, hipoglikemia, gagal sirkulasi atau syok, perdarahan spontan, kejang berulang, asidemia, blackwater fever yang mana masing-masing komplikasi mempunyai gambaran yang berbeda. Di antara komplikasi ini ada yang bisa muncul sendiri-sendiri atau bersama-sama. Penanganan malaria berat disesuaikan dengan jenis komplikasi malaria yang terjadi, yang secara garis besar terdiri atas 3 komponen penting yaitu pengobatan spesifik dengan kemoterapi anti malaria, pengobatan suportif serta pengobatan terhadap komplikasi. Malaria berat mempunyai prognosis yang buruk apabila tidak ditangani dengan segera.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer A, et al, Infeksi Tropik: Malaria, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi III, Media Aesculapius, 1999, 409-416

2. White NJ, Malaria, in Mansons Tropical Disease, Gordon C.Cook and Alimudin Zumla, EIBS edition of twenty-first edition, 2003:1205-1269

3. PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia), Konsensus Penanganan Malaria, 2003:1-51

4. Fernandez MC, Malaria, eMedicine, 2004, www.eMedicine.com

5. Zulkarnain I, Malaria Berat, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam UI, Edisi Ketiga, Balai Penerbit FKUI, 1996: 504-508

6. Anonim, Pathology of Malaria, 2002, www.malariasite.com

7. Mehta PN, Malaria, eMedicine, 2004, www.eMedicine.com

26