Page 1
BAB 1
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi pada saat sekarang sudah semakin maju, salah satunya buktinya
adalah manusia sudah mampu menciptakan berbagai jenis kendaraan untuk memudahkan
transportasi manusia ke berbagai tempat. Namun, dari semua kemudahan yang didapat dengan
berkembangnya alat transportasi, juga terdapat dampak buruk seperti kecelakaan yang dapat
menyebabkan trauma pada dada/thorax.
Trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka. Trauma merupakan penyebab
kematian terbanyak pada dekade tiga kehidupan di seluruh kota besar di dunia. Sebanyak 25%
trauma thorax dapat menyebabkan kematian. Sebanyak 85% dari semua trauma dada dapat
diobati tanpa pembedahan khusus dan yang tersering adalah patahnya tulang rusuk.1
Peranan pemeriksaan radiologi pada trauma thorax sangatlah penting karena pada foto
rontgen thorax, CT-scan thorax dan pemeriksaan radiologi lainnya, dapat memperlihatkan
kelainan-kelainan yang ditimbulkan akibat trauma atau cedera. Akibat dari trauma yang
ditimbulkan dapat mengancam nyawa diantaranya adalah tension pneumothorax, open
pneumothorax, massive haemothorax, flail chest, pulmonary contusio, sternal fracture,
tracheobronchial rupture dan cardiac tamponade.1
Page 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi
Dada berisi organ vital paru dan jantung. Rangka dinding toraks, yang dinamakan
compage thoracis yang dibentuk oleh columna vertebralis di belakang, costae dan spatium
intercostalis di samping dan sternum serta rawan iga di depan. Di superior toraks,
berhubungan dengan leher melalui aperture thoracis superior dan di inferior dipisahkan dari
abdomen oleh diafragma. Compages thoracis melindungi paru-paru dan jantung dan
merupakan tempat perlekatan untuk otot-otot toraks, ekstremitas atas, abdomen dan
punggung. Cavitas thoracis dapat dibagi dalam bagian median yang dinamakan
mediastinum, dan bagian lateral yang ditempati oleh paru-paru dan pleura. Paru-paru diliputi
oleh membran tipis yang dinamakan pleura viseralis yang berjalan dari pangkal masing-
masing paru menuju ke permukaan dalam dinding thoraks yang dinamakan pleura parietalis.
Dengan cara ini terbentuk dua kantong membranosa yang dinamakan cavitas pleuralis pada
setiap pinggir toraks antara paru-paru dan dinding toraks.3
Gambar 2.1 Anatomi Rangka Diniding Toraks
Page 3
Trakea terbentang dari pinggir bawah cartilage cricoidea (berhadapan dengan corpus
vertebrae cervical VI) di leher sampai setinggi angulus sterni pada toraks. Trakea terdapat di
garis tengah dan berakhir tepat di sebelah kanan garis tengah dengan bercabang menjadi
bronchus principalis dextra dan sinistra. Bronkus prinsipalis kanan lebih lebar, lebih pendek
dan lebih vertical dibandingkan kiri. Sebelum masuk ke hilus paru-paru kanan, bronkus
principalis mempercabangkan bronkus lobaris superior. Waktu masuk ke hilus, ia membelah
menjadi bronkus lobaris medius dan bronkus lobaris inferior. Sedangkan bronkus prinsipalis
kiri, waktu masuk ke hillus paru kiri, ia akan bercabang menjadi bronkus lobaris superior dan
inferior.3
Paru-paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam bebas
dalam rongga pleuranya sendiri, hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radiks pulmonis.
Masing-masing paru mempunyai apeks yang tumpul, yang menjorok ke atas, masuk ke leher
sekitar 2,5 cm diatas klavikula, facies costalis yang konveks, yang berhubungan dengan
dinding dada dan facies mediastinalis yang konkaf, yang membentuk cetakan pada
perikardium dan struktur mediastinum lain. Sekitar pertengahan permukaan kiri, terdapat
hillus pulmonis, suatu lekukan dimana bronkus, pembuluh darah, dan saraf masuk ke paru-
paru untuk membentuk radiks pulmonis.3
Di inferior, toraks berhubungan dengan abdomen melalui lubang besar yang dinamakan
aperture thoracis inferior. Lubang ini dibatasi oleh articulatio xiphosternalis, arcus costae,
dan corpus vertebrae thoracica XII. Diafragma merupakan otot utama respirasi. Diafragma
berbentuk kubah yang terdiri atas bagian otot di perifer, yang berasal dari pinggir aperture
thoracis inferior dan di tengah diganti oleh tendo.3
Pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Jaringan paru dibentuk
oleh jutaan alveolus yang mengembang dan mengempis tergantung mengembang atau
mengecilnya rongga dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan, yaitu
m.intercostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar dan paru-paru
mengembang sehingga udara terhisap ke alveolus melalui trakea dan bronkus.2
Page 4
Gambar 2.2 Anatomi Paru
Sebaliknya, bila m.intercostalis melemas, dinding dada mengecil kembali dan udara
terdorong ke luar. Sementara itu, karena tekanan intraabdomen, diafragma akan naik ketika
m.interkostalis tidak berkontraksi. Ketiga faktor ini, yaitu kelenturan dinding toraks,
kekenyalan paru dan tekanan intraabdomen menyebabkan ekspirasi jika otot interkostal dan
diafragma kendur dan tidak mempertahankan keadaan inspirasi. Dengan demikian, ekspirasi
merupakan kegiatan yang pasif.2
Jika pernafasan gagal karena otot pernafasan tidak bekerja, ventilasi paru dapat dibuat
dengan meniup cukup kuat agar paru mengembang di dalam toraks bersamaan dengan
mengembangnya toraks. Kekuatan tiupan harus melebihi kelenturan dinding dada,
kekenyalan jaringan paru dan tekanan intraabdomen. Hal ini dilakukan pada ventilasi dengan
respirator atau pada resusitasi dengan nafas buatan mulut ke mulut.2
Adanya lubang di dinding dada atau di pleura viseralis akan menyebabkan udara masuk
ke rongga pleura sehingga pleura viseralis terlepas dari pleura parietalis dan paru tidak lagi
ikut dengan gerak nafas dinding toraks dan diafragma. Hal ini terjadi pada pneumotoraks.
Jika dipasang penyalir tertutup yang diberi tekanan negatif, udara ini akan terisap dan paru
dapat dikembangkan lagi.2
Page 5
Jantung merupakan organ muscular berongga yang bentuknya mirip piramid dan terletak
didalam perikardium di mediastinum. Basis kordis dihubungkan dengan pembuluh pembuluh
darah besar, meskipun demikian terletak bebas di dalam perikardium. Jantung juga
mempunyai apeks yang arahnya ke bawah, depan dan ke kiri. Apeks ini dibentuk oleh
ventriculus sinister mengarah ke bawah depan dan kiri. Apeks terletak setinggi spatium
intercostalis V sinistra, Sembilan cm dari garis tengah. Basis cordis berbentuk piramid dan
terletak berlawanan dengan apeks. Batas kanan jantung dibentuk oleh atrium dextra, batas
kiri oleh aurikula sinistra dan dibawah oleh ventrikulus sinistra. Batas bawah terutama
dibentuk oleh ventrikulus dekstra tetapi juga oleh atrium dekstra dan apeks oleh ventrikulus
sinister. Batas-batas ini penting pada pemeriksaan radiografi jantung.2
Gambar 2.3 Anatomi Radiografi Toraks Normal (lange)
Page 6
1. PNEUMOTHORAX
Pneumothorax adalah suatu keadaan dimana terdapat udara bebas dalam ruang antar
pleura yang menyebabkan kollaps paru dan merupakan suatu keadaan gawat darurat dalam
dunia kedokteran serta harus memperoleh pertolongan secepatnya.8
Menurut penyebabnya, pneumothorax dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:9,10
1. Pneumothorax spontan
Yaitu setiap pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumothorax tipe ini
dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Pneumothorax spontan primer, yaitu pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba
tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumothorax spontan sekunder, yaitu pneumothorax yang terjadi dengan didasari
oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis
kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan
infeksi paru.
2. Pneumothorax traumatic
Yaitu pneumothorax yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma
penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun
paru.
Page 7
Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumothorax dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga jenis, yaitu:11
1. Pneumothorax Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding
dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga
pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena
diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami
re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah
kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga
pleura tetap negatif.
2. Pneumothorax Terbuka (Open Pneumothorax)
Yaitu pneumothorax dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan
bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada).
Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada
pneumothorax terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai
dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan.11
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan
menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal,
tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka
(sucking wound).10
3. Pneumothorax Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumothorax dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama
makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada
waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan
selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di
dalam rongga pleura tidak dapat keluar.11 Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura
makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul
dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal
napas.10
Gambaran radiologi pada pneumothorax:
Page 8
1. Foto Thorax
Untuk mendiagnosis pneumothorax pada foto thorax dapat ditegakkan dengan
melihat tanda-tanda sebagai berikut:
- Adanya gambaran hiperlusen avaskular pada hemithorax yang mengalami
pneumothorax. Hiperlusen avaskular menunjukkan paru yang mengalami
pneumothorax dengan paru yang kolaps memberikan gambaran radiopak. Bagian
paru yang kolaps dan yang mengalami pneumothorax dipisahkan oleh batas paru
kolaps berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura visceralis, yang biasa
dikenal sebagai pleural white line.
Tanda panah menunjukkan pneumothorax line
Foto Rö pneumothorax (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah
merupakan bagian paru yang kolaps
Page 9
- Untuk mendeteksi pneumothorax pada foto dada posisi supine orang dewasa maka
tanda yang dicari adalah adanya deep sulcus sign. Normalnya, sudut kostofrenikus
berbentuk lancip dan rongga pleura menembus lebih jauh ke bawah hingga daerah
lateral dari hepar dan lien. Jika terdapat udara pada rongga pleura, maka sudut
kostofrenikus menjadi lebih dalam daripada biasanya. Oleh karena itu, seorang
klinisi harus lebih berhati-hati saat menemukan sudut kostofrenikus yang lebih
dalam daripada biasanya atau jika menemukan sudut kostofrenikus menjadi
semakin dalam dan lancip pada foto dada seri. Jika hal ini terjadi maka pasien
sebaiknya difoto ulang dengan posisi tegak. Selain deep sulcus sign, terdapat tanda
lain pneumothorax berupa tepi jantung yang terlihat lebih tajam. Keadaan ini
biasanya terjadi pada posisi supine di mana udara berkumpul di daerah anterior
tubuh utamanya daerah medial.13
Deep sulcus sign (kiri) dan tension pneumothorax kiri disertai deviasi
mediastinum kanan dan deep sulcus sign (kanan)
- Jika pneumothorax luas maka akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau paru
menjadi kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah kontralateral.
Jika pneumothorax semakin memberat, akan mendorong jantung yang dapat
menyebabkan gagal sirkulasi. Jika keadaan ini terlambat ditangani akan
Page 10
menyebabkan kematian pada penderita pneumothorax tersebut. Selain itu, sela iga
menjadi lebih lebar.
Pneumothorax kanan (kiri) dan tension pneumothorax (kanan)
- Besarnya kolaps paru bergantung pada banyaknya udara yang dapat masuk ke
dalam rongga pleura. Pada pasien dengan adhesif pleura (menempelnya pleura
parietalis dan pleura viseralis) akibat adanya reaksi inflamasi sebelumnya maka
kolaps paru komplit tidak dapat terjadi. Hal yang sama juga terjadi pada pasien
dengan penyakit paru difus di mana paru menjadi kaku sehingga tidak
memungkinkan kolaps paru komplit. Pada kedua pasien ini perlu diwaspadai
terjadinya loculated pneumothorax atau encysted pneumothorax. Keadaan ini
terjadi karena udara tidak dapat bergerak bebas akibat adanya adhesif pleura.
Tanda terjadinya loculated pneumothorax adalah adanya daerah hiperlusen di
daerah tepi paru yang berbentuk seperti cangkang telur.
Page 11
Loculated Pneumothorax
- Foto dada pada pasien pneumothorax sebaiknya diambil dalam posisi tegak sebab
sulitnya mengidentifikasi pneumothorax dalam posisi supinasi. Selain itu, foto
dada juga diambil dalam keadaan ekspirasi penuh.13
Pneumothorax kanan yang berukuran kecil dalam keadaan inspirasi (kiri) dan dalam
keadaan ekspirasi (kanan)
Pada pneumothorax perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan ini:11
- Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung mulai dari
basis sampai ke apeks.
Page 12
- Emfisema Subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam di bawah kulit.
Emfisema subkutan
- Bila ada cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan
sebagai garis datar di atas diafragma; yang biasa ditemui pada kasus
Hidropneumothorax.
Hidropneumothorax
2. CT-scan Thorax
Pada pemeriksaan CT-scan pneumothorax tension didapatkan adanya kolaps
paru, udara di rongga pleura, dan deviasi dari struktur mediastinum. Pemeriksaan
CT-scan lebih sensitif daripada foto thorax pada pneumothorax yang kecil walaupun
gejala klinisnya masih belum jelas. Gambar disamping merupakan pneumothorax
CT scan potongan axial dimana tampak udara dan kolaps paru.13
Page 13
Pneumothorax potongan axial tampak udara dan terjadinya kolaps paru
CT-scan thorax lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa
dengan pneumothorax, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner
dan untuk membedakan antara pneumothorax spontan primer dan sekunder.
Tujuan utama penatalaksanaan pneumothorax adalah untuk mengeluarkan udara
dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada
prinsipnya, penatalaksanaan pneumothorax adalah adalah sama seperti penanganan
trauma, yaitu dengan melakukan tindakan ABCDE, yang kemudian diikuti tindakan
pemberian O2 dan tindakan dekompresi.
2. FLAIL CHEST
Flail chest terjadi ketika dinding dada tidak memiliki kontinuitas tulang. Kondisi ini
biasanya terjadi akibat trauma tumpul dikaitkan dengan beberapa patah tulang rusuk,
yaitu dua atau lebih tulang rusuk patah di dua tempat atau lebih. Gaya tumpul yang
dihasilkan akan mengganggu integritas dinding dada yang biasanya menimbulkan memar
paru.
Diagnosis ditegakkan secara klinis, radiografi hanya sebagai pemeriksaan penunjang.
Dinding dada harus diperhatikan selama gerakan pernafasan dan pada saat batuk. Berupa
gangguan respirasi dari ringan sampai berat.
- Pada inspeksi: deformitas dinding thorax disertai gerakan paradoksal dinding thorax
yang patah.
- Pada palpasi: nyeri tekan dan nyeri tekan sumbu disertai krepitasi.
Page 14
- Pada foto polos thorax: patah tulang iga multiple dan segmental atau lebih dari 2 garis
fraktur. Pada foto thorax AP/Lateral akan lebih jelas karena akan terlihat fraktur iga
yang multipel, akan tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan terlihat.
Mekanisme gerakan dinding dada pada saat pengambilan nafas dan adanya paru-paru
memar dapat menyebabkan hipoksia. Pasien juga berisiko tinggi untuk pneumothorax
dan haemothorax.1 Gejala yang akan dirasakan oleh pasien adalah sesak nafas,
takikardi, sianosis, takipnu, hipotensi, brui pada dinding thorax (yang berasal dari
fraktur tulang rusuk sehingga berbunyi krepitasi).
Mekanisme Flail Chest1
Ketika pasien inspirasi dan memperluas dadanya, bagian flail tenggelam dan
mediastinumnya bergerak menuju sisi normal. Ketika ia berakhir, bagian flail bergerak
keluar dan mediastinumnya bergerak ke sisi lain. Garis putus-putus menunjukkan udara
bergerak sia-sia dari satu paru-paru yang lain. Semua ini sangat mengganggu
kemampuannya untuk ventilasi paru-parunya.
Page 16
Foto Thorax pada Flail Chest13
Foto polos multiple fraktur tulang iga13
3. HAEMOTHORAX
Akumulasi darah di hemithorax secara signifikan dapat mengkompresi sistem
pernapasan dengan mengompresi paru-paru dan mencegah ventilasi yang memadai.
Kebanyakan, akumulasi darah tersebut dapat terjadi karena syok hemoragik, suara nafas
yang unilateral, pekak pada perkusi, dan vena leher datar. Pengobatan yang akan
Page 17
dilakukan adalah memperbaiki syok hipovolemik, penyisipan sebuah saluran interkostal,
dan dalam beberapa kasus akan dilakukan intubasi.1
Darah dalam rongga pleura harus dikeluarkan semuanya secepat mungkin untuk
mencegah perdarahan yang sedang berlangsung, empiema atau yang terakhir fibrothorax.
Salah satu cara untuk mengeluarkan darah dari hemithorax yang besar dengan tamponade
biasanya gagal atau tidak membantu dalam perbaikan keadaan pasien.1
Drainase awal lebih dari 1500 ml darah dari perdarahan yang sedang berlangsung
atau lebih dari 200 ml/jam lebih dari 3-4 jam umumnya dianggap indikasi untuk urgent
torakotomi. Hati-hati pada kasus seorang pasien yang telah mengeluarkan 500 ml ke
dalam botol drain, tetapi tidak segera dilakukan tindakan selanjutnya ataupun terdapat
gambaran radioopak pada radiologi.1
Foto Thorax pada Haemothorax13
Page 18
Foto polos paru PA tegak dengan Hemotorak kanan
CT-Scan kontras dengan Haemothorax kanan
4. PULMONARY CONTUSIO
Pulmonary contusion/kontusio paru atau disebut juga dengan memar paru disebabkan
oleh perdarahan yang masuk ke dalam parenkim paru, biasanya di bawah segmen flail
Page 19
atau patah tulang rusuk. Pulmonary contusion ini sangat sering terjadi pada trauma dada
dan dapat menyebabkan kematian karena pulmonary contusion adalah penyebab utama
hipoksemia setelah trauma tumpul. Dan juga, pulmonary contusion ini adalah factor
risiko terjadinya pneumonia dan respiratory distress syndrome (ARDS). Perkembangan
alami pada pulmonary contusion bermanifestasi sebagai memburuknya hipoksemia untuk
pertama 24 - 48 jam. Temuan ray X dada biasanya terlambat untuk diketahui dan non-
segmental. Kontras CT scan akan berguna, jika kelainan ini dapat terlihat pada
pemeriksaan X-ray, itu artinya pulmonary contusionya sudah parah.
Hemoptisis atau darah dalam tabung endotrakeal adalah tanda dari pulmonary
contusio. Dalam memar ringan dapat diberikan pengobatan dengan pemberian oksigen
dan analgesia yang memadai. Dalam kasus yang lebih parah fiksasi internal diperlukan.
Sementara itu, harus menghindari cairan overloading pasien untuk melawan
kecenderungan akan terjadinya edema paru. Dalam mempertahankan normovolaemic
sangat penting untuk perfusi jaringan yang memadai dan pembatasan cairan tidak
disarankan.1
Foto Thorax pada Kontusio Paru
Page 20
CT scan menunjukkan memar paru (panah merah) disertai dengan patah tulang rusuk
(panah biru)
5. RUPTUR DIAFRAGMA
Ruptur akut diafragma terjadi pada 1-7 % pasien dengan trauma tumpul yang hebat,
dan kesalahan diagnosis pada pemeriksaan awal terjadi lebih dari 66%. Hernia karena
trauma tumpul kebanyakan terjadi di bagian tendineus kiri karena di sebelah kanan
dilindungi oleh hati. Visera seperti lambung dapat masuk ke dalam rongga toraks segera
setelah trauma, atau berangsur-angsur dalam waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun.11
1. Gambaran Klinis
Hernia karena trauma tumpul mungkin tidak menimbulkan gejala atau tanda.
Bergantung pada banyaknya visera yang masuk ke dalam rongga toraks, dapat timbul
gejala dan tanda obstruksi.11
2. Pemeriksaan Radiologis
Tujuh puluh lima hingga 95% pasien dengan ruptur akut diafragma memiliki
gambaran radiografi toraks yang abnormal, namun hanya 17 hingga 40% yang
ditemukan pada radiografi. Hal yang didapat pada gambaran radiografi ruptur
termasuk gambaran diafragma normal, pneumotoraks, perpindahan tempat dari isi
perut, seperti hati, limpa, kolon ataupun sedikit traktus urinarius ke dalam toraks,
Page 21
perpindahan tempat dari NGT di dalam gaster, pleura efusi, basilar opacity yang
menyebabkan gambaran yang tidak biasa pada diafragma, gambaran elevasi dari
diafragma, kontur diafragma yang tidak teratur, fraktur tulang iga dan pergeseran
mediastinum pada kejadian pleura efusi ataupun pnemotoraks.4
Angka kejadian ruptur hemidiafragma kanan mungkin sama dengan angka
kejadian ruptur hemidiafragma kiri, walaupun tampilan klinis cedera lebih sering
disadari pada sebelah kiri. Pada penegakkan diagnosis tidak selalu mudah, pasien
mungkin tidak merasakan gejala apapun, ataupun inkarserasi dari hernia abdominal
visera dapat terjadi lama setelah kejadian trauma.4
Tabel 2.2 Penemuan Radiologi pada Ruptur Diafragma4
Multidetector CT dapat berguna membuat diagnosis pada ruptur akut diafragma,
lebih jelas dibandingkan CT konvensional karena data volumetriknya memberikan
potongan sagital dan koronal kualitas tinggi. Sensitivitas diagnosis pada ruptur
diafragma menggunakan CT adalah 54%-73%, dan spesifitasnya 86%-90%. Terutama
untuk daerah cedera diafragma posterolateral. Gambaran CT yang berhubungan
dengan ruptur akut diafragma adalah diskontinuitas diafragma, herniasi intratoraksal
dari isi perut, pemuntiran saluran cerna. Bergin dan kawan-kawan menjelaskan tanda-
tanda ruptur diafragma akibat trauma tumpul pada CT, tanda-tanda tersebut terutama
pada sepertiga ke atas hati berdesakan dengan iga kanan bawah, atupun saluran cerna
atau isi perut bersentuhan dengan iga kiri bawah.4
Page 22
Gambar 2.12 Ruptur Diafragma. Radiografi toraks AP posisi supine pada wanita
berusia 24 tahun yang mengalami kecelakaan kendaraan. Terlihat herniasi dari isi
perut yang mengembung melampaui diafragma kiri ke dalam hemitoraks kiri (pada
panah putih dan hitam). Terlihat pergeseran mediastinum ke kanan, fraktur iga kiri,
dan opaksikasi dari paru kiri akibat cedera parenkim.4
Gambar 2.13 Ruptur Diafragma. Foto toraks AP posisi supine pada kasus kecelakaan
kendaraan. Terlihat massa di hemitoraks bagian bawah kiri yang tak terlihat herniasi.
Perpindahan tempat dari NGT (panah), dan pergeseran mediastinum ke kanan.4
Page 23
Gambar 2.14 Ruptur diafragma. A. Radiografi toraks AP posisi supine pada pasien
kecelakaan motor yang terlihat opaksikasi hemitoraks kiri dan pneumo torakskiri
(panah). Hemidiafragma kiri tidak terlihat. B. CT Scan menunjukkan diskontinuitas
dari hemidiafragma kiri.
Gambar 2.15 Ruptur Diafragma. B: CT scan menunjukkan collar sign (panah).
Fundus (F) di posisi posterior.
Pada CT juga dapat ditemukan laserasi pada hati, hemoperitonium, hemotoraks,
laserasi limpa, kontusio ginjal, atelektasis dari bagian usus, dan fraktur iga bawah.
Walupun diskontinuitas diafragma merupakan tanda pasti dari ruptur diafragma,
namun harus diingat bahwa ini bisa saja terjadi akibat usia yang tidak ada
hubungannya dengan trauma.4
Page 24
Gambar 2.16 Ruptur Diafragma. Potongan koronal. Garis diafragma hilangdan
lambung mengalami herniasi ke hemitoraks kiri.17
Gambar 2.17 CT scan yang diambil beberapa minggu setelah trauma, menunjukkan
herniasi usus ke dalam hemitoraks kiri dan menggeser mediastinum ke kanan.4
3. Tatalaksana
Pada penderita dengan keluhan dan gangguan, diperlukan pembedahan untuk
reposisi visera dan menutup kembali diafragma. Pada keadaan darurat, mungkin
kelainan lain perlu dikerjakan segera, tetapi setelah itu sedapat mungkin rupture
diafragma harus ditutup juga.11
6. TRAUMA TULANG TORAKS
Cedera iga, klavikula, scapula, sternum, dan tulang belakang bisa terjadi bahkan oleh
trauma tumpul. Fraktur tulang belakang toraks terjadi sekitar 16%-30% dari keseluruhan
cedera tulang belakang dan dapat menyebabkan gangguan neurologi yang berat pada
hampir 60% pasien.8
1. Gambaran Klinis
Diagnosis patah tulang ditentukan berdasarkan gejala dan tanda nyeri lokal.
Nyerinya berupa nyeri lokal dan kompresi kiri-kanan, muka-belakang, dan nyeri pada
gerak nafas. Jika terjadi patah tulang iga multiple, biasanya dinding toraks tetap
stabil. Akan tetapi, bila beberapa iga mengalami patah tulang pada dua tempat, suatu
segmen dinding dada akan terlepas dari kesatuannya.2
2. Pemeriksaan Radiologis
Page 25
Radiografi tulang belakang torakal dilakukan untuk menilai tulang belakang
torakal, namun akan lebih optimal jika ditambah dengan foto frontal dan lateral dari
dada, ataupun ditambah dengan CT Scan. Tujuh puluh persen hingga 90% fraktur
tulang belakang dapat dilihat dengan radiografi konvensional. Yang dinilai adalah
disrupsi korteks, ukuran vertebra yang abnormal, bentuk, densitas, dan lokasi. CT dan
MRI mungkin dapat memberikan gambaran komplikasi dari fraktur dan hanya
dilakukan untuk menilai integritas dari spinal cord dan ligamen intervertebra. CT
dan MRI berguna untuk membedakan brust fracture yang stabil dan yang tak stabil,
dan perluasan fraktur kompresi anterior.4
Fraktur iga atas, klavikula, dan sternum bagian atas biasanya diikuti cedera pleksus
brakial dan vaskular pada 3%-15% pasien. Fraktur iga bawah biasanya juga mengenai
cedera limpa, hati dan ginjal, yang dapat dikonfirmasi dengan CT scan. Fraktur iga
bisa mengakibatkan laserasi pada pleura dan paru, yang dapat menyebabkan
hematoma, hemotoraks, ataupun pneumotoraks. Fraktur lima iga atau lebih pada iga
yang terpisah atau lebih dari tiga iga yang berdekatan (satu iga fraktur di dua tempat
atau lebih) bisa menyebabkan gangguan gerakan paradoksal yang akan menyebabkan
gangguan mekanis lalu menyebabkan atelektasis dan infeksi paru.4
Fraktur sternum, terjadi pada 8% trauma toraks, dapat menyebabkan kontusio
jantung dan sering tidak memberikan gejala klinis yang jelas pada awalnya. Fraktur
jenis ini tidak tidak dapat dilihat pada foto toraks PA, foto lateral lebih jelas
biasanya, namun biasanya lebih tampak lagi dengan CT Scan. Fraktur sternum yang
sering terjadi dengan hematoma retrosternal, sekitar 58%-80% angka kejadian.4
Dislokasi ke posterior dari klavikula bisa menyebabkan cedera pembuluh darah
yang berat, nervus mediastinum atas, trakea, dan esofagus. Walaupun dislokasi
sternoklavikula dapat dilihat dengan radiografi dada, namun ini lebih mudah dilihat
dengan CT. Fraktur skapula didiagnosis berdasarkan foto toraks inisial pada setengah
pasien. Ketika fraktur skapula tidak terlihat pada foto toraks inisial, mungkin fraktur
terjadi pada bagin retrospektif pada 725 kasus, tidak termasuk dalam pengobatan
(19%), kasus foto yang kabur akibatsuperimposed structure atau artefak (9%). CT
paru, khususnya digunakan secara kombinasi dengan radiografi konvensional, pada
Page 26
banyak kasus fraktur skapula. Fraktur skapula biasanya menyebabkan sedikit
komplikasi pada pasien.4
Gambar 2.18 radiografi dada posisi PA, yang diambil 10 hari setelah trauma,
menunjukkan fraktur communited skapula kanan (panah)4
Gambar 2.19 Radiografi dada menunjukkan fraktur iga dan hematothorax kiri8
Page 27
Gambar 2.20 USG iga (A) Normal (B) Fraktur Iga16
3. Tatalaksana
Fraktur iga tunggal atau multipel dengan gerak dada yang masih memadai dan
teratur ditangani dengan pemberian analgetik atau anestetik. Nyeri harus dihilangkan
untuk menjamin pernafasan yang baik atau mencegah pneumonia akibat gerak nafas
tidak memadai dan terganggunya batuk karena nyeri. Jika pemberian analgetik tidak
menghilangkan nyeri, harus dilakukan anestesi blok interkostal yang meliputi
segmen kaudal dan kranial iga yang patah. Pemasangan bidai rekat tidak ada
manfaatnya walaupun memberi rasa aman kepada penderita. Bidai rekat ini
mengganggu pengembangan rongga dada, mengganggu gerakan nafas dan dapat
menyebabkan dermatitis, sedangkan dalam mengurangi nyeri tidak lebih baik
daripada analgetik. Jarang ditemukan dislokasi karena iga terbungkus perios yang
Page 28
kuat dan otot. Karena tulang iga pendarahannya baik, penyembuhan dan penyatuan
tulang biasanya berlangsung cepat dan tanpa halangan atau penyulit.2
4. Penyulit
Penyulit patah tulang iga adalah pneumonia, pneumotoraks dan hemotoraks.
Pneumonia disebabkan oleh gangguan gerak nafas dan gangguan batuk. Bila
penderita tidak dapat batuk untuk membersihkan parunya, mudah terjadi
bronkopneumonia. Penanganannya terdiri dari pemberian anestesi sempurna,
antibiotik yang memadai, ekspektoran dan fisioterapi. Pneumotoraks dan hemotoraks
terjadi karena tusukan patahan tulang iga pada pleura parietalis dan atau pleura
viseralis. Luka pleura parietalis dapat mengakibatkan hemotoraks dan atau
pneumotoraks. Iga I atau II jarang patah karena iga ini letaknya agak terlindung.
Apalagi tulang tersebut metupakan tulang pendek, lebar dan kuat. Patahnya kedua iga
ini harus dipandang berbahaya karena pasti penderita mengalami cedera yang hebat.
Oleh karena itu, harus dicari cedera lain yang lebih penting yang mungkin tidak
nyata, seperti cedera jantung atau aorta.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat,R dan Wim De Jong. Trauma dan Bencana. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah.
Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC.2003.h 90-9
2. Sjamsuhidajat,R dan Wim De Jong. Dinding Toraks dan Pleura. Dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah. Jakarta;Penerbit Buku Kedokteran EGC.2003. h406-13
3. Snell, Richard S. Thorax. Dalam Anatomi Klinik. Jakarta;Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2002. h48-146
4. Collins, Jannette and Eric J. Stern. Chest Trauma. In Chest Radiology. 2nd Edition.
Washington; Lippincott Williams & Wilkins. 2008
Page 29
5. Mancini, Mary C et all. Blunt Chest Trauma. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/428723-overview.Diakses tanggal 12 Oktober
2011
6. Ghazali, Rusdi. Kasus Cito. Dalam Radiologi Diagnostik. Yogyakarta; Pustaka Cendekia
Press.2008. h130-31
7. Khan, Nawas Ali.Thoracic Trauma Imaging. www.imagingpathways.
health.wa.gov.au/includes/dipmenu/chest_trau/refs.html. Diakses tanggal 12 Oktober
2011
8. Thoracic Trauma Imaging. Available at http://emedicine.medscape.com/ article/357007-
overview. Diakses tanggal 09 Oktober 2011
9. Chest Trauma.Available at http://www.trauma.org/archive/thoracic/ CHESTtension.
html. Diakses tanggal 12 Oktober 2011
10. Mettler, Fred.A. Trauma. In Essential of Radiology. 2nd Edition.
Philladelphia;Saunders.2005
11. Sjamsuhidajat,R dan Wim De Jong. Esofagus dan Diafragma. Dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC.2003. h513-8
12. Rasad,Sjahriar.Pneumothoraks. Dalam Radiologi Diagnotik.Edisi Kedua.Jakarta;Penerbit
Buku Kedokteran EGC.1995.h 119-20
13. Price, Sylvia Anderson dkk. Gangguan Sistem Pernafasan. Dalam Patofisiologi.Edisi 6.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta.2005. hal 800-1
14. Sjamsuhidajat,R dan Wim De Jong. Jantung, Pembuluh Darah dan Limf. Dalam Buku
Ajar Ilmu Bedah. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC.2003.h447-8
15. Sciuchetti,Jennifer Francesca et all. Spontaneous Esophageal Perforation Presenting as
Pneumothorax. In The Internet Journal of Thoracic and Cardiovascular Surgery.
Available at http://www.ispub.com/journal/the
internet_Journal_of_Thoracic_and_Cardiovascular_Surgery/volume_13_number_1_2/
article/spontaneous_Esophageal_Perforation_Presenting_as_ Pneumothorax
/a_case_report.html. Diakses tanggal 12 Oktober 2011
16. Brooks, Adam et all. Ultrasound for Bony Trauma. In Ultrasound in Emergency Care.
UK; Blackwell Publishing. 2004. p96-100
Page 30
17. Hopkins, Richard et all. Chest Trauma. In Greenwich Medical Media.London;Greenwich
Medical Media.2003.p 126-36