Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Trigeminal Neuralgia merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang berulang. Disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Saraf yang cukup besar ini terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf Trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab. Serangan neuralgia Trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai semenit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik. Prevalensi penyakit ini diperkirakan sekitar 107.5 pada pria dan 200.2 pada wanita per satu juta populasi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2), dan merupakan penyakit pada kelompok usia dewasa (dekade enam sampai tujuh). Hanya 10 % kasus yang terjadi sebelum usia empat puluh tahun. 1
197

Referat TN

Oct 27, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat TN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Trigeminal Neuralgia merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi

yang berulang. Disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada

satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Saraf yang cukup besar ini

terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan oleh

terganggunya fungsi saraf Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah

satu cabang saraf Trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab.

Serangan neuralgia Trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik

sampai semenit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti

ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup kerap, berat, seperti nyeri

saat kena setrum listrik.

Prevalensi penyakit ini diperkirakan sekitar 107.5 pada pria dan 200.2 pada

wanita per satu juta populasi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah

dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2), dan merupakan penyakit pada kelompok

usia dewasa (dekade enam sampai tujuh). Hanya 10 % kasus yang terjadi sebelum

usia empat puluh tahun.

Sumber lain menyebutkan, penyakit ini lebih umum dijumpai pada mereka

yang berusia di atas 50 tahun, meskipun terdapat pula penderita berusia muda dan

anak-anak.

Trigeminal Neuralgia merupakan penyakit yang relatif jarang, tetapi sangat

mengganggu kenyamanan hidup penderita, namun sebenarnya pemberian obat untuk

mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan memblokade

sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang, hanya saja banyak orang

yang tidak mengetahui dan menyalahartikan Neuralgia Trigeminal sebagai nyeri yang

ditimbulkan karena kelainan pada gigi, sehingga pengobatan yang dilakukan tidaklah

tuntas.

1

Page 2: Referat TN

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dalam referat ini penyusun akan membahas tentang definisi, etiologi, gejala

klinis, diagnosis, serta penatalaksanaan dari Trigeminal Neuralgia.

1.3 TUJUAN PENYUSUNAN

1. Penyusunan referat dengan judul “Trigeminal Neuralgia” diharapkan dapat

menjadi tambahan pengetahuan dasar bagi penyusun dan sebagai bekal

nantinya dalam menjalankan tugas sebagai tenaga kesehatan.

2. Tujuan peyusunan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat

mengikuti ujian bagian neurologi.

2

Page 3: Referat TN

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 SISTEM SARAF

Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentuk

bervariasi. Sistem ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf

merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas menyampaikan rangsangan

dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh tubuh. Sistem saraf memungkinkan

makhluk hidup tanggap dengan cepat terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di

lingkungan luar maupun dalam. 1

Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron). Fungsi sel saraf adalah

mengirimkan pesan (impuls) yang berupa rangsang atau tanggapan. Untuk

menanggapi rangsangan, ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh sistem saraf,

yaitu:

Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls. Pada tubuh kita yang

bertindak sebagai reseptor adalah organ indera.

Penghantar impuls, dilakukan oleh saraf itu sendiri. Saraf tersusun dari berkas

serabut penghubung (akson). Pada serabut penghubung terdapat sel-sel khusus

yang memanjang dan meluas. Sel saraf disebut neuron.

Efektor, adalah bagian yang menanggapi rangsangan yang telah diantarkan oleh

penghantar impuls. Efektor yang paling penting pada manusia adalah otot dan

kelenjar.2

  Sel Saraf (Neuron)

Jaringan saraf tersusun atas sel-sel yang mempunyai bentuk khusus. Sel-sel

tersebut dinamakan neuron dan neuroglia. Kedua sel tersebut ibarat pasangan tak

terpisahkan yang menyusun jaringan saraf. Jika ada sel neuron, pasti sel neuroglia

akan menyertai. Adapun sel neuroglia berfungsi memberikan nutrisi dan bahan-bahan

lain yang digunakan untuk kehidupan neuron. Dengan kata lain, neuroglia berfungsi

untuk menjamin kehidupan neuron agar tetap dapat melaksanakan kegiatan. Neuron

merupakan unit struktural dan fungsional dari sistem saraf. Neuron memiliki

3

Page 4: Referat TN

kemampuan sebagai konduktivitas (penghantar) dan eksistabilitas (dapat dirangsang,

serta memiliki kemampuan merespon rangsangan dengan sangat baik. Neuron terdiri

dari tiga bagian yang berbeda satu dengan yang lain, yaitu sebagai berikut;

a. Badan sel

Badan sel saraf merupakan bagian yang paling besar dari sel saraf. Badan

sel berfungsi untuk menerima rangsangan dari dendrit dan meneruskannya ke

akson. Pada badan sel saraf terdapat inti sel, sitoplasma, mitokondria, sentrosom,

badan golgi, lisosom, dan badan nisel. Badan sel merupakan kumpulan retikulum

endoplasma tempat transportasi sintesis protein. Badan sel menyimpan inti sel

(nukleus) dan anak inti (nukleolus), berjumlah satu atau lebih yang dikelilingi

sitoplasma granuler. Dalam sitoplasma badan sel juga terdapat badan Nissl yang

merupakan modifikasi dari retikum endoplasma kasar. Badan Nissl mengandung

protein yang digunakan untuk mengganti protein yang habis. Selama

metabolisme, protein ini juga bermanfaat untuk pertumbuhan neuron. Jika badan

sel rusak, maka serabut-serabut neuron akan mati.

b. Dendrit

Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang- cabang. Dendrit

merupakan tonjolan sitoplasma dari bagian badan sel. Dibandingkan akson,

dendrit ini lebih halus, lebih pendek, dan memiliki percabangan yang lebih

banyak. Fungsi dendrit ini adalah untuk meneruskan rangsang dari organ

penerima rangsang (reseptor) menuju ke badan sel.

c. Akson

Akson sering disebut juga neurit. Bagian ini merupakan tonjolan

sitoplasma yang panjang dan berfungsi untuk meneruskan impuls saraf yang

berupa informasi berita dari badan sel. Akson memiliki bagian-bagian yang

spesifik, yaitu sebagai berikut.

1) Neurofibril

Neurofibril merupakan bagian terdalam dari akson yang berupa serabutserabut

halus. Bagian-bagian inilah yang memiliki tugas pokok untuk meneruskan

implus.

2) Selubung Mielin

Bagian ini tersusun oleh sel-sel pipih yang disebut sel Schwann. Selubung

mielin merupakan bagian paling luar dari akson yang berfungsi untuk

4

Page 5: Referat TN

melindungi akson. Selain itu, bagian ini pulalah yang memberikan nutrisi dan

bahan-bahan yang diperlukan untuk mempertahankan kegiatan dari akson.

3) Nodus Ranvier

Nodus ranvier merupakan bagian akson yang menyempit dan tidak dilapisi

selubung mielin. Bagian ini tersusun dari sel-sel pipih. Dengan adanya bagian

ini, terlihat bagian akson tampak berbuku-buku. Agar lebih dapat memahami

tentang struktur dan bentuk neuron, perhatikan Gambar berikut:

Gambar Sel Saraf.2

Hubungan antara sel saraf satu dengan yang lain membentuk jaringan saraf.

Antara sel satu dengan yang lain terjalin saraf dan saling berhubungan. Ujung dendrit

berhubungan langsung dengan penerima rangsang (reseptor). Selain itu, ujung dendrit

ada pula yang berhubungan dengan ujung akson dari neuron lain dalam satu selubung

dan membentuk urat saraf, Ujung akson pada sel-sel lain ada juga yang berhubungan

dengan efektor, yaitu struktur yang memberikan jawaban terhadap impuls yang

diterima reseptor, misalnya otot dan kelenjar. Pertemuan antara akson dengan dendrit

atau efektor disebut sinapsis. Sedangkan badan sel saraf berkumpul membentuk

ganglion atau simpul saraf. Berdasarkan hal ini Anda dapat membayangkan bahwa

jaringan saraf ibarat jaringan komunikasi seperti sudah dijelaskan di depan. Antara sel

saraf satu dengan yang lain terjalin hubungan sangat erat dalam meneruskan impuls.2

5

Page 6: Referat TN

Macam-Macam Neuron

Dilihat dari struktur dan fungsinya, sel saraf (neuron) dapat dibedakan menjadi tiga.

a. Neuron Sensorik

Sel saraf ini sangat berhubungan erat dengan alat indra, sehingga disebut

juga saraf indra. Fungsi saraf ini adalah untuk menerima rangsang dari alat indra

kemudian meneruskan impuls sarat ke pusat saraf, yaitu otak atau sumsum tulang

belakang. Badan sel dari neuron sensori ini bergerombol membentuk ganglia.

Bagian dendrit berhubungan langsung dengan alat indera (reseptor) dan bagian

aksonnya berhubungan dengan sel saraf yang lain. Akson akan berakhir di

interneuron.

b. Neuron Motorik

Struktur neuron motor ini, yaitu pada bagian ujung dendritnya

dihubungkan dengan ujung akson yang berhubungan langsung dengan bagian

efektor, yaitu otot maupun kelenjar. Neuron motor ini berfungsi untuk

meneruskan impuls dari sistem saraf pusat ke otot dan kelenjar yang akan

melakukan respon tubuh. Impuls secara langsung berjalan dari neuron sensori ke

neuron motor.

c. Interneuron (Neuron Asosiasi)

Interneuron ini merupakan sel saraf penyusun sistem saraf pusat, fungsinya

untuk meneruskan impuls saraf dari neuron sensori ke neuron motor. Struktur

interneuron ini, yaitu bagian ujung dendritnya dihubungkan langsung dengan

ujung akson dari sel saraf yang lain.1

Mekanisme Jalannya Impuls

Secara umum, fungsi sel saraf adalah menerima rangsang dan dapat

menanggapi rangsang tersebut. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa sistem

saraf merupakan jaringan komunikasi yang kompleks.3

Sebagai jaringan komunikasi, tentunya saraf memiliki mekanisme khusus tentang cara

meneruskan impuls. Ada dua mekanisme jalannya impuls saraf, yaitu sebagai

berikut :

6

Page 7: Referat TN

Gambar Mekanisme Jalannya Impuls.3

a. Impuls Dihantarkan Melalui Sel Saraf

Penghantaran impuls baik yang berupa rangsangan ataupun tanggapan

melalui serabut saraf (akson) dapat terjadi karena adanya perbedaan potensial

listrik antara bagian luar dan bagian dalam sel. Pada waktu sel saraf beristirahat,

kutub positif terdapat di bagian luar dan kutub negatif terdapat di bagian dalam sel

saraf.3

Diperkirakan bahwa rangsangan (stimulus) pada indra menyebabkan

terjadinya pembalikan perbedaan potensial listrik sesaat. Perubahan potensial ini

(depolarisasi) terjadi berurutan sepanjang serabut saraf. Kecepatan perjalanan

gelombang perbedaan potensial bervariasi antara 1 sampai dengan 120 m per

detik, tergantung pada diameter akson dan ada atau tidaknya selubung mielin. Bila

impuls telah lewat maka untuk sementara serabut saraf tidak dapat dilalui oleh

impuls, karena terjadi perubahan potensial kembali seperti semula (potensial

istirahat). Untuk dapat berfungsi kembali diperlukan waktu 1/500 sampai 1/1000

detik. Energi yang digunakan berasal dari hasil pernapasan sel yang dilakukan

oleh mitokondria dalam sel saraf. Stimulasi yang kurang kuat atau di bawah

ambang (threshold) tidak akan menghasilkan impuls yang dapat merubah

potensial listrik.3

7

Page 8: Referat TN

Tetapi bila kekuatannya di atas ambang maka impuls akan dihantarkan

sampai ke ujung akson. Stimulasi yang kuat dapat menimbulkan jumlah impuls

yang lebih besar pada periode waktu tertentu daripada impuls yang lemah.3

b. Penghantaran Impuls Melalui Sinapsis

Titik temu antara terminal akson salah satu neuron dengan neuron lain

dinamakan sinapsis. Setiap terminal akson membengkak membentuk tonjolan

sinapsis. Didalam sitoplasma tonjolan sinapsis terdapat struktur kumpulan

membran kecil berisi neurotransmitter; yang disebut vesikula sinapsis. Neuron

yang berakhir pada tonjolan sinapsis disebut neuron pra-sinapsis. Membran ujung

dendrit dari sel berikutnya yang membentuk sinapsis disebut post-sinapsis. Bila

impuls sampai pada ujung neuron, maka vesikula bergerak dan melebur dengan

membran prasinapsis. Kemudian vesikula akan melepaskan neurotransmitter

berupa asetilkolin. Neurontransmitter adalah suatu zat kimia yang dapat

menyeberangkan impuls darineuron pra-sinapsis ke post-sinapsis.3

Neurontransmitter ada bermacam-macam misalnya asetilkolin yang

terdapat diseluruh tubuh, noradrenalin terdapat di sistem saraf simpatik, dan

dopamin serta serotonin yang terdapat di otak. Asetilkolin kemudian berdifusi

melewati celah sinapsis dan menempel pada reseptor yang terdapat pada membran

post-sinapsis. Penempelan asetilkolin pada reseptor menimbulkan impuls pada sel

saraf berikutnya. Bila asetilkolin sudah melaksanakan tugasnya maka akan

diuraikan oleh enzim asetilkolinesterase yang dihasilkan oleh membran post-

sinapsis.3

Bagaimanakah penghantaran impuls dari saraf motor ke otot? Antara saraf

motor dan otot terdapat sinapsis berbentuk cawan dengan membran pra-sinapsis

dan membran post-sinapsis yang terbentuk dari sarkolema yang mengelilingi sel

otot. Prinsip kerjanya sama dengan sinapsis saraf-saraf lainnya3

8

Page 9: Referat TN

Gambar Sturktur Sinaps.3

Apabila impuls mengenai tombol sinaps, maka permeabilitas membran

prasinapsis terhadap ion kalsium menjadi meningkat. Ion kalsium kemudian akan

masuk, sedangkan gelembung sinaps akan melepaskan neutransmitter ke celah

sinaps. Gelembung sinaps melebur dengan membran prasinaps. Impuls sampai ke

membran postsinaps karena dibawa oleh neurotransmitter, kemudian

neurotransmitter dihidrolisis oleh enzim yang dihasilkan oleh membran

postsinaps.3

Contoh rangsangan adalah sebagai berikut.

a. Perubahan dari dingin menjadi panas.

b. Perubahan dari tidak ada tekanan pada kulit menjadi ada tekanan.

c. Berbagai macam aroma yang tercium oleh hidung.

d. Suatu benda yang menarik perhatian.

e. Suara bising.

f. Rasa asam, manis, asin dan pahit pada makanan.

9

Page 10: Referat TN

Impuls yang diterima oleh reseptor dan disampaikan ke efektor akan

menyebabkan terjadinya gerakan atau perubahan pada efektor. Gerakan tersebut

adalah sebagai berikut.

a. Gerak sadar

Gerak sadar atau gerak biasa adalah gerak yang terjadi karena disengaja

atau disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan

yang panjang. Bagannya adalah sebagai berikut.

b. Gerak refleks

Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak disadari. Impuls

yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang sangat singkat dan

tidak melewati otak. Contoh gerak refleks adalah sebagai berikut.

Terangkatnya kaki jika terinjak sesuatu

Gerakan menutup kelopak mata dengan cepat jika ada benda asing yang

masuk ke mata.

Menutup hidung pada waktu mencium bau yang sangat busuk.

Gerakan tangan menangkap benda yang tiba-tiba terjatuh.

Gerakan tangan melepaskan benda yang bersuhu tinggi.2

Sel-Sel Pendukung (Glia)

Sel-sel glia memegang peranan sangat penting dalam menunjang neuron. Sel

ini sangat penting bagi integritas struktur system saraf dan bagi fungsi normal neuron.

Jumlahnya melebihi neuron mulai dari sepuluh kali sampai lima puluh kali lebih

banyak daripada neuron. Sel-sel glia mengelilingi perikarion, akson dan dendrite,

selain itu mereka huga terdapat pada ruang interseluler. Sel-sel glia menyediakan

lingkungan mikro yang sesuai untuk aktivitas neuron. Sel-sel glia dapat digolongkan

menurut asal dan fungsinya antara lain:

a. Oligodendrosit

Oligodendrosit (oligos, kecil + dendron + kytos, sel) menghasilkan

selubung myelin yang membentuk penyekat listrik dari neuron pada susunan saraf

pusat (gambar). Sel-sel ini memiliki sedikit juluran yang membungkus akson,

membentuk suatu selubung myelin.4

10

Page 11: Referat TN

b. Sel Schwan

Memiliki fungsi yang sama seperti oligodendrosir namun ia berlokasi di

sekitar akson pada susunan saraf perifer. Suatu sel scgwan membentuk myelin di

sekeliling satu akson, hal ini berbeda dengan oligodendrosit yang dapat bercabang

dan melayani lebih dari satu neuron dan julurannya. Jadi oligodendrosit (dalam

Susunan Saraf Pusat) dan sel schwan (dalam Susunan Saraf Tepi) membentuk

selubung myelin yang menginsulasi daerah sekitar akson. 4

Neuron akan dibungkus myelin dalam sistemsaraf yang sedang

berkembang ketika sel schwan atau oligodendrosit tumbuh di sekitar akson

sedemikian rupa sehingga membrane plasmanya membentuk lapisan kosentris

(melilit). Membrane itu sebagian besar disusun oleh lipid, yang merupakan

konduktor arus listrik yang buruk. Dengan demikian selubung myelin memberikan

insulasi listrik pada akson, analog dengan insulasi plastic yang membungkus kabel

tembaga.4

c. Astrosit

Astrosit (astron, bintang + kytos) merupakan sel dengan bentuk seperti

bintang kerena memiliki juluran yang memancar. Sel ini mempunyai banyak

filament yang terbuat dari protein asam fibriler glia yang memperkuat strukturnya.

Astrosit mengikat neuron pada kapiler dan pada pia meter (jaringan ikat tipis yang

membungkus SSP). Astrosit dengan beberapa juluran panjang disebut astrosit

fibrosa dan berlokasi di substansia putih (white metter), dan astrosit

protoplasmatis, dengan banyak cabang-cabang pendek ditemukan dalam substansi

kelabu .4

Astrosit berpartisipasi dalam pengendalian lingkungan ionic dan kimiawi

neuron. Astrosit juga memegang peranan dalam pengendalian banyak fungsi SSP.

Disamping itu astrosit dapat mempengaruhi kelangsungan hidup neuron dan

aktivitasnya, tidak hanya melalui kemampuannya untuk mengatur konstituen dari

lingkungan ekstraseluler, tetapi juga karena mereka melepaskan substrat-substrat

metabolik dan molekul-molekul neuroaktif. Dan akhirnya, astrosit juga

membentuk komunikasi langsung dengan yang lainnya lewat hubungan celah (gap

junction), membentuk suatu jaringan dimana informasi dapat berjalan dari satu

titik ke titik lain dalam jarak jauh.4

11

Page 12: Referat TN

d. Sel Ependim

Sel ini merupakan sel epitel kolumner rendah bersilia yang melapisi

rongga-rongga pada susunan saraf pusat. 4

e. Mikroglia

Mikroglia (micros, kecil + glia) adalah sel kecil yang bentuknya

memanjang dengan juluran-juluran pendek yang iregule. Inti selnya panjang dan

padat, berbeda dengan inti sel-sel glia lainnya yang berbentuk bulat. Mikroglia, sel

fagosit yang mewakili susunan fagosit mononukleus pada jaringan saraf, berasal

dari sel prekusor dalam sumsum tulang. Mereka terlibat dalam proses inflamasi

dan proses pembentukan SSP orang dewasa, mereka juga menghasilkan dan

melepaskan radikal protease dan oksidatif netral. Bila diaktifkan, mikroglia

berperan sebagai sel pengenal antigen (antigen presenting cell).4

Fungsi Sistem Saraf

a. Untuk mengetahui kejadian atau perubahan yang terjadi di sekitar kita,

dilakukan melalui alat indera.

b. Mengendalikan tanggapan atau reaksi terhadap rangsangan yang terjadi pada

tubuh kita.

c. Mengendalikan kerja organ-organ tubuh.1

Klasifikasi Sistem Saraf

Susunan sistem saraf manusia tersusun dari sistem saraf pusat dan sistem saraf

tepi. Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang. Sedangkan

sistem saraf tepi terdiri atas sistem saraf somatis dan sistem saraf otonom. mempunyai

3 materi esensial yaitu:

a. Badan sel yang membentuk bagian materi kelabu

b. Serabut saraf yang membentuk bagian materi putih

c. Sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di

dalam sistem saraf pusat.5

Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya (korteks) dan

bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang belakang bagian tengah berupa

materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian korteks berupa materi putih. 5

2.2.1 Sistem Saraf Pusat 12

Page 13: Referat TN

Sistem saraf pusat meliputi otak (ensefalon) dan sumsum tulang belakang

(Medula spinalis). Keduanya merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang

sangat penting maka perlu perlindungan.1

Jika dilihat dari namanya, sistem saraf pusat berarti sebagai pusat koordinasi

dari segala aksi yang harus dilaksanakan. Adapun sistem saraf tepi berfungsi untuk

memberikan informasi kepada sistem saraf pusat tentang adanya rangsangan dan

menyebabkan otot dan kelenjar melakukan respons. Dari pengertian ini, dapat

diketahui antara sistem saraf pusat dan tepi ada kerja sama yang sinergis, dan tidak

dapat bekerja sendiri-sendiri. Sistem saraf pusat meliputi:

a. Otak

Otak terdiri dari dua belahan, belahan kiri mengendalikan tubuh bagian kanan,

belahan kanan mengendalikan belahan kiri. Mempunyai permukaan yang berlipat-

lipat untuk memperluas permukaan sehingga dapat ditempati oleh banyak saraf. Otak

juga sebagai pusat penglihatan, pendengaran, kecerdasan, ingatan, kesadaran, dan

kemauan. Bagian dalamnya berwarna putih berisi serabut saraf, bagian luarnya

berwarna kelabu berisi banyak badan sel saraf. Otak manusia dewasa memiliki berat ±

1,5 kg dan wujudnya dalam keadaan lembek seperti alpukat yang matang. Berkat

adanya tulang tengkorak itulah, maka otak dapat terlindung dari benturan yang datang

dari luar. Otak manusia itu ibarat komputer, dapat terisi data atau program tertentu

dan banyak file yang dapat tersimpan di sana. Apabila Anda ingin mengingat

peristiwa yang telah terjadi, maka otak akan menampilkan kembali semacam rekaman

atas peristiwa itu. Otak dibungkus oleh tiga membran pelindung yang disebut

meninges.1

Di antara dua membran sebelah dalam ada cairan serebrospinal yang berfungsi

sebagai bantalan bagi otak terhadap goncangan atau benturan. Pada tengkorak lapisan

terluar dari meninges disebut duramater, lapisan tengah disebut dengan arachnoid dan

lapisan terdalam, yaitu piamater. Otak memiliki empat kamar berupa ventrikel yang

terisi juga oleh cairan serebrospinal. Sel-sel yang melapisi ventikel dilengkapi dengan

silia yang berfungsi untuk menjaga agar cairan serebrospinal tetap beredar.1

Antara dua ventrikel terdapat alas kapiler yang luas sehingga dapat

memungkinkan pertukaran bahan antara darah dan cairan serebrospinal. Di dalam

otak terdapat 12 pasang saraf cranial.

Otak terdiri dari 3 bagian, yaitu;

13

Page 14: Referat TN

Gambar Bagian Otak.12

1) Otak depan (Prosoncephalon)

Otak depan berkembang menjadi telencephalon dan diencephalon.

Telencephalon berkembang menjadi otak besar (Cerebrum). Diencephalon

berkembang menjadi thalamus, hipotamus.

Otak besar (Cerebrum)

Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktivitas mental,

yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori),

kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar merupakan sumber dari semua

kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak, walaupun ada juga beberapa

gerakan refleks otak. Pada bagian korteks otak besar yang berwarna kelabu

terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah belakang

area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon rangsangan.

Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor dan sensorik.

Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan, membuat

kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area tersebut dalah

bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi. Misalnya bagian

depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat, analisis, berbicara,

kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di bagian belakang.1

Daerah - daerah otak yang mempengaruhi fungsi organ tubuh manusia

pada Gambar berikut :

14

Page 15: Referat TN

Gambar Daerah Otak yang Mempengaruhi Fungsi Tubuh Manusia1

Thalamus

Terdiri dari sejumlah pusat syaraf dan berfungsi sebagai “tempat

penerimaan untuk sementara” sensor data dan sinyal-sinyal motorik, contohnya

untuk pengiriman data dari mata dan telinga menuju bagian yang tepat dalam

korteks. Talamus merupakan penjaga pintu gerbang pada korteks serebrum.

Semua pesan sensori yang sampai ke otak harus melalui talamus terlebih dahulu

agar dapat dirasakan secara sadar, kecuali bau semua rangsangan dari reseptor

diterima talamus dan kemudian diteruskan ke area sensorik serebrum.1

Hypothalamus

Hipotalamus berfungsi sebagai pusat koordinasi bagi banyak kegiatan

organ-organ dalam. Selain itu, hipotalamus juga berfungsi untuk mengatur suhu

dan kandungan air dalam darah. Hipotalamus juga merupakan penghasil hormon.

Hormon yang dihasilkan, antara lain oksitosin dan ADH (antideuretik hormon)

yang tersimpan di lobus posterior pada pituitari, serta TSH (hormon perangsang

tiroid) dan LH (Luteinizing hormon) yang tersimpan di lobus anterior pada

pituitari.1

15

Page 16: Referat TN

Otak besar dibagi menjadi beberapa bagian penting sebagai berikut;

a. Lobus Osksipitalis

Daerah ini berperan penting terhadap penglihatan. Seseorang yang

mengalami kecelakaan dan mengalami kerusakan pada bagian ini, maka akan

mengalami kebutaan. Apabila kita membuka mata dan melihat suatu

pemandangan, jumlah radioaktifnya sangat meningkat di daerah penglihatan

pada lobus oksipitalis.1

b. Lobus Temporalis

Bagian ini berperan sebagai pusat pendengaran. Adanya bunyi dapat

meningkatkan metabolisme daerah pembicaraan pada lobus temporalis.1

c. Lobus Frontalis

Daerah ini berperan dalam koordinasi dan pengendalian gerak otot dan

berpikir, belajar, memori, pandangan ke depan, analisis logis, kreativitas, dan

beberapa emosi bergantung kepada kegiatan saraf di lobus frontalis.

Berdasarkan sebuah penelitian (tahun 1848 oleh Phineas P. Gage) ternyata

kerusakan pada lobus frontalis dapat mengakibatkan perubahan pada perilaku

manusia. Pada penelitian yang sudah dilakukan pada manusia ditemukan

ternyata kerusakan ini mengakibatkan karakter seseorang yang sebelumnya

tenang dan bersungguh-sungguh bisa berubah menjadi sembrono, tidak

bertanggung jawab, resah, kepala batu, dan tidak sopan.1

d. Lobus Parientalis

Daerah ini terletak di bagian belakang. Antara lobus frontalis dengan

lobus parientalis terdapat lekukan atau parit yang disebut dengan sulkus

sentralis atau celah Rolando. Lobus parientalis ini berfungsi untuk menerima

rangsang panas, dingin, tekanan, dan sentuhan.1

16

Page 17: Referat TN

Gambar Lobus Otak.1

2) Otak tengah (Mesencephalon)

Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak

tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-

kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus yang

mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat

pendengaran. Otak tengah tidak berkembang dan tetap menjadi otak tengah.

Fungsi utamanya adalah untuk memberikan impuls antara otak depan dengan otak

belakang dan otak dengan mata.1

3) Otak belakang (Rhombencephalon)

Otak belakang berkembang menjadi metencephalon dan mielencephalon.

Metencephalon berkembang menjadi cerebellum dan pons varolli. Sedangkan

mielencephalon berkembang menjadi medulla oblongata.1

Otak kecil (serebelum)

Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot

yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada

rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal

tidak mungkin dilaksanakan.1

Jembatan varol (pons varoli)

17

Page 18: Referat TN

Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil

bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang

belakang.1

Sumsum sambung (medulla oblongata)

Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari

medula spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga memengaruhi

jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan

kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan.

Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain seperti

bersin, batuk, dan berkedip.1

Batang Otak atau Brainstern

Terdiri atas diencephalon, mid brain, pons dan medula oblongata. Merupakan

tempat berbagai macam pusat vital seperti pusat pernafasan, pusat vasomotor, pusat

pengatur kegiatan jantung dan pusat muntah, bersin dan batuk.1

b. Sumsum tulang belakang ( medula spinalis )

Medulla spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat, terbentang dari

foramen magnum sampai dengan L 1, di L1 melonjong dan agak melebar yang

disebut conus terminalis atau conus medullaris. Terbentang di bawah conus terminalis

serabut-serabut bukan saraf yang disebut filum terminalyang merupakan jaringan ikat.

Terdapat 33 pasang saraf spinal, 7 pasang saraf servikal,12 pasang saraf servikal, 5

pasang saraf lumbal, 5 pasang saraf sacral dan 4 pasang saraf coxigeal. Akar saraf

lumbal dan sacral terkumpul yang disebut dengan Cauda Equina. Setiap pasangan

saraf keluar melalui intervertebral foramina. Saraf spinal dilindungi oleh tulang

vertebra dan ligamen dan juga oleh meningen spinal dan CSF.6

18

Page 19: Referat TN

Gambar . Vertebrae 6

Struktur internal terdapat substansi abu-abu dan substansi putih. Subtansi abu-

abu membentuk seperti kupu-kupu dikelilingi bagian luarnya oleh substansi putih.

Terbagi menjadi bagian kiri dan kanan oleh anterior median fissure dan median

septum yang disebut dengan posterior median septum. Keluar dari medulla spinalis

merupakan akar ventral dan dorsal dari saraf spinal. Substansi abu-abu mengandung

badan sel dan dendrite dan neuron efferent, akson tak bermyelin, saraf sensoris dan

motoris dan akson terminal dari neuron. Substansi abu-abu membentuk seperti huruf

H dan terdiri dari tiga bagian yaitu : anterior,posterior, comissura abu-abu. Bagian

posterior sebagai input/afferent, anterior sebagai output/eeferen, comissura abu-abu

untuk reflek silang dan substansi putih merupakan kumpulan serat saraf bermyelin.5

19

Page 20: Referat TN

Gambar . Penampang melintang medula spinalis.5

1. Saraf spinal

2. Ganglion radix dorsalis

3. Radiks dorsalis (sensori)

4. Radiks ventralis (motorik)

5. Kanalis sentralis

6. Grey matter

7. White matter

Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai hubungan

istemewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis dibagi menjadi

arteri spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arterivertebralis, sedangkan

arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis posterior dan anterior yang dikenal

juga ramus vertebromedularis arteria interkostalis.5

Medula Spinalis disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis

posterior. Nervus spinalis/akar nervus yang berasal dari medula spinalis melewati

suatu lubang di vertebra yang disebut foramen dan membawa informasi dari medula

spinalis samapi ke bagian tubuh dan dari tubuh ke otak. Ada 31 pasang nervus

spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus spinalis, yaitu ;

a. nervus servikal : (nervus di leher) yang berperan dalam pergerakan dan perabaan

pada lengan, leher, dan anggota tubuh bagian atas.

b. nervus thorak : (nervus di daerah punggung atas) yangmempersarafi tubuh dan

perut.

20

Page 21: Referat TN

c. nervus lumbal dan nervus sakral : (nervus didaerah punggung bawah) yang

mempersarafi tungkai,kandung kencing, usus dangenitalia.5

Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya di L1

dan L2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabung

membentuk cauda equine.5

Pada penampang melintang sumsum tulang belakang tampak bagian luar

berwarna putih, sedangkan bagian dalam berbentuk kupu-kupu dan berwarna kelabu.

Pada penampang melintang sumsum tulang belakang ada bagian seperti sayap yang

terbagi atas sayap atas disebut tanduk dorsal dan sayap bawah disebut tanduk ventral.

Impuls sensori dari reseptor dihantar masuk ke sumsum tulang belakang melalui

tanduk dorsal dan impuls motor keluar dari sumsum tulang belakang melalui tanduk

ventral menuju efektor. Pada tanduk dorsal terdapat badan sel saraf penghubung

(asosiasi konektor) yang akan menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan

menghantarkannya ke saraf motor. 5

Fungsi sumsum tulang belakang adalah sebagai berikut;

a) Menghubungkan sistem saraf tepi ke otak. Informasi melalui neuron sensori

ditransmisikan dengan bantuan interneuron.

b) Sebagai pusat dari gerak refleks, misalnya refleks menarik diri. Irisan melintang

menunjukkan bagian luar berwarna putih yang banyak mengandung dendrit dam

akson, sedangkan bagian dalam berwana abuabu. Pada bagian yang berwarna abu-

abu inilah terdapat cairan serebrospinal, seperti yang terdapat pada otak. Cairan ini

tepatnya terletak di saluran tengah yang berhubungan dengan rongga ventrikel

dalam otak. Bagian tengah yang berwarna abu-abu ini jika dilihat seperti huruf H.

bagian ini mengandung badan saraf motorik yang mempunyai akson menuju ke

efektor dan juga mengandung saraf sensorik.5

Meninges

Susunan saraf pusat dilindungi oleh tengkorak dan kolumna vertebralis.

Disamping itu ia juga dibungkus membrane jaringan ikat yang disebut meninges.

Meninges memiliki beberapa lapisan, dimulai dari lapisan paling luar berturut-turut

antara lain terdapat dura meter, araknoid dan pia meter. Araknoid dan piameter saling

21

Page 22: Referat TN

melekat dan seringkali dipandang sebagai satu membrane yang disebut pia-akarnoid.

Berikut akan dijelaskan secara detil satu-persatu.5

Gambar Selaput Meningen.12

Dura Meter

Merupakan meninges luar yang terdiri atas jaringan ikat padat yang

berhubungan langsung dengan periostium tengkorak. Dura meter yang membungkus

medulla spinalis dipisahkan dari periostium vertebra oleh ruang epidural, yang

mengandung vena yang berdinding tipis, jaringan ikat longgar dan jaringan lemak.

Durameter dipisahkan dari araknoid oleh celah sempit yang disebut ruang subdural.

Epitel gepeng selapis melapisi permukaan dalam dan luar dura meter pada medulla

spinalis.5

Araknoid

Diambil dari bahasa Yunani arachnoeides, seperti jarring laba-laba. Ia

memiliki dua komponen: lapisan yang berkontak dengan dura meter dan sebuah

system trabekel yang menghubungkan lapisan itu dengan pia meter. Rongga diantara

trabekel disebut rongga subaraknoid, yang terisi cairan cerebrospinal dan terpisah

sempurna dari ruang subdural. Ruang ini membentuk bantalan hidrolik yang

melindungi SSP dari trauma. Ruang subaraknoid berhubungan dengan ventrikel otak.

Araknoid terdiri atas jaringan ikat tanpa pembuluh darah. Dengan permukaan yang

dilapisi oleh epitel gepeng selapis. Araknoid lebih mudah dibedakan dari pia meter

karena dalam medulla spinalis araknoid lebih sedikit trabekulanya. Pada beberapa

daerah, araknoid menerobos dura meter, membentuk juluran-juluran yang berakhir

22

Page 23: Referat TN

pada sinus venosus dalam dura meter. Juluran ini dilapisi oleh sel-sel endotel dari

vena, disebut villi araknoid, yang fungsinya sebagai penyerap cairan cerebrospinal ke

dalam darah dari sinus venosus.5

Pia Meter

Pia meter terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung banyak

pembuluh darah. Ia tidak berkontak dengan sel atau serat saraf meskipun ia terletak

cukup dekat dengan jaringan saraf. Di antara pia meter dan elemen neural terdapat

lapisan tipis cabang-cabang neuroglia, melekat erat pada pia meter dan membentuk

barier fisik pada bagian tepi dari SSP yang memisahkan SSP dari cairan

serebrospinal. Pia meter menyusuri semua lekuk permukaan SSP dan menyusup ke

dalamnya untuk jarak tertentu bersama pembuluh darah. Pia meter dilapisi oleh sel-sel

gepeng yang berasal dari mesenkim. Pembuluh darah menembus SSP melalui

terowongan, ruang perivaskular, yang dilapisi oleh pia meter. Pia meter lenyap

sebelum pembuluh darah ditransformasi menjadi kapiler. Dalam SSP kapiler darah

seluruhnya dilapisi oleh perluasan cabang sel neuroglia.5

Sawar Darah-Otak

Sawar darah-otak merupakan barier fungsional yang mencegah masuknya

beberapa substansi, seperti anti biotik, bahan kimia dan toksin bakteri, dari darah ke

jaringan saraf. Sawar darah-otak ini terjadi akibat kurangnya permeabilitas yang

menjadi ciri kapiler darah jaringan saraf. Taut kedap, yang menyatukan sel-sel endotel

kapiler ini secara sempurna, merupakan komponen structural utama dari sawar ini.

Sitoplasma sel-sel endotel tidak bertingkap, terlihat sangat sedikit vesikel pinositotik.

Perluasan cabang sel neuroglia yang melingkari kapiler ikut mengurangi

permeabilitasnya. 5

Pleksus Koroid

Merupakan lipatan-lipatan ke dalam dari pia meter yang menyusup ke bagian

dalam ventrikel. Berupa struktur vaskular yang terbuat dari kapiler fenestra yang

berdilatasi. Terdapat pada tiap vebtrikel ke tiga dan ke empat dan sebagian pada

dinding ventrikel lateral. Pleksus koroid terdiri atas jaringan ikat longgar dari pia

meter, dibungkus oleh epitel kuboid selapis atau silindris yang memiliki karakteristik

23

Page 24: Referat TN

sitolohi dari sel pengangkut ion. Pleksus koroid memiliki beberapa fungsi antara lain:

fungsi utama pleksus koroid adalah membentuk cairan serebro spinal, yang hanya

mengandung sedikit bahan padat dan mengisi penuh ventrikel, kanal sentral dari

medula spinalis, ruang araknoid dan ruang perivaskular. Fungsi lainnya adalah ia

sangat penting bagi metabolisme SSP dan merupakan alat pelindung, berupa bantalan

cairan dalam ruang subaraknoid.5

Rongga dalam Sistem Saraf Pusat

Rongga Epidural

Berada diantara tulang tengkorak dan durameter. Rongga ini berisi pembuluh

darah dan jaringan lemak yang berfungsi sebagai bantalan. Bila cidera mencapai

lokasi ini akan menyebabkan perdarahan yang hebat oleh karena pada lokasi ini

banyak pembuluh darah sehingga mengakibatkan perdarahan epidural.3

Rongga Subdural

Berada diantara durameter dan arachnoid, rongga ini berisi berisi cairan

serosa.3

Rongga Sub Arachnoid

Terdapat diantara arachnoid dan piameter. Berisi cairan cerebrospinalis yang

salah satu fungsinya adalah menyerap guncangan atau shock absorber. Cedera yang

berat disertai perdarahan dan memasuki ruang sub arachnoid yang akan menambah

volume CSF sehingga dapat menyebabka.3

Suplai darah

Gambar Sirkulasi Darah Otak.3

1. Sirkulasi Darah pada Sistem Saraf Pusat

24

Page 25: Referat TN

Sirkulasi darah pada sistem saraf terbagi atas sirkulasi pada otak dan medula

spinalis. Dalam keadaan fisiologik jumlah darah yang dikirim ke otak sebagai

blood flow cerebral adalah 20% cardiac out put atau 1100-1200 cc/menit untuk

seluruh jaringan otak yang berat normalnya 2% dari berat badan orang dewasa.

Untuk mendukung tercukupinya suplai oksigen, otak mendapat sirkulasi yang

didukung oleh pembuluh darah besar.3

a. Arteri Carotis Interna kanan dan kiri

Arteri communicans posterior

Arteri ini menghubungkan arteri carotis interna dengan arteri

cerebri posterior

Arteri choroidea anterior, yang nantinya membentuk plexus choroideus di

dalam ventriculus lateralis

Arteri cerebri anterior

Bagian ke frontal disebelah atas nervus opticus diantara belahan

otak kiri dan kanan. Ia kemudian akan menuju facies medialis lobus

frontalis cortex cerebri. Daerah yang diperdarahi arteri ini adalah:

o facies medialis lobus frontalis cortex cerebro

o facies medialis lobus parietalis

o facies convexa lobus frontalis cortex cerebri

o facies convexa lobus parietalis cortex cerebri

o Arteri cerebri media

b. Arteri Vertebralis kanan dan kiri

Arteri Cerebri Media

Berjalan lateral melalui fossa sylvii dan kemudian bercabang-

cabang untuk selanjutnya menuju daerah insula reili. Daerah yang disuplai

darah oleh arteri ini adalah Facies convexa lobus frontalis coretx cerebri

mulai dari fissura lateralis sampai kira-kira sulcus frontalis superior, facies

convexa lobus parielatis cortex cerebri mulai dari fissura lateralis sampai

kira-kira sulcus temporalis media dan facies lobus temporalis cortex

cerebri pada ujung frontal.

25

Page 26: Referat TN

Arteri Vertebralis kanan dan kiri

Arteri vertebralis dipercabangkan oleh arteri sub clavia. Arteri ini

berjalan ke kranial melalui foramen transversus vertebrae ke enam sampai

pertama kemudian membelok ke lateral masuk ke dalam foramen

transversus magnum menuju cavum cranii. Arteri ini kemudian berjalan

ventral dari medula oblongata dorsal dari olivus, caudal dari tepi caudal

pons varolii. Arteri vertabralis kanan dan kiri akan bersatu menjadi arteri

basilaris yang kemudian berjalan frontal untuk akhirnya bercabang

menjadi dua yaitu arteri cerebri posterior kanan dan kiri. Daerah yang

diperdarahi oleh arteri cerbri posterior ini adalah facies convexa lobus

temporalis cortex cerebri mulai dari tepi bawah sampai setinggi sulcus

temporalis media, facies convexa parietooccipitalis, facies medialis lobus

occipitalis cotex cerebri dan lobus temporalis cortex cerebri. Anastomosis

antara arteri-arteri cerebri berfungsi utnuk menjaga agar aliran darah ke

jaringan otak tetap terjaga secara continue. Sistem carotis yang berasal dari

arteri carotis interna dengan sistem vertebrobasilaris yang berasal dari

arteri vertebralis, dihubungkan oleh circulus arteriosus willisi membentuk

Circle of willis yang terdapat pada bagian dasar otak. Selain itu terdapat

anastomosis lain yaitu antara arteri cerebri media dengan arteri cerebri

anterior, arteri cerebri media dengan arteri cerebri posterior.3

2. Suplai Darah Medula Spinalis

Medula spinalis mendapat dua suplai darah dari dua sumber yaitu: 1) arteri

Spinalis anterior yang merupakan percabangan arteri vertebralis, 2) arteri Spinalis

posterior, yang juga merupakan percabangan arteri vertebralis.

Antara arteri spinalis tersebut diatas terdapat banyak anastomosis sehingga

merupakan anyaman plexus yang mengelilingi medulla spinalis dan disebut

vasocorona. Vena di dalam otak tidak berjalan bersama-sama arteri. Vena jaringan

otak bermuara di jalan vena yang terdapat pada permukaan otak dan dasar otak.

Dari anyaman plexus venosus yang terdapat di dalam spatum subarachnoid darah

vena dialirkan kedalam sistem sinus venosus yang terdapat di dalam durameter

diantara lapisan periostum dan selaput otak.3

26

Page 27: Referat TN

Cairan Cerebrospinalis (CSF)

Cairan cerebrospinalis atau banyak orang terbiasa menyebutnya cairan otak

merupakan bagian yang penting di dalam SSP yang salah satu fungsinya

mempertahankan tekanan konstan dalam kranium. Cairan ini terbentuk di Pleksus

chroideus ventrikel otak, namun bersirkulasi disepanjang rongga sub arachnoid dan

ventrikel otak. Pada orang dewasa volumenya berkisar 125 cc, relatif konstan dalam

produksi dan absorbsi. Absorbsi terjadi disepanjang sub arachnoid oleh vili arachnoid.

Ada empat buah rongga yang saling berhubungan yang disebut ventrikulus cerebri

tempat pembentukan cairan ini yaitu:

1) ventrikulus lateralis , mengikuti hemisfer cerebri

2) ventrikulus lateralis II

3) ventrikulus tertius III dtengah-tengah otak

4) ventrikulus quadratus IV, antara pons varolli dan medula oblongata.3

Ventrikulus lateralis berhubungan dengan ventrikulus tertius melalui foramen

monro. Ventrikulus tertius dengan ventrikulus quadratus melalui foramen aquaductus

sylvii yang terdapat di dalam mesensephalon. Pada atap ventrukulus quadratus bagian

tengah kanan dan kiri terdapat lubang yang disebut foramen Luscka dan bagian

tengah terdapat lubang yang disebut foramen magendi. Sirkulasi cairan otak sangat

penting dipahami karena bebagai kondisi patologis dapat terjadi akibat perubahan

produksi dan sirkulasi cairan otak. Cairan otak yang dihasilkan oleh flexus ventrikulus

lateralis kemudian masuk kedalam ventrikulus lateralis, dari ventrikulus lateralis

kanan dan kiri cairan otak mengalir melalui foramen monroi ke dalam ventrikulus III

dan melalui aquaductus sylvii masuk ke ventrikulus IV. Seterusnya melalui foramen

luscka dan foramen megendie masuk kedalam spastium sub arachnoidea kemudian

masuk ke lakuna venosa dan selanjutnya masuk kedalam aliran darah.3

27

Page 28: Referat TN

2.1.2 Sistem Saraf Tepi

Gambar Sistem Saraf Tepi.11

Susunan saraf tepi terdiri atas serabut saraf otak dan serabut saraf sumsum

tulang belakang (spinal). Serabut saraf sumsum dari otak, keluar dari otak sedangkan

serabut saraf sumsum tulang belakang keluar dari sela-sela ruas tulang belakang. Tiap

pasang serabut saraf otak akan menuju ke alat tubuh atau otot, misalnya ke hidung,

mata, telinga, dan sebagainya. Sistem saraf tepi terdiri atas serabut saraf sensorik dan

motorik yang membawa impuls saraf menuju ke dan dari sistem saraf pusat. Sistem

saraf tepi dibagi menjadi dua, berdasarkan cara kerjanya, yaitu sebagai berikut.3

a. Sistem Saraf Sadar

Sistem saraf sadar bekerja atas dasar kesadaran dan kemauan kita. Ketika

Anda makan, menulis, berbicara, maka saraf inilah yang mengkoordinirnya. Saraf

ini mene-ruskan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat, dan meneruskan

impuls dari sistem saraf pusat ke semua otot kerangka tubuh. Sistem saraf sadar

terdiri atas 12 pasang saraf kranial, yang keluar dari otak dan 31 pasang saraf

28

Page 29: Referat TN

spinal yang keluar dari sumsum tulang belakang 31 pasang saraf spinal terlihat

pada Gambar 8.8. Saraf-saraf spinal tersebut terdiri atas gabungan saraf sensorik

dan motorik. Dua belas pasang saraf kranial tersebut, antara lain sebagai berikut;

a) Saraf olfaktori, saraf optik, dan saraf auditori. Saraf-saraf ini merupakan saraf

sensori.

b) Saraf okulomotori, troklear, abdusen, spinal, hipoglosal. Kelima saraf tersebut

merupakan saraf motorik.

c) Saraf trigeminal, fasial, glossofaringeal, dan vagus. Keempat saraf tersebut

merupakan saraf gabungan dari saraf sensorik dan motorik.

b. Sistem Saraf Tak Sadar (Otonom)

Sistem saraf ini bekerja tanpa disadari, secara otomatis, dan tidak di bawah

kehendak saraf pusat. Contoh gerakan tersebut misalnya denyut jantung,

perubahan pupil mata, gerak alat pencernaan, pengeluaran keringat, dan lain-lain.

Kerja saraf otonom ternyata sedikit banyak dipengaruhi oleh hipotalamus di otak.

Coba Anda ingat kembali fungsi hipotalamus yang sudah dijelaskan di depan.

Apabila hipotalamus dirangsang, maka akan berpengaruh terhadap gerak otonom

seperti contoh yang telah diambil, antara lain mempercepat denyut jantung,

melebarkan pupil mata, dan menghambat kerja saluran pencernaan.3

Sistem saraf otonom ini dibedakan menjadi dua.

a) Sistem Saraf Simpatik

Saraf ini terletak di depan ruas tulang belakang. Fungsi saraf ini

terutama untuk memacu kerja organ tubuh, walaupun ada beberapa yang

malah menghambat kerja organ tubuh. Fungsi memacu, antara lain

mempercepat detak jantung, memperbesar pupil mata, memperbesar bronkus.

Adapun fungsi yang menghambat, antara lain memperlambat kerja alat

pencernaan, menghambat ereksi, dan menghambat kontraksi kantung seni.

b) Sistem Saraf Parasimpatik

Saraf ini memiliki fungsi kerja yang berlawanan jika dibandingkan

dengan saraf simpatik. Saraf parasimpatik memiliki fungsi, antara lain

menghambat detak jantung, memperkecil pupil mata, memperkecil bronkus,

mempercepat kerja alat pencernaan, merangsang ereksi, dan mepercepat

kontraksi kantung seni. Karena cara kerja kedua saraf itu berlawanan, maka

mengakibatkan keadaan yang normal.3

29

Page 30: Referat TN

Sistem Saraf Somatik

Dibedakan 2 berkas saraf yaitu saraf eferen somatik dan eferen viseral. Saraf

eferen somatik : membawa impuls motorik ke otot rangka yang menimbulkan gerakan

volunter yaitu gerakan yang dipengaruhi kehendak. Saraf eferen viseral : membawa

impuls mototrik ke otot polos, otot jantung dan kelenjar yang menimbulkan

gerakan/kegiatan involunter (tidak dipengaruhi kehendak). 1

Saraf-saraf eferen viseral dengan ganglion tempat sinapnya dikenal dengan

sistem saraf otonom yang keluar dari segmen medula spinalis torakal 1 – Lumbal 2

disebut sebagai divisi torako lumbal (simpatis). Serat eferen viseral terdiri dari eferen

preganglion dan eferen postganglion. 1

Ganglion sistem saraf simpatis membentuk mata rantai dekat kolumna

vertebralis yaitu sepanjang sisiventrolateral kolumna vertabralis, dengan serat

preganglion yang pendek dan serat post ganglion yang panjang. Ada tiga ganglion

simpatis yang tidak tergabung dalam ganglion paravertebralis yaitu ganglion kolateral

yang terdiri dari ganglion seliaka, ganglion mesenterikus superior dan ganglion

mesenterikus inferior. 1

Ganglion parasimpatis terletak relatif dekat kepada alat yang disarafinya

bahkan ada yang terletak didalam organ yang dipersarafi. Semua serat preganglion

baik parasimpatis maupun simpatis serta semua serat postganglion parasimpatis,

menghasilkan asetilkolin sebagai zat kimia perantara. Neuron yang menghasilkan

asetilkolin sebagai zat kimia perantara dinamakan neuron kolinergik sedangkan

neuron yang menghasilkan nor-adrenalin dinamakan neuron adrenergik. Sistem saraf

parasimpatis dengan demikian dinamakan juga sistem saraf kolinergik, sistem saraf

simpatis sebagian besar merupakan sistem saraf adrenergik dimana postganglionnya

menghasilkan nor-adrenalin dan sebagian kecil berupa sistem saraf kolinergik dimana

postganglionnya menghasilkan asetilkolin. 1

Distribusi anatomik sistem saraf otonom ke alat-alat visera, memperlihatkan

bahwa terdapat keseimbangan pengaruh simpatis dan parasimpatis pada satu alat.

Umumnya tiap alat visera dipersarafi oleh keduanya. Bila sistem simpatis yang

sedang meningkat, maka pengaruh parasimpatis terhadap alat tersebut kurang tampak,

dan sebaliknya. Dapat dikatakan pengaruh simpatis terhadap satu alat berlawanan

dengan pengaruh parasimpatisnya. Misalnya peningkatan simpatis terhadap jantung

mengakibatkan kerja jantung meningkat, sedangkan pengaruh parasimpatis

30

Page 31: Referat TN

menyebabkan kerja jantung menurun. Terhadap sistem pencernaan, simpatis

mengurangi kegiatan, sedangkan parasimpatis meningkatkan kegiatan pencernaan.

Atau dapat pula dikatakan, secara umum pengaruh parasimpatis adalah anabolik,

sedangkan pengaruh simpatis adalah katabolik.1

Nervus Cranialis

Gambar Nervus Cranialis

Ada 12 saraf kranial yang meninggalkan otak melalui foramina dan fissura di

tengkorak. Semua saraf ini didistribusikan ke kepala dan leher kecuali saraf kranial

kesepuluh, yang mempersarafi struktur-struktur yang berada di toraks dan abdomen.

Saraf-saraf otak tersebut diberi nama sebagai berikut: olfactorius (n.I), opticus (n.II),

oculomotorius (n.III), trochlearis (n.IV), trigeminus (n.V), abducens (n.VI), facialis

(n.VII), vestibulocochlearis (n.VIII), glossopharyngeus (n.IX), vagus (n.X),

accessorius (n.XI), dan hypoglossus (n.XII) (Snell, 2002).

Nervus olfactorius, nervus opticus, dan nervus vestibulocochlearis merupakan

saraf sensorik murni. Nervus oculomotorius, nervus trochlearis, nervus abducens,

nervus accessorius, dan hypoglossus adalah saraf motorik murni. Nervus trigeminus,

nervus facialis, nervus glossopharyngeus, dan nervus vagus merupakan saraf

campuran motorik dan sensorik (Snell, 2002).

31

Page 32: Referat TN

Nervus kranialis memiliki nuklei motorik dan/ atau sensorik di dalam otak dan

serabut-serabut saraf perifer keluar dari otak serta meninggalkan tengkorak menuju

organ sensorik atau efektor (Snell, 2002). Adapun serabut-serabut saraf kranial

dikelompokkan menjadi beberapa jenis:

a. Serabut aferen somatik, yang menghantarkan impuls rasa nyeri, suhu, raba,

tekanan, dan sensasi propioseptif melalui reseptor-reseptornya di kulit, sendi, otot,

dan sebagainya.

b. Serabut aferen otonom (viseral), yang menghantarkan impuls (nyeri) dari organ

visera.

c. Serabut aferen khusus (SAK), yang terdiri atas SAK somatik yang menghantarkan

impuls dari reseptor khusus (mata, telinga) dan SAK viseral yang menghantarkan

impuls kecap dan bau.

d. Serabut eferen somatik umum, yang mempersarafi otot-otot rangka (III, IV, VI,

XII).

e. Serabut eferen viseral, yang mempersarafi otot polos, otot jantung, dan kelenjar

(parasimpatis/ simpatis)

f. Serabut eferen brankhio-metrik khusus yang mempersarafi otot-otot derivat arkus

brankhialis (n.V untuk arkus 1, n.VII untuk arkus 2, n. IX untuk arkus 3, n. X dan

n. XI untuk arkus selanjutnya)

Berbagai komponen saraf otak, fungsi, serta celah di cranium yang dilewati oleh

saraf-saraf tersebut untuk meninggalkan cavum crania diringkas sebagai berikut:

Saraf-Saraf Kranial (Nervi Craniales)

No Nama Komponen Fungsi Tempat

keluar di

otak

I Olfactorius Sensorik (SVA) Penghidu Celah-

celah di

lamina

cribrosa

ossis

32

Page 33: Referat TN

ethmoid

alis

II Opticus Sensorik (SSA) Penglihatan Canalis

opticus

III Oculomotorius Motorik (GSE,

GVE)

Mengangkat kelopak mata

atas, menggerakkan bola

mata ke atas, bawah, dan

medial; konstriksi pupil;

akomodasi mata

Fissura

orbitalis

superior

IV Trochlearis Motorik (GSE) Membantu menggerakkan

bola mata ke bawah dan

lateral

Fissura

orbitalis

superior

V Trigeminus

Divisi

ophtalmicus

Sensorik (GSA) Kornea, kulit dahi, kulit

kepala, kelopak mata, dan

hidung; juga membran

mukosa sinus parasanal

dan rongga hidung

Fissura

orbitalis

superior

Divisi maxillaries Sensorik (GSA) Kulit wajah di atas maxilla;

gigi geligi rahang atas;

membrane mukosa hidung,

sinus dan lempeng maxilla

Foramen

rotundu

m

Divisi

mandibularis

Motorik (SVE) Otot-otot pengunyah, M.

mylohyoideus, m.

digastricus venter anterior,

m. tensor veli palatini, dan

m. tensor tympanicum.

Kulit pipi; kulit di atas

mandibula dan sisi kepala,

Foramen

ovale

33

Page 34: Referat TN

Sensorik (GSA) gigi geligi rahang bawah

dan articulation temporo

mandibularis; membrane

mukosa mulut dan bagian

anterior lidah

VI Abducens Motorik (GSE) M. rectus lateralis

menggerakkan mata ke

lateral

Fissura

orbitalis

superior

VII Facialis Motorik (SVE)

Sensorik (SVA)

Sekretomotorik

parasimpatis

(GVE)

Otot-otot wajah dan kulit

kepala, m. stapedius, m.

digastricus venter

posterior, dan m.

stylohyoideus.

Pengecapan dari dua-

pertiga bagian anterior

lidah, dari dasar mulut dan

palatum.

Kelenjar ludah

submandibula dan

sublingual, kelenjar

lakrimalis, dan kelenjar

hidung dan palatum.

Meatus

acusticu

s

interna,

canalis

facialis,

foramen

sylomast

oideus

VIII Vestibulocochlear

Vestibular Sensorik (SSA) Dari utriculus, sacculus,

dan canalis semicircularis-

posis dan gerakan kepala

Meatus

acusticu

s

internus

34

Page 35: Referat TN

Cochlear Sensorik (SSA) Organ Corti- pendengaran Meatus

acusticu

s

internus

IX Glossopharyngeus Motorik (SVE)

Sekretomotorik

parasimpatis

(GVE)

Sensorik (GVA,

SVA, GSA)

M.stylopharingeus-

membantu menelan.

Kelenjar parotis.

Sensasi umum dan

pengecap dari dua pertiga

bagian posterior lidah dan

faring; sinus carotis

(baroreseptor); corpus

carotis (kemoreseptor)

Foramen

jugulare

X Vagus Motorik (GVE,

SVE)

Sensorik (GVA,

SVA, GSA)

Jantung dan pembuluh

darah besar di toraks;

laring, trakea, bronkus, dan

paru; traktus alimentary

dari faring ke fleksura

splenicus kolon; hepar,

ginjal, dan pancreas

Foramen

jugulare

XI Accessorius

Radix cranialis

Motorik (SVE) Otot-otot palatum molle

(kecuali m. tensor veli

palatini), faring (kecuali m.

stylopharyngeus), dan

laring (kecuali m.

cricothyroid) di cabang-

cabang n. vagus

Foramen

jugulare

Radiks spinalis Motorik (SVE) M. sternocleidomastoideus Foramen

35

Page 36: Referat TN

dan m. trapezius jugulare

XII Hypoglossus Motorik (GSE) Otot-otot lidah (kecuali m.

palatoglossus) mengatur

bentuk dan pergerakan

lidah

Canalis

hypoglo

ssus

Keterangan: GSA: aferen somatik umum, SSA: aferen somatik khusus, GVA: aferen

viseral umum, SVA: aferen visceral khusus, GSE: eferen somatik umum, GVE: eferen

viseral umum, SVE: eferen viseral khusus.

1. Nervus Olfactorius (Saraf Otak I)

Gambar Nervus Olfactorius.

Nervus olfactorius muncul dari sel-sel reseptor saraf di dalam membran

mukosa olfaktori yang terletak di rongga hidung bagian atas di cranial conchae

superior. Sel reseptor olfaktori tersebar di antara sel penyokong. Setiap sel reseptor

terdiri dari sel-sel saraf bipolar kecil dengan processus perifer yang kasar yang

berjalan ke permukaan membran dan sebuah processus sentral yang halus. Dari

processus perifer yang kasar timbul cilia-cilia pendek, rambut olfactorius yang

menembus ke dalam mucus yang menutupi permukaan membran mukosa. Tonjolan

36

Page 37: Referat TN

serabut-serabut ini bereaksi terhadap bau di udara dan menstimulasi sel-sel olfactorius

(Snell, 2002).

Processus sentralis yang halus membentuk serabut saraf olfactorius. Berkas

serabut-serabut saraf ini masuk ke bulbus olfactorius melalui lubang-lubang di lamina

cribrosa os ethmoidale. Serabut-serabut nervus olfactorius tidak bermielin dan diliputi

oleh sel Schwann (Snell, 2002).

Gangguan-gangguan yang melibatkan saraf otak I sebagai berikut:

1) Anosmia

Hilangnya sensasi penciuman yang dapat disebabkan oleh kelainan agenesis

traktus olfaktorius (merupakan cacat bawaan), gangguan mukosa olfaktorius

(rinitis, tumor hidung), robekan fila olfaktoria akibat fraktur lamina kribosa,

destruksi bulbus dan traktus olfactorius akibat adanya kontusi kontrakup

(biasanya karena jatuh dan belakang kepala terbentur), trauma region orbita, dan

infeksi sekitarnya serta tumor fosa cranial anterior (Satyanegara, 1998).

2) Hiperosmia

Sensasi penciuman akut yang berlebihan. Keadaan ini dapat dijumpai pada kasus-

kasus histeria, kadang pada kasus adiksi kokain.

3) Parosmia

Abnormalitas penciuman yang dapat terjadi pada kasus-kasus skhizofrenia, lesi-

lesi girus unsinatus, dan histeria.

4) Kakosmia

Timbulnya bau-bau tak enak, biasanya merupakan akibat dekomposisi jaringan.

5) Halusinasi olfaktorius

Halusinasi penciuman yang dapat terjadi pada penderita-penderita psikosis,

epilepsi, girus unsinatus (uncinate fits) akibat lesi unkus dan hipokampus

(Satyanegara, 1998).

2. Nervus Opticus (Saraf Otak II)

37

Page 38: Referat TN

Gambar n.opticus dan Gangguan Lapang Pandang.

Serabut- serabut N. II adalah akson-akson sel di lapisan ganglionik retina.

Serabut tersebut berkonvergensi pada discus opticus dan keluar dari mata, pusatnya

sekitar 3 atau 4 mm dari sisi nasal sebagai N. II. Serabut-serabut N.II bermielin,

namun selubungnya dibentuk oleh sel oligodendrosit bukan sel Schwann. Oleh karena

itu, N. II disamakan dengan traktus saraf di susunan saraf pusat. Saraf otak II

meninggalkan rongga orbita melalui canalis opticus dan bergabung dengan nervus

opticus sisi kontralateral untuk membentuk chiasma opticum (Snell, 2002).

Gangguan lapang pandang cenderung dapat mengarahkan adanya gangguan

atau kerusakan sistem penglihatan di lokasi tertentu seperti:

1) Buta sirkumferensial (tubuler)

Neuritis optikum retrobulbar buta total sebelah mata: kerusakan seluruh serabut N.

II

2) Hemianopsia bitemporalis

Gangguan daerah khiasma karena tumor hipofise, meningioma, tuberkulum sela,

kraniofaringioma

3) Hemianopsia nasal unilateral

Lesi prekhiasma karena perkapuran a. karotis interna

4) Hemianopsia homonimus unilateral (refleks pupil negatif)

Lesi lobus parietal/temporal kontralateral yang menekan traktus optikus

5) Kuadranopsia hominimus inferior unilateral

Gangguan radiasio optika kontralateral

6) Hemianopsia homonimus unilateral (reflek pupil normal)

38

Page 39: Referat TN

Gangguan kedua sisi khiasma optikus serebelum serabut-serabut n. II menghilang,

misalnya aneurisma a. karotis bilateral, arakhnoiditis khiasmatika.

7) Macular spring

Gangguan di belakang khiasma optikum/ lesi lobus oksipitalis (Satyanegara,

1998).

3. Nervus Oculomotorius (Saraf Otak III)

Gambar Nervus Oculomotorius.

Nervus oculomotorius mempunyai dua nuklei motorik, yaitu nukleus motorik

utama dan nukleus parasimpatis asesorius (nukleus Edinger-Westphal). Nervus

oculomotorius muncul dari permukaan anterior mesencephalon. Nervus ini melintas

kedepan di antara arteria cerebri posterior dan arteria cerebella superior. Selanjutnya,

nervus ini berjalan ke dalam fossa crania media di dinding lateral sinus cavernosus.

Disini nervus oculomotorius terbagi menjadi ramus superior dan inferior yang

memasuki rongga orbita melalui fisura orbitalis superior (Snell, 2002).

N.oculomotorius mempersarafi otot-otot ekstrinsik mata berikut: m. levator

palbebrae superioris, m. rectus medialis, m. rectus inferior, dan m. obliquus inferior.

Melalui cabang ke ganglion ciliare dan serabut parasimpatis nervi ciliares breves,

nervus ini juga mempersarafi otot-otot intrinsik mata berikut: m. constrictor papillae

iris dan m. ciliaris (Snell, 2002).

Dengan demikian, nervus oculomotorius bersifat motorik murni dan berfungsi

mengangkat kelopak mata atas; menggerakkan bola mata ke atas, bawah, dan medial;

39

Page 40: Referat TN

konstriksi pupil; serta akomodasi mata (Snell, 2002).

Kerusakan semua serabut n. III akan menimbulkan paralisa semua otot mata,

kecuali m. rectus lateralis (yang dipersarafi oleh n.VI) dan m. obliquus superior

(dipersarafi n.IV). Paralisa persarafan parasimpatis akan menyebabkan hilangnya

refleks pupil, midriasis dan gangguan konvergensi serta akomodasi (Satyanegara,

1998).

4. Nervus Trochlearis (Saraf Otak IV)

Gambar Nervus Trochlearis.

Nervus trochlearis merupakan satu-satunya saraf kranial yang keluar melalui

dorsal batang otak (Satyanegara, 1998). Nervus trochlearis muncul dari

mesencephalon dan segera menyilang saraf senama sisi yang berlawanan. Nervus

trochlearis berjalan ke depan melalui fossa crania media pada dinding lateral sinus

cavernosus dan masuk rongga orbita melalui fisura orbitalis superior (Snell, 2002).

Saraf ini mempersarafi m. obliquus superior (untuk menggerakkan mata ke arah

bawah- dalam dan abduksi sedikit. Paralisa otot ini akan menampilkan deviasi mata

ke atas dan sedikit ke dalam yang tampak jelas bila mata melirik ke bawah dan ke

dalam (Satyanegara, 1998).

5. Nervus Trigeminus (Saraf Otak V)

40

Page 41: Referat TN

Gambar Nervus Trigeminal.

Nervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut motoriknya

mempersarafi muskulus maseter, temporalis, pterigoideus internus et eksternus, tensor

timpani, omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus.

Inti motoriknya terletak di pons. Serabut-serabut motoriknya bergabung

dengan serabut-serabut sensorik nervus trigeminus yang berasal dari ganglion Gasseri.

Serabut-serabut sensoriknya menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba dan perasaan

proprioseptif. Kawasannya ialah wajah dan mukosa lidah dan rongga mulut serta

lidah, dan rongga hidung. Impuls proprioseptif, terutama berasal dari otot-otot yang

dipersarafi oleh cabang mandibular sampai ke ganglion Gasseri.

Cabang pertama N.V. ialah cabang oftalmikus. Ia menghantarkan impuls

protopatik dari bola mata serta rung orbita, kulit dahi sampai vertex. Impuls

sekretomotorik dihantarkan ke glandula lakrimalis. Serabut-serabut dari dahi

menyusun nervus frontalis. Ia masuk melalui ruang orbita melalui foramen

supraorbitale. Serabut-serabut dari bola mata dan rongga hidung bergabung menjadi

seberkas saraf yang dikenal sebagai nervus nasosiliaris. Berkas saraf yang menuju ke

glandula lakrimalis dikenal sebagai nervus lakrimalis. Ketiga berkas saraf, yakni

nervus frontali, nervus nasosiliaris dan nervus lakrimalis saling mendekat pada fisura

orbitalis superior dan di belakang fisura tersebut bergabung menjadi cabang I N.V.

(nervus oftalmikus). Cabang tersebut menembus duramater dan melanjutkan

perjalanan di dalam dinding sinus kavernosus. Pada samping prosesus klinoideus

posterior ia keluar dari dinding tersebut dan berakhir di ganglion Gasseri. Di dekatnya

terdapat arteri facialis.

41

Page 42: Referat TN

Cabang kedua ialah cabang maksilaris yang hanya tersusun oleh serabut-

serabut somatosensorik yang menghantarkan impuls protopatik dari pipi, kelopak

mata bagian bawah, bibir atas, hidung dan sebagian rongga hidung, geligi rahang atas,

ruang nasofarings, sinus maksilaris, palatum molle dan atap rongga mulut. Serabut-

serabut sensorik masuk ke dalam os. maksilaris melalui foramen infraorbitalis. Berkas

saraf ini dinamakan nervus infraorbialis. Saraf-saraf dari mukosa cavum nasi dan

rahang atas serta geligi atas juga bergabung dalam saraf ini dan setelahnya disebut

nervus maksilaris, cabang II N.V. Ia masuk ke dalam rongga tengkorak melalui

foramen rotundum kemudian menembus duramater untuk berjalan di dalanm dinding

sinus kavernosus dan berakhir di ganglion Gasseri. Cabang maksilar nervus V juga

menerima serabut-serabut sensorik yang berasal dari dura fossa crania media dan

fossa pterigopalatinum.

Cabang mandibularis (cabang III N.V. tersusun oleh serabut somatomotorik

dan sensorik serta sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-serabut somatomotorik

muncul dari daerah lateral pons menggabungkan diri dengan berkas serabut sensorik

yang dinamakan cabang mandibular ganglion gasseri. Secara eferen, cabang

mandibular keluar dari ruang intracranial melalui foramen ovale dan tiba di fossa

infratemporalis. Di situ nervus meningea media (sensorik) yang mempersarafi

meninges menggabungkan diri pada pangkal cabang madibular. Di bagian depan

fossa infratemporalis, cabang III N.V. bercabang dua.

Yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang belakang merupakan

pangkal dari saraf aferen dari kulit daun telinga (nervus aurikulotemporalis), kulit

yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah, dua pertiga bagian depan lidah

(nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang bawah ( nervus dentalis inferior)

dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot omohioideus dan bagian anterior

muskulus digastrikus Cabang anterior dari cabang madibular terdiri dari serabut

aferen yang menghantarkan impuls dari kulit dan mukosa pipi bagian bawah dan

serabut eferen yang mempersyarafi otot-otot temporalis, masseter, pterigoideus dan

tensor timpani. Serabut-serabut aferen sel-sel ganglion gasseri bersinaps di sepanjang

wilayah inti nukleus sensibilis prinsipalis (untuk raba dan tekan)serta nukleus spinalis

nervi trigemini (untuk rasa nyeri) dan dikenal sebagai tractus spinalis nervi trigemini.

dan didekatnya terdapat arteri a. Alveolaris inferior.

42

Page 43: Referat TN

Gangguan yang melibatkan saraf otak V ini dapat dimanifestasikan sebagai

penyakit-penyakit: neuralgia trigeminus, glaucoma/ iritis, sindroma Charlin,

sindroma Gradenigo dan sindroma Bing-Horton (Satyanegara, 1998).

6. Nervus Abducens (Saraf Otak VI)

Gambar nervus Abducen

Nervus abducens adalah saraf motorik kecil yang mempersarafi musculus

rectus lateralis bola mata. Serabut- serabut nervus abducens melintas ke anterior

melalui pons serta muncul di alur antara tepi bawah pons dan medulla oblongata.

Nervus ini akan berjalan ke depan melalui sinus cavernosus serta terletak di bawah

dan lateral a. carotis interna. Selanjutnya, saraf ini masuk ke orbita melalui fisura

orbitalis superior. Nervus abducens berfungsi motorik murni dan mempersarafi

musculus rectus lateralis (Snell, 2002).

Paralisa nervus abducens tampak pada penderita yang sedang melihat ke arah

depan. Mata yang terganggu akan terputar ke arah dalam dan tak dapat melirik ke

lateral. Bila disuruh melihat ke arah nasal, mata yang paralisa akan ke arah dalam atas

karena predominansi m. obliquus internus (Satyanegara, 2002).

7. Nervus Facialis dan Intermedius (Saraf Otak VII)

43

Page 44: Referat TN

Gambar Nervus Facialis.

Nervus facialis mempunyai dua subdivisi, yaitu saraf yang mengandung

komponen motorik dan menginervasi otot-otot ekspresi wajah, dan n. intermedius

yang mengandung aferen otonom, somatik, dan eferennya (Satyanegara, 1998).

Nukleus motorik n. facialis di bagian ventrolateral tegmentum pons dekat

medulla oblongata. Pada mulanya, akson neuron pertamanya berjalan menuju dasar

ventrikel IV dekat garis tengah, dan kemudian melingkari nucleus n.VI terus ke arah

sudut serebelopontomedularis tepat di depan n.VIII. Lutut n.VII akan membentuk

kolikulus fasialis pada dasar ventrikel IV tepat di atas stria medularis horizontalis. N.

intermedius keluar di antara n. VII dan n. VIII. Ketiganya akan berlanjut masuk ke

dalam kanalis akustikus internus, dan di dalamnya, n.VII dan intermedius akan

memisahkan diri ke lateral dalam kanalis fasialis sampai ganglion genikulatum. N.

facialis akan meninggalkan tengkorak melalui foramen stilomastoideus dan kemudian

dari sini serabut-serabut motoriknya akan tersebar di otot-otot wajah (m. orbicularis

oculi, buccinators, digastricus posterior, dan platisma). Gangguan pada nervus fasialis

terdiri atas paralisa perifer, paralisa nuklear, dan paralisa supranuklear (Satyanegara,

1998).

Nervus intermedius mengandung beberapa komponen aferen dan eferen.

Serabut aferennya menghantarkan impuls dari reseptor kecap dua pertiga depan lidah.

44

Page 45: Referat TN

Serabut ini berjalan bersama dengan n. lingualis (cabang n. mandibularis), khorda

timpani, menuju ke ganglion genikulatum serta berakhir pada nukleus traktus

solitarius (di mana serabut kecap n. IX juga berakhir). N. intermedius juga

mengandung serabut eferen parasimpatis yang berasal dari nukleus salivatorius

superior (sebelah bawah medial nucleus n. VII) dan menuju ke kelenjar lakrimalis,

kelenjar-kelenjar di mukosa hidung. Ada sebagian serabut yang lewat ganglion

mandibularis menuju kelenjar sublingual dan submandibular. Gangguan pada n.

intermedius akan menimbulkan neuralgia, seperi neuralgia sluder dan neuralgia hunt

(Satyanegara, 1998).

8. Nervus Vestibulocochlearis (Saraf Otak VIII)

Gambar Nervus Vestibulocochlearis.

Saraf ini terdiri dari dua bagian yang berbeda, yaitu nervus vestibularis

(keseimbangan, posisi, dan gerakan kepala) dan nervus cochlearis (auditorius), yang

berperan untuk transmisi informasi aferen dari telinga dalam menuju susunan saraf

pusat.

Nervus vestibularis mengatur tiga sistem, yaitu keseimbangan sistem

vestibuler, sistem propioseptif dari otot dan sendi serta sistem optik. Sistem

keseimbangan terdiri dari labirin (yang mencakup utrikulus, sakulus, dan kanalis

semisirkularis), n, vestibularis, dan jaras vestibuler sentral. Organ reseptor

keseimbangan adalah macula statika (yang berada di dalam labirin untuk

45

Page 46: Referat TN

mengirimkan impuls-impuls statik dan informasi tentang posisi kepala) dan Krista

ampularis (terletak di dalam ampula kanalis semisirkularis sebagai reseptor kinetic).

Impuls yang diterima oleh reseptor ini akan dihantarkan oleh akson perifer neuron

bipolar dari ganglion vestibularis (Scarpa) yang terletak di meatus akustikus internus,

dan kemudian akan menuju ke sentral sebagai n. vestibularis. Saraf ini berjalan

bersama dengan nervus cochlearis melalui meatikus akustikus internus, ke sudut

serebelo-pontin, dan masuk ke batang otak mencapai nukleus vestibularis yang

terletak di dasar ventrikel IV. Kompleks nucleus vestibularis terdiri dari nucleus

vestibularis superior (Bechterew), nucleus vestibularis lateralis (Deiter), nucleus

vestibularis medialis (Schwalbe) dan nucleus vestibularis inferior (Roller)

(Satyanegara, 1998).

Iritasi pada alat keseimbangan dan hubungan-hubungan sentralnya akan

menimbulkan vertigo, yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan keseimbangan

pada posisi berjalan atau berdiri, serta kecendrungan untuk jatuh (Satyanegara,

1998).

Nervus cochlearis memberikan impuls saraf yang berkaitan dengan suara dari

organ corti di dalam cochlea. Serabut-serabut saraf nervus cochlearis merupakan

processus sentralis sel-sel saraf di dalam ganglion spiralis cochlea. Semua masuk ke

dalam permukaan anterior batang otak pada pinggir bawah pons di sisi lateral dari

tempat keluarnya nervus facialis dan dipisahkan darinya oleh nervus vestibularis.

Pada saat memasuki pons, serabut-serabut saraf terbagi dua, satu cabang masuk ke

dalam nukleus cochlearis posterior dan cabang yang lain masuk ke dalam nukleus

cochlearis anterior (Snell, 2002). Pada kejadian kinis sehari-hari, dikenal dua tipe

gangguan pendengaran yaitu tuli konduktif dan tuli saraf (Satyanegara, 1998)

9. Nervus Glossopharyngeus (Saraf Otak IX)

46

Page 47: Referat TN

Gambar Nervus Glossopharyngeus.

Nervus glossopharyngeus memiliki tiga nukleus yakni nukleus motorik utama,

nukleus parasimpatis dan nukleus sensorik (Snell, 2002). Nervus glossopharyngeus

bersama dengan n.X, dan n. XI meninggalkan cranium melalui foramen jugularis,

yang pada foramen tersebut terdapat dua ganglion yaitu: ganglion superior

intrakranial dan ganglion inferior ekstrakranial. Setelah keluar melalui foramen ini, n.

IX akan berjalan di antara a. carotis interna dan v. jugularis interna, malalui m.

stilomastoideus menuju ke bawah lidah, dan mempersarafi mukosa farings, tonsil, dan

sepertiga posterior lidah (Satyanegara, 1998).

Saraf ini mempunyai cabang, yakni timpanikus, cabang stilofaringeus, cabang

faringeus, cabang sinus karotikus, dan linguaris. Adapun kelainan pada n.

glossopharyngeus dapat berupa paralisa atau neuralgia, yang umumnya juga disertai

gangguan n. X dan n. XI (jarang berupa kerusakan tunggal ) (Satyanegara, 1998).

10. Nervus Vagus (Saraf Otak X)

Saraf vagus mempunyai dua buah ganglia yaitu: ganglion superior (jugularis)

dan ganglion inferior (nodosum). Dari ganglion nodosum (inferior), saraf ini berjalan

ke kaudal sepanjang a. carotis interna dan carotis communis dan mencapai

mediastinum melalui aperture toraks superior. N. X kanan akan melangkahi a.

subklavia, sedangkan yang kiri akan menyilang arkus aorta. Selanjutnya, keduanya

47

Page 48: Referat TN

akan menempel di esofagus (kanan di aspek posterior dan kiri di aspek anterior)

membentuk pleksus esofagus. Cabang terminalnya akan masuk ke kavitas abdomen

melalui hiatus esofagus diafragmatika. Dalam perjalanannya, n. X mempunyai

cabang-cabang yang terdiri atas cabang dura, cabang aurikuler, cabang faringeus,

cabang laringeus superior, cabang laringeus rekuren, cabang kardiak-servikalis

superior dan kardiak torasis, cabang bronkhialis, dan cabang gastrikus (anterior dan

posterior) (Satyanegara, 1998).

Gangguan n. X dapat terjadi intrakranial: tumor, hematom, thrombosis,

multiple sklerosis, sifilis, sklerosis amniotropik lateralis, siringobulbia, meningitis,

dan aneurisma; atau di perifer: neuritis, tumor, penyakit kelenjar, trauma, dan

aneurisma aorta (Satyanegara, 1998).

11. Nervus Accessorius (Saraf Otak XI)

Gambar Nervus Accessorius.

Saraf ini mempunyai dua cabang yaitu cabang kranial dan cabang spinal.

Cabang kranialnya adalah akson-akson neuron nukleus ambigus (yang sebenarnya

merupakan milik n.X) yang mempersarafi otot-otot intrinsik laring. Cabang spinal

merupakan serabut motorik dari bagian lateral kornu anterior segmen servikal (1-5/6)

untuk membantu pernafasan otot trapezius dan sternokleidomastoideus. Cabang ini

menghantarkan impuls volunter melalui traktus kortiko-spinalis, impuls postural

melalui traktus ekstrapiramidalis, refleks melalui traktus vestibule-spinalis dan traktus

tekto-spinalis serta arkus inter-intra- segmental (Satyanegara, 1998).

48

Page 49: Referat TN

Ada beberapa sindroma yang melibatkan n. XI seperti sindroma Avellis (lesi

nukleus n. X dan XI cabang kranial), sindroma Schmidt (n. X dan XI), sindroma

Javkson (lesi nukleus/ radiks n. X, XI, dan XII), sindroma Vernet (n. IX, X, dan XI),

sindroma Villaret (lesi perifer n. IX, X, XI, XII) (Satyanegara, 1998).

12. Nervus Hypoglossus (Saraf Otak XII)

Gambar Nervus Hypoglossus.

Nukleus saraf otak XII terletak di medulla oblongata di masing-masing sisi

garis tengah dekat dasar ventrikel IV (trigonum hipoglosi). Masing-masing nukleus

tersusun dari beberapa kelompok motorneuron dan masing-masing kelompok akan

mempersarafi bagian-bagian otot lidah. N. hipoglosus merupakan saraf eferen somatik

di mana aksonnya berjalan ke arah ventral sulkus lateralis anterior di antara piramis

dan oliva inferior dan keluar dari tengkorak melalui kanalis hipoglosi (yang terletak di

tepi lateral foramen magnum). Di dalam leher nervus berjalan di antara a. karotis

interna dan vena jugularis interna, diiringi oleh serabut-serabut dari tiga servikal atas

(ansa hipoglosi). N. XII mempersarafi otot-otot tulang hyoid (tirohioid, sternohioid,

dan omohioid) dan otot-otot lidah (stiloglosus, hioglosus, dan genioglosus).

Nukleus n. XII menerima impuls bilateral namun sebagian besar dari traktus

kortikonuklearis kontralateral dan ada serabut-serabut (berasal dari formasio

retikularis, nukleus traktus solitaries, otak tengah, nukleus trigeminus) yang

merupakan komponen dari lengkung reflek untuk mengunyah, menelan, dan

mengisap. Gangguan n. XII dapat berupa gangguan supranuklearis, gangguan nukleus

dan gangguan perifer (Satyanegara, 1998).

49

Page 50: Referat TN

2.2 Nyeri

2.2.1 Definisi

Gambar Mekanisme Nyeri.7

Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan

dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E. ). Ketika suatu jaringan

mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan – bahan yang

dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin,

prostaglandin, dan substansi yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk).

Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang

menekan pada reseptor nyeri. (Taylor C. dkk). 7

Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan

kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan proses

pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang. Karena nyeri

bersifat subyektif (antara satu individu dengan individu lainnya berbeda dalam

menyikapi nyeri). 7

Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa

kenyamanan adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori

subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan

kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya

50

Page 51: Referat TN

kerusakan. Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik yang

muncul karena adanya injury dan informasi ini didapat melalui sistem saraf perifer dan sentral

melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord.7

2.2.2 FISIOLOGI NYERI

Ganong, (1998), mengemukakan proses penghantaran transmisi nyeri yang

disalurkan ke susunan syaraf pusat oleh 2 (dua) sistem serat (serabut) antara lain:

a. Serabut A – delta (Aδ) Bermielin dengan garis tengah 2 – 5 (m yang menghantar

dengan kecepatan 12 – 30 m/detik yang disebut juga nyeri cepat (test pain) dan

dirasakan dalam waktu kurang dari satu detik, serta memiliki lokalisasi yang

dijelas dirasakan seperti ditusuk, tajam berada dekat permukaan kulit.

b. Serabut C, merupakan serabut yang tidak bermielin dengan garis tengah 0,4 –1,2

m/detik disebut juga nyeri lambat di rasakan selama 1 (satu) detik atau lebih,

bersifat nyeri tumpul, berdenyut atau terbakar.7

Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri,

meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri

ditransmisikan atau diserap. Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka

perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis berikut ini:

Resepsi : proses perjalanan nyeri

Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri

Reaksi : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan nyeri.8

Adapun pengertian lain yang berkaitan dengan fisiologi nyeri adalah:

Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius àaktivitas elektrik reseptor

terkait.

Transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik

perifer yang meneruskan impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan saraf

yang meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis

ke batang otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara

thalamus dan cortex.

Modulasi yaitu aktivitas saraf utk mengontrol transmisi nyeri. Suatu jaras tertentu

telah diteruskan di sistem saran pusat yang secara selektif menghambat transmisi

51

Page 52: Referat TN

nyeri di medulla spinalis. Jaras ini diaktifkan oleh stress atau obat analgetika

seperti morfin (Dewanto).

Persepsi, Proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan

subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. bahkan struktur otak yang

menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan karena nyeri

secara mendasar merupakan pengalaman subyektif sehingga tidak terhindarkan

keterbatasan untuk memahaminya (Dewanto).8

Ada dua jenis transmisi saraf :

1. Ionotropik dimana mediator bekerja langsung pada pintu ion ke dalam sel. Ciri

jenis transmisi itu adalah proses berlangsung cepat dan singkat.

2. Metabotropik dimana mediator bekerja lewat perubahan biokimia pada

membrane post-sinaps. Ciri transmisi cara ini adalah lambat dan berlangsung

lama. 8

Prostaglandin E 2 termasuk dalam golongan metabotropik; Hiperalgesia

karena prostaglandin E 2 terjadi lambat tapi berlangsung lama. Morfin dan obat-opiat

lainnya juga masuk golongan metabotropik, tetapi obat-obat ini menghambat

hiperalgesia, bekerjanya juga lambat dan berlangsung lama. Trauma mekanik rupa-

rupanya langsung merusak integritas membran dan tergolong ionotropik , bersama

bradykinin. Rasa nyeri timbul cepat dan berlangsung singkat, kecuali bila kerusakan

yang ditimbulkannya hebat tentu rasa nyeri dapat berlangsung lama. 8

a. Transduksi

Pada nyeri nosiseptif, fase pertamanya adalah transduksi, konversi

stimulus yang intens apakah itu stimuli kimiawi seperti pH rendah yang terjadi

pada jaringan yang meradang , stimulus panas diatas 420C, atau kekuatan

mekanis. Disini didapat adanya protein transducer spesifik yang diekspresikan

dalam neuron nosiseptif ini dan mengkonversi stimulus noksious menjadi aliran

yang menembus membran, membuat depolarisasi membran dan mengaktifkan

terminal perifer.8

Proses ini tidak melibatkan prostanoid atau produksi prostaglandin oleh

siklo-oksigenase, sehingga nyeri ini, atau proses ini, tidak dipengaruhi oleh

penghambat enzim COX-2. Neuron transduksi diperankan oleh suatu nosiseptor

berupa serabut A-δ dan serabut C yang menerima langsung suatu stimulus

52

Page 53: Referat TN

noksius. Serabut A-δ merupakan suatu serabut saraf dengan tebal 1- 3 mm dan

diliputi oleh selaput mielin yang tipis. Kecepatan transimisi impuls pada serabut

A-δ adalah sekitar 20m/s. Seperti serabut sensorik lainnya, serabut A-δ merupakan

perpanjangan dari pesudounipolar neuron dimana tubuh selnya berlokasi pada

akar ganglion dorsal. Sedangkan serabut C merupakan suatu serabut saraf dengan

tebal 1 mm dan tidak memiliki mielin. Karena serabut ini sangat tipis dan karena

tidak memiliki mielin yang mempercepat transmisi saraf, kecepatan konduksi

rendah, dan suatu rangsang berespon dengan kecepatan 1m/s.8

Selain dari peran serabut A-δ dan serabut C, disebutkan juga terdapat

peran dari neuroregulator yang merupakan suatu substansi yang memberikan efek

pada transmisi stimulus saraf, biasanya substansi ini ditemukan pada nosiseptor

yaitu akhir saraf dalam kornu dorsalis medulla spinalis dan pada tempat reseptor

dalam saluran spinotalamik. Neuroregulator ada dua macam, yaitu

neurotransmitter dan neuromodulator. Neurotransmitter mengirimkan impuls

elektrik melewati celah synaptik antara 2 serabut saraf dan neuromodulator

berfungsi memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur transmisi stimulus saraf

tanpa mentransfer secara langsung sinyal saraf melalui synaps.8

b. Transmisi

Disini terjadi transfer informasi dari neuron nosiseptif primer ke neuron di

kornu dorsalis, selanjutnya ke neuron proyeksi yang akan meneruskan impuls ke

otak. Transmisi ini melibatkan pelepasan asam amino decarboxilic glutamate, juga

peptida seperti substantia P yang bekerja pada reseptor penting di neuron post-

sinaptic. Selanjutnya ini akan memungkinkan transfer yang cepat dari input

mengenai intensitas, durasi, lokasi, dari stimuli perifer yang berbeda lokasi. 8

Secara umum, ada dua cara bagaimana sensasi nosiseptif dapat mencapai

susunan saraf pusat, yaitu melalui traktus neospinothalamic untuk ”nyeri cepat –

spontan” dan traktus paleospinothalamic untuk ”nyeri lambat”. Pada traktus

neospinothalamik, nyeri secara cepat bertransmisi melalui serabut A-δ dan

kemudian berujung pada kornu dorsalis di medulla spinalis dan kemudian

bersinapsis dengan dendrit pada neospinothlamaik melalui bantuan suatu

neurotransmitter. Akson dari neuron ini menuju ke otak dan menyebrang ke sisi

lain melalui commisura alba anterior, naik keatas dengan columna anterolateral

yang kontralateral. Serabut ini kemudian berakhir pada kompleks ventrobasal

53

Page 54: Referat TN

pada thalamus dan bersinapsis dengan dendrit pada korteks somatosensorik. Nyeri

cepat-spontan ini dirasakan dalam waktu 1/10 detik dari suatu stimulus nyeri

tajam, tusuk, dan gores. 8

Sebenarnya terdapat beragam jalur khusus hantaran sinyal dari kerusakan

jaringan dibawa ke berbagai tujuan, dimana dapat memprovokasi proses

kompleks. Transmisi nosiseptif sentripetal memicu berbagai jalur : spinoreticular,

spinomesencephalic, spinolimbic, spinocervical, dan spinothalamic. Traktus

spinoreticular membawa jalur aferen dari somatosensorik dan viscerosensorik

yang berakhir pada tempat yang berbeda pada batang otak. Traktus

spinomesencephalik mengandung berbagai proyeksi yang berakhir pada tempat

yang berbeda dalam nukleus diencephali. Traktus spinolimbik termasuk dari

bagian spinohipotalamik yang mencapai kedua bagian lateral dan medial dari

hypothalamus dan kemudian traktus spinoamygdala yang memanjang ke nukleus

sentralis dari amygdala. Traktus spinoservikal, seperti spinothalamik membawa

sinyal ke thalamus. 8

c. Modulasi

Pada fase modulasi terdapat suatu interaksi dengan system inhibisi dari

transmisi nosisepsi berupa suatu analgesic endogen. Konsep dari system ini yaitu

berdasarkan dari suatu sifat, fisiologik, dan morfologi dari sirkuit yang termasuk

koneksi antara periaqueductal gray matter dan nucleus raphe magnus dan formasi

retikuler sekitar dan menuju ke medulla spinalis.8

Analgesik endogen meliputi :

Opiat endogen

Serotonergik

Noradrenergik (Norepinephric).8

Sistem analgesik endogen ini memiliki kemampuan menekan input nyeri

di kornu posterior dan proses desendern yang dikontrol oleh otak seseorang, kornu

posterior diibaratkan sebagai pintu gerbang yang dapat tertutup adalah terbuka

dalam menyalurkan input nyeri. Proses modulasi ini dipengaruhi oleh kepribadian,

motivasi, pendidikan, status emosional & kultur seseorang.8

d. Persepsi

54

Page 55: Referat TN

Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat

individu menjadi sadar akan adanya suatu nyeri, maka akan terjadi suatu reaksi

yang kompleks. Persepsi ini menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu

sehingga kemudian individu itu dapat bereaksi. 8

Fase ini dimulai pada saat dimana nosiseptor telah mengirimkan sinyal

pada formatio reticularis dan thalamus, sensasi nyeri memasuki pusat kesadaran

dan afek. Sinyal ini kemudian dilanjutkan ke area limbik. Area ini mengandung

sel sel yang bisa mengatur emosi. Area ini yang akan memproses reaksi emosi

terhadap suatu nyeri. Proses ini berlangsung sangat cepat sehingga suatu stimulus

nyeri dapat segera menghasilkan emosi.8

e. Resepsi

Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan

menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin, bradikinin, kalium.

Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila nosiseptor mencapai

ambang nyeri, maka akan timbul impuls syaraf yang akan dibawa oleh serabut

saraf perifer. Serabut syaraf perifer yang akan membawa impuls syaraf ada dua

jenis, yaitu serabut A-delta dan serabut C. impuls syaraf akan di bawa sepanjang

serabut syaraf sampai ke kornu dorsalis medulla spinalis. Impuls syaraf tersebut

akan menyebabkan kornu dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi P).

Substansi P ini menyebabkan transmisi sinapis dari saraf perifer ke saraf traktus

spinotalamus. 8

Hal ini memungkinkan impuls syaraf ditransmisikan lebih jauh ke dalam

system saraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai di otak, otak mengolah impuls

syaraf kemudian akan timbul respon reflek protektif.8

2.2.3 Patogenesis

Nyeri  adalah suatu gejala yang berfungsi untuk melindungi dan memberikan

tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan pada tubuh; seperti peradangan,

infeksi-infeksi kuman, dan kejang otot. Sehingga sesungguhnya rasa nyeri berguna

sebagai “alarm” bahwa ada yang salah pada tubuh. Misalnya, saat seseorang tidak

sengaja menginjak pecahan kaca, dan kakinya tertusuk, maka ia akan merasakan rasa

nyeri pada kakinya dan segera ia memindahkan kakinya. Tetapi adakalanya nyeri

yang merupakan pertanda ini  dirasakan sangat menggangu apalagi bila berlangsung

dalam waktu yang lama, misalnya pada penderita kanker.13

55

Page 56: Referat TN

Penyebab timbulnya rasa nyeri : Adanya rangsangan-rangsangan

mekanis/kimiawi ( kalor/listrik ) yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada

jaringan dan melepaskan zat-zat   tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri.13

Mediator nyeri antara lain : histamin, serotonin, plasmakinin-plasmakinin,

prostaglandin-prostaglandin, ion-ion kalium. Zat-zat ini merangsang reseptor-reseptor

nyeri pada ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir,dan jaringan, lalu      dialirkan

melalui saraf sensoris ke susunan syaraf pusat ( SSP ) melalui sumsum       tulang

belakang ke talamus dan ke pusat nyeri di otak besar ( rangsangan sebagai nyeri ).13

2.2.4 Klasifikasi

1. Menurut lokasinya

a. Nyeri perifer,nyeri ini ada tiga jenis

Nyeri supersial,rasa nyeri yang muncul akibat ranagsangan pada kulit dan

mukosa

Nyeri viseral,yakni nyeri yang muncul akibat stimulasi pada reseptor nyeri

pad abdomen ,kranium,dan toraks

Nyeri alih,yakni nyeri yang dirasakan pada daerah yang jauh dari jaringan

penyebab nyeri.

b. Nyeri sentral ,yakni nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medula

spinalis ,batang otak,dan thalamus.

c. Nyeri psikogenik,nyeri yang tidak di ketahui penyebab fisiknya ,nyeri ini

timbul akibat pikiran si penderita sendiri.14

2. Menurut durasinya

karateristik

 Nyeri akut

Nyeri kronis

 pengalaman

 

Suatu kejadian,jika klien baru mngalami episode nyeri

Suatu situasi, status eksistensi nyeri.

Sumber

 

Sebab eksternal  atau penyakit yang berasal dari dalam

 

Sumber nyeri tidak diketahui; klien sukar menentukan  sumber nyeri karena penginderaan nyeri yang sudah lebih dalam

Serangan

 

Mendadak

 

Bisa mendadak atau bertahap, tersembunyi

 

56

Page 57: Referat TN

Durasi Transien(sampai 6 bulan)Beberapa bulan hingga beberapa tahun

 

Pernyataan nyeri

 

Daerah nyeri umumnya diketahui dengan pasti.klien yang mengalami nyeri ini sering kali merasa takut dan khawatir dan berharap nyeri dapat segera teratasi. Nyeri ini dapat hilang setelah area yang mengalami gangguan kembali pulih

 

Daerah yang nyeri dan yang tidak, intensitasnya menjadi sukar di evaluasi. Klien yang mengalami nyeri ini kerap merasa tidak aman karena mereka tidak tahu apa yang mereka  rasakan. Dari hari ke hari klien mengeluh mengalami keletihan, insomnia, anokresia, depresi,  putus asa, dan sulit mengontrol emosi

 

Gejala krinis

 

Pola respon khas,dengan gejala yang lebih jelas

 

Bervariasi,kdng hllng,kdng bertmbah parah

 

perjalanan

 

Biasanya melaporkan kekeurngn gejala setelah beberapa waktu

 

Berlngsung terus

 

3. Berdasarkan patofisiologinya terbagi dalam:

a. Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat adanya

stimulus mekanis terhadap nosiseptor.

b. Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada system

saraf

c. Nyeri idiopatik, nyeri di mana kelainan patologik tidak dapat ditemukan.

d. Nyeri psikologik.14

Penyebab nyeri neuropatik :

Lesi penyakit pada system saraf perifer; Polineuropati Diabetika.

Lesi pada sisem saraf pusat; Stroke, Multiple sclerosis, Spinal injury.

Kelainan system saraf pusat setelah kelainan perifer; Postherpetic

Neuralgia.

Nyeri neuropatik & Nosiseptif timbul bersama; Low back pain.14

57

Page 58: Referat TN

2.2.5 Faktor yang mempengaruhi respon nyeri

1. Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon

nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah

patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam

nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang

harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal

jika nyeri diperiksakan.15

2. Jenis kelamin

Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan

dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas

kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).15

3. Kultur

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap

nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah

akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak

mengeluh jika ada nyeri.15

4. Makna nyeri

Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan

bagaimana mengatasinya.15

5. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat

dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi

dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided

imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.15

6. Ansietas

Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan

seseorang cemas.15

7. Pengalaman masa lalu

Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri

yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah

58

Page 59: Referat TN

tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam

mengatasi nyeri. 15

Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:

a. Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)

Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini

bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang

belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran

perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi

pada klien. 15

b. Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)

Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat

subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda.

Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang

lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan

mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi

terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri

kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan

nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah

sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang. Keberadaan

enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda

merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap

individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu

dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar. Klien bisa

mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah,

vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang

digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri.

Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit

mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak

mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu

tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien

mengkomunikasikan nyeri secara efektif. 15

c. Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)

59

Page 60: Referat TN

Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien

masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis,

sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien

mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat

menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu

memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan

nyeri berulang.15

8. Pola koping

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan

sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi

nyeri.15

9. Support keluarga dan social

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga

atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindung.15

2.2.6 Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh

individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua

orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan

pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik

tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak

dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).15

Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :

1. skala intensitas nyeri deskritif

60

Page 61: Referat TN

2. Skala identitas nyeri numerik

3. Skala analog visual

4. Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan :

0 :Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan

lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi

masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

61

Page 62: Referat TN

10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.15

Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau

intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri

sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi

perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk

dipastikan.15

Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih

obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan

sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun

dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak

terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien

skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia

rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan

seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan

klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik

(Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi

kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling

efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi

terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan

patokan 10 cm (AHCPR, 1992).15

Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS

adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan

pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh

untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran

keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik

pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005).15

Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan

tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat

membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala

deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi

62

Page 63: Referat TN

juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah

terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami

penurunan atau peningkatan (Potter, 2005).15

2.3 NEURALGIA TRIGEMINAL

2.3.1 Definisi Neuralgia Trigeminal

Neuralgia Trigeminal (NT) digambarkan oleh IASP ( International

Association for the study of Pain ) sebagai nyeri di wajah yang timbulnya mendadak,

biasanya unilateral. Nyerinya singkat dan berat seperti ditusuk disalah satu cabang

nervus trigeminus.16

Dalam Konsensus Nasional II kelompok studi nyeri kepala Perdossi, neuralgia

trigeminal dideskripsikan sebagai suatu serangan nyeri wajah dengan gejala khas

berupa nyeri unilateral, tiba – tiba, seperti tersengat aliran listrik berlangsung singkat,

jelas terbatas pada satu atau lebih distribusi cabang nervus trigeminus. Nyeri

umumnya dicetuskan oleh stimulus ringan dan timbul spontan. Terdapat “ trigger

area” diplika nasolabialis dan atau dagu. Pada umumnya terjadi remisi dalam jangka

waktu yang bervariasi.16

2.3.2 Epidemiologi

Tidak ada studi sistematik mengenai prevalensi dari neuralgia trigeminal,

namun suatu kutipan yang diperkirakan diterbitkan pada tahun 1968 mengatakan

bahwa prevalensi dari neuralgia trigeminal mendekati 15,5 per 100.000 orang di

United States. Sumber lain mengatakan bahwa insiden tahunannya adalah 4-5 per

100.000 orang, dimana menandakan tingginya prevalensi. Di beberapa tempat,

penyakit ini jarang ditemukan. Onsetnya usia diatas 40 tahun pada 90% penderita.

Neuralgia trigeminal sedikit lebih umum terjadi pada perempuan dibandingkan

dengan laki-laki. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah dibandingkan

dengan sisi kiri (rasio 3:2).17

Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan dan biasanya timbul setelah

umur 50 tahun, jarang setelah umur 70 tahun. Insiden familial sedikit lebih tinggi

(2%) dibanding insiden sporadik. Faktor resiko epidemiologis (umur, ras, kebiasaan

merokok dan minum alkohol) diperkirakan penting dalam hubungannya dengan

apakah wajah atas atau wajah bawah yang terkena. Perbandingan frekuensi antara

63

Page 64: Referat TN

laki-laki dan perempuan adalah 2:3, sedangkan perkembangan dari neuralgia

trigeminal pada usia muda dihubungkan dengan kemungkinan dari multiple sklerosis.

Neuralgia trigeminal yang idiopatik khas terjadi pada dekade kelima kehidupan, tapi

dapat pula terjadi pada semua umur, sedangkan simptomatik atau neuralgia trigeminal

sekunder cenderung terjadi pada pasien yang lebih muda.17

2.3.3 Etiologi

Etiologi trigeminal neuralgia (TN) dapat berupa pusat, perifer, atau keduanya.

Saraf trigeminal (saraf kranial V) bisa menyebabkan nyeri, karena fungsi utama

adalah sensorik. Biasanya, tidak ada lesi struktural hadir (85%), meskipun banyak

peneliti setuju bahwa kompresi pembuluh darah, biasanya vena atau loop arteri di

pintu masuk ke saraf trigeminal pons, sangat penting untuk patogenesis berbagai

idiopatik. Ini hasil kompresi dalam demielinasi saraf trigeminal fokus. Etiologi

idiopatik diberi label secara default dan kemudian dikategorikan sebagai trigeminal

neuralgia klasik.17

Kondisi idiopatik ini tidaklah diketahui sepenuhnya. Namun, kasus-kasus

simtomatik akibat lesi organic yang dapat diidentifikasi lebih umum ditemui daripada

yang sebelumnya disadari. 17

Beberapa kasus mencerminkan gangguan serabut eferen nervus V oleh

berbagai struktur abnormal sehingga disebut sebagai kasus-kasus neuralgia trigeminal

simtomatik. Pada beberapa kasus seperti ini, nervus trigeminus tertekan oleh

pembuluh darah vertebrobasiler yang ektasis atau akibat tumor-tumor seperti neuroma

trigeminal atau akustik, meningioma dan epidermoid pada sudut serebellopontin.

Selain itu, traksi juga dapat diakibatkan oleh hidrosefalus akibat stenozis

aquaductus.17

Beberapa kasus walaupun jarang merupakan manifestasi dari sklerosis

multipel yang menyerang radiks desendens nervus trigeminus dan merupakan

penyebab terbanyak kasus pada penderita muda. Selain itu, kausa lain yang

dipostulatkan adalah inflamasi ganglion nonspesifik, maloklusi gigi, iskemia serta

proses degeneratif sistem saraf.17

2.3.4 Patofisiologi

Patofisiologis terjadinya suatu trigeminal neuralgia sesuai dengan penyebab

terjadinya penyakit tersebut. Penyebab-penyebab dari terjadinya trigeminal neuralgia

64

Page 65: Referat TN

adalah penekanan mekanik oleh pembuluh darah, malformasi arteri vena disekitarnya,

penekanan oleh lesi atau tumor, sklerosis multipel, kerusakan secara fisik dari nervus

trigeminus oleh karena pembedahan atau infeksi, dan yang paling sering adalah factor

yang tidak diketahui. (Sharav, 2002 ; Brice, 2004).18

Penekanan mekanik pembuluh darah pada akar nervus ketika masuk ke brain

stem yang paling sering terjadi, sedangkan diatas bagian nervus trigeminus/portio

minor jarang terjadi. Pada orang normal pembuluh darah tidak bersinggungan dengan

nervus trigeminus. Penekanan ini dapat disebabkan oleh arteri atau vena baik besar

maupun kecil yang mungkin hanya menyentuh atau tertekuk pada nervus trigeminus.18

Arteri yang sering menekan akar nervus ini adalah arteri cerebelar superior.

Penekanan yang berulang menyebabkan iritasi dan akan mengakibatkan hilangnya

lapisan mielin (demielinisasi) pada serabut saraf. Sebagai hasilnya terjadi peningkatan

aktifitas aferen serabut saraf dan penghantaran sinyal abnormal ke nukleus nervus

trigeminus dan menimbulkan gejala trigeminal neuralgia. Teori ini sama dengan

patofisiologi terjadinya trigeminal neuralgia oleh karena suatu lesi atau tumor yang

menekan atau menyimpang ke nervus trigeminus. (Kaufmann, 2001 ; Bryce, 2004).18

Pada kasus sklerosis multipel yaitu penyakit otak dan korda spinalis yang

ditandai dengan hilangnya lapisan mielin yang membungkus saraf, jika sudah

melibatkan sistem nervus trigeminus maka akan menimbulkan gejala neuralgia

trigeminal. Pada tipe ini sering terjadi secara bilateral dan cenderung terjadi pada usia

muda sesuai dengan kecenderungan terjadinya sklerosis multipel. (Olessen, 1988 ;

Kaufmann, 2001 ; Passon, 2001).18

Adanya perubahan pada mielin dan akson diperkirakan akan menimbulkan

potensial aksi ektopik berupa letupan spontan pada saraf. Aktivitas ektopik ini

terutama disebabkan karena terjadinya perubahan ekspresi dan distribusi saluran ion

natrium sehingga menurunnya nilai ambang membran. Kemungkinan lain adalah

adanya hubungan ephaptic antar neuron, sehingga serabut saraf dengan nilai ambang

rendah dapat mengaktivasi serabut saraf yang lainnya dan timbul pula cross after

discharge. (Sharav, 2002 ; Bryce, 2004).18

Selain itu aktivitas aferen menyebabkan dikeluarkannya asam amino eksitatori

glutamat. Glutamat akan bertemu dengan reseptor glutamat alfa-amino-3-hidroxy-5

methyl-4-isaxole propionic acid (AMPA) di post sinap sehingga timbul depolarisasi

dan potensial aksi. Aktivitas yang meningkat akan disusul dengan aktifnya reseptor

65

Page 66: Referat TN

glutamat lain N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) setelah ion magnesium yang

menyumbat saluran di reseptor tersebut tidak ada. Keadaan ini akan menyebabkan

saluran ion kalsium teraktivasi dan terjadi peningkatan kalsium intra seluler.

Mekanisme inilah yang menerangkan terjadinya sensitisasi sentral. (Rose, 1997 ;

Loeser, 2001).18

2.3.5 Klasifikasi

Menurut klasifikasi IHS ( International Headache Society ) membedakan NT

klasik dan NT simptomatik. Termasuk NT klasik adalah semua kasus yang

etiologinya belum diketahui ( idiopatik ) Sedangkan NT simptomatik dapat akibat

tumor, multipel sklerosis atau kelainan di basis kranii. Sebagai indikator NT

simptomatik adalah defisit sensorik n. Trigeminus, terlibatnya nervus trigeminus

bilateral atau kelainan refleks trigeminus. Tidak dijumpai hubungan antara NT

simptomatik dengan terlibatnya nervus trigeminus cabang pertama, usia muda atau

kegagaralan terapi farmakologik.16

Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik.16

Idiopatik Simptomatik

Neyri bersifat paroksimal di daerah

sensorik cabang oftalmikus atau cabang

maksillaris dan/atau cabang

mandibularis

Nyeri terasa terus menerus di kawasan

cabang oftalmikus, atau nervus infra-

orbitalis

Timbulnya nyeri secara hilang timbul,

serangan pertama bisa berlangsung 30

menit dan serangan berikutanya antara

beberapa detik sampai 1 menit

Nyerinya terus-menerus tidak hilang

timbul, dengan puncak nyeri hilang

timbul

Nyeri merupakan gejala tunggal dan

utama

Disamping nyeri terdapat juga

anestesia/hipestesia atau kelumpuhan

saraf otak, ganguan autonom

Penderitra berusia 45 tahun. lebih

sering wanita dari pada laki-laki

Tidak memperlihatkan kecenderungan

pada wanita atau pria dan tidak terbatas

pada golongan umur tertentu

2.3.6 Gejala dan Tanda

66

Page 67: Referat TN

Gambar Pasien Dengan Trigeminal Neuralgia.19

Trigeminal neuralgia memberikan gejala dan tanda sebagai berikut : (olesen,

1988; Passon, 2001; Sharav, 2002; Brice, 2004).18

1. Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal, tajam, seperti

menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar yang

berlangsung singkat beberapa detik sampai beberapa menit tetapi kurang dari dua

menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya ada interval bebas nyeri,

atau hanya ada rasa tumpul ringan.18

2. Lokasi nyeri umumnya terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus dan yang

karakteristik nyeri unilateral. Tersering nyeri didaerah distribusi nervus

mandibularis (V2) 19,1% dan nervus maksilaris (V3) 14,1% atau kombinasi

keduanya 35,9% sehingga paling sering rasa nyeri pada setengah wajah bawah.

Jarang sekali hanya terbatas pada nervus optalmikus (V3) 3,3%. Sebagian pasien

nyeri terasa diseluruh cabang nervus trigeminus (15,5%) atau kombinasi nervus

maksilaris dan optalmikus (11,5%). Jarang ditemukan kombinasi nyeri pada

daerah distribusi nervus optalmikus dan mandibularis (0,6%). Nyeri bilateral

3,4%, nyeri jarang terasa pada kedua sisi bersamaan, umumnya diantara kedua sisi

tersebut dipisahkan beberapa tahun. Kasus bilateral biasanya berhubungan dengan

sklerosis multiple atau familial.18

3. Trigeminal neuralgia dapat dicetuskan oleh stimulus non-noksius seperti perabaan

ringan, getaran, atau stimulus mengunyah. Akibatnya pasien akan mengalami

67

Page 68: Referat TN

kesulitan atau timbul saat gosok gigi, makan, menelan, berbicara, bercukur wajah,

tersentuh wajah, membasuh muka bahkan terhembus angin dingin. Biasanya

daerah yang dapat mencetuskan nyeri (triger area) diwajah bagian depan, sesisi

dengan nyeri pada daerah percabangan nervus trigeminus yang sama. Bila triger

area didaerah kulit kepala, pasien takut untuk berkeramas atau bersisir.18

4. Nyeri pada trigeminal neuralgia dapat mengalami remisi dalam satu tahun atau

lebih. Pada periode aktif neuralgia, karakteristik terjadi peningkatan frekuensi dan

beratnya serangan nyeri secara progresif sesuai dengan berjalannya waktu.18

5. Sekitar 18% penderita dengan trigeminal neuralgia, pada awalnya nyeri atipikal

yang makin lama menjadi tipikal, disebut preneuralgia trigeminal. Nyeri

terasatumpul, terus-menerus pada salah satu rahang yang berlangsung beberapa

hari sampai beberapa tahun. Stimulus termal dapat menimbulkan nyeri berdenyut

sehingga sering dianggap sebagai nyeri dental. Pemberian terapi anti konvulsan

dapat meredakan nyeri preneuralgia trigeminal sehingga cara ini dapat dipakai

untuk membedakan kedua nyeri tersebut.18

6. Pada pemeriksaan fisik dan neurologik biasanya normal atau tidak ditemukan

defisit neurologik yang berarti. Hilangnya sensibilitas yang bermakna pada nervus

trigeminal mengarah pada pencarian proses patologik yang mendasarinya, seperti

tumor atau infeksi yang dapat merusak syaraf. Pada tumorselain nyerinya atipikal

dan hilangnya sensibilitas, disertai pula gangguan pada syaraf kranial lainnya.18

Rumusan ciri-ciri khas neuralgia trigeminal

Nyeri: paroksismal, intensitas tinggi, durasi pendek, sensasi shooting Cabang

kedua atau ketiga n. Trigeminus

Kejadian: unilateral

Onset: umur pertengahan; wanita (3:2); kambuh-kambuhan sering pada musim

semi dan gugur

Daerah pencetus: 50%; sensitive terhadap sentuhan atau gerakan

Kehilangan fungsi sensorik: tidak ada ( kecuali pernah dirawat sebelumnya)

Perjalanan penyakit: intermitten; cenderung memburuk; jarang hilang spontan

Insidensi familial: jarang (2%)

2.3.7 Diagnosa

68

Page 69: Referat TN

Cara menegakkan diagnosa Trigeminal Neuralgia hanya berdasarkan

anamnesa pasien secara teliti dan cermat.20

3 Karakter umum terhadap nyeri kraniofasial :

Kunci diagnosis adalah riwayat. Umumnya, pemeriksaan dan test neurologis

(misalnya CT scan) tak begitu jelas. Faktor riwayat paling penting adalah distribusi

nyeri dan terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri relatif lama. Nyeri

mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering menyerang

keduanya. Beberapa kasus mulai pada divisi 1.20

Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya pendek

(kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari saraf Trigeminal,

misalnya bagian rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu daerah

tertentu dirangsang (trigger area atau trigger zone).20

Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut. Yang

unik dari trigger zone ini adalah rangsangannya harus berupa sentuhan atau tekanan

pada kulit atau rambut di daerah tersebut. Rangsang dengan cara lain, misalnya

dengan menggunakan panas, walaupun menyebabkan nyeri pada tempat itu, tidak

dapat memancing terjadinya serangan neuralgi. Pemeriksaan neurologik pada neuralgi

Trigeminal hampir selalu normal. Tidak terdapat gangguan sensorik pada neuralgi

Trigeminal murni.20

Suatu varian neuralgia Trigeminal yang dinamakan tic convulsive ditandai

dengan kontraksi sesisih dari otot muka yang disertai nyeri yang hebat. Keadaan ini

perlu dibedakan dengan gerak otot muka yang bisa menyertai neuralgi biasa, yang

69

Page 70: Referat TN

dinamakan tic douloureux. Tic convulsive yang disertai nyeri hebat lebih sering

dijumpai di daerah sekitar mata dan lebih sering dijumpai pada wanita.20

Untuk menegakkan diagnosis neuralgia trigeminal, IHS (International

Headache Society) menetapkan kriteria diagnostik untuk neuralgia trigeminal sebagai

berikut:

1. Serangan nyeri paroksismal yang bertahan selama beberapa detik sampai 2

menit, mengenai satu atau lebih daerah persarafan cabang saraf trigeminal.

2. Nyeri harus memenuhi satu dari dua kriteria berikut:

Intensitas tinggi, tajam, terasa di permukaan, atau seperti ditusuk-

tusuk.

Berawal dari trigger zone atau karena sentuhan pemicu.

3. Pola serangan sama terus.

4. Tidak ada defisit neurologis.

5. Tidak ada penyakit terkait lain yang dapat ditemukan.

Neuralgia trigeminal hendaknya memenuhi seluruh kriteria tersebut; minimal kriteria

1, 2, dan 3.32

Secara sistematis, anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan sebagai berikut:

Anamnesis

Lokalisasi nyeri, untuk menentukan cabang nervus trigeminus yang terkena.

Menentukan waktu dimulainya neuralgia Trigeminal dan mekanisme

pemicunya.

Menentukan interval bebas nyeri.

Menentukan lama, efek samping, dosis, dan respons terhadap pengobatan.

Menanyakan riwayat penyakit herpes.20

Pemeriksaan Fisik

Untuk menilai fungsi saraf Trigeminus

70

Page 71: Referat TN

Menilai sensasi suhu, nyeri, dan raba pada ketiga cabang nervus trigeminus

bilateral (termasuk refleks kornea).

Menilai fungsi mengunyah (masseter) dan fungsi pterygoideus (membuka mulut,

deviasi dagu).

Menilai EOM.20

Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada uji spesifik dan definitif untuk neuralgia trigeminal. Pemeriksaan

radiologis seperti CT scan dan MRI atau pengukuran elektrofisiologis periode laten

kedipan dan refleks rahang dikombinasikan dengan elketromiografi masseter dapat

digunakan untuk membedakan kasus-kasus simtomatik akibat gangguan struktural

dari kasus idiopatik.17

Pemeriksaan tambahan baru diperlukan kalau ada keluhan neuralgia trigeminal

pada orang-orang muda; karena biasanya ada penyebab lain yang tersembunyi. Itu

pun perannya terbatas untuk eliminasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan: Rontgen

TMJ (temporomandibular joint) dan MRI otak (untuk menyingkirkan tumor otak dan

multiple sclerosis).17

Pengukuran potensial somatosensorik yang timbul setelah perangsangan

nervus trigeminus dapat juga digunakan untuk menentukan kasus yang disebabkan

oleh ektasis arteri sehingga dapat ditangani dengan dekompresi operatif badan saraf

pada fossa posterior.17

71

Page 72: Referat TN

Gambar CT Scan Trigeminal Neuralgia.20

2.3.8 Diagnosa Banding

1. Post Herpetic Neuralgia

Definisi

Dalam buku Penatalaksanaan infeksi herpes virus humanus di Indonesia

(2011), definisi NPH adalah nyeri yang menetap di dermatom yang terkena 3

bulan setelah erupsi HZ menghilang.21

Epidemiologi

Pada penelitian klinis dan komunitas, insidensi NPH secara keseluruhan

yaitu 8-15% tergantung dari definisi operasionalnya. Di Amerika Serikat, NPH

merupakan penyebab nyeri neuropatik tersering ketiga setelah low back pain dan

neuropati diabetik. Baik frekuensi dan durasi NPH keduanya meningkat seiring

dengan bertambahnya usia. Diantara pasien dengan HZ akut, NPH berkembang

pada 73% pasien diatas 70 tahun, 47% pasien diatas 60 tahun sedangkan untuk

usia diatas 55 tahun hanya 27%. Hampir setengah dari pasien diatas 70 tahun

tersebut (48%) menderita NPH dengan durasi lebih dari 1 tahun. Wiryadi dkk

melaporkan angka kejadian NPH pada pasien HZ yang berobat antara tahun 1995-

1996 sebesar 11% dari 738 pasien HZ di 6 rumah sakit pendidikan di Indonesia.21

72

Page 73: Referat TN

Patofisiologi

Faktor risiko utama terjadinya NPH selain bertambahnya usia yaitu adanya

nyeri prodromal, nyeri berat selama fase akut HZ, ruam kulit yang lebih parah,

gangguan sensorik yang meluas pada dermatom yang terkena HZ, keadaan

imunosupresi, keterlibatan mata, dan jenis kelamin perempuan.21

Patogenesis NPH yaitu adanya perlukaan neuronal yang berefek baik pada

komponen sentral maupun perifer dari sistim saraf (lihat gambar diatas). Setelah

perbaikan infeksi primer VZV, virus menetap secara laten di dalam ganglion

radiks dorsalis saraf kranial atau saraf spinal. Reaktivasi virus VZ yang diikuti

replikasi menginduksi terjadinya perubahan inflamasi pada neuron perifer dan

ganglion sensoris. Hal ini dapat menginduksi siklus sensitisasi yang

mengakibatkan nyeri yang menetap. Beberapa penelitian yang menggunakan uji

saraf sensorik secara kuantitatif menunjukkan bahwa terdapat variabilitas

hilangnya sensoris yang lebih luas pada pasien NPH. Penelitian ini

mengkonfirmasi bahwa nyeri dan abnormalitas sensorik pada NPH seringkali

meluas dari dermatom yang terkena erupsi HZ. Rowbotham dkk dan Field dkk

menyebutkan bahwa terdapat dua mekanisme patofisiologik yang berbeda pada

berkembangnya NPH: sensitisasi dan deaferensiasi. Baik sensitisasi perifer dan

sentral terlibat dalam patofisiologi NPH. Sensitisasi perifer terjadi terutama pada

serabut nosiseptor C tidak bermielin yang kecil. Sensitisasi ini bertanggung jawab

terhadap terjadinya nyeri seperti terbakar spontan dan hiperalgesia namun dengan

hilangnya sensibilitas yang minimal. Alodinia pada sebagian pasien NPH diduga

disebabkan karena penjalaran ektopik dari serabut nosiseptor C yang rusak dalam

mempertahankan keadaan sensitisasi sentral. Deaferensiasi berkaitan dengan

hilangnya sensoris dan alodinia pada daerah yang mengalami parut. Deaferensiasi

ini menyebabkan alodinia yang diperantarai sistim saraf pusat. Dugaan bahwa

hilangnya hubungan sistim saraf pusat dengan ganglion radiks dorsalis pada

beberapa pasien, nyeri mungkin disebabkan adanya perubahan system saraf

pusat.21

Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Neuralgia paska herpetika sering mengenai dermatom regio torakal diikuti

divisi oftalmik pada regio trigeminal, regio saraf kranial lainnya dan regio servikal

kemudian dermatom lumbar dan sacral.21

73

Page 74: Referat TN

Distribusi dermatomal HZ pada pasien imunokompeten

Torakal : diatas 50% dari semua kasus

Kranial : 10-20%

Servikal :10-20%

Lumbar : 10-20%

Sakral :2-8%

Generalisata: <1%

Pasien NPH biasanya mengeluh nyeri yang bersifat spontan

(dideskripsikan sebagai rasa terbakar, aching, throbbing), nyeri yang intermiten

(nyeri seperti ditusuk, ditembak) dan/atau nyeri yang dibangkitkan oleh stimulus

seperti alodinia. Alodinia (nyeri yang dibangkitkan oleh stimulus yang secara

normal tidak menimbulkan nyeri) merupakan nyeri yang terdapat pada hampir

90% pasien NPH. Pasien dengan alodinia dapat menderita nyeri yang hebat

setelah tersentuh baik dengan sentuhan yang paling ringan sekalipun seperti angin

sepoi-sepoi ataupun selembar pakaian. Biasanya alodinia terjadi jelas di daerah

yang masih mempunyai sensasi, sedangkan nyeri spontan terjadi terutama di

daerah yang sensasinya terganggu atau hilang. Hampir seluruh pasien memiliki

sensasi abnormal pada rasa halus, suhu, dan getar pada dermatom yang terkena.

Pasien juga sering mengalami disestesia, hiperalgesia, anestesia dan parestesia

yang kontinyu. Beberapa pasien dapat mengeluh gatal yang intens.21

Gambaran nyeri neurologik pada NPH

Intermiten atau kontinyu, dalam atau superfisial

Throbbing atau seperti ditusuk-tusuk

Aching atau seperti terbakar yang spontan

Paroksismal

Alodinia

Hiperalgesia

Gatal yang intens

Nyeri seperti ini dapat menimbulkan gangguan tidur, depresi, anoreksia,

penurunan berat badan, kelelahan kronis dan mengganggu aktivitas sehari-hari

seperti berpakaian, mandi, belanja, memasak, pekerjaan rumah dan dalam

melakukan perjalanan (lihat gambar dibawah).21

74

Page 75: Referat TN

Gambar Luasnya dan derajat keparahan dampak NPH berdasarkan parameter

health-related quality of life dengan skala EuroQol.21

Diagnosis NPH merupakan diagnosis klinis. Adanya riwayat HZ diikuti

nyeri yang menetap dikaitkan dengan dermatom yang terkena atau daerah yang

berdekatan merupakan ciri khas NPH (lihat gambar dibawah). Namun pada

beberapa kasus tidak terdapat riwayat erupsi HZ. Pada kasus seperti ini diagnosis

definitif berdasarkan pemeriksaan serologik serial yang kadang-kadang dapat

dimungkinkan praktik klinis. Uji diagnostik ini berguna dalam penelitian yang

dapat membantu dalam penetapan protokol terapi. Uji diagnostik ini meliputi uji

sensoris kuantitatif, biopsi kulit dan uji konduksi saraf.21

Gambar Fase awal dan penyembuhan pada HZ.21

75

Page 76: Referat TN

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan NPH meliputi pencegahan dan pengobatan walaupun

masihterdapat perdebatan dalam kedua hal ini. Saat ini belum ada profilaksis yang

pasti untuk mencegah NPH, namun karena NPH merupakan sekuele dari HZ maka

pencegahan pada HZ merupakan hal yang penting. Dasar terapi NPH terdiri dari

pendekatan medis dan yang tidak kalah pentingnya adalah keterlibatan pasien dan

keluarganya. Terapi secara medis saja tidak cukup karena tujuan utama terapi

adalah mengembalikan kemampuan pasien dalam beraktivitas sehari-hari seperti

makan, tidur, melakukan perjalanan dan sebagainya. Dalam menjalani

kesehariannya, petunjuk yang perlu diperhatikan oleh pasien antara lain: (i) pasien

sebaiknya tidak cemas; (ii) disarankan untuk kembali beraktivitas, pada prinsipnya

tidak ada pembatasan pada aktivitas sehari-hari serta berinteraksi dengan anggota

keluarga seperti biasa; (iii) pemberian arahan bagi pasien dan keluarganya tentang

bagaimana menghilangkan nyeri dimana arahan harus berdasarkan gaya hidup

pasien, keadaan, kepribadian dan hubungan pasien dengan anggota keluarganya

dan lingkungan sekitarnya.21

Pencegahan

Pencegahan terjadinya NPH merupakan masalah penting yang perlu

diperhatikan saat pasien tengah menderita HZ. Penanganan HZ yang adekuat

dengan terapi antivirus maupun analgesik dapat memberikan keuntungan dalam

mencegah NPH sehingga pengenalan gejala HZ secara dini merupakan hal yang

sangat penting. Strategi dalam pengelolaan pencegahan terhadap NPH meliputi

pemberian obat antivirus, pengendalian nyeri secara adekuat terhadap neuralgia

herpetika akut dan vaksinasi.21

a. Obat anti virus

Pemberian obat antivirus dalam 72 jam setelah awitan HZ akut dapat

menurunkan intensitas dan durasi NPH. Hal ini disebabkan karena pemberian

antivirus pada awal terapi dapat menurunkan kerusakan saraf akibat infeksi

HZ. Namun bukti terkini menunjukkan pasien akan tetap mendapatkan

keuntungan dari obat antivirus walaupun terapi diberikan terlambat lebih dari

3 hari.21

76

Page 77: Referat TN

Preparat asiklovir, famsiklovir dan valasiklovir telah terbukti

mempercepat penyembuhan NPH. Asiklovir oral terbukti meningkatkan laju

perbaikan nyeri NPH sebesar 81% pada pasien dibandingkan dengan

plasebo.10 Dosis asiklovir yang direkomendasikan untuk HZ pada pasien

imunokompeten dengan fungsi ginjal yang normal adalah 800mg setiap 4 jam

per hari selama 7-10 hari.21

Famsiklovir 3x 500mg per hari selama 7 hari efektif dan dapat

ditoleransi dengan baik pada HZ akut. Sebuah penelitian randomized, double-

blind, placebo controlled pada dua dosis famsiklovir (500mg atau 750mg tiga

kali sehari) menunjukkan nyeri berkurang secara bermakna pada bulan ke 5

dan resolusi NPH yang lebih cepat dengan reduksi median 2 bulan.21

Pada sebuah penelitian multisentra, valasiklovir dengan dosis 1000mg

setiap 8 jam selama 7 sampai 14 hari dibandingkan dengan asiklovir dengan

dosis 5x800mg per hari selama 7 hari menunjukkan valasiklovir mengurangi

nyeri yang berkaitan dengan HZ secara bermakna, memperpendek durasi NPH

dan menurunkan proporsi pasien yang mengalami nyeri pada bulan ke 6.

Tidak ada perbedaan bila pasien melanjutkan terapinya sampai 14 hari. Pada

penelitian randomized-controlled trial yang membandingkan pemberian

valasiklovir (1000mg tiga kali sehari) dan famsiklovir (500mg tiga kali sehari)

selama 7 hari untuk terapi HZ pada pasien berusia ≥ 50 tahun menunjukkan

efikasi yang sama antara valasiklovir dan famsiklovir dalam meningkatkan

resolusi nyeri yang berkaitan dengan zoster dan NPH.21

Dalam pemberian obat antivirus ini, hal yang perlu diperhatikan adalah

fungsi ginjal. Penyesuaian dosis diperlukan untuk pasien geriatrik atau bagi

yang mempunyai gangguan ginjal.12 Valasiklovir dan famsiklovir memiliki

kelebihan dibandingkan asiklovir karena jadwal pemberian yang lebih singkat,

walaupun ketiganya sama efektifnya dalam mengobati nyeri yang berkaitan

dengan HZ dan dapat mengurangi beban penyakit akibat NPH.21

Penelitian menunjukkan pemberian asiklovir intravena pada pasien

imunokompromais yang menderita HZ dapat menghambat progresifitas

penyakit, baik pada pasien dengan lesi yang terlokalisir maupun yang

diseminata. Nyeri yang berkurang dengan cepat dan lebih sedikit laporan

kejadian NPH setelah pemberian asiklovir pada pasien imunokompromais.

77

Page 78: Referat TN

Dosis asiklovir pada pasien dengan imunokompromais berat adalah

10mg/kgBB IV setiap 8 jam selama 7-10 hari sedangkan pada pasien HZ

dengan imunokompromais yang ringan dan lesi terlokalisir cukup dengan

pemberian asiklovir, famsiklovir dan valasiklovir per oral dengan dosis yang

sama dengan pada pasien imunokompeten.21

b. Pengendalian nyeri akut

Analgetik

Semakin berat nyeri HZ akut merupakan salah satu faktor risiko

terjadinya NPH, dan nyeri akut berperan dalam sensitisasi sentral yang akan

berlanjut menjadi nyeri kronik.2 Belum ada bukti yang kuat terhadap

penggunaan antidepresan trisiklik, antikonvulsan, dan analgetik opioid dalam

mengatasi nyeri pada fase akut HZ namun demikian, pemberian terapi ini tetap

dianjurkan.2,6 Bila dengan terapi diatas masih inadekuat dalam mengontrol

nyeri akut, maka perlu dipertimbangkan anestesi blok saraf lokal atau

regional.21

Amitriptilin (golongan antidepresan trisiklik) adalah satu-satunya obat

yang menunjukkan sedikit efek yang menguntungkan dalam pencegahan NPH.

Pada sebuah penelitian randomized double-blind controlled pada 72 pasien

HZ berusia diatas 60 tahun yang diberikan amitriptilin 25mg setiap hari

bersama dengan obat antivirus atau bersama dengan plasebo dalam 48 jam

pertama sejak awitan erupsi. Outcome utama yang dinilai adalah prevalensi

nyeri pada bulan ke 6 dimana terjadi pengurangan nyeri pada setengah dari

pasien pada kelompok terapi.21

Kortikosteroid

Adanya kemungkinan bahwa NPH disebabkan oleh inflamasi pada

ganglion sensorik dan struktur neuron yang dapat menular menjadi alasan

penggunaan kortikosteroid selama fase akut HZ guna mengurangi nyeri akut

dan mencegah NPH. Namun, pemberian kortikosteroid ini menunjukkan hasil

yang kontroversial.21

Pemberian kortikosteroid dalam jangka pendek dapat mengurangi

intensitas nyeri yang berkaitan dengan HZ namun tetap perlu diperhatikan

risiko adanya efek samping kortikosteroid ini, terutama pada pasien geriatrik.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan pemberian

78

Page 79: Referat TN

kortikosteroid bersama dengan obat antivirus tidak memberikan keuntungan

yang lebih besar daripada hanya pemberian obat antivirus saja dalam

pencegahan NPH.21

c. Vaksinasi

Vaksin untuk VVZ (Varivax®) yang saat ini diberikan secara rutin

pada anak-anak, diharapkan dapat menurunkan insidensi varisela dan

timbulnya HZ pada usia yang lebih awal. Seperti halnya imunitas yang didapat

dari infeksi VVZ primer, imunitas dari vaksin ini juga akan menurun seiring

dengan proses penuaan, namun demikian pengalaman sampai saat ini

menunjukkan HZ terjadi lebih sedikit pada yang mendapatkan vaksin

VVZ(Varivax®). Penelitian prospektif terhadap individu yang menerima

vaksinasi VVZ ketika masa anak-anak masih diperlukan untuk mengetahui

berkurangnya insidensi HZ dan NPH ketika dewasa.21

Penelitian randomized, double-blind, placebo-controlled pada 38546

orang berusia > 60 tahun yang menerima perlakuan berupa vaksin Oka live-

attenuated (Zostavax®) atau plasebo menunjukkan penggunaan vaksin ini

berkaitan dengan berkurangnya insidens HZ sebesar >50%, insidens NPH

menurun sebesar 66% dan menurunkan beban penyakit akibat HZ sebesar

61%. Vaksin ini memang tidak untuk mengeliminasi penyakit atau

menngobati NPH yang aktif.1 Reaksi simpang berupa eritema, nyeri,

pembengkakan, hematoma, pruritus, panas, reaksi lokal (inflamasi pada

tempat injeksi).21

Penggunaan vaksin HZ

Penggunaan: Mencegah HZ namun tidak dipakai untuk pengobatan HZ

dan NPH

Pasien: Laki-laki dan perempuan ≥60 tahun imunokompeten

Cara pemberian: Subkutan, pada lengan atas Diberikan dalam 30 menit

sejak vaksin dibuka

Dosis: Dosis tunggal 0,65ml/dosis.21

Pengobatan

Klasifikasi pengobatan NPH yang membagi pilihan terapi menjadi terapi

lini pertama dan kedua sangat berguna, namun strategi pengobatan harus tetap

79

Page 80: Referat TN

sesederhana mungkin. Gharibo C merekomendasikan beberapa hal yang harus

diperhatikan dalam memutuskan memulai terapi NPH dan interval pengamatan

yang memadai yaitu: derajat keparahan nyeri, dampak nyeri terhadap fungsi fisik

dan psikososial pasien, derajat kecemasan dan depresi pasien, pertimbangan

terhadap efek samping dari analgetik yang digunakan, dosis titrasi analgetik

sampai menimbulkan efek dan kemudahan dalam penggunaan analgetik dalam

keseharian.21

Pengobatan NPH meliputi berbagai modalitas meliputi terapi farmakologik

yang dibagi menjadi terapi topikal dan sistemik dan terapi non farmakologik

meliputi intervensi fisik, invasif, psikologik dan alternatif. Pendekatan

multimodalitas memberikan peluang terbaik untuk keberhasilan terapi (lihat

gambar dibawah)

Gambar Target jalur terapi NPH.21

TERAPI SISTEMIK

a. Antidepresan trisiklik (ATS)

Antidepresan trisiklik yang biasa digunakan di praktik sehari-hari

adalah amin tersier (amitriptilin, doksepin) dan amin sekunder (desipramin,

nortriptilin). Mekanisme kerja ATS adalah menghambat uptake noerepinefrin

dan serotonin, menghambat kanal kalsium serta sebagai antagonis NMDA (N-

methyl-D aspartic acid); dimana diketahui bahwa nyeri juga ditransmisikan

melalui reseptor NMDA di susunan saraf pusat.10 Selain itu, ATS juga

80

Page 81: Referat TN

bermanfaat bagi pasien NPH karena efek sedatifnya (antihistaminergik) dan

efek ansiolitiknya, yang dapat menangani gangguan tidur dan kecemasan.21

Antidepresan trisiklik ini telah terbukti efikasinya pada

penatalaksanaan NPH namun tidak mendapatkan persetujuan FDA untuk

terapi NPH. Faktor utama yang membatasi penggunaan ATS adalah efek

sampingnya. Efek samping yang biasa dijumpai antara lain: mulut kering,

fatigue, dizziness, sedasi, konstipasi, retensi urin, palpitasi, hipotensi

ortostatik, kenaikan berat badan, penglihatan kabur dan pemanjangan QT.

Penggunaan obat golongan ini harus lebih hati-hati pada orang tua dan pasien

dengan riwayat aritmia kordis atau penyakit jantung. Dosis awal 10mg setiap

malam (2 jam sebelum tidur) dengan titrasi ditingkatkan 20mg setiap 7 hari

menjadi 50 mg kemudian menjadi 100mg dan 150mg tiap malam.21

b. Antikonvulsan

Penghambat kanal kalsium

NPH pada randomized controlled trial.13 Keduanya tergolong

dalam ligand alfa-2-delta yang telah digunakan secara luas dan disetujui

oleh Food and Drug Administration (FDA). Mekanisme kerja keduanya

dalam menghasilkan efek analgesik diduga dengan mengikat secara

selektif pada subunit alfa-2-delta pada kanal kalsium tipe-L sehingga

mengurangi influks Ca2+ kedalam ujung saraf presinaptik yang akan

menghambat pelepasan neurotransmiter pronosiseptif seperti glutamat dan

substansi P yang berperan pada sensitisasi sentral. Penggunaan gabapentin

dapat menurunkan derajat nyeri, memperbaiki gangguan tidur, mood dan

kualitas hidup secara bermakna.4,13 Dosis gabapentin yaitu 100mg 3x per

hari dengan titrasi 100-300mg ditingkatkan setiap 5 hari sampai dosis

1800-3600mg per hari. Baik gabapentin dan pregabalin telah terbukti

efikasi dan keamanannya dalam terapi NPH pada randomized controlled

trial.13 Keduanya tergolong dalam ligand alfa-2-delta yang telah

digunakan secara luas dan disetujui oleh Food and Drug Administration

(FDA). Mekanisme kerja keduanya dalam menghasilkan efek analgesik

diduga dengan mengikat secara selektif pada subunit alfa-2-delta pada

kanal kalsium tipe-L sehingga mengurangi influks Ca2+ kedalam ujung

saraf presinaptik yang akan menghambat pelepasan neurotransmiter

81

Page 82: Referat TN

pronosiseptif seperti glutamat dan substansi P yang berperan pada

sensitisasi sentral. Penggunaan gabapentin dapat menurunkan derajat

nyeri, memperbaiki gangguan tidur, mood dan kualitas hidup secara

bermakna. Dosis gabapentin yaitu 100mg 3x per hari dengan titrasi 100-

300mg ditingkatkan setiap 5 hari sampai dosis 1800-3600mg per hari.

Efek samping yang sering dijumpai pada penggunaan gabapentin adalah

somnolens, dizziness, edema perifer, gangguan pada penglihatan, cara

berjalan atau keseimbangan. Dosis pregabalin 75mg 2x per hari dengan

titrasi dosis ditingkatkan sampai 150mg 2x per hari dalam 1 minggu.

Sedangkan efek samping pregabalin adalah kenaikan berat badan,

dizziness dan somnolens. Karena sebagian besar pasien NPH adalah orang

tua sangat perlu diperhatikan tentang titrasi dosis pada obat obatan ini.21

Penghambat kanal natrium

Yang termasuk golongan ini adalah karbamazepin, okskarbazepin,

fenitoin, lamotrigin, dan asam valproat. Obat-obatan golongan ini

dipertimbangkan sebagai terapi lini ketiga dalam pengobatan NPH. Pada

praktik sehari-hari, obat-obatan ini jarang digunakan karena profil

keamanan penggunaannya.21

Dosis yang dibutuhkan untuk analgesia lebih rendah daripada dosis

untuk antiepilepsi. Dosis awal karbamazepin adalah 2x100mg/hari dan

dinaikkan bertahap hingga dosis maksimum 1200mg/hari. Fenitoin

digunakan dengan dosis awal 100mg/hari hingga maksimum 500mg/hari.

Dosis awal asam valproat adalah 2x250mg/hari hingga maksimum

2000mg/hari.5 Pada sebuah penelitian selama 8 minggu, pasien yang

diterapi dengan asam valproat 1000mg/hari mengalami perbaikan nyeri

yang signifikan dibandingkan dengan plasebo.21

c. Analgetik opioid

Saat ini golongan analgetik opioid direkomendasikan sebagai terapi

lini kedua atau ketiga untuk nyeri neuropatik seperti NPH. Hal ini karena

adanya perhatian terhadap penyalahgunaan dan kekerasan dalam penggunaan

golongan ini. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah tolerabilitas

terhadap sedasi dan keluhan konstipasi yang sering dijumpai pada penggunaan

obat ini rekomendasi klinis penggunaan analgetik opioid pada NPH adalah

82

Page 83: Referat TN

menggunakan dosis sekecil mungkin. Diawali dengan terapi menggunakan

agen kerja singkat. Bila pasien menunjukkan tolerabilitas, dapat diganti opioid

kerja panjang. Analgetik opioid yang biasa digunakan adalah oksikodon,

tramadol, tapentadol dan morfin.21

Tramadol, suatu derivat sintetik kodein, merupakan analgetik yang

bekerja sentral memiliki sifat seperti analgetik opioid dan ATS. Secara khusus,

tramadol bekerja sebagai agonis reseptor-μ yang lemah, menghambat re-

uptake serotonin dan norepinefrin dan memfasilitasi pelepasan serotonin

neuronal. Sifat multimekanistik tramadol menghasilkan sifat antinosiseptif

sentral.21

Perbaikan nyeri dan kualitas hidup dengan tramadol telah dibuktikan

pada randomized controlled trial. Dosis yang direkomendasikan adalah

50mg/hari dengan titrasi dosis dapat ditingkatkan sampai 150mg 2 x per hari

dalam 1 minggu. Reaksi simpang yang umum dijumpai antara lain nausea,

konstipasi, sakit kepala dan somnolens. Penelitian Gilron dkk menunjukkan

penggunaan terapi kombinasi gabapentin dan morfin memberikan efek

analgesia yang lebih baik dengan dosis masing-masing obat lebih kecil

dibandingkan dengan terapi tunggal dengan efek samping yang paling sering

dilaporkan konstipasi, sedasi dan mulut kering.21

d. Antagonis reseptor N-Methyl-D-Aspartic Acid (NMDA)

Yang termasuk golongan ini adalah dekstrometorfan, memantin dan

ketamin. Dekstrometorfan merupakan antagonis reseptor NMDA lemah yang

telah dievaluasi penggunaannya untuk nyeri neuropatik. Namun demikian

penggunaannya pada NPH tidak terbukti mengurangi nyeri NPH. Begitupula

dengan memantin hanya menunjukkan sedikit efek yang menguntungkan

dalam mengurangi nyeri NPH.21

Ketamin merupakan antagonis reseptor NMDA non kompetitif, yang

dapat mengurangi nyeri dengan mencegah aktivasi kanal kalsium yang

berkaitan dengan NMDA yang berperan dalam sensitisasi sentral. Ketamin

dapat diberikan secara intravena, subkutan, per oral, per rektal atau topikal.

Beberapa penelitian kecil menunjukkan pemberian ketamin intravena dan

infus subkutan dapat mengurangi nyeri paroksismal dan spontan seperti

alodinia pada pasien NPH dengan sukses namun dengan efek samping yang

83

Page 84: Referat TN

signifikan seperti gatal, indurasi yang nyeri pada tempat suntikan, nausea,

fatigue dan dizziness. Hal ini membatasi penggunaan ketamin dengan cara ini.

Masalah lain yang perlu diperhatikan terutama pada pasien geriatrik adalah

efek gangguan kognisi dan halusinogenik.21

TERAPI TOPIKAL

Terapi topikal digunakan karena efek samping yang lebih sedikit karena

absorpsi sistemik yang minimal.

a. Anestesi topikal

Lidokain merupakan penghambat kanal natrium dimana bekerja

menghambat penjalaran ektopik dari saraf nosiseptor yang rusak. Lidokain

tersedia dalam bentuk patch lidokain 5%, 5% gel cream, dan eutectic mixture

of local anaesthetics (EMLA®) (lidokain 2,5% dan prilokain 2,5%) dan

lidokain 8% pump spray.

Penetrasi EMLA terjadi setelah 30 menit pengaplikasian krim. EMLA

tergolong aman dan bila digunakan dengan cara oklusi selama 90 menit

menghasilkan efek analgesia terhadap insersi jarum sedalam 5 mm. Bila

diberikan untuk NPH dengan oklusi, EMLA menunjukkan perbaikan nyeri

bermakna hingga 10 jam setelah aplikasi.

Efikasi jangka pendek patch lidokain 5% telah terbukti dalam terapi

NPH dan telah disetujui penggunaannya oleh FDA. Pada penelitian

menunjukkan penggunaan patch lidokain 5% mengurangi intensitas nyeri

secara bermakna setelah 4-12 jam pemakaian, tidak didapatkan efek samping

sistemik dan dapat ditoleransi dengan baik pada kulit yang mengalami alodinia

selama 12 jam. Penggunaan patch lidokain 5% maksimal 3 patch selama 12

jam per hari, efek terapi terbaik didapatkan setelah 2 minggu terapi. Efek

samping yang dilaporkan berupa eritema yang bersifat sementara.

Aplikasi lidokain 8% pump spray telah diperkenalkan untuk terapi

NPH. Efek analgesia sediaan ini bertahan 4,5 jam, dapat digunakan kapan saja

dengan jarak antar aplikasi 2 jam, selama 2 minggu.21

b. Kapkaisin topikal

Kapkaisin merupakan ekstrak dari Capcisum frustecans, telah banyak

digunakan untuk terapi topikal pada keadaan yang melibatkan nyeri, pruritus

84

Page 85: Referat TN

dan inflamasi. Secara komersial tersedia dalam dua macam sediaan krim

dengan konsentrasi 0,025% dan 0,075%, digunakan 3-4 kali dalam sehari.

Mekanisme kerja kapkaisin yaitu menyebabkan pelepasan substansi P dan

neuropeptida lainnya dari serabut nosiseptor (serabut C tidak bermielin).

Dengan penggunaan kapkaisin berulang, terjadi desensitisasi pada serabut

saraf epidermis yang tidak bermielin dan mengurangi hiperalgesia.

Penggunaan kapkaisin cukup terbatas karena adanya ketidaknyamanan dan

sensasi terbakar yang berhubungan dengan aktivasi nosiseptor pada awal

aplikasi. Namun demikian, tidak ditemukan efek samping sistemik pada

penggunaan kapkaisin sehingga dapat digunakan bagi pasien NPH yang

berusia lanjut. Patch kapkaisin 8% telah disetujui oleh FDA pada tahun 2009

sebagai salah satu terapi NPH.21

c. Terapi topical lainnya

Doksepin merupakan salah satu obat golongan ATS yang dapat

diaplikasikan secara topikal dan memiliki efek analgesik pada nyeri

neuropatik kronik pada manusia serta efek samping yang lebih sedikit

dibandingkan dengan pemberian ATS sistemik. Doksepin 3,3% topikal dapat

diaplikasikan tunggal atau kombinasi dengan kapkaisin 0,025%. Kombinasi

dengan kapkaisin ini menghasilkan efek analgesia yang lebih cepat.

Preparasi antiinflamasi topikal seperti mikstura aspirin/dietileter,

indometasin dan mikstura diklofenak/dietil telah diteliti untuk NPH namun

jarang digunakan pada praktik sehari-hari.21

ANESTESI LOKAL

Anestesi lokal dapat diberikan dengan injeksi subkutan, epidermal,

intratekal dan interkostal. Injeksi prokain pada saraf supraorbital dilaporkan

efektif untuk NPH oftalmik. Hilangnya 50-90% nyeri dapat dicapai oleh anestesi

infiltrasi subkutan, yang efeknya berlangsung selama beberapa jam hingga

beberapa minggu. Blok saraf interkostal pernah dilaporkan memberikan perbaikan

jangka panjang pada pasien dengan NPH torakal namun metode ini digunakan

pada kasus yang tidak berespon dengan modalitas terapi nyeri NPH yang telah

ada.21

85

Page 86: Referat TN

KORTIKOSTEROID INTRATEKAL DAN EPIDURAL

Penelitian Kotani dkk melaporkan efek analgesia yang signifikan pada

pasien yang diberikan medikasi secara intratekal. Penelitian ini mengevaluasi 277

pasien dengan NPH yang gagal terhadap terapi yang sudah ada selama 38±19

bulan, 90% pasien yang mendapat terapi metilprednisolon bebas pengawet dengan

dosis 60mg dalam 3 mL lidokain 3% secara intratekal mengalami perbaikan nyeri

good to excellent selain berkurangnya penggunaan OAINS mereka. Selain itu,

pada pengamatan selama 2 tahun dilaporkan pada pasien ini didapatkan besar efek

analgesia yang sama dan tidak didapatkan komplikasi. Namun demikian, terdapat

beberapa laporan kasus non-NPH menyebutkan risiko kortikosteroid intratekal

seperti meningitis kimiawi, araknoiditis kronik dan mielitis transversal. Oleh

karena itu, walaupun efikasi metilprednisolon intratekal tinggi namun profil

keamanannya perlu dievaluasi lebih lanjut.

Efikasi penggunaan kortikosteroid secara epidural dilaporkan oleh Kikuchi

dkk. Penelitian ini menggunakan empat injeksi epidural atau intratekal dengan

interval 1 minggu namun pemberian secara epidural tidak menunjukkan

keuntungan.21

TERAPI FISIK

Terapi fisik termasuk dalam terapi non farmakologik yang merupakan

kategori reports of benefit limited.7 Prosedur ini terbatas untuk NPH yang

refrakter dan kegagalan penggunaan analgetik. Beberapa prosedur yang banyak

digunakan antara lain counterirritation, transcutaneous electrical nerve

stimulation (TENS), stimulasi deep brain dan low intensity laser therapy (LILT).21

Transcutaneus electrical nerve stimulation adalah suatu cara penggunaan

stimulasi listrik untuk merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan

terbukti efektif untuk mengurangi berbagai tipe nyeri, tanpa menggunakan obat-

obatan, jarum, maupun pembedahan (lihat gambar 5). Pada sistem integumentum,

TENS dapat meningkatkan aliran darah ke lapisan kulit dimana hasil ini dapat

dicapai dengan meletakkan elektroda pada area nyeri dengan memperhatikan

dermatomnya.21

86

Page 87: Referat TN

Gambar Transcutaneus electrical nerve stimulation portable.21

Penggunaan TENS masih kontroversial pada terapi NPH karena

menunjukkan respon yang berbeda. Pada NPH, TENS bekerja dengan

menstimulasi aferen serabut A-beta yang kemudian menghambat impuls (pesan

nyeri) yang dibawa oleh serabut A-delta dan serabut C sehingga opioid endogen

(β-endorfin) akan dilepaskan sehingga memperpanjang aktivasi jalur analgesik.21

Untuk mendapatkan efek analgesik dari TENS, pasien diberi arahan untuk

mencoba frekuensi dan intensitas yang berbeda untuk mendapatkan tingkat nyeri

pasien yang dapat dikontrol. Parameter stimulus yang optimal bersifat subyektif

dan ditetapkan dengan trial and error. Penempatan elektroda sangat penting,

biasanya aplikasi tergantung pada area dermatom yang terkena HZ, dimana

elektroda diletakkan diatas dan dibawah dermatom yang terkena. Stimulasi yang

diberikan harus diatur untuk tidak boleh menyebabkan kontraksi dari otot yang

dipersarafi dermatom tersebut. Frekuensi yang biasa digunakan adalah 100 Hz,

dengan intensitas 80 mA, dan dianjurkan bahwa pengobatan dilakukan 3 kali

sehari selama 30 menit (lihat gambar dibawah).21

Gambar Penempatan elektroda diletakkan diatas dan dibawah dermatom yang

terkena.21

87

Page 88: Referat TN

Komplikasi penggunaan TENS jarang terjadi, yang paling sering

dilaporkan sebesar 33 % adalah iritasi kulit. Kontraindikasi TENS yaitu pasien

dengan penyakit jantung, menggunakan pacemaker, epilepsi, sedang hamil,

tromboflebitis, lesi pada area kepala, mata, leher bagian depan, dekat sinus karotis

dan permukaan mukosa, pada kulit yang sedang mengalami inflamasi. Penelitian

Barbarisi dkk menunjukkan pemberian pregabalin yang dikombinasi dengan

TENS menunjukkan hasil yang lebih baik, namun dibutuhkan kerjasama

multidisiplin ilmu pada pendekatan ini..21

2. Cluster headache

Definisi

Cluster headache adalah suatu sindrom idiopatik yang terdiri dari serangan

yang jelas dan berulang dari suatu nyeri periorbital unilateral yang mendadak dan

parah.22

Patofisiologi

Patofisiologi dari cluster headache belum sepenuhnya dimengerti.

Periodisitasnya dikaitkan dengan pengaruh hormon pada hipotalamus (terutama

nukleus suprachiasmatik). Baru-baru ini neuroimaging fungsional dengan positron

emision tomografi (PET) dan pencitraan anatomis dengan morfometri voxel-base

telah mengidentifikasikan bagian posterior dari substansia grisea dari hipotalamus

sebagai area kunci dasar kerusakan pada cluster headache.22

Nyeri pada cluster headache diperkirakan dihasilkan pada tingkat

kompleks perikarotid/sinus kavernosus. Daerah ini menerima impuls simpatis dan

parasimpatis dari batang otak, mungkin memperantarai terjadinya fenomena

otonom pada saat serangan. Peranan pasti dari faktor-faktor imunologis dan

vasoregulator, sebagaimana pengaruh hipoksemia dan hipokapnia pada cluster

headache masih kontroversial.22

88

Page 89: Referat TN

Penyebab

Penyebab pasti sakit kepala cluster tidak diketahui, tetapi ketidak normalan

pada hypothalamus sepertinya berperan. Serangan cluster terjadi seperti rutinitas

harian, dan siklus periode cluster sering mengikuti musim dalam setahun. Pola ini

menunjukkan pola jam biologis tubuh terlibat. Pada manusia, jam biologis tubuh

terdapat pada hypothalamus, yang berada di dalam pada tengah otak.

Ketidaknormalan hypothalamus menerangkan waktu dan siklus alami sakit kepala

cluster. Penelitian mendeteksi peningkatan aktifitas pada hypothalamus menajdi

sumber sakit kepala cluster. Faktor lain yang mungkin juga terlibat adalah:

Hormon. Orang dengan sakit kepala cluster memiliki ketidaknormalan tingkat

hormon tertentu, seperti melatonin dan cortisol, terjadi saat periode cluster.

Neurotransmitter. Berubahnya tingkat beberapa reaksi kimia yang membawa

impuls syaraf pada otak (neurotransmitter), seperti serotonin, mungkin

memiliki peran dalam tumbuhnya sakit kepala cluster.22

Tidak seperti migrain atau sakit kepala karena ketegangan, sakit kepala

cluster umumnya tidak berkaitan dengan pemicu seperti makanan, perubahan

hormon atau stress. Tapi sekali periode cluster mulai, mengkonsumsi alkohol

dapat dengan cepat memicu pecahnya sakit kepala. Untuk alasan ini, banyak

orang dengan sakit kepala cluster menghindari alkohol pada saat durasi periode

cluster. Pemicu lain yang mungkin juga termasuk adalah penggunaan obat medis,

seperti nitroglycerin, obat yang digunakan untuk penyakit jantung.22

Faktor risiko

Laki-laki. Lelaki lebih mungkin dari pada wanita untuk memiliki sakit kepala

cluster.

Orang dewasa. Banyak orang dengan sakit kepala cluster pertama kali muncul

pada saat usia akhir 20an, meskipun kondisi ini dapat berkembang pada usia

berapapun.

Merokok. Kebanyakan orang yang mengalami sakit serangan kepala cluster

adalah perokok.

89

Page 90: Referat TN

Minum alkohol. Alkohol dapat memicu serangan jika anda memiliki risiko

sakit kepala cluster.

Catatan keluarga. Jika orang tua atau saudara kandung memiliki sakit kepala

cluster, anda dapat mengalami peningkatan risiko sakit kepala cluster.22

Klasifikasi

Berdasarkan jangka waktu periode cluster dan periode remisi, international

headache society telah mengklasifikasikan cluster headache menjadi dua tipe :

1. Episodik, dalam bentuk ini cluster headache terjadi setiap hari selama satu

minggu sampai satu tahun diikuti oleh remisi tanpa nyeri yang berlangsung

beberapa minggu sampai beberapa tahun sebelum berkembangnya periode

cluster selanjutnya.

2. Kronik, dalam bentuk ini cluster headache terjadi setiap hari selama lebih dari

satu tahun dengan tidak ada remisi atau dengan periode tanpa nyeri

berlangsung kurang dari dua minggu.22

Sekitar 10 sampai 20 % orang dengan cluster headache mempunyai tipe

kronik. Cluster headache kronik dapat berkembang setelah suatu periode serangan

episodik atau dapat berkembang secara spontan tanpa di dahului oleh riwayat sakit

kepala sebelumnya. Beberapa orang mengalami fase episodik dan kronik secara

bergantian.22

Para peneliti memusatkan pada mekanisme yang berbeda untuk

menjelaskan karakter utama dari cluster headache. Mungkin terdapat riwayat

keluarga dengan cluster headache pada penderita, yang berarti ada kemungkinan

faktor genetik yang terlibat. Beberapa faktor dapat bekerja sama menyebabkan

cluster headache. 22

Pemicu Cluster Headache

Tidak seperti migraine dan sakit kepala tipe tension, cluster headache

umumnya tidak berkaitan dengan pemicu seperti makanan, perubahan hormonal

atau stress. Namun pada beberapa orang dengan cluster headache adalah

90

Page 91: Referat TN

merupakan peminum berat dan perokok berat. Setelah periode cluster dimulai,

konsumsi alkohol dapat memicu sakit kepala yang sangat parah dalam beberapa

menit. Untuk alasan ini banyak orang dengan cluster headache menjauhkan diri

dari alkohol selama periode cluster. Pemicu lainnya adalah penggunaan obat-

obatan seperti nitrogliserin, yang digunakan pada pasien dengan penyakit

jantung.22

Permulaan periode cluster seringkali setelah terganggunya pola tidur yang

normal, seperti pada saat liburan atau ketika memulai pekerjaan baru atau jam

kerja yang baru. Beberapa orang dengan cluster headache juga mengalami apnea

pada saat tidur, suatu kondisi dimana terjadinya kolaps sementara pada dinding

tenggorokan sehingga menyumbat jalan nafas berulang kali pada saat tidur.22

Tanda dan Gejala

Sakit kepala cluster menyerang dengan cepat, biasanya tanpa peringatan.

Tanda dan gejala khususnya adalah:

Sakit yang mengerikan, biasanya terdapat pada atau sekitar mata, tapi dapat

merambat pada area lain di wajah, kepala, leher dan pundak.

Sakit pada satu sisi

Kegelisahan

Keluar air mata secara berlebihan

Mata merah sebagai efek samping

Lendir atau basah pada lubang hisung sebagai efek samping pada wajah

Berkeringat, kulit pucat pada wajah

Bengkak di sekitar mata sebagai efek samping pada wajah

Ukuran pupil yang mengecil

Kelopak mata yang layu.22

Sakit pada sakit kepala cluster sering digambarkan sebagai rasa sakit yang

tajam, menusuk atau membakar. Orang dengan kondisi ini berkata bahwa rasa

sakit terasa seperti alat pengorek api yang panas pada mata atau bola mata serasa

terdorong keluar. Orang dengan sakit kepala cluster muncul kegelisahan,

91

Page 92: Referat TN

menyukai kecepatan atau duduk dan berayun maju mundur untuk menenangkan

rasa sakit. Kontras dengan orang dengan migrain, orang dengan sakit kepala

cluster biasanya menghindari posisi berbaring karena dapat meningkatkan rasa

sakit.22

Beberapa gejala mirip migrain, termasuk mual, sensitive terhadap cahaya

dan suara, dan pancaran, yang mungkin terjadi dengan sakit kepala cluster.

Karakteristik periode cluster biasanya berakhir dari satu sampai 12 minggu.

Tanggal mulai dan durasi masing-masing periode cluster mungkin akan sama dari

period eke periode. Sebagai contoh, periode cluster terjadi musiman, seperti setiap

musim semi atau musim gugur. Banyak orang memiliki sakit kepala cluster yang

berkelanjutan, yang maksudnya sakit kepala cluster terjadi untuk satu bulan ke

tahun, periode berhentinya rasa sakit juga antara 6 sampai 12 bulan sebelum sakit

kepala cluster lain muncul. Periode kronis mungkin berlanjut lebih dari setahun,

atau periode berhentinya mungkin berakhir lebih singkat dari sebulan. Saat

periode cluster:

Sakit kepala terjadi setiap hari, terkadang beberapa kali sehari.

Satu serangan dapat terjadi dari 15 menit sampai 3 jam.

Serangan terjadi pada waktu yang sama setiap 24 jam.

Serangan biasa terjadi antara jam 9 malam dan jam 9 pagi.22

Rasa sakit biasanya berakhir tiba-tiba seperti munculnya, dengan cepat

intensitasnya berkurang. Setelah serangan, banyak orang bebas sepenuhnya dari

rasa sakit akan tetapi muncul perasaan lelah.22

Diagnosis

Cluster headache mempunyai ciri khas tipe nyeri dan pola serangan. Suatu

diagnosis tergantung kepada gambaran dari serangan, termasuk nyeri, lokasi dan

keparahan sakit kepala, dan gejala-gejala lainnya yang terkait. Frekuensi dan lama

waktu terjadinya sakit kepala juga merupakan faktor yang penting.22

Keterlibatan fenomena otonom yang jelas adalah sangat penting pada

cluster headache. Tanda-tanda tersebut diantaranya adalah rinorea dan hidung

92

Page 93: Referat TN

tersumbat ipsilateral, lakrimasi, hiperemi pada konjungtiva, diaforesis pada wajah,

edema pada palpebra dan sindrom Horner parsial atau komplit, takikardia juga

sering ditemukan. 22

Pemeriksaan neurologis dapat membantu untuk mendeteksi tanda-tanda

dari cluster headache. Terkadang pupil terlihat lebih kecil atau palpebra terjatuh

bahkan diantara serangan.22

Cluster headache adalah suatu diagnosis klinis, pada kasus-kasus yang

jarang lesi struktural dapat menyerupai gejala-gejala dari cluster headache,

menegaskan perlunya pemeriksaan neuroimaging. Uji yang dilakukan adalah CT-

Scan dan MRI.22

Terapi

Tidak ada terapi untuk menyembuhkan cluster headache. Tujuan dari

pengobatan adalah menolong menurunkan keparahan nyeri dan memperpendek

jangka waktu serangan. Obat-obat yang digunakan untuk cluster headache dapat

dibagi menjadi obat-obat simtomatik dan profilaktik. Obta-obat simtomatik

bertujuan untuk menghentikan atau mengurangi rasa nyeri setelah terjadi serangan

cluster headache, sedangkan obat-obat profilaktik digunakan untuk mengurangi

frekuensi dan intensitas eksaserbasi sakit kepala.22

Karena sakit kepala tipe ini meningkat dengan cepat pengobatan

simtomatik harus mempunyai sifat bekerja dengan cepat dan dapat diberikan

segera, biasanya menggunakan injeksi atau inhaler daripada tablet per oral.22

Pengobatan simtomatik termasuk :

1. Oksigen. Menghirup oksigen 100 % melalui sungkup wajah dengan kapasitas

7 liter/menit memberikan kesembuhan yang baik pada 50 sampai 90 % orang-

orang yang menggunakannya. Terkadang jumlah yang lebih besar dapat lebih

efektif. Efek dari penggunaannya relatif aman, tidak mahal, dan efeknya dapat

dirasakan setelah sekitar 15 menit. Kerugian utama dari penggunaan oksdigen

ini adalah pasien harus membawa-bawa tabung oksigen dan pengaturnya,

93

Page 94: Referat TN

membuat pengobatan dengan cara ini menjadi tidak nyaman dan tidak dapat di

akses setiap waktu. Terkadang oksigen mungkin hanya menunda daripada

menghentikan serangan dan rasa sakit tersebut akan kembali.22

2. Sumatriptan. Obat injeksi sumatriptan yang biasa digunakan untuk mengobati

migraine, juga efektif digunakan pada cluster headache. Beberapa orang

diuntungkan dengan penggunaan sumatriptan dalam bentuk nasal spray namun

penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk menentukan

keefektifannya.22

3. Ergotamin. Alkaloid ergot ini menyebabkan vasokontriksi pada otot-otot polos

di pembuluh darah otak. Tersedia dalam bentuk injeksi dan inhaler,

penggunaan intra vena bekerja lebih cepat daripada inhaler dosis harus

dibatasi untuk mencegah terjadinya efek samping terutama mual, serta hati-

hati pada penderita dengan riwayat hipertensi.22

4. Obat-obat anestesi lokal. Anestesi lokal menstabilkan membran saraf sehingga

sel saraf menjadi kurang permeabel terhadap ion-ion. Hal ini mencegah

pembentukan dan penghantaran impuls saraf, sehingga menyebabkan efek

anestesi lokal. Lidokain intra nasal dapat digunakan secara efektif pada

serangan cluster headache. Namun harus berhati-hati jika digunakan pada

pasien-pasien dengan hipoksia, depresi pernafasan, atau bradikardi.22

Obat-obat profilaksis :

1. Anti konvulsan. Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis pada cluster

headache telah dibuktikan pada beberapa penelitian yang terbatas. Mekanisme

kerja obat-obat ini untuk mencegah cluster headache masih belum jelas,

mungkin bekerja dengan mengatur sensitisasi di pusat nyeri.

2. Kortikosteroid. Obat-obat kortikosteroid sangat efektif menghilangkan siklus

cluster headache dan mencegah rekurensi segera. Prednison dosis tinggi

diberikan selam beberapa hari selanjutnya diturunkan perlahan. Mekanisme

kerja kortikosteroid pada cluster headache masih belum diketahui.22

Pembedahan

94

Page 95: Referat TN

Pembedahan di rekomendasikan pada orang-orang dengan cluster

headache kronik yang tidak merespon dengan baik dengan pengobatan atau pada

orang-orang yang memiliki kontraindikasi pada obat-obatan yang digunakan.

Seseorang yang akan mengalami pembedahan hanyalah yang mengalami serangan

pada satu sisi kepal saja karena operasi ini hanya bisa dilakukan satu kali. Orang-

orang yang mengalami serangan berpindah-pindah dari satu sisi ke sisi yang lain

mempunyai resiko kegagalan operasi.22

Ada beberapa tipe pembedahan yang dapat dilakukan untuk mengobati

cluster headache. Prosedur yang dilakukan adalah merusak jalur saraf yang

bertanggungjawab terhadap nyeri.22

Blok saraf invasif ataupun prosedur bedah saraf non-invasif (contohnya

radio frekuensi pericutaneus, gangliorhizolisis trigeminal, rhizotomi) telah

terbukti berhasil mengobati cluster headache. Namun demikian terjadi efek

samping berupa diastesia pada wajah, kehilangan sensoris pada kornea dan

anestesia dolorosa.22

Pembedahan dengan menggunakan sinar gamma sekarang lebih sering

digunakan karena kurang invasif. Metode baru dan menjanjikan adalah

penanaman elektroda perangsang dengan menggunakan penunjuk jalan

stereostatik di bagian inferior hipotalamus. Penelitian menunjukkan bahwa

perangsangan hipotalamus pada pasien dengan cluster headache yang parah

memberikan kesembuhan yang komplit dan tidak ada efek samping yang

signifikan.22

Pencegahan

Karena penyebab dari cluster headache masih belum diketahui dengan

pasti kita belum bisa mencegah terjadinya serangan pertama. Namun kita dapat

mencegah sakit kepala ulangan yang lebih berat. Penggunaan obat-obat preventif

jangka panjang lebih menguntungkan dari yang jangka pendek. Obat-obat

preventif jangka panjang antara lain adalah penghambat kanal kalsium dan kanal

karbonat. Sedangakan yang jangka pendek termasuk diantaranya adalah

95

Page 96: Referat TN

kortikosteroid, ergotamin dan obat-obat anestesi lokal. Menghindari alkohol dan

nikotin dan faktor resiko lainnya dapat membantu mengurangi terjadinya

serangan.22

Prognosis

80 % pasien dengan cluster headache berulang cenderung untuk mengalami

serangan berulang.

Cluster headache tipe episodik dapat berubah menjadi tipe kronik pada 4

sampai13 % penderita.

Remisi spontan dan bertahan lama terjadi pada 12 % penderita, terutama pada

cluster headache tipe episodik.

Umumnya cluster headache adalah masalah seumur hidup.

Onset lanjut dari gangguan ini teruama pada pria dengan riwayat cluster

headache tipe episodik mempunyai prognosa lebih buruk.22

3. Glossopharingeal Neuralgia

Dalam penyakit saraf jenis ini, rasa nyeri yang hebat terasa pada pangkal

lidah, satu amandel, sebelah leher, rongga telinga bagian yang sama. Gejala

timbul pertama kali setelah mencapai usia 40 tahun ; dan anehnya kaum pria lebih

banyak diserang dari pada wanita. Serangan itu sering terasa karena mengunyah,

menelan, berbicara atau menguap. Rasa nyeri itu hanya bertahan selama beberapa

menit, tetapi serangan itu begitu hebat sehingga pasien kadang-kadang pingsan.23

Obat-obat jarang sekali membawa hasil yang memuaskan. Penggunaan

obat bius dapat menimbulkan kecanduan kalau tidak digunakan dengan hati-hati.

Membedah atau memotong saraf yang bersangkutan merupakan pengobatan yang

lebih baik.23

4. Kelainan Temporomandibuler (Conten’s Sindrom)

Definisi :

Gangguan TMJ adalah sekelompok masalah-masalah kompleks sendi

rahang. Gangguan TMJ juga kadang-kadang disebut sebagai nyeri myofacial

disfungsi dan Costen's syndrome. Karena otot dan persendian bekerja sama,

96

Page 97: Referat TN

masalah dengan salah satu dapat menyebabkan kejang, sakit kepala, sakit telinga,

masalah gigitan (malocclusion), mengklik suara, atau terkunci rahang.24

Klasifikasi

Kelainan STM dapat dikelompokkan dalam 2 bagian yaitu : gangguan

fungsi akibat adanya kelainan struktural dan dangguan fungsi akibat adanya

penyimpangan dalam aktifitas salah satu komponen fungsi sistem mastikasi

(disfungsi). Kelainan STM akibat kelainan struktural jarang dijumpai dan

terbanyak dijumpai adalah disfungsi.25

STM yang diberikan beban berlebihan  akan menyebabkan kerusakan pada

strukturnya atau mengganggu hubungan fungsional yang normal antara kondilus,

diskus dan eminensia yang akan menimbulkan rasa sakit, kelainan fungsi tubuh,

atau kedua-keduanya. Idealnya, semua pergerakan STM harus dipenuhi tanpa rasa

sakit dan bunyi pada sendi.25

a. kelainan struktural

Kelainan struktural adalah kelainan yang disebabkan oleh perubahan

struktur persendian akibat gangguan pertumbuhan, trauma eksternal, penyakit

infeksi atau neoplasma dan umumnya jarang dijumpai.

Gangguan pertumbuhan konginetal berkaitan dengan hal-hal yang

terjadi sebelum kelahiran yang menyebabkan kelainan perkembangan yang

muncul setelah kelahiran. Umumnya  gangguan tersebut terjadi pada kondilus

yang menyebabkan kelainan selain pada bentuk wajah yang menimbulkan

masalah estetika juga masalah fungsional

Cacat juga dapat terjadi pada permukaan artikular, yang maana  cacat

ini dapat menyebabkan masalah pada saat sendi berputar yang dapat pula

melibatkan permukaan diskus. Cacat dapat disebabkan karena trauma pada

rahang bawah, peradangan, dan kelainan struktural. Perubahan di dalam

artikular juga dapat terjadi kerena variasi dari tekanan emosional. Oleh karena

itu, ketika tekanan emosional meningkat, maka tekanan pada artikular

berlebihan, menyebabkan terjadinya perubahan pergerakan.

Tekanan yang berlebihan pada sendi dapat mengakibatkan penipisan

pada diskus. Tekanan  berlebihan yang terus menrus pada akhirnya

97

Page 98: Referat TN

menyebabkan perforasi dan keausan sampai terjadi fraktur pada diskus yang

dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada permukaan artikular

Kelainan trauma akibat perubahan pada STM dapat menyebabkan

kerusakan pada jaringan, kondilus ataupun keduanya. Konsekuensi yang

mungkin terjadi adlah dislokasi, hemartrosisi dan fraktur kondilus. Pasien

yang mengalami dislokasi tidak dapat menutup mulut dan terjadi open bite

anterior, serta dapat tekanan pada satu atau dua saluran pendengaran.

Kelainan struktural akibat trauma STM juga dapat menyebabkan

edema atau hemorage di dalam sendi. Jika trauma belum menyebabkan fraktur

mandibula, pada umumnya pasien mengalami pembengkakan pada daerah

STM , sakit bila digerakaan dan pergerakan sendi berkurang. Kondisi ini

kadang kadang dikenal sebagai radang sendi traumatis.

Kelainan struktural yang dipengaruhi penyakit infeksi akan melibatkan

sistem muskuluskeletal yang banyak terdapat pada STM, penyakit-penyakit

tersebut antara lain yaitu osteoarthritis dan reumatoid arthritis adalah suatu

penyakit peradangan sistemik yang melibatkan sekililing STM.25

b. Gangguan Fungsional

Gangguan fungsional adalah masalah-masalah STM yang timbul

akibat fungsi yang menyimpang kerena adanya kelainan pada posisi dan

fungsi gigi-geligi, atau otot-otot kunyah.

Suatu keadaan fisiologis atau yang biasa disebut orthofunction yakni

batas toleransi tiap individu saat melakukan pergeseran mandibula saat

melakukan pergeseran mmandibula tanpa menimbulakan keluhan otot ditandai

dengan adanya keserasian antara morfologi oklusi dan fungsi neuromuskular.

Istilah keadaan ini dikenal dengan zona toleransi fisiologik. Apabila ada

rangsangan yang menyimpang dari biasanya akibat oklusi gigi yang

menimbulkan kontak prematur, respon yang timbul berfariasi akibat biologis 

yang umumnya merupakan respon adaptif atau periode adaptasi. Disini terjadi

perubahan-perubahan adaptif pada jaringan yang terlibat sebagai upaya

menerima rangsangan yang menyimpang tersebut contoh dari perubahan

adaptif adalah ausnya permukaan oklusal gigi, timbulnya perubahan membran

periodontal, resorbsi alveolar setempat. Periode oklusi ini akan jalan terus

menerus sampai batas toleransi fisiologis otoy-otot  atau jaringan sekitar telah

98

Page 99: Referat TN

terlampaui. Berapa lama adatasi ini akan berlangsung berbeda antara individu

yang satu dengan yang lain, dan dipengaruhi oleh keadaan patologi. Setelah

batas psikologis ini terlampaui respon jaringan mengalami perubahann yang

bersifat lebih patologis. Keluhan dirasakan pada otot-otot pergerakan

mandibula, atau dapat pula pada sendi temporo mandibula.25

ETIOLOGI

1. Kondisi oklusi.

Dulu oklusi selalu dianggap sebagai penyebab utama terjadinya TMD,

namun akhir-akhir ini banyak diperdebatkan

2. Trauma

Trauma dapat dibagi menjadi dua :

Macrotrauma : Trauma besar yang tiba-tiba dan mengakibatkan perubahan

struktural, seperti pukulan pada wajah atau kecelakaan.

Microtrauma : Trauma ringan tapi berulang dalam jangka waktu yang

lama, seperti bruxism dan clenching. Kedua hal tersebut dapat

menyebabkan microtrauma pada jaringan yang terlibat seperti gigi, sendi

rahang, atau otot.

3. Stress emosional

Keadaan sistemik yang dapat mempengaruhi fungsi pengunyahan

adalah peningkatan stres emosional. Pusat emosi dari otak mempengaruhi

fungsi otot. Hipotalamus, sistem retikula, dan sistem limbic adalah yang

paling bertanggung jawab terhadap tingkat emosional individu. Stres sering

memiliki peran yang sangat penting pada TMD.

Stres adalah suatu tipe energi. Bila terjadi stres, energi yang timbul

akan disalurkan ke seluruh tubuh. Pelepasan secara internal dapat

mengakibatkan terjadinya gangguan psikotropik seperti hipertensi, asma, sakit

jantung, dan/atau peningkatan tonus otot kepala dan leher. Dapat juga terjadi

peningkatan aktivitas otot nonfungsional seperti bruxism atau clenching yang

merupakan salah satu etiologi TMD

4. Deep pain input (Aktivitas parafungsional)

Aktivitas parafungsional adalah semua aktivitas di luar fungsi normal

(seperti mengunyah, bicara, dan menelan), dan tidak mempunyai tujuan

fungsional. Contohnya adalah bruxism, dan kebiasaankebiasaan lain seperti 99

Page 100: Referat TN

menggigit-gigit kuku, pensil, bibir, mengunyah satu sisi, tongue thrust, dan

bertopang dagu. Aktivitas yang paling berat dan sering menimbulkan masalah

adalah bruxism, termasuk clenching dan grinding. Beberapa literatur

membedakan antara bruxism dan clenching. Bruxism adalah mengerat gigi

atau grinding terutama pada malam hari, sedangkan clenching adalah

mempertemukan gigi atas dan bawah dengan keras yang dapat dilakukan pada

siang ataupun malam hari.25

Gejala Gangguan Sendi Rahang

Kelainan-kelainan sakit sendi rahang umumnya terjadi karena aktivitas

yang tidak berimbang dari otot-otot rahang dan/atau spasme otot rahang dan

pemakaian berlebihan. Gejala-gejala bertendensi menjadi kronis dan perawatan

ditujukan pada eliminasi faktor-faktor yang mempercepatnya. Banyak gejala-

gejala mungkin terlihat tidak berhubungan dengan TMJ sendiri. Berikut adalah

gejala-gejala yang umum:

1. Sakit Telinga: Kira-kira 50% pasien dengan gangguan sendi rahang merasakan

sakit telinga namun tidak ada tanda-tanda infeksi. Sakit telinganya umumnya

digambarkan sepertinya berada di muka atau bawah telinga. Seringkali,

pasien-pasien dirawat berulangkali untuk penyakit yang dikirakan infeksi

telinga, yang seringkali dapat dibedakan dari TMJ oleh suatu yang

berhubungan dengan kehilangan pendengaran (hearing loss) atau drainase

telinga (yang dapat diharapkan jika memang ada infeksi telinga). Karena sakit

telinga terjadi begitu umum, spesialis-spesialis kuping sering diminta

bantuannya untuk membuat diagnosis dari gangguan sendi rahang.

2. Kepenuhan Telinga: Kira-kira 30% pasien dengan gangguan sendi rahang

menggambarkan telinga-telinga yang teredam (muffled), tersumbat (clogged)

atau penuh (full). Mereka dapat merasakan kepenuhan telinga dan sakit

sewaktu pesawat terbang berangkat (takeoffs) dan mendarat (landings).

Gejala-gejala ini umumnya disebabkan oleh kelainan fungsi dari tabung

Eustachian (Eustachian tube), struktur yang bertanggung jawab untuk

pengaturan tekanan ditelinga tengah. Diperkirakan pasien dengan gangguan

sendi rahang mempunyai aktivitas hiper (spasme) dari otot-otot yang

bertanggung jawab untuk pengaturan pembukaan dan penutupan tabung

eustachian.

100

Page 101: Referat TN

3. Dengung Dalam Telinga (Tinnitus): Untuk penyebab-penyebab yang tidak

diketahui, 33% pasien dengan gangguan sendi rahang mengalami suara bising

(noise) atau dengung (tinnitus). Dari pasien-pasien itu, separuhnya akan hilang

tinnitusnya setelah perawatan TMJnya yang sukses.

4. Bunyi-Bunyi: Bunyi-bunyi kertakan (grinding), klik ( clicking) dan meletus

(popping), secara medis diistilahkan crepitus, adalah umum pada pasien-

pasien dengan gangguan sendi rahang. Bunyi-bunyi ini dapat atau tidak

disertai dengan sakit yang meningkat.

5. Sakit Kepala: Hampir 80% pasien dengan gangguan sendi rahang mengeluh

tentang sakit kepala, dan 40% melaporkan sakit muka. Sakitnya seringkal

menjadi lebih ketika membuka dan menutup rahang. Paparan kepada udara

dingin atau udara AC dapat meningkatkan kontraksi otot dan sakit muka.

6. Pusing: Dari pasien-pasien dengan gangguan sendi rahang, 40% melaporkan

pusing yang samar atau ketidakseimbangan (umumnya bukan suatu spinning

type vertigo). Penyebab dari tipe pusing ini belum diketahui.

7. Penelanan : Kesulitan menelan atau perasaan tidak nyaman ketika menelan

8. Rahang Terkunci : Rahang terasa terkunci atau kaku, sehingga  sulit membuka

atau menutup mulut

9. Gigi: Gigi-gigi tidak mengalami perlekatan yang sama karena ada sebagian

gigi yang mengalami kontak prematur dan bisa d sebabkan karena maloklusi

atau merasa gigitan tidak pas.25

Diagnosis

Anamnesis:

Riwayat kesehatan. Seperti berapa lama merasakan sakit pada rahang, apakah

pernah mengalami cedera di rahang, atau apakah pernah mendapatkan perawatan

gigi baru-baru ini. Menanyakan apakah sedang stress atau mengalami anxietas

(kecemasan).25

Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi 

Untuk melihat adanya kelainan sendi temporomandibular perlu

diperhatikan gigi, sendi rahang dan otot pada wajah serta kepala dan wajah.

Apakah pasien menggerakan mulutnya dengan nyaman selama berbicara atau

pasien seperti menjaga gerakan dari rahang bawahnya. Terkadang pasien

101

Page 102: Referat TN

memperlihatkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik selama interview seperti

bruxism.25

2. Palpasi :

a. Masticatory muscle examination: Pemeriksaan dengan cara palpasi sisi

kanan dan kiri pada dilakukan pada sendi dan otot pada wajah dan daerah

kepala.

b. Temporalis muscle, yang terbagi atas 3 segmen yaitu anterior, media, dan

posterior.

c. Zygomatic arch (arkus zigomatikus).

d. Masseter muscle

e. Digastric muscle

f. Sternocleidomastoid muscle

g. Cervical spine

h. Trapezeus muscle, merupakan Muscular trigger point serta menjalarkan

nyeri ke dasar tengkorang dan bagian temporal

i. Lateral pterygoid muscle

j. Medial pterygoid muscle

k. Coronoid process

l. Muscular Resistance Testing: Tes ini penting dalam membantu mencari

lokasi nyeri dan tes terbagi atas 5, yaitu :

Resistive opening (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada ruang

inferior m.pterigoideus lateral)

Resistive closing (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m.

temporalis, m. masseter, dan m. pterigoideus medial)

Resistive lateral movement (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada

m. pterigoideus lateral dan medial yang kontralateral)

Resistive protrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m.

pterigoideus lateral)

Resistive retrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada bagian

posterior m. temporalis).25

3. Pemeriksaan tulang belakang dan cervical : Dornan dkk memperkirakan

bahwa pasien dengan masalah TMJ juga memperlihatkan gejala pada cervikal.

102

Page 103: Referat TN

Pada kecelakaan kendaraan bermotor kenyataannya menunjukkan kelainan

pada cervikal maupun TMJ. Evaluasi pada cervikal dilakukan dengan cara :

a. Menyuruh pasien berdiri pada posisi yang relaks, kemudian dokter menilai

apakah terdapat asimetris kedua bahu atau deviasi leher

b. Menyuruh pasien untuk menghadap kesamping untuk melihat postur leher

yang terlalu ke depan

c. Menyuruh pasien untuk memutar (rotasi) kepalanya ke setiap sisi, dimana

pasien seharusnya mampu untuk memutar kepala sekitar 80 derajat ke

setiap sisi.

d. Menyuruh pasien mengangkat kepala ke atas (ekstensi) dan ke bawah

(fleksi), normalnya pergerakan ini sekitar 60 derajat

e. Menyuruh pasien menekuk kepala kesamping kiri dan kanan, normalnya

pergerakan ini 45 derajat.25

4. Auskultasi : Joint sounds

Bunyi sendi TMJ terdiri dari “clicking” dan ‘krepitus’. “Clicking”

adalah bunyi singkat yang terjadi pada saat membuka atau menutup mulut,

bahkan keduanya. “Krepitus” adalah bersifat difus, yang biasanya berupa

suara yang dirasakan menyeluruh pada saat membuka atau menutup mulut

bahkan keduanya. “Krepitus” menandakan perubahan dari kontur tulang

seperti pada osteoartrosis. “Clicking” dapat terjadi pada awal, pertengahan,

dan akhir membuka dan menutup mulut. Bunyi “click” yang terjadi pada akhir

membuka mulut menandakan adanya suatu pergeseran yang berat. TMJ

‘clicking’ sulit didengar karena bunyinya halus, maka dapat didengar dengan

menggunakan stetoskop.25

5. Range of motion:

Pemeriksaan pergerakan ”Range of Motion” dilakukan dengan

pembukaan mulut secara maksimal, pergerakan dari TMJ normalnya lembut

tanpa bunyi atau nyeri. Mandibular range of motion diukur dengan:

a. Maximal interticisal opening (active and passive range of motion)

b. Lateral movement

c. Protrusio movement.25

Pemeriksaan penunjang

103

Page 104: Referat TN

1. Transcranial radiografi : Menggunakan sinar X, untuk dapat menilai kelainan,

yang harus diperhatikan antara lain:

a. Condyle pada TMJ dan bagian pinggir kortex harus diperhatikan

b. Garis kortex dari fossa glenoid dan sendi harus dilihat.

c. Struktur condyle mulus, rata, dan bulat, pinggiran kortex rata.

d. Persendian tidak terlihat karena bersifat radiolusen.

e. Perubahan patologis yang dapat terlihat pada condyle diantaranya

flattening, lipping.

2. Panoramik Radiografi : Menggunakan sinar X, dapat digunakan untuk melihat

hampir seluruh regio maxilomandibular dan TMJ. Kelemahan dari

pemeriksaan ini antara lain :

a. Terdapatnya bayangan atau struktur lain pada foto X ray.

b. Fenomena distorsi, dimana terjadi penyimpangan bentuk yang sebenarnya

yang terjadi akibat goyang saat pengambilan gambar.

c. Gambar yang kurang tajam. Kelainan yang dapat dilihat antara lain fraktur,

dislokasi, osteoatritis, neoplasma, kelainan pertumbuhan pada TMJ.

3. CT Scan : Menggunakan sinar X, merupakan pemeriksaan yang akurat untuk

melihat kelainan tulang pada TMJ.25

Perawatan Ganggguan Sendi Rahang

Dukungan utama dari perawatan untuk sakit sendi rahang akut adalah

panas dan es, makanan lunak (soft diet) dan obat-obatan anti peradangan

( Suryonegoro H, 2009 ).25

1. Jaw Rest (Istirahat Rahang)

Sangat menguntungkan jika membiarkan gigi-gigi terpisah sebanyak

mungkin. Adalah juga sangat penting mengenali jika kertak gigi (grinding) terjadi

dan menggunakan metode-metode untuk mengakhiri aktivitas-aktivitas ini. Pasien

dianjurkan untuk menghindari mengunyah permen karet atau makan makanan

yang keras, kenyal (chewy) dan garing (crunchy), seperti sayuran mentah,

permen-permen atau kacang-kacangan. Makanan-makanan yang memerlukan

pembukaan mulut yang lebar, seperti hamburger, tidak dianjurkan ( Suryonegoro

H, 2009 ).25

2. Terapi Panas dan Dingin

104

Page 105: Referat TN

 Terapi ini membantu mengurangi tegangan dan spasme otot-otot.

Bagaimanapun, segera setelah suatu luka pada sendi rahang, perawatan dengan

penggunaan dingin adalah yang terbaik. Bungkusan dingin (cold packs) dapat

membantu meringankan sakit (Suryonegoro H, 2009 ).25

3. Obat-obatan

Obat-obatan anti peradangan seperti aspirin, ibuprofen (Advil dan

lainnya), naproxen (Aleve dan lainnya), atau steroids dapat membantu mengontrol

peradangan. Perelaksasi otot seperti diazepam (Valium), membantu dalam

mengurangi spasme-spasme otot ( Suryonegoro H, 2009 ).25

4. Terapi Fisik

Pembukaan dan penutupan rahang secara pasiv, urut (massage) dan

stimulasi listrik membantu mengurangi sakit dan meningkatkan batasan

pergerakan dan kekuatan dari rahang ( Suryonegoro H, 2009 ).25

5. Managemen stres

Kelompok-kelompok penunjang stres, konsultasi psikologi, dan obat-

obatan juga dapat membantu mengurangi tegangan otot. Umpanbalikbio

(biofeedback) membantu pasien mengenali waktu-waktu dari aktivitas otot yang

meningkat dan spasme dan menyediakan metode-metode untuk membantu

mengontrol mereka ( Suryonegoro H, 2009 ).25

6. Terapi Occlusal

Pada umumnya suatu alat acrylic yang dibuat sesuai pesanan dipasang

pada gigi-gigi, ditetapkan untuk malam hari namun mungkin diperlukan sepanjang

hari. Ia bertindak untuk mengimbangi gigitan dan mengurangi atau mengeliminasi

kertakan gigi (grinding) atau bruxism ( Suryonegoro H, 2009 ).25

7. Koreksi Kelainan Gigitan

Terapi koreksi gigi, seperti orthodontics, mungkin diperlukan untuk

mengkoreksi gigitan yang abnormal. Restorasi gigi membantu menciptakan suatu

gigitan yang lebih stabil. Penyesuaian dari bridges atau crowns bertindak untuk

memastikan kesejajaran yang tepat dari gigi-gigi ( Suryonegoro H, 2009 ).25

8. Operasi

Operasi diindikasikan pada kasus-kasus dimana terapi medis gagal. Ini

dilakukan sebagai jalan terakhir. TMJ arthroscopy, ligament tightening,

restrukturisasi rahang (joint restructuring), dan penggantian rahang (joint

105

Page 106: Referat TN

replacement) dipertimbangkan pada kebanyakan kasus yang berat dari kerusakan

rahang atau perburukan rahang (Suryonegoro H, 2009 ).25

9. Perawatan  Tanpa bedah

Beberapa kasus gangguan TMJ akan berakhir dengan perawatan biasa

yang bahkan mungkin tidak membutuhkan kehadiran dokter gigi di samping anda.

Di antaranya :

a. Mengubah kebiasaan buruk. Dokter gigi anda akan mengingatkan anda

untuk lebih memperhatikan kebiasaan-kebiasaan anda sehari-hari.

Misalnya kebiasaan menggemertakkan gigi, bruxism, atau menggigit-gigit

sesuatu. Kebiasaan ini harus digantikan dengan kebiasaan baik seperti

membiarkan otot mulut dalam kondisi rilex dengan gigi atas dan bawah

tidak terlalu rapat, lidah menyentuh langit-langit dan berada tepat di

belakang gigi atas anda.

b. Mengurangi kelelahan otot rahang. Dokter gigi anda akan meminta anda

tidak membuka mulut terlalu lebar dalam berbagai kesempatan. Contohnya

jangan tertawa berlebihan.

c. Peregangan dan pijatan. Dokter gigi akan memberikan latihan bagaimana

caranya meregangkan atau memijat otot rahang anda. Sebagai tambahan

juga mungkin akan diberikan petunjuk bagaimana posisi kepala, leher, dan

bahu yang tepat dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

d. Kompres panas atau dingin. Dengan mengompress kedua sisi wajah anda

baik dengan kompres panas atau dingin akan membantu relaksasi otot

rahang.

e. Obat anti inflamasi. Untuk mengurangi inflamasi (peradangan) dan rasa

sakit, dokter gigi anda mungkin akan menyarankan aspirin atau obat anti

inflamasi nonsteroid lainnya, misalkan ibuprofen (Advil, Motrin, dll)

f. Biteplate. Jika TMJ anda mengalami kelainan pada posisi mengunyah,

sebuah biteplate (pemandu gigitan) akan diberikan. Biteplate dipasang di

gigi untuk menyesuaikan rahang atas dengan rahang bawah. Dengan posisi

mengunyah yang benar tentunya akan membantu mengurangi tekanan di

struktur sendi.

g. Penggunaan night guard. Alat ini berguna untuk mengatasi kebiasaan

bruxism di malam hari.

106

Page 107: Referat TN

h. Terapi kognitif. Jika TMJ anda mengalami gangguan karena stress atau

anxietas, dokter gigi anda akan menyarankan untuk menemui psikiater

untuk mengatasinya.

10. Perawatan Lanjutan.25

            Jika perawatan non bedah tidak berhasil mengurangi gejala gangguan

TMJ, dokter gigi anda akan merekomendasikan perawatan berikut :

a. Perawatan gigi. Dokter gigi anda akan memperbaiki gigitan dengan

menyeimbangkan permukaan gigi anda. Caranya bisa dengan mengganti

gigi yang hilang atau tanggal, memperbaiki tambalan atau membuat

mahkota tiruan baru.

b. Obat kortikosteroid. Untuk sakit dan peradangan pada sendi, obat

kortikosteroid akan diinjeksikan ke dalam sendi.

c. Arthrocentesis. Prosedur ini dilakukan dengan jalan menyuntikan cairan ke

dalam sendi untuk membuang kotoran atau sisa peradangan yang

mengganggu rahang.

d. Pembedahan. Jika semua perawatan tidak berhasil juga, dokter gigi akan

merujuk anda ke dokter gigi spesialis bedah mulut.25

5. Sinusitis

Definisi

Sinusitis berasal dari akar bahasa Latinnya, akhiran umum dalam

kedokteran itis berarti peradangan karena itu sinusitis adalah suatu peradangan

sinus paranasal. Di sekitar rongga hidung terdapat empat sinus yaitu sinus

maksilaris ( terletak di pipi) , sinus etmoidalis ( kedua mata) , sinus frontalis

(terletak di dahi) dan sinus sfenoidalis ( terletak di belakang dahi).26

Sinusitis adalah peradangan, atau pembengkakan, dari jaringan yang

melapisi sinus. Biasanya sinus berisi udara, tetapi ketika sinus tersumbat dan

berisi cairan, kuman (bakteri, virus, dan jamur) dapat berkembang dan

menyebabkan infeksi.26

Klasifikasi

107

Page 108: Referat TN

Secara klinis sinusitis dibagi atas berbagai jenis, termasuk:

1. Sinusitis akut: Sebuah kondisi mendadak seperti gejala seperti pilek, hidung

tersumbat dan nyeri wajah yang tidak hilang setelah 10 sampai 14 hari.

Sinusitis akut biasanya berlangsung 4 minggu atau kurang.

2. Sinusitis subakut: Sebuah peradangan yang berlangsung 4 sampai 8 minggu.

3. Sinusitis kronis: Suatu kondisi yang ditandai dengan gejala radang sinus yang

berlangsung 8 minggu atau lebih.

4. Sinusitis berulang: Beberapa serangan dalam setahun.26

Faktor Resiko

1. Perokok, karena hawa panas yang dihisap dapat merangsang organ di sekitar

hidung sehingga menimbulkan iritasi dan memperbesar kemungkinan

timbulnya sinusitis.

2. Penderita alergi. Perubahan temperatur dan kelembaban yang mencolok dapat

mengakibatkan peradangan di dalam hidung yang mungkin merambat ke

dalam sinus.

3. Perenang.

4. Penderita influenza, dan;

5. Mereka yang tinggal di udara kering.27

108

Page 109: Referat TN

Etiologi

1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), segala sesuatu yang

menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Termasuk

flu biasa, rhinitis alergi (pembengkakan pada lapisan hidung), polip hidung

(pertumbuhan kecil di lapisan hidung), atau septum menyimpang (pergeseran

di rongga hidung).

2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering

menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar).26

Gejala sinusitis yang biasanya terjadi adalah :

1. Pilek yang berlangsung lama. Biasanya penderita tidak menyadari dirinya

terkena sinusitis, karena gejalanya sering didahului pilek yang berlangsung

lama sehingga dianggap biasa.

2. Bila sudah terjadi penumpukan cairan dalam rongga maka kepala menjadi

sakit, terutama jika sedang menunduk.

3. Kadang pendengaran berkurang dan badan meriang, sementara ingus terus

mengalir.

4. Kehilangan nafsu makan dan indera penciuman menjadi lemah.27

Pemeriksaan Sinusitis

Sebagian besar sinusitis sudah dapat didiagnosa hanya berdasarkan pada

riwayat keluhan pasien serta pemeriksaan fisik yang dilakukan dokter.26

Pemeriksaan Fisik : Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan adanya

kemerahan dan pembengkakan pada rongga hidung, ingus yang mirip nanah, serta

pembengkakan disekitar mata dan dahi. Rhinoskopi adalah sebuah cara untuk

melihat langsung ke rongga hidung, diperlukan guna melihat lokasi sumbatan

ostia. Terkadang diperlukan penyedotan cairan sinus dengan menggunakan jarum

suntik untuk dilakukan pemeriksaan kuman. Pemeriksaan kuman berguna untuk

menentukan jenis infeksi yang terjadi.26

109

Page 110: Referat TN

Gambar CT Scan Sinusitis Maxillaris Sinistra

Pemeriksaan menggunakan CT Scan dan MRI : Pemeriksaan

menggunakan CT Scan dan MRI akan diperlukan bila sinusitis gagal disembuhkan

dengan pengobatan awal.26

Pengobatan

1. Sinusitis karena virus

Untuk sinusitis yang disebabkan oleh karena virus tidak diperlukan

pemberian antibiotika. Obat yang biasa diberikan untuk sinusitis virus adalah

penghilang rasa nyeri seperti parasetamol dan dekongestan.26

2. Sinusitis karena bakteri

Curiga telah terjadi sinusitis infeksi oleh bakteri apabila terdapat gejala

nyeri pada wajah, ingus yang bernanah, dan gejala yang timbul lebih dari

seminggu. Sinusitis infeksi bakteri umumnya diobati dengan menggunakan

antibiotika. Pemilihan antibiotika berdasarkan jenis bakteri yang paling sering

menyerang sinus karena untuk mendapatkan antibiotika yang benar benar pas

harus menunggu hasil dari biakan kuman yang memakan waktu lama.

Lima jenis bakteri yang paling sering menginfeksi sinus adalah

''Streptococcus pneumoniae'', ''Haemophilus influenzae'', ''Moraxella

catarrhalis'', ''Staphylococcus aureus'', dan ''Streptococcus pyogenes''.

110

Page 111: Referat TN

Antibiotika yang dipilih harus dapat membunuh kelima jenis kuman

ini. Beberapa pilihan antiobiotika antara lain : amoxicillin, cefaclor,

azithromycin, dan cotrimoxazole.

Jika tidak terdapat perbaikan dalam lima hari maka perlu

dipertimbangkan untuk memberikan amoxicillin plus asam klavulanat.

Pemberian antibiotika dianjurkan minimal 10 sampai 14 hari.

Pemberian dekongestan dan mukolitik dapat membantu untuk

melancarkan drainase cairan mukus. Pada kasus kasus yang kronis, dapat

dipertimbangkan melakukan drainase cairan mukus dengan cara

pembedahan.26

Prognosis

1. Viral sinusitis: Biasanya sembuh tanpa pengobatan khusus

2. Bakteri sinusitis

a. Akut bakteri sinusitis : Sampai dengan 10% dari pasien tidak menanggapi

terapi antimikroba awal.

b. Bakteri sinusitis kronis : Kekambuhan adalah umum. Kesembuhan klinis

sangat sulit, meskipun kursus berulang agen antibakteri dan operasi sinus.

3. Jamur sinusitis: Akut sinusitis jamur (misalnya, ''mucormycosis''). Pasien

biasanya datang dengan penyakit lanjut. Prognosis buruk, terutama dalam

kasus-kasus otak, sinus kavernosus, atau keterlibatan karotis. Angka kematian

keseluruhan dari ''mucormycosis rhinocerebral'' adalah 25-50%. Sinusitis

jamur kronis sering berulang.26

5. Migrain

Definisi

Migrain adalah nyeri kepala berdenyut yang kerapkali disertai mual,

muntah. Penderita biasanya sensitif terhadap cahaya, suara, bahkan bau-bauan.

111

Page 112: Referat TN

Sakit kepala ini paling sering hanya mengenai satu sisi kepala saja, kadang-

kadang berpindah ke sisi sebelahnya, tetapi dapat mengenai kedua sisi kepala

sekaligus. 28

Migrain kadang kala agak sulit dibedakan dengan sakit kepala jenis lain.

Sakit kepala akibat gangguan pada sinus atau akibat ketegangan otot leher

mempunyai gejala yang hampir sama dengan migrain.28

Klasifikasi

Migrain dibagi dalam dua golongon besar yaitu :

Migrain Biasa (migrain tanpa aura) : Kebanyakan penderita migrain masuk ke

dalam jenis ini. Migrain biasa ditandai dengan nyeri kepala berdenyut di salah

satu sisi dengan intensitas yang sedang sampai berat dan semakin parah pada

saat melakukan aktifitas. Migrain ini juga disertai mual, muntah, sensitif

terhadap cahaya, suara, dan bau. Sakit kepala akan sembuh dalam 4 sampai 72

jam, sekalipun tidak diobati.

Migrain Klasik (migrain dengan aura ) : Pada jenis klasik, migrain biasanya

didahului oleh suatu gejala yang dinamakan aura, yang terjadi dalam 30 menit

sebelum timbul migrain. Migrain klasik merupakan 30% dari semua migrain.28

Etiologi

Penyebab pasti migrain masih belum begitu jelas. Diperkirakan, adanya

hiperaktiftas impuls listrik otak meningkatkan aliran darah di otak, akibatnya

terjadi pelebaran pembuluh darah otak serta proses inflamasi. Pelebaran dan

inflamasi ini menyebabkan timbulnya nyeri dan gejala yang lain, misalnya mual.

Semakin berat inflamasi yang terjadi, semakin berat pula migrain yang diderita.

Telah diketahui bahwa faktor genetik berperan terhadap timbulnya migrain.28

Gejala

Gejala Awal

112

Page 113: Referat TN

Satu atau dua hari sebelum timbul migrain, penderita biasanya mengalami

gejala awal seperti lemah, menguap berlebih, sangat menginginkan suatu jensi

makanan (mislanya coklat), gampang tersinggung, dan gelisah.28

Aura

Aura hanya didapati pada migrain klasik. Biasanya terjadi dalam 30 menit

sebelum timbulnya migrain. Aura dapat berbentuk gangguan penglihatan seperti

melihat garis yang bergelombang, cahaya terang, bintik gelap, atau tidak dapat

melihat benda dengan jelas. Gejala aura yang lain yaitu rasa geli atau rasa

kesemutan di tangan. Sebagian penderita tidak dapat mengucapkan kata-kata

dengan baik, merasa kebas di tangan, pundak, atau wajah, atau merasa lemah pada

satu sisi tubuhnya, atau merasa bingung. Aura meliputi gejala visual, sensorik,

motor, dan bahasa. Visual aura adalah yang paling umum ditemukan. Pada aura

visual positif ditemukan gejala pengelihatan berbintik dan garis atau kerlip

sedangkan aura visual negatif contohnya adalah scotomata. Gejala sensorik

mungkin negatif (mati rasa) atau positif (kesemutan). Klasifikasi Migrain dengan

aura meliputi aura khas dengan migrain, aura khas non-migraine, dan aura khas

tanpa sakit kepala. Subtipe migrain dg aura lainnya seperti migrain hemiplegia

familial, sporadis, migrain hemiplegic, dan migrain basilar.28

Sakit kepala dan gejala penyerta

Penderita merasakan nyeri berdenyut pada satu sisi kepala, sering terasa

dibelakang mata. Nyeri dapat berpindah pada sisi sebelahnya pada serangan

berikutnya, atau mengenai kedua belah sisi. Rasa nyeri berkisar antara sedang

sampai berat. Gejala lain yang sering menyertai nyeri kepala antara lain :

Kepekaan berlebihan terhadap sinar, suara, dan bau

Mual dan muntah

Gejala semakin berat jika beraktifitas fisik

Tanpa pengobatan, sakit kepala biasanya sembuh sendiri dalam 4 sampai 72 jam.28

Gejala Akhir

113

Page 114: Referat TN

Setelah nyeri kepala sembuh, penderita mungkin merasa nyeri pada

ototnya, lemas, atau bahkan merasakan kegembiraan yang singkat. Gejala-gejala

ini menghilang dalam 24 jam setelah hilangnya sakit kepala.28

Faktor Pencetus

Migrain dapat dicetuskan oleh makanan, stres, dan perubahan aktivitas

rutin harian, walaupun tidak jelas bagaimana dan mengapa hal tersebut dapat

menyebabkan migrain. Pencetus migrain antara lain :

Konsumsi makanan tertentu seperti coklat, MSG, dan kopi

Tidur berlebihan atau kurang tidur

Tidak makan

Perubahan cuaca atau tekanan udara

Stres atau tekanan emosi

Bau yang sangat menyengat atau asap rokok

Sinar yang sangat terang atau pantulan sinar matahari.28

Pencegahan

Cara terbaik untuk mengatasi migrain adalah dengan menghindarinya.

Dengan mengenali dan menghindari pencetus, jumlah serangan dan tingkat

keparahan migrain dapat dikurangi. Memang, beberapa pencetus di luar

kemampuan kita untuk mengontrolnya, tetapi ada beberapa diantaranya yang

dapat kita hindari. Hal-hal berikut dapat membantu anda untuk mencegah

migraine:

Mengenali pencetus migrain dengan membuat buku harian

Tidur dan beraktifitas secara teratur

Makan teratur, dan menghindari makanan yang dapat mencetuskan migrain

Mengatasi stress

Menghindari asap rokok, baik sebagai perokok aktif maupun pasif

Minum teh rosella 2x sehari, pagi dan malam dapat mengurangi resiko

terjadinya migraine.28

114

Page 115: Referat TN

Pencegahan dapat pula dilakukan dengan obat-obatan, walaupun dapat

terjadi efek samping dari ringan sampai sedang. Obat ini juga biasanya agak

mahal. Tetapi, obat ini kadangkala efektif untuk mencegah dan mengurangi

keparahan migrain, sehingga memperbaiki kualitas hidup.28

6. Giant Cell Arteritis

Definisi

Giant Cell Arteritis (GCA) adalah suatu peradangan pada lapisan arteri -

pembuluh darah yang membawa darah yang kaya oksigen dari jantung ke seluruh

tubuh. Paling sering, peradangan mempengaruhi arteri di kepala. Untuk alasan ini,

arteritis sel raksasa kadang-kadang disebut atau temporal arteritis.

GCA yang sering menyebabkan sakit kepala, rahang sakit, dan penglihatan

kabur atau ganda. Blindness and, less often, stroke are the most serious

complications of giant cell arteritis. Kebutaan dan, kurang sering, stroke adalah

komplikasi yang paling serius arteritis sel raksasa.29

Gejala

Gejala yang paling umum adalah nyeri kepala. Beberapa orang,

bagaimanapun, mempunyai rasa sakit di bagian depan kepala. Tanda dan gejala

arteritis sel raksasa dapat bervariasi. Bagi sebagian orang, awal kondisi terasa

seperti flu - dengan nyeri otot (myalgia), demam dan kelelahan, serta sakit kepala.

Umumnya, tanda-tanda dan gejala arteritis sel raksasa meliputi:

Terus-menerus sakit kepala dan nyeri

Penurunan ketajaman visual atau penglihatan ganda

Kelembutan kulit kepala mungkin sakit untuk menyisir rambut atau

bahkan untuk meletakkan kepala di atas bantal

Sakit rahang (rahang klaudikasio) ketika mengunyah

Sakit dan kekakuan pada leher, lengan atau pinggul--biasanya memburuk

di pagi hari sebelum keluar dari tempat tidur

Tiba-tiba kehilangan penglihatan permanen dalam satu mata

Demam.29

Perawatan

115

Page 116: Referat TN

Perawatan untuk GCA terdiri dari dosis tinggi obat kortikosteroid seperti

prednison. Karena pengobatan langsung diperlukan untuk mencegah kehilangan

penglihatan, dokter anda kemungkinan untuk memulai pengobatan bahkan

sebelum meneguhkannya dengan biopsi.29

7. Atypical Facial Pain

Nyeri yang berfariasi, lokasi bervariasi, kontinu dengan eksserbasi tajam,

diprovokasi oleh stress, disembuhkan dengan terapi yang tepat.17

Tabel Diagnosis Banding Trigeminal Neuralgia.17

Diagnosi

s

Banding

Persebara

n

Karakteristik

Klinis

Faktor yang

Meringanka

n/

Memperbur

uk

Penyakit

yang

Dihubungk

an

Tata

Laksana

Neuralgia

Trigemin

al

Daerah

persarafan

cabang II

dan III

nervus

trigeminus,

unilateral

Laki- laki/

perempuan =

1:3,

Lebih dari 50

tahun,

Paroksismal

(10-30 detik),

nyeri bersifat

menusuk-

nusuk atau

sensasi

terbakar,

persisten

selama

berminggu-

minggu atau

lebih,

Ada titik-titik

Titik-titik

rangsang

sentuh,

mengunyah,

senyum,

bicara, dan

menguap

Idiopatik

Skeloris

multipel

pada dewasa

muda

Kelainan

pembuluh

darah

Tumor

nervus V

Carbamaz

epine

Phenytoin

Gabapenti

n

Injeksi

alkohol

Koagulasi

atau

dekompre

si bedah

116

Page 117: Referat TN

pemicu,

Tidak ada

paralisis

motorik

maupun

sensorik.

Neuragia

Fasial

Atipik

Unilateral

atau

bilateral,

pipi atau

angulus

nasolabialis

, hidung

bagian

dalam

Lebih banyak

ditemukan

pada wanita

usia 30-50

tahun

Nyeri hebat

berkelanjutan

umumnya pada

daerah maksila

Tidak ada Status

ansietas atau

depresi

Histeria

Idiopatil

Anti

ansietas

dan anti

depresan

Neuralgia

Post

herpetiku

m

Unilateral

Biasanya

pada

daerah

persebaran

cabang

oftalmikus

nervus V

Riwayat herpes

Nyeri seperti

sensasi

terbakar,

berdenyut-

denyut

Parastesia,

kehilangan

sensasi

sensorik

keringat

Sikatriks pada

kulit

Sentuhan,

pergerakan

Herpes

Zoster

Carbamaz

epin, anti

depresan

dan

sedatif

117

Page 118: Referat TN

Sindrom

Costen

Unilateral,

dibelakang

atau di

depan

telinga,

pelipis,

wajah

Nyeri berat

berdenyut-

denyut

diperberat oleh

proses

mengunyah,

Nyeri tekan

sendi temporo-

mandibula,

Maloklusi atau

ketiadaan

molar

Mengunyah,

tekanan sendi

temporoman

dibular

Ompong,

arthritis

rematoid

Perbaikan

geligi,

operasi

pada

beberapa

kasus

Neuralgia

Migreno-

sum

Orbito-

frontal,

rahang

atas,

angulus

nasolabial

Nyeri kepala

sebelah

Alkohol pada

beberapa

kasus

Tidak ada Ergotamin

sebagai

profilaksis

2.2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada dasarnya dibagi atas 3 bagian:

1. Penatalaksanaan pertama dengan menggunakan obat.

2. Pembedahan dipertimbangkan bila obat tidak berhasil secara memuaskan.

3. Penatalaksanaan dari segi kejiwaan.17

1. Terapi Medikamentosa

DrugsEficienc

y

Side

effec

t

Initial

dose

Dose

increment

s

Target

daily

dose

First line

Carbamazepi

n

+++ +++ 100 mg

2x1

perhari

50-100 mg

setiap 2-4

hari

400-

1000

mg

118

Page 119: Referat TN

Second

line

Oxcarbazepin +++* ++ 300mg

2x1

perhari

600 mg

setiap 1

minggu

600-

2400

mg

Gabapentin ++* ++ 300 mg

1x1

perhari

300 mg

setiap 3

hari

900-

2400

mg

Baclofen ++* +++ 10 mg

3x1

perhari

10 mg

setiap hari

50-60

mg

Telah disepakati bahwa penanganan lini pertama untuk trigeminal neulalgia

adalah terapi medikamentosa. Tindakan bedah hanya dipertimbangkan apabila terapi

medikamentosa mengalami kegagalan. (Losser, 2001).30

Sebagai suatu penyakit yang memiliki progresivitas dan rasa sakit yang makin

menjadi berat dan lebih sering, penembahan dosis dan kombinasi obat-obatan

sangatlah dibutuhkan dimana akan menimbulkan suatu efek samping atau kontrol rasa

sakit yang tidak adekuat. Setiap pasien memiliki toleransi yang berbeda terhadap

obat-obatan dan rasa sakitnya. Untuk itu banyak faktor-faktor yang harus diperhatikan

dalam pemberian obat anti konvulsi untuk pengobatan trigeminal neuralgia.

Pemberian obat diberikan secara bertahap, diawali dengan dosis minimal, jika terjadi

peningkatan progresivitas rasa sakit maka dosis dinaikkan sampai dosis maksimal

yang dapat ditoleransi tubuh. Pada penggunaan dosis diatas minimal, dalam

pengurangan dosis, juga harus dilakukan secara bertahap. Pemberian obat umumnya

dimulai dengan pemberian 1 jenis. Dosisnya ditambah sesuai dengan kebutuhan dan

toleransinya. Jika 1 jenis obat tidak menunjukan efektifitasnya, obat-obatan

alternative lain dapat dicoba secara tunggal atau kombinasi. (Grant, 1992; Ganiswara,

1995).30

Saat ini obat-obatan yang digunakan untuk terapi adalah obat-obatan anti

konvulsi seperti karbamazepine (tegretol), phenitoin (dilandin), oxykarbazepine

(trileptal), dan gabapentin (neurontin). Tidak seperti sakit neuropatik lainnya,

trigeminal neuralgia hanya merespon anti konvulsan dan tidak merespon anti depresan

atau opioid. Obat anti konvulsan dapat mengurangi serangan trigeminal neuralgia

119

Page 120: Referat TN

dengan menurunkan hiperaktifitas nukleus nervus trigeminus di dalam brain stem.

(Ganiswara, 1995; Peterson, 1998; Kaufmann AM, 2001; Sharav, 2002; Brice,

2004).30

a. KARBAMAZEPINE (TEGRETOL)

Karbamazepine memperlihatkan efek analgesik yang selektif misalnya

pada tabes dorsalis dan neuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik

biasa. Awalnya obat ini hanya dipergunakan untuk pengobatan trigeminal

neuralgia, kemudianternyata obat ini efektif juga terhadap bangkitan partial

kompleks dan bangkitan tonik-tonik seperti epilepsi. Atas pertimbangan untung

rugi penggunaan karbamazepine maka tidak dianjurkan untuk mengatasi nyeri

ringan yang dapat diatasi dengan analgesik biasa. Sebagian besar penderita

trigeminal neuralgia mengalami penurunan sakit yang berarti dengan

menggunakan obat ini. 30

Karena potensi untuk menimbulkan efek samping sangat luas, khususnya

gangguan darah seperti leukopeni, anemia aplastik dan agranulositosis maka

pasien yang akan diterapi dengan obat ini dianjurkan untuk

melakukanpemeriksaan nilai basal dari darah dan melakukan pemeriksaan ulang

selama pengobatan. 30

Efek samping yang timbul dalam dosis yang besar yaitu drowsiness,

mental confusion, dizziness, nystagmus, ataxia, diplopia, nausea dan anorexia.

Terdapat juga reaksi serius yang tidak berhubungan dengan dosis yaitu allergic

skin rash, gangguan darah seperti leukopenia atau agranulocytosis, atau aplastic

anemia, keracunan hati, congestive heart failure, halusinasi dan gangguan fungsi

seksual. 30

Pemberian karbamazepine dihentikan jika jumlah leukosit abnormal

(rendah). Jikaefek samping yang timbul parah, dosis karbamazepine perhari dapat

dikurangi 1-3perhari, sebelum mencoba menambah dosis perharinya lagi. 30

Karbamazepine diberikan dengan dosis berkisar 600-1200 mg, dimana

hamper 70% memperlihatkan perbaikan gejala. Meta analisa tegretol yang berisi

karbamazepine mempunyai number needed to treat (NNT) 2,6 (2,2 – 3,3). Dosis

dimulai dengan dosis minimal 1-2 pil perhari, yang secara bertahap dapat

ditambah hingga rasa sakit hilang atau mulai timbul efek samping. Selama periode

remisi dosis dapat dikurangi secara bertahap. Karbamazepine dapat dikombinasi

120

Page 121: Referat TN

dengan fenitoin atau baklofen bila nyeri membandel, atau diubah ke

oxykarbazepine. 30

b. OXYKARBAZEPINE (TRILEPTAL)

Oxikarbazepine merupakan ketoderivat karbamazepine dimana

mempunyai efek samping lebih rendah dibanding dengan karbamazepine dan

dapat meredakan nyeri dengan baik. Trileptal atau oxikarbazepine merupakan

suatu bentuk dari trigretol yang efektif untuk beberapa pasien trigeminal

neuralgia. 30

Dosis umumnya dimulai dengan 2 x 300mg yang secara bertahap

ditingkatkan untuk mengontrol rasa sakitnya. Dosis maksimumnya 2400-3000mg

perhari. 30

Efek samping yang paling sering adalah nausea, mual, dizziness, fatique

dan tremor. Efek samping yang jarang timbul yaitu rash, infeksi saluran

pernafasan,pandangan ganda dan perubahan elektrolit darah. Seperti obat anti-

seizure lainnya, penambahan dan pengurangan obat harus secara bertahap. 30

c. PHENYTOIN (DILANTIN)

Phenitoin merupakan golongan hidantoin dimana gugus fenil atau aromatic

lainnya pada atom C5 penting untuk pengendalian bangkitan tonik-klonik.

Phenitoin berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Sifat anti

konvulsi obat ini berdasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari focus

kebagian lain di otak. Efek stabilisasi membran sel lainnya yang juga mudah

terpacu misalnya sel sistem konduksi di jantung. Phenitoin juga mempengaruhi

perpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal ini khususnya dengan lebih

mengaktifkan pompa Na+ neuron. Bangkitan tonik-klonik dan beberapa bangkitan

parsial dapat pulih secara sempurna. 30

Phenitoin harus hati-hati dalam mengkombinasikan dengan karbamazepine

karenadapat menurunkan dan kadang-kadang menaikkan kadar phenitoin dalam

plasma,sebaiknya diikuti dengan pengukuran kadar obat dalam plasma. Phenitoin

dengan kadar dalam serum 15-25 g/mL pada 25% pasien trigeminal neuralgia

dapat meredakan nyeri. Kadar obat tersebut diatas dipertahankan selama 3

minggu, jika nyeri tidak berkurang sebaiknya obat dihentikan karena dosis yang

lebih tinggi akan menyebabkan toksisitas. 30

121

Page 122: Referat TN

Phenytoin dapat mengobati lebih dari setengah penderita trigeminal

neuralgia dengan dosis 300-500 mg dibagi dalam 3 dosis perhari. Phenytoin dapat

jugadiberikan secara intra vena untuk mengobati kelainan ini dengan eksaserbasi

yang berat. Dosis maksimum tergantung keparahan efek samping yang

ditimbulkannya adalah nystagmus, dysarthria, ophthalmoplegia dan juga

mengantuk serta kebingungan. Efek lainnya adalah hiperplasia gingiva dan

hypertrichosis. 30

Komplikasi serius tapi jarang terjadi adalah allergic skin rashes, kerusakan

liverdan gangguan darah. 30

d. BAKLOFEN (LIORESAL)

Baklofen tidaklah seefektif karbamazepine atau phenytoin, tetapi dapat

dikombinasi dengan obat-obat tersebut. Obat ini berguna pada pasien yang baru

terdiagnosa dengan rasa nyeri relatif ringan dan tidak dapat mentoleransi

karbamazepine. Dosis awalnya 2-3x5 mg dalam sehari, dan secara bertahap

ditingkatkan. Dosis untuk menghilangkan rasa sakit secara komplit 50-80 mg

perhari. Baklofen memiliki durasi yang pendek sehingga penderita trigeminal

neuralgia yang berat membutuhkan dosis setiap 2-4 jam. 30

Efek samping yang paling sering timbul karena pemakaian baklofen

adalah mengantuk, pusing, nausea dan kelemahan kaki. Baklofen tidak boleh

dihentikan secara tiba-tiba setelah pemakaian lama karena dapat terjadi halusinasi

atau serangan jantung. 30

e. GABAPENTIN (NEURONTIN)

Gabapentin dengan struktur seperti neurotransmiter inhibitor

gammaaminobutyric acid (GABA). Obat ini kemungkinan bekerja dengan

memodulasi saluran kalsium pada alfa-2 delta subunit dari voltage-dependent

calcium chanel. 30

Dosis yang dianjurkan 1200-3600 mg/hari. Obat ini hampir sama

efektifnya dengan karbamazepine tetapi efek sampingnya lebih sedikit. Dosis awal

biasanya 3x300 mg/hari dan ditambah hingga dosis maksimal. Reaksi merugikan

paling sering adalah somnolen, ataksia, fatique dan nystagmus. Seperti semua

obat, penghentian secara cepat harus dihindari. 30

Algoritme Terapi Trigeminal Neuralgia.20

122

Page 123: Referat TN

2. Non Medikamentosa

Pilihan terapi non-medis (bedah) dipikirkan bilamana kombinasi lebih dari dua

obat belum membawa hasil seperti yang diharapkan. Dr. Stephen B. Tatter

menyebutkan bahwa pembedahan disiapkan untuk mereka yang tidak dapat

mentoleransi efek samping dari terapi medis atau ternyata terapi medis tidak efektif.

Terdapat beraneka ragam cara pembedahan, dari yang paling kuno, yang dapat

menimbulkan kecacatan (biasanya pendengaran dan gerak otot wajah) cukup besar,

sampai cara yang lebih sophisticated, yang hanya sedikit atau hampir tidak pernah

dijumpai efek samping.31

J. Keith Campbell menulis dalam artikelnya “Are All of the Treatment Options Being

Considered? bahwa penatalaksanaan medik sering gagal dalam menghilangkan nyeri dalam

periode yang panjang. Hal ini sering didapati pada pasien usia lanjut. Untuk pasien-pasien

muda, merujuk ke ahli bedah untuk dekompresi mikrovaskular perlu dipertimbangkan segera

sesudah diagnosis ditegakkan.31

Dua cara operasi kuno, yaitu ablatio total dari saraf perifer dan reseksi bagian

sensorik dari saraf Trigeminal, kini tidak dikerjakan lagi karena ada metode yang lebih baik.

Walaupun demikian, Waldeman masih menganjurkan Trigeminal nerve block dengan

menggunakan anestesi lokal + methylprednisolone. Yang dipakai adalah bupivacaine tanpa

123

Page 124: Referat TN

pengawet yang diberi bersama dengan methylprednisolone. Suntikan dilakukan tiap hari

sampai obat oral yang dimulai pada saat sama, mulai efektif.31

Pilihan Operasi

a. Dekompresi Mikrovaskular

Gambar Operasi Dekompresi Mikrovaskular.19

Operasi melalui tengkorak, yang mengangkat atau menyekat pembuluh darah

yang bertanggung jawab menggunakan bedah mikro, metode efektif yang mengobati

banyak orang dengan gangguan ini. Ini dilakukan dibawah bius total. Setelah operasi,

sebagian besar pasien tidak mengalami mati rasa wajah dan tanpa nyeri, tidak lagi

membutuhkan obat-obatan. Itu merupakan operasi besar, dan bukan tanpa bahaya.

Sebagian besar komplikasi serius dan membahayakan jiwa terjadi pada pasien berusia

diatas 65-70 tahun. Itu kurang efektif untuk pasien yang pernah melakukan operasi

lain sebelumnya.32

124

Page 125: Referat TN

b. Gangliotomi Radiofrekuensi Perkutan

Gangliotomi Radiofrekuensi Perkutan.33

Menggunakan jarum khusus dimasukkan ke wajah dan energi panas dihasilkan

radiofrekuensi untuk merusak penampilan akar trigeminal preganglionik secara

selektif pada rongga Meckel. Itu dilakukan saat pasien sadar dan memerlukan

kerjasamanya dan umpan balik akurat untuk meletakkan jarum dengan tepat. Itu

menyebabkan mati rasa wajah yang tidak dapat diubah. Pengendalian tepat luasnya

luka tidak selalu memungkinkan. Tidak normal, sensasi tidak nyaman gatal, terbakar

atau merangkak (20% pasien) dapat menemani mati rasa wajah. Ketika akut (0.3%),

mereka menyusahkan pasien seperti nyeri awal mereka, karena mereka dapat hadir

terus menerus sebagai rasa sangat terbakar tidak nyaman (bius dolorosa atau analgesia

dolorosa) yang tidak bereaksi terhadap pengobatan. Hilang rasa pada divisiTrigeminal

pertama membuat kornea tidak mempunyai perasaan, dan meninggalkan pasien pada

resiko ulserasi kornea dan dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan.32

c. Chemoneurolysis Gliserol Perkutan

Dilakukan menggunakan jarum dimasukkan pada wajah dan dapat dilakukan

di bawah bius total. Biasanya hanya terdapat kehilangan sensori ringan dan gejala sisa

okulomotor atau distetik yang langka. Tentu saja, itu memiliki resiko sama dengan

125

Page 126: Referat TN

meningitis dan cedera jarum salah arah seperti teknik perkutan lainnya. Dibandingkan

dengan radiofrekuensi gangliotomi, tingkat timbulnya kembali nyeri lebih tinggi,

tetapi ini bukan ketidakuntungan yang signifikan, karena prosedur dapat dengan

mudah diulang dan ditoleransi dengan baik.32

d. Operasi Pisau Gamma

Gambar Operasi Pisau Gamma.19

Contohnya pengobatan radiasi dilakukan tanpa membuka tengkorak,

menggunakan sinar gamma yang kuat ditujukan pada akar syaraf Trigeminal, telah

dilakukan akhir-akhir ini. Namun data perbandingan jangka panjang yang dilaporkan

untuk prosedur lainnya kurang. Laporan sejauh ini menyatakan 50-90% penurunan

nyeri baik dan 10-50% cukup. Tidak ada data patologi tersedia sehubungan dengan

efek menengah dan jangka panjang radiasi dosis tinggi (70-90 gy) pada syaraf yang

berdekatan dengan batang otak.32

Pilihan operasi tergantung usia pasien, penyakit terkait dan pemeriksaan resiko

yang bersedia diterimanya. Untuk sebagian besar pasien “lebih muda”, dekompresi

mikrovaskular adalah pilihan terbaik. Pasien lebih muda memiliki kemungkinan

menerima operasi lebih baik  tanpa komplikasi, dan harapan hidup masa depan lebih

panjang yang berurusan dengan masalah yang dapat mengikuti penjejasan perkutan.

Mereka juga memiliki resiko nyeri berulang kembali lebih tinggi sesudah prosedur

126

Page 127: Referat TN

tersebut dan kemungkinan memerlukan lebih banyak pengobatan di masa depan yang

mengakibatkan bertumpuknya efek samping meningkat.32

Pasien lebih tua (usia >65-70 tahun) memiliki resiko komplikasi bedah

meningkat. Tetapi karena harapan hidup keseluruhan lebih pendek, mereka mungkin

membutuhkan lebih sedikit pengulangan prosedur perkutan dengan kurang

bertumpuknya gejala sisa denervasi. Penyakit terkait penting seperti   Chronic

Obstructive Pulmonary Disease, penyakit jantung koroner dan diabetik (diabetes

mellitus) juga meningkatkan resiko operasi besar tersebut.32

Sebelum dilakukan tindakan radiasi, perencanaan yang teliti dengan bantuan

berbagai alat pencitraan untuk mengidentifikasi lokasi target, termasuk adanya

jaringan vital di sekitarnya, ukuran serta bentuk target adalah mutlak. Setelah itu

dilakukan simulasi penyinaran target dengan menggunakan treatment planning

system, atau sistem perencanaan radiasi. Apabila telah diperoleh hasil perencanaan

yang optimal barulah pasien didorong ke ruangan radiasi. Pelaksanaan radiasi

dikerjakan dengan menjamin agar kepala pasien tidak dapat bergerak dengan alat

fiksasi yang kemudian dipasang ke dalam sebuah helm yang berisi sekitar 200 butir

sumber kobalt-60 (bervariasi untuk setiap spesifikasi alat antara 192 sampai dengan

201 butir). Selanjutnya radiasi berlangsung sesuai dengan perencanaan yang telah

dibuat. Sumber tersebut memancarkan sinar-gamma yang terfokus tepat pada target.

Guna memperoleh tingkat presisi yang tinggi dalam melakukan radiasi pada kelainan

di otak perlu dilibatkan berbagai teknologi pencitraan seperti MRI (magnetic

resonance imaging) kapasitas minimal 1,5 Tesla atau MSCT (multi slices

Computerized tomography scanning) dan angiografi pada AVM.34

Operasi dengan menggunakan Gamma Knife menawarkan tingkat komplikasi

yang lebih rendah. Keuntungan lainnya dari operasi Gamma Knife selain komplikasi

yang rendah adalah:

Tidak akan ada kejadian peralatan bedah ketinggalan

Waktu yang dibutuhkan untuk pengobatan pendek sehingga tidak membebani

tubuh pasein

Efek samping yang lebih kecil karena tidak ada yang perlu dibuka dengan pisau

Setelah beberapa jam operasi, pasien bisa langsung beraktifitas namun tetap

disarankan untuk tidak membuat dirinya kelelahan atau pasien bisa memilih

menginap satu malam agar bisa diobservasi keadaanya

127

Page 128: Referat TN

Biaya yang lebih murah karena tidak seribet operasi bedah dengan pisau dimana

dokter dan perawat yang hadir serta waktu yang diperlukan memang lebih banyak.

Periode pemulihan dengan operasi Gamma Knife lebih cepat dari pada operasi

bedah dengan pisau

Pasien hanya perlu datang kembali  untuk check up untuk memastikan ganguan

pada otak sudah hilang sepenuhnya. Check up ini biasanya hanya 2-5 kali saja.34

3. Penatalaksanaan dari Segi Kejiwaan

Hal lain yang penting untuk diperhatikan selain pemberian obat dan

pembedahan adalah segi mental serta emosi pasien. Selain obat-obat anti depresan

yang dapat memberikan efek perubahan kimiawi otak dan mempengaruhi

neurotransmitter baik pada depresi maupun sensasi nyeri, juga dapat dilakukan teknik

konsultasi biofeedback (melatih otak untuk mengubah persepsinya akan rasa nyeri)

dan teknik relaksasi.31

2.2.10 Prognosis

Neuralgia trigeminal bukan merupakan penyakit yang mengancam nyawa.

Namun, neuralgia trigeminal cenderung memburuk bersama dengan perjalanan

penyakit dan banyak pasien yang sebelumnya diobati dengan tatalaksana

medikamentosa harus dioperasi pada akhirnya. Banyak dokter menyarankan operasi

seperti dekompresi mikrovaskular pada awal penyakit untuk menghindari jejas

demyelinasi. Namun, masih ada perdebatan dan ketidakpastian mengenai penyebab

neuralgia trigeminal, serta mekanisme dan faedah dari pengobatan yang memberikan

kelegaan pada banyak pasien.17

BAB III

KESIMPULAN

128

Page 129: Referat TN

Trigeminal neuralgia adalah sindrom nyeri pada wajah pada area persarafan

Nervus Trigeminus pada satu cabang atau lebih, secara paroksismal berupa nyeri

tajam yang tidak diketahui penyebabnya dan biasanya terjadi pada umur 40 tahun

keatas. Sering pada perempuan disbanding lakilaki dan muncul pada usia diatas 40

tahun

Nervus Trigeminus merupakan saraf sensoris utama kepala dan saraf otot-otot

pengunyah. Dan juga menegangkan palatum molle dan membrane tympani.

Neuralgia trigeminal kadang disebabkan oleh penekanan arteri terhadap saraf

yang terletak di dekat otak. Pada keadaan ini dilakukan pembedahan untuk

memisahkan arteri dari saraf dan untuk mengurangi nyeri.

Serangan trigeminal neuralgia dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai

semenit, unilateral (97%), Paling sering pada cabang ke 2 dan 3 Beberapa orang

merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan

nyeri yang cukup berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik, kena pukulan jab, atau

ada kawat di sepanjang wajahnya. nyeri yang muncul mendadak, berat, seperti

sengatan listrik, biasanya pada satu sisi rahang atau pipi. Pada beberapa penderita,

mata, telinga atau langit-langit mulut dapat pula terserang. Pada kebanyakan

penderita, nyeri berkurang saat malam hari, atau pada saat penderita berbaring.

Serangan ini hilang timbul. Bisa jadi dalam sehari tidak ada rasa sakit. Namun, bisa

juga sakit menyerang setiap hari atau sepanjang Minggu. Lalu, tidak sakit lagi selama

beberapa waktu.

Terapi pada trigeminal neuralgia dilakukan secara medikamentosa seperti;

Karbamazepin, Pheniton, Klonazepam, Asam Valproat. Nonmedikamentosa dengan

pembedahan serta terapi dari kejiwaan.

129