Date post: | 08-Dec-2015 |
Category: |
Documents |
Author: | ocsrin-handayani |
View: | 44 times |
Download: | 1 times |
REFERATRHINORRHEA
Disusun oleh :Maria Lelina Ngoa Redo1008012040
Pembimbing :dr. Sri Wahyuningsih, Sp. THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS NUSA CENDANA2015
BAB IPendahuluanRinorre adalah Istilah rhinorrhea berasal dari kata Yunani, rhinos artinya hidung dan -rrhea artinya aliran atau cairan. Dengan demikian, rhinorrhea dapat didefinisikan sebagai keluar cairan hidung. Rinorea bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan suatu gejala yang ditimbulkan dari penyakit tertentu. Rinnorhea dapat terjadi pada satu maupun keduan rongga hidung dengan konsistensi cair atau kental dan berwarna jernih, kehijauan atau bercampur darah atau epistaksis. Ada beberapa penyakit yang memiliki gejala berupa rinorrhea atau keluarnya cairan dari dalam hidung, yaitu akibat peradangan, adanya massa, trauma dan lainnyaHidung merupakan organ yang merupakan salah satu indera manusia yang berfungsi sebagai organ penciuman. Di samping itu hidung secara faal juga sebagai pintu gerbang saluran pernapasan yang berfungsi sebagai proteksi jalan napas.Gejala penyakit hidung dapat lokal maupun sistemik. Gejala gejala lokal dapat berupa rinorrhea, kongestif, perdarahan, nyeri, anosmia atau perubahan penghidu lain serta sekret post-nasal. Penyakit sistemik dapat bermanifestasi dengan gejala dan perubahan jaringan hidung yang nyata. Berdasarkan teori struktural, evolusioner dan fungsional, secara fisiologi hidung dan sinus paranasal memiliki fungsi diantaranya; fungsi respirasi, penghidu, fonetik serta fungsi statik dan mekanik dan refleks nasal. Fungsi tersebut dapat mengalami gangguan apabila terjadi kerusakan atau ada sumbatan pada hidung.
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1 ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI HIDUNG1. Anatomi HidungHidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari biasanya dan hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. Hidung luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: 1. Paling atas kubah tulang yang tak dapat digerakkan2. Di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan 3. Paling bawah adalah lobolus hidung yang mudah digerakkan.Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks. Agak keatas dan belakang dari apeks disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai kepangkal hidung dan menyatu dengan dahi. Kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu diposterior bagian tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. Disini bagian bibir atas membentuk cekungan dangkal memanjang dari atas kebawah yang disebut filtrum, sebelah latero-superior dibatasi oleh ala nasi dan sebelah inferior oleh dasar hidung
Gambar 1. Anatomi Hidung LuarHidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior, disebut dengan vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.
Gambar 2. Anatomi Hidung DalamTiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konka superior, konka media dan konka inferior. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior.Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan celah yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Disini terdapat muara dari sinus maksilla, sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Dibalik bagian anterior konka media yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulat sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus.Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilla merupakan sinus paranasal terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya kearah apek prosesus zigomatikus os maksilla.
Gambar 3. Sinus ParanasalPendarahan hidung Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu: 1. Arteri Etmoidalis anterior 2. Arteri Etmoidalis posterior cabang dari arteri oftalmika 3. Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal dari arteri karotis eksterna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung dibelakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri fasialis.
Gambar 4. Pendarahan HidungPada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor, yang disebut pleksus kieesselbach (littles area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisialis dan mudah cedera oleh truma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis.Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena divestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernesus.Persarafan hidung Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal dari nervus oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung terutama berasal dari cabang oftalmikus dan cabang maksilaris nervus trigeminus. Cabang pertama nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus memberikan cabang nervus nasosiliaris yang kemudian bercabang lagi menjadi nervus etmoidalis anterior dan etmoidalis posterior dan nervus infratroklearis. Nervus etmoidalis anterior berjalan melewati lamina kribrosa bagian anterior dan memasuki hidung bersama arteri etmoidalis anterior melalui foramen etmoidalis anterior, dan disini terbagi lagi menjadi cabang nasalis internus medial dan lateral. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion sfenopalatinum.Ganglion sfenopalatina, selain memberi persarafan sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut serabut sensorid dari nervus maksila.Serabut parasimpatis dari nervus petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung posterior konkha media.Fungsi penghidu berasal dari nervus Olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.2. Histologi HidungLuas permukaan kavum nasi kurang lebih 150 cm2 dan total volumenya sekitar 15 ml. Sebagian besar dilapisi oleh mukosa respiratorius. Secara histologis, mukosa hidung terdiri dari palut lendir (mucous blanket), epitel kolumnar berlapis semu bersilia, membrana basalis, lamina propria yang terdiri dari lapisan subepitelial, lapisan media dan lapisan kelenjar profunda tampak di bawah lapisan kelenjar profunda yaitu periosteum dan tulang. Beberapa jenis epitel mukosa, yaitu epitel skumous kompleks pada vestibulum, epitel transisional terletak tepat di belakang vestibulum dan epitel kolumnar berlapis semu bersilia pada sebagian mukosa respiratorius. Epitel kolumnar sebagian besar memiliki silia. Sel-sel bersilia ini memiliki banyak mitokondria yang sebagian besar berkelompok pada bagian apeks sel. Mitokondria ini merupakan sumber energi utama sel yang diperlukan untuk kerja silia. Sel goblet merupakan kelenjar uniseluler yang menghasilkan mukus, sedangkan sel basal merupakan sel primitif yang merupakan sel bakal dari epitel dan sel goblet. Sel goblet atau kelenjar mukus merupakan sel tunggal, menghasilkan protein polisakarida yang membentuk lendir dalam air. Distribusi dan kepadatan sel goblet tertinggi di daerah konka inferior sebanyak 11.000 sel/mm2 dan terendah di septum nasi sebanyak 5700 sel/mm2. Sel basal tidak pernah mencapai permukaan. Sel kolumnar pada lapisan epitel ini tidak semuanya memiliki silia. Sel-sel basal berpotensi untuk menggantikan sel-sel bersilia atau sel-sel goblet yang telah mati. Kavum nasi bagian anterior pada tepi bawah konka inferior 1 cm dari tepi depan disebut area little memperlihatkan sedikit silia (10%) dari total permukaan. Lebih ke belakang epitel bersilia menutupi 2/3 posterior kavum nasi. Pola gerakan silia yaitu gerakan cepat dan tiba-tiba ke salah satu arah (active stroke) dengan ujungnya menyentuh lapisan mukoid sehingga menggerakan lapisan ini. Kemudian silia bergerak kembali lebih lambat dengan ujung tidak mencapai lapisan tadi (recovery stroke). Perbandingan durasi geraknya kira-kira 1 : 3. Dengan demikian gerakan silia seolah-olah menyerupai ayunan tangan seorang perenang. Silia ini tidak bergerak secara serentak, tetapi berurutan seperti efek domino (metachronical waves) pada satu area arahnya sama. Pola gerak silia dengan frekwensi denyut (ciliary beat frequency) sebesar 1000 getaran per menit. Mikrovilia merupakan penonjolan dengan panjang maksimal 2 m dan diameternya 0,1 m atau 1/3 diameter silia. Mikrovilia tidak bergerak seperti silia. Semua epitel kolumnar bersilia atau tidak bersilia memiliki mikrovilia pada permukaannya. Jumlahnya mencapai 300-400 buah tiap sel. Tiap sel panjangnya sama. Mikrovilia bukan merupakan bakal silia. Mikrovilia merupakan perluasan membran sel, yang menambah luas permukaan sel. Mikrovilia ini membantu pertukaran cairan dan elektrolit dari dan ke dalam sel epitel. Dengan demikian mencegah kekeringan permukaaan sel, sehingga menjaga kelembaban yang lebih baik dibanding dengan sel epitel gepeng.Palut lendir merupakan lembaran yang tipis, lengket dan liat, merupakan bahan yang disekresikan oleh sel goblet, kelenjar seromukus dan kelenjar lakrimal. Terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan yang menyelimuti batang silia dan mikrovili (sol layer) yang disebut lapisan perisiliar. Lapisan ini lebih tipis dan kurang lengket. Kedua adalah lapisan superfisial yang lebih kental (gel layer) yang ditembus oleh batang silia bila sedang tegak sepenuhnya. Lapisan superfisial ini merupakan gumpalan lendir yang tidak berkesinambungan yang menumpang pada cairan perisiliar dibawahnya. Cairan perisiliar mengandung glikoprotein mukus, protein serum, protein sekresi dengan berat molekul rendah. Lapisan ini sangat berperanan penting pada gerakan silia, karena sebagian besar batang silia berada dalam lapisan ini, sedangkan denyutan silia terjadi di dalam cairan ini. Lapisan superfisial yang lebih tebal utamanya mengandung mukus. Diduga mukoglikoprotein ini yang menangkap partikel terinhalasi dan dikeluarkan oleh gerakan mukosiliar, menelan dan bersin. Lapisan ini juga berfungsi sebagai pelindung pada temperatur dingin, kelembaban rendah, gas atau aerosol yang terinhalasi serta menginaktifkan virus yang terperangkap. Kedalaman cairan perisiliar sangat penting untuk mengatur interaksi antara silia dan palut lendir, serta sangat menentukan pengaturan transportasi mukosiliar. Pada lapisan perisiliar yang dangkal, maka lapisan superfisial yang pekat akan masuk ke dalam ruang perisiliar. Sebaliknya pada keadaan peningkatan perisiliar, maka ujung silia tidak akan mencapai lapisan superfiasial yang dapat mengakibatkan kekuatan aktivitas silia terbatas atau terhenti sama sekali.Membrana basalis terdiri atas lapisan tipis membran rangkap dibawah epitel. Di bawah lapisan rangkap ini terdapat lapisan yang lebih tebal yang terdiri dari atas kolagen dan fibril retikulin.Lamina propria merupakan lapisan dibawah membrana basalis. Lapisan ini dibagi atas empat bagian yaitu lapisan subepitelial yang kaya akan sel, lapisan kelenjar superfisial, lapisan media yang banyak sinusoid kavernosus dan lapisan kelenjar profundus. Lamina propria ini terdiri dari sel jaringan ikat, serabut jaringan ikat, substansi dasar, kelenjar, pembuluh darah dan saraf.
3. Fisiologi HidungBerdasarkan teori struktural, evolusioner dan fungsional, fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah: 1. RespirasiUntuk mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaringg udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal.2. PenghiduTerdapat mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu.3. FonetikUntuk resonansi suara, membantu proses bicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang.4. Statik dan mekanikUntuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas5. Refleks nasalFungsi RespirasiUdara inspirasi masuk hidung menuju sistem respirasi melalu nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring. Aliran udara di hidung ini berbentuk lengkungan atau arkus.Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh palut lendir, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37 derajat celcius. Fungsi pengaturan suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas.Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup bersama udara akan disaring di hidung oleh:1. Rambut (vibrissae)2. Silia3. Palut lendirDebu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang lebih besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin.Fungsi PenghiduBekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat. Membran olfaktorius terletak dibagian superior di setiap lubang hidung. Di sebelah medial, membran olfaktorius terlipat ke bawah disepanjang permukaan septum superior, disebelah lateral terlipat diatas turbinat superior dan bahkan diatas sebagian kecil dari permukaan atas turbinat medial. Disetiap lubang hidung, membran olfaktorius mempunyai luas permukaan sekitar 2,4 sentimeter persegi. Sel-sel reseptor untuk sensasi penghidu adalah sel-sel olfaktorius yang pada dasarnya merupakan saraf bipolar yang berasal dari sistem saraf pusat itu sendiri. Terdapat sekitar 100 juta sel seperti ini pada epitel olfaktorius yang tersebar di antara sel-sel sustentakular. Ujung mukosa dari sel-sel olfaktorius yang membentuk tombola tau bulbus, yang dari tempat ini akan dikeluarkan 4 sampai 25 rambut olfaktorius (yang disebut juga silia olfaktorius), yang berdiameter 0,3 mikrometer dan panjangnya sampai 200 mikrometer, terproyeksi kedalam mukus yang melapisi permukaan dalam rongga hidung. Silia olfaktorius yang terproyeksi ini akan membentuk alas yang padat pada mukus,dan ini adalah silia yang akan bereaksi terhadap bau di udara, dan kemudian akan merangsang sel-sel olfaktorius. Pada membran olfaktorius, diantara sel-sel olfaktorius tersebar banyak glandula bowman yang kecil, yang menyekresi mukus ke permukaan olfaktorius. Perangsangan sel-sel olfaktoriusBagian sel olfaktorius yang memberi respon terhadap rangsangan kimia olfaktorius adalah silia olfaktorius. Substansi yang berbau, yang tercium pada saat kontak dengan permukaan membran olfaktorius, mula-mula menyebar secara diffus kedalam mukus yang menutupi silia. Selanjutnya, akan berikatan dengan protein reseptor di membran setiap silium. Setiap protein reseptor sebenarnya merupakan molekul panjang yang menyusupkan diri melalui membran, yang melipat kearah dalam dan kearah luar kira-kira sebanyak tujuh kali. Bau tersebut berikatan dengan bagian protein reseptor yang melipat kearah luar. Namun demikian, bagian dalam protein yang melipat akan saling berpasangan untuk membentuk yang disebut protein-G, yang merupakan kombinasi dari tiga subunit. Pada perangsangan protein reseptor, subunit alfa akan memecahkan diri dari proten-G dan segera mengaktifasi adenilat siklase, yang melekat pada sisi dalam membran siliar didekat badan sel reseptor. Siklase yang teraktivasi kemudian mengubah banyak molekul adenosin trifosfat intrasel menjadi adenosin monofosfat siklik (cAMP). Akhirnya cAMP ini mengaktivasi protein membran lain didekatnya, yaitu gerbang kanal ion natrium yang akan membuka gerbangnya, dan memungkinkan sejumlah besar ion natrium mengalir melewati gerbang ke reseptor di dalam sitoplasma sel. Ion natrium akan meningkatkan potensial listrik dengan arah postitif di sisi dalam membran sel, sehingga merangsang neuron olfaktorius dan menjalarkan potensial aksi ke dalam sistem saraf pusat melalui nervus olfaktorius. Makna yang penting dari mekanisme ini pada aktivasi saraf-saraf olfaktorius adalah bahwa mekanisme tersebut sangat melipatgandakan efek perangsangan, bahkan dari bau yang paling lemah sekalipun. untuk merangsang sel-sel olfaktorius, selain mekanisme kimiawi dasar masih terdapat beberapa faktor fisik yang memengaruhi derajat perangsangan. Pertama, hanya substansi yang dapat menguap yang dapat tercium baunya, yaitu yang terdapat terhirup kedalam nostril-nostril. Kedua, substansi yang merangsang tersebut paling sedikit harus bersifat larut dalam air , sehingga bau tersebut dapat melewati mukus untuk menapai silia olfaktorius. Ketiga, silia ini akan sangat membantu bagi bau yang paling sedikit larut dalam lemak, diduga karena konsituen lipid pada silium itu sendiri merupakan penghalang yang lemah terhadap bau yang tidak larut dalam lemak. Fungsi hidung untuk membantu indra pengecapan adalah untuk membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan seperti. Juga untuk membedakan rasa asam. Sensitif membau pada ibu hamil dan orang lapar.Fungsi FonetikResonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan bernyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar sengau (rinolalia).Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir, dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (m, n, ng) rongga mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.Refleks NasalMukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
Sistem Transpor MukosilierSistem transpor mukosilier merupakan sistem pertahanan aktif rongga hidung terhadap virus, bakteri, jamur atau partikel berbahaya lain yang terhirup bersama udara. Efektivitas sistem transpor mukosilier dipengaruhi oleh kualitas silia dan palut lendir. Palut lendir dihasilkan oleh sel-sel goblet pada epitel dan kelenjar seromusinosa submukosa.Bagian bawah dari palut lendir terdiri dari cairan serosa sedangkan bagian dari permukaannya terdiri dari mukus yang lebih elastik dan banyak mengandung protein plasma seperti albumin, IgG, IgM dan faktor komplemen. Sedangkan cairan serosa mengandung laktoferin, lisozim, inhibitor lekoprotease dan IgA sekretorik.Glikoprotein yang dihasilkan oleh sel mukus penting untuk pertahanan lokal yang bersifat antimikrobial. IgA berfungsi untuk mengeluarkan mikroorganisme dari jaringan dengan mengikat antigen tersebut pada lumen saluran napas, sedngkan IgG beraksi dalam mukosa dengan memicu reaksi inflamasi jika terpajan dengan antigen bakteri.Pada sinus maksila, sistem transport mukosilier menggerakkan sekret sepanjang dinding anterior, medial, posterior dan lateral serta atap rongga sinus membentuk gambaran halo atau bintang yang mengarah ke ostium alamiah. Setingi ostium, sekret akan lebih kental tetapi drainasenya lebih cepat untuk mencegah tekanan negatif dan berkembangnya infeksi. Kerusakan mukosa yang ringan tidak akan menghentikan atau mengubah transport dan sekret akan melewati mukosa yang rusak tersebut. Jika sekret lebih kental, sekret akan terhenti pada mukosa yang mengalami defek.Gerakan sistem mukosilier pada sinus frontal mengikuti gerakan spiral. Sekret akan berjalan menuju septum interfrontal, kemudian ke atap, dinding lateral dan bagian inferior dari dinding anterior dan posterior menuju resesus frontal. Gerakan spiral menuju ke ostiumnya terjadi pada sinus sfenoid, sedangkan pada sinus etmoid terjadi gerakan rektilinear jika ostiumnya terletak di dasar sinus atau gerakan spiral jika ostium terdapat pada salah satu dindingnya.Terdapat dua rute besar transport mukosilier pada dinding lateral:1. Merupakan gabungan sekresi sinus frontal, maksila dan etmoid anterior. Sekretnya bergabung di dekat infundibulum etmoid selanjutnya berjalan menuju tepi prosesus unsinatus, dan sepanjanng dinding medial konka inferior menuju nasofaring melewati bagian anterior orifisium tuba eustachius. Transport aktif berlanjut ke batas epitel bersilia dan skuamosa di nasofaring, selanjutnya jatuh ke bawah dibantu dengan gaya gravitasi dan proses menelan.2. Merupakan gabungan sekresi sinus etmoid posterior dan sfenoid yang bertemu di resesus sfenoetmoid dan menuju nasofaring pada bagian postero-superior orifisium tuba eustachius.Sekret yang berasal dari meatus superior dan septum akan bergabung dengan sekret rute pertama, yaitu di inferior dari tuba eustachius. Sekret dari septum akan berjalan vertikal ke arah bawah terlebih dahulu kemudian ke belakang dan menyatu di bagian inferior tuba eustachius.
BAB IIIRINORRE1. PengertianRinorre adalah Istilah rhinorrhea berasal dari kata Yunani, rhinos artinya hidung dan -rrhea artinya aliran atau cairan. Dengan demikian, rhinorrhea dapat didefinisikan sebagai aliran atau drainase cairan hidung. 2. Etiologia. Temperatur dinginRinore kerap dijumpai selama musim dingin. Salah satu tujuan mucus nasal adalah untuk menghangatkan udara yang dihirup ke suhu tubuh ketika memasuki tubuh. Agar hal ini terjadi, kavum nasi harus terus menerus dilapisi dengan cairan mucus. Selama cuaca dingin, lapisan lendir hidung cenderung kering, berarti membranemucus harus bekerja keras, memproduksi lebih banyak mucus untuk menjaga kavum nasi akibatnya, kavum nasi terisi penuh oleh mucus. Pada saat yang sama, ketika udara dihembuskan, uap air mengembun ketika udara hangat bertemu dengan temperatur luar yang lebih dingin dekat lubang hidung. Hal ini menyebabkan jumlah air yang berlebihan yang mengisi kavum nasi.b. InfeksiRinore dapat merupakan gejala dari penyakit lain, seperti common coldatau influenza. Selama infeksi tersebut, membrane mucus nasal memproduksi mucus yang berlebih, memenuhi kavum nasi. Hal ini untuk mencegah infeksi dari penyebaran ke paru dan traktus respiratori, yang dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Sinusitis merupakan alasan yang signifikan untuk penyebab rinore yang dapat bermanifestasi dalam bentuk akut maupun kronik.c. AlergiRhinore dapat juga terjadi ketika seseorang dengan alergi bahan tertentu seperti pollen, debu, latex, atau binatang oleh allergen ini. Orang dengan system imun tersensitisasi, substansi bahan tersebut dapat memicu produksi antibody IgE, terikat sel mast dan basofil sehingga menyebabkan pengeluaran mediator inflamasi seperti histamin. Selanjutnya, hal ini menyebabkan inflamasi dan pembengkakan jaringan dari rongga nasal dan juga peningkatan produksi mukus.d. LakrimasiRhinore juga berhubungan dengan keluarnya air mata, baik dari emosional maupun iritasi mata. Ketika sejumlah airmata diproduksi berlebihan, cairan mengalir melalui sudut dalam kelopak mata, melalui duktus nasolakrimal lalu ke dalam rongga hidung. Semakin banyak air mata dikeluarkan, banyak cairan juga yang mengalir ke dalam rongga hidung. Penumpukan cairan biasanya diatasi via ekspulsi mucus melalui lubang hidunge. Trauma kepalaJika disebabkan oleh trauma kepala, rinore dapat menjadi kondisi yang serius. Fraktur basis cranii dapat menyebabkan ruptur barier antara kavum sinonasal dan fosa cranial anterior atau fossa cranial media. Kondisi ini dikenal dengancerebrospinal fluid rhinorrhoeaatau CSF rhinorrhea, yang dapat menyebabkan sejumlah komplikasi serius dan mungkin menyebabkan kematian jika tidak ditangani dengan baik.
3. Diagnosis
Dalam diagnosis penyakit dengan gejala rinore dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik serta penunjang agar tatalaksana dapat dilakukan secara adekuat.Gejala pilek adalah awal atau sumber indikasi dari suatu penyakit. Sekret hidung dari satu atau kedua rongga hidung, konsistensinya sekret, encer, bening seperti air, kental, nanah atau bercampur darah. Sekret ini keluar hanya pada pagi hari atau pada waktu-waktu tertentu saja karena sangat penting untuk menentukan diagnosa dan penatalaksanaannya. Sekret hidung yang disebabkan karena infeksi hidung biasanya jernih hingga purulen. Sekret yang jernih seperti air dan banyak jumlahnya khas untuk alergi hidung. Bila sekret berwarna kuning kehijauan biasanya berasal dari sinusitis dan hidung dan bila bercampur darah hanya satu sisi patut dicurigai adanya suatu massa atau tumor hidung. Sekret dari hidung yang turun ke tenggorok disebut dengan post nasal drip yang kemungkinan berasal dari sinus paranasal. Anamnesa yang baik perlu menanyakan onset, progresifitas, karakteristik cairan, faktor yang memperbaiki dan memperburuk, riwayat trauma, tanda peradangan, riwayat alergi, pekerjaan, serta riwayat pengobatan.Pemeriksaan fisik dari rhinorrhea terdiri dari pemeriksaan bagian wajah dan hidung terutama di daerah sinus maksilaris dan frontalis. Sifat dan warna mukosa hidung juga dinilai. Periksa hidung, cek aliran udara dari kedua rongga hidung. Evaluasi ukuran, warna dan kondisi dari mukosa hidung. Apabila mukosa berwarna merah atau berwarna pucat, biru atau abu-abu maka periksa juga area di bawah masing-masing turbinate.Pemeriksaan penunjang seperti smear eosinophil dan prick test yang tepat serta stain Gram dan kultur bakteri dan jamur, dan foto rongent dari sinus pada kasus yang dicurigai rhinosinusitis dapat membantu diagnosis pada kasus rhinorrhea yang menetap.4. Penyakit-Penyakit yang menyebabkan gejala rinore1. Rhnitis alergiRinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh alergi pada pasien yangatopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannyasuatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut. Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur. Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang. Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah. Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan. PatofisologiRinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13.IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC). Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggiGejala KlinisGejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring. Tanda hidung termasuk lipatan hidung melintang garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak.DiagnosisPemeriksaan penunjangSwab hidunga. In vitro Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria.b. In VivoAlergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET).
2. Rhinitis vasomotorPenyebab Rihinit vasomotor ialah: obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti ergotamin, chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal. faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi dan bau yang merangsang. faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil antihamil dan hipotiroidisme. faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue.Patofisiologi Rhinitis vasomotor:Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan sekresi dari kelenjar. Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh sistem saraf simpatis sedangkan parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar. Pada rinitis vasomotor terjadi disfungsi sistem saraf otonom yang menimbulkan peningkatan kerja parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf simpatis. Baik sistem simpatis yang hipoaktif maupun sistem parasimpatis yang hiperaktif, keduanya dapat menimbulkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas kapiler, yang akhirnya akan menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti. Teori lain mengatakan bahwa terjadi peningkatan peptide vasoaktif dari selselseperti sel mast. Termasuk diantara peptide ini adalah histamin, leukotrin, prostaglandin, polipeptide intestinal vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen ini tidak hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang menyebabkan kongesti, tetapi juga meningkatkan efek asetilkolin dari sistem saraf parasimpatis terhadap sekresi hidung, yang menyebabkan rinore. Pelepasan peptide-peptide ini tidak diperantarai oleh Ig-E (non-Ig E mediated) seperti pada rinitis alergi. Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga berperan pada rinitis vasomotor. Banyak kasus yang dihubungkan dengan zat-zat atau kondisi yang spesifik. Beberapa diantaranya adalah perubahan temperatur atau tekanan udara, perfume, asap rokok, polusi udara dan stress ( emosional atau fisikal ). Dengan demikian, patofisiologi dapat memandu penatalaksanaan rinitisvasomotor yaitu :1. meningkatkan perangsangan terhadap sistem saraf simpatis2. mengurangi perangsangan terhadap sistem saraf parasimpatis3. mengurangi peptide vasoaktif4. mencari dan menghindari zat-zat iritan.
Gejala Klinis:Gejala yang dijumpai pada rinitis vasomotor kadang-kadang sulit dibedakan dengan rinitis alergi seperti hidung tersumbat dan rinore. Rinore yang hebat dan bersifat mukus atau serous sering dijumpai. Gejala hidung tersumbat sangat bervariasi yang dapat bergantian dari satu sisi ke sisi yang lain, terutama sewaktu perubahan posisi. Keluhan bersin-bersin tidak begitu nyata bila dibandingkan dengan rinitis alergi dan tidak terdapat rasa gatal di hidung dan mata. Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahansuhu yang ekstrim, udara lembab, dan juga oleh karena asap rokok dan sebagainya. Selain itu juga dapat dijumpai keluhan adanya ingus yang jatuh ke tenggorok ( post nasal drip ).
Penegakkan diagnosisDalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor dan disingkirkan kemungkinan rinitis alergi. Biasanya penderita tidak mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya dan keluhan dimulai pada usia dewasa. Beberapa pasien hanya mengeluhkan gejala sebagai respon terhadap paparan zat iritan tertentu tetapi tidak mempunyai keluhan apabila tidak terpapar. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran klasik berupa edema mukosa hidung, konka hipertrofi dan berwarna merah gelap atau merah tua (karakteristik ), tetapi dapat juga dijumpai berwarna pucat. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol ( tidak rata ). Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore, sekret yang ditemukan bersifat serosa dengan jumlah yang banyak. Pada rinoskopi posterior dapat dijumpai post nasal drip. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi. Test kulit ( skin test) biasanya negatif, demikian pula test RAST, serta kadar Ig E total dalam batas normal. Kadang- kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah yang sedikit. Infeksi sering menyertai yang ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam sekret.Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan mukosa yang edema dan mungkin tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat.
3. SinusitisSinusitis adalah proses peradangan atau infeksi dari satu atau lebih pada membran mukosa sinus paranasal dan terjadi obstruksi dari mekanisme drainase normal. Menurut onset kejadian terbagi dalam akut (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai 3 bulan), dan kronik. Angka kejadian sinusitis sulit diperkirakan secara tepat karena tidak ada batasan yang jelas mengenai sinusitis. Dewasa lebih sering terserang sinusitis dibandingkan anak. Hal ini karena sering terjadinya infeksi saluran nafas atas pada dewasa yang berhubungan dengan terjadinya sinusitis.PatofisiologiSinus paranasal adalah bagian dari traktus respiratorius yang berhubungan langsung dengan nasofaring. Sinus secara normal steril. Dengan adanya obstruksi, flora normal nasofaringeal dapat dapat menyebabkan infeksi. Bila terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendirnya berhadapan akan saling bertemu, dan lender tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lender, sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.
Diagnosis AnamnesisPemeriksaan pada anamnese didapati keluhan pasien Kongesti hidung/sumbatan hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah, ganguan penghidu, sedangkan untuk anak: batuk dan iritabilitas. Pemeriksaan fisikPemeriksaan rinoskopi anterior dan rinoskopi posterior serta palpasi turut membantu menemukan nyeri tekan pada daerah sinus yang terkena.Pemeriksaan radiologi Foto rontgen sinus paranasal Pemeriksaan radiologik yang dapat dibuat antara lain: 1. Waters 2. PA 3. Lateral. Pembengkakan permukaan mukosa yang berbatas tegas pada resesus alveolaris antrum maksila biasanya terjadi akibat infeksi yang berasal dari gigi atau daerah periodontal.CT-Scan (Computer Tomography) sinus paranasal Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada penampang CT-Scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, CT-Scan adalah cara yang terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah.NasoendoskopiNasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan karena dapat melihat bagian-bagian rongga hidung yang berhubungan dengan faktor lokal penyebab sinusitis. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan septum nasi, meatus media, konka media dan inferior, juga dapat mengetahui adanya polip atau tumor.4. Rinorea Cairan Serebrospinal (RCS) adalah suatu keadaan adanya hubungan yang tidak normal antara ruang subarachnoid dengan rongga hidung. Hal ini disebabkan oleh karena rusaknya semua pertahanan yang memisahkan antara ruang subarachnoid dengan rongga hidung, yang ditandai dengan adanya pembukaan pada arachnoid, dura dan tulang, yang merupakan jalan keluar cairan erebrospinal (CSS) ke rongga hidung. CSS dapat berasal dari fossa kranii anterior, media dan posterior. CSS yang berasal dari fossa kranii anterior mengalir melalui sinus frontal, sfenoid dan etmoid atau langsung melalui lamina kribriform. CSS dari fossa kranii media dapat masuk kehidung secara langsung melalui sinus sfenoid ataupun tidak langsung dari sel-sel udara mastoid (telinga tengah) melalui tuba eustakius. Keluarnya CSS dari fossa kranii posterior ke rongga hidung sering secara tidak langsung dari sel-sel udara mastoid (telinga tengah) melalui tuba eustakius.PatofisiologiMekanisme kebocoran CSS oleh karena trauma biasanya terjadi pada bagian dasar fossa kranii anterior, dimana terjadi kerusakan pada arachnoid, dura dan fraktur tulang yang kemudian menyebabkan fistel. Tulang tengkorak anterior tipis dan melekat erat pada dura, sehingga jika terjadi fraktur pada tulang tersebut maka akan terjadi kerusakan pada dura. Lokasi anterior yang paling sering terjadi fistel adalah daerah fovea etmoidalis (atap sinus etmoid), dinding posterior dari sinus frontal, lamina kribriform, dan sinus sfenoid. Fraktur pada fossa kranii media lebih jarang, dimana dapat menyebabkan kebocoran ke hidung melalui sinus sfenoid atau tuba eustakius. RCS juga terjadi oleh karena fraktur fossa kranii posterior yang masuk melalui sinus sfenoid dan fraktur bagian petrosus tulang temporal yang menyebabkan CSS masuk ke selsel udara mastoid dan kemudian ke tuba eustakius (pada membran timpani yang utuh). Kebocoran CSS karena tindakan bedah biasanya tergantung dari tipe operasi pada dasar tengkorak, misalnya terganggu atap sinus oleh karena eksisi tumor pada sinus, prosedur intradural yang meluas kedalam sinus seperti eksisi meningocele, prosedur didalam dan sekitar telinga termasuk diseksi ruang subarachnoid misal eksisi neuroma akustik dan trans-sphenoidal hipofisectomi. Juga pada bedah endoskopi sinus etmoid yang dapat menyebabkan kebocoran CSS. RCS non-trauma biasanya terjadi setelah adanya peristiwa bersin-bersin, batuk atau infeksi saluran pernapasan atas yang ringan. Gejala awalnya tidak jelas sehingga sering salah diagnosa dengan rinitis. Fistel yang terjadi karena tekanan intra kranial yang tinggi biasanya pada area kribriform. Hal ini disebabkan oleh karena rapuh dan uniknya anatomi daerah ini serta adanya filament olfactory pada ruang subarachnoid. Sedangkan fistel karena tekanan intracranial yang normal dapat terjadi melalui defek kongenital pada tegmen atau melalui mastoid. Selain itu erosi langsung pada dasar tengkorak oleh tumor atau infeksi juga dapat menyebabkan kebocoran CSS.Gejala KlinisGejala klinis RCS yaitu sekret jernih pada hidung yang biasanya unilateral, terutama jika terjadi perubahan posisi tubuh. Disamping itu penderita merasakan rasa asin pada mulut. Dapat terjadi sakit kepala karena kehilangan CSS dan gangguan penglihatan karena tekanan intrakranial yang meningkat. Disamping itu dapat terjadi anosmia yang disebabkan oleh trauma pada traktus olfactory.DiagnosisPada anamnese perlu ditanyakan adanya riwayat trauma, apakah trauma kepala atau trauma pada pembedahan. Disamping itu apakah ada sekret hidung yang jernih, unilateral, menetap atau hilang timbul, rasa asin di mulut, sakit kepala seperti ditarik ke depan dan gangguan penglihatan karena meningkatnya tekanan intrakranial serta anosmia karena fraktur pada traktus olfactory.Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai peningkatan aliran CSS terutama pada perubahan posisi atau tekanan vena jugular yang dapat membantu penegakan diagnosa. Untuk penunjang diagnostik dapat dilakukan test saputangan yaitu dengan meletakkan CSS pada sapu tangan. Cairan ini tidak akan mengeras pada saputangan. Sedangkan sekret mucus pada rinitis, akan terjadi pengerasan pada saputangan. Penggunaan nasal endoskopi bermanfaat untuk mengetahui lokalisasi kebocoran CSF. Analisa Biokimia atau Imunokimia dilakukan untuk menentukan adanya glukosa, protein dan elektrolit pada CSS. Radiologi seperti foto polos, CT-Scan dan MRI sangat membantu untuk menentukan lokasi dan ukuran kebocoran serta menjadi petunjuk untuk rencana pendekatan pembedahan. Dilakukan injeksi sodium fluorescein 5% sebanyak 1 ml secara interthecal melalui punksi lumbal. Kemudian pasien dipertahankan pada posisi telungkup dengan kepala sedikit lebih rendah dari posisi badan, sehingga zat warna terdistribusi keseluruh ruang dura. Keadaan ini terjadi karena zat warna tersebut mempunyai gravitasi yang lebih besar dari CSS. Jika terdapat fistel besar maka akan terlihatsekret berwarna terang hijau kekuningan yang mengalir ke hidung setelah beberapa menit dilakukan injeksi zat warna. Jika fistel kecil maka sulit untuk menilai kebocoran, sehingga kita memerlukan sumber cahaya biru yang lebih sensitif untuk menilai kebocoran. Pada pemeriksaan ini dijumpai lintasan berwarna hijau keputihan yang terang.
PenatalaksanaanPenatalaksanaan RCS dapat dilakukan secara konservatif dan pendekatan pembedahan. Penatalaksanaan secara konservatif dapat dilakukan secara bed rest dengan posisi kepala lebih tinggi. Hindari batuk, bersin, meniup hidung dan melakukan aktivitas berat. Dapat diberikan obat-obatan seperti laxantia, diuretic dan steroid. Dilakukan punksi lumbal secara serial dan pemasangan kateter sub-rachnoid secara berkelanjutan. Disamping itu diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
Klasifikasi dan PenatalaksanaanTabel 1. Perbedaan RhinitisRhinitis AlergiRhinitis VasomotorRhinitis Medikamentosa
DefinisiPenyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya mediator kimia ketika terjadi paparan ulang dengan alergen tersebut.
Menurut WHOkelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgEKeadaan Idiopatik yang didiagnosa tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal, dan pajanan obat.Kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor yang diakibatkan pemakaian vasokonstriktor topikal jangka lama dan berlebihan menyebabkan sumbatan hidung menetap.
PenyebabKontak dengan allergenKlasifikasi WHO 2001 (Initiative ARIA)Berdasarkan sifatnya:1. IntermittenGejala < 4 hari/minggu atau < 4 minggu2. PersistenGejala > 4 hari/minggu dan > 4 minggu
Derajat:1. RinganTidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, olahraga, bekerja, belajar dan hal lain yang mengganggu2. Sedang-BeratTerdapat satu atau lebih gangguan diatasEtiologi dan patofisiologi belum diketahui dengan pasti namun ada hipotesis:1. Neurogenik 2. Neuropeptida3. Nitrit Oksida4. TraumaPenggunaan obat vasokonstriktor topikal jangka lama dan berlebihan
DiagnosisAnamnesa: Bersin berulang (terutama pagi hari) Kontak dengan debu Rinore encer dan banyak Hidung tersumbat Hhidung dan mata gatal (dapat disertai lakrimasi)
Pemeriksaan Fisik: Rinoskopi anterior Mukosa edema Basah Berwarna pucat Sekret encer yang banyak Persisten : mukosa inferior tampak hipertrofi Allergic Shinner Allergic Salute Allergic Crease Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit tinggi: gangguang pertumbuhan gigi geligi Dinding posterior faring tampak granuler dan edema Dinding lateral faring menebal Geographic Tongue
Pemeriksaan Penunjang: Eosinofil meningkat Serum IgE meningkat (tes RAST atau ELISA) Sitologi: Eosinofil banyak (alergi inhalan), basofil > 5 sel/lap (alergi makanan), sel PMN (infeksi bakteri Uji Kulit: SET untuk alergi inhalan, IPDFT untuk alergi makanan. Swab hidung Sensitifitas dan kultur tesAnamnesa: Hidung tersumbat, bergantian kanan dan kiri Rinore mukoid/serosa Gejala memburuk pagi hari waktu bangun tidur Bersin Pencetus: rangsangan non spesifik (asap, bau menyengat, makanan pedas, udara dingin)
Pemeriksaan: Mukosa hidung edema Konka berwarna merah gelap/merah tua Permukaan konka licin/hipertrofi Rongga hidung terdapat sekret mukoid sedikit/serosa banyak
Penunjang: Eosinofil jumlah sedikit Uji Kulit Negatif IgE normalAnamnesa: Hidung tersumbat terus menerus dan berairPemeriksaan: Konka hipertrofi/edema Sekret hidung berlebihan Pemberian tampon adrenalin, edema konka tidak berkurang
Terapi1. Menghindari kontak dengan alergen2. Medikamentosa : Antihistamin -> AH1 Dekongestan Kortikosteroid3. Operatif Konkotomi parsial Konkoplasti4. ImmunoterapiIgG blocking antibody dan penurunan IgE1. Hindari stimulus2. Medikamentosa: dekongestan oral obat cuci hidung kauterisasi konka AgNO3 25% Kortikosteroid3. Operasi: Bedah beku elektrokauter konkotomi parsial konka inferior1. Menghentikan pemakaian obat tetes/semprot vasokonstriksi hidung2. Kortikosteroid jangka pendek dan dosis Tappering off3. Dekongestan oral
Tabel 2. Perbedaan Rhinitis (Lanjutan)PenyebabDiagnosisTerapi
Rhinitis SimpleksVirus Hidung kering, panas dan gatal Bersing berulang Hidung tersumbat Ingus encer kental bila infeksi sekunder oleh bakteri Demam Nyeri kepala1. Istirahat2. Analgetik3. Antipiretik4. Dekongestan
Rhinitis HipertrofiInfeksi Berulang di hidung/sinusLanjutan rinitis alergi/vasomotor Sumbatan hidung Sekret banyak (mukopurulen) Nyeri kepala Konka hipertrofi, permukaan berbenjol-benjol karena mukosa hipertrofi 1. Sesuai penyebab2. Kauterisasi konka
Rhinitis Atrofiinfeksi hidung yang kronik Bau napas Ingus kental berwarna hijau Krusta hijau Gangguan penghidu Sakit kepala Hidung tersumbat Rongga hidung lapang Konka inferior dan media bisa hipertrofi atau atrofi1. pemberian antibiotik spektrum luas2. obat cuci hidung
operatifFESS
Rhinitis DifteriCorynebacterium Difetria Demam, toksikemia, limfadenitis, pralisi Ingus bercampur darah Pseudomembran putih, krusta coklat di nares dan cavum nasi1. Isolasi2. ADS3. Penisilin lokal dan intramuskuler
Rhinitis TBM. Tuberculosis Hidung tersumbat Sekret mukopurulen BTA (+)1. OAT2. Obat cuci hidung
Rhinitis SifilisTreponema pallidumSama dengan rinitis akut lain Bercak pada mukosa (gumma/ulkus) Sekret mukopurulen berbau + krusta, perforasi septum/hidung pelana1. Penisilin2. Obat cuci hidung
Rhinitis JamurDapat terjadi bersama dengan sinusitis dan bersifat invasif atau non-invasif(Aspergillus, Candida, Histoplasma, Fussarium dan Mucor)non-invasif menyerupai rinolit (gumpalan jamur) dengan inflamasi mukosa yang lebih berat tidak terjadi destruksi kartilago dan tulang
invasif ditemukannya hifa jamur di lamina propria perforasi septum atau hidung pelana sekret mukopurulen ulkus atau perforasi pada septum dan disertai dengan jaringan nekrotik berwarna kehitaman (Black Eschar)non-invasifangkat seluruh gumpalan jamur
invasif1. eradikasi penyebab dengan anti jamur oral dan topikal2. cuci hidung3. dioles dengan gentian violet4. debridement seluruh jaringan yang nekrotik
Tabel 3. Perbedaan SinusitisSinusitis
AkutSub AkutKronik
Waktu0 4 minggu4 minggu 3 bulan> 3 bulan
PatologiPenyumbatan kompleks osteomeatal oleh infeksi, obstruksi mekanis, alergi
mukosa reversibleSama dengan sinusitis akutSilia rusak Perubahan mukosa hidung ireversibel, kerusakan silia
Anamnesis hidung tersumbat nyeri daerah sinus nyeri alih maksila: kelopak mata, gigi, dahi, depan telinga etmoid: pangkal hidung, bola mata, pelipis frontal: dahi, kepala sfenoid: verteks, oksipital, belakang bola mata, mastoid demam, lesu Ingus kental, berbauSama dengan sinusitis akut tapi tanda radang akutnya mereda Sekret di hidung Post nasal drip Rasa tidak nyaman, gatal di tenggorok Pendengaran terganggu Nyeri kepala Gangguan di mata Batuk Gejala saluran cerna akibat mukopus tertelan
Pemeriksaan bengkak daerah muka/pipi/kelopak mata mukosa konka edema hiperemis post nasal drip transluminasi (+) air fluid levelSama dengan sinusitis akut tapi tanda radang akutnya meredaTidak seberat sinusitis akut bengkak wajah (-) sekret kental purulen post nasal drip
Terapi1. Antibiotik2. Dekongestan lokal tetes hidung3. Analgetik 1. Antibiotik spektrum luas2. Dekongestan lokal tetes hidung3. Analgetik4. Antihistamin5. Mukolitik6. diatermi7. Pungsi irigasi1. Antibiotik2. Dekongestan lokal3. Analgetik4. Diatermi5. Pungsi dan irigasi sinus6. Operasi radikalCWL, BSEF
BAB IVKesimpulanRinorre adalah Istilah rhinorrhea berasal dari kata Yunani, rhinos artinya hidung dan -rrhea artinya aliran atau cairan. Dengan demikian, rhinorrhea dapat didefinisikan sebagai aliran atau drainase cairan hidung. Rinorrhea bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan suatu gejala yang ditimbulkan dari penyakit tertentu. Rinnorhea dapat terjadi pada satu maupun keduan rongga hidung dengan konsistensi cair atau kental dan berwarna jernih, kehijauan atau bercampur darah. Ada beberapa penyakit yang memiliki gejala berupa rinorrhea atau keluarnya cairan dari dalam hidung, yaitu akibat peradangan, adanya massa, trauma dan lainnya.Dalam diagnosis penyakit dengan gejala rinore dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik serta penunjang agar tatalaksana dapat dilakukan secara adekuat. Gejala pilek adalah awal atau sumber indikasi dari suatu penyakit. Sekret hidung dari satu atau kedua rongga hidung, konsistensinya sekret, encer, bening seperti air, kental, nanah atau bercampur darah. Pemeriksaan fisik dari rhinorrhea terdiri dari pemeriksaan bagian wajah dan hidung terutama di daerah sinus maksilaris dan frontalis. Sifat dan warna mukosa hidung juga dinilai. Periksa hidung, cek aliran udara dari kedua rongga hidung. Evaluasi ukuran, warna dan kondisi dari mukosa hidung. Penyakit-pnyakit yang dapat menyebabkan gejala rinore ialah Rinitis alergi, rhinitis vasomotor, sinusistis dan serta kebocoran cairan serebrospinal. Penatalaksanaan rinore bergantung pada etiologi dari masing-masing penyakit.
BAB VPenutupTelah disajikan tinjauan kepustakaan mengenai rinore. Telah dibahas mengenai etiologi, diagnostic, penatalaksanaan sesuai dengan kausa seehingga dapat digunakan sebagai pedoman dalam pengobatan selanjutnya.