Top Banner
REFERAT CONGENITAL UNILATERAL HEARING LOSS Oleh: Muhammad Faisal Al Mustafa 406148123 Pembimbing: dr. H.R. Krisnabudhi, Sp.THT-KL KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN DAN KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIBINONG PERIODE 31 AGUSTUS – 3 OKTOBER 2015 1
74

Referat THT Faisal

Dec 05, 2015

Download

Documents

M Faizal

to
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat THT Faisal

REFERATCONGENITAL UNILATERAL HEARING LOSS

Oleh:

Muhammad Faisal Al Mustafa

406148123

Pembimbing:

dr. H.R. Krisnabudhi, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN DAN KEPALA LEHER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIBINONG

PERIODE 31 AGUSTUS – 3 OKTOBER 2015

1

Page 2: Referat THT Faisal

LEMBAR PENGESAHANCONGENITAL UNILATERAL HEARING LOSS

Pembimbing

dr. H.R. Krisnabudhi, Sp.THT-KL

Pelapor

Muhammad Faisal Al Mustafa

NIM: 406148123

2

Page 3: Referat THT Faisal

KATA PENGANTAR

Puji syukur sebesar-besarnya penyusun panjatkan kepada Allah SWT karena berkah dan rahmat-Nya referat ini bisa diselesaikan tepat pada waktunya.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Direktur RSUD Cibinong atas kesempatan yang diberikan kepada penyusun untuk dapat menjalani pendidikan mengenai penyakit telinga hidung dan tenggorokan serta kepala dan leher di RSUD Cibinong selama 5 minggu ini. Tidak lupa penyusun juga mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya pula kepada pembimbing referat penyusun, yaitu dr. Krisnabudhi, Sp.THT-KL dan dr. Dadang Chandra, Sp.THT yang dengan sabar telah memberikan bimbingan dan waktunya kepada penyusun untuk referat yang mengambil judul “Congenital Unilateral Hearing Loss” ini.

Terima kasih terutama kepada orang tua yang selalu memberikan dukungan dan doa, serta untuk teman-teman yaitu dokter-dokter muda bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT yang telah banyak membantu penyusun dalam penyusunan referat ini. Terima kasih untuk waktu dan semua bantuan yang telah teman-teman berikan.

Penyusun sadar dalam penyusunan referat ini masih banyak terdapat kekurangan, semoga dalam penyusunan selanjutnya, penyusun dapat lebih baik lagi.

Demikian yang dapat penyusun sampaikan. Kiranya referat ini dapat berguna dan membantu generasi dokter-dokter muda selanjutnya maupun mahasiswa-mahasiswi jurusan kesehatan lain yang sedang dalam menempuh pendidikan, referat ini berguna sebagai referensi dan sumber bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan.

Jakarta, 28 September 2015

Penyusun

3

Page 4: Referat THT Faisal

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………… 2

KATA PENGANTAR ………………………………………………… 3

DAFTAR ISI ………………………………………………………….. 4

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………….. 5

BAB I: PENDAHULUAN …………………………………………….. 6

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………… 7

2.1 Embriologi Telinga ………………………………………………… 7

2.2 Anatomi Telinga …………………………………………………… 11

2.3 Fisiologi Mendengar ………………………………………………. 14

2.4 Tuli Kongenital Unilateral ………………………………………… 17

2.4.1 Definisi ………………………………………………………….. 17

2.4.2 Etiopatogenesis ………………………………………………….. 17

2.4.3 Epidemiologi ……………………………………………………. 22

2.4.4 Faktor risiko ……………………………………………………… 23

2.4.5 Klasifikasi ………………………………………………………… 24

2.4.6 Diagnosis …………………………………………………………. 28

2.4.7 Penatalaksanaan ………………………………………………….. 39

BAB III: KESIMPULAN……………………………………………….. 47

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….. 48

4

Page 5: Referat THT Faisal

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Telinga ................................................................. 11

Gambar 2.2 Membran Telinga ............................................................... 11

Gambar 2.3 Telinga Tengah dan Telinga Dalam ................................... 12

5

Page 6: Referat THT Faisal

BAB I

PENDAHULUAN

Tuli kongenital merupakan gangguan pendengaran yang timbul pada saat lahir yang disebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan maupun pada saat kelahiran. Ketulian ini dapat berupa tuli sebagian (hearing impaired) atau tuli total (deaf). Tuli kongenital dibagi menjadi genetik herediter dan non genetik.1,2

Tuli kongenital merupakan salah satu masalah pada anak yang akan berdampak pada perkembangan bicara, sosial, kognitif dan akademik. Masalah makin bertambah bila tidak dilakukan deteksi dan intervensi secara dini.

Di negara maju, angka tuli kongenital berkisar antara 0,1 - 0,3 % kelahiran hidup, sedangkan di Indonesia berdasarkan survei yang dilakukan oleh Dep. Kes di 7 Provinsi pada tahun 1994 - 1996 yaitu sebesar 0,1 %.2 Tuli kongenital di Indonesia diperkirakan sebanyak 214.100 orang bila jumlah penduduk sebesar 214.100.000 juta (Profil Kesehatan, 2005). Jumlah ini akan bertambah setiap tahun dengan adanya pertambahan penduduk akibat tingginya angka kelahiran sebesar 0,22%. WHO memperkirakan setiap tahun terdapat 38.000 anak tuli lahir di Asia Tenggara. Pertemuan WHO di Colombo pada tahun 2000 menetapkan tuli kongenital sebagai salah satu penyebab ketulian yang harus diturunkan prevalensinya. Ini tentu saja memerlukan kerjasama dengan disiplin ilmu lain dan masyarakat selain tenaga kesehatan.2

Untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran pada anak diperlukan pemeriksaan fungsi pendengaran yang lebih sulit dibandingkan orang dewasa. Proses pendengaran pada anak sangat kompleks dan bervariasi karena menyangkut aspek tumbuh kembang, perkembangan embriologi, anatomi, fisiologi, neurologi, dan audiologi. Pada sisi lain pemeriksa diharapkan dapat mendeteksi gangguan pada kelompok usia sedini mungkin.1

Penilitian terakhir menyebutkan bahwa anak dengan kelainan pendengaran membutuhkan tindakan rehabilitasi sesegera mungkin, bahkan juga anak usia 6 bulan yang telah diidentifikasi memiliki kelainan pendengaran. Pemberian amplifikasi perlu dipertimbangkan untuk memberikan rangsang stimulus pendengaran namun harus diperhatikan faktor penguatannya sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang permanen. Sedangkan di negara maju penggunaan implant koklear sudah banyak diterapkan pada anak dengan kelainan kongenital.10,11

6

Page 7: Referat THT Faisal

BAB II

2.1 EMBRIOLOGI TELINGA

Pinna

Pinna berkembang dari mesoderm pada lengkungan branchial pertama dan kedua pada 4 minggu kehamilan. Dalam waktu 2 minggu enam hillocks nya muncul di mandibular dan lengkung hioid. Hillocks ini secra progresif bergabung membentuk pinna. Konfigurasi dewasa dicapai pada bulan kelima, dimana proses perkembangan secara independen di telinga tengah dan telinga dalam. 12

Meatus Akustikus Eksternus

Pada orang dewasa Meatus Akustikus Eksternus (MAE) terdiri dari segmen lateral fibrokartilaginosa dan segmen tulang medial. Segmen Fibrokartilaginosa berkembang dari bagian dorsal pertama branchial groove. Dalam perkembangannya, groove ini secara progresifsemakin dalam sehingga ektoderm secara transient berbatasan dengan endoderm dari kantong faring pertama. Minggu keenam, Perkembangan mesodermal memutuskan kontak ini dan kemudian membentuk lamina propria (meatal plate) membran timpani. Setelah 9 minggu, corda dari sel-sel epitel tumbuh ke arah medial, berakhir di meatal plate. Corda epitelial ini mulai membentuk kanal ulang dari medial ke lateral. Kulit melapisi pembentukan kanal baru MAE dan menjadi lapisan eksternal membran timpani dan melapisi MAE.

Segmen tulang MAE (cincin timpanik) berkembang dari empat pusat osifikasi di sekeliling lamina propria atau meatal plate. Pusat-pusat osifikasi ini bergabung dalam 10 minggu, membentuk sebuah cincin berbentuk C yang terbuka ke arah superior (lekukan Rivinus). Penggabungan tidak lengkap ke arah inferior dan secara persisten saat dewasa membentuk foramen paten Huschke. Pertumbuhan lateral dari cincin timpanik dengan kapsul otik dimulai setelah bulan kedelapan kehamilan, prosesnya tidak selesai sampai setelah kelahiran. Tulang temporal squamosa membentuk atap dari tulang MAE.

Telinga Tengah dan Kompartemen Mastoid

Kompartemen timpanomastoid berkembang sebagai kantung luar kantong faring pertama (reses tubotimpanik). Jaringan endodermal dari ujung dorsal kantong ini menjadi tuba Eustachius dan rongga timpani. Ujung terminal dari kantong tumbuh menjadi empat sakus yang secara progresif mengisi udara

7

Page 8: Referat THT Faisal

kompartemen timpanomastoid. Dalam 30 Minggu, perkembangan rongga timpani telah lengkap.

Ossicular chain

Pada minggu keempat, ujung atas dari arkus branchial pertama dan kedua dihubungkan oleh jembatan mesenkim yang akhirnya menjadi tulang maleus dan tulang inkus. Tulang stapes berkembang dari arkus branchial kedua kecuali footplate dan ligamen annulus, keduanya merupakan asal dari kapsul otikus. Dalam 15 minggu, ossikel telah mencapai ukuran dewasa dan osifikasi dimulai, pertama di tulang inkus dan terakhir di tulang stapes.

Labirin Membranosa

Petunjuk pertama dari perkembangan telinga adalah penebalan permukaan ektoderm pada setiap sisi rombencefalon. Penebalan ini, plakodes otik, secara cepat berinvaginasi untuk membentuk vesikel otikus. Dengan perkembangan lebih lanjut, setiap vesikula masing masing terbagi menjadi kompartemen ventral yang menjadi sakulus dan kompartemen dorsal yang membentuk utrikulus. Endolimfatik adalah yang pertama akan muncul dari kedua sakus ini. Duktus (horizontal) lateral, kanal semisirkular superior, dan makula utrikulus secara filogenetis merupakan bagian tertua dari telinga dalam dan berkembang dari kantung utrikulus. Kanal semisirkular posterior, makula sakulus, dan Duktus kokhlear berkembang dari kantung ventral. Selama minggu keenam organogenesis, kanal semisirkular posterior muncul sebagai kantung luar atau canal plate yang meluas dari vesikel otikus dorsal. Daerah tengah dari canal plate menyatu satu sama lain dengan epitel kontak yang akan mengalami apoptosis. Hilangnya daerah tengah dari canal plate meninggalkan struktur seperti loop yaitu tiga duktus semisirkular. Salah satu ujung setiap duktus berdilatasi untuk membentuk ampulasi pada akhir setiap duktus. Diferensiasi dari macula dan krista ampular dari utrikulus dan sakulus: sel dari setiap ampula berdiferensiasi menjadi struktur khusus— krista ampular. Daerah sensoris serupa, makula akustik, berkembang menjadi sel-sel sensoris khusus di dinding kantung utricular dan sakular. Perkembangan organ dari Corti: dalam minggu keenam perkembangan, bagian inferior dari vesikula otikus berevaginasi dan meluas ke arah ventral, sehingga membentuk duktus koklear yang menembus mesenkim sekitarnya dalam bentuk spiral. Dalam minggu kedelapan telah selesai 2.5 putaran. Awalnya sel-sel epitel dari duktus koklear tidak sama. Dengan perkembangan lebih lanjut, mereka membentuk dua bukit — bukit dalam dan bukit luar. Bukit luar membentuk satu baris sel rambut dalam dan tiga baris sel-sel rambut luar. Bukit dalam membentuk limbus spiral.

8

Page 9: Referat THT Faisal

Labirin Perilimfatik

Pada minggu kedelapan, mesenkim disekitar duktus koklear berdiferensiasi menjadi tulang rawan. Dalam minggu kesepuluh cangkang tulang rawan ini akan mengalami vakuolisasi dan dua ruang perilimfatik, skala vestibular dan skala timpani terbentuk.

Kapsula Otikus

Langkah awal dalam perkembangan kapsula otikus terjadi pada akhir minggu keempat, sebagai sel padat mesenkim pembungkusan labirin membranosa meningkat, mesenkim ini berdiferensiasi menjadi tulang rawan. Menurut Bast dan Anson, pusat osifikasi pertama muncul di wilayah koklea. Berikut lima ciri perkembangan kapsula otikus:1). Berasal dari 14 pusat osifikasi, muncul dalam periode 6 minggu, dimulai pada minggu ke-15; 2). Penggabungan dari pusat secara perifer tanpa zona perantara dari pertumbuhan epifiseal atau garis sutura (21 minggu); 3). Struktur trilamilar pada masing-masing pusat dari seluruh kapsul; 4). Jadwal yang independen dari pertumbuhan setiap lapisan dari setiap pusat dan masing-masing pola histogenesis; 5). Retensi yang lama dari pembentukan janin pada ketiadaan total dari proses-proses tersebut dapat mengkonversi janin menjadi tulang Haversian

Tiga lapisan tulang muncul dari osifikasi dari tulang rawan kapsula otikus: 1). lapisan endosteal tidak secara signifikan berubah sepanjang kehidupan dewasa, kecuali itu mungkin berproliferasi dalam merespon infeksi (labirintitis ossifikans); 2). lapisan periosteal sebaliknya berubah dengan penambahan lamellar tulang dan pneumatisasi sampai awal kehidupan dewasa; 3). Tulang enkhondral terjepit di antara endosteal dan lapisan periosteal. Terbuat dari tulang intrakondral dan endokondral. Lapisan endokondral mengalami sedikit perubahan selama kehidupan dan memiliki sedikit kemampuan reparatif penyembuhan oleh jaringan ikat fibrosa.

Modiolus Koklear

Modiolus muncul secara independen dari membran tulang dimulai pada minggu ke 20, dan osifikasi lengkap dalam 25 minggu.

9

Page 10: Referat THT Faisal

Diferensiasi Saraf

Scarpa Ganglion dan Spiral Ganglion, selama pembentukan vesikel otik, sekelompok kecil sel mengelupas dari dinging dorsomedial dan membentuk ganglion statoakustik. Ganglion kemudian terbagi menjadi bagian koklea dan vestibular.

Nervus Fasial, Menurut Gasser et al, di sekitar 4 minggu "nervus fasial primordial muncul dari rombencefalon" sebagai kolom dari sel-sel krista netral dan "meluas ke arah ventral untuk menghubungkan plakoda epibrankial lengkungan kedua," area ektoderm yang menebal hanya dari kaudal ke aspek dorsal pada alur pertama. Ganglion genikulatum terbentuk dari area yang berkontak tersebut.

Dalam kira-kira 6 minggu, ganglion genikulatum telah dapat dibedakan, dan puncak fasial telah terbagi merata menjadi segmen kaudal dan rostral; segmen kaudal menjadi batang utama dari nervus fasial, dan segmen rostral menjadi nervus korda timpani, pembentukan cabang pertama dari nervus fasial.

Nervus petrosus superfisial mayor, pembentukan cabang kedua nervus fasial muncul pada minggu ketujuh kehamilan dari aspek ventral ganglion genikulatum, dan batang utama nervus fasial berhubungan kuat dengan anatomi intangkamporal di dalam tulang rawan kapsul otikus.

Kanal fallopi memulai pembentukan pada akhir Minggu ke-20 kehamilan sebagai pusat osifikasi koklea apikal membentuk dua proyeksi tulang yang pada akhirnya adalah untuk mengelilingi segmen anterior timpanik dari nervus fasial.

10

Page 11: Referat THT Faisal

2.2 ANATOMI TELINGA

Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.

Gambar 2.1 Anatomi Telinga.3

Telinga luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf “S” dengan kerangka tulang rawan 1/3 bagian luar, sedangkan 2/3 bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5–3 cm.4

11

Page 12: Referat THT Faisal

Gambar 2.2 Membran Timpani.5

Telinga tengah

Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam sisi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo dari membran timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes. Tuba Eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah. Tuba Eustachius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani.4,6

12

Page 13: Referat THT Faisal

Gambar 2.3 Telinga tengah dan telinga dalam.3

Telinga dalam

Telinga dalam terdiri dari dua bagian yaitu labirin dan rumah siput (koklea). Labirin tulang adalah serangkaian saluran di dalam bagian petrosa tulang temporal. Di dalam saluran-saluran ini terdapat labirin membranosa yang dikelilingi oleh cairan yang disebut perilimfe. Struktur membranosa ini kurang lebih mirip dengan bentuk saluran tulang. Saluran tulang terisi oleh cairan yang disebut endolimfe, dan tidak terdapat hubungan diantara ruang-ruang yang terisi oleh endolimfe dengan yang terisi oleh perilimfe.7

Bagian koklea labirin merupakan saluran melingkar yang pada manusia panjangnya 35 mm dan membentuk 2¾ kali putaran. Disepanjang struktur ini terdapat membran basilar dan membran Reissner yang membaginya menjadi tiga ruang (skala). Skala vestibuli di bagian atas dan skala timpani di bagian bawah mengandung perilimfe dan berhubungan satu sama lain di apeks koklea melalui lubang kecil yang disebut helikotrema. Di dasar koklea, skala vestibuli berakhir di fenestra oval, yang tertutup oleh lempeng kaki stapes. Skala timpani berakhir di fenestra rotundum, yakni foramen di dinding medial telinga tengah yang tertutup oleh membran timpani sekunder yang lentur. Skala media, dan ruang koklea

13

Page 14: Referat THT Faisal

tengah, bersambungan dengan labirin membranosa serta tidak berhubungan dengan dua skala lainnya.7

Terletak di atas membran basilar dari basis ke apeks adalah organ korti, yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ Corti tediri dari satu baris sel rambut dalam (3.000) dan tiga baris sel rambut luar (12.000). sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu jungkat-jungkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal dengan membran tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terleak di medial disebut sebagai limbus.6

Bagian vestibulum telinga dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan kanal semisirkular. Sakulus dan utrikulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia, dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih besar daripada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi maka gaya dari otolit akan membengkokkan silia sel-sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada reseptor.6

Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui sebuah duktus sempit yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus terhadap makula sakulus. Ketiga kanal semisirkular bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanal memiliki suatu ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista. Sel-sel rambut menonjol pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam kanal semisirkular akan menggerakkan kupula yang selanjutnya akan membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor.6

2.3 FISIOLOGI MENDENGAR

Mekanisme mendengar

Proses pendengaran terjadi mengikuti alur sebagai berikut: gelombang suara mencapai membran timpani. Gelombang suara yang bertekanan tinggi dan rendah berselang seling menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar-masuk seirama dengan frekuensi gelombang suara. Ketika membran timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi sama, memindahkan

14

Page 15: Referat THT Faisal

frekuensi gerakan tersebut dari membran timpani ke jendela oval. Tulang stapes yang bergetar masuk-keluar dari tingkat oval menimbulkan getaran pada perilimfe di skala vestibuli. Oleh karena luas permukaan membran timpani 22 kali lebih besar dari luas tingkap oval, maka terjadi penguatan tekanan gelombang suara 15 – 22 kali pada tingkap oval. Selain karena luas permukaan membran timpani yang jauh lebih besar, efek dari pengungkit tulang-tulang pendengaran juga turut berkontribusi dalam peningkatan tekanan gelombang suara.9

Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan, tekanan dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam yaitu, perubahan posisi jendela bundar dan defleksi membran basilar.7

Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di kompartemen atas, kemudian mengelilingi helikoterma, dan ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar untuk mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika stapes bergerak mundur dan menarik jendela oval ke luar, perilimfe mengalir ke arah yang berlawanan mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam.7,9

Pada jalur kedua, gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil jalan pintas. Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui membran vestibular yang tipis, ke dalam duktus koklear dan kemudian melalui mebrana basilar ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar-masuk bergantian.7,9

Membran basilar yang terletak dekat telinga tengah lebih pendek dan kaku, akan bergetar bila ada getaran dengan nada rendah. Hal ini dapat diibaratkan dengan senar gitar yang pendek dan tegang, akan beresonansi dengan nada tinggi. Getaran yang bernada tinggi pada perilimfe skala vestibuli akan melintasi membran vestibular yang terletak dekat ke telinga tengah. Sebaliknya nada rendah akan menggetarkan bagian membran basilar di daerah apeks. Getaran ini kemudian akan turun ke perilimfe skala timpani, kemudian keluar melalui tingkap bulat ke telinga tengah untuk diredam.7,9

Karena organ Corti menumpang pada membran basilar, sewaktu membran basilar bergetar, sel-sel rambut juga bergerak naik turun dan rambut-rambut tersebut akan membengkok ke depan dan belakang sewaktu membran basilar menggeser posisinya terhadap membran tektorial. Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini menyebabkan saluran-saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian. Sel-sel

15

Page 16: Referat THT Faisal

rambut berkomunikasi melalui sinaps kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditor (koklear).7,9

Depolarisasi sel-sel rambut menyebabkan peningkatan kecepatan pengeluaran zat perantara mereka yang menaikan potensial aksi di serat-serat aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu membran basilar bergerak ke bawah). Perubahan potensial berjenjang di reseptor mengakibatkan perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi yang merambat ke otak. Impuls kemudian dijalarkan melalui saraf otak statoacustikus (saraf pendengaran) ke medulla oblongata kemudian ke kollikulus. Persepsi auditif terjadi setelah proses sensori atau sensasi auditif.7,9

Penentuan frekuensi suara

Suara dengan tinggi nada yang rendah menyebabkan pengaktifan maksimum membran basilis di dekat apeks koklea dan suara dengan frekuensi yang tinggi mengaktifkan membran basilar dekat basis koklea, sedangkan suara dengan frekuensi menengah mengaktifkan membran di antara kedua nilai yang ekstrim tersebut. Selanjutnya, ada pengaturan spasial pada serabut saraf di jaras koklear, yang berasal dari koklea sampai korteks serebri. Perekaman sinyal di traktus auditor pada batang otak dan di area penerima pendengaran pada korteks serebri memperlihatkan neuron-neuron otak yang spesifik diaktivasi oleh frekuensi suara tertentu. Oleh karena itu cara yang digunakan oleh sistem saraf untuk mendeteksi perbedaan frekuensi suara adalah dengan menentukan posisi di sepanjang membran basilar yang paling terangsang. Ini dinamakan prinsip letak untuk menentukan frekuensi suara.9

Penentuan keras suara

Kekerasan suara ditentukan oleh sistem pendengaran sekurang-kurangnya melalui tiga cara. Pertama, ketika suara menjadi lebih keras terjadi peningkatan amplitudo getaran yang merangsang ujung-ujung saraf bereksitasi lebih cepat. Kedua, ketika amplitudo meningkat akan menyebabkan semakin banyak sel-sel rambut di pinggir bagian mebran basilar yang beresonasi, sehingga terjadi penjumlahan spasial impuls, dimana transmisi melalui banyak serabut saraf. Ketiga, sel-sel rambut luar tidak terangsang secara bermakna sampai getaran membran basilar mencapai intensitas yang tinggi.7,9

Suara yang sangat keras yang tidak dapat diperlembut secara adekuat oleh refleks-refkes protektif telinga dapat menyebabkan getaran membran basilar yang hebat sehingga sel-sel rambut yang tidak dapat digantikan itu terlepas atau rusak secara permanen dan menimbulkan gangguan pendengaran parsial.7,9

Diskriminasi arah asal suara

16

Page 17: Referat THT Faisal

Destruksi korteks pendengaran pada kedua sisi otak baik pada manusia atau pada mamalia yang lebih rendah menyebabkan kehilangan sebagian besar kemampuannya mendeteksi arah asal suara. Namun, mekanisme untuk deteksi ini dimulai pada nuklei olivarius superior di dalam batang otak.9

Nukleus olivarius superior dibagi menjadi dua yakni nukleus olivarius superior medial dan lateral. Nukleus lateral bertanggung jawab untuk mendeteksi arah sumber suara, agaknya melalui perbandingan sederhana diantara perbedaan intensitas suara yang mencapai kedua telinga, dan mengirimkan sinyal yang tepat ke korteks auditorik untuk memperkirakan arahnya. Nukleus olivarius superior medial mempunyai mekanisme spesifik untuk mendeteksi perbedaan waktu antara sinyal akustik yang memasuki kedua telinga. Nukleus ini terdiri atas sejumlah besar neuron yang mempunyai dua dendrit utama yang menonjol ke arah kanan dan kiri. Intensitas eksitasi di setiap neuron sangat sensitif terhadap perbedaan waktu yang spesifik antara dua sinyal akustik yang berasal dari kedua telinga. Pada nukleus tersebut terjadi pola spasial perangsangan neuron. Suara yang datang langsung dari depan kepala merangsang satu perangkat neuron olivarius secara maksimal dan suara dari sudut sisi yang berbeda menstimulasi pernagkat neuron lainnya dari sisi yang berlawanan.9

Ketulian

Tuli biasanya dibagi dalam dua jenis. Pertama yang disebabkan oleh gangguan koklea atau saraf pendengaran, yang biasanya dimasukkan dalam tuli saraf dan kedua yang disebabkan oleh gangguan mekanisme telinga tengah untuk menghantarkan suara ke koklea, yang biasanya dinamakan tuli hantaran sebenarnya bila koklea atau saraf pendengaran dirusak total makan orang tersebut akan tuli total akan tetapi bila koklea dan saraf masih utuh tetapi sistem osikular rusak atau mengalami ankilosis kaku karena fibrosis atau kalsifikasi, gelombang suara tetap dapat dihantarkan ke koklea dengan cara konduksi tulang seperti penghantaran bunyi dari ujung garputala yang bergetar, yang ditempelkan langsung pada tengkorak.9

Derajat ketulian

Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher, yaitu:4

Ambang dengar (AD) = AD 500 HZ+ AD1000 Hz+ AD2000 Hz

3

Menurut kepustakaan yang terbaru frekuensi 400 Hz berperan penting untuk pendengaran, sehingga perlu turut diperhitungkan, sehingga derajat ketulian dihitung dengan menambahkan ambang dengar 4000 Hz dengan ketiga ambang dengar di atas, kemudian di bagi 4:

17

Page 18: Referat THT Faisal

Ambang dengar (AD) = AD 500 Hz+ AD1000 Hz+ AD2000 Hz+ AD 4000 Hz

4

Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar hantaran udaranya (AC) saja. Derajat ketulian IS0 :

0 – 25 dB : normal

>25 – 40 dB : tuli ringan

>40 – 55 dB : tuli sedang

>55 – 70 dB : tuli sedang berat

>70 – 90 dB : tuli berat

>90 dB : tuli sangat berat

2.4 TULI KONGENITAL UNILATERAL

2.4.1 Definisi

18

Page 19: Referat THT Faisal

Tuli kongenital merupakan gangguan pendengaran yang timbul pada saat lahir yang disebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan maupun pada saat kelahiran. Ketulian ini dapat berupa tuli sebagian (hearing impaired) atau tuli total (deaf).1 Unilateral adalah terjadi pada salah satu sisi, sedangkan sisi lainnya normal.

2.4.2 Etiopatogenesis

Kehilangan Pendengaran Sindromik

Tuli kongenital telah dideskripsikan pada lebih dari 400 sindrom. Meskipun banyak klasifikasi dari sindrom-sindrom ini, salah satunya yang paling berguna adalah berdasarkan pada sistem organ yang terlibat. Beberapa dari bentuk gangguan pendengaran sindromik telah didiskusikan dengan lebih detail melalui referensi partikel dalam memahami dasar genetiknya.

Kehilangan pendengaran sindromik terdiri dari: a). Sindrom autosomal dominan: Sindrom Branchio-Oto-Renal (BOR), Crouzon’s Disease, neurofibromatosis 2, sindrom Stickler, sindrom Treacher Collins, sindrom Waardenburg; b). Sindrom autosomal resesif: Sindrom Jervell dan Lange-Nielsen, sindrom Pendred, sindrom Usher, sindrom Alport.

Sindrom Branchio-Oto-Renal (BOR). Meskipun hubungan antara anomali arkus bronkial dengan gangguan pendengaran telah lama diketahui, namun sampai tahun 1975 Melnick dan koleganya baru mendeskripsikan BOR sindrom. Orang yang terkena akan mengalami Fistula atau cleft pada bronkia, abnormalitas telinga dan anomali ginjal. Pola dari turunan konsisten dengan Transmisi autosomal dominan, dan meskipun pendekatan penetrasi gen 100%, terdapat variasi yang besar pada ekspresinya. Prevalensi penyakit sekitar 1 dari 40.000 pada populasi umum, tetapi pada komunitas yang tuli, BOR sindrom mungkin bertanggung jawab pada 2% ketulian.

Gangguan pendengaran adalah cirri tunggal yang paling umum dari BOR dan ditemukan pada lebih dari 90% dari individu yang terkena. Ketulian bisa terjadi konduktif, sensorineural atau mix dengan perbedaan terjadi bahkan dalam 1 keluarga. Onset usia bervariasi dari anak usia awal sampai dewasa muda dan antara ketulian progresif dan stabil keduanya telah dilaporkan. Ketulian yang progresif sepertinya penyebabnya berhubungan dengan abnormalitas tulang temporal sperti dilatasi akuaduktus vestibular (DVA). Keterkaitan lain yang berhubungan dengan abnormalitas tulang temporal termasuk hipoplasia koklear, promontorium bersiku yang akut, dan anomali nervus fasial.

Pada awal 1990, gen BOR dipetakan pada kromosm 8q dan pada 1997, penyebab gen telah diklon. Gen ini adalah sebuah gen homolog manusia dari Drosophilia eyes absent dan yang disebut EYA1. Pola ekspresi berperan pada perkembangan dari semua komponen dari telinga dalam.

19

Page 20: Referat THT Faisal

Crouzon’s Disease. Penyakit Crouzon (CD) adalah tipe autosomal dominan lainnya dari gangguan pendengaran sindromik, meskipun 1 dari 3 kasus disebabkan karena mutasi yang baru. Diagnosis pada 5% dari bayi baru lahir dengan kraniosinostosis dan terjadi dengan estimasi insidensi sebesar 1.65 dari 100.000 kelahiran, sebagai tambahan dari kraniosinostosis, juga dikarakteristikkan dengan hipertelorisme hipoplasia midface dan eksoftalmus. 1 dari 3 orang yang terkena mempunyai tuli konduktif sebagai imbas dari abnormalitas telinga tengah dan luar. Seringkali, dihubungkan dengan komponen sonsorineural.

Mutasi gen Reseptor Faktor pertumbuhan fibroblast (FGFR) berimplikasi pada jumlah kraniosinostosis sindrom termasuk CD. Gen ini adalah tirosin kinase yang memisahkan sel membran dan penting untuk mitogenesis dan migrasi perkembangan dan diferensiasi sel. Mutasi FGFR2 menyebabkan Crouzon’s Disease.

Neurofibromatosis 2. Neurofibromatosis 2 (NF2) adalah sebuah bentuk pusat dari neurofibromatosis yang dikarakteristikkan oleh schwannoma vestibular bilateral. Fitur yang lain termasuk mengioma, schwannoma dorsal root Corda spinalis, dan katarak subkapsular posterior. Kriteria untuk diagnosisnya termasuk 1 dari berikut ; (1) tumor Cerebellopontine / MAI bilateral, (2) derajat pertama relatif dengan NF2 dan tumor nervus VIII bilateral dan (3) derajat pertama relatif dengan NF2 dan 2 dari hal berikut ; Neurofibroma, meningioma, glioma, schwannoma, atau opasitas dari lenticular subkapsular posterior juvenile.

Penyebab gen yang mengkode adalah protein yang disebut Merlin yang menunjukkan persamaan grup dari protein penghubung membran sel dan sitoskleleton, yang mengatur adhesi sel dan morfogenesis. Inaktivasi dari Merlin pada tikus dengan mentargetkan mutagenesis memprodukis sebuah variasi dari tumor maligna dengan angka yang tinggi pada metastatis, Merlin juga berfungsi sebagai supresor tumor. Variasi dari mutasi ini telah dijelaskan dan muncul dimana beberapa korelasi genotype-fenotipe sebagai pemotong atau menginaktivasi mutasi yang menyebabkan fenotipe yang parah dengan onset umur yang lebih awal, dimana mutasi berhubungan dengan penyakit yang ringan dan onset usia yang lebih akhir.

Sindrom Stickler. Sindrom Stickler juga diketahui sebagai penyakit artro-oftalmopati bawaan, dikarakteristikkan oleh fitur marfanoid, displasia spondyloepifiseal, hipermobilitas sendi, hipoplasia midface, myopia parah, derajat yang bervariasi dari sequence Robin (palatum cleft, micrognathia, dan glossoptosis). Sekitar 15% dari orang yang terkena memiliki tuli mix (campuran). Studi perhubungan gen telah mendemosntrasikan heterogenitas genetik, dengan mutasi pada COL2A1, COL11A2 dan COL11A1 berimplikasi pada STL1, STL2 dan STL3. Karena COL11A2 tidak diekspresikan pada mata, orang yang terkena STL2 tidak akan terkena myopia.

Sindrom Treacher Collins. Sindrom Treacher Collins adalah sebuah penyakit pada perkembangan kraniofasial yang berdampak pada struktur asal dari arkus brancial pertama. Dikrakteristikkan oleh hipoplasia midface, micrognathy, makrostomia, koloboma dari kelopak mata bawah, fisura palpebra yang condong ke bawah, palatum cleft, dan tuli konduktif yang disebabkan abnormalitas telinga tengah dan luar. Abnormalitas telinga dalam jarang terjadi, meskipun pembesaran utrikulus dan aplasia dari kanal horizontal telah dilaporkan. Laporan insidensi terjadinya TCS adalah 1 dalam

20

Page 21: Referat THT Faisal

50.000 kelahiran hidup. Gen penyebabnya adalah TCOF1, yang mengkode protein yang disebut Treacle yang secara struktural berhubungan dengan fospoprotein nukleolas dan memiliki peran dalam transportasi nukleolus-atoplasma, lebih dari 60% orang yang terkena memiliki mutasi TCOF1, mayoritas dari hasil ini memiliki stop kodon yang premature / terjadi lebih awal. Perannya pada telinga dalam tidak diketahui.

Sindrom Waardenburg. Sindrom Waardenburg (WS) adalah sebuah sindrom pigmen-auditori yang disebabkan oleh kehilangan melonosit dari kulit, rambut, mata, stria vaskular, yang pertama kali dijelaskan oleh Petrus Waasrdenburg pada tahun 1951. Dia mengestimasi prevalensi dari sindrom ini pada populasi umum yaitu 1 dari 42.000 dan 1.43% diantaranya mengalami ketulian kongenital. Empat tipe klinis telah dikenali : WS1, WS2, Klein-Waardenburg Syndrome (WS3) dan Shah-Waardenburg Syndrome (WS4). Klein-Waardenburg Syndrome adalah variasi yang parah dari WS1 dengan diasosiasikan pada abnormalitas Limb dan tulang. Fitur dari WS2, bersama dengan penyakit Hirschspring, Sindrom Shah-Waardenburg.

Kehadiran Canthorum dystophia pada WS1, itu yang membedakannya dengan WS2. Kriteria klinis format telah diadopsi untuk mendiagnosa WS1 dan kriteria telah disarankan untuk WS2, meskipun definisi klinisnya menutupi beberapa sindrom pigmen-auditori dimana tidak bisa terklasifikasi dengan jelass. Sepertinya, WS2 termasuk campuran koleksi dari defek melanosit dan memperlihatkan banyak dari heterogenesitas genetik. Sebagai bagian dari canthorum dystophia, semua fitur pada WS1 dan WS2 menunjukkan variasi dan interfamilial dan intrafamilial.

Canthorum dystophia adalah fitur yang paling umum WS1 dan dihasilkan dari penggabungan kelopak mata secara medial untuk mereduksi visibilitas sklera bagian medial ke iris. Ketulian terjadi pada lebih dari 60% kasus WS1 dan lebih dari 80% kasus WS2. Ketulian secara tipikal sensorineural, prelingual, dan nonprogresif dan bervariasi dari ringan ke sangat berat, tuli bilateral sangat berat lebih umum terjadi.

Keduanya dari WS1 dan WS3 disebabkan oleh mutasi dari PAX3, beberapa kasus WS2 berhubungan dengan mutasi pada gen Microphthalmia (MITF), dan WS4 fenotipenya dihasilkan dari mutasi EDNRB, berikatan dengan EDN3 atau SOX10. Studi terakhir telah mengkonfirmasi sebuah interaksi kompleks antara gen ini dengan SOX10 dan PAX3 ekspresi protein yang bersinergi dengan aktivasi MITF. Varian alel yang berbeda pada gen ini telah dilaporkan sebagai penyebab ketulian.

Sindrom Jervell dan Lange-Nielsen. Sindrom Jervell dan Lange-Nielsen dikarakteristikkan oleh ditemukannya tuli prelingual sensorineural, pingsan, dan kematian tiba-tiba dikarenakan prolong dari QT interval. Sindrom ini pertama kali dideskripsikan di Norway dimana estimasi prevalensinya adalah 1 dalam 200.000. Kriteria diagnosti termasuk QTc > 440 milidetik pada laki-laki dan > 460 milidetik pada wanita. Serangan pingsan biasanya dihubungkan dengan eksersi atau emosi, dan dengan diagnosis dan penatalaksanaan antiaritmia, tingginya angka kematian dapat berkurang secara signifikan.

Mutasi pada KCNQ1 dan KCNE1, yang mengkode subunit dari protein channel potassium voltage gated, telah ditunjukkan sebagai penyebab dari JLNS. Walau bagaimanapun sepertinya heterogenitas genetik yang besar sebagai mutasi telah tidak diidentifikasi pada sejumlah keluarga. Beberapa individu heterozigot mungkin memiliki

21

Page 22: Referat THT Faisal

QT interval yang memangjang pada tidak adanya tuli, dan cenderung menjadi aritmia yang mengancam jiwa. Konseling genetik sebaiknya ditawarkan pada orang yang terkena dan keluargnya untuk meminimalisasi potensi morbiditas dan mortalitas.

Sindrom Pendred. Sindrom Pendred dikarakteristikkan oleh tuli sensorineural kongenital dan goiter. Estimasi prevalensi berada di antara 1-7.5 per 100.000 kelahiran bayi, mungkin terhitung lebih dari 7.5% pada semua anak yang tuli. Derajat dari tuli bervariasi tetapi ini lebih sering ditemukan dan berhubungan dengan abnormalitas tulang temporal dimulai dari dilatasi akuaduktus vestibular ke displasia mondini. Goiter mungkin akan jelas kelihatan pada kelahiran tetapi secara tipikal muncul pada pertengahan childhood. Defek tiroid terlibat dalam organifikasi iodin dan dapat didiagnosa dengan mengelola perchloangka, dengan mengeluarkan iodida yang tidak terikat dari sel folikuler tiroid. Meskipun abnormalitas terjadi, orang yang terkena biasanya tetap entiroid.

Penyakit ini disebabkan oleh mutasi dari PDS, anggota dari gen 26. Protein yang mengkode pendrin, mentranspor chlorida dan iodida dan memediasi pertukaran dari klorida dan format, property yang menyarankan fungsi spesifik jaringan pada kelenjar tiroid, pendrin telah diimunolokalisasi ke membran apikal dari tirosit, dimana mungkin mengizinkan iodida intrasel untuk melewati ruang koloid untuk berikatan dengan tiroglobulin pada ginjal, pendrin mungkin berfungsi sebagai penukar klorida / format, yang untuk transportasi klorida di tubulus prosomal. Peran dari Pendrin pada telinga dalam belum diketahui.

Lebih dari 45 perbedaan penyebab ketulian pada mutasi PDS yang telah dilaporkan dan meskipun banyak keluarga memiliki “mutasi privasi” pada setengah dari orang yang terkena satu dari tiga perbedaan mutasi telah ditemukan (L236P,T416P, 1001 + 1GA). Varian alel PDS dapat diidentifikasi pada sekitar 80% dari keluarga multipleks memisahkan untuk baik dilatasi akuaduktus vestibular atau displasia mondini menyarannkan agar mutasi pada gen ini adalah penyebab genetik yang mayor dari 2 anomali tulang temporal ini.

Sindrom Usher. Sindrom Usher adalah sindrom autosomal resesif yang paling umum yang membentuk gangguan pendengaran. Dikarakteristikkan oleh kebutaan disebabkan oleh retinitis pigmentosa dan tuli sensorineural, ini bertanggung jawab pada setengah dari semua ketulian dan kebutaan di Amerika Serikat dan diestimasi 3 – 10% pada semua ketulian kongenital. Ini dapat diklasifikasikan ke dalam tiga perbedaan tipe berdasarkan presentasi klinis. USH1 dan USH2 adalah yang paling umum, dimana USH3 agak jarang, terhitung pada hanya 5 – 15% dari semua USH.

Disfungsi vestibular mendiferensiasikan USH1 dari USH2. Orang dengan USH1 memiliki areflexia vestibular dan pada infan, gagal untuk mencapai perkembangan motorik normal. Keterlambatan duduk dan berjalan dan tidak adanya respon air dingin sampai ke tes kalori. Ketulian secara tipikal ditemukan, dan alat bantu dengar sering tidak berguna sebagai pilihan habilitasi. Sesuai, banyak orang dengan USH1 terintegrasi kepada komunitas tuli. Orang dengan USH2, secara kontras, memiliki fungsi vestibular yang normal dan biasanya memiliki tuli sedang-berat. Mereka menggunakan alat bantu dengar secara efektif dan komunikasi secara oral / mulut. Orang dengan USH3 memiliki disfungsi Auditori dan vestibular secara rogresif.

22

Page 23: Referat THT Faisal

Masalah visual awal dengan USH dimulai dengan niktalopia atau tahun prasekolah, meskipun ketajaman visual biasanya tetap baik sampai dekade ketiga. Pada dekade kelima, 40% orang dengan USH mengalami kebutaan, pada dekade ketujuh, figure ini meningkat hingga 75%. Konstriksi dari lapang pandang berhubungan dengan kehilangan ketajaman visual. Studi dari famili multipleks telah didokumentasikan variasi intrafamilial yang besar pada angka dan derajat deteriosasi visual. Elektroretrografi (ERG) mungkin tidak dapat menutupi retinitis pigmentosa dini dan seharusnya dipertimbangkan pada semua kasus dari ketulian kongenital untuk mengidentifikasi USH lebih awal.

Sindrom Usher mendemonstrasikan besarnya heterogenesitas genetik. Hingga saat ini, tujuh lokus USH1 (USH1A-1G), tiga lokus USH2 (USH2A-2C) dan satu lokus USH3 telah teridentifikasi. Lima dari gen yang relevan telah diklon, MYO7A, USH1C, USH2A dan CDH23 dan mutasi PCDH1 yang menyebabkan USH1B, USH1C, USH2A, USH1D dan USH1F secara respektif MYO7A secara tidak konvensional diekspresikan myosin terutama di sel rambut dalam dan luar. Pada mata, ini berlokalisasi pada proyeksi mikrovilli pada sel epitel pigmen retina dan sel fotoreseptor karena tidak ada hotspot mutasi, deteksi mutasi pada keluarga yang berisiko dibutuhkan kerja yang besar. Mutasi dari gen ini juga menyebabkan DFNB2 dan DFNA11.

Sindrom Alport. Kelainan ini mengenai sekitar 1 dari 200.000 orang.

Memiliki karakteristik gangguan ginjal progresif dan gangguan pendengaran

sensorineural. Lebih sering mengenai laki-laki dibanding wanita. Gangguan

pendengaran biasanya bersifat bilateral dan simetris, dengan ketulian saraf

progresif dan mengenai frekuensi tinggi.

Kehilangan Pendengaran Non-Sindromik

NSHL merupakan gangguan pendengaran tersendiri yang tidak memiliki

kaitan dengan kelinan fisik lainnya. NSHL mengenai sekitar 1 dalam 4000 orang.

NSHL lebih sering merupakan kelainan pendengaran sensorineural. NSHL terjadi

pada 80% tuli genetik. Kelainan genetik pada penderita NSHL memiliki 4 dasar

kelainan, yaitu:16

Kehilangan pendengaran non-sindromik terdiri dari: a). Autosomal

dominan; b). Autosomal resesif; c). X-Linked; d). Kelainan mitokondria

Autosomal resesif. Gangguan pendengaran kongenital yang bersifat

autosomal resesif terjadi pada 75% dari seluruh tuli kongenital, dan berkaitan

dengan mutasi Connexin 26, yaitu hilangnya suatu nukleotida (guanine).

23

Page 24: Referat THT Faisal

Connexin 26 merupakan protein protein yang terekspresikan pada koklea,

berperan dalam proses perputaran ion K+ dalam koklea.16

Obat-Obatan Ototoksik

Obat Ototoksik

Antibiotik:

o Aminoglikosida: Gentamisin,

streptomisin, neomisin, tobramisin,

amikasin, dihydrostreptomisin,

netilmisin, kanamisin

o Eritromisin

o Vankomisin

Agen kemoterapi

Cisplatin

Bleomisin

Nitrogen mustard

Kimia

Karbonmonoksida

Alkohol

Potassium bromida

Logam berat

Timah

Emas

Merkuri

Diuretik loop

Furosemid

Asam ethacrynic

Pentobarbital

Hexadin

Salisilat/Obat Anti

Inflamasi Non-

Stiroid (OAINS)

Quinin

Arsenik

Nikotin

2.4.3 Epidemiologi

Hasil studi WHO dalam WHO multi centre study tahun 1998, Indonesia termasuk urutan ke 4 (empat) negara di Asia Tenggara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi (4,6%), 3 (tiga) negara lainnya adalah Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%), dan India (6,3%). Survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran di 7 propinsi di Indonesia menunjukkan prevalensi ketulian sebesar 0,4% , morbiditas telinga sebesar 18,5%. Hasil survei juga menunjukkan angka ketulian pada kelompok umur balita (0-4 tahun) sebesar 0,4% lebih tinggi dibandingkan pada anak usia sekolah.

24

Page 25: Referat THT Faisal

Berdasarkan universal newborn hearing screening (UNHS) angka kekerapan yang didapatkan akan jauh lebih tinggi lagi.10 Kurang lebih 1,64 dari 1000 anak lahir hidup mengalami tuli kongenital. 1,0 dari 1000 kelahiran hidup mengalami tuli bilateral, dan 0,64 dari 1000 kelahiran hidup mengalami tuli unilateral.11

2.4.4 Faktor risiko

Program skrining diprioritaskan pada bayi dan anak yang mempunyai risiko tinggi terhadap gangguan pendengaran. Untuk maksud tersebut Joint Committee on Infant Hearing (2000) menetapkan pedoman registrasi risiko tinggi terhadap ketulian sebagai berikut: 1

Untuk bayi 0-28 hari: 1). Riwayat keluarga dengan tuli sensorineural sejak lahir; 2). Infeksi masa hamil: Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes, Sifilis (TORCHS); 3). Kelainan kraniofasial termasuk kelainan pada pinna dan liang telinga; 4). Berat badan lahir <1500 gr = 3,3 lbs; 5). Hyperbilirubinemia yang memerlukan transfuse tukar (exchange transfusion); 6). Obat ototoksik (misalnya gentamisin) yang diberikan lebih dari 5 hari atau digunakan sebagai kombinasi dengan loop diuretic; 7). Meningitis bakterial; 8). Nilai Apgar 0-4 pada menit pertama; 0-6 pada menit kelima; 9). Ventilasi mekanik 5 hari atau lebih di NICU (Neonatal ICU); 10). Sindroma yang berhubungan dengan tuli sensorineural/konduktif; 11). Distres pernapasan (misalnya aspirasi mekoneum) 12). Kondisi penyakit yang membutuhkan perawatan di NICU³ 48 jam

Untuk bayi 29 hari - 2 tahun: 1). Kecurigaan orang tua atau pengasuh tentang gangguan pendengaran, keterlambatan bicara, berbahasa dana tau keterlambatan perkembangan; 2). Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran yang menetap sejak masa anak; 3). Keadaan atau stigmata yang berhubungan dengan sindroma tertentu yang diketahui mempunyai hubungan dengan tuli sensorineural, konduktif, atau gangguan fungsi tuba Eustachius (Sindrom Down, sindrom wardenburg); 4). Infeksi post-natal yang menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural termasuk meningitis bakterial; 5). Infeksi intrauterine seperti TORCHS; 6). Adanya faktor risiko tertentu pada masa neonatus, terutama hiperbilirubinemia yang memerlukan transfuse tukar, hipertensi pulmonal yang membutuhkan ventilator serta kondisi lainnya yang memerlukan ekstrakorporeal membran oksigenasi (ECMO); 7). Sindroma tertentu yang berhubungan dengan gangguan pendengaran yang progresif seperti Usher syndrome, neurofibromatosis, osteopetrosis; 8). Adanya kelainan neurodegeneratif seperti Hunter syndrome dan kelainan neuropati sensomotorik misalnya Friederich’s ataxia, charrot-marie tooth syndrome; 9). Trauma kapitis; 10). Otitis media yang berulang atau menetap disertai efusi telinga tengah minimal 3 bulan.

25

Page 26: Referat THT Faisal

Hanya 10% neonatus termasuk dalam kategori risiko tinggi. Bayi dengan salah satu/lebih faktor risiko tersebut di atas harus menjalani evaluasi pendengaran dalam 2 bulan pertama kehidupan dan terus dievaluasi lebih lanjut walau hasilnya normal. Bayi dengan 1 faktor risiko mempunyai kemungkinan menderita gangguan pendengaran 10,1 kali dibandingkan bayi yang tidak mempunyai faktor risiko, bayi dengan 2 faktor risiko mempunyai kemungkinan 12,7 kali,sedangkan bila terdapat 3 faktor risiko maka kemungkinan meningkat menjadi 63,2 kali. 13

Pada bayi baru lahir yang dirawat di ruangan intensif (ICU) risiko untuk mengalami ketulian 10 kali lipat dibandingkan dengan bayi normal. 1

Cone-Wesson dkk13 seperti dikutip dari the Joint Committee on Infant Hearing Screening tahun 2000 melaporkan gangguan pendengaran terjadi pada 11,7% bayi dengan sindrom diantaranya Trisomi 21, sindrom Pierre-Robin, dan atresia choanae. Adanya riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran mempunyai prevalensi 6,6%, meningitis 5,5% dan anomali kraniofasial 4,7%. Pasien yang mendapat antibiotik aminoglikosid mempunyai prevalensi hanya 1,5%. 13

2.4.5 Klasifikasi

Kehilangan pendengaran   konduktif Bellucci mengkategorikan CHLs bawaan sebagai malformasi

mayor (aural atresia, tidak adanya saluran telinga) atau malformasi minor. Malformasi minor adalah yang ditandai oleh membran timpani yang intak dan patensi kanal telinga, dan termasuk ankilosis atau fiksasi stapes bawaan (yang paling umum), malleus bar, tidak adanya oval window, arteri stapedial yang persisten, Krus stapes tunggal, malleus yang pendek atau “spindle” malleus, disartikulasi dari sendi inkudostapedial, dan konfigurasi langka lainnya.  Pencitraan CT merupakan standar perawatan sebelum intervensi bedah pada anak dengan CHL, saluran telinga normal, dan membran timpani, dan ruang tengah telinga yang jernih pada pemeriksaan.

Gangguan pendengaran konduktif pada anak juga dapat disebabkan oleh congenital cholesteatoma, biasanya terlihat sebagai massa putih di belakang membran timpani utuh, sering terletak di kuadran anterosuperior dari mesotympanum.  Kolesteatoma bawaan yang timbul tidak dapat dilihat melalui membran timpani dan dapat mencapai ukuran besar sebelum membatasi inkus dan menyebabkan CHL. penundaan dalam diagnosis dapat mengakibatkan erosi ossikular dan hasil pendengaran buruk secara keseluruhan, mendorong banyak

26

Page 27: Referat THT Faisal

otologists untuk merekomendasikan evaluasi CT untuk setiap anak dengan CHL yang tidak diterangkan.

Kolesteatoma kanal Telinga yang didapat dapat berkembang sebagai hasil dari stenosis aural bawaan. Kulit menjadi terjebak dalam stenotik kanal telinga dan berkembang menjadi cholesteatoma karena mengikis sekitar tulang. Kanal Stenotik 2 mm atau lebih sempit berada pada risiko. Banyak pasien dengan aural stenosis telah mempunyai hipoplasia/atresia ossikular. Pencitraan prabedah adalah suatu keharusan. Prioritas pertama adalah untuk memberikan anak telinga yang aman, pengeluaran Kolesteatoma, melakukan kanaloplasti untuk memastikan semua penyakit telah dihapus, dan melakukan operasi dengan mengatur saluran telinga lateral. Telinga dapat ditinjau di kemudian hari untuk menyelesaikan operasi formal atresia dengan membebaskan rantai osikular dan melakukan timpanoplasti, cangkok kulit, dan meatoplasti yang lebar.

Meskipun tidak kongenital, proses neoplastis menyebabkan CHL di seorang anak adalah langka dan termasuk adenoma telinga tengah, hemangioma nervus fasial, rabdomiosarkoma, paraganglioma, eosinophilik granuloma, skhwannoma, choristoma, dan lain-lain. Setiap massa di belakang membran timpani yang utuh harus dilakukan evaluasi radiologik, sering dengan CT resolusi tinggi dan magnetic resonance imaging (MRI), sebelum biopsi atau intervensi bedah. Ketika energi suara yang disalurkan ke vestibular melalui lempeng kaki tulang stapes hilang melalui jendela ketiga, pasien dapat memiliki kehilangan pendengaran sensorineural, konduktif, atau campuran.  Temuan Audiometrik jendela-ketiga termasuk CHL frekuensi rendah (meskipun pendengaran mungkin pada frekuensi pertengahan atau frekuensi tinggi), ambang konduksi tulang suprathreshold, dan refleks akustik utuh (seperti dibandingkan dengan fiksasi ossikular [misalnya, otosklerosis], dimana refleks akustik mungkin tidak ada atau sebuah pola As). Dilatasi akuaduktus vestibular adalah salah satu contoh jendela ketiga; kondisinya mungkin unilateral atau bilateral dan kehilangan pendengaran bisa menjadi konduktif, sensorineural, atau campuran, dan stabil atau progresif. Komponen konduktif yang dianggap timbul dari lesi jendela ketiga ini sebagai energi suara yang dihamburkan melalui jendela ketiga dan hilang, menurunkan energi yang tersedia menuju ke koklea. Pembukaan kembali kanal

27

Page 28: Referat THT Faisal

semisirkular superior juga bertindak sebagai jendela ketiga, tapi laporan anomali ini pada anak sangatlah langka.

Praktisi harus berhati-hati tentang penjadwalan anak dengan CHL untuk pengeksplorasian telinga bagian tengah; ahli bedah mungkin menemukan tulang-tulang stapes yang mobile jika CT dari tulang temporal tidak ditinjau untuk kehadiran jendela ketiga, terutama dilatasi akuaduktus vestibular. jika ditemukan, pengobatan hanyalah mendukung, memantau pendengaran dari waktu ke waktu, dan menasihati pasien untuk menghindari kontak olahraga, seperti cedera kepala atau pukulan kepala bisa mengirimkan tekanan cairan serebrospinal yang tinggi (CSF) ke telinga bagian dalam, menyebabkan gangguan pendengaran lebih lanjut. 12

Kehilangan   pendengaran   sensorineural Gangguan pendengaran sensorineural pada anak, mempengaruhi 1-3 per

1.000, dapat kongenital (pada saat lahir) atau diperoleh, dan genetik atau non genetik. Perkiraan dari etiologik SNHL yang berlokasi di prelingual dari genetik sekitar 50%, idiopatik pada 25%, dan didapat 25%. Sebagai pemahamankita tentang mendalami kehilangan pendengaran genetik, kehilangan pendengaran genetik akan menempati sebagian besar dari etiologik. Ada sekitar 80 lokus genetik yang terkait dengan kehilangan pendengaran melalui analisis hubungan keluarga, dan sekitar 50 Gen diidentifikasi bermutasi menyebabkan kehilangan pendengaran, yang paling umum merupakan DFNB2, lokus genetik untuk gene GJB2, yang merupakan kode untuk protein connexin 26, kesenjangan persimpangan protein bertanggung jawab untuk resirkulasi kalium melalui multinukleat dari persimpangan interselular di daerah basal organ Corti setelah depolarisasi rambut sel.  Tingkat pembawa mutasi GJB2 adalah 30%; sebagai sebuah mutasi yang diwariskan secara autosomal resesif, dua carrier memiliki 25% kesempatan untuk memiliki anak dengan mutasipenuh dan kehilangan pendengaran.

Lokus di sepanjang DNA genom yang terkait dengan kehilangan pendengaran membawa terminologi DFN; DFNA mengacu pada autosomal dominan bawaan, DFNB untuk autosomal resesif, DFNX untuk X-Linked bawaan. Dengan penelitian lebih lanjut, tambahan lokus akan dipetakan, dan mutasi-mutasi genetik bertanggung jawab untuk lokus tersebut akan ditemukan, memajukan pemahaman kita tentang genetika kehilangan pendengaran, patofisiologi kehilangan pendengaran genetik, dan fisiologi koklea.

28

Page 29: Referat THT Faisal

Mengenai penyebab kehilangan pendengaran genetik, kehilangan pendengaran yang terkait dengan sindrom bernama di sekitar seperempat hingga sepertiga kasus, membuat kehilangan pendengaran non sindrom turun-temurun dua kali dari sindrom yang biasa. Evaluasi anak dengan dugaan kehilangan pendengaran setidaknya harus mencakup pertanyaan untuk orang tua mengenai sejarah kelahiran (terutama Apakah anak lulus pemeriksaan ujian pendengaranbayi; prematuritas, berat lahir rendah, waktu di unit perawatan intensif neonatal dan obat-obatan, terutama antibiotik aminoglikosida), penyakit kuning/kernikterus, dan riwayat ginjal (Alport atau branchial-Oto-renal [BOR]) atau (Jervell dan Lange-Nielson) penyakit jantung.

Pemeriksaan  fisik seharusnya menyaring perubahan pigmentasi meliputi ubun-ubun putih atau heterochromia iridis (Waardenburg), branchial cleft cysts atau pits telinga (BOR), gondok (Pendred), kehilangan penglihatan (Usher), kekenduran sendi (Ehlers-Danlos), sindaktil atau polidaktil (Apert), ciri Down syndrome, lipatan palmar, "gargoylism"(mukopolisakarida), midface hypoplasia (Crouzondan Treacher Collins, biasanya berhubungan dengan aural atresia dan CHL), dan fitur sindromik lainnya.  Evaluasi laboratorium mungkin termasuk tiroid stimulating hormon, Elektrokardiogram, atau urin, dengan kemungkinan rujukan ke dokter mata untuk penyaringan mata dan elektroretinografi. Konseling genetik dan pengujian harus ditawarkan dengan diskusi terbuka tentang biaya, manfaat, dan kemampuan prediksi untuk masa depan anak. CT scan tulang temporal mungkin membutuhkan biaya lebih besar daripada pengujian genetik untuk connexin 26 atau pengujian laboratorium untuk penyebab lain dari SNHL dalam algoritma yang diusulkan untuk manajemen diagnostik anak dengan SNHL.

Kelainan struktural koklea menyediakan sebuah garis waktu dari embriogenesis telinga bagian dalam, anomali ini berasal dari menahan perkembangan embriologika normal koklea dan telinga bagian dalam. Struktur yang terpengaruh yang paling umum adalah kanal semisirkular horizontal, struktur telingar bagian dalam yang terakhir masih dalam pengembangan. Struktur anomali biasanya dapat diidentifikasi pada CT scan beresolusi tinggi. Keputusan untuk mengikuti CT scanning pada anak kecil dengan SNHL harus dibuat antara dokter dan keluarga, beratnya kecocokan dan hasil CT scan dan kemungkinan bahwa hal itu akan merubah manajemen anak, dengan sangat rendah tapi risiko yang nyata paparan radiasi terhadap anak yang berusia muda. MRI merupakan model tanpa radasi, tetapi mungkin tidak mampu mendeteksi lebih halus struktural telinga bagian dalam, meskipun ini adalah studi pilihan pada aplasia saraf koklea.

29

Page 30: Referat THT Faisal

Infeksi TORCH (toksoplasmosis, agen lain [sifilis, koxsackievirus, HIV], rubella, cytomegalovirus (CMV), dan herpes simpelx virus) tetap merupakan salah satu penyebab paling umum dari kehilangan pendengaran pada anak, dan CMV adalah yang paling umum di antara mereka. Diagnosis infeksi CMV bawaan dibuat dengan deteksi virus (bukan antibodi terhadap virus) dalam darah bayi, air liur, atau urin. Bayi yang berisiko adalah ibu mereka yang terinfeksi CMV selama kehamilan. Ibu dan bayi yang sehat tidak rutin disaring untuk CMV. Dengan vaksinasi jangkauan luas, campak, gondok, dan meningitis mengalami penurunan frekuensi, tetapi mereka harus masih perlu disaring apabila beberapa orang tua memilih untuk tidak memvaksinasi anak mereka.12

2.4.6 Diagnosis

Anamnesis

Riwayat adalah hal pertama dan langkah yang paling penting pada evaluasi klinis tuli. Riwayat dapat mengidentifikasi individu dengan ketulian dan dapat langsung menunjukkan pada klinisi tentang tes yang sesuai untuk dilakukan.14

Riwayat pada Bayi dan Anak, riwayat keluarga, riwayat kehamilan dan riwayat kelahiran adalah hal yan penting pada evaluasi klinis dari bayi dan anak karena dia dapat mengidentifikasi factor yang dapat mungkin meningkatkan risiko ketulian. Memberikan hanya sekitar 10% dari bayi baru lahir yang mendapat kategori risiko-tinggi dan 50% dari bayi dengan ketulian yang signifikan tidak mempunyai risiko tinggi, penyaringan pasien hanya melalui registrasi risiko tinggi akan melewatkan setengah dari diagnosis dari SNHL.

Universal newborn hearing screening (UNHS) telah diberikan mandat oleh pemerintahan federal. Keterlibatan tes pada semua bayi ini adalah Auditory Brainstem Response (ABR), Otoacoustic emissions (OAE) atau keduanya. The Joint Comitte on Infant Hearing mengeluarkan pernyataan pada tahun 2000 yang mengatakan pendengaran semua bayi sebaiknya di screening menggunakan pemeriksaan yang objektif, pengukuran fisik untuk mengidentifikasi adanya onset ketulian neonatus atau kongenital. Evaluasi audiologik dan evaluasi medis sebaiknya dilakukan sebelum berusia 3 bulan.

Pertanyaan lebih jauh yang penting pada riwayat dari anak dengan ketulian termasuk riwayat terinfeksi meningitis bakterial atau infeksi lain yang berhubungan dengan kehilangan kesadaran atau fraktur tengkorak, penggunaan obat-obatan ototoksik termasuk antibiotik intravena, otitis media dengan efusi yang rekuren atau persisten lebih dari 3 bulan dan perhatian orang tua tentang perkembangan mendengar, berbicara dan berbahasa. Perhatian orang tua telah

30

Page 31: Referat THT Faisal

sering ditemukan untuk dikoreksi. Perkembangan bicara yang sesuai dapat dinilai berdasarkan pada tahapan umur yang sesuai yang dipublikasikan oleh Grup Matkins: 1). tidak adanya diferensiasi “babbling” atau tiruan suara pada usia 12 bulan; 2). Gagal untuk mengatakan kosakata tunggal pada usia 18 bulan; 3). Kosakata tunggal yang kurang dari 10 pada usia 24 bulan; 4). Kosakata kurang dari 100 kata, kegagalan untuk menggunakan 2 kombinasi kata dan perkataan yang tidak intelijen pada usia 30 bulan; 5). Kosakata kurang dari 200 kata, tidak menggunakan kata yang ringkas dan kejelasan kurang dari 50% pada usia 36 bulan; 6). Kosakata kurang dari 600 kata, tidak menggunakan kalimat yang simpel dan kejelasan kurang dari 80% pada 48 bulan.

Poin perkembangan juga terdapat untuk kemampuan menerima. Dari umur 4 bulan, bayi seharusnya terkejut dengan suara yang keras, diam saat mendengar suara ibunya, dan menghentikan aktifitas saat suara datang pada level percakapan. Dari usia 5 sampai 6 bulan, bayi seharusnya mampu untuk melokalisasi suara pada bidang horizontal, meniru suara dalam perkataannya sendiri dan berbalas-balasan vokal dengan orang dewasa. Antara usia 7 dan 12 bulan, bayi seharusnya melokalisasi suara dari beberapa bidang dan merespon dengan namanya. Pada usia 13 sampai 15 bulan, anak seharusnya dapat untuk menunjukkan arah dari suara yang tidak diduga sama baiknya dengan objek yang familiar atau orang ketika bertanya. Antara usia 16 dan 18 bulan, anak seharusnya mulai untuk mengikuti arah yang sederhana tanpa isyarat dari seharusnya mampu untuk dilatih untuk meraih menuju garis tengah mainan ketika sebuah suara dihadirkan. Akhirnya pada usia 19 sampai 24 bulan, anak seharusnya mampu untuk menunjukkan bagian tubuh ketika disebut nama bagiannya.

Sebagai tambahan, the joint comitte merekomendasikan pemantuan pendengaran pada anak yang berisiko setiap 6 bulan antara usia 29 hari-3 tahun, bahkan jika dia melewati tes penyaringan pendengaran awal. Ini termasuk anak yang berisiko terkena tuli sensorineural onset lambat atau tuli konduktif.

Riwayat Umum, riwayat ini termasuk usia pasien, lama dan perkembangan dari gejalanya. Penting untuk menentukan ketulian ini unilateral atau bilateral, onset yang tiba-tiba atau bertahap, stabil atau naik turun, berhubungan dengan gejala pendengaran seperti tinnitus, otalgia, rasa penuh di telinga, dan otorrhea seharusnya ditanyakan, sama baiknya seperti berbagai jenis vertigo atau ketidakstabilan yang berhubungan dengan disfungsi vestibular.

Setelah riwayat telinga telah didapat, pertanyaan lebih lanjut seharusnya menentukan adakah penyakit sistemik lain, gejala dari penyakit itu, riwayat infeksi, dan riwayat trauma kepala. Harus diperhatikan juga pengobatan sebelum dan saat ini untuk potensi ototoksik, memperhatikan apakah ada dosis yang berlebihan dan obat-obatan yang homeopoietik. Beberapa alergi seharusnya tercatat. Ulasan sistemik yang lengkap harus dilakukan. Riwayat keluarga dari ketulian atau anomali berhubungan dengan ketulian sindromik (seperti

31

Page 32: Referat THT Faisal

abnormalitas pigmentasi pada sindrom Waardenburg) harus diulas. Riwayat pekerjaan apakah terpapar bising, tidak hanya di tempat kerja tetapi juga di tempat lain seperti konser, dll. Riwayat penyakit telinga sebelumnya dan operasi saraf harus di ulas dengan baik.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dimulai dengan pemeriksaan telinga luar. Ukuran, bentuk, dan posisi dari pinna harus tercatat. Pada kasus mikrotia, derajat dari malformasi telinga dapat digunakan untuk menilai perkembangan telinga tengah karena kecacatan dari auricular sepertinya sangat berhubungan dengan derajat yang besar dari atresia telinga tengah. Area preaurikular harus diperiksa dengan teliti dari pits dan tanda kulit, dimana inspeksi postaurikular harus dicatat adanya nyeri tekan, eritema, pembengkakan atau bukti dari operasi sebelumnya. Bahkan sebelum meatus akustikus eksternus diinspeksi, nyeri harus dicek dengan traksi dari pinna, untuk menduga adanya otitis eksterna.

Inspeksi dari meatus akustikus eksternus dan membran timpani dapat dilakukan dengan otoskop atau dengan mikroskop. Serumen, benda asing, pus, infeksi jamur, keratineceaus debris dan jaringan granulasi mungkin tercatat. Kanal mungkin eritematosa dan edematosa atau kering dan berlapis-lapis. Penurunan dari dinding kanal posterosuperior diduga adanya penyakit mastoid. Penurunan dari kanal superior mungkin menjadi bukti adanya fraktur tulang temporal.

Untuk penglihatanyang optimal, kanal harusnya dibersihkan dan jika ada indikasi, material dari kanal dapat dikirim untuk di kultur. Polip, osteoma, exostose mungkin dapat menutupi kanal sebagian atau komplit, membuat visualisasi membran timpani sulit diilai, walaubagaimanapun, pada keadaan yang optimal, seluruh membran timpani harus diinspeksi untuk ketahui apakah ada perforasi, area sklerotik dan kantung retraksi.

Warna membran timpani memberikan informasi klinis tambahan. Membran timpani yang normal adalah berwarna abu-abu seperti mutiara. Walau bagaimanapun, cairan serosa membuatnya tampak kekuningan, dimana jika hemotimpanikum membran timpani terlihat kebiru-biruan, massa yang terdapat di belakang membran timpani dan mungkin putih (kolestetoma), biru (pecahnya bulbus jugularis), atau merah (tumor atau mungkin penyimpangan dari arteri karotis). Pneumatic otoskopi dapat dilakukan untuk menilai pergerakan gendang telinga. Mobilitas yang buruk diduga adanya cairan di ruang telinga tengah, dimana perforasi tampak lembek dan hipermobil.

32

Page 33: Referat THT Faisal

Pemeriksaan awal dapat mengungkapkan penemuan klinis yang menjurus pada tuli sindromik, seperti ubun-ubun yang putih atau asimetri dari wajah. Pemeriksaan mata juga mengungkapkan abnormalitas seperti sklera yang biru dan heterochromia iridis yang dapat dihubungkan dengan ketulian. Pasien dengan tuli sensorineural, data berharga yang lebih jauh dapat ditemukan dengan melakukan pemeriksaan saraf kranial.12

Pemeriksaan garputala dapat dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan fisik awal. Meskipun Uji garputala tidak menyediakan objektifitas dari tes audiometrik formal, tidak mahal dan mudah untuk dilakukan dan dapat dilakukan saat tes audiometrik formal tidak dapat dilakukan, seperti saat tirah baring. Rinne dan Weber dilakukan pada garputala 512 Hz dan penilaian pada pasien yang diduga menderita ketulian.

Terakhir, untuk mengecek apakah ada abnormalitas pigmentasi seperti cafe-au-lait spot dan vitiligo yang merujuk pada penyakit kongenital yang dihubungkan dengan ketulian. Demikian pula, anggota tubuh, perawatan atau abnormalitas falangeal yang mungkin berhubungan dengan ketulian sindromik.

Uji Vestibular

Kebutuhan dari uji vestibular formal adalah berdasarkan riwayat pasien dan pemeriksaan fisik. Pada anak tes penyaringan vestibular harus dilakukan pada anak dengan SNHL, menggunakan pendekatan umum, seperti kapan gangguan pendengarannya terjadi dari factor yang juga menyebabkan sistem vestibular seperti pada sindrom Pendred dan Usher, toksisitas aminoglikosida, meningitis bakterial, fistula perilimphatic, displasia telinga dalam, sindrom CHARGE (Coloboma, Heart disease, Atresiakoana, hambatan pertumbuhan dan perkembangan atau anomali sistem saraf dan anomali telinga atau ketukan). 12

Uji Laboratorium

Pengujian biasanya diarahkan pada penyakit sistemik yang mendasari yang menghasilkan ketulian, dan kebutuhan untuk tes yang spesifik dapat ditentukan oleh riwayat dan pemeriksaan fisik. Evaluasi hematologi dasar sebaiknya termasuk hitung darah lengkap, hitung platelet dan laju sedimentasi. Studi koagulasi termasuk protrombin dan partial thromboplastin time. Kimia darah termasuk serum elektrolit, BUN, kreatinin dan urinalysis. Abnormalitas metabolic dapat dibuktikan dengan tes fungsi tiroid, glukosa puasa ataui toleransi glukosa, adrenoCorticotrophic hormon (ACTH)-Cortisol stimulation test, dan penentuan kolesterol serum dan trigliserida.

33

Page 34: Referat THT Faisal

Ketika diagnosis banding termasuk tuli yang dimediasi oleh imun, evaluasi laboratorium akan termasuk tes spesifik dan non-spesifik. Tes Otoblot (OtoblotTM

anti-68kd [hsp-70] Assay Western Blot antibodi (MMCO, Buffalo, NY)) adalah assay western blot yang tersedia untuk mengukus antibodi terhadap protein bovine heat shock (BHSP) 70. Jika tes ini positif pada pasien maka lebih mungkin untuk berespon baik dengan stiroid. Sebaliknya, tes otoblot yang negative tidak menyingkirkan adanya penyakit autoimun pada telinga dalam. Jika penyakit sistemik kolagen pembuluh darah diduga, tes umum seperti rheumatoid factor (RF) dan Antinuclear Antibody (ANAs) mungkin dilakukan.

Ketika diindikasikan, tes laboratorium untuk penyakit infeksi sebaiknya dilakukan. Pengujian untuk syphilis sebaiknya dilakukan dengan tes absorpsi antibody fluorescent treponemal (FTA-abs). Pada kasus yang diduga adalah Neurosyphilis, pungsi lumbal sebaiknya dilakukan. Studi carian serebrospinal termasuk pembukaan tekanan, hitung sel dengan diferensial, protein, glukosa, tes Venereal Disease Research Laboratory (VDRL), kultur dan rantai Gram. Serum tes lainnya termasuk titer Lyme dan uji untuk penyakit virus seperti CMV. Assay antibodi spesifik lgM sebaiknya dilakukan jika infeksi intrautesin telah diduga, lgM tidak melewati placenta.

Dikarenakan sindrom Jervell dan Lange-Nielson dengan pemanjangan Interval QT pada EKG mungkin satu-satunya oenyakit telinga bawaan yang dapat menyebabkan kematian mendadak, beberapa klinisi secra rutin melakukan EKG pada anak dengan tuli sangat berat kongenital, khususnya jika ada riwayat episode pingsan. 12

Uji Genetik

Pada tahun 1997 penemu telah membuat mutasi ini dengan GJB2, gen ini mengkode Connexin 26 (Cx26), dimana bertanggung jawab untuk lebih dari setengah kasus tuli nonsindromik autosomal resesif. Penyaringan mutasi Connexin 26 sekarang menjadi lebih popular, meskipun secara tradisional telah dilakukan genetika dan konselor genetik untuk memberikan keluarga konseling yang sesuai. Tuli non-syndromic autosomal resesif disebabkan oleh mutasi pada Connexin 26 yang diketahui sebagai DFNB1, dimana dikarakteristikkan dengan prelingual, tuli bilateral non-progresif. Tidak ada CT scan yang abnormal yang ditemukan atau temuan laboratorium yang berhubungan dengan DFNB1; oleh karena itu, uji yang positif dari Cx26 mutasi akan mengeliminasi kebutuhan pemeriksaan CT dan laboratorium lebih lanjut.12

34

Page 35: Referat THT Faisal

Evaluasi Radiologis

Pada evaluasi dari patologi tulang temporal, CT definisi-tinggi dengan potonga yang fine di tulang temporal dan MRI menyediakan informasi yang baik. CT definisi-tinggi dengan potongan yang fine pada bidang coronal dan axial menyediakan informasi tentang anatomi tulang temporal. Studi ini sebaiknya dilakukan pada semua anak dan dipertimbangkan pada pasien yang lebih tua dengan tuli progresif dan anomali kraniofasial. Insidensi yang dilaporkan dari CT anomali adalah 6.8 sampai 31% dengan abnormalitas yang paling umum adalah dilatasi akuaduktus vestibular (DVA). Abnormalitas lainnya didiagnosis termasuk displasia Mondani, deformitas Cavitas yang umum dari koklea, dan abnormalitas dari Kanal semisirkular, Patologi Imaging dari Conditioned Play Audiometry (CPA) dan sistem saraf pusat, MRI dengan kontras gandolinium adalah preferable.

Imaging tambahan diluar kepala dan leher mungkin diindikasikan pada pasien yang diduga memiliki tuli sindromik dengan patologi yang melibatkan sistem lain. Contohnya, echokardiak mungkin dibutuhkan pada disfungsi kromosom (contoh; trisomi 13) dan Ultrasound ginjal direkomendasikan pada sindrom Alpert dan BOR sindrom. 12

Pemeriksaan pendengaran Bayi dan Anak

Pada prinsipnya gangguan pendengaran pada bayi harus diketahui sedini mungkin. Walaupun derajat ketulian yang dialami seorang bayi / anak hanya bersifat ringan, namun dalam perkembangan selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan berbicara dan berbahasa. Dalam keadaan normal seorang bayi telah memiliki kesiapan berkomunikasi yang efektif pada usia 18 bulan, berarti saat tersebut merupakan periode kritis untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran.

Dibandingkan dengan orang dewasa pemeriksaan pendengaran pada bayi dan anak lebih sulit dan memerlukan ketelitian dan kesabaran. Selain itu pemeriksa harus memiliki pengetahuan tentang hubungan antara usia bayi / anak dengan taraf perkembangan motorik dan auditorik. Berdasarkan pemeriksaan tersebut adakalanya perlu dilakukan pemeriksaan ulangan atau pemeriksaan tambahan untuk melakukan konfirmasi hasil pemeriksaan sebelumnya. 1

Beberapa pemeriksaan pendengaran yang dapat dilakukan pada bayi dan anak; 1). Behavioral Observation Audiometry (BOA); 2). Timpanometri; 3). Audiometri bermain (play audiometry); 4). Oto Acoustic Emission (OAE); 5). Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA)

35

Page 36: Referat THT Faisal

Behavioral Observation Audiometry (BOA)

Tes ini berdasarkan respons aktif pasien terhadap stimulus bunyi dan merupakan respons yang disadari (voluntary response). Metoda ini dapat mengetahui seluruh sistim auditorik termasuk pusat kognitif yang lebih tinggi. Behavioral audiometry penting untuk mengetahui respons subyektif sistim auditorik pada bayi dan anak, dan juga bermanfaat untuk penilaian habilitasi pendengaran yaitu pada pengukuran alat bantu dengar (hearing aid fitting). Pemeriksaan ini dapat digunakan pada setiap tahap usia perkembangan bayi, namun pilihan jenis tes harus disesuaikan dengan usia bayi.

Pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang cukup tenang (bising lingkungan tidak lebih dari 60 dB), idealnya pada ruang kedap suara (sound proof room). Sebagai sumber bunyi sederhana dapat digunakan tepukan tangan, tambur, bola plastic berisi pasir, remasan kertas minyak, bel,terompet karet, mainan yang punya bunyi frekuensi tinggi (squaker toy) dll.

Sumber bunyi tersebut harus dikalibrasi frekuensi dan intensitasnya. Bila tersedia bisa dipakai alat buatan pabrik sepery baby reactometer, Neometer, Viena tone (frekuensi 3000Hz dengan pilihan intensitas 70, 80, 90 dan 100 dB).

Dinilai kemampuan anak dalam memberikan respons terhadap sumber bunyi tersebut. Pemeriksaan Behavioral Observation Audiometry dibedakan menjadi (1) Behavioral Reflex Audiometry dan (2) Behavioral Response Audiometry.

Behavioral Reflex Audiometry. Dilakukan pengamatan respons behavioral yang bersifat reflex sebagai reaksi terhadap stimulus bunyi.

Respons behavioral yang dapat diamati antara lain : mengejapkan mata (aurapalpebral reflex), melebarkan mata (eye widening), mengerutkan wajah (grimacing), berhenti menyusu (cessation reflex), denyut jantung meningkat, refleks Moro (paling konsisten). Refleks aurapalpebral dan Moro rentan terhadap efek habituasi, maksudnya bila stimulus diberikan berulang-ulang bayi menjadi bosan sehingga tidak member respon walaupun dapat mendengar. Stimulus dengan intensitas sekitar 65 – 80 dBHL diberikan melalui loudspeaker, jadi merupakan metode sound field atau dikenal juga sebagai Free field test. Stimulus juga daoat diberikan melalui noisemaker yang dapat dipilih intensitasnya, Pemeriksaan ini tidak dapat menentukan ambang dengar.

Bila kita mengharapkan terjadinya refleks Moro dengan stimulus bunyi yang keras sebaiknya dilakukan pada akhir prosedur karena bayi akan terkejut, takut dan menangis, sehingga menyulitkan observasi selanjutnya.

36

Page 37: Referat THT Faisal

Behavioral Response Audiometry. Pada bayi normal sekitar usia 5 – 6 bulan, stimulus akustik akan menghasilkan pola respons khas berupa menoleh atau menggerakkan kepala ke arah sumber bunyi di luar lapangan pandang. Awalnya gerakan kepala hanya pada bidang horizontal, dan dengan bertambahnya usia bayi dapat melokalisir sumber bunyi dari arah bawah. Selanjutnya bayi mampu mencari sumber bunyi dari bagian atas. Pada bayi normal kemampuan melokalisir sumber bunyi dari segala arah akan tercapai pada usia 13 – 16 bulan.

Teknik Behavioral Response Audiometry yang seringkali digunakan adalah (1) Tes Distraksi dan (2) Visual Reinforcement Audiometry (VRA).

Tes Distraksi. Tes ini dilakukan di dalam ruang kedap suara, menggunakan stimulus nada murni. Bayi dipangku oleh ibu atau pengasukh. Diperlukan 2 orang pemeriksan, pemeriksa pertama bertugas untuk menjaga konsentrasi bayi, misalnya dengan memperlihatkan mainan yang tidak terlalu menarik perhatian; selain memperhatikan respons bayi. Pemeriksa kedua berperan membrikan stimulus bunyi, misalnya dengan audiometer yang terhubung dengan pengeras suara.

Respons terhadap stimulus bunyi adalah menggerakkan bola mata atau menoleh kea rah sumber bunyi. Bila tidak ada respons terhadap stimuli bunyi, pemeriksaan diulang sekali lagi. Kalau tetap tidak berhasil, pemeriksaan ketiga dilakukan lagi 1 minggu kemudian. Seandainya tetap tidak ada respons, harus dilakukan pemeriksan audiologik lanjutan yang lebih lengkap.

Visual Reinforcement Audiometry (VRA). Mulai dapat dilakukan pada bayi usia 4 – 7 bulan dimana control neuromotor berupa kemampuan mencari sumber bunyi sudah berkembang. Pada masa ini respons unconditioned beralih menjadi respons conditioned. Pemeriksaan pendengaran berdasarkan respons conditioned yang diperkuat dengan stimulus visual dikenal sebagai VRA. Stimulus bunyi diberikan bersamaan dengan stimulus visual, bayi akan member respons orientasi atau melokalisir bunyi dengan cara menoleh kea rah sumber bunyi. Dengan intensitas yang sama diberikan stimulus bunyi saja (tanpa stimulus visual), bila bayi meberi respons diberi hadiah berupa stimulus visual. Pada tes VRA juga diperlukan 2 orang pemeriksa. Pemeriksaan VRA dapat dipergunakan untuk menentukan ambang pendengaran, namun karena stimulus diberikan melalui pengeras suara maka respon yang terjadi merupakan tajam pendengarran pada telinga yang lebih baik.

Play audiometry (usia 2 – 5 tahun)

37

Page 38: Referat THT Faisal

Pemeriksaan Play Audiometry (Conditioned play audiometry) meliputi teknik melatih anak untuk mendengar stimulus bunyi disertai pengamatan respons motorik spesifik dalam suatu aktivitas permainan. Misalnya sebelum pemeriksaan anak dilatih (conditioned) untuk memasukkan benda tertentu ke dalam kotak segera setelah mendengar bunyi. Diperlukan 2 orang pemeriksa, yang pertama bertugas memberikan stimulus melalui audiometer sedangkan pemeriksa kedua melatih anak dan mengamati respons. Stimulus biasanya diberikan melalui headphone. Dengan mengatur frekuensi dan menentukan intensitas stimulus bunyi terkecil yang dapat menimbulkan respons dapat ditentukan ambang pendengaran pada frekuensi tertentu (spesifik).

Timpanometri

Pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kondisi telinga tengah. Gambaran timpanometri yang abnormal (adanya cairan atau tekanan negative di telinga tengah) merupakan petunjuk adanya gangguan pendengaran konduktif.

Melalui probe tone (sumbat liang telinga) yang dipasang pada liang telinga dapat diketahui besarnya tekanan di liang telinga berdasarkan energy suara yang dipantulkan kembali (ke arah luar) oleh gendang telinga. Pada orang dewasa atau bayi berusia di atas 7 bulan digunakan probe tone frekuensi 226 Hz. Khusus untuk bayi dibawah usia 6 bulan tidak digunakan probe tone 226 Hz karena akan terjadi resonansi pada liang telinga sehingga dapat digunakan probe tone frekuensi tinggi (668, 678 atau 1.000 Hz).

Terdapat 4 jenis timpanogram, yaitu; 1). Tipe A (normal); 2). Tipe AD

(diskontinuitas tulang-tulang pendengaran); 3). Tipe AS (kekakuan rangkaina tulang pendengaran); 4). Tipe B (cairan di dalam telinga tengah); 5). Tipe C (gangguan fungsi tuba Eustachius)

Pada bayi usia kurang dari 6 bulan ketentuan kenis timpanogram tidak mengikuti ketentuan di atas.

Timpanogram merupakan pemeriksaan pendahuluan sebelum tes OAE, dan bila terdapat gangguan pada telinga tengah maka pemeriksaan OAE harus ditunda sampai telinga tengah normal.

Refleks akustik pada bayi juga berbeda dengan orang dewasa. Dengan menggunakan probe tone frekuensi tinggi, refleks akustik bayi usia 4 bulan atau lebih sudah mirip dengan dewasa.

Audiometri Nada Murni

38

Page 39: Referat THT Faisal

Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan audiometer, dan hasil pencatatannya disebut sebagai audiogram. Dapat dilakukan pada anak berusia lebih dari 4 tahun yang koperatif. Sebagai sumber suara digunakan nada murni (pure tone) yaitu bunyi yang hanya terdiri dari 1 frekuensi. Pemeriksaan dilakukan pada ruang kedap suara, dengan menilai hantaran suara melalui udara (air conduction) melalui headphone pada frekuensi 125, 250, 5000, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz. Hantaran suara melalui tulang (bone conduction) diperiksa dengan memasang bone vibrator pada prosesus mastoid yang dilakukan pada frekuensi 500, 1000, 2000, 4000 Hz. Intensitas yang biasa digunakan antara 10 – 100 dB (masing-masing dengan kelipatan 10), secara bergantian pada kedua telinga. Suara dengan intensitas terendah yang dapat didengar dicatat pada audiogram untuk memperoleh informasi tentang jenis dan derajat ketulian.

Oto Acoustic Emission (OAE)

Suara yang berasal dari dunia luar diproses oleh koklea menjadi stimulus listrik, selanjutnya dikirim ke batang otak melalui saraf pendengaran. Sebagian energy bunyi tidak dikirim ke saraf pendengaran melainkan kembali menuju ke liang telinga. Proses ini mirip dengan peristiwa echo (Kemp echo). Produk sampingan koklea ini selanjutnya disebut sebagai emisi otoakustik (Otoacoustic emission). Koklea tidak hanya menerima dan memproses bunyi tetapi juga dapat memproduksi energy bunyi dengan intensitas rendah yang berasal dari sel rambut luar koklea (outer hair sels).

Terdapat 2 jenis OAE yaitu (1) Spontaneous OAE (SPOAE) dan (2) Evoked OAE. SPOAE adalah mekanisme aktif koklea untuk memproduksi OAE tanpa harus diberikan stimulus, namun tidak semua orang dengan pendengaran normal mempunyai SPOAE. EOAE hanya akan timbul bila diberikan stimulus akustik yang dibedakan menjadi (1) Transient Evoked OAE (TEOAE) dan (2) Distortion Product OAE (DPOAE). Pada TEOAE stimulus akustik berupa click sedangkan DPOAE menggunakan stimulus berupa 2 buah nada murni yang berbeda frekuensi dan intensitasnya.

Pemeriksan OAE merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai fungsi koklea yang obyektif, otomatis (menggunakan kriteria pass / lulus dan refer / tidak lulus), tidak invasif, mudah, tidak membutuhkan waktu lama dan praktis sehingga sangat efisien untuk program skrining pendengaran bayi baru lahir (Universal newborn Hearing Screening).

Pemeriksaan tidak harus di ruang kedap suara, cukup di ruangan yang tenang. Pada mesin OAE generasi terakhir nilai OAE secara otomatis akan dikoreksi dengan noise yang terjadi selama pemeriksaan. Artefak yang terjadi akan diseleksi saat itu juga (real time). Hal tersebut menyebabkan nilai sensitifitas dan spesifitas OAE yang tinggi. Untuk memperoleh hasil yang optimal diperlukan

39

Page 40: Referat THT Faisal

pemilihan probe (sumbat liang telinga) sesuai ukuran liang telinga. Sedatif tidak diperlukan bila bayi dan anak koperatif.

Pemeriksaan OAE juga dimanfaatkan untuk memonitor efek negated dari obat ototoksik, diagnosis neuropati auditorik, membantu proses pemilihan alat bantu dengar, skrining pemaparan bising (noise induced hearing loss) dan sebagai pemeriksaan penunjang pada kasus-kasus yang berkaitan dengan gangguan koklea.

Brainstem Evoked Response Audiometry

Istilah lain : Auditory Brainstem Response (ABR). BERA merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai integritas sistim auditorik, bersifat obyektif, tidak invasif. Dapat memeriksa bayi, anak, dewasa, penderita koma.

BERA merupakan cara pengukuran evoked potential (aktifitas listrik yang dihasilkan n.VIII, pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang otak) sebagai respons terhadap stimulus auditorik. Stimulus bunyi yang digunakan berupa bunyi click atau toneburst yang diberikan melalui headphone, insert probe, bone vibrator. Untuk memperoleh stimulus yang paling efisien sebaiknya digunakan insert probe. Stimulus click merupakan impuls listrik dengan onset cepat dan durasi yang sangat singkat (0.1 ms), menghasilkan respons pada average frequency antara 2000 – 4000 Hz. Tone burst juga merupakan stimulus dengan durasi singkat namun memiliki frekuensi yang spesifik.

Respons terhadap stimulus auditorik berupa evoked potential yang sinkron, direkam melalui elektroda permukaan (surface electrode) yang ditempelkan pada kulit kepala (dahi dan prosesus mastoid), kemudian diproses melalui program computer dan ditampilkan sebagai 5 gelombang defleksi positif (gelombang I sampai V) yang terjadi sekitar 2-12 ms setelah stimulus diberikan. Analisis gelombang BERA berdasarkan (1) morfologi gelombang, (2) masa laten dan (3) amplitude gelombang.

Salah satu factor penting dalam menganalisa gelombang BERA adalah menentukan masa laten, yaitu waktu (milidetik) yang diperlukan sejak stimulus diberikan sampai terjadi evoked potential untuk masing-masing gelombang (gel I sampai V). Dikenal 3 jenis masa laten (1) masa laten absolut dan (2) masa laten antar gelombang (interwave latency atau interpeak latency) dan (3) masa laten antar telinga (interaural latency). Masa laten absolut gelombang I adalah waktu yang dibutuhkan sejak pemberian stimulus sampai timbulnya gelombang I. Masa laten antar gelombang adalah selisih waktu antar gelombang, misalnya masa laten antar gelombang I – III, III – V, I – V. Masa laten antar telinga yaitu membandingkan masa laten absolut gelombang yang sama pada kedua telinga. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemanjangan masa laten fisiologik yang

40

Page 41: Referat THT Faisal

terjadi bila intensitas stimulus diperkecil. Terdapatnya pemanjangan masa laten pada beberapa frekuensi menunjukkan adanya suatu gangguan konduksi.

Perlu dipertimbangkan factor maturitas jaras saraf auditorik pada bayi dan anak yang usianya kurang dari 12 – 18 bulan, karena terdapat perbedaan masa laten, amplitude dan morfologi gelombang dibandingkan dengan anak yang lebih besar maupun orang dewasa.

2.4.7 Penatalaksanaan

Pengobatan dini gangguan pendengaran dapat memungkinkan banyak bayi untuk mengembangkan kemampuan bahasa yang normal. Pengobatan CHL termasuk otitis media akut masih dibahas dan luas literatur telah diproduksi. Secara singkat, pedoman baru-baru ini menunjukkan amoksisilin klavulanat- dan ceftriaxone sebagai antibiotik yang paling efektif terhadap resisten-penisilin pneumococcus dan b-laktamase bakteri. Imunisasi dengan vaksin pneumococcal conjugate dan Vaksin influenza muncul untuk mengurangi frekuensi otitis media akut. Perawatan medis dan bedah lainnya termasuk penggunaan dekongestan sistemik atau topikal dan administrasi stiroid atau antihistamin tidak diindikasikan. Miringotomi dan tympanocentesis atau penyisipan tabung timpani dan adeneoidectomy dan / atau amandel direkomendasikan dalam pengobatan otitis media yang berlebihan; Temukan Namun, tepat pasien dan bedah pendekatan masih kontroversial. Akhirnya, manajemen bedah untuk komplikasi otitis media dan pengobatan otitis media kronis dan cholesteatoma dapat dilakukan dengan beberapa pilihan bedah dan secara luas dibahas dalam literatur.

Terapi tetap tantangan utama dalam manajemen pediatrik dari SNHL. Pendekatan saat ini diwakili oleh alat bantu dengar dan implan koklea, meskipun kemajuan terbaru di genomik manusia dan biologi molekuler memiliki menyebabkan identifikasi mekanisme dan cacat gen menyebabkan ketulian, yang mewakili diduga baru target terapi. Ulasan ini membahas gambaran tentang temuan utama pengobatan SNHL.

Operatif

Perbaikan pendengaran yang signifikan melalui epitel kanal telinga yang bersih dan kering dan patensi meatus yang luas dapat dicapai di banyak pasien dengan aural atresia. Tidak semua anak dengan aural atresia adalah kandidat untuk bedah perbaikan. Pencalonan untuk operasi bersandar pada evaluasi Audiologi dan radiologis. Ambang konduksi tulang normal untuk atretic telinga mutlak; operasi tidak dianjurkan untuk pasien dengan SNHL. Resolusi tinggi, bagian-

41

Page 42: Referat THT Faisal

tipis (≤ 1mm) pencitraan computed tomography (CT)  tulang temporal tetap menjadi pilihan untuk mengevaluasi anatomi tulang telinga bagian dalam, telinga tengah, mastoid, dan plat atresia. skala penilaian Jahrsdoerfe memfokuskan klinisi pada aspek-aspek anatomi kritis dari tulang temporal dan bahkan telah memilik prognostic signifikan: pasien dengan Skor 7 atau lebih besar memiliki hasil yang jauh lebih baik daripada pasien mendapat skor 6 atau di bawahnya. Pembedahan bagi penderita atresia unilateral tidak dianjurkan untuk pasien dengan nilai 6 atau di bawahnya, atau nilai 5 atau  di bawahnya pada pasien dengan bilateral atresia.

Penelitian terbaru menganalisis operasi aural atresia untuk menentukan faktor-faktor prognostik prabedah untuk peningkatan pendengaran, termasuk volume telinga tengah, pendengaran prabedah, dan angulasi sendi incudostapedial. Pasien dengan telinga tengah yang pengudaraan yang baik memiliki kesempatan lebih besar untuk mencapai pendegaran normal dibandingkan dengan operasi dari pasien dengan telinga tengah dgn pengudaraan yang buruk. Mendegar lebih baik sebelum operasi diprediksikan akan lebih baik setelah dioperasi. Lebar (> 120˚) sendi incudostapedial  memprediksikan hasil yang buruk setelah operasi atresia. Studi-studi ini, walau bagaimanapun, kurangnya pemantauan jangka panjang. Komplikasi jangka panjang operasi atresia, termasuk meatal stenosis (paling umum) dan kehilangan keuntungan awal prabedah, tetap memiliki masalah yang signifikan. Teknik perbaikan aural atresia digambarkan dengan baik, tetapi beberapa modifikasi teknis dengan pendekatan anterior pertama kali dideskripsikan oleh diskusi Jahrsdoerfer merit. Tegmen diidentifikasi dini pada canaloplasty dan diikuti secara medial ke epitympanum. Masalah Malleus-incus yang bergabung teridentifikasi, dan tulang atresia akan dikeluarkan 360 derajat disekitar ossikular, dengan hati-hati untuk tidak mengirimkan energi tinggi bor ke rantai ossikular. Perlengketan ligamentum akhir antara leher malleus dan lempeng atretic diinsisi dengan beaver blade No. 59 atau laser.

Fasia temporalis ditempatkan dalam mode tampilan, tersampir menyatu dengan malleus-incus kompleks dan diperpanjang 1 hingga 2 mm sampai ke dinding kanal di segala arah. Cangkok kulit diambil dengan 2 inci pelindung di 0.006 inci dan bertakuk sepanjang tepi medial sehingga  takukan berselaras di atas fasia temporalis, dan semua fasia ditutupi oleh cangkok kulit yang cermat diletakkan sampai ke dinding kanal tulang dengan semua kulit tepi dibentangkan.

Meatus jaringan lunak sering rendah karena kanal tulang terpusat di sekitar epitympanum dan bukan mesotympanum. Dengan demikian, daun telinga yang

42

Page 43: Referat THT Faisal

direkonstruksi kadang-kadang harus ditinggikan untuk mensejajarkan meatus dengan kanal tulang. 

Catatan penting: Jika Keluarga telah memilih Medpor untuk rekonstruksi microtia, operasi atresia harus mendahului perbaikan Medpor agar tidak berisiko mengekspos polietilena implan. Untuk perbaikan tulang rusuk autologous tulang rawan microtia, operasi atresia mengikuti rekonstruksi cangkok tulang rusuk. Untuk pencegahan meatal stenosis pasca bedah, depot steroid (triamcinolone) disuntikkan ke dalam kulit perimeatal.

Stenting juga telah ditemukan berguna pada pascaoperasi untuk mencegah meatal stenosis. Ini menetap setelah 1 bulan kunjungan pascaoperasi dan diteruskan untuk setidaknya 3-6 bulan jika meatus tampaknya mengecil. Meskipun terbaik, meatal stenosis adalah komplikasi pasca bedah yang paling umum, dan meatus kadang-kadang akan stenosis ke titik yang membutuhkan revisi bedah. Revisi meatoplasty dengan pencangkokan kulit adalah secara umum direkomendasikan dengan ukuran pasca bedah yang agresif dari injeksi triamcinolone dan penggunaan penyumbat telinga dari foam yang dilapisi dalam larutan air pelumas pada malam hari.

Secara fungsional, 1 bulan setelah operasi atresia, pasien mendengar lebih baik dalam latar belakang kebisingan dan melakukan lebih baik daripada kinerja mereka sebelum operasi dalam tugas lokalisasi suara virtual. Pasien ini menikmati penjumlahan binaural dan mengepalai efek bayangan, tetapi tidak mengandalkan  kemunculan binaural dari masking (memadamkan). Ada efek dari studi ini: remaja melakukan lebih baik daripada anak-anak yang berusia lebih muda dan orang dewasa yang lebih tua pada tes dari pengolahan binaural. Mungkin, juga, ada kurva pembelajaran, di mana pasien harus belajar bagaimana untuk "menggunakan" telinga baru mereka dalam tugas-tugas pengolahan binaural yang sebenarnya; tes keuntungan binaural ini diulang untuk mengumpulkan data jangka panjang.

Alat bantu dengar konvensional

Sebagai hasil dari program skrining pendengaran bayi baru lahir, bayi tuli diidentifikasi pada usia sebelumnya dan biasanya menerima perangkat amplifikasi antara 3-6 bulan usia atau bahkan sebelumnya. alat bantu dengar konvensional ditunjukkan pada anak dengan moderat untuk gangguan pendengaran parah menginduksi pidato atau artikulasi gangguan tertunda. Di seluruh dunia, ada variasi dalam praktek dalam pengelolaan anak dengan ringan dan unilateral mendengar kerugian. Beberapa penelitian telah sistematis ditujukan efektivitas alat pendengar (pendengaran bantu atau modulasi frekuensi [FM] sistem) dalam pengobatan dari populasi ini. Di beberapa negara bagian di Amerika Serikat,

43

Page 44: Referat THT Faisal

seperti negara bagian Colorado, amplifikasi disediakan untuk anak dengan gangguan pendengaran ini. Sebaliknya, dalam Inggris gangguan sasaran termasuk moderat untuk mendalam gangguan pendengaran bilateral. Konsisten dengan pengalaman kami amplifikasi pada anak dengan ringan gangguan pendengaran harus hati-hati dipertimbangkan dalam kasus beberapa cacat dan / atau anak sindrom (yaitu visual yang penurunan nilai, defisiensi mental) yang memiliki permanen CHL atau SNHL. Indikasi untuk alat bantu dengar pada anak dengan SNHL berat bilateral juga dibahas dalam kaitannya dengan implan koklea dan tergantung pada manfaat amplifikasi. Namun, semua anak dengan berat sampai sangat berat gangguan pendengaran harus dipertimbangkan untuk implantasi koklea. Keputusan harus membuat juga dengan keluarga dan konseling orangtua dianjurkan dalam ini kasus. Umumnya, efektivitas konvensional alat bantu dengar tergantung pada tingkat dan konfigurasi gangguan pendengaran. Resep adalah komponen penting dari intervensi karena manfaat amplifikasi dapat dicapai dengan menggunakan alat bantu dengar yang konsisten dan tepat. Alat bantu dengar modern digital, yang berarti bahwa sinyal analog dijemput oleh mikrofon diubah ke bentuk digital sebelum diperkuat atau sebaliknya diproses dalam rangka terbaik untuk memenuhi kebutuhan sidang pengguna bantuan. Sementara beberapa penerima memerlukan diproses secara digital terdengar akan dikonversi kembali ke sinyal analog sebelum memberikan suara ke telinga, yang lain menghasilkan sinyal analog langsung dari olahan digital terdengar. Penggunaan teknologi digital memungkinkan untuk menggabungkan banyak fitur khusus ke dalam agak kecil alat bantu dengar. Hal ini dicapai melalui sangat kompleks skema pemrosesan sinyal. Beberapa jenis pendengaran bantu yang tersedia; jenis yang sesuai tergantung pada anak kebutuhan dan keterampilan individu. Alat bantu dengar Behind The Ear (BTE) umumnya direkomendasikan untuk bayi dan anak. Instrumen BTE cocok untuk semua derajat gangguan pendengaran. Mereka biasanya dapat dengan mudah terhubung ke sistem FM sehingga mereka ideal untuk anak di sekolah. Anak memiliki kebutuhan khusus karena mereka telah telinga lebih kecil daripada orang dewasa, mereka memiliki kemampuan terbatas memberikan perilaku / respon verbal terhadap rangsangan dalam handal cara, dan mereka bergantung pada amplifikasi untuk mengembangkan bicara dan bahasa dan untuk memperoleh pengetahuan tentang dunia di sekitar mereka. Oleh karena itu, amplifikasi pada anak membutuhkan evaluasi hati-hati, baik dalam memilih teknologi dan di bantu dengar pas. Pendengaran saat bantu tawaran sebuah berbagai teknologi canggih termasuk kompresi, transmisi nirkabel, mikrofon directional, manajemen umpan balik, pengurangan kebisingan dan frekuensi penindasan. Namun, pada anak muda aplikasi metode ini dapat sangat rumit dan beberapa fitur dapat diimplementasikan pada anak yang lebih tua. Selanjutnya, pas alat bantu dengar telah menjadi semakin rumit dengan banyak gaya dan parameter untuk pilih dari. Keprihatinan ini telah dibahas secara rinci dalam literatur tertentu. Di antara algoritma preskriptif National Australia Acoustic Laboratories memperkenalkan NAL-NAL1 dan -NL 2, berbasis ambang batas-

44

Page 45: Referat THT Faisal

prosedur, yang meresepkan tanggapan frekuensi gain untuk tingkat input yang berbeda, atau rasio kompresi di berbagai frekuensi, kompresi dynamic range yang lebar alat bantu Dengar. Tujuannya tetap untuk memaksimalkan kejelasan ucapan untuk setiap tingkat input pidato di atas kompresi ambang batas, sekaligus menjaga kenyaringan keseluruhan pidato pada atau di bawah kenyaringan keseluruhan normal. Dalam sangat tahap awal, pas terutama di dasarkan pada ambang batas pendengaran diperoleh ABR dan Acoustic refleks, bahkan jika informasi lebih lanjut dapat diperoleh dengan pengamatan perilaku. Efektivitas amplifikasi untuk anak yang terbaik ditentukan oleh mengevaluasi kinerja dibantu menggunakan subjektif laporan dan tindakan elektrofisiologi tujuan tergantung pada usia anak (www.nal.gov.au). Hanya sejumlah kecil kertas telah melaporkan hasilnya amplifikasi pendengaran, tetapi pedoman yang lebih baru menekankan pentingnya membangun orangtua-profesional kemitraan dan pelatihan yang berkaitan dengan proses fitting. The isu utama amplifikasi termasuk posisi yang tepat / memakai perangkat, penyesuaian kontrol dan penggunaan fitur khusus. Evaluasi gain prostetik adalah penting dalam pengelolaan anak tuli dan tergantung keahlian teknis dan kedua orang tua dan guru kolaborasi. Ukuran hasil termasuk evaluasi laboratorium serta informasi tentang dunia nyata kejelasan yang dapat diperoleh dengan paten, guru, pendengaran-verbal terapis dan pengasuh. Pemantauan pengembangan keterampilan komunikasi memainkan peran kunci dalam Keputusan untuk lulus dari alat bantu dengar untuk implan koklea di anak yang telah mengurangi pertunjukan.

Bone-Anchored Hearing Device (BAHD)

Prinsip BAHD adalah berdasarkan konduksi suara melalui tulang melalui sebuah perkutan implan osseointegrasi. Dalam populasi anak, indikasi untuk BAHA termasuk atresia kongenital aural dan mikrotia, dan unilateral mendalam dan campuran pendengaran loss. BAHA juga telah digunakan pada anak dengan kronis otitis media supuratif, otitis eksterna kronis dan traumatis tulang pendengaran gangguan rantai setelah kegagalan dengan konvensional bantu. merancang paling umum adalah koklea ™ BAHA® yang tersedia sejak tahun 1987. Dalam BAHA itu, sebuah titanium prostesis adalah pembedahan ditanamkan ke dalam tengkorak dengan abutment kecil terkena luar kulit. Sebuah suara prosesor duduk di abutment ini dan mengirimkan getaran suara untuk implan titanium. Demikian pula, Otikon Medis ™ telah memperkenalkan Ponto® yang merupakan sidang tulang-berlabuh sistem bantuan. Dalam operasi dua tahap tradisional, perlengkapan ini dimasukkan ke dalam tengkorak pada tahap pertama. Setelah jangka waktu untuk memungkinkan integrasiosseus, tahap kedua terdiri dari cangkok kulit, pengurangan jaringan lunak dan abutment penempatan. Namun, baru-baru operasi satu tahap memilikidisarankan juga pada anak. Satu komplikasi utama di BAHA anak adalah reaksi jaringan lunak. Untuk mengurangi

45

Page 46: Referat THT Faisal

efek samping ini, Sophono ™ telah baru-baru ini diperkenalkan yang menggunakan disk logam untuk beberapa magnetis untuk komponen internal yang memberikan rangsangan pendengaran melalui kulit tertutup. Manfaat BAHD di kongenital atresia aural dan mikrotia didokumentasikan dengan baik. Di penyelidikan baru-baru ini, Marsella et al. dijelaskan bahwa Indikasi utama untuk BAHA adalah usia minimal 3 tahun pada saat implantasi dan / atau ketebalan tulang kortikal ≥ 3 mm seperti yang didokumentasikan oleh CT. Para penulis ini mempelajari 47 anak dipengaruhi oleh telinga displasia yang sindrom atau tidak, dan sesuai dengan laporan lain, mereka menunjukkan bahwa keuntungan fungsional secara signifikan lebih baik dengan BAHA dibandingkan dengan alat bantu dengar tulang-konduksi konvensional. Selain itu, BAHA juga dapat diindikasikan pada anak dengan mendalam gangguan pendengaran unilateral setelah masa percobaan mengenakan ikat kepala BAHA selama beberapa minggu dengan partisipasi aktif anak. Akhirnya, bilateral berurutan implantasi memerlukan investigasi komplementer dan tampaknya memberikan peningkatan persepsi dalam kebisingan. Kesimpulannya, jenis alat bantu dengar menyediakan perbaikan dalam kualitas hidup anak, yang harus lebih meningkat sebagai akibat dari perkembangan teknis baru-baru ini.

Rehabilitasi Audiologic dan terapi wicara-bahasa

Rehabilitasi merupakan alat yang sangat penting dalam manajemen anak tuli. Rehabilitasi Audiologic adalah proses memberikan pelatihan dan pengobatan untuk meningkatkan mendengar untuk anak yang mengalami gangguan pendengaran. Dengan bayi dan anak, audiologic atau rehabilitasi pendengaran layanan kadang-kadang disebut "habilitative" daripada "Rehabilitatif." Bahkan, istilah "rehabilitasi" fokus pada pemulihan keterampilan yang hilang. Sebaliknya, pada anak yang sangat muda keterampilan, seperti berbicara, mungkin tidak telah hadir di tempat pertama. Layanan yang diberikan akan tergantung pada masing-masing kebutuhan individu anak dan di dasarkan pada berikut faktor: usia anak, usia onset dari gangguan pendengaran, usia ketika gangguan pendengaran ditemukan, tingkat pendengaran kerugian, jenis gangguan pendengaran dan usia anak ketika mendengar bantu pertama kali digunakan. Rencana habilitasi audiologic untuk anak dipandu oleh jenis metode komunikasi keluarga menggunakan dengan anak. Berbagai metode komunikasi tersedia: mendengarkan dan bahasa lisan (juga disebut sebagai pendengaran-verbal atau pendengaran-oral), pidato cued atau cued bahasa (metode ini menggunakan bentuk tangan tertentu dan penempatan di sekitar wajah untuk memperjelas ambiguitas lip-reading) dan tanda bahasa. Akhirnya, rehabilitasi mendengar anak termasuk keterampilan yang berbeda: berkembang bahasa, pelatihan dalam mendengarkan dan penggunaan yang tepat dari pendengaran bantu dan mendengar alat bantu.

46

Page 47: Referat THT Faisal

Terapi farmakologi dari sekarang untuk kedepannya

Sebagaimana dibahas dalam review ini dan atas dasar yang dilaporkan Temuan etiologik, tiga pendekatan yang berbeda bisa dibenahi di masa depan: intervensi farmakologis, terapi gen dan aplikasi sel induk. Standar Tujuan terapi untuk SHNL sekarang diwakili oleh implan koklea, tetapi beberapa keterbatasan persepsi ujaran tergantung pada hilangnya neuron ganglion spiral di hampir semua SNHL. Dalam perspektif, kemajuan lebih lanjut obat translasi akan mengubah peran CI sebagai "multifungsi" di yang mengintegrasikan rangsangan listrik dengan aplikasi molekul dan obat-obatan untuk meningkatkan kinerja dengan memulihkan atau mencegah hilangnya neuron ganglion spiral atau regenerasi sel 1. Bahkan, kematian sel rambut adalah ireversibel proses yang dapat disebabkan oleh faktor-faktor eksogen dan beberapa mekanisme kini mapan, sedangkan dampak etiologik genetik dan kerentanan masih belum sepenuhnya dipahami. Beberapa obat eksperimental telah diusulkan untuk pengobatan SNHL, meskipun beberapa jalan klinis memiliki telah dilakukan. Kelompok kami telah dipelajari secara ekstensif antioksidan untuk pengobatan gangguan pendengaran akibat hipoksia, trauma akustik, aminoglikosida atau cisplatin terapi. Secara klinis, stangkagi antioksidan dapat digunakan sebagai terapi tambahan saraf setelah perinatal stres oksidatif, tetapi mereka kelinci tidak belajar dalam mencegah tuli. Kortikostiroid telah diusulkan untuk pengobatan trauma setelah penyisipan koklea sebuah implan elektroda dan mencegah gejala sisa dari meningitis. Terapi antivirus telah diusulkan dalam pengobatan CMV: gansiklovir, valganciclovir, foscarnet, sidofovir dan CMV hiperimun globulin efektif dalam mengobati atau mencegah infeksi CMV di immunocompromised host, namun memerlukan pemantauan ketat untuk toksisitas terkait. Pengobatan untuk kongenital CMV berhubungan dengan toksisitas yang signifikan dan tidak pasti efektivitas.

Akhirnya, pengetahuan tentang mekanisme molekuler dari perkembangan proses (yaitu Sox 2, Atoh1 dan Notch signaling jalur) atau gen yang terlibat dalam diferensiasi (yaitu Espin, myosin VII, whirlin) menawarkan harapan untuk pengobatan batin penyakit telinga. Transfer gen dengan vektor virus atau nanopartikel merupakan pendekatan yang menjanjikan dan novel untuk memberikan gen terapi atau molekul ke dalam batin telinga. Sel induk telah menjadi subyek spekulasi dan kontroversi selama bertahun-tahun karena mereka membuka secara radikal kemungkinan terapi baru. Ia telah mengamati bahwa transplantasi sel induk embrionik atau neonatal, dewasa tikus telinga bagian dalam sel induk dan sel-sel dari pusat batang sistem saraf berdiferensiasi menjadi sel-sel yang mengandung rambut penanda sel dan protein. Hasil yang menjanjikan baru-baru ini diterbitkan oleh kelompok Rivolta ini menunjukkan bahwa embrio batang sel ditransplantasikan ke dalam neuropati auditori Model, neuroprogenitors otik menanamkan, membedakan dan secara signifikan meningkatkan ambang respon

47

Page 48: Referat THT Faisal

pendengaran-membangkitkan. Banyak etis dan biologis (yaitu imunologik, kancerogenik, teratogenik) hambatan tetap sebelum aplikasi dapat direalisasikan sepenuhnya. 15

BAB III

RESUME

Tuli kongenital merupakan gangguan pendengaran yang timbul pada saat

lahir dan merupakan salah satu masalah pada anak yang akan berdampak pada

perkembangan bicara, sosial, kognitif dan akademik. Pada prinsipnya tuli

kongenital harus diketahui sedini mungkin. Untuk menegakkan diagnosis sedini

mungkin maka diperlukan skrining pendengaran pada anak. American Speech

Language Hearing Association (ASHA) merekomendasikan pemeriksaan

pendengaran anak secara komprehensif yang mencakup penilaian tingkah laku

(behavioral), elektrofisiologis, serta perkembangan motorik, wicara dan bahasa.

Menurut ketentuan dari American Joint Committee of Infant Hearing tahun 2000,

gold standart untuk skrining pendengaran bayi adalah Automated Otoacoustic

Emissions (AOAE) dan Automated Auditory Brainstem Response (AABR).

48

Page 49: Referat THT Faisal

DAFTAR PUSTAKA

1. Hendarmin H, Suwento R. Gangguan pendengaran pada bayi dan anak. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 32-36.

2. Wibisono. Tuli Kongenital. Http://vibizlife.com. [diakses 4 Juli 2012].3. Ghorayeb BY. Anatomy of The Ear. Http://www.ghorayeb.com. [diakses

4 Juli 2012].4. Suwento R, Hendarmin H. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,

Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi ke-7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2012

5. Keith L. Moore, Arthur F. Dalley & Anne M. Agur. Essential Clinical Anatomy. 4th edition. Lippincott Williams & Wilkins.

6. Liston S, Duvall A. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga. Dalam: Buku Ajar Penyakit THT BOEIS. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 1997.

7. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2001.

8. Dinamic Human Anatomy, 2.0. Saladin. Anatomy & Physiology. Mc Graw Hill Companies; 2003.

9. Guyton A.C. Indera Pendengaran. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall. Edisi ke-11. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2003. p: 681-92.

10. Bashiruddin J, et al. Gangguan pendengaran genetik. Dalam : Jurnal Otolaringology Vol.36 No.3, Juli-September 2006.

11. Scott Olivia. Congenital Deafness. Http://www.patient.co.uk. [diakses 4 Juli 2012].

12. Pensak M.L, Choo D.I. Clinical Otology.4th ed. New York: Thieme Medical Publisher; 2015.

49

Page 50: Referat THT Faisal

13. Rundjan L, Amir I, Suwento R, Mangunatmadja I. Skrining Gangguan Pendengaran pada Neonatus Risiko Tinggi. Sari Pediatri. Vol.6 No.4.Jakarta:IDAI. 2005.

14. Ballenger J, Snow J. Ballenger’s: Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 6thed. Spain:William & Wilkins. 2003.

15. Paludetti G, Conti G, et al. Infant hearing loss: from diagnosis to therapy: Official Report of XXI Conference of Italian Society of Pediatric Otorhinolaryngology. Italia: ACTA Otorhinolaryngologica Italica. 2012.

16. Bashiruddin J, et al. Gangguan pendengaran genetik. Dalam : Jurnal Otolaringology Vol.36 No.3, Juli-September 2006.

50