Referat ABSES SUBMANDIBULA Disusun Oleh : FARADILLAH WIRDA KUSUMA 09101023 Pembimbing : Dr. ARIMAN SYUKRI, Sp. THT-KL BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
Referat
ABSES SUBMANDIBULA
Disusun Oleh :
FARADILLAH WIRDA KUSUMA09101023
Pembimbing :
Dr. ARIMAN SYUKRI, Sp. THT-KL
BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU2015
ABSES SUBMANDIBULA
I. DEFINISI
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan
pus pada daerah submandibula.1
II. ANATOMI LEHER
Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah
sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid (gambar 2 dan gambar 3).6
1. Ruang yang melibatkan sepanjang leher terdiri dari:
a. ruang retrofaring
b. ruang bahaya (danger space)
c. ruang prevertebra.
2. Ruang suprahioid terdiri dari:
a. ruang submandibula
b. ruang parafaring
c. ruang parotis
d. ruang mastikor
e. ruang peritonsil
f. ruang temporalis.
3. Ruang infrahioid
a. ruang pretrakeal.
1
Gambar 2. Potongan sagital leher9
Gambar 3. Potongan axial kepala11
Ruang Submandibula
Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila.
Ruang sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot miohioid. Ruang
submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila
(lateral) oleh otot digastrikus anterior.2 Ruang mandibular dibatasi pada bagian
lateral oleh garis inferior dari badan mandibula, medial oleh perut anterior
musculus digastricus, posterior oleh ligament stylohyoid dan perut posterior dari
musculus digastricus, superior oleh musculus mylohyoid dan hyoglossus, dan
inferior oleh lapisan superficial dari deep servikal fascia. Ruang ini mengandung
glandula saliva sub mandibular dan sub mandibular lymphanodes.7
Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang submandibula
dan membagi ruang submandibula atas ruang submental dan ruang submaksila
saja. Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya
sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher.2
2
Ruang submandibula berhubungan dengan beberapa struktur didekatnya
(gambar 4), oleh karena itu abses submandibula dapat menyebar ke struktur
didekatnya.3
Gambar 4. Ruang potensial leher dalam (A) Potongan aksial, (B) potongan sagital.Ket : SMS: submandibular space; SLS: sublingual space; PPS: parapharyngeal space; CS: carotid space; MS: masticatory space. SMG: submandibular gland; GGM: genioglossus muscle; MHM: mylohyoid muscle; MM: masseter muscle; MPM: medial pterygoid muscle; LPM: lateral pterygoid muscle; TM: temporal muscle.3
3
III. EPIDEMIOLOGI
Penelitian Huang pada tahun 1997 sampai 2002, menemukan kasus infeksi
leher dalam sebanyak 185 kasus. Abses submandibula (15,7%) merupakan kasus
terbanyak kedua setelah abses parafaring (38,4), diikuti oleh Ludwig’s angina
(12,4%), parotis (7%) dan retrofaring (5,9%).4
Penelitian Yang pada 100 kasus abses leher dalam yang diteliti April 2001
sampai Oktober 2006 mendapatkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan
3:2. Abses submandibula merupakan kasus terbanyak (35%), diikuti oleh abses
parafaring (20%), mastikator (13%), peritonsil (9%), sublingual (7%), parotis
(3%), infra hyoid (26%), retrofaring (13%), ruang karotis (11%).5
Di Bagian THT-KL Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang selama periode
Oktober 2009 sampai September 2010 didapatkan abses leher dalam sebanyak 33
orang. Abses submandibula (26%) merupakan kasus kedua terbanyak setelah
abses peritonsil (32%), diikuti abses parafaring (18%), abses retrofaring (12%),
abses mastikator (9%), dan abses pretrakeal (3%).6
IV. ETIOLOGI
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe
submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain.2
Sebanyak 61% kasus abses submandibula disebabkan oleh infeksi gigi. 7
Infeksi pada ruang ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari
mandibula, jika apeksnya ditemukan di bawah perlekatan dari musculus
mylohyoid.4 infeksi dari gigi dapat menyebar ke ruang submandibula melalui
beberapa jalan yaitu secara langsung melalui pinggir myolohioid, posterior dari
ruang sublingual, periostitis dan melalui ruang mastikor.3
Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai
kuman, baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob
yang sering ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus
influenza, Streptococcus Pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp,
Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam
adalah kelompok batang gram negatif, seperti Bacteroides, Prevotella, maupun
Fusobacterium.6
4
Di Bagian THT-KL Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang, periode April 2010
sampai dengan Oktober 2010 terdapat sebanyak 22 pasien abses leher dalam dan
dilakukan kultur kuman penyebab, didapatkan 73% spesimen tumbuh kuman
aerob, 27% tidak tumbuh kuman aerob dan 9% tumbuh jamur yaitu Candida sp.6
Kuman aerob yang tumbuh pada pemeriksaan tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil kultur abses leher dalam Bagian THT-KL dr. M.Djamil Padang periode April 2010-Oktober 20107
Jenis Kuman Jumlah %
Streptocccus α haemoliticus
Klepsiella sp
Enterobacter sp
Staphylococcus aureus
Staphilococcus epidermidis
E. Coli
Proteus vulgaris
6
4
3
2
1
1
1
37
25
19
12,5
6
6
6
V. Diagnosis
Anamnesa dan gejala klinis
Pasien biasanya akan mengeluhkan demam, air liur yang banyak, trismus
akibat keterlibatan musculus pterygoid, disfagia dan sesak nafas akibat sumbatan
jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembengkakan di daerah submandibula
(gambar 5), fluktuatif, dan nyeri tekan. Pada insisi didapatkan material yang
bernanah atau purulent (merupakan tanda khas). Angulus mandibula dapat diraba.
Lidah terangkat ke atas dan terdorong ke belakang.7
5
Gambar 5. Abses submandibula9
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material
yang bernanah (purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resistensi
antibiotik11
2. Radiologis
a. Rontgen jaringan lunak kepala AP
b. Rontgen panoramik
Dilakukan apabila penyebab abses submandibuka berasal dari gigi.
c. Rontgen thoraks
Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis,
pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses.
d. Tomografi komputer (CT-scan)
6
CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan baku emas pada abses
leher dalam. Berdasarkan penelitian Crespo bahwa hanya dengan
pemeriksaan klinis tanpa CT-scan mengakibatkan estimasi terhadap
luasnya abses yang terlalu rendah pada 70% pasien (dikutip dari
Pulungan). Gambaran abses yang tampak adalah lesi dengan hipodens
(intensitas rendah), batas yang lebih jelas, dan kadang ada air fluid level
(gambar 6 dan gambar 7). 11
Gambar 6. CT-scan pasien dengan keluhan trismus, pembengkakan submandibula yang nyeri dan berwarna kemerahan selama 12 hari. CT-scan axial menunjukkan pembesaran musculus pterygoid medial (tanda panah), peningkatan intensitas ruang submandibular dan batas yang jelas dari musculus platysmal (ujung panah).3
7
Gambar 7. Axial CT-scan menunjukan infeksi pada ruang submandibula. Tampak abses multifokal.11
VI. Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan pada abses submandibula adalah :
1. Antibiotik (parenteral)
Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab,
uji kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara
parenteral sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus.
Antibiotik kombinasi (mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram
positip dan gram negatif) adalah pilihan terbaik mengingat kuman
penyebabnya adalah campuran dari berbagai kuman. Secara empiris
kombinasi ceftriaxone dengan metronidazole masih cukup baik. Setelah
hasil uji sensistivitas kultur pus telah didapat pemberian antibiotik dapat
disesuaikan. 5
Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi
terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone,
ceftriaxone, yaitu lebih dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka
sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif.
Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari. 5
8
2. Bila abses telah terbentuk, maka evakuasi abses dapat dilakukan. Evakuasi
abses (gambar 4) dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang
dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses
dalam dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau
setinggi os hioid, tergantung letak dan luas abses.2 Bila abses belum
terbentuk, dilakukan panatalaksaan secara konservatif dengan antibiotik IV,
setelah abses terbentuk (biasanya dalam 48-72 jam) maka evakuasi abses
dapat dilakukan.13
3. Mengingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka tindakan
trakeostomi perlu dipertimbangkan.13
Gambar 4. Insisi abses submandibula9
4. Pasien dirawat inap 1-2 hari hingga gejala dan tanda infeksi reda.2
VII. Komplikasi
Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau
langsung (perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula
paling sering meluas ke ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini
cukup tipis.3 Perluasan ini dapat secara langsung atau melalui ruang mastikor
melewati musculus pterygoid medial kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi
dapat menjalar ke daerah potensial lainnya.3
Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah
menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan medistinitis.
Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila
9
pembuluh karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi
perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul
tromboflebitis dan septikemia.3
VIII. Prognosis
Pada umumnya prognosis abses submandibula baik apabila dapat
didiagnosis secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak
terjadi. Pada fase awal dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan
pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat menghasilkan penyembuhan yang
sempurna.Apabila telah terjadi mediastinitis, angka mortalitas mencapai 40-50%
walaupun dengan pemberian antibiotik. Ruptur arteri karotis mempunyai angka
mortalitas 20-40% sedangkan trombosis vena jugularis mempunyai angka
mortalitas 60%. 14
DAFTAR PUSTAKA
10
1. Rizzo PB, Mosto MCD. Submandibular space infection: a potentially lethal
infection. International Journal of Infectious Disease 2009;13:327-33
2. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 145-48
3. Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh K, Kurita K, Natsume N, et all.
Odontogenic infection pathway to the submandibular space: imaging
assessment. Int. J. Oral Maxillofac. Surg. 2002; 31: 165–9
4. Huang T, chen T, Rong P, Tseng F, Yeah T, Shyang C. Deep neck infection:
analysis of 18 cases. Head and neck. Ockt 2004.860-4
5. Yang S.W, Lee M.H, See L.C, Huang S.H, Chen T.M, Chen T.A. Deep neck
abscess: an analysis of microbial etiology and effectiveness of antibiotics.
Infection and Drug Resistance. 2008;1:1-8.
6. Calhoun KH, Head and neck surgery-otolaryngology Volume two. 3nd Edition.
USA: Lippincott Williams and Wilkins. 2001. 705,712-3
7. Ballenger JJ. Penyakit telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Jilid 1. Edisi
ke-13. Jakarta: Bina Rupa Aksara,1994.295-304
8. Deep Neck Space Infections (updated 08/06). Diunduh dari
http://www.entnyc.com/coclia_deep.pdf. [Diakses tanggal 24 Oktober 2015]
9. Pictures of submandibular neck. Otolaryngology Houston. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/837048-overview. [Diakses tanggal 24
Oktober 2015]
10. Micheau A, Hoa D. ENT anatomy: MRI of the face and neck - interactive
atlas of human anatomy using cross-sectional imaging (updated 24/08/2008
10:51 pm). Diunduh dari http://www.imaios.com/en/e-Anatomy/Head-and-
Neck/Face-and-neck-MRI. [Diakses tanggal 24 Oktober 2015].
11. Yonetsu K, Izumi M, Nakamura T. Deep facial infections of odontogenic
origin: CT assessment of pathways of space involvement. AJNR Am J
Neuroradiol 1998;19:123
12. Rambe AYM. Abses Retrofaring. Fakultas kedokteran Bagian Ilmu Penyakit
Telinga Hidung Tenggorokan Universitas Sumatra Utara. Diunduh dari USU
digital library 2003. [Diakses tanggal 24 Oktober 2015]
11
13. Gómez CM, Iglesia V, Palleiro O, López CB. Phlegmon in the
submandibular region secondary to odontogenic infection. Emergencias
2007;19:52-53
14. Brook I, Microbiology of polymicrobial abscess and implication for therapy.
J antimicrob chemother 2002;50:805-10
12