Top Banner
REFERAT Abses Leher Dalam Disusun oleh : Agatha Marcelline Indrawati Wibisono (17120110068) Grace Megasonia Zebua (17120110073) Kepaniteraan Klinik Ilmu THT Rumah Sakit TNI AL Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan
39

Referat tht

Jan 24, 2016

Download

Documents

sdsf sfd
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat tht

REFERAT

Abses Leher Dalam

Disusun oleh :Agatha Marcelline Indrawati Wibisono (17120110068)

Grace Megasonia Zebua (17120110073)

Kepaniteraan Klinik Ilmu THTRumah Sakit TNI AL Marinir Cilandak

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanFebruari 2015

Page 2: Referat tht

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya kami dapat

menyelesaikan referat ini. Referat berjudul Abses Leher Dalam ini disusun dengan

tujuan memenuhi tugas kepaniteraan klinik ilmu THT di Rumah Sakit Marinir

Cilandak. Melalui ini juga kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Muhammad

Agus, SpTHT yang telah membimbing kami dalam penyusunan referat ini.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu. Sebagai manusia kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan kami

dalam pembuatan referat ini. Oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan

demi kemajuan ilmu pengetahuan tentang THT terutama mengenai Abses Leher

Dalam. Akhir kata, harapan kami adalah semoga referat ini memberikan manfaat

kepada para pembaca.

Jakarta, 18 Februari 2015

2 Referat Abses Leher Dalam

Page 3: Referat tht

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................. 2

DAFTAR ISI......................................................................................................................... 3

BAB I : ANATOMI LEHER DALAM.............................................................................4A. Fasia Leher Dalam............................................................................................................... 4B. Ruang Potensial Leher Dalam........................................................................................7

BAB II : ABSES PERITONSIL (QUINSY)................................................................11

BAB III : ABSES RETROFARING.............................................................................15

BAB IV : ABSES PARAFARING................................................................................ 19

BAB V : ABSES SUBMANDIBULA..........................................................................22

BAB VI : LUDWIG ANGINA......................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 27

3 Referat Abses Leher Dalam

Page 4: Referat tht

BAB I : ANATOMI LEHER DALAM

A. Fasia Leher DalamAbses leher dalam terbentuk didalam ruang potensial diantara fasia leher.

Fasia leher adalah jaringan ikat fibrosa yang berfungsi untuk membungkus organ,

otot, pembuluh darah, dan syaraf pada leher serta membagi leher menjadi beberapa

ruang potensial. Fungsi dari fasia adalah untuk menyokong struktur-struktur yang ada

di leher dan membagi ruangan di leher menjadi beberapa kompartemen dan ruang

potensial.Fasia servikalis terbagi menjadi dua bagian , yaitu fasia servikalis

superfisialis dan fasia servikalis profunda. Dengan memahami fasia leher dalam, kita

dapat mengetahui pola penyebaran infeksi di leher.1

Fasia servikalis superfisialis terletak diantara dermis dan fasia servikalis

profunda. Fasia ini mengelilingi leher, tipis, dan sulit dilihat. Fasia servikalis

superfisialis melekat pada prosesus zigomatikus di bagian superior dan berjalan ke

inferior menuju toraks dan aksila. Struktur yang terdapat didalam fasia servikalis

superfisialis adalah m.platysma, n.fasialis, kelenjar limfe superfisial, vena superfisial (

vena jugularis eksterna) dan jaringan subkutan. 1

Fasia servikalis profunda akan terbagi menjadi 3 lapisan yaitu lapisan

superfisial, media, dan profunda. Fasia servikalis profunda lapisan superfisial atau

Investing Layer menyelimuti seluruh area leher dimulai dari dasar tengkorak hingga

4 Referat Abses Leher Dalam

Page 5: Referat tht

toraks dan aksila. Lapisan ini menyelimuti seluruh bagian m.trapezius,

m.sternokleidomastoideus, m.masseter, kelenjar parotis dan kelenjar submandibula. 1

Fasia servikalis profunda lapisan media yang memiliki nama lain Lapisan

Pretrakeal terletak di bagian anterior leher. Lapisan Pretrakeal berjalan diantara tulang

hyoid dan toraks, dimana ia akan bersatu dengan perikardium. Lapisan ini terbagi

menjadi dua divisi yaitu divisi muskular dan divisi viseral. Divisi viseral

membungkus organ-organ yang berada di anterior leher yaitu kelenjar tiroid, trakea,

dan esofagus. Divisi muskular membungkus m.infrahioid. Fasia bukkofaringeal

adalah bagian posterior dari divisi viseral. Fasia ini terletak di belakang faring dan

esofagus, dan berfungsi untuk menutupi m.buccinator dan m.konstriktor.2

Fasia servikalis profunda lapisan profunda melapisi kolumna vertebralis dan

otot-otot vertebralis seperti m.scalenus, m.prevertebral, dan otot-otot dalam

punggung.Lapisan Prevertebral berjalan dari dasar tengkorak hingga mediastium.

Lapisan ini juga menyelubungi pembuluh darah aksila dan pleksus brakialis sebagai

selubung aksilaris yang keluar menuju tungkai atas. Lapisan ini terbagi menjadi dua

divisi yakni divisi alar dan divisi prevertebra. Divisi alar terletak diantara fasia

servikalis profunda media dengan divisi prevertebra. Divisi ini merupakan dinding

anterior dari “danger space”. Divisi prevertebra terletak dibagian anterior korpus

5 Referat Abses Leher Dalam

Page 6: Referat tht

vertebra dan meluas hingga ke prosesus transversus. Divisi ini merupakan dinding

posterior dari “danger space”. 2

Selubung karotis adalah fasia yang terbentuk dari ketiga lapisan fasia

servikalis profunda. Selubung karotis berjalan dari dasar tengkorak hingga ke dasar

leher. Selubung ini melindungi struktur-struktur penting seperti a.karotis komunis,

v.jugularis interna, n.vagus. 2

6 Referat Abses Leher Dalam

Page 7: Referat tht

B. Ruang Potensial Leher Dalam

Ruang potensial ini terletak diantara lapisan fasia servikalis leher dalam.

Ruang potensial ini penting karena melalui ruang ini, infeksi bisa menyebar dari

kepala dan leher menuju organ-organ lain seperti organ mediastinum. 1

Ruang potensial terbagi menjadi dua divisi yaitu divisi muskular dan divisi

viseral. Infeksi yang terjadi pada divisi muskular terbatas hanya pada insersi otot

dengan tulang. Sedangkan infeksi yang terjadi pada divisi viseral dan pembuluh

darah, dapat menyebar ke organ-organ yang jauh dan tidak terbatas pada insersi otot

dengan tulang.1

Ruang Potensial Parafaringeal terletak lateral dari fasia bukkofaringeal. Batas-

batas dari Ruang Potensial Parafaringeal adalah sebagai berikut ; 1

Batas Superior : Dasar tengkorak

Batas Inferior : Tulang Hyoid

Batas Lateral : m.pterygoid, mandibula, dan selubung karotis

Batas Anterior : Pterygomandibular raphe

Batas Posterior : Vertebra servikalis dan otot-otot paravertebra

Batas Medial : Orofaring dan nasofaring

Batas Posterolateral : Selubung karotis

Batas Posteromedial : Ruang Potensial Retrofaringeal

Rute infeksi yang sering terjadi pada Ruang Potensial Parafaringeal adalah

infeksi dari lidah, kelenjar submandibula, Ruang Potensial Parotid, dan abses

peritonsilar. 1

7 Referat Abses Leher Dalam

Page 8: Referat tht

Ruang Potensial Submandibular merupakan ruang potensial yang terbagi dua

oleh m.mylohyoid. Ruang potensial yang terletak diatas m.mylohyoid disebut Ruang

Potensial Sublingual, sedangkan ruang potensial yang terletak dibawah m.mylohyoid

disebut Ruang Potensial Submaksilaris.1

Batas dari Ruang Potensial Submandibular adalah sebagai berikut ;1

Batas Superior : Mukosa mulut dan lidah

Batas Medial : Mukosa mulut dan lidah

Batas Lateral : Fasia servikalis superior

Batas Inferior : Tulang Hyoid.

Diantara Ruang Potensial Sublingual dan Ruang Potensial Submaksilaris

terdapat Cekung Mylohyoid. Struktur-struktur yang terdapat didalam Cekung

Mylohyoid adalah Kelenjar Wharton, persyarafan lidah, n.hipoglosus, cabang-cabang

pembuluh darah fasial, dan kelenjar limfe. Infeksi yang sering terjadi di ruang

potensial ini adalah Ludwig’s angina.1

Ruang Potensial Mastikator berasal dari servikalis fasia profunda yang

membelah menjadi dua untuk menyelubungi mandibula dan otot mastikasi. Struktur

yang terdapat didalam ruang ini adalah m.masseter, m.pterygoid, ramus dari

mandibula, insersi dari otot-otot temporalis. Ruang potensial ini berkomunikasi

langsung dengan ruang temporal sehingga infeksi yang teradapat di Ruang Potensial

Mastikator juga menginfeksi ruang temporal. Infeksi yang sering terjadi pada ruang

potensial ini adalah infeksi yang berasal dari gigi molar.1

8 Referat Abses Leher Dalam

Page 9: Referat tht

Ruang Potensial Retrofaringeal terletak diantara servikalis fasia profunda

divisi prevertebral dan fasia bukkofaringeal. Ruang potensial ini terbagi menjadi dua

ruang potensial yaitu Ruang Potensial Retrofaringeal dan “Danger Space” atau Ruang

Potensial Prevertebral atau Ruang Grodinsky. Ruang Potensial Retrofaringeal terletak

diantara faring dan lapisan alar. Ruang Potensial Prevertebral terletak diantara lapisan

alar dan lapisan prevertebral. Infeksi yang terjadi di “danger space” dapat menyebar

hingga ke mediastinum.1

Ruang Potensial Parotid terletak diantara kapsul superfisial dan kapsul

profunda kelenjar parotid. Infeksi yang terjadi di Ruang Potensial Parotid tidak dapat

menyebar ke arah lateral karena kapsul lateral yang sangat kuat yang berasal dari

servikalis fasia superfisial. Namun infeksi dari Ruang Potensial Parotid dapat

menyebar ke arah medial menuju Ruang Potensial Retrofaringeal.1

9 Referat Abses Leher Dalam

Page 10: Referat tht

Ruang Potensial Peritonsillar memiliki batas sebagai berikut ;1

Batas Superior : Pilar Anterior Tonsil

Batas Inferior : Pilar Posterior Tonsil

Batas Lateral : m.superior pharyngeal constrictor

Batas Medial : Kapsul dari tonsil palatina

10 Referat Abses Leher Dalam

Page 11: Referat tht

BAB II : ABSES PERITONSIL (QUINSY)

A. Etiologi

Penyebab utama dari abses peritonsil adalah komplikasi dari infeksi

tonsilitis akut dan obstruksi dari Kelenjar Weber yang terletak di kutub atas

tonsil. 7

B. Patofisiologi

Abses peritonsil terjadi di Ruang Potensial Peritonsil yang terletak

diantara pilar anterior tonsil, pilar posterior tonsil, tonsil palatina, dan

m.superior pharyngeal constrictor. Abses peritonsil biasanya merupakan

komplikasi dari akut tonsilitis berulang atau yang tidak ditangani secara tepat

sehingga infeksi menyebar ke daerah sekitar tonsil (peritonsilar) dan juga

Kelenjar Weber. Akibat dari penyebaran tersebut, palatum mole terlihat

membengkak.3

Perjalanan penyakit ini dapat terbagi menjadi beberapa tahapan atau

stadium. Pada stadium awal (stadium infiltrat) palatum mole tampak

pembengkakan dan hiperemis. Selanjutnya akan terjadi supurasi yang

mengakibatkan daerah tersebut menjadi lunak. Pembengkakan dari palatum

mole juga menyebabkan uvula dan tonsil terdorong ke arah kontralateral.3

Peradangan yang terus terjadi juga dapat menginfeksi m.pterigoid

interna sehingga menimbulkan trismus.3

. Jika Kelenjar Weber juga ikut terinfeksi, dapat terjadi selulitis. Infeksi

yang terus berlangsung dapat mengakibatkan nekrosis jaringan dan

terbentuknya kumpulan pus atau abses di Kelenjar Weber. Abses yang

terbentuk dapat pecah secara spontan dan memungkinkan terjadinya aspirasi

ke paru.3

11 Referat Abses Leher Dalam

Page 12: Referat tht

C. Gejala dan Tanda

Pasien umumnya datang dengan riwayat sakit tenggorokan dan demam

selama 4-5 hari, dengan gejala tambahan odinofagia (nyeri saat menelan),

otalgia (nyeri telinga) unilateral pada sisi yang sama dengan odiofagia,

muntah, foetor ex ore (mulut berbau), hipersalivasi, “hot potato voice” yaitu

perubahan suara yang khas pada abses peritonsil, trismus (sulit membuka

mulut), serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.7

D. Diagnosis

Diagnosis utama abses peritonsilar adalah berdasarkan pemeriksaan

fisik. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan palatum mole yang tampak

membengkak, menonjol kedepan, dan teraba fluktuasi. Uvula bengkak dan

terdorong ke sisi kontralateral. Pembengkakan , hiperemis, dan dislokasi dari

tonsil ke arah media dan inferior, serta dapat juga ditemukan adanya detritus

pada tonsil.7

Pungsi dari abses dan insisi juga dapat dilakukan untuk konfirmasi dari

diagnosis.7

12 Referat Abses Leher Dalam

Page 13: Referat tht

E. Tatalaksana

Tatalaksana stadium awal atau stadium infiltrasi diberikan antibiotik

(penisilin atau klindamisin) , obat-obatan simptomatik, serta kumur dengan

cairan hangat dan kompres dingin pada leher.7

Bila sudah ditemukan abses, dapat dilakukan pungsi kemudian insisi

untuk mengeluarkan nanah pada daerah abses. Tempat insisi ialah pada

pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas

terakhir pada sisi yang sakit.7

Prosedur emergency tonsillectomy sebenarnya kurang dijadikan pilihan

sebagai terapi utama karena dibutuhkan anestesi secara general, dan

kemungkinan terjadinya post-operative hemorrhage. Namun demikian pada

pasien yang sudah diterapi dengan drainase abses, resiko terjadinya abses

13 Referat Abses Leher Dalam

Page 14: Referat tht

peritonsil yang berulang masih tinggi. Oleh karena itu dianjurkan untuk

dilakukan tonsilektomi 2-3 bulan setelah menderita abses peritonsil.4

Tonsilektomi yang dilakukan bersama-sama dengan tindakan drainase

abses disebut tonsilektomi a’chaud. Bila dilakukan 3-4 hari sesudah drainase

abses disebut tonsilektomi a’tiede. Bila dilakukan 4-6 minggu setela drainase

abses disebut tonsilektomi a’froid.7

Pada umumnya tonsilektomi dilakukan 2-3 minggu setelah drainase

abses, saat infeksi sudah tenang.7

F. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada abses peritonsil adalah ;

Abses yang pecah secara spontan dan dapat mengakibatkan perdarahan,

aspirasi paru, dan piemia (septikemia). 7

Dapat juga terjadi penjalaran infeksi dari Ruang Potensial Peritonsillar

menuju Ruang Potensial Retrofaringeal sehingga mengakibatkan infeksi pada

mediastinum.7

Selain itu, bila terjadi penjalaran infeksi ke daerah intrakranial, dapat

menyebabkan trombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak.7

14 Referat Abses Leher Dalam

Page 15: Referat tht

BAB III : ABSES RETROFARING

A. Etiologi

Abses di ruang retrofaring dapat disebabkan oleh infeksi bakteri aerob,

anaerob, dan juga bakteri gram negatif pada kelenjar limfa yang tidak

ditangani dengan tepat.7

Selain itu juga dapat disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas yang

mengakibatkan limfadenitis retrofaring, trauma dinding belakang faring oleh

benda asing (tulang ikan, tindakan medis, intubasi endotrakea,dll), serta

tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas (abses dingin).7

B. Patofisiologi

Abses retrofaring umum terjadi pada anak dibawah usia 5 tahun. Hal

ini disebabkan masih terdapatnya kelenjar limfa di ruang retrofaring pada anak

dibawah usia 5 tahun. Pada usia 6 tahun, kelenjar limfa ini akan mengalami

atrofi. Fungsi dari kelenjar limfa ini adalah untuk menerima aliran limfa dari

hidung, sinus paranasal, nasofaring, faring, tuba eustachius, dan telinga

tengah.7

Organisme yang paling sering mengakibatkan adenitis pada kelenjar

limfa di retrofaring adalah staphylococcus aureus dan streptococcus beta-

hemoliticus grup A.7

Adenitis retrofaring yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat

dapat mengakibatkan abses retrofaring. Abses retrofaring sering

15 Referat Abses Leher Dalam

Page 16: Referat tht

mengakibatkan kematian karena dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas,

mediastinitis, pneumonia aspirasi, abses epidural, trombosis vena jugularis,

sepsis, dan erosi dari arteri karotis.5

C. Gejala dan Tanda

Gejala dan tanda yang dapat ditemukan pada anak dengan abses

retrofaring adalah demam, sakit tenggorokan dan sulit menelan, kekakuan otot

leher, sesak napas, dapat timbul suara nafas stridor, perubahan suara, air liur yang

menetes-netes.5

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya dinding posterior faring

membengkak dan hiperemis disatu sisi , mukosa tampak bengkak dan hiperemis.5

16 Referat Abses Leher Dalam

Page 17: Referat tht

D. Diagnosis

Diagnosis ditegakan dari riwayat infeksi saluran nafas atas, trauma

pada faring, dan berdasarkan gejala yang ditemukan seperti sesak

nafas,stridor, dan kaku pada leher.7

Selain itu diagnosis juga dapat ditegakan dari foto X-ray jaringan lunak

leher lateral. Hasil yang akan ditemukan adalah pelebaran ruang retrofaring

lebih dari 7mm pada anak dewasa, serta pelebaran ruang retrotrakeal lebih dari

14mm pada anak dan lebih dari 22mm pada dewasa.7

Akan ditemukan juga berkurangnya lordosis pada tulang belakang.

Namun demikian, foto Rontgen tidaklah spesifik. CT-scan dengan kontras

lebih dapat mendukung diagnosis.7

E. Tatalaksana

Untuk terapi medikamentosa akan diberikan antibiotik dosis tinggi yang

mencakup kuman aerob dan anaerob (penicillin, clindamycin). Obat diberikan

secara parenteral.6

Untuk membedakan dengan retrofaring adenitis, pada retrofaring adenitis

dalam jangka waktu 12-24 jam akan terjadi perbaikan cukup dengan terapi

medikamentosa saja. 6

17 Referat Abses Leher Dalam

Page 18: Referat tht

Pada pasien dengan retrofaring abses tidak akan terjadi perbaikan hanya

dengan terapi medikamentosa. Dibutuhkan insisi dan pungsi abses. Insisi dan

pungsi abses dilakukan dalam posisi pasien Trandelnburg.6

F. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada abses retrofaring adalah;

penjalaran infeksi ke ruang parafaring dan ruang vaskular visera, mediastinitis,

asfiksi karena obstruksi jalan napas, pneumonia aspirasi, dan abses paru.7

18 Referat Abses Leher Dalam

Page 19: Referat tht

BAB IV : ABSES PARAFARING

A. Etiologi

Abses parafaring umumnya disebabkan oleh penyebaran infeksi dari

tonsillitis akut, gigi, faring, sinus paranasal, mastoid, vertebra servikal, ruang

peritonsil, retrofaring, atau submandibula. Selain itu benda asing seperti ujung

jarum suntik yang terkontaminasi saat tonsilektomi juga dapat menyebabkan

abses parafaring.8

B. Patofisiologi

Abses parafaring merupakan suatu keadaan infeksi pada ruang

parafaring dan dapat mengancam jiwa. Parafaring terletak di dekat naso- dan

oro-faring antara tengkorak kepala dan tulang hyoid. Lokasinya yang dekat

dengan struktur lain seperti sinus paranasal, ruang retrofaring, mengakibatkan

mudahnya kemungkinan terkena infeksi dari struktur lain disekitarnya.

Trauma karena tindakan medis seperti tonsilektomi juga dapat

mengakibatkan infeksi pada ruang parafaring.8

C. Gejala dan Tanda

Gejala awal pasien akan mengalami demam tinggi (64%) dan malaise.

Kemudian akibat progresivitas penyakit akan terjadi odinofagia (55%),

disfagia, ptialisme, ipsilateral otalgia. Penurunan intake per oral akan

menyebabkan dehidrasi. Pemeriksaan fisik akan menunjukkan kaku leher

(65%), pembengkakan dinding lateral faring dan menonjol ke arah medial

(55%), pembesaran KGB (36%), trismus, indurasi di sekitar angulus

mandibula.8

D. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala dan tanda

klinis. Pemeriksaan penunjang lain adalah foto roentgen dan CT scan. CT scan

adalah test pilihan utama karena memberikan detail mengenai ukuran, lokasi,

19 Referat Abses Leher Dalam

Page 20: Referat tht

posisi abses serta relasinya dengan pembuluh darah besar. Selain itu hubungan

antara abses dengan ruang lain dalam leher dapat dilihat dengan jelas melalui

CT scan.10

E. Tatalaksana

Penatalaksaan untuk abses parafaring mengacu pada keadaan umum

pasien, tingkat keparahan penyakit dan patensi jalan napas. Pada penanganan

infeksi leher dalam, pengamanan jalan napas adalah prioritas utama. Intubasi

atau trakeostomi dapat dilakukan. Kemudian diperlukan koreksi segera untuk

dehidrasi. Solusi ringer laktat akan menjaga keseimbangan elektrolit dalam

serum.8,12

Setelah itu, terapi antibiotik intensif dan insisi saling melengkapi satu

sama lain. Dalam keadaan ukuran abses yang kecil dan tidak terdapat

keracunan sistemik, terapi antibiotik dapat diberikan. Antibiotik diberikan

selama kurun waktu 72 jam. Lini pertama antibiotik yang disarankan adalah

amoksisilin dengan asam klavulanat secara intravena (150 mg/kg) karena

sebagian besar abses leher dalam mengandung organisme yang memproduksi

beta laktamase. Untuk bakteri anaerob dapat diberikan metronidazole

intravena (0.5 gm) setiap 6 jam.8,12

Insisi abses terdiri dari 2 macam yaitu insisi intraoral dan insisi

eksternal. Insisi eksternal dilakukan 2½ jari di bawah dan sejajar mandibula.

Secara tumpul eksplorasi dilanjutkan dari batas anterior m.

sternokleidomastoideus ke arah atas belakang menyusuri bagian medial

mandibula dan m. pterigoid, mencapai ruang parafaring dengan terabanya

prosesus stiloid. Bila nanah terdapat di dalam selubung karotis, insisi

20 Referat Abses Leher Dalam

Page 21: Referat tht

dilanjutkan vertical dari pertengahan insisi horizontal ke bawah di depan m.

sternokleidomastoideus. Insisi intraoral memiliki keuntungan angka

morbiditas rendah, perawatan rumah sakit yang tidak lama, dan biaya yang

tidak mahal. Kontraindikasi Insisi intraoral adalah abses yang lateral terhadap

pembuluh darah dan abses dengan komplikasi.8

F. Komplikasi

Penanganan yang terlambat akan menyebabkan kemungkinan

terjadinya ruptur spontan dari abses, trombosis vena jugular, sindrom

Lemierre, aspirasi ke trakeobronkial, atau stridor dikarenakan edema laring

atau mediastinitis. Jika mediastinum sudah terlibat, penanganan yang dapat

diberikan adalah antibiotik intravena dosis tinggi, thorakotomi, dan drainase.

Komplikasi lain yang jarang terjadi adalah ruptur arteri carotid dan

meningitis.8

21 Referat Abses Leher Dalam

Page 22: Referat tht

BAB V : ABSES SUBMANDIBULA

A. Etiologi

Infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur atau kelenjar limfa

submandibula dapat menyebabkan abses submandibula. Kuman penyebab

biasanya aerob dan anaerob. Untuk golongan aerob yaitu alfa streptokokus

hemolitikus, stafilokokus, bakteroides. Untuk golongan anaerob yaitu

peptostreptokokus, peptokoki, dan fusobakterium nukleatum. Trauma pada

saluran nafas atas dan organ pencernaan atas dimana terjadi perforasi pada

membran mukosa pelindung mulut atau ruang faring, infeksi saluran nafas

atas, benda asing dan intervensi alat-alat medis juga merupakan faktor

terjadinya abses.13

B. Patofisiologi

Ruang submandibula meliputi membran mukosa dari dasar mulut

hingga ke otot-otot dan fascia dari tulang hyoid. Ruang submandibular terdiri

dari ruang sublingual dan submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang

submaksila oleh otot mylohyoid. Ruang sublingual superior terhadap otot

mielohyoid dan ruang submaksila inferior terhadap otot mylohyoid. Ruang

submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan submaksila

lateral oleh otot digastrikus anterior. Dikarenakan kontinuitas dasar mulut dan

region submandibularis yaitu daerah sekeliling batas posterior muskulus

mielohyoid dan dalamnya akar-akar gigi molar dibawah mielohyoid, maka

infeksi supurativa pada mulut dan gigi geligi dapat timbul di trigonum

submandibularis.13

C. Gejala dan Tanda

Demam, nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula baik

unilateral maupun bilateral dan berfluktasi, pembengkakan di bawah lidah,

serta trismus karena inflamasi pada m. pterigoides sering ditemukan.

Asimetris leher karena adanya massa atau limfadenopati pada sekitar 70%,

22 Referat Abses Leher Dalam

Page 23: Referat tht

torticolis dan penyempitan ruang gerak leher karena proses inflamasi pada

leher juga dapat terjadi.12

D. Diagnosis

Diagnosis abses submandibula ditegakkan berdasarkan anamnesis,

gejala klinis, pemeriksaan penunjang seperti foto polos jaringan lunak leher

atau tomografi komputer. Tomografi komputer menunjukkan daerah dengan

densitas rendah, peningkatan gambaran kontras pada dinding abses dan edema

jaringan sekitar abses. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas test dilakukan untuk

mengetahui jenis kuman dan antibiotik yang sesuai. Perlu ditanyakan juga

apakah riwayat penyakit dahulu seperti tonsilitis, peritonsil abses, riwayat

intubasi, dan dental karies. 9

Tanda dan gejala klinis dari abses leher dalam timbul oleh karena efek

massa atau inflamasi jaringan atau cavitas abses pada sekitar struktur abses,

serta keterlibatan daerah sekitar abses dalam proses infeksi. Pemeriksaan

penunjang yang dianjurkan adalah roentgen leher posisi lateral dimana akan

tampak bayangan radio opak dan tissue swelling, serta CT scan kontras

dimana akan tampak bangunan atau lesi, air fluid level, dan lokulasi.11

E. Tatalaksana

Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus

diberikan secara parenteral. Evakuasi abses dilakukan dalam anestesi local

untuk abses dangkal dan terlokalisasi. Untuk abses dalam dan luas dapat

dilakukan eksplorasi dalam. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi

atau setinggi os hyoid. 9

F. Komplikasi

Komplikasi dari abses submandibular antara lain obstruksi jalan nafas karena

tertekannya trakea, aspirasi setelah intubasi endotrakeal, trombosis vena

jugular, erosi dan rupture arteri karotid. Selain itu dapat juga terjadi disfungsi

saraf kranial atau saraf otonom di leher yang menimbulkan disfonia akibat

terkenanya nervus vagus atau sindrom Horner akibat pengaruh saraf simpatis.

Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah emboli septik pada paru-paru

dan otak, shock sepsis, necrotizing cervical fascilitis, dan osteomyelitis.7,10

23 Referat Abses Leher Dalam

Page 24: Referat tht

BAB VI : LUDWIG ANGINA

A. Etiologi

Ludwig angina adalah infeksi yang terjadi di ruang submandibula

berupa selulitis, 80% kasus disebabkan oleh karena infeksi jaringan di sekitar

gigi molar 2 dan 3. Group A streptokokus adalah penyebab tersering. Ludwig

Angina merupakan penyakit yang mengancam nyawa karena dapat

menyebabkan obstruksi jalan napas dan kematian. 13

B. Patofisiologi

Ludwig angina dapat terjadi di ruang submandibula dan biasanya

terjadi bilateral. Infeksi di area gigi molar 3 dapat menyebar dengan mudah ke

area lain dikarenakan posisi molar 3 yang strategis yaitu di persimpangan

beberapa ruang fascia. Ruang-ruang fascia ini dapat meregang atau perforasi

dikarenakan pus atau eksudat yang berasal dari proses inflamasi. Yang

termasuk ruang-ruang fascia adalah ruang buccal, ruang buccinators, ruang

parafaring, ruang submandibula, ruang sublingual, ruang lateral faring, dan

ruang pterigoid. 12

Jika dilihat secara horizontal, penyebaran infeksi dapat menyebar

secara lateral ke ruang buccal, arah posterior ke ruang masticator, arah medial

ke ruang lateral faring, atau arah lingual ke ruang sublingual (gambar a). Jika

dilihat secara koronal, rute penyebaran infeksi adalah kearah ruang buccal,

24 Referat Abses Leher Dalam

Page 25: Referat tht

submandibula, dan sublingual (gambar b). Penyebaran infeksi selain ke ke

ruang sublingual juga dapat menyebar ke ruang submental. Jika infeksi sudah

berada di ruang sublingual maka akan menyebabkan dasar mulut membengkak

dan mendorong lidah ke atas belakang sehingga terjadi sesak napas. 12,13

C. Gejala dan Tanda

Gejala awal yang ditimbulkan adalah demam, kemudian terjadi

drooling, lidah terasa sakit dan inflamasi, disfagia dan trismus. Pada

pemeriksaan fisik terdapat pembengkakan pada seluruh ruang submandibula

tetapi tidak membentuk abses sehingga teraba keras pada perabaan

submandibula. Bengkak terasa seperti papan (board like), kulit terasa kencang

dan mengkilap. Terdapat pembesaran KGB regional dan toksemia juga.

Stridor, anxietas, sianosis adalah tanda obstruksi jalan napas yang

mengindikasikan diperlukannya pengamanan jalan napas segera.9

D. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis mengenai riwayat penyakit

gigi, cabut gigi, serta gejala dan tanda klinis seperti disebutkan di atas. 9

E. Tatalaksana

Terapi meliputi antibiotik dosis tinggi intravena seperti klindamisin

atau ampisilin. Antibiotik harus dapat mengatasi bakteri aerob penghasil beta

laktamase atau anaerob gram positif kokus dan gram negatif basili. Eksplorasi

dan evakuasi pus dilakukan untuk mengurangi ketegangan di leher dan

menghilangkan pus. Insisi dilakukan di garis tengah secara horizontal setinggi

os hyoid (3-4 jari di bawah mandibula). Insisi intraoral diindikasikan bila

infeksi berada di ruang sublingual. Insisi eksternal dilakukan bila infeksi

berada di ruang submandibula. Perlu dilakukan pengobatan pada gigi sebagai

sumber infeksi. Pasien harus diobservasi untuk pengamanan jalan napas.

Intubasi atau trakeostomi dapat dilakukan jika diperlukan. 9

25 Referat Abses Leher Dalam

Page 26: Referat tht

F. Komplikasi

Komplikasi yang paling membahayakan dari Ludwig angina adalah

asfiksia dikarenakan edema dari jaringan lunak leher yang menghambat jalan

napas. Selain itu komplikasi lain yang dapat terjadi adalah penjalaran abses ke

ruang leher dalam lain atau mediastinum serta sepsis. 7

26 Referat Abses Leher Dalam

Page 27: Referat tht

DAFTAR PUSTAKA

1. David A. Morton, K. Bo Foreman, Kurt H. Albertine (2011) The Big Picture :

Gross Anatomy, 1st edn., China: The McGraw-Hill Companies, Inc.

2. Oliver Jones. Fascial Layers Of The Neck.

http://teachmeanatomy.info/neck/misc/fascial-layers/ (accessed 17 September

2015).

3. Anil K. Lalwani, MD, Milan R. Amin, MD, Marc R. Avram, MD (2012)

CURRENT Diagnosis & Treatment in Otolaryngology—Head & Neck Surgery,

3rd edn., United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc.

4. Gerard M. Doherty, MD ,Craig T. Albanese, MD, John T. Anderson, MD (2010 )

Current Diagnosis & Treatment: Surgery, Thirteenth Edition, 13th edn., United

States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc.

5. Frank Accurso, MD, Daniel R. Ambruso, MD, Marsha S. Anderson, MD (2014 )

CURRENT Diagnosis & Treatment: Pediatrics, 20th edn., United States of

America: McGraw-Hill Education.

6. Michael J. Aminoff, MD, DSc, FRCP, Charalambos Babis Andreadis, MD,

MSCE, Alicia Y. Armstrong, MD, MHSCR (2015 ) Current Medical Diagnosis &

Treatment 2015, 54th edn., United States of America: McGraw-Hill Education.

7. Soepardi E. A., et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala dan Leher. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007.

8. Tubachi J., et al. Surgical Management of Parapharyngeal Abscess. Int J

Otorhinolaryngol Clin 2012;4(3):1122-124.

9. Kamath P. M., et al. Presentation and Management of Deep Neck Space Abscess.

Ind J Otolaryngol Head Neck Surg 2003, Vol. 55 No. 4.

10. Longo L. Dan, et al. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 18th ed. USA:

McGraw Hill, 2011.

11. Knoop K. J., et al. The Atlas of Emergency Medicine. 3rd ed. China: McGraw

Hill, 2010.

12. Tintinalli J. E., et al. Tintinalli’s Emergency Medicine: A Comprehensive Study

Guide. 7th ed. China: McGraw Hill, 2011.

27 Referat Abses Leher Dalam

Page 28: Referat tht

13. Lalwani A.K. Current Diagnosis and Treatment Otolaryngology Head and Neck

Surgery. USA: McGraw Hill, 2012.

28 Referat Abses Leher Dalam