Top Banner
Referat Rhinitis Vasomotor Disusun oleh : Siti Noor Fadhila 1102009269 Pembimbing : dr. H. Gunawan Kurnaedi, Sp. THT-KL dr. Elananda, Sp.THT-KL DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN THT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI RSUD dr.Slamet Garut
22

Referat THT

Jan 15, 2016

Download

Documents

lady

referat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat THT

Referat

Rhinitis Vasomotor

Disusun oleh :

Siti Noor Fadhila

1102009269

Pembimbing :

dr. H. Gunawan Kurnaedi, Sp. THT-KL

dr. Elananda, Sp.THT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN THT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

RSUD dr.Slamet Garut

2015

Page 2: Referat THT

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan referat dengan judul “ RHINITIS VASOMOTOR ” yang disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kepaniteraan di bagian THT RSU dr. Slamet Garut.

Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. H. W. Gunawan Kurnaedi Sp.THT-KL selaku kepala SMF dan konsulen THT RSU dr. Slamet Garut yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu kepada penyusun.

2. Dr. Elananda Sp.THT-KL selaku Konsulen THT RSU dr. Slamet Garut yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu kepada penyusun.

3. Para perawat di poliklinik THT yang telah banyak membantu penyusun dalam kegiatan klinik sehari-hari.

4. Orang tua dan keluarga yang tidak pernah berhenti memberi kasih sayang, mendoakan dan memberi dukungan kepada penyusun.

5. Teman-teman sejawat yang telah banyak memberikan inspirasi dan dukungannya.

Penyusun menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, untuk itu penyusun mengharapkan kritik serta saran. Semoga dengan adanya referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Garut, Maret 2015

Penulis

Page 3: Referat THT

BAB I

PENDAHULUAN

Rhinitis di definisikan sebagai suatu kondisi inflamasi yang melibatkan mukosa hidung.

Gejala-gejala rhinitis meliputi sumbatan pada hidung, hiperirritabilitas dan hipersekresi. Rhinitis

bisa disebabkan oleh bermacam-macam kondisi yang berbeda-beda alergi maupun non-alergi.

Gangguan vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung

yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis. Rinitis vasomotor adalah gangguan

pada mukosa hidung yang ditandai dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi

kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan spesifik.

Rhinitis vasomotor adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi,

alergi, eosinophilia, perubahan hormonal (kehamilan, hipertiroid) dan pajanan obat (kontrasepsi

oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin, klorpromazin dan obat topical hidung dekongestan).

Rhinitis ini digolongkan menjadi non-alergi bila adanya alergi/allergen spesifik tidak dapat

diidentifikasi dengan pemeriksaan alergi yang sesuai (anamnesis, tes cukit kulit, kadar antibody

IgE spesifik serum). Kelainan ini disebut juga vasomotor catarrh, vasomotor rinorhea, nasal

vasomotor instability, atau juga non-allergic perennial rhinitis.

Rinitis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi sehingga sulit untuk

dibedakan. Pada umumnya pasien mengeluhkan gejala hidung tersumbat, ingus yang banyak dan

encer serta bersin-bersin walaupun jarang.

Page 4: Referat THT

BAB II

ANATOMI

ANATOMI HIDUNG

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah yaitu

pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung (tip), ala nasi, Columela

dan lubang hidung (nares anterior).

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan

lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os nasal), prosesus frontalis os

maksila, dan prosesus nasalis os frontal. Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa

pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung yaitu sepasang kartilago nasalis

lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago

alar mayor dan tepi anterior kartilago septum.

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang di

pisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau

lubang masuk kavum nasi bagian depan disebtu nares anterior dan lubang belakang disebut nares

posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares

anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar

sebasea dan rambut-rambut panjang disebut vibrise.

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan

superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang

rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila

dan krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina

kuadrangularis) dan kolumela.

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian

tulang, sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa hidung. Pada dinding lateral terdapat 4 buah

Page 5: Referat THT

konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil

ialah konka media, lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka

suprema. Konka suprema ini biasanya disebut rudimenter.

Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin

etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.

Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut

meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan

superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding

lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis.

Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus

medius terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Pada meatus

superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media, terdapat muara sinus

etmoid posterior dan sinus sfenoid.

Batas rongga hidung terdiri dari dinding inferior yang merupakan dasar rongga hidung

dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit

dan dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung.

Lamina kribriformis merupakan lempeng tulang berasal dari os etmoid, tulang ini berlubang-

lubang (kribrosa = saringan) tempat masuknya serabut-serabut saraf olfaktorius. Dibagian

posterior, atap rongga hidung dibentuk oleh os sfenoid.

Page 6: Referat THT

Gambar 2.1 Tulang dan tulang rawan hidung Gambar 2.2 Bagian dalam hidung

PENDARAHAN HIDUNG

Pendarahan untuk hidung bagian dalam berasal dari 3 sumber utama:

1. A. etmoidalis anterior, yang mendarahi septum bagian superior anterior dan dinding

lateral hidung.

2. A. etmoidalis posterior (cabang dari a. oftalmika), mendarahi septum bagian superior

posterior.

3. A. sfenopalatina, terbagi menjadi a. nasales posterolateral yang menuju ke dinding lateral

hidung dan a. septi posterior yang menyebar pada septum nasi.

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris

interna, diantaranya ialah ujung a. palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari foramen

sfenopalatina bersama n. sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior

konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a. fasialis.

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a.

etmoid anterior, a. labialis superior dan a. palatina mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach

( Little’s area ) yang letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi

sumber epistaksis.

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan

arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmika superior yang

berhubungan dengan sinus kavernosus.

Page 7: Referat THT

Gambar 2.3 Perdarahan hidung

PERSARAFAN HIDUNG

1. Saraf motorik

Oleh cabang n. fasialis yang mensarafi otot-otot hidung bagian luar.

2. Saraf sensoris.

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.

etmoidalis anterior, merupakan cabang dari n. nasosiliaris, yang berasal dari n. oftalmika

(N.V-1). Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.

maksila melalui ganglion sfenopalatina.

3. Saraf otonom.

Terdapat 2 macam saraf otonom yaitu :

a. Saraf post ganglion saraf simpatis (Adrenergik)

Saraf simpatis meninggalkan korda spinalis setinggi T1 – 3, berjalan ke atas dan

mengadakan sinapsis pada ganglion servikalis superior. Serabut post sinapsis berjalan

sepanjang pleksus karotikus dan kemudian sebagai n. petrosus profundus bergabung

dengan serabut saraf parasimpatis yaitu n. petrosus superfisialis mayor membentuk n.

vidianus yang berjalan didalam kanalis pterigoideus. Saraf ini tidak mengadakan sinapsis

didalam ganglion sfenopalatina, dan kemudian diteruskan oleh cabang palatina mayor ke

pembuluh darah pada mukosa hidung. Saraf simpatis secara dominan mempunyai

peranan penting terhadap sistem vaskuler hidung dan sangat sedikit mempengaruhi

kelenjar.

b. Serabut saraf preganglion parasimpatis (Kolinergik)

Page 8: Referat THT

Berasal dari ganglion genikulatum dan pusatnya adalah di nukleus salivatorius

superior di medula oblongata. Sebagai n. pterosus superfisialis mayor berjalan menuju

ganglion sfenopalatina dan mengadakan sinapsis didalam ganglion tersebut. Serabut

serabut post ganglion menyebar menuju mukosa hidung. Peranan saraf parasimpatis ini

terutama terhadap jaringan kelenjar yang menyebabkan sekresi hidung yang encer dan

vasodilatasi jaringan erektil. Pemotongan n. vidianus akan menghilangkan impuls

sekretomotorik/parasimpatis pada mukosa hidung, sehingga rinore akan berkurang

sedangkan sensasi hidung tidak akan terganggu.

4. Olfaktorius (penciuman)

Nervus olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus

olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa

olfaktorius didaerah sepertiga atas hidung.

FISIOLOGI HIDUNG

Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi fisiologi hidung dan

sinus paranasal adalah :

1. Fungsi respirasi

Udara inspirasi masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui nares anterior,

lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring.

Aliran udara di hidung ini berbentuk lengkungan atau arkus.

Udara yang di hirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir. Pada musim

panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi penguapan udara inspirasi oleh

palut lendir, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

Suhu udara yang melalui hidung di atur sehingga berkisar 37°C. Fungsi pengatur

suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya

permukaan konka dan septum yang luas.

Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup bersama udara akan disaring

di hidung oleh rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, silia, palut lendir. Debu dan

Page 9: Referat THT

bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan

dengan refleks bersin.

2. Fungsi penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum.

Partikel bau dapat mencapai daerah ini dnegan cara difusi dengan palut lendir atau

bila menarik napas dengan kuat. Fungsi hidung untuk membantu ondra pengecap adalah

untuk membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti

perbedaan rasa manis strawberi, jeruk, pisang atau coklat. Juga untuk membedakan rasa

asam yang berasal dari cuka dan asam jawa.

3. Fungsi fonetik

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan

menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang,

sehingga terdengar suara sengau (rinolalia).

Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir,

dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (m, n, ng) rongga mulut tertutup

dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.

Page 10: Referat THT

BAB III

RINITIS VASOMOTOR

DEFINISI

Rinitis vasomotor adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi,

alergi, eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan, hipertiroid), dan pajanan obat (kontrapsepsi

oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin, klorpromazin dan obat topikal hidung dekongestan)

Rinitis ini digolongkan menjadi non-alergi bila adanya alergi/alergen spesifik tidak dapat

diidentifikasi dengan pemeriksaan alergi yang sesuai (anamnesis, tes cukit kulit, kadar antibodi

IgE spesifik serum). Kelainan ini disebut juga vasomotor catarrh, vasomotor rinorhea, nasal

vasomotor instability, atau juga non-allergic perennial rhinitis.

EPIDEMIOLOGI

Mygind (1988), seperti yang dikutip oleh Sunaryo (1998), memperkirakan sebanyak 30 –

60 % dari kasus rinitis sepanjang tahun merupakan kasus rinitis vasomotor dan lebih banyak

dijumpai pada usia dewasa terutama pada wanita. Walaupun demikian insidens pastinya tidak

diketahui. Biasanya timbul pada dekade ke 3 – 4. Secara umum prevalensi rinitis vasomotor

bervariasi antara 7 – 21%.

Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Jessen dan Janzon (1989) dijumpai sebanyak

21% menderita keluhan hidung non – alergi dan hanya 5% dengan keluhan hidung yang

berhubungan dengan alergi. Prevalensi tertinggi dari kelompok non – alergi dijumpai pada

dekade ke 3.

Page 11: Referat THT

Sibbald dan Rink (1991) di London menjumpai sebanyak 13% dari pasien, menderita

rinitis perenial dimana setengah diantaranya menderita rinitis vasomotor. Sunaryo, dkk (1998)

pada penelitiannya terhadap 2383 kasus rinitis selama 1 tahun di RS Sardjito Yogyakarta

menjumpai kasus rinitis vasomotor sebanyak 33 kasus (1,38 %) sedangkan pasien dengan

diagnosis banding rinitis vasomotor sebanyak 240 kasus (10,07 %).

ETIOLOGI

Etilogi pasti rinitis vasomotor belum diketahui dan diduga akibat gangguan

keseimbangan sistem saraf otonom yang dipicu oleh zat-zat tertentu.

Beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor :

1. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti ergotamin, chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal.

2. Faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi dan bau yang merangsang.

3. Faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil dan hipotiroidisme.

4. Faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue

PATOFISIOLOGI

1. Neurogenik (disfungsi sistem otonom)

Serabut simpatis hidung berasal dari korda spinalis segmen Th 1-2, menginervasi terutama pembuluh darah mukosa dan sebagian kelenjar. Serabut simpatis melepaskan ko-transmiter noradrenalin dan neuropeptida Y yang menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan sekresi hidung. Tonus simpatis ini berfluktuasi sepanjang hari yang menyebabkan adanya peningkatan tahanan rongga hidung yang bergantian setiap 2-4 jam. Keadaan ini disebut sebagai ”siklus nasi ”. Dengan adanya siklus ini, seorang akan mampu untuk dapat bernapas dengan tetap normal melalui rongga hidung yang berubah-ubah luasnya.

Serabut saraf parasimpatis berasal nukleus salivatori superior menuju ganglion sfenopalatina dan membentuk nervus vidianus, kemudian menginervasi pembuluh darah dan terutama kelenjar eksokrin. Pada rangsangan akan terjadi pelepasan ko-transmiter asetilkolin dan

Page 12: Referat THT

vasoaktif intestinal peptida yang menyebabkan peningkatan sekresi hidung dan vasodilatasi, sehingga terjadi kongesti hidung.

2. Neuropeptida

Pada mekanisme ini terjadi disfungsi hidung yang diakibatkan oleh meningkatnya rangsangan terhadap saraf sensoris serabut C di hidung. Adanya rangsangan abnormal saraf sensoris ini akan diikuti dengan peningkatan pelepasan neuropeptida seperti substance P dan calcitonin gene-related protein yang menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular dan sekresi kelenjar.

3. Nitrik Oksida

Kadar nitrik oksida (NO) yang tinggi dan persisten di lapisan epitel hidung dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau nekrosis epitel, sehingga rangsangan non spesifik berinteraksi langsung ke lapisan sub-epitel. Akibatnya terjadi peningkatan reaktifitas serabut trigeminal dan recruitment refels vaskular dan kelenjar mukosa hidung.

4. Trauma

Rinitis vasomotor dapat merupakan komplikasi jangka panjang dari trauma hidung melalui mekanisme neurogenik dan/atau neuropeptida.

GEJALA KLINIS

Gejala yang dijumpai pada rinitis vasomotor kadang-kadang sulit dibedakan dengan

rinitis alergi seperti hidung tersumbat dan rinore. Rinore yang hebat dan bersifat mukus atau

serous sering dijumpai. Gejala hidung tersumbat sangat bervariasi yang dapat bergantian dari

satu sisi ke sisi yang lain, terutama sewaktu perubahan posisi.

Keluhan bersin-bersin tidak begitu nyata bila dibandingkan dengan rinitis alergi dan tidak

terdapat rasa gatal di hidung dan mata. Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun

tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, dan juga oleh karena asap

rokok dan sebagainya.

Selain itu juga dapat dijumpai keluhan adanya ingus yang jatuh ke tenggorok (post nasal

drip). Berdasarkan gejala yang menonjol, rinitis vasomotor dibedakan dalam 2 golongan, yaitu

golongan obstruksi (blockers) dan golongan rinore (runners / sneezers).

Page 13: Referat THT

Prognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada golongan rinore. Oleh

karena golongan rinore sangat mirip dengan rinitis alergi, perlu anamnesis dan pemeriksaan yang

teliti untuk memastikan diagnosisnya.

DIAGNOSIS

Diagnosis umumnya ditegakkan dengan cara eksklusi, yaitu menyingkirkan adanya rinitis

infeksi, alergei, okupasi, hormonal dan akibat obat. Dalam anamnesis dicari faktor yang

mempengaruhi timbulnya gejala.

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran yang khas berupa edema mukosa

hidun, konka berwarna merah gelap atau merah tua, tetapi dapat pula pucat. Hal ini perlu

dibedakan dengan rinitis alergi. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol-benjol (hipertrofi).

Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore

sekret yang ditemukan ialah serosa dan banyak jumlahnya.

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi.

Kadang ditemukan eosinfil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah sedikit. Tes cukit kulit

biasanya negatif. Kadar IgE spesifik tidak meningkat.

Riwayat penyakit Tidak berhubungan dengan musim.

Riwayat keluarga ( - )

Riwayat alergi sewaktu anak-anak ( - )

Timbul sesudah dewasa

Keluhan gatal dan bersin ( - )

Pemeriksaan THT Struktur abnormal ( - )

Tanda – tanda infeksi ( - )

Pembengkakan pada mukosa (+)

Page 14: Referat THT

Hipertrofi konka inferior sering dijumpai

Radiologi X – Ray / CT Tidak dijumpai bukti kuat keterlibatan sinus

Umumnya dijumpai penebalan mukosa

Bakteriologi Rinitis bakterial ( - )

Test alergi Ig E total Normal

Prick Test Negatif atau positif lemah

RAST Negatif atau positif lemah

PENATALAKSANAAN

Pengobatan rhinitis vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor penyebab dan gejala

yang menonjol. Secara garis besar pengobatan dibagi dalam :

1. Menghindari penyebab/pencetus

2. Pengobatan konservatif (farmakoterapi) :

- Dekongestan : Pseudoefedrine dan Phenylpropanolamine (oral) serta Phenylephrine dan Oxymetazoline.

- Antihistamin : paling baik untuk golongan rinore.

- Kortikosteroid topical mengurangi keluhan hidung tersumbat, rinore dan bersin-bersn dengan menekan respon inflamasi local yang disebabkan oleh mediator vasoaktif. Biasanya digunakan paling sedikit selama 1 atau 2 minggu sebelum dicapai hasil yang memuaskan. Contoh steroid topical : Budesonide, Fluticasone, Flunisolide atau Beclomethasone

- Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai keluhan utamanya. Contoh : Ipratropium bromide (nasal spray)

3. Terapi operatif (dilakukan bila pengobatan konservatif gagal) :

- Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau triklorasetat pekat (chemical cautery) maupun secara elektrik (electrical cautery).

Page 15: Referat THT

- Diatermi submukosa konka inferior (submucosal diathermy of the inferior turbinate)

- Bedah beku konka inferior

- Reaksi konka persial atau total

- Turbinektomi dengan laser

- Neurektomi n. Vidianus, yaitu dengan melakukan pemotongan pada n. Vidianus,

bila dengan cara di atas tidak memberikan hasil optimal. Operasi tidaklah mudah,

dapat menimbulkan komplikasi, seperti sinusitis, diplopia, buta, gangguan,

lakrimasi, neuralgia atau anestesis infraorbita dan palatum. Dapat dilakukan

tindakan blocking ganglion sfenopalatina. Prognosis pengobatan golongan

obstruksi lebih baik daripada golongan rinore. Oleh karena golongan rinore sangat

mirip dengan rinitis alergi, perlu anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk

memastikan diagnosisnya.

KOMPLIKASI

1. Sinusitis

2. Eritema pada hidung sebelah luar

3. Pembengkakan wajah

PROGNOSIS

Prognosis dari rinitis vasomotor bervariasi. Penyakit kadang-kadang dapat membaik

dengan tiba –tiba, tetapi bisa juga resisten terhadap pengobatan yang diberikan. Prognosis

pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada golongan rinore. Oleh karena golongan

rinorea sangat mirip dengan rinitis alergi, perlu anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk

menastikan diagnosisnya.

Page 16: Referat THT

KESIMPULAN

1. Rhinitis vasomotor adalah suatu keadaan idopatik yang didiagnosa tanpa adanya infeksi, alergi eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan, hipertiroid), dan pajanan obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin, klorpromazin dan obat topical hidung dekongestan).

2. Etiologi dan patofisiologi pasti dari rhinitis vasomotor belum diketahui.

3. Rhinitis vasomotor memiliki gejala yang mirip dengan gejala rhinitis alergika sehingga diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti untuk memastikan diagnosisnya.

4. Penatalaksanaan rhinitis vasomotor disesuaikan dengan gejala yang menonjol/sesuai golongan.