Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) merupakan suatu prosedur yang invasif minimal saat ini populer sebagai teknik operasi terkini dalam penatalaksanaan sinusitis kronik, polip hidung, tumor hidung dan sinus paranasal dan kelainan lainnya. Tujuan utama teknik ini adalah memulihkan aliran mukosilier di suatu daerah di dinding lateral rongga hidung yang disebut komplek ostiomeatal. Seiring perkembangannya teknik ini juga dapat menimbulkan komplikasi yang dapat terjadi selama atau setelah prosedur operasi. Untuk itu sangat diperlukan persiapan sebelum operasi, pengetahuan mengenai cara penanganan bila terjadi penyulit dan komplikasi yang mungkin terjadi selama berlangsungnya proses pembedahan, serta perawatan pascaoperasi yang tepat. Selain itu ddibutuhkan juga teknik analgesi dan anestesi yang tepat untuk tindakan ini. Bedah ini dilakukan dengan penggunaan alat endoskopi dengan tujuan melakukan eradikasi penyakit, memperbaiki pengudaraan (aerasi) dan drainase sinus dengan prinsip mempertahan fungsi sinus secara fisiologis. Penggunaan endoskopi tujuannya adalah untuk mendapatkan pandangan yang jelas dan akurat organ sinus
29

Referat THT

Dec 14, 2015

Download

Documents

fess
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat THT

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) merupakan suatu prosedur yang invasif

minimal saat ini populer sebagai teknik operasi terkini dalam penatalaksanaan sinusitis kronik,

polip hidung, tumor hidung dan sinus paranasal dan kelainan lainnya. Tujuan utama teknik ini

adalah memulihkan aliran mukosilier di suatu daerah di dinding lateral rongga hidung yang

disebut komplek ostiomeatal.

Seiring perkembangannya teknik ini juga dapat menimbulkan komplikasi yang dapat

terjadi selama atau setelah prosedur operasi. Untuk itu sangat diperlukan persiapan sebelum

operasi, pengetahuan mengenai cara penanganan bila terjadi penyulit dan komplikasi yang

mungkin terjadi selama berlangsungnya proses pembedahan, serta perawatan pascaoperasi yang

tepat. Selain itu ddibutuhkan juga teknik analgesi dan anestesi yang tepat untuk tindakan ini.

Bedah ini dilakukan dengan penggunaan alat endoskopi dengan tujuan melakukan

eradikasi penyakit, memperbaiki pengudaraan (aerasi) dan drainase sinus dengan prinsip

mempertahan fungsi sinus secara fisiologis. Penggunaan endoskopi tujuannya adalah untuk

mendapatkan pandangan yang jelas dan akurat organ sinus paranasal sehingga ahli THT-KL

akan dapat bekerja lebih akurat, jelas dan dapat mengangkat kelainan sinus saja tanpa merusak

jaringan yang sehat dan masih perlu dipertahankan secara fungsional. Operasi FESS ini dapat

dimasukkan dalam kategori operasi Minimal Invasif, yaitu operasi yang seminimal mungkin

merusak jaringan sehat untuk eradikasi penyakitnya dan mempertahankan fungsi organ yang

dioperasi semaksimal mungkin.1

Keuntungan yang didapat bagi pasien adalah waktu rawat yang lebih singkat, bahkan

hanya perlu rawat sehari saja, perdarahan yang terjadi sangat minimal, rasa nyeri juga lebih

ringan, dan pasien masih dapat melakukan aktivitas rutin yang ringan tanpa terganggu.

Page 2: Referat THT

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. ANATOMI TERKAIT

Pengetahuan yang mendalam dan pemahaman tentang anatomi dinding lateral

hidung dan sinus, dalam hubungannya dengan review hati-hati CT scan pra operasi,

adalah hal yang terpenting dalam kinerja bedah sinus endoskopi yang aman dan lengkap.

Uraian anatomi endonasal berikut adalah gambaran secara kasar berdasarkan urutan

diseksi selama endoskopi dan operasi hidung.

a. Septum Hidung dan Konka Inferior2

Segera setelah memasuki rongga hidung, struktur yang pertama kali ditemui

adalah septum hidung dan konka inferior (inferior konka). Septum hidung terdiri dari

tulang rawan segi empat anterior, meluas ke pelat tegak lurus dari posterosuperior tulang

ethmoid dan posteroinferior vomer.

Menyadari defleksi dari septum hidung sebelum operasi sangat penting karena hal

tersebut dapat berakibat obstruksi hidung dan membatasi visualisasi endoskopik selama

operasi. Sebaiknya, pasien dengan septum defleksi dapat diberi konseling mengenai

kebutuhan untuk septoplasty dalam hubungannya dengan endoskopi fungsional sinus

operasi.

Page 3: Referat THT

Konka inferior terbentang sepanjang dinding lateral nasal inferior posterior ke

arah nasofaring. Pada pasien dengan masalah alergi yang signifikan, konka inferior

mungkin edem. Pasien-pasien ini dapat terbantu dari pengurangan konka pada waktu

yang sama dengan bedah sinus endoskopi. Meatus inferior, di mana saluran nasolacrimal

terbuka, terletak sekitar 1 cm melewati tepi paling anterior konka inferior.

b. Konka Media

Seiring endoskopi ini lebih maju ke dalam hidung, struktur berikutnya yang

dihadapi adalah konka. Konka tengah adalah penanda (key landmark) dalam bedah sinus

endoskopi. Struktur ini memiliki komponen vertikal (terletak di sagital plane, berjalan

dari posterior ke anterior) dan komponen horizontal (terletak pada bidang koronal,

berjalan dari medial ke lateral).

Page 4: Referat THT

Pada bagian superior, konka melekat pada dasar tengkorak tepatnya pada

cribriform plate. Dengan demikian, ahli bedah harus selalu berhati-hati ketika

memanipulasi konka media.

Komponen horisontal dari konka disebut sebagai basal (atau grand) lamella, dan

merupakan titik pemisah antara anterior dan sel udara etmoid posterior. Pada bagian

posterior dan inferior, konka media menempel pada dinding lateral hidung pada crista

ethmoidalis, hanya bagian anterior yang menempel pada foramen sphenopalatina.

c. Prosesus Uncinatus

Prosesus uncinatus adalah struktur kunci berikutnya yang akan diidentifikasi

dalam bedah sinus endoskopi. Tulang berbentuk L

pada dinding lateral hidung ini membentuk perbatasan anterior dari hiatus semilunaris,

atau infundibulum. Infundibulum adalah lokasi kompleks ostiomeatal, dimana ostium

natural dari sinus maksilaris terbuka.

Untuk pasien dengan penyakit sinus, kompleks ostiomeatal yang paten sangat

penting untuk perbaikan gejala. Pada bagian anterior, prosesus uncinatus melekat pada

tulang lakrimal, dan pada bagian inferior, prosesus uncinatus menempel pada prosesus

ethmoidal konka inferior.2

d. Ostium Maksila Natural

Setelah prosesus uncinatus diangkat, ostium maksila natural dapat dilihat,

biasanya hanya bagian posterior prosesus uncinatus, sekitar sepertiga dari jarak sepanjang

konka tengah dari tepi anterior. Terletak kira-kira pada batas inferior konka, sebelah atas

dari konka inferior.

Page 5: Referat THT

Ostium maksila adalah muara dari aliran mukosiliar dalam sinus maksilaris. Oleh

karena itu, untuk hasil yang optimal dalam pembedahan untuk perbesaran pada maxillary

antrostomy harus menyertakan ostium natural. Bahkan, gagal menyertakan ostium

maksila pada bedah endoskopi antrostomy merupakan salah satu penyebab utama

kegagalan dalam bedah sinus endoskopi fungsional.

Sinus maksilaris, dengan volume sekitar 14-15 mL, berbatasan pada bagian

superior dengan dinding orbital inferior, pada bagian medial dengan dinding lateral

hidung, dan pada bagian inferior dengan bagian alveolar tulang rahang atas.2,3

e. Bulla Ethmoid

Struktur berikutnya yang akan dihadapi adalah bulla ethmoid, yang merupakan

salah satu anterior sel udara ethmoidal paling konstan. Struktur ini terletak di luar ostium

natural dari sinus maksilaris dan membentuk perbatasan posterior dari hiatus semilunaris.

Tingkat lateral bula adalah lamina papyracea. Pada bagian superior, bula ethmoid

dapat memanjang sampai ke atap ethmoid (dasar tengkorak). Kemungkinan lain, reses

Page 6: Referat THT

suprabullar mungkin ada di atas atap bula tersebut. Review yang hati-hati pada CT scan

preoperatif pasien dapat menjelaskan kejadian ini.1,2

f. Sinus Ethmoid

Sinus ethmoid terdiri dari sejumlah variabel ( biasanya 7-15 ) sel udara.

Perbatasan paling lateral dari sel udara ini adalah lamina papyracea, dan perbatasan yang

paling superior dari sel-sel ini adalah dasar tengkorak. Sel-sel ethmoid supraorbital

mungkin bisa ditemukan. Sebuah tinjauan CT scan pasien menjadi peringatan bagi ahli

bedah mengenai variasi ini.

Lamella basal dari konka memisahkan sel-sel ethmoid anterior dari ethmoid cells

posterior. Sel-sel ethmoid anterior mengalir ke meatus tengah, dan sel-sel posterior

mengalir ke meatus superior.

g. Sinus Sphenoid

Exenteration (pengangkatan organ yang berada di dalam rongga) sel ethmoid

posterior memperlihatkan permukaan sphenoid tersebut. Sinus sphenoid adalah sinus

paling posterior dari sinus paranasal, terletak pada superior nasofaring dan antero-inferior

sella turcica. Tampak anterior sphenoid terletak sekitar 7 cm dari ambang hidung (nasal

sill) pada sudut 30° dari sumbu horisontal.

Beberapa struktur penting terkait dengan sinus sphenoid. Arteri karotis interna

bagian paling posterior dan medial biasanya terlihat dalam sinus sphenoid. Pada sekitar 7

% dari kasus, tulang mengalami dehisiasi (dehiscent).

Saraf optik dan tulang pembungkusnya (encasement) menghasilkan lekukan

anterosuperior dalam atap sinus sphenoid. Pada 4% dari kasus, tulang sekitar saraf optik

Page 7: Referat THT

mengalami dehisiasi. Oleh karena itu, pembukaan yang terkendali (controlled opening)

dari sinus sphenoid, biasanya pada ostium natural, sangat penting untuk hasil yang aman.

Lokasi ostium natural dari sinus sphenoid bervariasi. Pada sekitar 60% kasus,

ostium terletak pada medial konka superior, dan sekitar 40 % terletak pada lateral konka

superior.

h. Resesus Frontalis

Resesus frontalis atau frontal sinus outflow tract, adalah saluran yang mengarah

dari sinus frontal ke rongga hidung. Seringkali, bula ethmoid merupakan perbatasan

posteriornya.

Pada bagian anterior, saluran ini berbatasan dengan prosesus uncinatus atau sel-

sel agger nasi (sel udara ethmoid fronto-anterior). Jika salah satu dari sel-sel ini

membesar atau jika terdapat jaringan parut dari operasi sebelumnya, dapat terjadi

obstruksi outflow tract yang menyebabkan sinusitis frontal. Biasanya, dinding medial dari

resesus frontalis dibentuk oleh lamina papyracea.

2.2. INDIKASI UNTUK BEDAH SINUS ENDOSKOPI

Bedah sinus endoskopi umumnya dilakukan untuk mengatasi penyakit akibat

inflamasi dan infeksi sinus. Indikasi yang paling umum untuk bedah sinus endoskopi adalah

sebagai berikut :

Sinusitis kronis refraktori untuk perawatan medis

Sinusitis berulang

Polip hidung

Polip Antrochoanal

Page 8: Referat THT

Mucoceles sinus

Eksisi tumor tertentu

Penutupan kebocoran Cerebrospinal fluid (CSF)

Dekompresi orbital (misalnya, Graves ophthalmopathy)

Dekompresi saraf optik

Dacryocystorhinostomy ( DCR )

Perbaikan atresia choanal

Pengangkatan Benda asing

Kontrol epistaksis

Biasanya, bedah sinus endoskopi diagendakan untuk pasien dengan rinosinusitis,

berdasarkan penggalian riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang lengkap dan

menyeluruh, termasuk CT scan sesuai indikasi, dan pada pasien yang telah mendapat

penanganan medis yang tepat tapi gagal.

Terapi medis saja mungkin tidak memadai untuk pengobatan poliposis hidung.

meskipun dalam 12 minggu pengobatan dengan flutikason propionat tetes hidung terbukti

mengurangi kebutuhan untuk operasi sinus pada pasien dengan poliposis hidung dan

rinosinusitis kronis, 14 dari 27 pasien masih memerlukan operasi. Polip antrochoanal juga

membutuhkan operasi pengangkatan.

a. Massa Nasal

Telah terjadi peningkatan frekuensi pengangkatan massa nasal dan tumor tertentu

dengan endoskopi. Pengangkatan dengan endoskopi pada inverted papilloma masih

kontroversial. Operasi endoskopi dapat dilakukan untuk lesi terbatas dimana kontrol dan

Page 9: Referat THT

margin definitif dapat diperoleh dengan endoskopi, keadaan ini dapat diprediksi sebelum

operasi melalui endoskopi dan pencitraan hidung.

Lesi yang lebih luas harus dipelajari secara eksternal, baik dengan metode

rhinotomy lateral atau degloving midfacial. Metode ini dapat digunakan untuk

pengangkatan tumor (en bloc tumor removal). Penelitian lebih lanjut dengan pemantauan

jangka panjang di daerah ini akan lebih baik menggambarkan perawatan yang optimal

untuk pasien.

b. Kebocoran Cairan Serebrospinal

Kebocoran cairan serebrospinal atau cerebrospinal fluid (CSF) terkait dengan

CSF rhinorrhea dapat dikelola endoskopi. Tingkat keberhasilan 80% telah dilaporkan

dalam literatur dengan upaya endoskopi primer, tingkat keberhasilan meningkat menjadi

90% jika revisi penutupan dengan endoskopi disertakan.

Perbaikan menggunakan endoskopi pada kebocoran CSF, pendekatan eksternal

dari bedah saraf yang lebih luas melalui kraniotomi seharusnya dapat dihindari. Dalam

kondisi klinis tertentu, encephaloceles endonasal dapat diperbaiki melalui pendekatan

endoskopi.

c. Prosedur Optalmologi

Pendekatan endoskopi juga dapat diterapkan untuk prosedur optalmologi,

termasuk dekompresi orbital, endoskopi DCR, dan dekompresi saraf optik untuk

neuropati optik karena trauma tidak langsung.

Page 10: Referat THT

Secara tradisional, prosedur ini dilakukan melalui pendekatan eksternal, tapi

pengalaman klinis pada teknik endoskopi hidung telah meningkat, sehingga prosedur

tersebut sekarang dilakukan dengan endoskopi. Hanya ahli bedah dengan pengalaman

pelatihan ekstensif, dan keahlian yang mendalam dengan teknik endoskopi, yang boleh

melakukan prosedur ini.

2.3 KONTRAINDIKASI BEDAH SINUS ENDOSKOPI

Kondisi sinus tertentu mungkin tidak merespon sepenuhnya terhadap pengobatan

endoskopik, ini termasuk komplikasi sinusitis akut intraorbital, seperti abses orbital atau

osteomyelitis frontal dengan Potts puffy tumor. Pendekatan terbuka, dengan atau tanpa

bantuan endoskopik tambahan, mungkin lebih baik dalam hal ini. Penelaahan secara

cermat pada hasil CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) pra operasi dapat

membantu memandu dokter bedah.

Setelah 2 kegagalan untuk mengelola kebocoran CSF secara endoskopik terkait

dengan rhinorrhea CSF, pasien harus dirujuk pada seorang ahli bedah saraf untuk

dilakukan penutupan menggunakan pendekatan bedah saraf. Demikian juga, setelah

kegagalan untuk mengelola penyakit sinus frontal secara endoskopik, pendekatan terbuka

harus dipertimbangkan.

2.4 PERSIAPAN OPERASI

2.4.1 Kondisi Pasien

Kondisi pasien harus dalam keadaan yang baik, bilamana :

1. jika ada inflamasi atau edema, harus ditangani terlebih dahulu.

Page 11: Referat THT

2. jika pasien mempunyai hipertensi, maka harus ditangani hipertensinya lebih

dahulu.

3. jika pasien mempunyai diabetes melitus, gula darah pasien harus dikontrol

terlebih dahulu.

4. jika pasien sedang dalam keadaan septikemia karena infeksi, maka kita harus

mengatasi infeksinya terlebih dahulu.

2.4.2 Anestesi untuk Bedah Sinus Endoskopi

Pasien mungkin menjalani operasi sinus endoskopi fungsional diperlukan anestesi

umum serta vasokontriktor yang baik. Dapat juga dengan anestesi lokal misalnya

pantocain dan adrenalin, dengan perbandingsn 4:1 atau 5:1.

2.5 TEKNIK DAN TAHAPAN OPERASI OPERASI

Prosedur dimulai dengan decongestion dari hidung dan infiltrasi lidocaine dengan

epinephrine (1% lidokain dengan 1:100.000 epinefrin digunakan untuk injeksi). Dinding

lateral hidung dekat prosesus uncinatus disuntik menggunakan jarum suntik 3 mL.

Selanjutnya, inlet superior dan bagian anterior konka media disuntik secara

submukosa. Jika kemungkinan septoplasty ada, septum juga harus disuntik. Selanjutnya, 4

mL dari 4% kokain ditempatkan ke pledgets, yang ditempatkan bilateral di nares. Satu

throat pack mungkin ditempatkan, atau alternatifnya, perut bisa dikosongkan (suction)

sebelum ekstubasi setelah selesainya prosedur.

Pasien kemudian disiapkan untuk operasi. Jika akan dilakukan image-guided

surgery, perangkat headset yang sesuai harus diterapkan.

Page 12: Referat THT

a. Endoskopi Uncinectomy

Bedah sinus endoskopi fungsional dapat dimulai dengan uncinectomy. Jika

prosesus uncinatus dapat divisualisasikan tanpa memanipulasi konka, uncinectomy dapat

dilakukan langsung.

Jika tidak, konka media secara lembut diketengahkan (medialized), hati-hati

menggunakan bagian melengkung dari Freer elevator untuk menghindari cedera mucosal

pada konka dan untuk menghindari medialization kuat serta fraktur pada konka tersebut.

Selanjutnya, uncinectomy dapat dilakukan melalui sayatan, baik dengan ujung

tajam dari Freer elevator maupun dengan pisau sabit (sickle knife). Sayatan harus

ditempatkan pada bagian paling anterior dari prosesus uncinatus, yang terasa lebih lembut

pada palpasi dibandingkan dengan tulang lakrimal, dimana saluran nasolacrimal berada.

Kemudian, Blakesley forceps digunakan untuk menjepit kemudian memotong tepi bebas

dari uncinatus.

Uncinectomy lengkap penting untuk visualisasi berikutnya. Uncinectomy yang

tidak lengkap adalah penyebab umum kegagalan pada operasi primer. Backbiter juga

dapat langsung digunakan untuk memotong prosesus uncinatus .

b. Antrostomy Maksilaris / Ethmoidectomy

Setelah prosesus uncinatus dibuang, ostium natural yang sebenarnya dari sinus

maksilaris harus diidentifikasi. Mata yang dilindungi dapat teraba pada saat ini untuk

memastikan bahwa tidak ada dehiscence dari lamina papyracea dan untuk

mengkonfirmasi lokasi lamina. Ostium natural biasanya setinggi tepi inferior konka

media, sekitar sepertiga dari arah masuk.

Page 13: Referat THT

Instrumen pemotong yang benar digunakan untuk memperbesar ostium natural

secara circumferential. Diameter optimal untuk antrostomy maxillary masih

kontroversial, biasanya dengan diameter 1 cm sudah memungkinkan outflow memadai

dan pemantauan pascaoperasi di poliklinik. Ahli bedah harus ekstra hati-hati untuk

menghindari menembus lamina papyracea.

c. Anterior Ethmoidectomy

Selanjutnya, bula ethmoid harus diidentifikasi dan dibuka. Sebuah kuret

berbentuk J dapat digunakan untuk membuka bula dari sisi interior dan aspek medial.

Setelah sel dimasuki, bagian tulang dapat secara hati-hati diangkat dengan menggunakan

microdebrider atau true-cutting forceps. Reseksi lengkap dari bula lateral akan

memudahkan visualisasi dan diseksi posterior yang tepat. Sekali lagi, ahli bedah harus

ekstra hati-hati saat bekerja secara lateral untuk mempertahankan lamina papyracea tetap

utuh.

Sisa dari sel-sel ethmoid anterior awalnya bisa dibuka dengan kuret J dan

selanjutnya dibuka dengan microdebrider atau true-cutting forceps. Dengan

menggunakan kuret di awal memungkinkan untuk menilai sensasi taktil dan penentuan

ketebalan tulang serta memverifikasi orientasi yang tepat sebelum pembukaan lebih lanjut

dari sel dengan instrumentasi yang bertenaga lebih besar. Ahli bedah harus ekstra hati-

hati untuk menghindari pengupasan mukosa, karena pemeliharaan mukosa juga dinilai

pada hasil pasca operasi.

Sel-sel ethmoid anterior harus dibersihkan sampai dasar tengkorak, dimana ahli

bedah berupaya dengan hati-hati saat mendekati atap ethmoid dan tetap mengacu pada

tampilan endoskopi dan CT scan pra operasi. Image-guided surgery atau computer-aided

Page 14: Referat THT

surgery juga memandu ahli bedah untuk mennentukan jarak ke dasar tengkorak, tapi itu

tidak menggantikan kebutuhan akan pengetahuan yang mendalam tentang anatomi.

Sementara bergerak ke posterior sel-sel udara baru, ahli bedah harus selalu masuk

dari arah inferior dan medial kemudian membuka dari lateral dan superior sekali bagian

anatomi yang lebih distal sehingga dapat dinilai secara visual dan palpasi.

Ethmoidectomy anterior selesai setelah mencapai lamella basal dari konka.

Jika penyakit sinus terbatas pada sel-sel ethmoid anterior dan sinus maksilaris,

prosedur mungkin berakhir dengan ethmoidectomy anterior sederhana dan antrostomy

rahang atas. Namun, jika terdapat penyakit yang signifikan secara radiografi dan klinis

dari ethmoid posterior dan sphenoid, maka diseksi harus terus dilakukan sampai

exenterate dari posterior sel ethmoid, agar tercapai sphenoidotomy yang memadai.

d. Posterior Ethmoidectomy

Posterior ethmoidectomy dimulai dengan melubangi lamella basal pada bagian

superior dan lateral persimpangan segmen vertikal dan horizontal konka. Ahli bedah

harus ekstra hati-hati untuk menjaga bagian sagital posterior dari konka tengah dan

bagian inferior dari segmen koronal dari lamella basal.

Penjagaan struktur (strut) berbentuk L ini menjamin stabilitas konka. Bagian

lateral dan superior dari lamella basal kemudian dapat diangkat menggunakan

microdebrider tersebut.

Sel-sel ethmoid posterior selanjutnya dapat diturunkan dengan cara yang sama,

mengingat lokasi dasar tengkorak dan lamina. Dokter bedah harus menyadari bahwa

dasar tengkorak biasanya miring pada bagian inferior sekitar 30° dari sudut anterior ke

Page 15: Referat THT

posterior. Dengan demikian, dasar tengkorak terletak lebih rendah pada posterior

daripada anterior. Diseksi ini akan kembali pada sphenoid.

e. Pembesaran Ostium Natural dari Sinus Sphenoid

Dengan tidak adanya sel Onodi, ostium sphenoid terletak medial dan posterior ke

ujung sel ethmoid posterior. Bagian yang menjadi panduan kasar adalah bagian depan

sphenoid yang terletak sekitar 7 cm dari ambang hidung pada sudut 30° dari arah

horisontal.

Mengidentifikasi konka superior membantu dalam konfirmasi posisi. Konka

superior “tersisip” pada bagian depan anterior sinus sphenoid.

Sinus sphenoid dimasuki pada bagian medial dan inferior ke ostium natural

dengan kuret J atau olive-tipped suction. Setelah sinus dimasuki dengan aman, ostium

dapat diperbesar dengan menggunakan mushroom punch forceps. Ahli bedah harus ekstra

hati-hati untuk tidak masuk ke sinus dengan agresif karena mungkin ada dehiscences

pada selubung tulang dari arteri karotis atau saraf optik .

f. Frontal Sinus Work

Manipulasi sinus frontal biasanya dilakukan pada akhir prosedur bedah karena

manipulasi dapat menyebabkan perdarahan dan mengganggu pembedahan posterior lebih

lanjut. Jika terdapat indikasi manipulasi sinus frontal, penggunaan teleskop 45° atau 70°

terbukti berguna.

Biasanya, sel agger nasi atau frontal adalah penyebab dari obstruksi outflow

frontal. Menggunakan lingkup miring (angled scope) untuk visualisasi, kuret sinus frontal

Page 16: Referat THT

dilewatkan di atas sel dan kemudian ditarik dari arah anterior, sehingga menembus

dinding sel posterior dan superior.

Perhatian khusus harus dilakukan ketika bekerja di resesus frontalis, karena

lamina dan dasar tengkorak terletak berdekatan langsung ke saluran keluar (outflow

tract). Image-guided dan navigational systems pada computer-aided surgery serta

pengetahuan yang mendalam tentang anatomi sangat penting untuk manipulasi sinus

frontal yang aman. [ 8 ]

g. Packing Hidung dan Penempatan Spacer

Setelah diseksi selesai dan hemostasis tercapai, tampon berlapis Telfa atau Afrin

dan bacitracin ditempatkan ke dalam lubang hidung. Beberapa ahli bedah juga

menempatkan Gelfilm atau dissolvable spacer dalam meatus tengah untuk menjaga ruang

terbuka dan untuk mencegah lateralisasi dari konka dan pembentukan sinekia.

2.6 POST- PROSEDUR

Nasal packing diangkat sebelum memulangkan pasien. Pasien dipulangkan dengan

saline nasal spray (misalnya, OCEAN Nasal Spray) dan antibiotik, serta petunjuk untuk

datang kembali (follow-up) dalam 1 minggu. Jika spacer ditempatkan pada meatus tengah,

spacer harus diangkat atau disedot pada kunjungan pertama pasca operasi.

2.7 HASIL DAN PROGNOSIS

Hasil jangka pendek dan panjang yang luar biasa telah dilaporkan untuk bedah sinus

endoskopi. Dalam suatu studi, gejala membaik pada 66 dari 72 pasien setelah operasi ini,

Page 17: Referat THT

dengan rata-rata tindak lanjut waktu 7,8 tahun. Pada laporan lain, kualitas hidup meningkat

85% dari total populasi pasien, dengan rata-rata waktu tindak lanjut rata-rata 17 bulan.

2.8. KOMPLIKASI

Semua risiko dan manfaat harus dibahas secara jelas dengan pasien sebagai bagian

dari proses informed consent sebelum operasi. Seorang pasien tidak harus menjalani operasi

jika tidak diberi kesempatan untuk berdiskusi tentang semua kemungkinan komplikasi.

Risiko yang terkait dengan bedah sinus endoskopi adalah sebagai berikut :

Komplikasi orbita : Perdarahan, abses, kerusakan saraf optik (diplopia)

Komplikasi intrakranial : CFS bocor, meningitis, abses otak, perdarahan.

Komplikasi hidung : pembentukan adhesi, anosmia, hyposmia, cedera duktus

lakrimalis.

Pembentukan sinekia.

Page 18: Referat THT

BAB III

PENUTUP

Bedah sinus endoskopik fungsional atau Functional Endoscopic Sinus Surgery ( FESS )

adalah teknik minimal invasif dimana sel-sel udara sinus dan ostia sinus dibuka dengan panduan

visualisasi langsung. Tujuan dari prosedur ini adalah untuk mengembalikan ventilasi dan fungsi

normal sinus.

Bedah sinus endoskopi umumnya dilakukan untuk mengatasi penyakit akibat inflamasi

dan infeksi sinus. Indikasi yang paling umum untuk bedah sinus endoskopi adalah sebagai

berikut :

Sinusitis kronis refraktori untuk perawatan medis

Sinusitis berulang

Poliposis hidung

Polip Antrochoanal

Mucoceles sinus

Eksisi tumor yang dipilih

Penutupan kebocoran Cerebrospinal fluid (CSF)

Dekompresi orbital (misalnya, Graves ophthalmopathy)

Dekompresi saraf optik

Dacryocystorhinostomy ( DCR )

Perbaikan atresia choanal

Pengangkatan Benda asing

Kontrol epistaksis

Page 19: Referat THT

Biasanya, bedah sinus endoskopi diagendakan untuk pasien dengan rinosinusitis,

berdasarkan penggalian riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang lengkap dan menyeluruh,

termasuk CT scan sesuai indikasi, dan pada pasien yang telah mendapat penanganan medis yang

tepat tapi gagal.

Semua risiko dan manfaat harus dibahas secara jelas dengan pasien sebagai bagian dari

proses informed consent sebelum operasi. Seorang pasien tidak harus menjalani operasi jika

tidak diberi kesempatan untuk berdiskusi tentang semua kemungkinan komplikasi.

Daftar Pustaka

Persiapan operasi (anastesi )

1. Prof. heinz Stammberger, M.D. FESS Endoscopic Diagnosis and Surgery of the Paranasal Sinuses and Anterior Skull Base. Univeristy Ear, Nose, and Throat Hospital Graz:Austria;1997.

2. L.Bontrager, Kenneth. Textbook of radiographic positioning and related anatomy. Mosby. 2001.

3. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/863420-overview, Updated : Mar 29, 2013.

4. Diunduh dari : http://en.wikipedia.org/wiki/Functional_endoscopic_sinus_surgery 24 Juni 2015.

5. Prof. heinz Stammberger, M.D. FESS Endoscopic Diagnosis and Surgery of the Paranasal Sinuses and Anterior Skull Base. Univeristy Ear, Nose, and Throat Hospital Graz:Austria;1997.

6. Kennedy DW. Functional Endoscopic Sinus Surgery: Concepts, Surgical Indications, and Instrumentation. In: Kennedy DW, Bolger W, Zinrech SJ, editors. Diseases of the Sinuses Diagnosis and Management. Ontario: BC Decker Inc; 2001. p. 197-210

7. Tewfik MA, Desrosiers M. Indications for Revision Endoscopic Sinus Surgery. In: Kountakis SE, Jacobs J, Gosepath J, editors. Revision Sinus Surgery. Leipzig, Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2008. p. 13-8

6. Lason BG, et al. Revision Endoscopic Surgery of the Ethmoid and Maxillary Sinus. In: Kountakis SE, Jacobs J, Gosepath J, editors. Revision Sinus Surgery. Leipzig, Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2008. p. 101-7

Page 20: Referat THT

-Simmen D, Jones N. Manual of Endoscopic Sinus Surgery and its Extended Applications. New York:Thieme; 2005. p. 50-63

-Rudert H. Complications, Management and Avoidance. In: Levine HL, Clemente MP, editors. Sinus Surgery: Endoscopic and Microscopic Approaches. New York: Thime; 2005. p. 269-84

-Myller J, et al. Effect of endoscopic sinus surgery on antral mucociliary clearance. Rhinology 2006;44:193-6

- Cullen MM, Bolger WE. Revision Endoscopic Sinus Surgery for Recurrent Rhinosinusitis. In: Kennedy DW, Bolger W, Zinrech SJ, editors. Diseases of the Sinuses Diagnosis and Management. London: BC Decker Inc; 2001. p. 245-54

- Jackman AH, et al. Use of intraoperative CT scanning in endoscopic sinus surgery: A preliminary report. Am J Rhinol 2008; 22(2):170-4

-Richtsmeier WJ. Top 10 Reasons for Endoscopic Maxillary Sinus Surgery Failure. Laryngoscope 2001; 111:1952-6