Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring yang dapat disebabkan oleh radang, benda asing (korpus alienum), trauma, tumor baik tumor jinak ataupun ganas, alergi (edema angioneurotik) dan kelumpuhan nervus rekuren bilateral. 1,2 Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas dan terdapat sepanjang vertebra servikalis IV-VI. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. 1 Sumbatan laring dapat disebabkan oleh radang, benda asing, alergi (edema angioneurotik), trauma, tumor laring baik berupa tumor jinak ataupun tumor ganas dan kelumpuhan nervus rekuren bilateral. Laring merupakan tempat tersempit dari saluran pernafasan dan sering mendapat gangguna sesak yang mempunyai tanda khas adalah stridor bisa inspirasi atau ekspirasi. Untuk memastikan dari laring adalah adanya gejala serak. 1 Menurut National Safety Council , 55% kasus obstuksi laring terjadi pada anak-anak usia di bawah empat tahun. Hal ini menyebabkan insidensi kematian lebih 1
54

Referat THT 1

Dec 11, 2015

Download

Documents

temperature456

referat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat THT 1

BAB I

PENDAHULUAN

Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring yang dapat

disebabkan oleh radang, benda asing (korpus alienum), trauma, tumor baik tumor

jinak ataupun ganas, alergi (edema angioneurotik) dan kelumpuhan nervus

rekuren bilateral.1,2 Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas

bagian atas dan terdapat sepanjang vertebra servikalis IV-VI. Bentuknya

menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada

bagian bawah.1

Sumbatan laring dapat disebabkan oleh radang, benda asing, alergi (edema

angioneurotik), trauma, tumor laring baik berupa tumor jinak ataupun tumor ganas

dan kelumpuhan nervus rekuren bilateral. Laring merupakan tempat tersempit dari

saluran pernafasan dan sering mendapat gangguna sesak yang mempunyai tanda

khas adalah stridor bisa inspirasi atau ekspirasi. Untuk memastikan dari laring

adalah adanya gejala serak.1

Menurut National Safety Council, 55% kasus obstuksi laring terjadi pada

anak-anak usia di bawah empat tahun. Hal ini menyebabkan insidensi kematian

lebih tinggi, sedang pada bayi usia dibawah satu tahun sering terjadi gawat napas

yang merupakan penyebab utama kematian.2 Sekitar 15% pasien yang diintubasi

selama lebih dari 10 hari akan mengalami stenosis glotik. Sembilan puluh persen

stenosi glotik pada bayi dan anak disebabkan intubasi endotrakeal. Insidensi

stenosis subglotik setelah intubasi dilaporkan sebanyak 1-10% kasus. Sedangkan

untuk kasus obstruksi laring kongenital jarang terjadi.3

Kematian yang dapat terjadi sangat cepat akibat obstruksi laring

menyebabkan kasus tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus. Banyaknya

penyebab dari obstruksi laring sendiri perlu diketahui agar dapat menentukan jenis

tindakan yang dapat diberikan pada penderita. Tindakan segera perlu diberikan

1

Page 2: Referat THT 1

pada kasus obstruksi laring terutama obstruksi total. Oleh karena itu penting untuk

mengetahui gejala serta tatalaksana dari obstruksi laring. Demikian tujuan referat

ini dibuat untuk mengetahui gejala dan penatalaksanaan dari obstruksi laring.

2

Page 3: Referat THT 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI DAN FISIOLOGID LARING

Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas

dan terdapat sepanjang vertebra servikalis IV - VI. Bentuknya menyerupai limas

segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas

atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal

kartilago krikoid.1

Gambar 1. Anatomi Laring sisi midsagital3

Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan

beberapa buah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang

permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh

tendo-tendo dan otot-otot. Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago

epiglotis, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis, dan

kartilago tritisea. Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh

ligamentum krikotiroid.1

3

Page 4: Referat THT 1

Gambar 2. Anatomi Laring (http://academic.kellog.edu)

Rongga Laring

Batas atas rongga laring ialah aditus laring, batas bawahnya ialah bidang

yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah epiglotis,

batas belakang ialah, tuberkulum kornikulata Santorini dan insisura

interaritenoidea, batas lateralnya adalah plika ariepiglotika dan tuberkulum

kuneiformis.

Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum

ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika

ventrikularis (pita suara palsu). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut

rima glotis, sedangkan antara kedua plika ventrikularis, disebut rima vestibuli.

Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu

vestibulum laring, glotik, dan subglotik.

Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat di atas plika

ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotik. Antara plika vokalis dan plika

4

Page 5: Referat THT 1

ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventrikulus laring Morgagni. Daerah

subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawah plika vokalis.

Mukosa di daerah subglotik merupakan jaringan ikat jarang, yang disebut

konus elastikus. Keistimewaan jaringan ini ialah, bila terangsang mudah terjadi

edema dan akan terbentuk jaringan granulasi bila rangsangan berlangsung lama.1

Gambar 3. Aditus Laring, batas-batas laring ( http://www.gbmc.org)

Fisiologi Laring

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, serta

fonasi. Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda

asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis

secara bersamaan. Penutupan rima glotis terjadi karena aduksi plika vokalis.

Kartilago aritenoid kiri dan kanan mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik.

Sedangkan dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam trakea

dapat dibatukkan keluar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang

berasal dari paru dapat dikeluarkan.

5

Page 6: Referat THT 1

Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima

glotis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus

vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka

(abduksi). Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-

bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga

mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga

sebagai alat pengatur sirkulasi darah.

Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme,

yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laringis, dan

mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk ke

dalam laring. Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara

serta menentukan tinggi rendahnya nada.1

DEFINISI OBSTRUKSI LARING

Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring yang dapat

disebabkan oleh radang, benda asing (korpus alienum), trauma, tumor baik tumor

jinak ataupun ganas, alergi (edema angioneurotik) dan kelumpuhan nervus

rekuren bilateral.1,3

Obstruksi jalan napas yang jelas di laringotrakea sangat berbeda dengan

penyakit paru obstruktif menahun. Obstruksi laringotrakea ditandai dengan

meningakatnya usaha ventilasi untuk mempertahankan batas normal ventilasi

alveolus sampai terjadi kelelahan. Pada pasien yang lelah, kematian terjadi dalam

beberapa menit atau jam setelah usaha ventilasi maksimal tidak dapat

mempertahankan ventilasi alveolus yang normal.1,2

6

Page 7: Referat THT 1

ETIOLOGI OBSTRUKSI LARING

1. PENYAKIT INFEKSI PADA LARING

Croup

Croup adalah suatu penyakit infeksi laring yang berkembang cepat,

menimbulkan stridor dan obstruksi jalan nafas. Walaupun dapat terjadi pada usia

berapapun, bahkan pada dewasa, croup terutama menyerang pada anak di bawah

usia 6 tahun. Croup dapat dibedakan menjadi laringitis supraglotis (epiglotitis)

akut dan laringitis subglotis akut. Meskipun keduanya dapat bersifat akut dan

berat, namun epiglotitis cenderung lebih hebat, seringkali berakibat fatal dalam

beberapa jam (6-12 jam) tanpa terapi. Sedangkan perjalanan penyakit dari

langiritis subglotis akut berlangsung dalam beberapa hari (2-3 hari) hingga

beberapa minggu.4

Etiologi

Pada supraglotitis akut etiologinya seringkali bakteri. Sedangkan pada

langiritis subglotis akut etiologinya seringkali adalah virus.4

7

Gambar 4. Epiglotis normal Gambar 5. Epiglotitis

Page 8: Referat THT 1

Manifestasi Klinis

Secara klinis, kedua penyakitnya tampak serupa dimana pasien gelisah,

cemas, stridor, retraksi dan sianosis namun terdapat beberapa perbedaan ringan.

Anak dengan epiglotitis cenderung duduk dengan mulut terbuka dan dagu

mengarah ke depan, tidak serak dan cenderung tidak disertai dengan batuk croupy,

namun kemungkinan besar mengalami disfagia. Nyeri untuk menelan

menyebabkan anak cenderung mengiler. Disfagia pada epiglotitis dapat

merupakan pertanda kolaps. Kolaps merupakan akibat perluasan inflamasi

sepanjang mulut esofagus, dan berarti proses inflamasi telah menyebabkan

pembengkakan epiglotis yang nyata.

Anak dengan laringitis subglotis akut biasanya serak dengan batuk croupy

(menggonggong) dan kering. Serangan batuk biasanya terjadi pada malam hari.

Tidak ada gejala disfagia dan mengiler. Stridor semakin meningkat disertai

retraksi supraklavikula, interkosta dan daerah epigastrium bila penyakit semakin

berat. Masa inspirasi memanjang dan kemudian mengi pada ekspirasi akan timbul.

Anak tampak sangat membutuhkan udara dan hipoksia, dengan wajah cemas,

gelisah, menolak makan dan minum serta berbicara. Sianosis mungkin terjadi

pada kasus yang berat.2,4

Diagnosis

Diagnosis biasanya dibuat berdasarkan penemuan klinis dan riwayat

perjalanan penyakit. Pada epiglotitis, foto Rontgen jaringan lunak leher dapat

memperlihatkan pembengkakan yang khas pada daerah supraglotik memenuhi

saluran nafas. Sedangkan pada laringitis subglotis akut foto Rontgen lateral leher

memperlihatkan penyempitan di infraglotik.

Apusan dan biakan dari sekret laring harus dilakukan untuk menentukan

organisme penyebab. Manfaatnya sedikit untuk perencanaan terapi awal, tetapi

berguna jika organisme tersebut resisten terhadap terapi awal itu. Pada laringitis

subglotis akut, kadar serum antibodi mungkin menolong dalam mendiagnosis

adanya infeksi virus, terutama bila terdapat kenaikkan titer.3

8

Page 9: Referat THT 1

Penatalaksanaan

Anak-anak harus segera ditangani tanpa menunggu di bagian gawat

darurat atau radiologi. Pemberian cairan intravena dimulai untuk mencegah

dehidrasi dan pengeringan sekret. Udara dingin dan lembab juga perlu diberikan,

sebaiknya dengan uap air berukuran partikel terkecil. Terapi antibiotik terhadap

Haemophilus dan Staphylococcus dimulai sambil menunggu hasil biakan.

Antibiotik seharusnya tidak boleh ditunda, karena secara klinis sulit untuk

membedakan jenis croup dan perjalanan penyakit dapat sangat cepat. Steroid

dosis tinggi diberikan untuk mengurangi inflamasi. Pasien perlu diamati secara

cermat dan dipertimbangkan untuk trakeostomi atau intubasi. Pemantauan croup

termasuk denyut nadi, frekuensi pernapasan, derajat kegelisahan dan kecemasan,

penggunaan otot asesorius pada pernapasan, derajat sianosis, derajat retraksi, dan

kemunduran pasien secara menyeluruh. Jika pasien dapat tidur, bantuan jalan

napas tidak diperlukan. Sebaliknya, frekuensi pernapasan diatas 40 kali/menit,

denyut nadi diatas 160 kali/menit, dan kegelisahan serta retraksi yang makin hebat

mengindikasikan perlunya bantuan pernapasan walaupun telah diberikan

kelembaban, antibiotik, dan steroid. Jika anak kolaps, gunakan respirator ambu

bertekanan positif untuk memaksa oksigen melalui jalan napas yang edematosa.4

2. TRAUMA

Trauma Laring

Trauma pada laring dapat berupa trauma tumpul atau trauma tajam akibat

luka sayat, luka tusuk,dan luka tembak. Trauma tumpul pada daerah leher selain

dapat merusak struktur laring juga menyebabkan cedera pada jaringan lunak

seperti otot, saraf, pembuluh darah, dan lain-lain. Hal ini sering terjadi dalam

kehidupan sehari-hari seperti leher terpukul oleh tangkai pompa air, leher

membentur dash board dalam kecelakaan mobil, tertendang atau terpukul waktu

berolah raga bela diri, berkelahi, dicekik, atau usaha bunuh diri dengan

9

Page 10: Referat THT 1

menggantung diri (strangulasi) atau seseorang pengendara motor terjerat tali di

jalan (clothesline injury).

Ballanger membagi penyebab trauma laring atas:

1. Trauma mekanik eksternal (trauma tumpul, trauma tajam, komplikasi

trakeostomi atau krikotirotomi) dan mekanik internal (akibat tindakan

endoskopi, intubasi endotrakea, atau pemasangan pipa nasogaster).

2. Trauma akibat luka bakar oleh panas (gas atau cairan yang panas) dan

kimia (cairan alkohol, amoniak, natrium hipoklorit, dan lisol) yang

terhirup.

3. Trauma akibat radiasi pada pemberian radioterapi tumor ganas leher.

4. Trauma otogen akibat pemakaian suara yang berlebihan (vokal abuse)

misalnya akibat berteriak, menjerit keras, atau bernyanyi dengan suara

keras.1

Patofisiologi

Trauma laring dapat menyebabkan edema dan hematoma di plika

ariepiglotika dan plika ventrikularis karena jaringan submukosa di daerah ini

mudah membengkak. Selain itu, mukosa faring dan laring mudah robek akan

diikuti dengan terbentuknya emfisema subkutis di daerah leher. Infeksi sekunder

melalui robekan ini dapat menyebabkan selulitis, abses, atau fistel.

Tulang rawan laring dan persendiannya dapat mengalami fraktur dan

dislokasi. Kerusakan pada perikondrium dapat menyebabkan hematoma, nekrosis

tulang rawan, dan perikondritis yang mengakibatkan penyempitan lumen laring

dan trakea. Robekan mukosa yang tidak dijahit dengan baik, yang diikuti oleh

infeksi sekunder dapat menimbulkan terbentuknya jaringan granulasi, fibrosis,

dan akhirnya stenosis.1

10

Page 11: Referat THT 1

Gejala Klinik

Pasien trauma laring sebaiknya dirawat untuk observasi dalam 24 jam

pertama. Timbulnya gejala stridor yang perlahan-lahan yang makin menghebat

atau timbul mendadak sesudah trauma merupakan tanda adanya obstruksi jalan

napas. Gejala-gejala berikut menunjukkan adanya kelainan pda struktur laring: 1)

meningkatnya obstruksi jalan napas dengan adanya sesak napas (dispnoe), 2)

disfonia atau afonia, 3) batuk, 4) hemoptisis dan hematemesis, 5) nyeri pada leher,

6) disfagia dan odinofagia. Gejala awal mungkin disertai dengan tanda-tanda

klinis berikut: 1) deformitas leher, 2) emfisema subkutis, 3) nyeri tekan laring, 4)

krepitasi tulang.1,2

Suara serak (disfoni) atau suara hilang (afoni) timbul bila terdapat kelainan

pita suara akibat trauma seperti edema, hematoma, laserasi, atau parese pita suara.

Emfisema subkutis terjadi bila ada robekan mukosa laring atau trakea, atau fraktur

tulang-tulang rawan laring hingga mengakibatkan udara pernapasan akan keluar

dan masuk ke jaringan subkutis leher Emfisema leher dapat meluas sampai ke

daerah muka, dada, dan abdomen dan pada perabaan terasa sebagai krepitasi

kulit.1

Hemoptisis dan hematemesis dapat terjadi akibat laserasi mukosa jalan

napas dan bila jumlahnya banyak dapat menyumbat jalan napas. Perdarahan ini

biasanya terjadi akibat luka tusuk, luka sayat, luka tembak, maupun luka tumpul.

Disfagia (sulit menelan) dan odinofagia (nyeri menelan) dapat timbul akibat ikut

bergeraknya laring yang mengalami cedera pada saat menelan.1,2

Gejala luka tertutup tergantung pada berat ringannya trauma. Pada trauma

ringan gejalanya dapat berupa nyeri pada waktu menelan, waktu batuk, dan waktu

bicara. Di samping itu mungkin terdapat disfonia, tetapi belum terdapat sesak

napas. Pada trauma berat dapat terjadi fraktur dan dislokasi tulang rawan serta

laserasi mukosa laring. Gejala yang timbul adalah obstruksi jalan napas (stridor

dan dispnea), disfonia atau afonia, hemoptisis, hematemesis, disfagia, odinofagia

serta emfisema yang ditemukan di daerah leher, muka, dada, dan mediastinum.1

11

Page 12: Referat THT 1

Diagnosis

Terdapatnya salah satu manifestasi klinik di atas merupakan dasar

perkiraan adanya trauma yang berat dan merupakan indikasi untuk melakukan

pemeriksaan laringoskopi tak langsung, laringoskopi langsung dan bronkoskopi

untuk menentukan adanya edema, hematoma, mukosa dan tulang rawan yang

bergeser, dan paralisis pita suara. Rontgen foto leher dan dada harus dilakukan

untuk mendeteksi adanya fraktur laring dan trauma trakea. Diagnosis luka terbuka

di laring dapat ditegakkan dengan adanya gelembung-gelembung udara pada

daerah luka karena adanya udara yang keluar dari trakea. Diagnosis luka tertutup

pada laring lebih sulit daripada luka terbuka. Sikap selanjutnya akan ditentukan

dari diagnosis, apakah perlu dilakukan eksplorasi atau cukup dengan pengobatan

konservatif dan observasi saja.1,2

Penatalaksanaan

Terapi awal pada trauma laring akut ialah mempertahankan aliran udara

adekuat, mungkin diperlukan tindakan trakeostomi dilanjutkan dengan penilaian

terhadap trauma, dan menentukan apakah terapi definitif harus dilakukan dengan

segera atau perlu ditunda tergantung pada keadaan klinisnya.

Luka terbuka dapat disebabkan oleh trauma tajam pada leher setinggi

laring, misalnya oleh pisau, celurit, dan peluru. Kadang-kadang pasien dengan

luka terbuka pada laring meninggal sebelum mendapat pertolongan karena

perdarahan atau asfiksia. Penatalaksanaan luka terbuka pada laring terutama

ditujukan pada perbaikan saluran napas dan mencegah aspirasi darah ke paru.

Tindakan yang segera harus dilakukan ialah trakeostomi menggunakan kanul

trakea yang memakai balon sehingga tidak terjadi aspirasi darah. Tindakan

intubasi endotrakea tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan kerusakan

struktur laring yang lebih parah. Eksplorasi dilakukan setelah trakeostomi untuk

mencari dan mengikat pembuluh darah yang cedera serta memperbaiki struktur

laring dengan menjahit mukosa dan tulang rawan yang robek. Untuk mencegah

infeksi dan tetanus dapat diberikan antibiotika dan serum anti tetanus.1

12

Page 13: Referat THT 1

Komplikasi

Komplikasi trauma laring dapat terjadi apabila penatalaksanaanya kurang

tepat dan cepat. Komplikasi yang dapat timbul antara lain:

1. Terbentuknya jaringan parut dan terjadinya stenosis laring

2. Paralisis nervus rekuren

3. Infeksi luka dengan akibat terjadinya perikondritis, jaringan parut, dan

stenosis laring dan trakea.1

Trauma Intubasi

Pemasangan pipa endotrakea yang lama dapat menimbulkan edem laring

dan trakea. Keadaan ini baru diketahui bila pipa dicabut karena suara penderita

terdengar parau dan sulit menelan, gangguan aktivitas laring, dan beberapa derajat

obstruksi pernapasan.3

Penatalaksanaan

Pengobatan dilakukan dengan pemberian kortikosteroid. Bila obstruksi

napas terlalu hebat maka, dilakukan trakeostomi.3

3. TUMOR

Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan, karena hanya kurang lebih

5% dari semua jenis tumor laring. Tumor jinak laring dapat berupa papiloma

laring, adenoma, kondroma, mioblastoma sel granuler, hemangioma, lipoma dan

neurofibroma. Papiloma laring merupakan tumor jinak laring yang paling banyak

frekuensinya. Gejala khasnya berupa disfonia dan apabila papiloma telah menutup

rima glotis maka timbul sesak nafas dengan stridor yang dapat bertambah hebat

sampai terjadi obstruksi total jalan napas.1,3

13

Page 14: Referat THT 1

Tumor ini dapat tumbuh pada pita suara bagian anterior atau daerah

subglotik. Dapat pula tumbuh di plika ventrikularis atau aritenoid. Secara

makroskopik bentuknya seperti buah murbei, berwarna putih kelabu dan kadang-

kadang kemerahan. Jaringan tumor ini sangat rapuh dan kalau dipotong tidak

menyebabkan perdarahan. Sifat yang menonjol dari tumor ini ialah sering tumbuh

lagi setelah diangkat sehingga operasi pengangkatan harus dilakukan berulang-

ulang.1

Papiloma pada orang dewasa merupakan lanjutan dari papilomatosis

infantil atau tumbuh pada usia pertengahan. Kedua keadaan ini dapat berubah jadi

karsinoma sel skuamosa. Perubahan ke arah keganasan terjadi khusus pada

penderita yang sebelumnya pernah mendapat radioterapi.

14

Gambar 6. Papiloma Laring

Gambar 7. Karsinoma sel skuamosa pada laring (http:// www.gastrointestinalatlascom )

Page 15: Referat THT 1

Diagnosis

Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan laring langsung, biopsi

serta pemeriksaan patologi-anatomik.1

Terapi

Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro sinar laser. Tindakan ekstirpasi

dapat diulangi terus-menerus karena tumor sering tumbuh berulang. Kadang-

kadang dalam seminggu sudah tampak papiloma tumbuh lagi. Terapi masih belum

memuaskan karena etiologi yang masih belum jelas. Tidak dianjurkan

memberikan radioterapi karena papiloma dapat berubah menjadi ganas.1

Tumor ganas laring setelah didiagnosis dan stadium tumor ditegakkan,

maka ditentukan tindakan yang akan diambil sebagai penanggulangannya. Ada 3

cara penanggulangan yang lazim dilakukan, yakni pembedahan, radiasi, obat

sitostatika ataupun kombinasinya tergantung pada stadium penyakit dan keadaan

umum pasien. Stadium 1 dikirim untuk mendapatkan radiasi, stadium 2 dan 3

dikirim untuk dilakukan operasi, stadium 4 dilakukan operasi dengan

rekonstruksi. Jenis pembedahan adalah laringektomi totalis ataupun parsial

tergantung lokasi dan penjalaran tumor. Laringektomi totalis sering dilakukan

karena beberapa pertimbangan, sedangkan laringektomi parsial jarang dilakukan

karena sulit untuk mentukan batas tumor. Selain itu, diseksi leher radikal juga

dilakukan bila terdapat penjalaran ke kelenjar limfa leher. Pemakaian sitostatika

belum memuaskan karena biasanya sebelum jadwal pemberian sitostatika selesai

keadaan umum pasien memburuk juga harga obat yang relatif mahal sehingga

tidak terjangkau oleh pasien.

Para ahli berpendapat bahwa tumor laring mempunyai prognosis paling

baik di antara tumor-tumor daerah traktur aero-digestivus, bila dikelola dengan

tepat, cepat dan radikal. 1

15

Page 16: Referat THT 1

Rehabilitasi Suara

Laringektomi yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring

menyebabkan cacat pada pasien. Dengan dilakukannya pengangkatan laring

beserta pita suara yang ada di dalamnya, maka pasien akan menjadi afonia dan

bernapas melalui stoma permanen di leher. Untuk itu, diperlukan rehabilitasi

terhadap pasien, baik yang bersifat umum, yakni agar pasien dapat memasyarakat

dan mandiri kembali, maupun rehabilitasi khusus, yakni rehabilitasi suara agar

pasien dapat berbicara, sehingga berkomunikasi verbal. Rehabilitasi suara dapat

dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara, yakni semacam vibrator yang

ditempelkan di daerah sub mandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan dari

esofagus (esophageal speech) melalui proses belajar. Ada 2 faktor utama yang

mempengaruhi suksesnya rehabilitasi suara ini, yakni faktor fisik dan faktor

psiko-sosial. 1

4. KORPUS ALIENUM

Benda asing di dalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar tubuh

atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing yang

berasal dari luar tubuh, disebut benda asing eksogen, biasanya masuk melalui

hidung atau mulut. Sedangkan yang berasal dari dalam tubuh, disebut benda asing

endogen.

Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas. Benda asing

eksogen padat terdiri dari zat organik, seperti kacang-kacangan (dari tumbuh-

tumbuhan), tulang (dari kerangka binatang), dan zat anorganik seperti paku,

jarum, peniti, batu dan lain-lain. Benda asing eksogen cair dibagi dalam benda

cair yang bersifat iritatif, seperti zat kimia, dan benda cair non-iritatif, yaitu cairan

dengan pH 7,4.

16

Page 17: Referat THT 1

Benda asing endogen dapat berupa sekret kental, darah atau bekuan darah,

nanah, krusta, perkijuan, membran difteri, bronkolit, cairan amnion, mekonium

dapat masuk ke dalam napas saluran bayi pada saat proses persalinan.1

Etiologi & faktor predisposisi

Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing kedalam

saluran napas antara lain, faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi

sosial, tempat tinggal), kegagalan mekanisme proteksi normal (keadaan tidur,

kesadaran menurun, alkoholisme), proses menelan yang belum sempurna pada

anak, ukuran dan bentuk serta sifat benda asing. Faktor kecorobohan (meletakan

benda asing dimulut, makan atau minum tergesa-gesa, makan sambil bermain

pada anak), memberikan kacang atau permen pada anak yang gigi molarnya

belum lengkap. 1

Diagnosis

Diagnosis klinis benda asing disaluran napas ditegakan berdasarkan

anamnesis adanya riwayat tersedak sesuatu, tiba-tiba timbul “choking” (rasa

tercekik), gejala, tanda, pemeriksaan fisik dengan auskultasi, palpasi, dan

pemeriksaan radiologik sebagai pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti benda

asing disaluran napas ditegakan setelah dilakukan tindakan endoskopi atas

indikasi diagnostik dan terapi.

Anamnesis yang cermat perlu ditegakan karena kasus aspirasi benda asing

sering tidak segera dibawa kedokter pada saat kejadian. Perlu diketahui jenis

benda atau bahan yang teraspirasi dan telah berapa lama tersedak benda asing itu.

Gejala dan tanda

Gejala obstruksi benda asing didalam saluran napas tergantung pada lokasi

benda asing, derajat obstruksi (total atau sebagian), sifat, bentuk, dan ukuran

benda asing. Bila seorang pasien, terutama anak, diketahui mengalami rasa

tercekik atau manisfestasi lainnya, rasa tersumbat ditenggorok, batuk-batuk saat

makan, maka keadaan ini haruslah dianggap sebagai gejala aspirasi benda asing.

17

Page 18: Referat THT 1

Benda asing di laring dapat menutup laring, tersangkut diantara pita suara

atau berada di subglotis. Gejala obstruksi laring tergantung pada besar, bentuk,

dan letak (posisi) benda asing. Obstruksi total di laring akan menimbulkan

keadaan yang gawat biasanya kematian mendadak karena terjadi asfiksia dalam

waktu singkat. Hal ini disebabkan oleh timbulnya spasme laring dengan gejala

antara lain disfonia sampai afonia, apne, dan sianosis.

Obstruksi tidak total di laring dapat menyebabkan gejala suara parau,

disfonia sampai afonia, batuk yang disertai sesak (croupy cough), odinofagia,

mengi, sianosis, hemoptisis, dan rasa subyektif dari benda asing (pasien akan

menunjuk lehernya sesuai dengan letak benda asing itu tersangkut) dan dispne

dengan derajat bervariasi. Gejala dan tanda ini jelas bila benda asing masih

tersangkut di laring, dapat juga benda asing sudah turun ke trakea, tetapi masih

meninggalkan reaksi laring oleh karena edema laring.

Pemeriksaan penunjang

Pada kasus benda asing disaluran napas dapat dilakukan pemeriksaan

radiologik dan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis. Benda asing

yang bersifat radioopak dapat dibuat Röntgen foto segera setelah kejadian,

sedangkan benda asing radiolusen (seperti kacang-kacangan) dibuat Röntgen foto

setelah 24 jam kejadian, karena sebelum 24 jam kejadian belum menunjukan

gambaran radiologis yang berarti.

Pemeriksaan radiologik leher dalam posisi tegak untuk penilaian jaringan

lunak leher dan pemeriksaan toraks postero anterior dan lateral sangat penting

pada aspirasi benda asing. Pemeriksaan toraks lateral dilakukan dengan lengan di

belakang punggung, leher dalam fleksi dan kepala ekstensi untuk melihat

keseluruhan jalan napas dari mulut sampai karina. Karena benda asing dibronkus

utama atau lobus, pemeriksaan paru sangat membantu diagnosis.

Video Fluoroskopi merupakan cara terbaik untuk melihat saluran napas

secara keseluruhan, mengevaluasi pada saat ekspirasi dan inspirasi dan adanya

obstruksi parsial. Emfisema obstruktif merupakan bukti radiologik pada benda

18

Page 19: Referat THT 1

asing di saluran napas setelah 24 jam benda teraspirasi. Gambaran emfisema

tampak sebagai pergeseran mediastinum ke sisi paru yang sehat pada saat

ekspirasi (mediastinal shift) dan pelebaran interkostal.

Bronkogram berguna untuk benda asing radiolusen yang berada diperifer

pada pandangan endoskopi, serta perlu untuk menilai bronkiektasis akibat benda

asing yang lama berada di bronkus

Pemeriksaan laboratorium darah diperlukan untuk mengetahui adanya

gangguan keseimbangan asam basa serta tanda infeksi traktus trakeobronkial. 1

Penatalaksanaan

Pasien dengan benda asing di laring harus diberi pertolongan dengan

segera, karena asfiksia dapat terjadi hanya dalam beberapa menit. Pada anak

dengan obstruksi total pada laring, dapat ditolong dengan memegang anak dengan

posisi terbalik, kepala ke bawah, kemudian daerah punggung/tengkuk dipukul,

sehingga diharapkan benda asing dapat dibatukkan ke luar.

Cara lain untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring secara

total ialah dengan cara perasat dari Heimlich (Heimlich maneuver), dapat

dilakukan pada anak maupun orang dewasa. Menurut teori Heimlich, benda asing

masuk ke dalam laring ialah pada waktu inspirasi. Dengan demikian paru penuh

19

Gambar 8. Cara pengeluaran benda asing pada anak < 1 tahun (http://www.childrenwebmd.com)

Gambar 9. Cara pengeluaran benda asing pada anak >1 tahun (http://www.childrenwebmd.com)

Page 20: Referat THT 1

oleh udara, diibaratkan sebagai botol plastik yang tertutup, dengan menekan botol

itu, maka sumbatnya akan terlempar ke luar.

Pada obstruksi benda asing parsial di laring, perasat Heimlich tidak dapat

digunakan. Dalam hal ini pasien masih dapat dibawa ke rumah sakit terdekat

untuk diberi pertolongan menggunakan laringoskop atau bronkoskop, dilakukan

trakeostomi sebelum merujuk bila tidak ada alat. Pada waktu tindakan

trakeostomi, pasien tidur dengan posisi Trandelenburg, kepala lebih rendah dari

badan, supaya benda asing tidak turun ke trakea. Kemudian pasien dapat dirujuk

ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas laringoskopi dan bronkoskopi untuk

mengeluarkan benda asing itu dengan cunam. Tindakan ini dapat dilakukan

dengan anastesi (umum) dan analgesia (lokal).1

5. ALERGI

Edema Angioneurotik

Edema angioneurotik mukosa laring adalah salah satu penyebab obstruksi

laring yang biasanya disebabkan oleh alergi. Edema laring angioneurotik akut

dapat mengobstruksi saluran pernapasan setelah timbul respon imun humoral akut

terhadap berbagai antigen seperti sengatan lebah, suntikan antibiotika, dan

makanan. Gejala berupa suara parau yang progresif setelah kontak dengan,

mengirup atau menelan alergen, tanpa tanda infeksi. 3,5

Pemeriksaan

Kadang-kadang kerentanan individu dapat dibuktikan dengan mendeteksi C1

esterase di dalam darah.5

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan berupa suntikan epinefrin, oksigen, dan penyelidikan alergi

tindak lanjut. Krikotiroidotomi maupun trakeostomi diperlukan pada keadaan

gawat untuk menyelamatkan jiwa.3,5

20

Page 21: Referat THT 1

6. PARALISIS NERVUS REKUREN BILATERAL

Paralisis ini kebanyakan disebabkan oleh proses pembedahan tiroid,

terutama total tiroidektomi. Penyebab lainnya yang jarang adalah pertumbuhan

tumor tiroid malignan.

Paralisis bilateral n. Laringeus rekurens menyebabkan sesak nafas yang

disebabkan celah suara cukup sempit karena kedua pita suara tidak dapat abduksi

pada inspirasi sehingga menetap pada posisi paramedian. Pita suara kadang

cenderung bertaut pada inspirasi sehingga penderita harus diselamatkan dengan

intubasi dan trakeostomi.3

7. KELAINAN KONGENITAL

Laringomalasia

Tidak ditemukan gangguan patologi dasar ataupun gangguan yang

bersifat progresif pada laringomalasia. Kondisi ini lebih merupakan

keadaan laring neonatus yang terlalu lunak dan kendur jika dibandingakan

normalnya. Saat bayi menarik nafas, laring yang lunak akan saling

menempel, mempersempit aditus dan timbul stridor. Proses menelan tidak

terganggu. Proses menangis mestinya normal. Pertambahan berat dan

perkembangan bayi biasanya normal. Stridor merupakan gejala utama dan

dapat berlangsung konstan atau hanya saat bayi tereksitasi. Bersama

stridor dapat timbul retraksi sternum dan dada. Biasanya bayi berusia

beberapa minggu saat mulainya laringomalasia. Prognosisnya cukup baik

karena kartilago akan menjadi kaku.4,6

21

Page 22: Referat THT 1

Gambar 10. Laringomalasia

Bila sumbatan laring makin hebat sebaiknya dilakukan intubasi

trakea dan jangan dilakukan trakeastomi karena biasanya juga diikuti

trakeomalsia. Orang tua pasien dinasehatkan supaya lekas datang ke

dokter jika ada peradangan saluran nafas atas misalnya pilek.4,6

Gambar 11. Radiogram pada trakeomalacia

Stenosis subglotik

Pada daerah subglotik 2-3 cm dari pita suara, sering terdapat

penyempitan (stenosis). Kelainan yang dapat menyebabkan stenosis

subglotis ialah:6

1. Penebalan jaringan submukosa dengan hiperplasia kelenjar mukus

dan fibrosis

2. Kelainan bentuk tulang rawan krikoid dengan lumen yang lebih

kecil

22

Page 23: Referat THT 1

3. Bentuk tulang rawan krikoid normal dengan ukuran lebih kecil

4. Pergeseran cincin trakea pertama kearah atas belakang ke dalam

lumen krikoid.

Gambar 12. Stenosis subglotik

Gejala stenosis subglotik ialah stridor, dispnoe, retraksi di

suprasernal, epigastrium, interkostal serta subklavikula. Pada stadium yang

lebih berat akan ditemukan sianosis dan apnoe sehingga mungkin terjadi

gagal nafas.6

MANIFESTASI KLINIS OBSTRUKSI LARING

Gejala dan tanda obstruksi laring adalah :

1. Suara serak (disfoni sampai afoni)

2. Sesak napas (dispnea)

3. Stridor (napas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi

4. Retraksi pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium, supraklavikula dan interkostal. Retraksi terjadi sebagai upaya dari otot-otot pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.

5. Gelisah karena pasien haus udara (air hunger)

6. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia

23

Page 24: Referat THT 1

Jackson membagi obstruksi laring yang progresif dalam 4 stadium dengan

tanda dan gejala:

Stadium 1. Retraksi tampak pada waktu inspirasi di suprasternal, stridor pada

waktu inspirasi dan pasien masih tenang.

Stadium 2. Retraksi pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam,

ditambah dengan retraksi di daerah epigastrium. Pasien sudah

mulai gelisah. Stridor terdengar pada waktu inspirasi.

Stadium 3. Retraksi selain di daerah suprasternal, yaitu epigastrium,

infraklavikula, dan sela-sela iga. Pasien sangat gelisah dan dispnea.

Stridor terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi.

Stadium 4. Retraksi-retraksi diatas bertambah jelas, pasien sangat gelisah,

tampak sangat ketakutan, dan sianosis. Jika keadaan ini

berlangsung terus, maka pasien akan kehabisan tenaga, pusat

pernapasan paralitik karena hiperkapnea. Pasien lemah dan tertidur,

akhirnya meninggal karena asfiksia.

DIAGNOSIS OBTSTRUKSI LARING

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan

laringoskopi. Pada orang dewasa dilakukan laringoskopi tidak langsung, dan pada

anak laringoskopi langsung.1

PENANGGULANGAN OBSTRUKSI LARING

Prinsip penanggulangan obstruksi laring ialah menghilangkan penyebab

obstruksi dengan cepat atau membuat jalan napas baru yang dapat menjamin

ventilasi.

24

Page 25: Referat THT 1

Dalam penanggulangan obstruksi laring pada prinsipnya diusahakan

supaya jalan napas lancar kembali. Tindakan konservatif dengan pemberian

antiinflamasi, antialergi, antibiotika, serta pemberian oksigen intermitten

dilakukan pada obstruksi laring stadium 1 yang disebabkan peradangan. Tindakan

operatif atau resusitasi untuk membebaskan saluran napas ini dapat dilakukan

dengan cara memasukan pipa endotrakea melalui mulut (intubasi orotrakea) atau

melalui hidung (intubasi nasotrakea), membuat trakeostomi atau melakukan

krikotirotomi.

Intubasi endotrakea dan trakeostomi dilakukan pada pasien dengan

obstruksi laring stadium 2 dan 3, sedangkan krikotirotomi dilakukan pada

obstruksi laring stadium 4.

Tindakan operatif atau resusitasi dapat dilakukan berdasarkan analisis gas

darah (pemeriksaan Astrup). Bila fasilitas tersedia, maka intubasi endotrakea

merupakan pilihan pertama, sedangkan jika ruangan perawatan intensif tidak

tersedia sebaiknya dilakukan trakeostomi.1

PERASAT HEIMLICH

Perasat Heimlich dilakukan dengan cara berikut bila pasien masih dapat

berdiri, maka penolong dapat berdiri di belakang pasien, kepalan tangan penolong

diletakkan di atas prossesus xifoid, sedangkan tangan kirinya diletakkan

diatasnya. Kemudian dilakukan penekanan ke belakang dan keatas ke arah paru

pasien beberapa kali sehingga benda asing akan terlempar ke luar mulut.

25

Page 26: Referat THT 1

Bila pasien sudah berbaring karena pingsan, maka penolong bersetumpu

pada lututnya di kedua sisi pasien, kepalan diletakkan di bawah prosesus xifoid,

kemudian dilakukan penekanan ke bawah dan ke arah paru pasien beberapa kali

sehingga benda asing akan terdorong melalui mulut. Posisi muka pasien harus

lurus, leher jangan ditekuk ke samping agar jalan napas menjadi garis lurus.

Komplikasi perasat Heimich ialah kemungkinan terjadinya ruptur lambung

atau hati dan fraktur iga. Oleh karena itu, pada anak sebaiknya cara menolongnya

tidak menggunakan kepalan tangan, tetapi cukup menggunakan dua buah jari kiri

dan kanan.1

INTUBASI ENDOTRAKEA

Tujuan intubasi endotrakea adalah untuk mengatasi obstruksi saluran

napas bagian atas, membantu ventilasi, memudahkan mengisap sekret dari traktus

trakeo-bronkial, mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau yang

26

Gambar 14. Manuver Heimlich pada pasien tidak sadar (http://healthguide.howstuffworks.com)

Gambar 13. Manuver Heimlich pada pasien sadar (http://healthguide.howstuffworks.com)

Page 27: Referat THT 1

berasal dari lambung. Intubasi endotrakea merupakan cara yang paling cepat

untuk memperbaiki jalan napas. Dapat dilakukan secara transnasal atau

transoral.1,2

Pipa endotrakea yang dibuat dari bahan polyvinilchloride dengan balon

(cuff) pada ujungnya yang dapat diisi dengan udara, diperkenalkan oleh Magill

pertama kali tahun 1964, dan sampai sekarang sering dipakai untuk intubasi.

Ukuran pipa endotrakea ini harus sesuai dengan ukuran trakea pasien dan

umumnya untuk orang dewasa dipakai yang diameter dalamnya 7-8,5 mm. Pipa

endotrakea yang dimasukkan melalui hidung dapat dipertahankan untuk beberapa

hari. Intubasi endotrakea tidak dipakai melebihi 6 hari dan untuk selanjutnya

sebaiknya dilakukan trakeostomi.1

Teknik Intubasi Endotrakea

Intubasi endotrakea merupakan tindakan penyelamat dan dapat dilakukan

tanpa atau dengan analgesia topikal dengan xylocain 10%. Posisi pasien tidur

terlentang, leher fleksi sedikit, dan kepala ekstensi. Laringoskop dengan spatel

bengkok dipegang dengan tangan kiri, dimasukkan melalui mulut sebelah kanan,

sehingga lidah terdorong ke kiri. Spatel diarahkan menelusuri pangkal lidah ke

valekula, lalu laringoskop diangkat ke atas, sehingga pita suara dapat terlihat.

Tangan kanan memegang pipa endotrakea dimasukkan melalui mulut terus

melalui celah antara kedua pita suara ke dalam trakea. Pipa endotrakea dapat juga

dimasukkan melalui salah satu lubang hidung sampai rongga mulut dan dengan

cunam Magill ujung pipa endotrakea dimasukan ke dalam celah antara kedua pita

suara sampai ke trakea.

Balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan baik. Apabila

menggunakan spatel laringoskop yang lurus, maka pasien yang tidur terlentang

itu, pundaknya harus diganjal dengan bantal pasir sehingga kepala mudah

diekstensikan maksimal.

Laringoskop dengan spatel yang lurus dipegang dengan tangan kiri dan

dimasukkan mengikuti dinding faring posterior dan epiglotis diangkat horizontal

27

Page 28: Referat THT 1

ke atas bersama-sama sehingga laring jelas terlihat. Pipa endotrakea dipegang

dengan tangan kanan dan dimasukan melalui celah pita suara sampai di trakea

kemudian balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan plester.1

Komplikasi intubasi endotrakea

Pipa yang terpasang di laring untuk waktu lama dapat menimbulkan

ulserasi mukosa, pembentukan jaringan granulasi, edem subglotis, dan akhirnya

stenosis laring dan trakea. Komplikasi ini lebih sering pada pasien sadar atau

hiperaktif dengan refleks menelan yang aktif.4

TRAKEOSTOMI

Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding depan/anterior

trakea untuk bernapas.

Menurut letak stoma, trakeostomi dibedakan menjadi trakeostomi letak

tinggi, yaitu di cincin trakea 2-3 dan trakeostomi letak rendah, setinggi cincin

trakea 4-5. Trakeostomi berdasarkan letak tinggi dan rendah kira-kira setinggi

istmus kelenjar tiroid, sebaiknya letak tinggi karena:

Letak trakea lebih superfisial

Dekat dengan bangunan pedoman, yaitu kartilago tiroid atau krikoid

Kanul tidak mudah lepas dan bila lepas mudah dikembalikan

Istmus atau timus pada anak tidak terganggu

Aman karena jauh dari pembuluh darah besar.

Trakeostomi berdasarkan waktu antara lain, yaitu trakeostomi darurat dan

segera dengan persiapan sarana yang kurang dan trakeostomi berencana

(persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik (lege artis).1

Indikasi Trakeostomi

1. Mengatasi obstruksi laring

28

Page 29: Referat THT 1

2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran napas bagian atas

seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Stoma menyebabkan

seluruh udara yang dihirupnya akan masuk ke dalam paru sehingga tidak

ada yang tertinggal di ruang rugi itu. Hal ini berguna pada pasien dengan

kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya berkurang.

3. Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak

dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pada pasien dalam

koma.

4. Untuk memasang respirator (alat bantu pernapasan)

5. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai

fasilitas bronkoskopi.1

Alat-alat trakeostomi

Alat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi ialah semprit

dengan obat analgesia (novokain), pisau (skalpel), pinset anatomi, gunting

panjang yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang

tajam serta kanul trakea yang ukurannya cocok untuk pasien.2

29

Gambar 15. Kanul silikon (http://www.tracheostomy.com)

Gambar 16. Kanul metal (http://www.tracheostomy.com)

Page 30: Referat THT 1

Gambar 17. Alat –alat trakeostomi

Teknik Trakeostomi

Pasien tidur terlentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga

memudahkan kepala untuk diekstensikan pada persendian atlanto oksipital.

Dengan posisi seperti ini leher akan lurus dan trakea akan terletak di garis median

dekat permukaan leher. Kulit daerah leher dibersihkan secara asepsis dan

antisepsis dan ditutup dengan kasa steril.

Obat anastetikum (novokain) disuntikkan di pertengahan krikoid dengan

fosa suprasternal secara infiltrasi. Sayatan kulit dapat vertikal di garis tengah leher

mulai dibawah krikoid sampai fosa suprasternal atau jika membuat sayatan

horizontal dilakukan pada pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa

suprasternal atau kira-kira 2 jari dibawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan

terlalu sempit, dibuat kira-kira 5 cm.

Dengan gunting panjang yang tumpul kulit serta jaringan dibawahnya

dipisahkan lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul, sampai

tampak trakea yang berupa pipa dengan susunan cincin-cincin tiulang rawan yang

berwarna putih. Pembuluh darah vena jugularis anterior yang tampak ditarik ke

lateral. Ismus tiroiddi klem pada dua tempat dan dipotong ditengahnya. Sebelum

klem ini dilepaskan ismus tiroid diikat kedua tepinya dan disihkan ke lateral.

30

Page 31: Referat THT 1

Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat. Lakukan aspirasi dengan cara

menusukkan jarum pada membran antara cincin trakea dan akan terasa ringan

waktu ditarik. Buat stoma dengan memotong cincin trakea ke tiga dengan gunting

yang tajam. Kemudian dipasang kanul trakea dengan ukuran yang sesuai. Kanul

difiksasi dengan tali pada leher pasien dengan luka operasi ditutup dengan kasa.

Hal-hal yang perlu diperhatikan, sebelum membuat lubang trakea, perlu

dibuktikan dulu yang akan dipotong itu benar-benar trakea dengan cara aspirasi

dengan semprit yang berisi novokain. Bila yang ditusuk itu trakea maka pada

waktu dilakukan aspirasi terasa ringan dan udara yang terisap akan menimbulkan

gelembung udara. Untuk mengurangi refleks batuk dapat disuntikan novokain

sebanyak 1 cc ke dalam trakea.

Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatikan insisi kulit

jangan terlalu pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya

emfisema kulit. Ukuran kanul harus sesuai dengan diameter lumen trakea. Bila

31

Gambar 18. Teknik trakeostomi (http://www.catalog.nucleusinc.com)

Page 32: Referat THT 1

kanul terlalu kecil, akan menyebabkan kanul bergerak-gerak sehingga terjadi

rangsangan pada mukosa trakea dan mudah terlepas ke luar.

Bila kanul terlalu besar, sulit untuk memasukkannya ke dalam lumen dan

ujung kanul akan menekan mukosa trakea dan menyebabkan nekrosis dinding

trakea. Panjang kanul harus sesuai pula. Bila terlalu pendek akan mudah keluar

dari lumen trakea dan masuk ke dalam jaringan subkutis sehingga timbul

emfisema kulit dan lumen kanul akan tertutup sehingga menimbulkan asfiksia.

Bila kanul terlalu panjang maka mukosa trakea akan teriritasi dan mudah timbul

jaringan granulasi. 1

Perawatan pasca trakeostomi

Perawatan pasca trakeostomi sangatlah penting karena sekret dapat

menyumbat sehingga akan terjadi asfiksia. Oleh karena itu sekret di trakea dan

kanul harus sering diisap ke luar dan kanul dalam dicuci sekurang-kurangnya 2

kali sehari lalu segera dimasukan lagi ke dalam kanul luar. Pasien dapat dirawat di

ruang perawatan biasa dan perawatan trakeostomi sangatlah penting. Bila kanul

harus dipasang untuk jangka waktu lama, maka kanul luar harus dibersihkan 2

32

Gambar 19. Memasang kanul (http://www.humanbodydisease.com

Page 33: Referat THT 1

minggu sekali. Kain kasa di bawah kanul harus diganti setiap basah untuk

menghindari terjadinya dermatitis.1

KRIKOTIROTOMI

Krikotirotomi merupakan tindakan penyelamatan pada keadaan gawat

napas dengan cara membelah membran krikotiroid. Tindakan ini harus dikerjakan

cepat walaupun persiapannya darurat.1

Indikasi Krikotirotomi

Indikasi krikotirotomi antara lain ialah:

1. Perlengkapan dan alat-alat intubasi endotrakea atau trakeostomi tidak

memadai untuk mengatasi obstruksi jalan napas yang berat.

2. Kebutuhan untuk mempertahankan jalan napas dilakukan oleh tenaga yang

tidak terlatih medis.

3. Keperluan untuk mempertahankan jalan napas pada obstruksi laring karena

tumor sehingga seluruh bagian krikotiroid akan ikut dikeluarkan pada saat

operasi definitif. 3

Teknik Krikotirotomi

Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasi atlanto

oksipitalis. Puncak tulang rawan (Adam’s apple) mudah diidentifikasi difiksasi

dengan jari tangan kiri. Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan tiroid

diraba ke bawah sampai ditemukan kartilago krikoid. Membran krikotiroid

terletak di antara kedua tulang rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi dengan

anastetikum kemudian dibuat sayatan horizontal pada kulit. Jaringan di bawah

sayatan dipisahkan tepat pada garis tengah. Setelah tepi bawah kartilago tiroid

33

Page 34: Referat THT 1

terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke bawah lalu masukkan kanul bila tersedia.

Jika tidak, dapat dipakai pipa plastik untuk sementara.1

Komplikasi

Kerugian teknik ini banyak sehingga penggunaannya terbatas. Ruang

krikotiroid relatif sempit dan sering tidak cukup untuk memasukkan pipa

trakeostomi dengan ukuran adekuat tanpa merusak kartilago krikoid. Tiap luka

pada krikoid dapat diikuti dengan perikondritis dan stenosis laring. Arteri

krikotiroid masuk ke dalam ruang krikotiroid dekat garis tengah yang mungkin

menjadi sumber perdarahan yang cukup banyak selama melakukan teknik ini.5

Stenosis subglotik akan timbul bila kanul dibiarkan terlalu lama. Makin

lama pipa terpasang pada membran krikotiroid, makin besar kemungkinan terjadi

perinkondritis karena kanul yang letaknya tinggi akan mengiritasi jaringan-

jaringan di sekitar subglotik sehingga terbentuk jaringan granulasi dan akhirnya

stenosis laring sebaiknya segera diganti dengan trakeostomi dalam waktu 48

jam.1,2

Krikotirotomi merupakan kontraindikasi pada anak di bawah 12 tahun,

demikian juga pada tumor laring yang sudah meluas ke subglotik dan terdapat

laringitis.1

34

Gambar 20. Krikotirotomi (http://www.netterimages.com)

Page 35: Referat THT 1

Perawatan Pasca Bedah

Kanul trakeostomi harus segera dimasukkan melalui krikotirotomi segera

setelah alat tersebut tersedia. Krikotirotomi harus diganti dengan trakeostomi

melalui insisi terpisah yang lebih rendah segera setelah keadaan pasien stabil. Bila

mungkin dilakukan dalam 24 jam atau paling lama 48 jam setelah krikotirotomi.1,2

BAB III

35

Page 36: Referat THT 1

KESIMPULAN

Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring oleh bermacam sebab

seperti: peradangan pada laring, tumor laring, kelainan kongenital laring, paresis

nervus rekuren laring bilateral, trauma, dan benda asing yang menyumbat laring.

Obstruksi laring dapat bersifat total ataupun parsial. Obstruksi total di

laring akan menimbulkan keadaan gawat, dan apabila tidak ditatalaksana dalam 4

menit akan menyebabkan kematian akibat asfiksia. Obstruksi parsial di laring

dapat menyebabkan gejala suara parau, disfonia sampai afonia, batuk yang

disertai sesak, odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis dan rasa subjektif benda

asing

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan

laringoskopi. Pada orang dewasa dilakukan laringoskopi tidak langsung dan pada

anak dilakukan laringoskopi langsung.

Tindakan pada pasien dengan obstruksi laring dilakukan sesuai dengan

derajat obstruksi.Penatalaksanaan dapat bersifat konservatif dengan pemberian

obat-obatan, dapat pula dengan tindakan bedah. Tindakan operatif atau resusitasi

untuk membebaskan saluran napas ini dapat dengan cara memasukkan pipa

endotrakea melalui mulut (intubasi endotrakea) atau melalui hidung (intubasi

nasotrakea), membuat trakeostoma atau melakukan krikotirotomi.

36

Page 37: Referat THT 1

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, E.A, Iskandar, H.M. Telingan Hidung Tenggorok Kepala Leher.

Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.

2. Ballenger, John Jacob. Insufisiensi Pernapasan dan Trakeostomi. Dalam Buku

Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke-13.

Jakarta: Binarupa Aksara. 1994. Hal 441-63.

3. Sjamsuhidajat, R, Jong, Wim de. Laring. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah.

Jakarta: EGC. 1997. Hal 488-97.

4. Banovetz, John D. Penyakit Infeksi Pada Laring. Dalam BOIES Buku Ajar

Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. 1997. Hal 383-85.

5. Cody, Thane R, dkk. Edema Angioneurotik. Dalam Penyakit, Telinga,

Hidung dan Tenggorok. Jakarta:EGC. 1991. Hal 365.

6. Bye MR. 2006. Laringomalacia. diunduh dari http://www.emedicine.com /

ped/topic1280.htm. Diunduh tanggal 23 november 2010

37