Top Banner

of 29

Referat Super Edit

Oct 31, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

REFERAT

REHABILITASI MEDIK

FRAKTUR HUMERI 1/3 DISTALPembimbing:

dr. K. Kusumawati , Sp.RM

dr. Siswarni, Sp.RM

Disusun Oleh:Seindy Arya Kusuma T.

J500070018

Devita Permatasari

J500070026KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Rehabilitasi medis didefinisikan sebagai perkembangan seseorang untuk mencapai potensi fisik, psikologis, sosial, vokasional, avokasional, dan edukasional tertinggi sejalan dengan gangguan anatomik atau fisiologiknya serta keterbatasan lingkungan (Sjamsuhidajat, 2005). Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi saat ini, diharapkan dapat mewujudkan pembangunan kesehatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi penduduk agar terwujud kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya pelayanan kesehatan masyarakat berangsur-angsur berkembang sehingga mencakup upaya peningkatan (promotif), upaya pencegahan (preventif), upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan dengan melibatkan peran serta masyarakat (Garison, 1996).

Fraktur humeri adalah suatu peristiwa terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa yang terjadi pada os humerus (Appley & Solomon, 1995; Mansjoer et al., 2000; Sjamsuhidajat, 2005).

Fraktur humerus distal jarang terjadi pada dewasa. Kejadiannya hanya sekitar 2% untuk semua kejadian fraktur dan hanya sepertiga bagian dari seluruh kejadian fraktur humerus. Mekanisme cedera untuk fraktur ini dapat terjadi karena trauma langsung atau trauma tidak langsung. Trauma langsung contohnya adalah apabila terjatuh atau terpeleset dengan posisi siku tangan menopang tubuh atau bisa juga karena siku tangan terbentur atau dipukul benda tumpul. Trauma tidak langsung apabila jatuh dalam posisi tangan menopang tubuh namun posisi siku dalam posisi tetap lurus. Hal ini biasa terjadi pada orang dewasa usia pertengahan atau wanita usia tua. (Egol et al, 2010)Patah dari batang humerus relatif jarang dan biasanya bukan merupakan masalah terapi yang besar. Pada fraktur humerus kontraksi otot, seperti otot biceps, korakobrakialis, dan triceps, akan mempengaruhi posisi fragmen patah tulang yang mengakibatkan fraktur mengalami angulasi maupun rotasi. Pada umumnya pengobatan patah tulang batang humerus ditangani secara tertutup karena toleransinya yang baik terhadap angulasi, pemendekan, serta rotasi fragmen patahan tulang. Pengobatan non bedah kadang tidak memuaskan pasien karena pasien harus dirawat lama atau memakai gips sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari. Sehingga dilakukan operasi dan pemasangan fiksasi intern (Sjamsuhidajat, 2005).

Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang akan timbul akibat trauma tersebut baik pre operasi maupun post operasi maka diperlukan kerjasama yang melibatkan berbagai rehabilitasi medis antara lain dokter, fisioterapi, okupasi terapi, yang secara bersama-sama bertugas memperbaiki, menjaga dan memulihkan organ-organ yang terkena (Khazzam, 2009).

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A.Anatomi

1.Os Humeri

Os humeri termasuk jenis tulang panjang (os longum) yang terdiri atas 3 bagian:

a.Epiphysis proximalis

1.)Caput humeri:

yaitu bulatan besar yang bersendi dengan cavitas glenoidalis scapulae.

2.)Collum anatomicum.

Yaitu bagian yang menyempit ke arah lateral caput.

3.)Tuberculum majus (lateral)

bagian ini akan dilekati oleh 3 otot berturut-turut dari proximal ke distal, yaitu m. Supraspinatus, m. Infraspinatus dan m. Teres minor

4.)tuberculum minus

bagian ini dilekati oleh m. Subscapularis

5.)sulcus intertubercularis

yaitu suatu alur yang memanjang ke arah distal antara kedua tuberculi. Berjalan melalui alur tersebut adalah tendo caput longum m. Biceps brachii.

6.)Crista tuberculi majoris

yaitu crista yang merupakan lanjutan dari tuberculum majus ke arah distal, dilekati oleh m. Pectoralis major.

(Faiz & Moffat, 2002; Indratni, 2007)

7.)Crista tuberculi minoris

yaitu crista yang merupakan lanjutan dari tuberculum minus ke arah distal, dilekati oleh m. Lattisimus dorsi dan m. Teres major.

Dengan demikian kedua cristae tersebut membatasi sulcus intertubercularis.

b.Diaphysis

Pada daerah ini terdapat:

1.)Collum chirurgicum

yaitu batas yang menyempit antara epiphysis proximalis dan diaphysis (corpus humeri).

2.)tuberositas deltoidea

Yaitu tonjolan-tonjolan kasar pada pertengahan lebih ke lateral yang dilekati oleh m. Deltoideus

3.)Sulcus nervi radialis (sulcus spiralis)

yaitu suatu alur yang jalannya seperti spiral pada bagian belakang dari tuberositas deltoidea atau pada dataran belakang corpus humeri.

Corpus pada bagian distal makin berubah dari bentuk silindris ke bentuk segitiga, sehingga pada tempat tersebut dapat kita jumpai 3 tepi yaitu margo medial, lateral dan volar.

c.Epiphysis distalis

Merupakan bagian yang gepeng dan kasar, pada ujungnya terdapat 2 dataran sendi, yaitu:

1.)Capitulum humeri (lateral)

Bagian ini akan bersendi dengan fossa capituli radii membentuk articulation humeroradialis. Bagian proximal dari capitubulum humeri terdapat cekungan yang disebut fossa coronoidea, sedangkan di sebelah lateralnya disebut fossa radialis (Faiz & Moffat, 2002; Indratni, 2007).

2.)Trochlea humeri (distal)

Bagian ini akan bersendi dengan incisura semilunaris os ulnae membentuk articulation humeroulnaris. Sebelah proximal dari trochlea humeri terdapat cekungan dalam yang disebut fossa olecrani, kadang sampai tembus sehingga terjadi lubang yang disebut foramen supratrochleare.

Epiphysis distalis pada tepi medial dan tepi lateral menonjol kuat yang disebut epicondylus medialis dan epicondylus lateralis.

Sulcus nervi ulnaris adalah alur yang bermula dari dataran dorsal epiphysis distalis os humerus yang berjalan melewati epicondylus medialis di bagian distal. Sulcus ini dilalui oleh nervus ulnaris (Faiz & Moffat, 2002; Indratni, 2007).

Gambar 1. Os Humeri tampak anterior

Gambar 2. Os Humeri tampak posterior

B.Definisi Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Appley & Solomon, 1995; Mansjoer et al., 2000; Sjamsuhidajat, 2005). Adapun fraktur humeri adalah fraktur yang terjadi pada os humerus.

C.Klasifikasi Fraktur Distal HumeriFraktur ini jarang terjadi pada dewasa. Kejadiannya hanya sekitar 2% untuk semua kejadian fraktur dan hanya sepertiga bagian dari seluruh kejadian fraktur humerus.Mekanisme cedera untuk fraktur ini dapat terjadi karena trauma langsung atau trauma tidak langsung. Trauma langsung contohnya adalah apabila terjatuh atau terpeleset dengan posisi siku tangan menopang tubuh atau bisa juga karena siku tangan terbentur atau dipukul benda tumpul. Trauma tidak langsung apabila jatuh dalam posisi tangan menopang tubuh namun posisi siku dalam posisi tetap lurus. Hal ini biasa terjadi pada orang dewasa usia pertengahan atau wanita usia tua.1. Suprakondiler Fraktur

Fraktur suprakondilus merupakan salah satu jenis fraktur yang mengenai daerah siku, dan sering ditemukan pada anak-anak. Fraktur suprakondilus adalah fraktur yang mengenai humerus bagian distal di atas kedua kondilus. Pada fraktur jenis ini dapat dibedakan menjadi fraktur supracondilus extension type (pergeseran posterior) dan flexion type (pergeseran anterior)

.Pada Dewasa

Fraktur suprakondilus extension type

Menunjukkan cedera yang luas, dan biasanya akibat jatuh pada tangan yang terekstensi. Humerus patah tepat di atas condilus. Fragmen distal terdesak ke belakang lengan bawah (biasanya dalam posisi pronasi) terpuntir ke dalam. Fraktur suprakondilus flexion type

Tipe fleksi terjadi bila penderita jatuh dan terjadi trauma langsung pada sendi siku pada distal humeri.a. Pada Anak

Angka kejadiannya pada anak sekitar 55% sampai 75% dari semua fraktur siku. Insidensi puncaknya adalah pada anak berusia 5-8 tahun. 98% dari fraktur suprakondiler pada anak adalah fraktur suprakondiler tipe ekstensi. Gejala klinisnya adalah bengkak, nyeri pada daerah siku pada saat digerakkan. 2. Transkondiler Fraktur

Biasanya terjadi pada pasien usia tua dengan tulang osteopenik.3. Interkondiler Fraktur

Pada dewasa, jenis fraktur ini adalah tipe paling sering diantara tipe fraktur humerus distal yang lain.

4. Kondiler Fraktur

a. Pada Dewasa

Dapat dibagi menjadi fraktur kondilus medial dan fraktur kondilus lateral.

b. Pada Anak

Lateral Condyler Physeal Fractures

Pada anak, kejadian fraktur jenis ini adalah sebanyak 17% dari seluruh fraktur distal humerus. Usia puncaknya adalah pada saat anak berusia 6 tahun. Medial Condyler Physeal Fractures

Fraktur jenis ini biasanya terjadi pada umur 8 sampai 14 tahun.

.(Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, 2010)

D.Etiologi Fraktur

Kebanyakan fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan tulang humerus menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.Trauma dapat bersifat:

1. Langsung

Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

2. Tidak langsung

Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.

Tekanan pada tulang dapat berupa:

1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral

2. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal

3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi

4. Kompresi vertikal yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah

5. Trauma oleh karena remuk

6. Trauma karena tarikan pada ligament atau tendon akan menarik sebagian tulang

(Rasjad, 2007)

E.Patofisiologi Fraktur

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Appley & Solomon, 1995). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black et al., 1993)Faktor yang menyebabkan fraktur ekstremitas adalah

1.Umum

a.b.

c.Osteoporosis

Osteogenesis imperfekta

Osteitis deformans

2.Metabolik

a.b.

c.

d.Defisiensi vitamin C (skorbut )

Defisiensi vitamin D ( rakhitis )

Hiperparatiroidisme

Osteomalasia

3.Inflamasi

a.b.Osteomielitis

Artritis rheumatoid

4.Iskemik

a.Nekrosis avaskuler

5.Neoplastik

a.

b.Tumor primer pada tulang

Karsinoma metastastik

6.Neuromuskuler

a.

b.

c.Cedera medulla spinalis

Penyakit sel kornu anterior

Miopati (Garrison, 2001).

F.Gambaran Klinik

1.Look

a.

b.

c.

d.

e.Deformitas

Terdiri dari penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi dan pemendekan.

Functio Laesa (hilangnya fungsi)

Perbandingan panjang tulang kanan dan kiri

Edema

Hematoma

2.FeelTerdapat nyeri tekan setempat

3.Move

a.b.

c.

d.Krepitasi

Terasa bila fraktur digerakkan. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena menambah trauma.

Nyeri bila digerakkan, baik pada gerak aktif maupun pasif.

Keterbatasan Range of Motion (ROM)Penurunan kekuatan otot(Apley & Solomon, 1995; Mansjoer et al., 2000)

G. Diagnostik

1.X-Ray

Merupakan pemeriksaan yang harus dilakukan dalam mendiagnosa suatu fraktur (Apley & Solomon, 1995). Pada foto polos AP dan lateral atau dua proyeksi yang saling tegak lurus tampak gambaran garis diskontinuitas tulang (bisa berupa garis fraktur yang lusen) pada struktur tulang normal, utuh, padat, tidak tampak porotik, periosteum tampak licin. Pada sekitar fraktur dapat dijumpai soft tissue swelling (Malueka, 2008).

2.CT-Scan (Computed Tomography-Scan)Meskipun tidak secara rutin diperlukan, computed tomography adalah tambahan yang berguna selain x-rays di beberapa keadaan. Hal ini memungkinkan visualisasi dari patah tulang terutama di daerah yang sulit untuk ditangkap dengan x-ray karena struktur tulang atasnya (misalnya, vertebrae cervicalis). Computed tomography membantu dalam menentukan tingkat gangguan artikular permukaan dalam patah tulang sendi dan patah tulang patologis untuk menilai kerusakan tulang dan massa jaringan lunak.

3.MRI (magnetic resonance imagingMeskipun tidak secara rutin diperlukan, MRI menawarkan keuntungan, memberikan tomografi yang sangat baik, kontras jaringan lunak, dan resolusi spasial menggunakan teknologi radiasi non-invasif dan nonionisasi.MRI membantu dalam mengevaluasi fraktur patologis dan mendiagnosis osteonekrosis dan osteomielitis, yang keduanya merupakan false positif fraktur.

4.Bone Scan

Pasien dengan fraktur patologis memerlukan scan tulang untuk mengevaluasi penyakit tulang metastatik dan metabolik, yang melibatkan daerah lain dari area fraktur.

5.Tes Darah

Patah tulang dapat mengakibatkan perdarahan besar ke dalam jaringan lunak. Uji klinis yang paling banyak digunakan untuk mengevaluasi kehilangan darah dari fraktur adalah dengan pengukuran hematokrit (Anonim, 2000).

H.Komplikasi Fraktur Humerus

1.Tulang

a.

b.

c.

d.Delayed Union

Kecepatan Union pada fraktura berhubungan erat dengan suplai darah setempat. Pada tempat dengan suplai darah yang banyak jarang menimbulkan masalah pada terbentuknya union. Di tempat dengan suplai darah yang terganggu, maka union yang normal akan lambat terjadi dan harus dipertahankan immobilisasi yang sempurna sampai terdapat tanda-tanda union secara klinik dan radiologik (Aston & Hughes, 1983). Dapat terjadi pada fraktur melintang, terutama bila terlalu banyak digunakan traksi atau bila pasien belum melatih fleksor dan ekstensor siku secara aktif (Apley & Solomon, 1995).

Non-Union

Dikatakan non-union bila secara radiologik terdapat celah yang nyata di antara ujung-ujung tulang, disertai sklerosis fragmen tersebut (Aston & Hughes, 1983).Mal-Union

Suatu fraktura bisa bersatu dalam posisi yang jelek, baik karena ujung tulang tumpang tindih yang menyebabkan pemendekan tulang atau karena ujung tulang menyatu dalam bentuk deformitas anguler atau karena menyatu dalam posisi terpuntir pada bidang longitudinal.Avascular necrosis

2. Sendi

a.

b.

c.Adhesi

Sudecks atrophy

Bermula dari Refleks Distrofi Simpatetik (RSD). RSD adalah sindrom nyeri, hiperestesia, gangguan vasomotor dan perubahan distrofik pada kulit dan tulang dari ekstremitas yang terkena. RSD yang terjadi setelah trauma jaringan lunak dengan temuan atrofi tulang yang predominan, dirujuk sebagai atrofi tulang sudek (Garrison, 2001) atau Osteodistrofi Sudeck (Aston & Hughes, 1983).Stiffness

3.Otot dan tendo

a.b.

c.Post traumatic tendinitisMuscle wasting

Myositis ossificans

4.Nervus

a.

b.

c.Neuropraxia

Axonotmesis

Neurotmesis

5.Artery

a.Gangguan suplai arteri.

I. Penatalaksanaan

I. Terapi Konservatif

a. Proteksi saja

Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik.

b. Immobilisasi saja tanpa reposisi

Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik.

c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips

Misalnya fraktur supracondylair, fraktur colles, fraktur smith. Reposisi dapat dengan anestesi umum atau anestesi lokal dengan menyuntikkan obat anestesi dalam hematoma fraktur. Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips. Misalnya fraktur distal radius, immobilisasi dalam pronasi penuh dan fleksi pergelangan.d. Traksi

Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel/traksi Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk anak-anak waktu dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitif, bilamana tidak maka diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction.

II. Terapi Operatif

a. Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis

1. Reposisi tertutup-Fiksasi eksternaSetelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif maka dipasang alat fiksasi eksterna.2. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi internaMisalnya : reposisi fraktur tertutup supra condylair pada anak diikuti dengan pemasangan paralel pins. Reposisi tertutup fraktur collumum pada anak diikuti pinning dan immobilisasi gips.Cara ini sekarang terus dikembangkan menjadi close nailing pada fraktur femur dan tibia, yaitu pemasangan fiksasi interna intra meduller (pen) tanpa membuka frakturnya.

b. Terapi operatif dengan membuka frakturnya :

1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)Keuntungan cara ini adalah :

Reposisi anatomis. Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.Indikasi ORIF : Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya:

Fraktur talus. Fraktur collum femur.

Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya :

Fraktur avulsi. Fraktur dislokasi.

Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya : Fraktur Monteggia. Fraktur Galeazzi. Fraktur antebrachii. Fraktur pergelangan kaki.

Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur.

2. Excisional ArthroplastyMembuang fragmen yang patah yang membentuk sendi, misalnya :

Fraktur caput radii pada orang dewasa. Fraktur collum femur yang dilakukan operasi Girdlestone.

3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesisDilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore atau yang lainnya.

Sesuai tujuan pengobatan fraktur yaitu untuk mengembalikan fungsi maka sejak awal sudah harus diperhatikan latihan-latihan untuk mencegah disuse atropi otot dan kekakuan sendi, disertai mobilisasi dini. Pada anak jarang dilakukan operasi karena proses penyembuhannya yang cepat dan nyaris tanpa komplikasi yang berarti.

III. Penatalaksanaan Fraktur TerbukaFraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera.Tindakan sudah harus dimulai dari fase pra-rumah sakit :

Pembidaian Menghentikan perdarahan dengan perban tekan Menghentikan perdarahan besar dengan klemTiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu didahulukan dalam kerangka kerja terpadu (team work).

Yang dapat dilakukan di Rumah Sakit atau Unit Gawat Darurat yaitu:

1. Obati sebagai suatu kegawatan

2. Evaluasi awal dan diagnosis kelainan yang mungkin akan menjadi penyebab kematian

3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah operasi

4. Segera lakukan debridement dan irigasi yang baik

5. Ulangi debridemen 24-72 jam berikutnya

6. Stabilisasi fraktur

7. Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari

8. Lakukan bone graft autogenous secepatnya

9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkenaIV. Penatalaksanaan Fraktur TertutupSalah satu prinsip penatalaksanaan fraktur adalah untuk meminimalisir pergerakan di daerah fraktur/cedera tersebut. Langkah-langkah yang dilakukan yaitu: Rekognisi, yaitu memperkirakan atau memastikan daerah yang dicurigai adanya fraktur Reduksi, berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya ( ujung ujungnya saling berhubungan ) dengan manipulasi dan traksi manual Immobilisasi, tau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar sampai terjadi penyatuan Rehabilitasi, bertujuan untuk mengembalikan kondisi tulang yang patah ke keadaan normal dan tanpa menggagu proses fiksasi

(Hoppenfeld and Vasantha Murthy. 2000)BAB III

Rehabilitasi MedikTerapi yang digunakan pada kasus fraktur dapat berupa terapi latihan maupun terapi dengan modalitas. Terapi dengan modalitas yang sering digunakan yaitu traksi, yang dapat mereposisi kembali tulang yang fraktus, sekaligus juga dapat mengurangi nyeri yang timbul di daerah fraktur.

Prinsip-prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.

1.Reduksi

Adalah restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima.Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan posisi anatomis normal. Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomik normalnya. Metode untuk reduksi adalah denganreduksi tertutup,traksi, danreduksi terbuka. Metode reduksi :a. Reduksi tertutup (Manipulasi atau close reduction)Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan Manipulasi dan Traksi manual.

b.Reduksi terbuka (Open Reduction) Reduksi bedah pada fraktur dengan penglihatan langsung diindikasikan: (a) bila reduksi tertutup gagal, baik karena kesulitan mengendalikan fragmen atau karena terdapat jaringan lunak diantara fragmen-fragmen tersebut, (b) bla terdapat fragmen artikular besar yang perlu ditempatkan secara tepat, (c) bila terdapat fraktur traksi yang fragmennya terpisah. Biasanya reduksi terbuka merupakan langkah pertama untuk fiksasi internal (open reduction, internal fixation / ORIF). Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.

c.Traksi,

Dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi (Apley & Solomon, 1995).Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 2 macam yaitu:

1.) Skin Traksi

Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menempelkan plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera, dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam).

2.) Skeletal traksi

Adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera pada sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan memasukkan pins / kawat ke dalam tulang.

2.Imobilisasi

Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi penyembuhan.

Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat eksternal (bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat internal (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll) (Apley & Solomon, 1995).

3.Terapi Rehabilitasi pada fraktur

Problematika Rehabilitasi medik yang sering muncul pada pasca operasi fraktur humeri sepertiga distal meliputi impairment, functional limitation dan disability.

a.Impairment

Problematika yang muncul adalah (1) adanya edema pada lengan atas terjadi karena suatu reaksi radang atau respon tubuh terhadap cidera jaringan, (2) adanya nyeri gerak akibat luka sayatan operasi yang menyebabkan ujung -ujung saraf sensoris teriritasi dan karena adanya oedem pada daerah sekitar fraktur, (3) penurunan luas gerak sendi karena adanya nyeri dan oedem pada daerah sekitar fraktur,(4) adanya penurunan kekuatan otot karna nyeri.

b.Functional limitationTerdapat keterbatasan aktifitas fungsional terutama aktifitas yang menggunakan tangan.

c.Disability

Disability merupakan ketidakmampuan dalam melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan disekitarnya yaitu kesulitan dalam melakukan aktivitasnya.

Terapi latihan merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang pelaksanaannya menggunakan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif untuk pemeliharaan dan perbaikan kekuatan, ketahanan dan kemampuan kardiovaskuler, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, rileksasi, koordinasi, keseimbangan dan kemampuan fungsional (Kisner & Colby, 1996).a. Latihan fisiologis otot

Mengikuti imobilisasi, otot disekitar bagian yang fraktur akan kehilangan volume, panjang dan kekuatannya. Perlu penentuan program latihan yang aman untuk mengembalikan panjang dan fisiologis otot dan mencegah komplikasi sekunder yang biasanya mengikuti.

b. Mobilisasi sendi

Kekakuan sendi sering terjadi dan menjadi masalah utama ketika anggota gerak badan tidak digerakkan dalam beberapa minggu. Fokus rehabilitasi adalah melatih dengan teknik dimana dapat menambah dan mengembalikan lingkup gerak sendi yang terpengaruh ketika fraktur sudah sembuh.

Bila di gips, mobilisasi sendi mulai diberikan secara hati-hati pada minggu kedua. Sedangkan bila dengan internal fixasi, bisa diberikan sedini mungkin.

c. Massage

Pelepasan keketatan otot dan trigger points yang terjadi pada otot yang mengikuti pembidaian dan penge-gips-an akan mengurangi nyeri dan mengembalikan panjang otot.

d. Pemanasan dan Terapi listrik

Sangat umum terjadi kekakuan jaringan lunak bila imobilisasi lama. Pemanasan dan terapi listrik menunjukkan manfaat tambahan bagi terapi manual dan terapi latihan dalam mengurangi nyeri dan mengembalikan panjang otot.Waktu

KonservatifOperatif1 minggu

-gerak aktif jari-jari dan pergelangan tangan secara penuh untuk mencegah bengkak

-tidak boleh latihan LGS dan penguatan sendi siku dan bahu.

Gerak pasif sendi siku dan bahu dalam batas nyeri masih bisa ditolerir2 minggu

-Gerak pasif pasif sendi siku dan bahu dalam batas nyeri bisa ditolerir.

-tidak boleh latihan penguatan.

-latihan LGS sendi siku dan bahu

-latihan pendulum sendi bahu

-tidak boleh ada beban.

4-6 minggu

-lat. Peningkatan LGS sendi siku dan bahu.

-latihan penguatan(isometrik dan isotonik)

-latihan beban ringan

-gunakan tangan untuk aktivitas sehari-hari.

-lat. Peningkatan LGS sendi siku dan bahu.

-latihan penguatan ringan (isometrik dan isotonik)

-latihan beban ringan

8-12 Minggu-Full Weight Bearing

( push up)

-lat. Peningkatan LGS sendi siku dan bahu.

-latihan penguatan dengan beban ditingkatkan.

Aktifitas penuh

Sedangkan terapi latihan dapat berupa:

1) Range of Motion (ROM)

Gerakan sebuah sendi dengan jangkauan parsial atau penuh yang bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan jangkauan gerak sendi.

1. ROM penuh (full ROM)ROM penuh artinya ROM yang sesuai dengan dasar anatomi dari sendi itu sendiri.

2. ROM fungsional

ROM fungsional adalah gerakan sendi yang diperlukan dalam melakukan aktifitas sehari-hari atau kegiatan pasien yang spesifik. Contohnya: ROM lutut dari ekstensi penuh (00) sampai fleksi 900 merupakan ROM yang tidak penuh, tetapi ROM ini fungsional untuk duduk.

3. ROM aktif

Pasien disuruh melakukan gerakan sendi secar parsial atau penuh tanpa bantuan orang lain. Tujuannya untuk memelihara ROM dan kekuatan minimal akibat kurang aktifitas dan menstimulasi sistemkardiopulmoner, Sasarannya otot dengan kekuatan poor sampai dengan good (2 sampai dengan 4).

4. ROM aktif assistivePada latihan ini pasien disuruh kontraksikan ototnya untuk menggerakkan sendi, dan ahli terapi membantu pasien dalam melakukannya.

5. ROM pasif

Latihan ini dengan menggerakkan sendi tanpa kontraksi otot pasien. Seluruh gerakan dilakukan oleh dokter atau terapis. Tujuannya memelihara mobilitas sendi ketika kontrol dari otot-otot volunter/ sendi hilang atau pasien tidak sadar/ tidak ada respon. Sasarannya otot dengan kekuatan zerro-trace (0-1).2) Terapi latihan merupakan salah satu modalitas terapi yang pelaksanaannya menggunakan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif untuk perbaikan dan pemeliharaan kekuatan katahanan, dan kemampuan vaskular, mobilitas, fleksibilitas, stabilitas, rileksasi, koordinasi, keseimbangan, dan kemampuan fungsional.

1. Static contraction

Static contraction merupakan suatu terapi latihan dengan cara mengkontraksikan otot tanpa disertai perubahan panjang otot maipin pergerakan sendi. Tujuan kontraksi isometris ini adalah pumping action pembuluh darah balik, yaitu terjadinya peningkatan perifer resistance of blood vessel. Dengan adanya hambatan pada perifer maka akan didapatkan peningkatan tekanan darah dan secara otomatis caridiac output akan meningkat sehingga mekanisme metabolisme menjadi landar dan udem menjadi menurun, dan akhirnya nyeri berkurang.

2. Relaxed passive exercise

Gerakan murni berasal dari luar atau terapis tanpa disertai gerakan dari anggota tubuh pasien. Gerakan ini bertujuan untuk melatih otot secara pasif, oleh karena itu gerakan berasal dariluar atau terapis sehingga dengan gerak Relaxed passive exercise ini diharapkan otot menjadi rileks dan menyebabkan efek penguranangan atau penurunan nyeri akibat insisi serta mencegah terjadinya keterbatasan gerak serta menjaga elastisitas otot.

3. Hold Relax

Hold Relax merupakan teknik latihan yang menggunakan kontraksi otot secara isometrik kelompok antagonis yang diikuti rileksasi otot tersebut.

4. Aktive exercise

Aktif exercise merupakan gerakan yang dilakukan ikeh adany kekuatan otot dan anggota tubuh itu sendiri tanpa bantuan, gerakan yang dilakukan melawan grafitasi penuh.3) Latihan kekuatan (strengthening exercise)

Syarat melakukan latihan ini adalah (1) kekuatan otot di atas fair (50%) dam (2) beban di atas 35% dari kemampuan otot1. Isometric exercisePada latihan ini panjang otot tidak bertambah, terjadi kontraksi otot tanpa pergerakan sendi. Kontraksi optimal enam detik, 1 kali perhari. Bertujuan untuk meningkatkan penguatan oto ketika ada kontraksi lain seperti fraktur yang tidak stabil atau adanya nyeri.

2. Isotonic exercise

Merupakan latihan dinamis menggunakan beban statis, tetapi kesepakatan gerak otot tidak dikontrol. Kontraksi bersamaan dengan gerak sendi. Latihan ini sering digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot pada tahap pertengahan dan tahap akhir dari rehabilitasi medik.3. Isokinetic exercisePada latihan ini kecepatan gerak sendi konstan beban dinamin tetapi kecepatan gerak tetap. Latihan ini digunakan pada rehabilitasi tahap akhir.

e. Okupasi TerapiTujuan OT adalah membantu seseorang menjadi mandiri dalam beraktifitas baik dengan alat bantu ataupun tanpa alat bantu terutama untuk aktivitas kesehariannya (makan, minum, mandi, berpakaian, dan lainnya). Jenis-jenis aktifitas yang dilakukan dalan terapi okupasi:1.) Aktifitas sehari-hari Okupasi terapis melatih aktifitas-aktifitas sehari-hari seperti memakai / melepas / mengancingkan baju, transfer dari kursi roda ke toilet / kursi / tempat tidur, makan, minum, mandi, berhias, menggosok gigi, membersihkan setelah BAB / BAK.2.) Aktifitas rumah tangga Okupasi terapis melatih untuk dapat melakukan kegiatan rumah tangga seperti mencuci, menyetrika baju, memasak, dsb dengan memaksimalkan kemampuannya. 3.) Aktifitas di waktu luang Aktifitas ini lebih dikenal dengan Program Box system. Selain berfungsi untuk mengisi waktu luang, juga berfungsi untuk menstimulasi fungsi kognitif serta meningkatkan fungsi motorik halus.Permasalahan Rehabilitasi Medik

Masalah Rehabilitasi pada Fraktur Humerus

a. Nyeri

b. Bengkak

c. Keterbatasan gerak

d. Gangguan fungsional dalam ADL (Activity Daily Living)

e. Pada tahap lanjut dapat terjadi disuse atrofi pada lengan yang cedera

Edukasi

Dalam hal ini pasien diberi pengertian tentang kondisinya dan harus berusaha mencegah cedera ulang atau komplikasi lebih lanjut dengan cara aktifitas sesuai kondisi yang telah diajarkan oleh terapis. Di samping itu juga peran keluarga sangatlah penting untuk membantu dan mengawasi segala aktifitas pasien di lingkungan masyarakatnya.

BAB III

KESIMPULAN

A.Kesimpulan

1.

2.

3.

4.Fraktur Humeri adalah terputusnya kontinuitas tulang humerus dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.

Fraktur pada humerus dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu karena trauma tunggal, tekanan yang berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang.Problematika fisioterapi yang sering muncul pada pasca operasi fraktur humeri sepertiga tengah meliputi impairment, functional limitation dan disability.Penanganan rehabilitasi medik seperti fisioterapi harus segera dilakukan sehingga komplikasi yang sifatnya menetap dapat dicegah. Penanganan fisioterapi berupa meningkatkan kekuatan otot, menambah lingkup gerak sendi dengan modalitas terapi berupa latihan. Dimulai dari gerakan isometric, dilanjutkan gerakan isotonic secara bertahap berupa ROM exercise, dan latihan gerak fungsional berupa latihan duduk, latihan berdiri, dan latihan berjalan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Fracture- Diagnosis . http://www.painanddisability.com/Surgery/Fractures/Diagnosis.html. (22 Oktober 2011)

Aston, M., Hughes, S. 1983. Kapita Selekta Traumatologik dan Ortopedik (Astons Short Textbook of Orthopedics and Traumatology). EGC: Jakarta.

Appley A. G., Solomon L. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Appley, Edisi Ketujuh. Jakarta: Widya Medika.

Black, J.M. et al. 1993. Luckman and Sorensen's Medical Nursing: A Nursing Process Approach. 4th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company.

Borsa P.A., Lephart S.M., Kocher M., Lephart S.P. 1994. Functional assessment and rehabilitation of shoulder proprioception. Journal of Sports Rehabilitation. 1994; 3: 84-105Carpenito L.J. 1995. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Davies G.J., Dickoff-Hoffman S. 1993. Neuromuscular testing and rehabilitation of the shoulder complex. J Orthop Sports Phys Ther ;18(2):449-458.Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J. D. Handbook Of Fractures. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins. 2010:p. 193-229;604-614

Faiz O., Moffat D. 2002. At a Glance Anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Garrison S. J. 2001. Dasar-dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik. Jakarta: Hipokrates.

Hodgson S.A., Mawson S.J., Stanley D. 2003. Rehabilitation after two-part fractures of the neck of the humerus. J Bone Joint Surg [Br]. 2003;85-B:419-22.

Hoppenfeld, Stanley and Vasantha Murthy. 2000. Treatment and Rehabilitation of Fractures. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins

Khazzam, Michael. Tassone, Channing. Liu, C, Xue. Lyon, Roger. Freeto, Brian. Schwab, Jeffery. Thometz , John. 2009. Use of Flexible Intramedullary Nail Fixation in Treating Femur Fractures in Children. The American Journal of Orthopedics. http://www.amjorthopedics.com/pdfs/038030049e.pdfKisner C., Colby L.A. 1996. Therapeutic Exercise: Foundations and Techniques, 3rd Edition. Philadelphia: F. A. Davis Company.Malueka R.G. 2008. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press

Mansjoer A., Suprohaita, Wardhani W.I., Setiowulan W. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid II. Jakarta: Medika Aesculapius FKUIRasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone, 2007, Bab. 14; Trauma.Sjamsuhidajat R., de Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC.

Thomson A.M. 1991. Tidys Physiotherapy, 12th ed. United Kingdom: Butterworth Heinemann.3