Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada rongga sinus. Beberapa penyebab dapat menjadi pencetus terjadinya sinusitis, salah satunya adalah jamur, selain ada pula penyebab lain seperti bakteri, ataupun virus. 1 Jamur adalah suatu organisme yang mirip seperti tumbuhan namun tidak memiliki klorofil yang cukup oleh karena mereka tidak memiliki klorofil, jamur harus menyerap makanan dari bahan-bahan organik yang telah mati. Infeksi jamur pada sinus paranasal jarang terjadi dan biasanya terjadi pada individu dengan system imun tubuh yang kurang. Namun, baru-baru ini, terjadinya sinusitis jamur telah meningkat pada populasi imunokompeten. 1, 2, 3 Insidensi sinusitis jamur mempunyai angka yang beragam diseluruh dunia, di Eropa Grigoriu et al mendapatkan 81 kasus infeksi disebabkan jamur diantara 600 kasus rinosinosinositis maksila kronis, sedangkan di Asia, Chakrabarti et al mendapatkan 50 kasus ( 42 % ) kasus rinosinositis disebabkan infeksi jamur diantaranya 199 pasien. Sedangkan See Goh et al di Malaysia mendapatkan 16 kasus infeksi jamur pada 30 pasien sinusitis maksilaris kronis. 2 Infeksi sinus oleh jamur jarang terdiagnosis karena sering luput dari perhatian. Penyakit ini mempunyai gejala yang mirip dengan sinusitis kronik yang disebabkan oleh bakteri, adakalanya gejala yang timbul non-spesifik, bahkan tanpa gejala, oleh karenanya pemahaman lebih mendalam terhadap infeksi ini akan sangat membantu dalam menegakan diagnosis dan penentuan penatalaksanaan yang akan dilakukan. 1, 3
24

Referat Sinusitis Jamur.pdf

Dec 05, 2014

Download

Documents

sinustis
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat Sinusitis Jamur.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada rongga sinus. Beberapa penyebab

dapat menjadi pencetus terjadinya sinusitis, salah satunya adalah jamur, selain ada pula

penyebab lain seperti bakteri, ataupun virus. 1

Jamur adalah suatu organisme yang mirip seperti tumbuhan namun tidak

memiliki klorofil yang cukup oleh karena mereka tidak memiliki klorofil, jamur harus

menyerap makanan dari bahan-bahan organik yang telah mati. Infeksi jamur pada sinus

paranasal jarang terjadi dan biasanya terjadi pada individu dengan system imun tubuh

yang kurang. Namun, baru-baru ini, terjadinya sinusitis jamur telah meningkat pada

populasi imunokompeten.1, 2, 3

Insidensi sinusitis jamur mempunyai angka yang beragam diseluruh dunia, di

Eropa Grigoriu et al mendapatkan 81 kasus infeksi disebabkan jamur diantara 600 kasus

rinosinosinositis maksila kronis, sedangkan di Asia, Chakrabarti et al mendapatkan 50

kasus ( 42 % ) kasus rinosinositis disebabkan infeksi jamur diantaranya 199 pasien.

Sedangkan See Goh et al di Malaysia mendapatkan 16 kasus infeksi jamur pada 30

pasien sinusitis maksilaris kronis.2

Infeksi sinus oleh jamur jarang terdiagnosis karena sering luput dari perhatian.

Penyakit ini mempunyai gejala yang mirip dengan sinusitis kronik yang

disebabkan oleh bakteri, adakalanya gejala yang timbul non-spesifik, bahkan tanpa

gejala, oleh karenanya pemahaman lebih mendalam terhadap infeksi ini akan sangat

membantu dalam menegakan diagnosis dan penentuan penatalaksanaan yang akan

dilakukan.1, 3

Page 2: Referat Sinusitis Jamur.pdf

2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI SINUS PARANASALIS

Gambar 11. Anatomi Sinus Paranasalis

Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga

terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam

rongga hidung. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus

maksila, sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sfenoid kanan dan kiri.1,4

Pembagian Sinus Paranasal

a. Sinus Maksila

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila

bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai

ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk piramid.

Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina,

dinding posteriornya adalah permukaan infratemporal maksila, dinding medialnya

ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan

dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila

berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris

melalui infundibulum etmoid.1,4

Page 3: Referat Sinusitis Jamur.pdf

3

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah 1)

dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu (P1 dan

P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3,

bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi

geligi mudah naik ke atas dan menyebabkan sinusitis; 2) Sinusitis maksila dapat

menimbulkan komplikasi orbita; 3) Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari

dasar sinus sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drainase

juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus

etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat

menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.1,4

b. Sinus Frontal

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan keempat

fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid.

Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 6-10 tahun dan akan

mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri

biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada lainnya dan dipisahkan oleh sekat

yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai

satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalisnya tidak berkembang.1,4

Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2

cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak

adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen

menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif

tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah

menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di

resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.1,4

c. Sinus etmoid

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan dianggap

paling penting karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada

orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian

posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tingginya 2,4 cm dan

lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior.1,4

Page 4: Referat Sinusitis Jamur.pdf

4

Sinus etmoid berongga-rongga terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang

tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara

konka media dan dinding medial orbita. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi

menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid

posterior yang bermuara di meatus superior. Di bagian terdepan sinus etmoid anterior

ada bagian yang sempit disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus

frontal. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut

infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau

peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan

pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.1,4

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina

kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan

membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid dari

rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus

sfenoid.1,4

d. Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.

Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya

adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi

dari 5 sampai 7,5 ml. Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri

media dan kelenjar hipofisis, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral

berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai

indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di

daerah pons.1,4

Kompleks Osteomeatal

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-

muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal, dan sinus etmoid anterior. Daerah ini

rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks osteomeatal (KOM) terdiri dari

infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis,

bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.1,4

Page 5: Referat Sinusitis Jamur.pdf

5

Sistem Mukosilier

Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan

palut lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan

lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.

Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transpor mukosiliar dari sinus. Lendir yang

berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid dialirkan

ke nasofaring di depan muara tuba Eustachius. Lendir yang berasal dari kelompok sinus

posterior bergabung di resesus sfenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-

superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis didapati sekret pasca-nasal (post

nasal drpi), tetapi belum tentu ada sekret di rongga hidung.1,4

2.2 FISIOLOGI SINUS

Secara fisiologis sinus paranasalis memiliki peran yang sangat penting bagi

manusia. Beberapa fungsi sinus paranasal, antara lain:1

1. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk mamanaskan dan mengatur

kelembaban udara inspirasi. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus

kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan

beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus

2. Sebagai panahan suhu (thermal insulators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai (buffer) panas, melindungi orbita dan

fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.

3. Membantu keseimbangan kepala

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang

muka. Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan

memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini

tidak dianggap bermakana.

4. Membantu resonansi udara

Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi udara dan

mempengaruhi kualitas udara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus

dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonansi yang

efektif.

Page 6: Referat Sinusitis Jamur.pdf

6

5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara

Fungsi ini akan berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan

mendadak, misalnya pada waktu bersin dan beringus.

6. Membantu produksi mukus

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil

dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk

membersihkan partikel yang turut masuk dalam udara.

2.3 SINUSITIS JAMUR

Sinusitis adalah merupakan keadaan inflamasi pada sinus paranasal yang

sebabkan oleh infeksi. Jamur adalah merupakan salah satu jenis mikroorganisme yang

dapat menyebabkan infeksi pada sinus paransal. Banyak hal yang dapat menimbulkan

infeksi jamur pada sinus paranasal diantaranya adalah pemakaian obat – obatan yang

tidak rasional seperti penggunaan antibiotika dan steriod yang berkepanjangan,

gangguan ventilasi sinus dan lingkungan yang lembab.5

2.4 EPIDEMIOLOGI

Telah menjadi suatu kesepakatan bahwa infeksi jamur pada hidung dan sinus

paranasal jarang, tapi dalam dua dekade terakhir ini hampir seluruh ahli setuju bahwa

telah terjadi peningkatan frekuensi rinosinusitis yang disebabkan oleh infeksi jamur.

Pada laporan terdahulu infeksi jamur diperkirakan terdapat pada 10% dari keseluruhan

pasien yang memerlukan pembedahan hidung dan sinus. Ponikau et al, dalam

penelitiannya menduga jamur ditemukan pada 96% pasien dengan sinusitis kronis. 5,6

Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya penggunaan antibiotik,

kortikosteroid, imunosupresan, dan radioterapi. Kondisi predisposisi pada pasien

dengan diabetes mellitus, neutropenia, penderita AIDS, dan pasien yang lama dirawat di

rumah sakit. Jenis jamur yang paling sering menyebabkan sinusitis jamur adalah

Aspergillus dan Candida. 7

2.5 ETIOLOGI

Pada Sinusitis jamur non invasif ada dua bentuk yaitu allergic fungal sinusitis

dan sinus mycetoma/fungal ball. Kebanyakan penyebabnya adalah Curvularia lunata,

Page 7: Referat Sinusitis Jamur.pdf

7

Aspergillus fumigatus, Bipolaris dan Drechslera. A. Fumigatus dan jamur dematiaceous

kebanyakan menyebabkan sinus mycetoma.

Pada sinusitis jamur invasif termasuk tipe akut fulminan, di mana mempunyai

angka mortalitas yang tinggi apabila tidak dikenali dengan cepat dan ditangani secara

agresif, dan tipe kronik dan granulomatosa.

Jamur Saprofit selain Mucorales, termasuk Rhizopus, Rhizomucor, Absidia,

Mucor, Cunninghammela, Mortierella, Saksenaea, dan Apophysomyces sp,

menyebabkan sinusitis jamur invasif akut. A. Fumigatus satu-satunya jamur yang

dihubungkan dengan sinusitis jamur invasif kronik. Aspergillus flavus khusus

dihubungkan dengan sinusitis jamur invasif granulomatosa. 4,5,8

Gambar . Mikroskopis Aspergillus fumigatus Gambar . Mikroskopis Curvularia lunata

2.6 FAKTOR PREDISPOSISI FUNGAL SINUSITIS

Terdapat beberapa faktor penyebab meningkatnya insiden infeksi jamur pada

sinusitis kronis, yaitu : 8

1. Kemajuan di bidang mikologi, serologi, dan radiologi yang dapat membantu

dalam menegakkan infeksi jamur pada hidung dan sinus paranasal.

2. Terjadinya peningkatan pertumbuhan jamur pada hidung dan sinus paranasal

yang disebabkan tingginya penggunaan antibiotika spektrum luas dan obat

topikal hidung yang tidak proporsional.

3. Terjadinya peningkatan frekuensi infeksi jamur invasif yang berhubungan

dengan peningkatan jumlah penderita dengan sistem imun yang rendah,

termasuk penderita diabetes melitus, penurunan sistem imun karena penggunaan

radiasi atau kemoterapi, AIDS, penggunaan obat-obatan yang dapat menurunkan

Page 8: Referat Sinusitis Jamur.pdf

8

daya tahan tubuh setelah transplantasi organ dan penggunaan steroid yang

berkepanjangan.

2.7 KARAKTERISTIK FUNGAL SINUSITIS

Beberapa jamur yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia adalah

merupakan organisme safrofit normal tetapi menjadi patogen oleh karena suatu keadaan

yang tidak biasa. Netropil adalah merupakan faktor penting bagi pertahanan tubuh untuk

mencegah infeksi jamur, gangguan fungsi netropil dapat menjadi faktor predisposisi

infeksi jamur opurtunistik seperti yang terdapat pada penderita diabetes melitus dan

keganasan (Aspergillus fumigatus, Paelomyces, Aspergillus flavus, Penicillium,

Aspergillus niger, Pseudallescheria boydii, Altenaria, Rhizopus / Mucor, Bipolaris,

Scedosporium apiospermum, Candida, Scopulariopsis, Curvularia, Yeast not Candida,

Fusarium). 8

Pada beberapa penelitian dikemukakan bahwa jamur tersebut terdapat di sekitar

kita dan dapat teridentifikasi pada sampah, debu dan alat rumah tangga. Jamur adalah

merupakan organisme sederhana yang mudah beradaptasi pada lingkungan yang

berbeda. Beberapa jamur mempunyai kemampuan merubah jalur enzim untuk tumbuh,

morfologi,dan reproduksi. Jamur ini memerlukan materi organik dan lingkungan

lembab, tidak mengherankan jamur tersebut dapat ditemukan pada hidung individu

normal.

2.8 KLASIFIKASI 4,5,8

Tabel 2. Pembagian Klasifikasi Fungal Sinusitis

Sinusitis jamur ekstramukosa (non invasif)

Mikosis sinus superfisial

Misetoma (Fungal ball)

Sinusitis alergi jamur

Sinusitis jamur invasif

Sinusitis jamur kronis invasif (indolen)

Sinusitis jamur akut invasif (fulminan)

Sinusitis jamur invasif granulomatosus

Page 9: Referat Sinusitis Jamur.pdf

9

2.8.1 Fungal Sinusitis Non Invasive / Sinusitis Jamur Non Invasif

Keadaan ini timbul pada saat infeksi jamur ekstramukosa yang menyebabkan

inflamasi pada sinus. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh lingkungan, faktor pejamu,

terutama pengaruh genetik yang diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE) mediasi alergi.

8

Superficial Sinosal Mycosis / Mikosis Sinus Superfisial

Mikosis sinus superfisial adalah merupakan suatu keadaan inflamasi mukosa

sinus paranasal yang disebabkan infeksi jamur ekstramukosal. Pemeriksaan kultur

sekret yang dicurigai dapat ditemukan adanya jamur. Keadaan ini jarang ditemukan

dalam keadaan yang berat oleh karena patogenisitasnya rendah. 8

Infeksi jamur tipe ini tidak akan menjadi infeksi yang berat. tetapi potensial

menjadi penyebab sinusitis kronis. Beberapa pendapat menyatakan bahwa kondisi ini

timbul oleh karena berkumpulnya spora jamur dengan konsentrasi yang tinggi sehingga

dapat mencetuskan sinusitis pada individu yang memiliki kemungkinan untuk alergi

terhadap jamur. 8

Tidak ada keluhan yang khas pada penderita. Penderita hanya melaporkan

adanya tercium bau tidak enak pada hidung yang disertai krusta atau debris. Bentuk

sinusitis jamur ini paling khas diidentifikasi pada saat nasoendoskopi, tampak materi

jamur yang tumbuh pada krusta hidung. Biasanya krusta tersebut terdapat pada daerah

hidung yang tinggi aliran udaranya seperti pada bagian tepi anterior konka dan dapat

juga pada rongga sinus yang luas. Pada pemeriksaan dengan menggunakan endoskopi

tampak pada bagian dibawah krusta memperlihatkan mukosa yang eritem, edema dan

disertai adanya pus. Pemeriksaan Kultur pada krusta tersebut menunjukkan adanya

pertumbuhan bakteri dan jamur. 8

Terapi meliputi pembersihan daerah yang terinfeksi dan meminimalkan

penggunaan antihistamin dan steroid topikal. Perlu dilakukan pemberian antibiotika

untuk bakteri yang mendasari infeksi jamur, hidung dilembabkan dengan irigasi dan

perlu diberikan mukolitik seperti guaifenesin. Anti jamur sistemik tidak digunakan

secara khusus pada kondisi ini. Karena mikosis sinonasal superfisial cenderung timbul

kembali maka endoskopi ulangan diperlukan untuk memonitor hasil pengobatan. Pada

kondisi yang berbeda apabila infeksi jamur disebabkan oleh Candida Sp, maka perlu

pertimbangan untuk memberikan anti jamur sistemik atau topikal. 8,9

Page 10: Referat Sinusitis Jamur.pdf

10

Sinus Mycetoma / Fungal Ball

Fungal Ball atau misetoma adalah merupakan kumpulan hifa jamur yang

berbentuk seperti bola atau massa tanpa disertai adanya invasi jamur ke jaringan dan

reaksi granulomatosa. Fungal ball ini biasanya mengenai satu sisi sinus. Sinus maksila

adalah lokasi yang paling sering menjadi tempat infeksi jamur tipe ini. 5,8

Gambar 16. Endoskopi pasien dengan Fungal ball

Meskipun mekanisme terbentuknya fungall ball belum dapat diketahui secara

pasti, secara teori hal ini dapat timbul pada saat spora jamur terhirup, spora tersebut

masuk kedalam rongga sinus dan menjadi antigen yang dapat menyebabkan iritasi dan

proses inflamasi mukosa sinus sehingga pada akhirnya terjadi obstruksi ostium sinus.

Oleh karena sinus merupakan rongga lembab yang cocok untuk perkembangan jamur

maka terjadi pengumpulan hifa jamur yang berbentuk seperti bola.

Gejala klinik awal fungal ball umumnya tidak khas. Gejalanya mirip dengan

sinusitis kronik yang hanya mengenai satu sinus. Fungal ball biasanya tanpa gejala

sehingga sulit terdeteksi. Fungal ball ini dapat terjadi pada keseluruhan sinus paranasal

dan paling sering pada sinus maksilaris. Gejala yang tampak dapat berupa gangguan

penglihatan, kakosmia (selalu mencium bau busuk), demam, batuk, hidung tersumbat,

sekret hidung dan kadang – kadang disertai nyeri pada wajah dan sakit kepala. Edema

wajah unilateral yang disertai nyeri pipi pada perabaan, atau kelainan pada mata dapat

terlihat pada pemeriksaan. Pada nasoendoskopi menunjukkan adanya sinusitis minimal

Page 11: Referat Sinusitis Jamur.pdf

11

yang disertai dengan mukosa eritem, edema, disertai ada atau tidak adanya polip dan

sekret mukopurulen. 8

Meskipun gambaran fungal ball tidak khas, pada radiografi polos menunjukkan

penebalan mukoperiosteal disertai opasifikasi sinus yang homogen. CT scan adalah

pemeriksaan radiologi paling baik, secara khas dapat menunjukkan batas tipis antara

jaringan lunak sepanjang dinding tulang sinus yang terlibat dimana hampir

keseluruhannya teropasifikasi. Tampak beberapa fokus hiperdens jelas dapat terlihat

dengan ukuran yang bervariasi. Jaringan tulang sekitarnya tampak menebal karena

respon peradangan dan efek tekanan karena proses penyakit yang kronis. 10

Secara makroskopis lesi pada fungal ball dapat berbentuk mulai dari debris halus

yang basah, berpasir atau bergumpal. Warna yang bervariasi dari putih kekuningan,

kehijauan, coklat hingga hitam. Diagnosis fungal ball ditegakkan secara mikroskopis

dengan tidak adanya infiltrasi sel radang yang nyata dan banyaknya kumpulan hifa

jamur. Mukosa di sekitarnya menunjukkan adanya peradangan yang kronis dengan sel

plasma ringan hingga menengah dan infiltrasi sel limfosit. Neutrofil dan eosinofil dapat

dijumpai dan kadang – kadang dapat di jumpai kristal oksalat. 8

Penanganan utama fungal ball adalah memperbaiki ventilasi sinus yang diduga

terinfeksi. Drainase sinus yang adekuat dan pengembalian fungsi bersihan mukosilia

dapat mencegah terjadinya kekambuhan. Perlu dilakukan pelebaran atau pembukaan

ostium sinus secara endoskopik agar dapat mengembalikan fungsi sinus secara normal.

Apabila sulit untuk melakukan ekstraksi fungal ball secara utuh melalui ostium, maka

dapat dilakukan insisi eksterna pada ginggivobukal (Luc Operation). Irigasi sinus

tekanan rendah dapat dilakukan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi melalui

struktur vital penting disekelilingnya.

Terapi medis diperlukan untuk mengurangi edema mukosa, termasuk pemberian

mukolitik (guaifenesin), irigasi hidung dan steroid. penggunaan antibiotik diberikan

berdasarkan kultur. Hal ini dimaksudkan untuk mengobati infeksi bakteri yang sering

timbul bersamaan dengan fungal ball. Terapi medis awal preoperatif dapat diberikan

untuk mengurangi edema pada rongga sinus dan memudahkan pengangkatan fungal ball

pada saat pembedahan. 7,8

Pada kelainan ini memiliki prognosis baik jika operasi debridement dan

pengisian udara di sinus adekuat. Follow-up sangat penting. Penggunaan topikal steroid

Page 12: Referat Sinusitis Jamur.pdf

12

jangka panjang mengontrol kekambuhan. Sistemik steroid jangka pendek digunakan

bila kekambuhan terjadi. 10

Alergic Fungal Sinusitis / Sinusitis Jamur Alergi

Sinusitis jamur alergik ini merupakan keadaan kronik yang dikarakteristikkan

dengan 3 kondisi : (1) Adanya Jamur pada mucin alergik yang dapat diperiksa secara

mikologi atau histopatologi, (2) tidak adanya invasi jaringan subepitel oleh jamur yang

dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologi (3) dijumpai alergi yang diperantarai IgE

terhadap jamur tertentu atau family-nya. 7,8

Secara teori, sinusitis alergi jamur timbul setelah terhirup dan terperangkapnya

spora jamur yang memungkinkan antigen jamur tersebut bereaksi dengan sel mast yang

telah disensitisasi IgE. Reaksi imunologik yang terjadi selanjutnya menyebabkan

inflamasi yang kronik dan diikuti dengan destruksi jaringan. Terjadinya penumpukan

eosinofil dan terperangkapnya hifa jamur pada sekret memungkinkan terjadinya

stimulasi antigen secara terus menerus. Pada saat terjadinya degenerasi eosinofil, granul

enzimatik yang kaya akan major basic protein pun dilepaskan. Major basic protein

adalah suatu mediator peradangan yang toksik terhadap jaringan dan biasanya sering

dijumpai pada penyakit kronis. 8

Diagnosis sinusitis alergi jamur harus dicurigai pada penderita rinosinusitis

kronis yang tidak sembuh dengan terapi medikamentosa khususnya pada pasien dengan

riwayat polip nasi berulang dan telah dilakukan beberapa kali pembedahan sebelumnya.

Gambaran klinis sinusitis alergi jamur dapat mulai dari gejala alergi ringan, polip dan

mucin alergi yang disertai adanya hifa hingga penyakit masif yang dapat meluas ke

arah intrakranial dan orbita yang disertai komplikasinya. Pada pemeriksaan fisik

biasanya sinusitis alergi jamur ini sama seperti sinusitis kronis, yaitu mukosa sinus yang

edema, eritema dan polipoid dan kadang - kadang dapat disertai adanya polip.

Pemeriksaan endoskopi pada rongga sinus dapat terlihat sekret mucin alergi. Secara

makroskopis mucin alergi tersebut berupa sekret yang tebal, berwarna coklat keemasan

dengan konsistensi lunak. 8 , 9,10

Page 13: Referat Sinusitis Jamur.pdf

13

Gambar 21. Mukus yang kental di Sinus Maxillaris

Penderita sinusitis alergi jamur dapat mempunyai kriteria sebagai berikut, antara

lain:

(1) Adanya peningkatan eosinofil pada darah tepi,

(2) Adanya reaksi test kulit yang positif terhadap jamur penyebab,

(3) peningkatan kadar serum IgE total,

(4) adanya antibodi pencetus pada allergen penyebab, dan

(5) peningkatan IgE spesifik jamur.

Foto polos sinus paranasal akan menunjukan opasifitas pada beberapa atau

seluruh sinus paranasal yang terlibat. CT scan merupakan metode pencitraan yang

terpilih untuk keadaan ini. 10

Gambar 22. CT Scan Potongan Coronal Pasien dengan Sinusitis Alergi Jamur yang Unilateral menunjukan

gambaran hiperdens dan inhomogenitas sinus; opaksifikasi: terdapat musin alergi

Page 14: Referat Sinusitis Jamur.pdf

14

Secara histologi kondisi ini ditandai dengan adanya hifa jamur pada sekret

dengan disertai eosinofil yang sangat banyak dan adanya kristal Charcot-Leyden. Sekret

tersebut adalah merupakan “allergic mucin”. Allergic mucin ini dikarakteristikan

dengan kumpulan eosinofil yang nekrotik dan debris seluler lainnya, granul eosinofil

bebas dengan latar belakang pucat, dan sekret eosinofilik hingga basofilik yang amorf.

Keadaan ini dibedakan dari sekret inflamasi non alergi yang banyak netrofil. Allergic

mucin diidentifikasi dengan pewarnaan standar hematoksilin-eosin.

Spesies Aspergilus dan Dematiaceous merupakan organisme penyebab

terbanyak. Pada beberapa literatur menyatakan bahwa famili Dematiaceous (pigmen

gelap) merupakan organisme terbanyak dibandingkan Aspergilus. Famili

Dematiaceous merupakan jamur yang paling banyak dijumpai di tanah, debu dan

berbagai tumbuhan, termasuk Bipolaris, Curvularia, Alternaria, Exserohilum dan

Drechslera. Jamur Dematiaceous mengandung melanin pada dinding selnya sehingga

dapat menghasilkan warna gelap pada jaringan dan kultur. Hal ini yang

membedakannya dari Aspergilus. 6,7,8

Penanganan terbaik yang disertai resolusi sempurna pada sinusitis alergi jamur

belum diketahui secara pasti. Tetapi para ahli berpendapat bahwa penatalaksanaan

sinusitis alergi jamur terbaik adalah dengan kombinasi medikamentosa dengan

pembedahan. Diagnosis ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan radiologi,

pemeriksaan alergi dan serologi. Drainase sinus yang baik serta perbaikan fungsi

ventilasi merupakan terapi utama. Tindakan bedah saja tidaklah cukup untuk

mengatasi keadaan ini. Pembedahan diyakini dapat menurunkan jumlah antigen jamur

dan secara teori dapat menurunkan stimulus yang menyebabkan gejala alergi fase cepat

dan lambat dan dapat menurunkan kemotaksis eosinofil ke lumen sinus. Pembedahan

juga dapat menyebabkan kembali normalnya bersihan mukosiliar. Pendekatan bedah

harus dikerjakan dengan menggunakan tehnik bedah sinus endoskopi.

Terapi medikamentosa termasuk pemberian antibiotik yang berdasarkan kultur,

antihistamin, steroid sistemik, imunoterapi, dan anti jamur. Karena proses inflamasi

berhubungan dengan manifestasi klinis, terapi multimodalitas diperlukan untuk jangka

panjang. Bakteri dapat terlibat secara langsung sebagai pencetus timbulnya sinusitis

alergi jamur dengan mempengaruhi frekuensi gerakan silia. Data in vitro menunjukan

Page 15: Referat Sinusitis Jamur.pdf

15

Stafilokokus aureus, Hemofilus influenza dan Pseudomonas aeruginosa merupakan

bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan frekuensi gerakan silia.

Irigasi hidung juga diyakini dapat menurunkan stasis mukous dan menurunkan

konsentrasi bakteri dan jamur. Topikal steroid intranasal tidak efektif bila digunakan

sendiri tetapi dapat memberikan efek pencegahan jangka panjang setelah pemberian

steroid sistemik. Perlu diingat bahwa pemberian steroid yang tidak rasional pada

sinusitis alergi jamur dapat menyebabkan penyakit yang berulang. 8,9

Keadaan ini memiliki prognosis yang sangat baik jika fungus ball dapat diangkat

dan pengisian udara yang adekuat pada sinus dapat dilakukan kembali. Tidak

dibutuhkan follow-up jangka panjang untuk sebagian besar pasien. 9,10

2.8.2 Fungal Sinusitis Invasive / Sinusitis Jamur Invasif

Kondisi ini terjadi pada saat terdapat invasi jamur ke jaringan sinus. Sinusitis

jamur kelompok ini dibagi menjadi dua bentuk : Sinusitis Jamur Invasif Kronik

(Indolen) Dan Sinuistis Jamur Invasif Akut (Fulminan). Sinusitis jamur invasif kronik

banyak ditemukan pada penderita sinusitis yang imunokompeten, sedangkan pada tipe

fulminan sering ditemukan pada penderita dengan penurunan sistem imun

(imunokompromis). 8

Gambar 24. Invasif Fungal Sinusitis

Page 16: Referat Sinusitis Jamur.pdf

16

Acute Invasive Fungal Sinusitis ( Fulminant )

Sinusitis jamur invasif memiliki perjalanan penyakitnya sangat cepat, infeksi

jamur tipe ini banyak ditemukan pada individu dengan sistem imun yang menurun,

seperti pada pasien yang mendapatkan transplantasi organ, diabetes melitus dan pasien

yang sedang dilakukan kemoterapi. Perjalanan penyakitnya hanya memerlukan waktu

beberapa hari atau bulan saja. Karena rendahnya imunitas tubuh penderita, dan sifat

jamur yang angioinvasif, perjalanan klinis biasanya sangat cepat meluas dan dapat

menghancurkan sinus yang terlibat kemudian dapat meluas ke daerah sekitarnya seperti

orbita, sinus kavernosus, parenkim otak sehingga dapat menyebabkan kematian dalam

beberapa jam apabila tidak dikenali dan dilakukan penanganan secara cepat. 8 , 10

Gejala klinisnya diawali dengan demam yang tidak respon dengan pemberian

antibiotik, adanya keluhan pembengkakan pada wajah dan orbita, nyeri pada wajah

yang disetai kerusakan saraf kranial unilateral atau perubahan penglihatan akut dengan

gangguan pergerakan mata dan penurunan tajam penglihatan. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan edema di daerah muka atau periorbita disertai eritema, kemosis, proptosis,

dan oftalmoplegia. Adanya gejala tersebut yang disertai penurunan tajam penglihatan

menandakan telah terjadi keterlibatan orbita yang progresif. Pada pemeriksaan rongga

mulut dapat ditemukan eschar pada ginggiva dan palatum. Pemeriksaan endoskopik

dapat ditemukan edema mukosa hidung yang disertai sekret purulen, tetapi umunya

secara khas rongga hidung tampak kering disertai krusta darah. Adanya eschar pada

rongga hidung, merupakan tanda patognomonik dari rinosinusitis jamur invasif akut. 10

CT scan merupakan pemeriksaan radiologi yang harus dilakukan segera,

diperlukan untuk mengetahui apakah sudah terjadi erosi tulang dan keterlibatan jaringan

lunak. Pada CT scan tampak penebalan jaringan yang berbentuk nodular pada mukosa

sinus dan disertai adanya destruksi dinding sinus. Perluasan ke arah orbita dapat terjadi

langsung melewati lapisan tipis lamina papirasea atau melewati pembuluh darah etmoid.

Destruksi tulang jarang ditemukan pada awal infeksi dan dapat ditemukan apabila telah

terjadi nekrosis jaringan lunak. Penggunaan MRI digunakan untuk mengetahui apakah

sudah terjadi keterlibatan mata, khususnya untuk mengevaluasi keadaan orbita, sinus

kavernosus, dan otak. Temuan utama pada pemeriksaan dengan MRI termasuk

keterlibatan bagian dasar hemisfer otak, batang otak, dan daerah hipotalamus. 9

Page 17: Referat Sinusitis Jamur.pdf

17

Gambar 28. CTScan Potongan Coronal Pasien dengan Sinusitis Jamur Invasif Akut Pada Sinus Maxillaris

Kanan dengan gambaran destruksi dinding Lateral Sinus Maxillaris

Pada pemeriksaan mikroskopi dari jaringan yang dicurigai dengan mengunakan

2 atau 3 tetes larutan KOH 10% atau 20% dapat terlihat adanya jamur dalam beberapa

menit setelah dilakukan prosedur biopsi. Apabila ada infeksi disebabkan jamur

golongan Mucor maka pada pemeriksaan histopatologi didapati bentuk hifa yang besar,

tidak beraturan, tidak bersepta dan bercabang dengan arah sudut kekanan. Sedangkan

apabila pada Aspergilus, dapat dicurigai apabila di temukan hifa dengan ukuran yang

lebih kecil yaitu 2.5 sampai 5µm dibandingkan dengan ukuran hifa pada Mucor yang

berukuran 6 sampai 50 µm. Bentuk lainnya yang dapat membedakan jenis jamur

tersebut yaitu pada Aspergilus di temukan bentuk hifa yang bersepta dan beraturan, dan

pada bagian cabangnya membentuk sudut 45 0

. Temuan tersebut dapat di identifikasi

dengan pewarnaan hematoxylin – Eosin dan dapat lebih mudah dikenali dengan

pewarnaan khusus, seperti periodic acid-Schiff (PAS) dan pewarnaan methenamine

silver. 8,9,10

Terapi yang optimal termasuk (1) melakukan penatalaksanaan penyakit

metabolik atau imunologik yang mendasari, (2) penggunaan anti jamur sistemis yang

tepat, (3) pembedahan dengan debrideman luas pada keseluruhan daerah yang

terinfeksi, temasuk daerah mulut ,hidung, sinus paranasal, dan jaringan orbita (4)

mempertahankan drainase daerah hidung, sinus paranasal dan orbita yang adekuat (5)

secara terus menerus memonitor agar tidak terjadi kekembuhan. Penatalaksanaan medis

pada penyakit yang mendasarinnya adalah merupakan faktor paling penting dalam

meningkatkan survival rate. 8 , 10

Amfoterisin masih merupakan obat pilihan untuk terapi sistemis pada hampir

kebanyakan rinosinusitis jamur akut, walaupun masalah toksisitas obat ini tinggi, oleh

Page 18: Referat Sinusitis Jamur.pdf

18

kerena itu perlu dilakukan pemantauan yang baik. Pemberian Amfoterisin B dapat

menyebabkan efek samping yang akut seperti, demam, mengigil, sakit kepala,

tromboflebitis, mual, dan muntah. Walupun obat ini tidak dieksresikan langsung oleh

ginjal, obat ini sangat nefrotoksik dan dapat menyebabkan (biasanya reversibel) asidosis

tubuler. Reaksi lanjutannya adalah termasuk hipokalemia, nefrotoksik, penekanan

sumsum tulang, dan ototoksik. Toksisitas Amfoterisin B ini sangat perlu

dipertimbangkan pada pasien dengan gangguan metabolik. Apabila serum kreatinin

menjadi lebih dari 3.0 mg/dl, pemberian obat ini ditunda sampai fungsi ginjal kembali

stabil. Dosis total yang optimum dan durasi dengan menggunakan amfoterisin ini masih

belum jelas, secara umum digunakan dosis tes 1 mg dalam dextrosa 5 % pada hari

pertama terapi, kemudian dilakukan peningkatan dosis 5 mg sampai tercapai dosis 1

mg /kg berat badan. Pada pasien dengan infeksi yang lebih berat dapat diberikan dosis

tes 1 mg yang diberikan dalam beberapa jam kemudian diikuti dosis ulangan tiap 12 jam

yaitu 10 sampai 15 mg sampai tercapai dosis 0,7 sampai 1 mg / kg berat badan. 8,9,10

Keadaan memiliki prognosis yang kurang baik. Angka mortalitas dilaporkan

50%, meskipun dengan operasi yang agresif dan pengobatan. Kekambuhan sering

terjadi. 9,10

Chronic Invasive Fungal Sinusitis ( Indolen )

Sinusitis jamur invasif kronik (indolen) ini perjalanan penyakitnya bisa

membutuhkan waktu berbulan-bulan sampai tahun, dan banyak terdapat pada penderita

dengan imunokompeten, tipe ini dihubungkan dengan gambaran granulomatosa pada

pemeriksaan histopatologi. Sinusitis jamur invasif kronik ini adalah bentuk yang jarang

ditemukan. Tanda khas dari infeksi jamur tipe ini adalah adanya invasi jamur ke dalam

jaringan mukosa sinus. Infeksi jamur tipe ini dapat diawali oleh misetoma sinus (Fungal

ball) kemudian menjadi invasif oleh karena perubahan status imun penderita. Oleh

karena prognosis yang buruk, tipe ini disarankan dilakukan pentalaksanaan secara

agresif. 8 -10

Gejala dari infeksi jamur tipe ini secara umum sama seperti rinosinusitis kronis

yaitu berupa sakit kepala dan sumbatan hidung. Pada keadaan tertentu dapat ditemukan

massa pada daerah sinus, massa tersebut dapat mengerosi pembatas anatomi ke dalam

pipi, orbita, palatum durum, otak ataupun kelenjar pituitari. Keluhan pandangan ganda,

Page 19: Referat Sinusitis Jamur.pdf

19

termasuk proptosis sering ditemukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan biopsi yang

menggambarkan adanya invasi jaringan oleh hifa jamur. Pada pemeriksaan fisik,

terdapat deformitas wajah, proptosis, dan disfungsi saraf kranialis. Pemeriksaan

endoskopi hidung tampak gambaran yang sangat mirip dengan fungal ball (misetoma).

Tampak inflamasi kronis pada sinus yang terinfeksi disertai jaringan granulasi yang

mudah berdarah.8-10

Pemeriksaan dengan CT scan dianjurkan, dan didapatkan gambaran penebalan

jaringan yang meluas ke bagian tulang. Pemeriksaan dengan MRI direkomendasikan

pada pasien dengan infeksi yang meluas ke rongga orbita dan kompartemen intrakranial.

7

Gambar 29. CT Scan Potongan Coronal Pasien dengan Sinusitis Jamur Invasif Kronik Pada Sinus Maxillaris

Kanan, Rongga Hidung Kanan, dan Sinus Sfenoid; erosi fossa kranial anterior, dengan ekstensi intrakranial

pada sisi kanan

Aspergilus adalah organisme yang paling sering ditemukan pada infeksi jamur

tipe ini. Gambaran Aspergilus ini seperti lobang pada giant cell yang dapat

diidentifikasi dengan pewarnaan perak. Organisme ini berpendar (berfluoresensi) pada

pemeriksaan dengan lampu ultraviolet. 8

Penatalaksanaan yang paling baik adalah dikombinasikan dengan tindakan

bedah. Diagnosis dikonfirmasikan melalui pemeriksaan histopatologi potongan beku

dari jaringan yang dicurigai. Pembedahan dapat dilakukan dengan tehnik minimal

invasif atau tehnik operasi terbuka. Biasanya diperlukan tindakan biopsi ulang untuk

mengetahui apakah ada sisa jamur atau penyakit yang berulang. Penggunan anti jamur

dipilih berdasarkan jamur yang menginfeksi. Amfoterisin merupakan anti jamur yang

paling sering digunakan. Lamanya pengobatan tergantung dari sisa infeksi jamur atau

letak infeksi, kemungkinan penyakit berulang yang dipengaruhi oleh penurunan daya

Page 20: Referat Sinusitis Jamur.pdf

20

tahan tubuh penderita dan respon pengobatan. Kekambuhan sering terjadi, walaupun

telah diberikan pemberian anti jamur sistemis setelah pembedahan. Biasanya tidak perlu

dilakukan pembedahan ulang, dan pasien dapat terapi dengan pilihan anti jamur lainnya

seperti Itrakonazol. 7-10

Prognosis baik pada pasien yang menerima anti jamur sistemik dalam waktu

yang lama. Pasien yang menerima anti jamur sistemik dalam waktu singkat sering

kambuh, dengan demikian memerlukan terapi lebih lanjut. 10

Granulomatous Invasive Fungal Sinusitis

Pasien penderita sinusitis jamur invasif granulomatosus datang dengan gejala

sinusitis kronik yang berhubungan dengan proptosis. Penyakit ini mulai sering

dilaporkan terjadi pada individu imunokompeten dari Afrika Utara. Penyakit

granulomatosa sinusitis jamur invasif ini pada umumnya dikaitkan dengan proptosis.10-

11 Pada pemriksaan histopatologis ditemukannya granuloma dengan sel raksasa

multinuklear dengan disertai nekrosis akibat tekanan, dan erosi yang ditemukan dalam

granulomatosa sinusitis jamur invasif.10

Debridemen bedah menjadi pilihan utama yang terbaik dalam pengobatan,

diikuti dengan pemberian pengobatan secara sistemik dengan obat antijamur. Rekurensi

kekambuhan dari penyakit ini jarang terjadi. Endoskopi dan pendekatan eksternal dapat

menjadi pertimbangan dalam penatalaksanaan penderita granulomatosa sinusitis jamur

invasif.8,9,10

Pengalaman mengenai penyakit ini sungguh jarang dan terbatas bahkan sedikit

sekali. Secara umum prognosisnya baik namun terdapat kecenderungan terjadinya

kekambuhan. 10

2.9 DIAGNOSIS

Infeksi jamur pada sinus harus dipertimbangkan pada semua penderita sinusitis

kronis yang tidak respon terhadap pengobatan antibiotika dan pembedahan. Sinusitis

jamur invasif biasanya terdapat pada penderita dengan penurunan sistem imun dengan

disertai gejala akut seperti demam, batuk, ulserasi pada mukosa hidung, epistaksis dan

sakit kepala. Bentuk kronis invasif dapat timbul dengan gejala proptosis atau sindroma

apeks orbital.6

Page 21: Referat Sinusitis Jamur.pdf

21

Beberapa faktor yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis sinusitis

jamur yaitu : gejala yang kompleks, perjalanan penyakit (hari, minggu, tahun), keadaan

sistem imun penderita, pemeriksaan fisik (endoskopi hidung), dan pemeriksaan

radiologi, patologi, dan mikologi. Semua faktor tersebut ada sangat penting dalam

menentukan penanganan penderita pada fase awal. Adanya invasi jaringan dapat

dicurigai pada pasien yang mempunyai resiko penurunan sistem imun atau secara klinis

jelas tampak adanya keterlibatan jaringan di sekitar sinus. Erosi pada daerah sekitar

harus dapat dibedakan dengan invasi jaringan. Bentuk noninvasif dapat ditandai dengan

proses erosi tanpa adanya invasi jaringan. Pemeriksaan histopatologi selalu digunakan

untuk membedakan suatu keadaan bentuk invasif atau noninvasif. Infeksi jamur pada

sinus mempunyai bentuk akut dan kronis. Status imun penderita sangat mempengaruhi

perkembangan penyakit. Misetoma dapat timbul tanpa gejala dalam beberapa tahun atau

hanya dengan gejala sumbatan hidung kronis yang disertai sekret pada hidung,

sedangkan bentuk akut invasif perkembangan penyakitnya sangat cepat, dengan gejala

nyeri, pembengkakan pada daerah wajah, gangguan orbita dan gangguan saraf pusat

yang disebabkan perluasan penyakit pada daerah sekitarnya. Diagnosis awal sinusitis

jamur fulminan sangatlah penting oleh karena penyakit ini perjalanannya sangat singkat

dan dapat terjadi kematian dalam beberapa jam.8-10

2.10 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding sinusitis jamur adalah neoplasma benigna maupun maligna.

Sinusitis jamur invasif dengan neoplasma maligna sulit dibedakan atau tidak dapat

dibedakan dari gambaran radiologi. Tetapi dapat dibedakan dari gambaran

histopatologi. Pada sinusitis jamur invasif ada tanda yang khas yaitu adanya invasi ke

jaringan mukosa. 10

Gambar 30. Pasien dengan obstruksi nasi dan epistaksis; gambaran massa di sinus maksilaris kanan dengan

destruksi dinding medial, ekstensi ke rongga hidung; diagnosis radiologi: sinusitis jamur, histopatologi:

inverted papilloma

Page 22: Referat Sinusitis Jamur.pdf

22

2.11 TERAPI

Pembedahan / Surgical Therapy

Sebelum dilakukan tindakan bedah, ahli THT harus mempertimbangkan

prognosa pasien secara keseluruhan, termasuk penyakit yang mendasarinya. Perluasan

eksisi bedah harus dipertimbangkan dengan perluasan infeksi. Secara umum dikatakan,

bahwa debrideman semua daerah yang terinfeksi dan perbaikan fungsi adalah

merupakan tujuan utama pembedahan. Debrideman setelah operasi dan pemantauan

pasien sangat penting dan perlu dilakukan biopsi ulang pada dareah operasi. Terapi

medis terus diberikan sampai diyakini infeksi telah teratasi dan keadaan status imun

penderita telah stabil. CT scan ulang diperlukan untuk memastikan tidak ada lagi

perkembangan penyakit. Setelah pembedahan, irigasi pada rongga hidung dapat

dilakukan untuk mencegah adanya krusta dan invasi jamur. Amfoterisin B ( 50 mg /

liter air) irigasi ( 20 ml, empat kali sehari ) dapat diberikan melalui selang kateter pada

sinus yang terinfeksi. Debrideman ulang dilakukan, apabila terdapat krusta yang

menetap atau terjadi kekambuhan.7, 8, 10

2.12 KOMPLIKASI

Pada alergic fungal sinusitis dapat terjadi erosi pada struktur yang di dekatnya

jika tidak diterapi. Erosi sering dapat terlihat pada pasien yang mengalami proptosis.

Pada mycetoma fungal sinusitis jika tidak diterapi dapat memperburuk gejala-gejala

sinusitis yang berpotensi untuk terjadi komplikasi ke orbita dan sistem saraf pusat. Pada

Acute Invasive Fungal Sinusitis dapat menginvasi struktur di dekatnya yang

menyebabkan kerusakan jaringan dan nekrosis. Selain itu juga dapat terjadi trombosis

sinus kavernosus dan invasi ke susunan saraf pusat. Pada chronic Invasive Fungal

Sinusitis dan pada Chronic Granulomatous Fungal Sinusitis dapat menginvasi jaringan

sekitarnya sehingga terjadi erosi ke orbita atau susunan saraf pusat. 8,9,10

Page 23: Referat Sinusitis Jamur.pdf

23

BAB III

PENUTUP

Sinusitis jamur merupakan salah satu penyakit hidung yang sebelumnya jarang

sekali menjadi topik bahasan kalangan pakar medis di bidang telinga, hidung dan

tenggorokan serta kepala leher. Namun semakin hari insiden terjadinya penyakit ini

semakin banyak ditemui dan di keluhkan oleh pasien. Hal ini membuat penyakit ini

menjadi salah satu pokok bahasan menarik di kalangan pakar medis bidang telinga,

hidung dan tenggorokan serta kepala leher. Penelitian-penelitian mengenai penyakit ini

pun semakin banyak dilakukan. Dengan demikian pemahaman kita tentang berbagai hal

mengenai penyakit ini pun terus berkembang seiringnya waktu.

Adanya tingkat kesadaran yang tinggi para dokter dan juga kemajuan teknologi

radiologi yang semakin canggih sekarang ini memberi kemudahan dalam mendiagnosa

penyakit ini.

Dokter harus memiliki perhatian khusus dan kecurigaan yang tinggi untuk

mendiagnosa penyait ini karena kenampakan gejala penyakit ini samar dan tidak begitu

berbeda secara umum dengan penyakit radang mukosa hidung lainnya.

Pendekatan yang menyeluruh dan anamnesa yang terarah serta pemeriksaan fisik

yang dikombinasikan dengan computed tomography serta endoskopi hidung menjadi

andalan dan sangat membantu dalam menegakan diagnosis sinusitis setiap jenis jamur.

Seiring dengan kemajuan dalam bedah sinus endoskopi fungsional, kemampuan

kita untuk mengobati dan memberantas penyakit sinusitis jamur terus meningkat dan

membaik. Berbgai penelitian di masa depan harus mengarah pada kemajuan lebih

lanjut dalam pengobatan dan bedah sinusitis jamur.

Page 24: Referat Sinusitis Jamur.pdf

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus Paranasal. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,

Bashiruddin J, Restuti RD, ( Editor ). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala Dan Leher. Edisi Keenam. Cetakan Kedua. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI; 2008. Hal 145-149.

2. Higler PA. Hidung: Anatomi Dan Fisiologi Terapan. Dalam : Adams GL, Boies

LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Cetakan Ketiga. Jakarta:

EGC; 1997. Hal 176, 241.

3. Dudley J. Paranasal Sinus Infection. In: Otorhinolaryngology: Head And Neck

Surgery. Ballenger JJ, Snow JB, Editors. 15th

Ed. Williams & Wilkins.

Philadelphia; 1996. Hal 3 -192.

4. Rita Anggraini D. Anantomi Dan Fungsi Sinus Paranasal. Dalam: Jurnal

Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. Medan; 2005. Hal 15 -

50

5. Graney DO, Rice DH. Anatomy. In: Otolaryngology-Head And Neck Surgery.

Cummings CW, Frederickson JM, Harker LA, Krause CJ, Schuller DE, Editors. 2nd

Ed. Mc Graw Hill. New York; 1999. Hal 901- 40.

6. Ballenger JJ. Hidung Dan Sinus Paranasal, Aplikasi Klinis Anatomi Dan Fisiologi

Hidung Dan Sinus Paranasal. Dalam : Penyakit Telinga Hidung Dan Tenggorokan

Dan Leher. Edisi 13. Jilid Satu. Binarupa Aksara. Jakarta; 1994. Hal 1 – 25

7. Amedee G Ronald. Sinus Anatomy And Function. In : Head And Neck Surgery

Otolaryngology Bryon J. Bailey. J.B. Lippincott Company. Philadhelpia; 1993. Hal

343 - 49

8. Tri Andhika Nasution M. Frekuensi Penderita Rinosinusitis Maksila Kronis Yng

Disebabkan Infeksi Jamur. Dalam: Jurnal Kedokteran Fakultas Kedokteran

Unversitas Sumatera Utara. Medan; 2007. Hal 24 - 56

9. Mccaffrey. Diagnosis Of Fungal Sinusitis. In : Rhinologic Diagnosis And

Treatment Thomas V. Mccaffery. Thieme. New York Stuttgart; 1997. p. 317 - 33

10. Manning S. 1998. Fungal Sinusitis. In : Rhinology And Sinus Disease A

Promblem-Oriented Approach, Schaefer S. Mosby, St Louis: p. 99 – 104