Top Banner
SINUSITIS JAMUR PENDAHULUAN Sinus paranasalis merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Sinus terletak di bagian depan pada wajah yaitu dahi, di antara mata, dan pada tulang pipi. 1 Sinusitis jamur didefinisikan sebagai suatu spektrum dari kondisi patologik yang berkaitan dengan inflamasi sinus paranasal akibat adanya jamur. Infeksi sinus oleh jamur jarang terdiagnosis karena sering luput dari perhatian. Penyakit ini mempunyai gejala yang mirip dengan sinusitis kronik yang disebabkan oleh bakteri, adakalanya gejala yang timbul non-spesifik, bahkan tanpa gejala. Jamur adalah organisme seperti tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil yang cukup. Jamur mengasorbsi makanan dari bahan organik yang telah mati. Jamur tidak hanya mengasorbsi makanan dari benda mati saja, tetapi kadang-kadang jamur dapat mengasorbsi makanan dari organisme yang masih hidup. Inilah yang disebut infeksi jamur. 3,4 Infeksi sinus karena jamur jarang terdiagnosa dikarenakan gejalanya mirip dengan 1
31

referat sinusitis jamur

Jun 10, 2015

Download

Documents

jayarasti
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: referat sinusitis jamur

SINUSITIS JAMUR

PENDAHULUAN

Sinus paranasalis merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit

dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Sinus

terletak di bagian depan pada wajah yaitu dahi, di antara mata, dan pada tulang

pipi. 1

Sinusitis jamur didefinisikan sebagai suatu spektrum dari kondisi

patologik yang berkaitan dengan inflamasi sinus paranasal akibat adanya jamur.

Infeksi sinus oleh jamur jarang terdiagnosis karena sering luput dari perhatian.

Penyakit ini mempunyai gejala yang mirip dengan sinusitis kronik yang

disebabkan oleh bakteri, adakalanya gejala yang timbul non-spesifik, bahkan

tanpa gejala. Jamur adalah organisme seperti tumbuhan yang tidak mempunyai

klorofil yang cukup. Jamur mengasorbsi makanan dari bahan organik yang telah

mati. Jamur tidak hanya mengasorbsi makanan dari benda mati saja, tetapi

kadang-kadang jamur dapat mengasorbsi makanan dari organisme yang masih

hidup. Inilah yang disebut infeksi jamur.3,4

Infeksi sinus karena jamur jarang terdiagnosa dikarenakan gejalanya mirip dengan

sinusitis kronis yang disebabkan oleh bakteri, sehingga perlu mendapat perhatian

apabila

didapati sinusitis yang tidak mengalami perbaikan setelah mendapat pengobatan

antibiotika. '

Jamur termasuk organ saprofitik yang dapat berubah menjadi patogen bila kondisi

sinus tidak normal misalnya karena ada obstruksi muara sinus dan gangguan

ventilasi,

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang

terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal,

dan sinusitis sfenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis,

sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling

1

Page 2: referat sinusitis jamur

sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan

sinusitis sfenoid lebih jarang. Pada anak hanya sinus maksila dan sinus etmoid

yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid belum. Agen etiologi

sinusitis dapat berupa virus, bakteri, atau jamur.1,2

Bila sistem imun tubuh menurun, jamur memiliki kesempatan untuk

masuk dan berkembang dalam tubuh. Oleh karena organisme ini tidak

membutuhkan cahaya untuk memproduksi makanannya, maka Jamur dapat hidup

di lingkungan yang lembab dan gelap. Sinus yang merupakan rongga yang lembab

dan gelap adalah tempat alami di mana jamur dapat ditemukan. Hal inilah yang

menyebabkan timbulnya sinusitis jamur. Jamur yang paling banyak menyebabkan

penyakit pada manusia adalah dari spesies Aspergillus sp dan Mucor sp.4,5

ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS PARANASALIS

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga

hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus

sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan etmoid telah ada sejak anak lahir,

sedangkan sinus frontalis berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang

berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10

tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini

umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.1

Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian

lateral rongga udara hidung; jumlah, bentuk, ukuran, dan simetri bervariasi. Sinus-

sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah dan diberi nama

sesuai: sinus maksilaris, sfenoidalis, frontalis, dan etmoidalis. Yang terakhir

biasanya berupa kelompok-kelompok sel etmoidalis anterior dan posterior yang

saling berhubungan, masing-masing kelompok bermuara ke dalam hidung.

Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang mengalami modifikasi,

dan mampu menghasilkan mukus, dan bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga

hidung. Pada orang sehat, rongga terutama berisi udara.2

2

Page 3: referat sinusitis jamur

Gambar 1: Letak sinus paranasalis 6

Pembagian sinus paranasalis antara lain:1,6

a. Sinus Maksila

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus

maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan

akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila

berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksilla

yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal

maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding

superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris

dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial

sinus dan bermuara ke hiatus semi lunaris melalui infundibulum etmoid. Suplai

darah terbanyak melalui cabang dari arteri maksilari. Inervasi mukosa sinus

melalui cabang dari nervus maksilari.

b. Sinus Frontal

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan

keempat fetus, berasal dari sel-sel resessus frontal atau dari sel-sel infundibulum

etmoid. Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan

dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-

lekuk. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa

3

Page 4: referat sinusitis jamur

serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frotal mudah menjalar ke daerah ini.

Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resessus frontal.

Resessus frontal adalah bagian dari sinus etmoid anterior. Suplai darah diperoleh

dari arteri supraorbital dan arteri supratrochlear yang berasal dari arteri oftalmika

yang merupakan salah satu cabang dari arteri carotis inernal. Inervasi mukosa

disuplai oleh cabang supraorbital dan supratrochlear cabang dari nervus frontalis

yang berasal dari nervus trigeminus.

Gambar 2: potongan sagital sinus fontalis.7

c. Sinus Etmoid

Pada orang dewasa sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di

bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4,5 cm, tinggi 2,4 cm dan

lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior. Sinus etmoid

berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat

di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media dan

dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9

sel). Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior

yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di

meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak,

letaknya di bawah perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus etmoid

posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero-

4

Page 5: referat sinusitis jamur

superior dari perlekatan konka media. Di bagian terdepan sinus etmoid anterior

ada bagian yang sempit, disebut resessus frontal, yang berhubungan dengan sinus

frontal. Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan

lamina kribosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis

dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid

posterior berbatasan dengan sinus sfenoid. Suplai darah berasal dari cabang nasal

dari sphenopalatina arteri. Inervasi mukosa berasal dari divisi oftalmika dan

maksilari nervus trigeminus.

Gambar 3: CT scan koronal sinus maksila dan sinus etmoid. 7

d. Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.

Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya

adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya

bervariasai dari 5-7,5 ml. Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa

serebrimedia dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah

lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak

sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri

posterior di daerah pons. Suplai darah berasal dari arteri carotis internal dan

eksternal. Inervasi mukosa berasal dari nervus trigeminus.

5

Page 6: referat sinusitis jamur

Gambar 4: potongan sagital sinus frontalis dan sinus sfenoid. 7

Gambar 5: CT scan axial sinus etmoid dan sinus sfenoid. 7

Bagian atas rongga hidung mendapat perdarahan dari arteri etmoid

anterior dan posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmikus, sedangkan

arteri oftalmikus berasal dari arteri karotis interna. Bagian bawah rongga hidung

mendapat perdarahan dari cabang arteri maksilla interna. Yang penting ialah arteri

sphenopalatina dan ujung dari arteri palatina mayor.

Bagian depan dan atas dari rongga hidung mendapat persarafan sensoris

dari nervus etmoid anterior yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang

berasal dari nervus oftalmikus (nervus V-1). Rongga hidung lainnya sebagian

besar mendapatkan persarafan sensoris dari nervus maksilla melalui ganglion

sphenopalatina. Ganglion sphenopalatina disamping memberikan persarafan

6

Page 7: referat sinusitis jamur

sensoris juga memberikan persarafan vasomotor/otonom pada mukosa hidung.

Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari nervus maksilla (nervus V-

2), serabut parasimpatis dari nervus petrosis superfisialis mayor, dan serabut-

serabut simpatis dari nervus petrosus profundus. Ganglion sphenopalatina terletak

di belakang dan sedikit di atas dari ujung posterior konka media.1

Sampai saat ini belum ada penyesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus

paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai

fungsi apa-apa karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka.

Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain :1,8

1. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk mamanaskan dan mengatur

kelembaban udara inspirasi. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus

kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan

beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus

2. Sebagai panahan suhu (thermal insulators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai (buffer) panas, melindungi orbita dan

fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.

3. Membantu keseimbangan kepala

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang

muka. Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan

memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini

tidak dianggap bermakana.

4. Membantu resonansi udara

Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi udara dan

mempengaruhi kualitas udara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan

ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonansi yang efektif.

5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara

Fungsi ini akan berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan

mendadak, misalnya pada waktu bersin dan beringus.

6. Membantu produksi mukus

7

Page 8: referat sinusitis jamur

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil

dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk

membersihkan partikel yang turut masuk dalam udara.

EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya penggunaan antibiotik,

kortikosteroid, imunosupresan, dan radioterapi. Kondisi predisposisi pada pasien

dengan diabetes mellitus, neutropenia, penderita AIDS, dan pasien yang lama

dirawat di rumah sakit. Jenis jamur yang paling sering menyebabkan sinusitis

jamur adalah Aspergillus dan Candida.1

ETIOLOGI

Pada Sinusitis jamur noninvasif ada dua bentuk yaitu allergic fungal

sinusitis dan sinus mycetoma/fungal ball. Kebanyakan penyebabnya adalah

Curvularia lunata, Aspergillus fumigatus, Bipolaris dan Drechslera. A.

Fumigatus dan jamur dematiaceous kebanyakan menyebabkan sinus mycetoma.

Pada sinusitis jamur invasif termasuk tipe akut fulminan, di mana

mempunyai angka mortalitas yang tinggi apabila tidak dikenali dengan cepat dan

ditangani secara agresif, dan tipe kronik dan granulomatosa.

Jamur saprofit selain Mucorales, termasuk Rhizopus, Rhizomucor,

Absidia, Mucor, Cunninghammela, Mortierella, Saksenaea, dan Apophysomyces

sp, menyebabkan sinusitis jamur invasif akut. A. Fumigatus satu-satunya jamur

yang dihubungkan dengan sinusitis jamur invasif kronik. Aspergillus flavus

khusus dihubungkan dengan sinusitis jamur invasif granulomatosa.4

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi sinusitis jamur mencakup pengisian sinus dan adanya

perubahan respons imun terhadap jamur. Sindrom invasif dan noninfasif pada

sinusitis jamur mempunyai gejala-gejala khas yang jelas. Keduanya dapat terjadi

pada pasien dengan immunocompetent atau immunocompromised, dapat secara

akut atau kronik dan dapat menyebar ke orbita, struktur-struktur mata, dan ke

otak. Purulen, pucat, sering berbau busuk ada pada sinus-sinus yang terkena.9

8

Page 9: referat sinusitis jamur

Patofisiologi allergic fungal sinusitis diperkirakan sama dengan allergic

bronchopulmonary fungal disease. Pertama, host yang atopik terpapar jamur,

secara teori masuk melalui saluran napas yang normal dan berkoloni di kavitas

sinus, yang mana mengandung inisial stimulus antigen. Respon terhadap inisial

inflamasi terjadi sebagai akibat dari reaksi Gell and Coombs tipe I (IgE mediated)

dan tipe III (immune complex-mediated), menyebabkan edema jaringan. Hal ini

menyebabkan obstruksi ostium sinus. Apabila siklus terjadi terus-menerus akan

menghasilkan produk, alergi mucin, yang mengisi sinus. Akumulasi debris ini

mengobstruksi sinus dan memperberat proses.

Sinus mycetoma biasanya unilateral dan melibatkan sinus maksilaris.

Pasien dengan sinus mycetoma adalah pasien dengan immunocompetent. Kondisi

alergi IgE jamur spesifik biasanya kurang. Sinus mycetoma

Acute invasive sinusitis terjadi dari penyebaran cepat jamur melalui invasi

vaskular ke orbita dan sistem saraf pusat. Ini lebih sering terjadi pada pasien

dengan diabetes dan pasien dengan immunocompromised dan dilaporkan juga

pada orang-orang dengan immunocompetent. Pasien-pasien ini biasanya

membutuhkan perawatan.

Chronic invasive sinusitis adalah infeksi jamur yang progresif lambat

dengan proses invasif yang rendah dan biasanya terjadi pada pasien dengan

diabetes.4,8

KLASIFIKASI SINUSITIS JAMUR

Ada 4 tipe dari sinusitis jamur :3,10

1. Mycetoma fungal sinusitis atau fungal ball

Di mana terdapat gumpalan-gumpalan spora yang disebut fungal ball, di

dalam kavitas sinus, frekuensi terbanyak pada sinus maksilaris. Organisme yang

terlibat paling sering adalah famili Aspergillus. Pasien dengan kondisi ini

biasanya mempunyai riwayat infeksi sinus yang rekuren, gejalanya biasanya

hampir mirip dengan sinusitis bakteri.

9

Page 10: referat sinusitis jamur

Gambar 6: fungal ball pada sinus maksilaris kanan.11

2. Allergic Fungal sinusitis

Merupakan suatu reaksi alergi yang terjadi akibat respon pada lingkungan

di sekitar jamur yang tersebar ke udara. Jamur yang terlibat paling banyak famili

Dematiceous, termasuk Bipolaris, Curvularia, dan Alternaria, dimana biasa

terdapat di lingkungan. Seperti pada fungal ball, gejalanya bisa sama dengan

sinusitis bakteri. Polip nasal dan sekret yang kental biasanya didapatkan pada

pemeriksaan nasal.

Gambar 7: mukus yang kental di sinus maksilari.10

3. Chronic Invasive Sinusitis

Sinusitis invasif akut dan kronik adalah tipe paling serius dari sinusitis

jamur, dan untunglah hanya sedikit yang ada. Sinusitis jamur invasif kronik

10

Page 11: referat sinusitis jamur

perkembangannya lebih lambat dan tumbuh ke dalam jaringan sinus dan tulang.

Secara mikroskopik, ditandai dengan infiltrat inflammatori granulomatosa. Jamur

yang paling sering adalah famili Rhizopus, Mucor, dan Aspergillus.

4. Acute Invasive Sinusitis

Sinusitis jamur invasif akut proses perkembangannya cepat dan tumbuh ke

dalam jaringan sinus dan tulang. Sinusitis jamur tipe ini ditemukan pada pasien

dengan immunocompromised. Contohnya setelah mendapatkan kemoterapi atau

pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol.

Gambar 8: gambaran invasive fungal sinusitis.10

DIAGNOSIS

Anamnesis dan Gejala Klinis

Sinusitis jamur dapat terjadi pada pasien dengan sinusitis kronik, yang

memiliki faktor predisposisi seperti neutropenia, AIDS, penggunaan jangka

panjang kortikosteroid atau antibiotik spektrum luas, diabetes yang tidak

terkontrol, atau imun yang rendah. Perlu diwaspadai adanya sinusitis jamur pada

kasus berikut: sinusitis unilateral, yang sukar disembuhkan dengan terapi

antibiotik. Adanya gambaran kerusakan tulang dinding sinus atau bila ada

membran berwarna putih keabu-abuan pada irigasi antrum.1,5,11

Mycetoma fungal sinusitis atau fungal ball

11

Page 12: referat sinusitis jamur

Merupakan bentuk non invasif, jamur tidak masuk ke dalam jaringan

tetapi membentuk gumpalan jamur di dalam lumen sinus. Tipe ini tidak membuat

kerusakan mukosa dan tulang. Sering hanya unilateral dan kebanyakan mengenai

sinus maksilaris. Gambaran klinisnya menyerupai sinusitis kronis yaitu sekret

yang purulen, obstruksi hidung, sakit kepala satu sisi, nyeri wajah, adanya post

nasal drip, dan nafas yang berbau, kadang-kadang dapat terlihat massa jamur

bercampur sekret di dalam kavum nasi. Pada operasi mungkin ditemukan massa

yang berwarna coklat kehitaman kotor bercampur sekret purulen di dalam rongga

siinus.3,4,9

Allergic Fungal sinusitis

Sering mengenai penderita atopi dewasa muda dengan polip hidung atau

asma bronkial. Secara klinis gejalanya mirip dengan sinusitis kronis berulang atau

persisten, lebih sering bilateral dengan keluhan hidung tersumbat dan sering

ditemukan adanya polip.4,11

Bent dan Kuhn membuat kriteria diagnosis untuk sinusitis alergi jamur

yaitu:8

1. Tes atau riwayat atopik terhadap jamur positif.

2. Obstruksi hidung akibat edema mukosa atau polip.

3. Gambaran CT Scan menunjukkan material yang hiperdens dalam rongga sinus

dan erosi dinding sinus.

4. Eosinifil positif

5. IgE total meningkat

6. Konfirmasi histopatologi dengan terlihatnya musin alergik dengan hifa-hifa

jamur (kultur jamur bisa positif atau negatif).

Invasive Fungal Sinusitis

Bersifat kronis progresif, dapat mengadakan invasi ke rongga orbita dan

intrakranial. Gambaran kliniknya menyerupai penyakit granuloma hidung.

Penderita biasanya mengeluh hidung tersumbat disertai gejala-gejala sinusitis

kronis yang lain. Mungkin terdapat granuloma dalam hidung dan sinus serta

nekrosis jaringan, yang sering menyebabkan ulkus pada septum. Granuloma dapat

12

Page 13: referat sinusitis jamur

meluas ke struktur di sekitarnya. Sehingga menimbulkan keluhan gangguan

neurologik atau oftalmoplegia yang mirip dengan gejala tumor ganas. 3,4

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium.

Terdapat peningkatan konsentrasi total jamur spesifik IgE pada pasien

dengan allergic fungal sinusitis. Sedangkan pada sinus mycetoma jarang terjadi.

Biasanya >1000 U/ml (normal <50 U/ml).

Pasien dengan allergic fungal sinusitis pada umumnya menunjukkan

reaksi positif skin tes terhadap antigen jamur maupun non jamur.4,11

2. Pemeriksaan radiologik.

Foto polos walaupun menyediakan beberapa informasi, tidak cukup detail.

Pada CT scan sinusitis jamur invasif akut ditemukan gambaran mukosa yang tebal

atau opaksifikasi sempurna dari sinus paranasalis yang terlibat. Tampak destruksi

tulang sinus yang agresif tanpa perluasan.

Gambar 9: CT scan potongan koronal pasien dengan sinusitis jamur invasif akut pada sinus maksilaris kanan dengan gambaran destruksi dinding lateral sinus maksilaris.15

Pada CT scan sinusitis jamur infasif kronik ditemukan hiperdens pada satu

atau lebih sinus paranasalis. Tampak gambaran massa yang dicurigai seperti

keganasan. Tampak erosi pada sinus-sinus yang terlibat dan adanya perluasan ke

13

Page 14: referat sinusitis jamur

sekitarnya, seperti ke orbita, fossa kranial anterior dan jaringan lunak

maxillofacial.

Gambar 10: CT scan potongan koronal pasien dengan sinusitis jamur invasif kronik pada sinus maksilaris kanan, rongga hidung kanan, dan sinus sfenoid; perluasan sinus sfenoid; erosi fossa

kranial anterior, dengan ekstensi intrakranial pada sisi kanan.15

Pada sinus mycetoma dapat terlihat adanya massa jaringan lunak pada

lumen sinus biasanya terbatas pada satu sinus dan biasanya pada sinus maksilaris,

yang radioopak atau metalik dengan gambaran busa sabun. Gambaran radioopak

ini disebabkan oleh penumpukan kalsium fosfat pada bola-bola jamur. Pada CT

scan nonkontras tampak gambaran hiperdens dan hipointens pada MRI.

Gambar 11: CT scan potongan sagital sinus mycetoma13

14

Page 15: referat sinusitis jamur

Pada sinusitis alergi jamur biasanya terjadi pada multipel sinus, biasanya

unilateral. Pada CT scan ditemukan gambaran mucin alergi yang hiperdens dalam

lumen sinus paranasalis. Kadang-kadang ditemukan gambaran dinding sinus yang

mengalami erosi. Sedangkan pada MRI biasanya ditemukan gambaran

hiperintens.12,13,14

Gambar 12: CT scan potongan koronal pasien dengan sinusitis alergi jamur yang unilateral

menunjukkan gambaran hiperdens dan inhomogenitas sinus; opaksifikasi; terdapat musin alergi.11

3. Pemeriksaan Histopatologik

Diagnosis yang paling sederhana dan cepat adalah pemeriksaan jamur

dengan menggunakan larutan KOH. Ada pewarnaan khusus seperti PAS (Periodic

Acid Schiff) atau MSS (Methenamine Silver Stain ) yang lebih baik untuk

pemeriksaan sinusitis jamur terutama untuk kasus sinusitis alergi jamur.

Pada tipe invasif ditemukan invasi hifa ke dalam jaringan, inflamasi

granuloma tanpa perkejuan dengan sel datia berinti banyak, tidak tampak invasi

vaskuler dan mungkin ada nekrosis jaringan lunak atau tulang.

Pada misetoma ditemukan kumpulan hifa jamur dengan reaksi jaringan

yang minimal. Hifa dapat dilihat pada pewarnaan HE (Hematoksilin-Eosin)

Tanda khas sinusitis alergi jamur adalah polip nasi dan musin alergi. Pada

pemeriksaan histopatologi musin mengandung eosinofil, kristal Charcot-Leyden

dan hifa jamur.

15

Page 16: referat sinusitis jamur

Gambar 13: Elemen-elemen jamur yang menyebar (hifa) dengan eosinofilik (alergi)

mucin. (pewarnaan Gomori methemine silver pembesaran 200x)16

Kultur jamur tidak dapat dijadikan penentu dignosis karena mungkin ada

kontaminasi dari udara saat pengambilan atau pengiriman, sedangkan masih

mungkin hasil kultur negatif pada kasus yang memang disebabkan oleh

jamur.9,14,16

PENATALAKSANAAN

Terapi utama pada seluruh jenis sinusitis jamur adalah operasi. Pemberian

medikal terapi tergantung pada tipe infeksi dan ada tidaknya invasi.

1. Allergic Fungal sinusitis

Terapi utamanya adalah operasi. Tujuan dari operasi adalah melakukan

debridement konservatif terhadap mucin alergi dan polip (jika ada) serta

mengembalikan aerasi sinus. Steroid sistemik dapat diberikan saat akan dioperasi

dan diagnosis telah jelas. Beberapa peneliti menganjurkan prednison dosis rendah

(0,5mg/kg) dengan dosis tapering selama periode 3 bulan. Steroid nasal topikal

sangat membantu setelah operasi. Selain itu juga direkomendasikan untuk

mencuci hidung dengan air garam. Terapi imun masih kontroversial, namun

beberapa laporan menunjukkan adanya manfaat pada terapi ini. Anti jamur

sistemik tidak dianjurkan bila tidak ada invasi.

2. Mycetoma fungal sinusitis

16

Page 17: referat sinusitis jamur

Terapi yang direkomendasikan adalah operasi. Apabila fungus ball sudah

dikeluarkan maka tidak diperlukan terapi medikal, kecuali pada kondisi tertentu.

Pemberian anti fungal juga tidak diperlukan.

3. Acute Invasive Fungal Sinusitis

Pada kondisi ini perlu segara dilakukan operasi. Lakukan debridement

radikal pada jaringan yang nekrotik sampai didapatkan jaringan yang normal.

Dimulai pemberian terapi antijamur sistemik setelah operasi debridement.

Dianjurkan amphotericin B dosis tinggi (1-1,5 mg/kg/hari). Itraconazole oral (400

mg/hari) dapat menggantikan amphotericin B setelah masa akut lewat.

4. Chronic Invasive Fungal Sinusitis

Kondisi ini kurang agresif bila dibandingkan dengan tipe akut. Operasi

debridement masih diperlukan. Dimulai terapi medikal dengan pemberian

antijamur sistemik setelah didiagnosis invasi. Dianjurkan amphotericin B (2

gr/hari); dapat diganti dengan ketoconazole atau itraconazole bila sudah

terkontrol.4

Terapi dengan amphotericin B dianjurkan pada pasien dengan destruksi

tulang, penurunan cairan serebrospinal atau gangguan pada mata yang tidak dapat

dieksisi. Sebagai tambahan pada debridemen post operasi, terapi anti fungal

penting pada semua kasus sinusitis invasi pada pasien dengan penurunan imunitas

tubuh. Yang sering digunakan adalah amphotericin B. Tidak ada batasan yang

jelas mengenai dosis dan lama pemakaian obat ini. Penggunaan yang biasa

dipakai adalah 2 gr perhari selama 6 sampai 2 bulan. Terapi amphotericin B

dengan fluorocitocyn B dilaporkan berhasil untuk kasus aspergillosis. Tapi

amphotericin B memiliki efek samping yang signifikan antara lain adalah flebitis

lokal, demam, menggigil, sakit kepala, muntah dan nefrotoksik.6

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding sinusitis jamur adalah neoplasma benigna maupun

maligna. Sinusitis jamur invasif dengan neoplasma maligna sulit dibedakan atau

tidak dapat dibedakan dari gambaran radiologi. Tetapi dapat dibedakan dari

gambaran histopatologi. Pada sinusitis jamur invasif ada tanda yang khas yaitu

adanya invasi ke jaringan mukosa.17

17

Page 18: referat sinusitis jamur

Gambar 14: Pasien dengan obstruksi nasi dan epistaksis; gambaran massa di sinus maksilaris kanan dengan destruksi dinding medial, ekstensi ke rongga hidung; diagnosis radiologi: sinusitis

jamur, histopatologi: inverted papilloma.15

KOMPLIKASI

Pada alergic fungal sinusitis dapat terjadi erosi pada struktur yang di

dekatnya jika tidak diterapi. Erosi sering dapat terlihat pada pasien yang

mengalami proptosis. Pada mycetoma fungal sinusitis jika tidak diterapi dapat

memperburuk gejala-gejala sinusitis yang berpotensi untuk terjadi komplikasi ke

orbita dan sistem saraf pusat. Pada Acute Invasive Fungal Sinusitis dapat

menginvasi struktur di dekatnya yang menyebabkan kerusakan jaringan dan

nekrosis. Selain itu juga dapat terjadi trombosis sinus kavernosus dan invasi ke

susunan saraf pusat. Pada chronic Invasive Fungal Sinusitis dapat menginvasi

jaringan sekitarnya sehingga terjadi erosi ke orbita atau susunan saraf pusat.4

Gambar 15: gambaran pasien dengan alergik fungal sinisitis , terjadi proptosis bagian kanan,

telekantus, pendataran malar, posisi mata asimetrisdan ala nasi bagian kanan terdorong kebawah.11

PROGNOSIS

Allergic Fungal Sinusitis

18

Page 19: referat sinusitis jamur

Pada kelainan ini prognosis baik jika operasi debridement dan pengisian

udara di sinus adekuat. Follow-up sangat penting. Penggunaan topikal steroid

jangka panjang mengontrol kekambuhan. Sistemik steroid jangka pendek

digunakan bila kekambuhan terjadi.

Sinus Mycetoma

Keadaan ini memiliki prognosis yang sangat baik jika fungus ball dapat

diangkat dan pengisian udara yang adekuat pada sinus dapat dilakukan kembali.

Tidak dibutuhkan follow-up jangka panjang untuk sebagian besar pasien.

Acute Invasive Fungal Sinusitis

Keadaan memiliki prognosis yang kurang baik. Angka mortalitas

dilaporkan 50%, meskipun dengan operasi yang agresif dan pengobatan.

Kekambuhan sering terjadi.

Chronic Invasive Fungal Sinusitis

Prognosis baik pada pasien yang menerima anti jamur sistemik dalam

waktu yang lama. Pasien yang menerima anti jamur sistemik dalam waktu singkat

sering kambuh, dengan demikian memerlukan terapi lebih lanjut.4

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal. In: Buku ajar ilmu kesehatan

telinga, hidung, tenggorok, kepala leher. Soepardi EA, Iskandar N, editors. 5th

ed. FKUI. Jakarta; 2001: 90-92, 115-20.

2. Hilger PA. Hidung dan sinus paranasalis. In:Boies buku ajar penyakit THT.

Effendi H, Santoso K, editors. 6th ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta;

1997: 176, 241.

3. Fungal sinusitis. [online]. 2008 [cited 2008 March 19]: [2 screens]. Available

from: URL:

http//www.americanacademyofotolaryngologic.org/Fungal_sinusitis.html.

19

Page 20: referat sinusitis jamur

4. Ramadan HH. Sinusitis, Fungal. [online]. 2006 Aug 25 [cited 2008 March 19]:

[9 screens]. Available from: URL:

http//www.emedicine.com/sinusitis,fungal.html

5. Triaseka. Sinusitis. [online]. 2007 May 01 [cited 2008 March 19]: [4 screens].

Available from: URL: http//www.spunge.org/sinusitis.html.

6. Graney DO, Rice DH. Anatomy. In: Otolaryngology-head and neck surgery.

Cummings CW, Frederickson JM, Harker LA, Krause CJ, Schuller DE, editors.

2nd ed. Mc Graw Hill. New York; 1999: 901-40.

7. Citardi MJ. Brief overview of sinus and nasal anatomy. [online]. 2008 [cited

2008 March 19]: [3 screens]. Available from: URL: http//www.american-

rhinologic.org.html.

8. Pinheiro AD, Facer GW, Kern EB. Sinusitis: current concepts and management.

In: Head and neck surgery-otolaryngology. Bailey BJ, editor. Lippincot-Raven.

Philadelphia; 1998: 426-55.

9. Amin P. Fungal sinusitis. [online]. 2008 [cited 2008 March 19]: [4 screens].

Available from: URL: http//www.bombayhospital.com/fungalsinusitis.html.

10. Carothers D. Fungal sinusitis. [online]. 2008 [cited 2008 March 19]: [3 screens].

Available from: URL: http//www.american-rhinologic.org/fungalsinusitis.html.

11. McClay JE. Allergic fungal sinusitis. [online]. 2006 March 30 [cited 2008

March 19]: [22 screens]. Available from: URL:

http//www.emedicine.com/allergicfungalsinusitis/html.

12. Dudley J. Paranasal sinus infection. In: Otorhinolaryngology: head and neck

surgery. Ballenger JJ, Snow JB, editors. 15th ed. Williams & Wilkins.

Philadelphia; 1996: 3-192.

13. Fungal sinusitis [online]. 2008 [cited 2008 March 24]: [8 screens]. Available

from: URL:

http//www.radiology.uthescsa.edu/CAR/ELTXT/FS/fungalsinusitis.html.

14. Lee KJ. Essential otolaryngology head and neck surgery. 8 th ed. Mc Graw Hill.

New York; 1991: 682-723.

15. Ponikau JU, Sherris DA, Kern EB, Homburger HA, Frigas E, Gaffey TA, et all.

The Diagnosis and Incidence of Allergic Fungal Sinusitis. [online]. 1999 Jan 24

20

Page 21: referat sinusitis jamur

[cited 2008 March 24]: [16 screens]. Available from: URL:

http//www.mayoclinic.com.

16. Dahniya MH, Makkar R, Grexa E, Cherian J, Al-Marzouk N, Mattar N, et al.

Appearances of paranasal fungal sinusitis on computed tomography. The British

Journal of Radiology 1998 71(1): 340-4.

17. Naini RA, Moghtaderi A. Aspergillous sinusitis. Japi 2004 52(1): 749-50.

21