Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Sinusitis adalah peradangan pada satu atau lebih mukosa sinus paranasal. 1 Penyakit sinusitis selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks ostiomeatal (KOM) oleh infeksi, obstruksi mekanis atau alergi, dan oleh karena penyebaran infeksi gigi. Sinus maksilaris, yang secara anatomi berada di pertengahan antara hidung dan rongga mulut merupakan lokasi yang rentan terinvasi organisme patogen lewat ostium sinus maupun lewat rongga mulut. Sinusitis dentogen dapat mencapai 10% hingga 12% dari seluruh kasus sinusitis maksilaris. Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik.Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila hanya dipisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang- kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah dan limfe. Kecurigaan adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik, bias dilihat dari sinusitis maksila kronis yang mengenai satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk. Untuk 1
44

Referat sinusitis dentogen

Dec 22, 2015

Download

Documents

A26Y

sinusitis dentogen referat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat sinusitis dentogen

BAB I

PENDAHULUAN

Sinusitis adalah peradangan pada satu atau lebih mukosa sinus paranasal.1 Penyakit

sinusitis selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks ostiomeatal (KOM) oleh infeksi,

obstruksi mekanis atau alergi, dan oleh karena penyebaran infeksi gigi.

Sinus maksilaris, yang secara anatomi berada di pertengahan antara hidung dan rongga

mulut merupakan lokasi yang rentan terinvasi organisme patogen lewat ostium sinus maupun

lewat rongga mulut. Sinusitis dentogen dapat mencapai 10% hingga 12% dari seluruh kasus

sinusitis maksilaris.

Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik.Dasar sinus

maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila

hanya dipisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang

pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan

periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah dan limfe.

Kecurigaan adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik, bias dilihat dari

sinusitis maksila kronis yang mengenai satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk.

Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan pemberian

antibiotik yang mencakup bakteri anaerob.Seringkali perlu dilakukan irigasi sinus maksila.

1

Page 2: Referat sinusitis dentogen

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI SINUS PARANASAL

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena

bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari

yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan

kiri.Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulag-tulang kepala, sehingga terbentuk

rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan

perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal.

Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang

dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus

sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung.

Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.

SINUS MAKSILA

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila

bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran

maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.

Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os

maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal

maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar

orbita dan dinding inferiornya ialah prossesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila

berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui

infundibulum etmoid.

2

Page 3: Referat sinusitis dentogen

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan adalah:

a) Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1

dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3,

bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi

geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis. b) Sinusitis maksila dapat

menimbulkan komplikasi orbita. c) Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar

sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drainase juga harus

melalui infundibulum yang sempit. d) Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid

anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalang

drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.

Gambar 1: Anatomi sinus paranasal (potongan koronal)

Kompleks Osteo-Meatal (KOM)

3

Page 4: Referat sinusitis dentogen

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus media, ada muara-muara

saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit,

dan dinamakan komples osteo-meatal (KOM) yang terdiri dari infundibulum etmoid yang

terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus fontalis, bula etmoid, dan sel-sel etmoid anterior

dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.

Gambar 2: Kompleks osteomeatal

Sistem mukosiliar

Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut

lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju

ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.

Fungsi sinus paranasal :

4

Page 5: Referat sinusitis dentogen

Sampai saat ini belum ada penyesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Tetapi

beberapa teori mengemukakan fungsinya sebagai berikut :

1) Sebagai pengatur kondisi udara.

2) Sebagai penahan suhu.

3) Membantu keseimbangan kepala.

4) Membantu resonansi suara.

5) Peredam perubahan tekanan udara.

6) Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung

2.2 DEFINISI

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat

dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid.

Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid, sinusitis

frontal dan sinusuitis sfenoid lebih jarang.

Sinus maksila disebut juga antrum High more, merupakan sinus yang sering terinfeksi,

oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari

dasar, sehingga aliran sekret atau drainase dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia,

(3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat

menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius , disekitar

hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.

Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau kronis.Sinusitis maksilaris akut

berlangsung tidak lebih dari tiga minggu. Sinusitis akut dapat sembuh sempurna jika diterapi

dengan baik, tanpa adanya residu kerusakan jaringan mukosa. Sinusitis berulang terjadi lebih

sering tapi tidak terjadi kerusakan signifikan pada membran mukosa. Sinusitis kronis

berlangsung selama 3 bulan atau lebih dengan gejala yang terjadi selama lebih dari dua puluh

hari.1,2, 4

5

Page 6: Referat sinusitis dentogen

Gambar 3: Penyebaran infeksi pada sinusitis dentogen

Hubungan anatomi antara gigi dan antrum Highmore:

a) Sinus maksilaris dewasa merupakan suatu rongga berisi udara yang dibatasi oleh bagian

alveolar sinus maksilaris, lantai orbital, dinding lateral hidung dan dinding lateral os

maksila. b) Pada sesetengah individu, pneumatisasi dan perluasan dapat terjadi

sedemikian rupa sehingga hanya sinus mukoperiosteum (membran Schneidarian) yang

tersisa. c) Bisa juga terjadi ekspansi terus sehingga hanya meninggalkan tulang alveolar

antara sinus dan rongga mulut. d) Otot levator labial dan orbicularis oculi di dinding

lateral dari maksila dapat langsung menyebabkan penyebaran infeksi. Dinding lateral ini

lemah dan mudah ditembus dari lantai sinus. Akibatnya, infeksi odontogenik umumnya

terjadi bersamaan dengan infeksi jaringan lunak vestibular/fasia.

6

Page 7: Referat sinusitis dentogen

2.3 ETIOLOGI

Penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar, biasanya molar pertama, dimana sepotong

kecil tulang di antara akar gigi molar dan sinus maksilaris ikut terangkat.Nathaniel Highmore

yang mengemukakan tentang membran tulang tipis yang memisahkan gigi geligi dari sinus pada

tahun 1651, “Tulang yang membungkus antrum maksilaris dan memisahkannya dengan soket

geligi tebalnya tidak melebihi kertas pembungkus”.

Infeksi gigi lain seperti abses apikal atau penyakit periodontal dapat menimbulkan

kondisi serupa. Gambaran bakteriologik sinusitis dentogen ini didominasi terutama oleh infeksi

bakteri gram negatif. Karena itulah infeksi ini menyebabkan pus yang berbau busuk dan

akibatnya timbul bau busuk dari hidung.Prinsip terapi adalah pemberian antibiotik, irigasi sinus,

dan koreksi gangguan geligi.

Etiologi sinusitis dentogen adalah:

a) Penjalaran infeksi gigi, infeksi periapikal gigi maksila dari kaninus sampai gigi molar

tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi pada kasus-kasus akar gigi yang hanya

terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis, walaupun kadang-kadang ada juga infeksi

mengenai sinus yang dipisahkan oleh tulang yang tebal. b) Prosedur ekstraksi gigi,

misalnya terdorong gigi ataupun akar gigi sewaktu akan diusahakan mencabutnya, atau

terbukanya dasar sinus sewaktu dilakukan pencabutan gigi. c) Penjalaran penyakit

periodontal yaitu adanya penjalaran infeksi dari membran periodontal melalui tulang

spongiosa ke mukosa sinus. d) Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus

alveolaris dan sinus maksila. e) Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar

gigi dan bahan tambalan akibat pengisian saluran akar yang berlebihan. f) Osteomielitis

akut dan kronis pada maksila. g) Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila,

seperti kista radikuler dan folikuler. h) Deviasi septum kavum nasi, polip, serta

neoplasma atau tumor dapat menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis.

7

Page 8: Referat sinusitis dentogen

Gambar 4: Faktor penyebab terjadinya sinusitis dentogen

Gambar 5: Tampilan abses periodontal dan abses periapikal

8

Page 9: Referat sinusitis dentogen

2.4 EPIDEMIOLOGI

Di Eropa, sinusitis diperkirakan mengenai 10-30% populasi. Di Amerika, lebih dari 30

juta penduduk per tahun menderita sinusitis. Wald di Amerika menjumpai insiden pada orang

dewasa antara 10-15% dari seluruh kasus sinusitis yang berasal dari infeksi gigi.

Ramalinggam di Madras, India mendapatkan bahwa sinusitis maksila tipe dentogen

sebanyak 10% kasus yang disebabkan oleh abses gigi dan abses apikal. Becker et al. dari Bonn,

Jerman menyatakan 10% infeksi pada sinus maksila disebabkan oleh penyakit pada akar gigi.

Granuloma dental, khususnya pada premolar kedua dan molar pertama sebagai penyebab

sinusitis maksila dentogen. Highler dari Minnesota, Amerika Serikat menyatakan 10% kasus

sinusitis maksila yang terjadi setelah gangguan pada gigi.

Data dari sub bagian Rinologi THT FKUI RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

menunjukkan angka kejadian sinusitis yang tinggi yaitu 248 pasien (50%) dari 496 pasien rawat

jalan. Farhat di Medan mendapatkan insiden sinusitis dentogen di Departemen THT-KL/RSUP

H. Adam Malik sebesar 13.67% dan yang terbanyak disebabkan oleh abses apikal yaitu sebanyak

71.43%. Hasil dari penelitian melaporkan bahwa insiden sinusitis dentogen lebih tinggi pada

wanita dan angka kejadian tertinggi pada usia dekade ketiga dan keempat.

9

Page 10: Referat sinusitis dentogen

2.5 PATOFISIOLOGI

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens

mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteomeatal. Sinus dilapisi oleh sel

epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu

lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel

epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zatzat

yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara

pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya

berlebihan.

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis yaitu

apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan menyebabkan

terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel

mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi siliaini akan

menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus.

Kegagalan transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor utama

berkembangnya sinusitis. Sinusitis dentogen dapat terjadi melalui dua cara, yaitu:

a) Infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan granulasi di dalam mukosa

sinus maksilaris, hal ini akan menghambat gerakan silia ke arah ostium dan berarti

menghalangi drainase sinus. Gangguan drainase ini akan mengakibatkan sinus mudah

mengalami infeksi. Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi

karena infeksi bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga

jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak (Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009).

Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa

sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput

periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga

terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai tulang

alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus

maksila sehingga memicu inflamasi.

10

Page 11: Referat sinusitis dentogen

b) Kuman dapat menyebar secara langsung, hematogen atau limfogen dari granuloma

apikal atau kantong periodontal gigi ke sinus maksila.

Patofisiologi sinusitis adalah sebagai berikut:

Inflamasi mukosa hidung menyebabkan pembengkakan (udem) dan eksudasi, yang

mengakibatkan obstruksi ostium sinus. Obstruksi ini menyebabkan gangguan ventilasi dan

drainase, resorbsi oksigen yang ada di rongga sinus, kemudian terjadi hipoksia (oksigen

menurun, pH menurun, tekanan negatif), selanjutnya diikuti permeabilitas kapiler meningkat,

sekresi kelenjar meningkat kemudian transudasi, peningkatan eksudasi serous, penurunan fungsi

silia, akhirnya terjadi retensi sekresi di sinus ataupun pertumbuhan kuman.

Gambar 6. Pergerakan silia dalam drainase cairan sinus

11

Page 12: Referat sinusitis dentogen

Gambar 7. Perubahan silia pada sinusitis

Bila terjadi edema di kompleks osteomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan

saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi

gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir

yang di produksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk

tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi

lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.1 Bakteri yang sering ditemukan pada

sinusitis kronik adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella

catarrhalis,Streptococcus B hemoliticus, Staphylococcus aureus, kuman anaerob jarang

ditemukan. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan

polip dan kista.

12

Page 13: Referat sinusitis dentogen

Gambar 8. Perubahan mukosa pada sinus yang terinfeksi

Reaksi peradangan berjalan menurut tahap-tahap tertentu yang khas. Pelebaran kapiler

darah akan memperlambat aliran darah sehingga akan mengeluarkan fibrin dan eksudat serta

migrasi leukosit menembus dinding pembuluh darah membentuk sel-sel nanah dalam eksudat.

Tetapi bilamana terjadi pada selaput lendir, maka pada saat permulaan vasodilatasi terjadi

peningkatan produksi mukus dari kelenjar mukus sehingga nanah yang terjadi bukan murni

sebagai nanah, tetapi mukopus.

2.6 GEJALA KLINIS

13

Page 14: Referat sinusitis dentogen

Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal.Gejala sistemik ialah demam

dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus kental yang kadang-kadang berbau dan

dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat, Seringkali terdapat nyeri pipi

khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri di tempat lain karena nyeri alih (referred

pain). Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk

iritatif non-produktif juga seringkali ada Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga.

Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh di pipi waktu membungkuk ke depan. Terdapat

perasaan sakit kepala waktu bangun tidur dan dapat menghilang hanya bila peningkatan

sumbatan hidung sewaktu berbaring sudah ditiadakan.

Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak pembengkakan di

pipidan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan

edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak lendir atau

nanah di meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal

drip).

Sinusitis maksilaris dari tipe odontogen harus dapat dibedakan dengan rinogen

karena terapi dan prognosa keduanya sangat berlainan. Pada sinusitis maksilaris tipe odontogenik

ini hanya terjadi pada satu sisi serta pengeluaran pus yang berbau busuk. Di samping itu, adanya

kelainan apikal atau periodontal mempredisposisi kepada sinusitis tipe dentogen. Gejala sinusitis

dentogen menjadi lebih lambat dari sinusitis tipe rinogen.

14

Page 15: Referat sinusitis dentogen

Gambar 9. Pus pada meatus medius Gambar 10. Pembengkakan pipi pada pasien sinusitis

2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis sinusitis dentogen adalah berdasarkan pemeriksaan lengkap pada gigi serta

pemeriksaan fisik lainnya. Ini mencakup evaluasi gejala klinis pasien sesuai dengan kriteria

American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-HNS), yang mana

diagnosis sinusitis membutuhkan setidaknya 2 faktor mayor atau setidaknya 1 faktor mayor dan

2 faktor minor dari serangkaian gejala dan tanda klinis, riwayat penyakit gigi geligi, serta temuan

radiologi sinus paranasal dan CT Scan. Selain itu, kadang diperlukan konsultasi dengan

departemen kedokteran gigi untuk mendukung dan membuat diagnosis sinusitis dentogen serta

penatalaksanaannya.

Anamnesis

Riwayat rinore purulen yang berlangsung lebih dari 7 hari, merupakan keluhan yang paling

sering dan paling menonjol pada sinusitis akut. Keluhan ini dapat disertai keluhan lain seperti

sumbatan hidung, nyeri/rasa tekanan pada muka, nyeri kepala, demam, ingus belakang hidung,

batuk, anosmia/hiposmia, nyeri periorbital, nyeri gigi, nyeri telinga dan serangan mengi

(wheezing) yang meningkat pada penderita asma.

Riwayat gejala sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor

dari kumpulan gejala dan tanda menurut International Consensus on Sinus Disease, tahun 1993

dan 2004.11 Kriteria mayor terdiri dari: sumbatan atau kongesti hidung, sekret hidung purulen,

sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah dan gangguan penghidu. Kriteria minornya

adalah demam dan halitosis.

15

Page 16: Referat sinusitis dentogen

Penderita Gejala dan Tanda

Dewasa dan Anak

Mayor Minor

Kongesti hidung atau sumbatan

Sekret hidung/post nasal purulen

Rasa nyeri/tekanan/penuh di wajah

Gangguan penghidu (hiposmia, anosmia)

Demam

Demam

Sakit kepala

Nafas berbau

Fatique

Batuk

Sakit gigi

Hidung berbau

Gejala telinga

Anak-Anak Batuk

Iritabilitas/Rewel

-

Dikutip dari: Kennedy DW

Pemeriksaan Fisik

INSPEKSI

Ada 3 keadaan yang penting kita perhatikan saat melakukan inspeksi hidung & sinus paranasalis,

yaitu : a) Kerangka dorsum nasi (batang hidung). b) Adanya luka, warna, udem & ulkus

nasolabial. c) Bibir atas.

Ada 4 bentuk kerangka dorsum nasi (batang hidung) yang dapat kita temukan pada inspeksi

hidung & sinus paranasalis, yaitu :

a) Lorgnet pada abses septum nasi.

b) Saddle nose pada lues.

c) Miring pada fraktur.

d) Lebar pada polip nasi.

Kulit pada ujung hidung yang terlihat mengkilap, menandakan adanya udem di tempat tersebut.

Adanya maserasi pada bibir atas dapat kita temukan saat melakukan inspeksi hidung & sinus

paranalis. Maserasi disebabkan oleh sekresi yang berasal dari sinusitis dan adenoiditis.

16

Page 17: Referat sinusitis dentogen

PALPASI

Ada 4 struktur yang penting kita perhatikan saat melakukan palpasi hidung & sinus paranasalis,

yaitu :

1) Dorsum nasi (batang hidung). 2) Ala nasi. 3) Regio frontalis sinus frontalis. 4) Fossa

kanina.

Krepitasi dan deformitas dorsum nasi (batang hidung) dapat kita temukan pada palpasi hidung.

Deformitas dorsum nasi merupakan tanda terjadinya fraktur os nasalis.

Ala nasi penderita terasa sangat sakit pada saat kita melakukan palpasi. Tanda ini dapat kita

temukan pada furunkel vestibulum nasi.

Ada 2 cara kita melakukan palpasi pada regio frontalis sinus frontalis, yaitu :

Kita menekan lantai sinus frontalis ke arah mediosuperior dengan tenaga optimal dan simetris

(besar tekanan sama antara sinus frontalis kiri dan kanan). Palpasi kita beri nilai bila kedua sinus

frontalis tersebut memiliki reaksi yang berbeda.Sinus frontalis yang lebih sakit berarti sinus

tersebut patologis.

Kita menekan dinding anterior sinus frontalis ke arah medial dengan tenaga optimal dan simetris.

Hindari menekan foramen supraorbitalis.Foramen supraorbitalis mengandung nervus

supraorbitalis sehingga juga menimbulkan reaksi sakit pada penekanan. Penilaiannya sama

dengan cara pertama diatas.

Palpasi fossa kanina kita peruntukkan buat interpretasi keadaan sinus maksilaris. Syarat dan

penilaiannya sama seperti palpasi regio frontalis sinus frontalis. Hindari menekan foramen

infraorbitalis karena terdapat nervus infraorbitalis.

PERKUSI

Perkusi pada regio frontalis sinus frontalis dan fossa kanina kita lakukan apabila palpasi pada

keduanya menimbulkan reaksi hebat. Syarat-syarat perkusi sama dengan syarat-syarat palpasi.

Rinoskopia Anterior

Rinoskopi anterior merupakan pemeriksaan rutin untuk melihat tanda patognomonis, yaitu sekret

purulen di meatus medius atau superior; atau pada rinoskopi posterior tampak adanya sekret

purulen di nasofaring (post nasal drip).

17

Page 18: Referat sinusitis dentogen

Ada 3 alat yang biasa kita gunakan pada rinoskopia anterior, yaitu :

1) Aplikator. 2) Pinset (angulair) dan bayonet (lucae). 3) Spekulum hidung Hartmann.

Spekulum hidung Hartmann bentuknya unik. Cara kita memakainya juga unik meliputi cara

memegang, memasukkan dan mengeluarkan. Cara kita memegang spekulum hidung Hartmann

sebaiknya menggunakan tangan kiri dalam posisi horisontal. Tangkainya yang kita pegang

berada di lateral sedangkan mulutnya di medial. Mulut spekulum inilah yang kita masukkan ke

dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien.Cara kita memasukkan spekulum hidung Hartmann

yaitu mulutnya yang tertutup kita masukkan ke dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien.

Setelah itu kita membukanya pelan-pelan di dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien.

Cara kita mengeluarkan spekulum hidung Hartmann yaitu masih dalam kavum nasi (lubang

hidung), kita menutup mulut spekulum kira-kira 90%.Jangan menutup mulut spekulum 100%

karena bulu hidung pasien dapat terjepit dan tercabut keluar.

Ada 5 tahapan pemeriksaan hidung pada rinoskopia anterior yang akan kita lakukan, yaitu :

1) Pemeriksaan vestibulum nasi.

2) Pemeriksaan kavum nasi bagian bawah.

3) Fenomena palatum mole.

4) Pemeriksaan kavum nasi bagian atas.

5) Pemeriksaan septum nasi.

Rinoskopia Posterior

Prinsip kita dalam melakukan rinoskopia posterior adalah menyinari koane dan dinding

nasofaring dengan cahaya yang dipantulkan oleh cermin yang kita tempatkan dalam nasofaring.

Ada 4 alat dan bahan yang kita gunakan pada rinoskopia posterior, yaitu :

1) Cermin kecil.

2) Spatula.

3) Lampu spritus.

4) Solusio tetrakain (- efedrin 1%).

Teknik-teknik yang kita gunakan pada rinoskopia posterior, yaitu :

18

Page 19: Referat sinusitis dentogen

Cermin kecil kita pegang dengan tangan kanan.Sebelum memasukkan dan menempatkannya ke

dalam nasofaring pasien, kita terlebih dahulu memanaskan punggung cermin pada lampu spritus

yang telah kita nyalakan.

Minta pasien membuka mulutnya lebar-lebar.Lidahnya ditarik ke dalam mulut, jangan

digerakkan dan dikeraskan.Bernapas melalui hidung.

Spatula kita pegang dengan tangan kiri. Ujung spatula kita tempatkan pada punggung lidah

pasien di depan uvula. Punggung lidah kita tekan ke bawah di paramedian kanan lidah sehingga

terbuka ruangan yang cukup luas untuk menempatkan cermin kecil dalam nasofaring pasien.

Masukkan cermin kedalam faring dan kita tempatkan antara faring dan palatum mole kanan

pasien.Cermin lalu kita sinari dengan menggunakan cahaya lampu kepala.

Khusus pasien yang sensitif, sebelum kita masukkan spatula, kita berikan lebih dahulu tetrakain

1% 3-4 kali dan tunggu ± 5 menit.

Pemeriksaan Transiluminasi

Pemeriksaan penunjang lain adalah transiluminasi. Hanya sinus frontal dan maksila yang dapat

dilakukan transiluminasi. Pada sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan ini

sudah jarang digunakan karena terbatas kegunaanya

Ada 2 cara melakukan pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) pada sinus maksilaris,

yaitu :

Cara I. Mulut pasien kita minta dibuka lebar-lebar. Lampu kita tekan pada margo inferior

orbita ke arah inferior. Cahaya yang memancar ke depan kita tutup dengan tangan kiri.

Hasilnya sinus maksilaris normal bilamana palatum durum homolateral berwarna terang.

Cara II. Mulut pasien kita minta dibuka. Kita masukkan lampu yang telah diselubungi

dengan tabung gelas ke dalam mulut pasien. Mulut pasien kemudian kita tutup. Cahaya

yang memancar dari mulut dan bibir atas pasien, kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya

dinding depan dibawah orbita tampak bayangan terang berbentuk bulan sabit.

Penilaian pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) berdasarkan adanya perbedaan

sinus kiri dan sinus kanan. Jika kedua sinus tampak terang, menandakan keduanya

normal. Namun khusus pasien wanita, hal itu bisa menandakan adanya cairan karena

19

Page 20: Referat sinusitis dentogen

tipisnya tulang mereka. Jika kedua sinus tampak gelap, menandakan keduanya normal.

Khusus pasien pria, kedua sinus yang gelap bisa akibat pengaruh tebalnya tulang mereka

Nasoendoskopi

Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan untuk menilai kondisi kavum nasi hingga ke

nasofaring.Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan dengan jelas keadaan dinding lateral hidung.

Pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk menentukan diagnosa yang lebih tepat dan dini. Tanda

khas ialah adanya pus di meatus media (pada sinusitis maksilaris, etmoid anterior dan frontalis)

atau di meatus superior (pada sinusitis etmoidalis posterior dan sfenoid). 1,10

Foto polos sinus paranasal

Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos. Foto polos posisi Waters, PA dan lateral,

umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus – sinus besar seperti sinus maksila dan frontal.

Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.

CT Scan

CT scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi

hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan

perluasannya.Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis

kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat

melakukan operasi sinus.

Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi

Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus media atau superior, untuk

mendapat antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi

sinus maksila. Kebanyakan sinusitisdisebabkan infeksi oleh Streptococcus pneumoniae,

Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis. Gambaran bakteriologik dari sinusitis yang

berasal dari gigi geligi didominasi oleh infeksi gram negatif sehingga menyebabkan pus berbau

busuk dan akibatnya timbul bau busuk dari hidung

Sinoskopi

20

Page 21: Referat sinusitis dentogen

Dapat dilakukan untuk melihat kondisi antrum sinus maksila. Pemeriksaan ini menggunakan

endoskop, yang dimasukkan melalui pungsi di meatus inferior atau fosa kanina. Dilihat apakah

ada sekret, jaringan polip, atau jamur di dalam rongga sinus maksila, serta bagaimana keadaaan

mukosanya apakah kemungkinan kelainannya masih reversibel atau sudah ireversibel.

2.8 DIAGNOSIS BANDING

Kelainan pada sinus maksilaris lainnya yang berkaitan dengan penyakit odontogenik

a) Kista yang terbentuk dari mukosa sinus termasuk pseudokista, mukokel, dan yang paling

sering yaitu kista retensi. b) Hanya pseudokista yang berhubungan dengan penyakit

periapikal/periodontal yang disebabkan pengobatan gigi yang bisa mencapai resolusi

pseudokista. c) Tumor-tumor jinak atau lesi seperti tumor dapat menyebabkan

penyimpangan, ekspansi, atau erosi dinding sinus. Ini termasuk ameloblastoma,

odontoma, cementoma, fibromas ossifying, tumor epitelial odontogenik, tumor skuamosa

odontogenik, dan tumor adenomatoid. d) Tumor ganas termasuk keganasan gingiva,

kistik adenoid dan sarkoma.

Gambar 11: Foto rontgen pasien wanita berusia 45 tahun dengan kista periapikal. Kista ini

timbul dari residu epitelial pada ligamen periodontal yang disebabkan oleh inflamasi.

21

Page 22: Referat sinusitis dentogen

2.9 PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanan sinusitis dentogen:

a) Atasi masalah gigi. b) Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan

kelemahan sebaiknya beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur

mempunyai suhu dan kelembaban udara tetap. c) Konservatif, diberikan obat-obatan:

antibiotika, dekongestan, antihistamin, kortikosteroid dan irigasi sinus. d) Operatif.

Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi meatus inferior, Caldwell-Luc,

etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi sinus frontal, dan bedah sinus endoskopik

fungsional.

AKUT

22

Foto rontgen panoramamenunjukkan bagian opak

bulat pada sinus maksila kiri dengan pinggir sklerotik

(anak panah).

CT Scan aksial menunjukkan proses

perluasan dengan pinggir sklerotik (panah) pada

sinus maksilaris.

Page 23: Referat sinusitis dentogen

Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik (2x24 jam). Antibiotik yang

diberikan lini I yakni golongan penisilin atau kotrimoksazoldan terapi tambahan yakni obat

dekongestan oral dan topikal, mukolitik untuk memperlancar drainase dan analgetik untuk

menghilangkan rasa nyeri.Pada pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal.

Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari.

Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen foto polosatau CT Scan dan atau

nasoendoskopi. Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan maka dilakukan terapi

sinusitis kronik. Tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi diagnosis yakni evaluasi

komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus.

Terapi pembedahaan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi

komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret tertahan

oleh sumbatan.

KRONIK

a) Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tatalaksana yang sesuai dan diberi

terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik mencukupi 10-14 hari.1

b) Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode akut lini II +

terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan, diberikan antibiotik

alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan diteruskan antibiotik mencukupi

10-14 hari, jika tidak ada perbaikan, evaluasi kembali dengan pemeriksaan

nasoendoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5x tidak membaik). Jika ada obstruksi kompleks

osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu BSEF atau bedah konvensional. Jika

tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis. c) Daerah sinus yang sakit bisa dilakukan

diatermi gelombang pendek. d) Jika ada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi

sinus, sedang sinusitis ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz.

Pembedahan

23

Page 24: Referat sinusitis dentogen

Radikal:

- Sinus maksila dengan operasi Caldwell-luc.

Pengobatan ini dilakukan bila pengobatan koservatif gagal. Terapi radikal dilakukan

dengan mengangkat mukosa yang patologik dan membuat drenase dari sinus yang terkena.

Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell-Luc. Pembedahan ini dilaksanakan dengan

anestesi umum atau lokal. Jika dengan anestesi lokal, analgesi intranasal dicapai dengan

menempatkan tampon kapas yang dibasahi kokain 4% atau tetrakain 2% dengan efedrin 1%

diatas dan dibawah konka media. Prokain atau lidokain 2% dengan tambahan ephineprin

disuntika di fosa kanina. Suntikan dilanjutkan ke superior untuk saraf intraorbital. Incisi

horizontal dibuat di sulkus ginggivobukal, tepat diatas akar gigi. Incisi dilakukan di superior

gigi taring dan molar kedua. Incisi menembus mukosa dan periosteum. Periosteum diatas

fosa kanina dielevasi sampai kanalis infraorbitalis, tempat saraf orbita diidentifikasi dan

secara hati-hati dilindungi.1,3,11

Gambar 12. prosedur

Caldwell Luc

24

Page 25: Referat sinusitis dentogen

Pada dinding depan sinus dibuat fenestra, dengan pahat, osteatom atau alat bor. Lubang

diperlebar dengan cunam pemotong tulang kerison, sampai jari kelingking dapat masuk. Isi

antrum dapat dilihat dengan jelas. Dinding nasoantral meatus inferior selanjutnya ditembus

dengan trokar atau hemostat bengkok. Antrostomi intranasal ini dapat diperlebar dengan cunam

kerison dan cunam yang dapat memotong tulang kearah depan. Lubang nasoantral ini sekurang-

kurangnya 1,5 cm dan yang dipotong adalah mukosa intra nasal, mukosa sinus dan dinding

tulang. Telah diakui secara luas bahwa berbagai jendela nasoantral tidak diperlukan. Setelah

antrum diinspeksi dengan teliti agar tidak ada tampon yang tertinggal, incisi ginggivobukal

ditutup dengan benang plain cat gut 00. biasanya tidak diperlukan pemasangan tampon intranasal

atau intra sinus. Jika terjadi perdarahan yang mengganggu, kateter balon yang dapat ditiup

dimasukan kedalam antrum melalui lubang nasoantral. Kateter dapat diangkat pada akhir hari ke-

1 atau ke 2. kompres es di pipi selama 24 jam pasca bedah penting untuk mencegah edema,

hematoma dan perasaan tidak nyaman.

Non Radikal:

Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF).

Bedah sinus endoskopi fungsional merupakan perkembangan pesat dalam bedah sinus.Teknik

bedah ini pertama kali diajukan oleh Messerklinger dan dipopulerkan oleh Stamm-berger dan

Kennedy.BSEF adalah operasi pada hidung dan sinus yang menggunakan endoskopi dengan

tujuan menormalkan kembali ventilasi sinus dan transpor mukosilier. Prinsip BSEF ialah

membuka dan membersihkan KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus lancar secara alami.7,11

Indikasi absolut tindakan BSEF adalah rinosinusitis dengan komplikasi, mukosil yang luas,

rinosinusitis jamur alergi atau invasif dan kecurigaan neoplasma. Indikasi relatif tindakan ini

meliputi polip nasi simptomatik dan rinosinusitis kronis atau rekuren simptomatik yang tidak

respon dengan terapi medikamentosa.Sekitar 75-95% kasus rinosinusitis

kronis telah dilakukan tindakan BSEF.

Prinsip tindakan BSEF adalah membuang jaringan yang menghambat KOM dan

memfasilitasi drainase dengan tetap mempertahankan struktur anatomi normal (gambar 3)

25

Page 26: Referat sinusitis dentogen

Gambar 13. Prinsip bedah sinus endoskopi fungsional

(BSEF): membuang jaringan yang menghambat KOM. Teknik bedah sinus endoskopi fungsional

meliputi unsinektomi, etmoidektomi, sfenoidektomi dengan etmoidektomi, bedah resesus

frontalis, antrostomi maksila, konkotomi dan septoplasti.

Komplikasi pasca tindakan BSEF dapat dibedakan menjadi komplikasi awal dan lanjut.

Komplikasi awal meliputi hematoma orbita, penurunan penglihatan, diplopia, kebocoran cairan

serebrospinal, meningitis, abses otak, cedera arteri karotis dan epifora.Komplikasi lanjut yang

dapat terjadi adalah rekurensi, mukosil dan miosferulosis akibat salep yang digunakan dan benda

asing.Komplikasi orbita dan intrakranial juga dapat terjadi sebagai komplikasi lanjut.

2.10 KOMPLIKASI

CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat infeksi

di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium.Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada

sinusitis rekuren, kronisatau berkomplikasi.

Komplikasi Orbita

Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang

tersering.Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi dari ethmoidalis akut, namun sinus

frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi

orbita.

26

Page 27: Referat sinusitis dentogen

Terdapat lima tahapan :

1) Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus

ethmoidalis di dekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina

papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis seringkali merekah pada

kelompok umur ini. 2) Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif

menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk. 3) Abses subperiosteal, pus terkumpul

diantara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis. 4)

Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini

disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius.

Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva

merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah. 5) Trombosis

sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam

sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.

Komplikasi Intra Kranial

a) Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat yang mana infeksi dari

sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang

berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina

kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis. b) Abses dural, adalah kumpulan pus

diantara dura dan tabula interna kranium, seringkali mengikuti sinusitis frontalis. Proses

ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang

terkumpul mampu menimbulkan tekanan intrakranial. c) Abses subdural, adalah

kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang

timbul sama dengan abses dura. d) Abses otak, setelah sistem vena, dapat

mukoperiosteumsinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara

hematogenke dalam otak.

Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah

pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.

27

Page 28: Referat sinusitis dentogen

Komplikasi sinusitis yang lain adalah kelainan paru seperti bronkitis kronis dan

bronkiektasi. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut

sinobronkitis. Selain itu, dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar

dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan

2.11 Prognosis

Prognosis sinusitis tipe dentogen sangat tergantung kepada tindakan pengobatan yang dilakukan

dan komplikasi penyakitnya.Jika, drainase sinus membaik dengan terapi antibiotik atau terapi

operatif maka pasien mempunyai prognosis yang baik.

28

Page 29: Referat sinusitis dentogen

BAB III

KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN

Sinusitis dentogen adalah peradangan mukosa hidung dan satu atau lebih mukosa sinus

paranasal yang disebabkan oleh penyebaran infeksi gigi.10% kasus sinusitis dengan sumber

odontogenik adalah disebabkan oleh rahang atas.1,2 Meskipun sinusitis dentogen adalah kondisi

yang relatif umum, patogenesisnya masih belum jelas serta masih kurangnya konsensus

mengenai gejala klinis, pengobatan, dan pencegahan. Terjadinya sinusitis dentogen dapat terjadi

melalui dua cara, yaitu infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan granulasi di salam

mukosa sinus maksila, penyebaran secara langsung, hematogen atau limfogen dari granuloma

apikal atau kantong periodontal gigi ke sinus maksila.

Diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan rinoskopi anterior dan

rinoskopi posterior, nasoendoskopi, disertai pemeriksaan penunjang berupa transluminasi, foto

rontgen, CT-Scan dan MRI.

Bila sinusitis disebabkan faktor gigi biasanya pasien mengeluhkan hidung

berbau.Penatalaksanaannya adalah mengatasi masalah gigi, konservatif, diberikan obat-obatan;

antibiotika, dekongestan, antihistamin, kortikosteroid dan irigasi sinus serta operatif.Beberapa

macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi meatus inferior, Caldwell-Luc, etmoidektomi intra

dan ekstra nasal, trepanasi sinus frontal dan bedah sinus endoskopik fungsional.

29

Page 30: Referat sinusitis dentogen

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjipto Damayanti, Endang Mangunkusumo. Sinus Paranasal. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok, Kepala Leher. Edisi VI. Jakarta, Balai Penerbit FKUI, 2008; 145-53.

2. Boies LR, Adams GL. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi VI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997.

3. Mulyarjo, Soejak S. Sinusitis. Naskah Lengkap Perkembangan Terkini Diagnosis dan Penatalaksanaan S. Sinusitis. Surabaya, 2006; 1-63

4. Farhat. Peran Infeksi Gigi Rahang Atas pada Kejadian Sinusitis Maksila di RSUP H. Adam Malik Medan. Dept. Ilmu Kesehatan THT, Bedah Kepala, dan Leher FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan. 2006. p. 386-92

5. Universitas Sumatera Utara. Sinusitis Maksilaris Dentogen. Tersedia dari URL http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31193/4/Chapter%20II.pdf. Diunduh tanggal 8 Februari 2015

6. Itzhak Brook, MD. Acute Sinusitis. Tersedia dari URL http://www.emedicine.com/emerg/topic536.htmEdisi April 2012. Diunduh tanggal 8 Februari 2015

7. Ramalinggam KK. Anatomy and physiology of nose and paranasal sinuses. A Short Practice of Otolaryngology. All India Publishers; 214-31

8. Abdul Rachman Saragih. Rinosinusitis Dentogen.Diambil dari dentika Dental Journal, Vol 12, No 1. 2007. Hal : 81 -84. Tersedia dari URL :http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/121078184.pdf. Diunduh tanggal 9 Februari 2015

9. Mehra P, Murad H. Maxillary Sinus Disease of Odontogenic Origin. Otolaryngologic Clinic of North America. 2004. p. 347-64

10. Henny Kartika. Cara Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasal. Tersedia dari URLhttp://hennykartika.wordpress.com/2007/12/29/cara-pemeriksaan-hidung-dan-sinus-paranasal/. Diunduh tanggal 9 Februari 2013

11. Bestary, Jaka Budiman. Rossy, Rosalinda. Bedah Endoskopi Fungsional Revisi Pada Rinosinusitis Kronis. Diambil dari Jurnal FK Universitas Andalas/RSUP Dr. M Djamil Padang, Bagian THT Bedah Kepala Leher. Tersedia dari URLhttp://repository.unand.ac.id/17210/1/Bedah_Sinus_Endoskopi_Fungsional_Revisi_pada_Rinosinusitis_Kronis.pdf Diunduh tanggal 9 Februari 2013

12. Bashiruddin J, Soetjipto D, Rifki N. Abses orbita sebagai komplikasi sinusitis maksila dan etmoid akibat infeksi gigi. Kumpulan Naskah Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhati.

30