Top Banner
KATA PENGANTAR Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya maka tugas referat yang berjudul Asma Bronkial ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan tugas ini merupakan salah satu tugas yang penulis laksanakan selama mengikuti kepaniteraan di SMF Ilmu Penyakit Dalam di RSIJ Cempaka Putih. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. A. Sanoesi. T, Sp.PD, KR selaku dokter pembimbing dalam penyelesaian tugas referat ini, terima kasih atas bimbingan, saran dan petunjuknya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran selalu penulis harapkan. Semoga tugas referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya serta penulis pada khususnya. Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh 1
41

Referat Silvia Asma

Jan 26, 2016

Download

Documents

AinunZamira

koas
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat Silvia Asma

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan

hidayah-Nya maka tugas referat yang berjudul Asma Bronkial ini dapat

diselesaikan dengan baik. Penyusunan tugas ini merupakan salah satu tugas yang

penulis laksanakan selama mengikuti kepaniteraan di SMF Ilmu Penyakit Dalam

di RSIJ Cempaka Putih. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. A. Sanoesi.

T, Sp.PD, KR selaku dokter pembimbing dalam penyelesaian tugas referat ini,

terima kasih atas bimbingan, saran dan petunjuknya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih jauh dari kesempurnaan,

untuk itu kritik dan saran selalu penulis harapkan. Semoga tugas referat ini dapat

bermanfaat bagi pembaca pada umumnya serta penulis pada khususnya.

Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, September 2015

Penulis

1i

Page 2: Referat Silvia Asma

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 5

A. Latar Belakang................................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 7

A. Definisi............................................................................................ 7

B. Epidemiologi................................................................................... 7

C. Faktor Resiko.................................................................................. 8

D. Patogenesis...................................................................................... 8

E. Mekanisme Asma............................................................................ 9

F. Diagnosis......................................................................................... 12

G. Klasifikasi....................................................................................... 14

H. Diagnosis Banding.......................................................................... 15

I. Penatalaksanaan.............................................................................. 16

J. Pencegahan..................................................................................... 26

K. Prognosa.......................................................................................... 26

BAB III KESIMPULAN........................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA

2

ii

Page 3: Referat Silvia Asma

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Nilai PEV1, PEFR, MMEFR......................................................... 13

Tabel 2. Tingkatan kontrol asma menurut GINA....................................... 14

Tabel 3. Diagnosis banding asma............................................................... 15

Tabel 4. ACQ.............................................................................................. 18

Tabel 5. Penggolongan Obat Asma............................................................ 18

Tabel 6. Obat dan Dosis Kortikosteroid inhalasi untuk dewasa................. 19

Tabel 7. Obat dan Dosis Kortikosteroid inhalasi untuk anak..................... 19

Tabel 8.Obat asma controller...................................................................... 21

Tabel 9. Obat Reliever................................................................................ 23

3iii

Page 4: Referat Silvia Asma

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Proses Imunologis..................................................................... 10

Gambar 2. Hiperaktivasi............................................................................. 11

Gambar 3. Asmatic airway......................................................................... 11

Gambar 4. Algoritma Tatalaksana asma secara umum............................... 16

Gambar 5. ACT........................................................................................... 17

Gambar 6. Asthma management approach based on control...................... 24

4iv

Page 5: Referat Silvia Asma

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh

dunia. Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik saluran nafas yang

berhubungan dengan hiperesponsif dan penyempitan saluran nafas yang

menimbulkan gejala – gejala gangguan pernafasan secara episodic yang

membaik secara spontan atau setelah pemberian obat. Dengan mengobatinya

asma dapat dikontrol secara efektif hingga jarang terjadi eksaserbasi dan

penderita dapat menjalani kualitas hidup yang baik1.

Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit

dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya. Hal

tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari

pedoman yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA)2.

Kemajuan ilmu dan teknologi di belahan dunia ini tidak sepenuhnya diikuti

dengan kemajuan penatalaksanaan asma, hal itu tampak dari  data berbagai

negara yang menunjukkan peningkatan kunjungan ke darurat gawat, rawat

inap, kesakitan dan bahkan kematian karena asma. Berbagai argumentasi

diketengahkan seperti perbaikan kolektif data, perbaikan diagnosis dan deteksi

perburukan dan sebagainya. Akan tetapi juga disadari masih banyak

permasalahan akibat keterlambatan penanganan baik karena penderita maupun

dokter (medis). Kesepakatan bagaimana menangani asma dengan benar yang

dilakukan oleh National Institute of Heallth National Heart, Lung and Blood

Institute (NHLBI) bekerja sama dengan World Health Organization

(WHO) bertujuan memberikan petunjuk bagi para dokter dan tenaga kesehatan

untuk melakukan penatalaksanaan asma yang optimal sehingga menurunkan

angka kesakitan dan kematian asma. Petunjuk penatalaksanaan yang telah

5

Page 6: Referat Silvia Asma

dibuat dianjurkan dipakai di seluruh dunia disesuaikan  dengan kondisi  dan

permasalahan negara masing-masing. Merujuk kepada pedoman tersebut,

disusun pedoman penanggulangan asma di Indonesia. Diharapkan dengan

mengikuti petunjuk ini dokter dapat menatalaksana asma dengan tepat dan

benar, baik yang bekerja di layanan  kesehatan  dengan fasiliti minimal di

daerah perifer, maupun di rumah sakit dengan fasiliti lengkap di pusat-

pusat  kota3.

Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter

sebagai pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong

penderita asma, harus selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang

sering diabaikan adalah memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan.

Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti

bagi penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan

pada waktu menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah

terjadinya serangan asma4.

6

Page 7: Referat Silvia Asma

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Asma adalah penyakit peradangan saluran nafas kronik yang ditandai oleh

peran dari banyak sel dan elemen seluler. Peradangan ini berhubungan dengan

hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan episode berulang kali berupa

mengi, pendek nafas, sesak dada dan batuk yang terutama terjadi pada malam

hari atau dini hari1.

Definisi yang paling banyak diterima secara luas adalah hasil panel

National Istitute of Health ( NIH ) – National Heart, Lung and Blood Institute

( NHLBI ). Menurut NHLBI asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran

nafas di mana banyak sel berperan terutama sel mast, eosinophil, limposit T,

makrofag, neutrophil dan sel epitel5.

Asma adalah sindrom yang ditandai oleh obstruksi aliran udara yang

bervariasi baik secara spontan maupun dengan pengobatan spesifik.

Peradangan saluran napas kronis menyebabkan hiperresponsif napas ke

berbagai pemicu, yang menyebabkan aliran udara obstruksi dan gejala

pernafasan termasuk sesak dan mengi6.

B. Epidemiologi

Asma merupakan masalah kesehatan dunia. Diperkirakan sebanyak 300

juta orang menderita asma, dengan prevalensi sebesar 1- 18 %, bervariasi pada

berbagai negara. Kejadian asma dipengaruhi factor genetik, lingkungan, umur

dan gender dan terdapat kecenderungan peningkatan insidensinya terutama

didaerah perkotaan dan industri akibat adanya polusi udara. Prevalensi di

Indonesia adalah sebesar 5 – 7 %. PBB memperkirakan disability – adjusted

life years ( DALYs ) sebanyak 15 juta setiap tahun karena asma, yang

merupakan 1% dari beban global akibat penyakit. Mortalitas sebesar

7

Page 8: Referat Silvia Asma

250.000/tahun yang tidak proporsional dengan prevalensi penyakit. Polusi

menyebabkan peningkatan asma diseluruh dunia1.

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini

jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan

diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada

tahun 20257.

C. Faktor Resiko8

Secara umum faktor resiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Faktor host

a. genetik

b. gender

c. Obesitas

2. Faktor lingkungan

a. Alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,

alternaria/jamur)

b. Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari)

c. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,

makanan laut, susu sapi, telur)

d. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker

dll)

e. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)

f. Ekspresi emosi berlebih

g. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif.

h. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan

i. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika

melakukan aktivitas tertentu

j. Perubahan cuaca.

D. Patogenesis1

8

Page 9: Referat Silvia Asma

Genetik. Penelitian menunjukkan banyak gen yang terlibat pada

pathogenesis asma, dan gen yang berbeda terdapat pada etnik yang

berkelainan. Diketahui 4 kelompok pengaruh gen yang utama yang berkaitan

dengan predisposes asma yaitu terhadap produksi IgE spesifik ( atopi ),

ekspresi hipersponsif, produksi mediator inflamasi seperti sitokin, kemokin,

growth factor, dan penentu rasio antara respon imun Th1 dan Th2 ( menurut

teori hipotesis higienis ). Analisa keluarga asma mendapat adanya daerah

kromosom yang terkait dengan kepekaan asma, misalnya kecendrungan

peningkatan kadar IgE total dengan hiperesponsif bronkus, dan gen yang

mengatur hiperesponsif bronkus yang terletak dekat lokus mayor yang

mengatur kadar total IgE pada kromosom 5q. Penelitian saat ini masih terus

berlanjut.

Terdapat pula gen yang terkait dengan respon terhadap terapi asma.

Misalnya variasi gen yang mengkode β adrenoreceptor terkait dengan respon

yang berbeda terhadap β2 agonist. Terdapat pula gen lain yang bersifat

responsif terhadap kortikosteriod dan penghambat leukotriene.

E. Mekanisme Asma1

Imunopatogenesis. Akibat adanya faktor perangsangan dan pencetus ini

terjadi reaksi imun tipe I, II, III dan IV yang diikuti reaksi mediator, inflamasi,

kerusakan jaringan dan gejala klinik. Disebutkan bahwa pada 85% pasien

inflamasi dimulai oleh IgE ( asma alergi ) dan sisanya oleh proses yang

independen terhadap IgE ( asma non alergi ). Pada atopi paparan awal

terhadap antigen menimbulkan sensitisasi. Antigen-presenting cell ( APC )

seperti makrofag menelan antigen dan mempresentasikannya kepada sel T

( Th0 ) yang kemudian mengalami diferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Th2

mengeluarkan sitokin antara lain IL4 dan IL13 yang menyebabkan sel B

memproduksi IgE yang spesifik untuk antigen tersebut.

Pada respon dini akibat adanya paparan selanjutnya menimbulkan reaksi

Ag-Ab pada permukaan sel mastosit, yang diikuti aktivasi dari sel dan

pelepasan berbagai mediator ( histamin dan heparin ) serta mediator lain

9

Page 10: Referat Silvia Asma

( prostaglandin, leukotrin, faktor aktifasi trombosit-PAF dan bradikinin ).

Terjadi efek langsung berupa bronkokonstriksi dan peningkatan hiperesponsif

bronkus. Pelepasan sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan IL6 mengaktifasi limfosit

T dan B, yang merangsang sel mastosit dan menarik eosinofil, sehingga

meningkatkan proses inflamasi.

Respon lambat terjadi 4-12 jam setelah paparan antigen, berupa dilatasi

vaskuler dan peningkatan permiabilitas kapiler, pembentukkan edema dan

akumulasi sel radang. Akibat adanya aktifasi, sel eosinofil melepaskan

berbagai mediator ( eosinophilic cation protein-ECP, leukotrin, prostaglandin,

histamin ) yang menimbulkan bronkokonstriksi dan perpanjagan hiperesponsif

bronkus. Sekresi sitokin seperti IL3, IL4, IL5 lebih lanjut menimbulkan

inflamasi yang berkelanjutan9. Dengan demikian proses inflamasi kronik yang

kompleks pada asma ditandai oleh adanya sel radang dan elemen seluler,

perubahan struktur saluran nafas dan peningkatan mediator.

Gambar 1. Proses Imunologis

Reaksi inflamasi pada saluran nafas menimbulkan penyempitan yang

ireversibel pada saluran nafas ( airway remodeling ) akibat fibrosis

subepitelial, hipertrofi otot polos saluran nafas, penebalan pembuluh darah

10

Page 11: Referat Silvia Asma

dan hipersekresi mukus. Hal ini merupakan langkah terakhir terjadinya gejala

dan perubahan fisiologik saluran nafas pada asma, yaitu berupa kontraksi otot

polos, edem, penebalan dinding dan hipersekresi mukus. Hiperesponsif ini

bersifat responsif secara parsil terhadap obat.

Gambar 2. Hiperaktivasi

Gambar 3. Asthmatic airway

F. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

11

Page 12: Referat Silvia Asma

1. Anamnesa1 :

Riwayat pengulangan batuk mengi, sulit bernafas, atau berat dada yang

memburuk pada malam hari atau secara musiman.

Riwayat asma sebelumnya

Manifestasi atopik misalnya rhinitis alergika, yang bisa juga ada pada

keluarga

Keluhan timbul atau memburuk oleh infeksi pernafasan, rangsangan

bulu binatang, serbuk sari, asap, bahan kimia, perubahan suhu, debu

rumah, obat – obatan ( aspirin, penghambat beta ), olah raga, rangsang

emosi yang kuat

Keluhan berkurang dengan pemberian obat asma

2. Pemeriksaan Fisik :

Dapat dijumpai adanya sesak nafas, pernafasan mengi dan perpanjangan

ekspirasi tanda emfisema pada asma yang berat1.

a) Vital Sign Fitur umum dicatat selama serangan asma akut

tingkat pernapasan cepat (sering 25 sampai 40 napas per menit),

takikardia, dan pulsus paradoksus10.

b) Pemeriksaan Thorak5

Pemeriksaan dapat mengungkapkan bahwa pasien yang mengalami

serangan asma dapat dijumpai:

Inspeksi: sesak (napas cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium,

retraksi suprasternal)

Palpasi: biasanya tidak ditemukan kelainan, pada serangan berat dapat

terjadi pulsus paradoksus

Perkusi: biasanya tidak ditemukan kelainan

Auskultasi: ekspirasi memanjang,wheezing

3. Pemeriksaan Penunjang :

Spirometri1 :

12

Page 13: Referat Silvia Asma

- ( Volum Ekpirasi Paksa 1 detik ) VEP1 < 70% dari nilai prediksi

menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.

- Tes reversibilitas : peningkatan VEP1 ≥ 12% dan ≥ 200 ml

menunjukkan reversibilitas yang menyokong diagnosis asma

Arus Puncak Ekspirasi ( APE )1 :

- Reversibilitas. Peningkatan 60 L/menit ( atau ≥ 20% ) dengan

pemberian bronkodilator ( misalnya 200-400 ugr salbutamol ), atau

variasi diurnal dari APE ≥ 20% ( dengan bacaan 2x sehari > 10% )

menyokong diagnosis asma

- Variabilitas. Merujuk pada perbaikan atau pemburukan gejala atau

fungsi paru dalam periode tertentu misal 1 hari ( variabilitas

diurnal ), hari atau bulanan.

Tabel 1. nilai FEV1, PEFR, MMEFR

Pengukuran Status Alergi11

Untuk mengidentifikasi komponen alergi pada asma dapat

dilakukan pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum

dan eosinofil. Uji ini dapat membantu mengidentifikasi faktor pencetus

sehingga dapat dilakukan pencegahan terarah. Umumnya dilakukan

skin prick test. Namun, uji ini dapat menghasilkan positif palsu

13

Page 14: Referat Silvia Asma

maupun negatif palsu. Sehingga konfirmasi pajanan alergen dengan

timbulnya gejala harus selalu dilakukan.

Analisa Gas Darah11

Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma berat. Pada fase awal

serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnea (PaCO2 < 35 mmHg)

kemudian pada stadium yang lebih berat pada PaCO2 justru mendekati

normal sampai normo-kapnea. Selanjutnya pada asma yang sangat

berat terjadi hiperkapnea (PaCO2 ≥ 45 mmHg), hipoksemia, dan

asidosis respiratorik.

Foto Toraks11

Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit

lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri,

obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada

serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak

memperlihatkan adanya kelainan.

G. Klasifikasi

Asma kontrol

Berdasar keadaan terkontrol asma dibagi menjadi : terkontrol,

terkontrol parsial dan tidak terkontrol13.

A. Penilaian Terhadap Kontrol Klinis Terkini ( sebaiknya > 4 minggu )

No. Karakteristik Terkontrol Terkontrol parsialTak

terkontrol

1 Gejala siang ≤ 2x/minggu > 2 x/minggu 3 atau lebih

keadaan terkontrol

parsial pada tiap

– tiap minggu

2 Hambatan aktivitas Tidak ada Ada

3Gejala malam/bangun

waktu malamTidak ada Ada

4 Perlu reliever ≤ 2 x/minggu > 2 x/minggu

5 Fungsi paru (PEFR/FEV1)

normal < 80% prediksi atau hasil terbaik

14

Page 15: Referat Silvia Asma

(bila ada)

Tabel 2. Tingkatan Kontrol Asma

H. Diagnosis Banding

Bila menemukan keluhan batuk sesak, mengi salah satu kelainan yang

perlu dipikirkan adalah obstruksi saluran nafas atas12.

Diagnosis banding asma5 :

Kategori Kriteria

Penyakit penyebab sesak berulang PPOK, penyakit jantung coroner, GERD,

gagal jantung kongestif, emboli paru

Penyakit yang menimbulkan batuk Rhinitis, sinusitis, otitis, bronkiektasis

Penyakit yang sering menimbulkan

obstruksi saluran nafas

PPOK, bronkiolitis obliterans, cystic

fibrosis

Tabel 3. Diagnosis banding asma

I. Penatalaksanaan

4 Komponen Tata Laksana Asma.

GINA ( 2011 ) mengajukan 4 komponen tata laksana yang dibutuhkan untuk

mencapai dan mempertahankan kontrol asma8 :

1. Mengembangkan Kerjasama Dokter dengan Pasien

Diupayakan tercapainya kerjasama yang baik antara dokter dan pasien,

dan melakukan edukasi pasien tentang asma dan tatakelola asma yang

perlu mereka kerjakan. Manajemen yang efektif diperoleh bila pasien

dapat aktif merawat diri sendiri yaitu bila ia telah mampu :

Menghindari faktor resiko

15

Page 16: Referat Silvia Asma

Menggunakan obatnya secara benar dan teratur sesuai yang telah

ditentukan

Mengerti penggunaan obat pengontrol dan pelega

Mampu memonitor asma dan bila mungkin bisa menggunakan PEF

meter

Mengenal tanda pemburukan asma dan cara mengatasinya

Konsultasi bila diperlukan

2. Mengenal dan mengurangi paparan terhadap faktor resiko

Pasien harus mengetahui faktor pencetus asma mereka dan berusaha

menghindari berbagai faktor yang dapat mencetuskan asmanya seperti

diuraikan mengenai faktor pencetus asma. Pasien tetap melakukan olah raga

sesuai kamampuannya dan bila perlu sebelum olah raga terlebih dahulu

menggunakan obat asma.

3. Evaluasi, Terapi dan Monitor Asma

Algoritma 1 menunjukkan suatu cara tata laksana asma secara garis besar

yang dapat dipergunakan sebagai dasar diagnosis asma, evaluasi

kontrol/beratnya asma, tempat perawatan dan tingkat terapi yang diberikan

pada pasien yang datang ke klinik asma atau klinik emergensi. Tindak lanjut

terapi pasien ditentukan berdasarkan respon pasien hingga pasien dapat

pulang untuk berobat.

16

Page 17: Referat Silvia Asma

Gambar 4. Algoritma tata laksana asma secara umum

4. Monitoring untuk mempertahankan kontrol asma

Pasien kontrol 1 – 3 bulan kemudian dan seterusnya 3 bulan sekali. Bila

adaeksaserbasi kontrol tiap 2 – 4 minggu, ditanyakan mengenai hasil kontrol

asma yang tercapai, kepatuhan pasien menggunakan inhaler dan PEF meter

secara benar atau adanya masalah lain pada pasien.

Penyesuaian obat dilakukan untuk mendapatkan kontrol yaitu

ditingkatkan regimen obat bila tak terkontrol/atau terkontrol sebagian,

sedangkan bila terkontrol baik selama 3 bulan diturunkan dosis dan langkah

terapi secara perlahan, hingga batas dosis obat minimal yang dapat

mengontrol.

Monitoring tetap diperlukan meskipun kontrol telah tercapai karena asma

adalah penyakit yang bervariasi hingga terapi perlu disesuaikan secara

17

Page 18: Referat Silvia Asma

berkala sebagai respon terhadap tanda – tanda kurangnya kontrol yang

ditandai oleh gejala yang memburuk atau timbulnya eksaserbasi.

Gambar 5. ACT

Tabel 4. ACQ

Obat Asma

Obat asma dapat digolongkan menjadi pengedali ( controller ) dan

pelega ( reliever ). Controller adalah obat yang dikonsumsi tiap hari untuk

membuat asma dalam keadaan terkontrol terutama melalui efek anti

18

Page 19: Referat Silvia Asma

inflamasi. Reliever adalah obat yang digunakan bila perlu berdasar efek

cepat untuk menghilangkan bronkokontriksi dan menghilangkan

gejalanya13.

Controller Reliever

Kortikosteroid (inhalasi, sistemik)Short acting b2 agonist (SABA) : inhalasi, oral

Leukotriene modifeier Kortikosteroid sistemik

Long acting b2 agonist (LABA) : inhalasi, oral

Antikolinergik : Ipratropium br, oxitropium

Chromolin: Sodium cromoglycate dan Nedocromil

Teofilin

Teofilin lepas lambat

Anti IgE

Antikolinergik: Tiotropium

Tabel 5. Penggolongan obat asma

Obat pengendali ( Controller )11

Pencegah adalah obat asma yang digunakan jangka panjang untuk

mengontrol asma, karena mempunyai kemampuan untuk mengatasi

proses inflamasi yang merupakan patogenesis dasar penyakit asma.

Obat ini diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan

keadaan asma terkontrol pada asma persisten, dan sering disebut

sebagai obat pencegah. Berbagai obat yang mempunyai sifat sebagai

pengcegah, antara lain

a) Kortikosteroid inhalasi

19

Page 20: Referat Silvia Asma

Tabel 6. Obat dan Dosis Kortikosteroid Inhalansi untuk dewasa

Tabel 7. Obat dan Dosis Kortikosteroid Inhalansi untuk anak

b) Kortikosteroid sistemik

c) Sodium chromoglicate dan sodium Nedochromil

Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol

pada asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu

pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau

tidak.

d) Methylxanthine

Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek

ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas

lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi

20

Page 21: Referat Silvia Asma

menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala

dan memperbaiki faal paru.

e) Agonis β2 kerja lama (LABA) inhalasi

Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah

salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>

12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi

otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan

permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan

mediator dari sel mast dan basofil.

f) Leukotriene modifiers

Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan

pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek

bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat

alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator,

juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah

preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan.

Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis

reseptor leukotrien sisteinil).

g) obat-obat anti alergi 

21

Page 22: Referat Silvia Asma

Tabel 8. Obat asma controller1

Penghilang gejala (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,

memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan

dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak

memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif

jalan napas. Termasuk penghilang gejala adalah 11.

22

Page 23: Referat Silvia Asma

Agonis beta2 kerja singkat

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol,

dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu

mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana

agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas,

meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti

pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari sel mast.

Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat

bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma

Kortikosteroid sistemik.

Steroid sistemik digunakan sebagai obat penghilang gejala bila

penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil

belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan

bronkodilator lain.

Antikolinergik

Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok

efek penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas.

Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik

vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi

yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah

ipratropium bromide dan tiotropium bromide.

Theophilin

23

Page 24: Referat Silvia Asma

Tabel 9. Obat Reliever1

Tahapan pengobatan asma :

Tahap 1. Gejala asma sangat jarang, faal paru normal, tidak ada riwayat

pengobatan dengan pengontrol kortikosteroid inhalasi, maka pasien

diberikan obat penghilang gejala. Adapun yang direkomendasikan adalah

agonis beta-2 kerja singkat (SABA) inhalasi. Alternatif lainnya adalah

SABA oral, kombinasi oral SABA dan teofilin/aminofilin atau

antikolinergik kerja singkat inhalasi Tahap 2 sampai dengan 5, pengobatan

pengontrol teratur jika perlu14.

Tahap 2. Ditemukan gejala asma dan eksaserbasi atau perburukan yang

periodik, dengan atau tanpa riwayat pengobatan kortikosteroid inhalasi

sebelumnya, maka diberikan pengontrol kortikosteroid inhalasi dosis

rendah dan penghilang gejala jika perlu. Alternatif pengontrol lainnya

adalah anti-leukotrien bagi pasien yang tidak tepat menggunakan

kortikosteroid inhalasi dan pasien dengan rhinitis alergika. Selain itu,

dapat pula diberikan teofilin lepas lambat kepada pasien dengan gangguan

asma malam hari14.

24

Page 25: Referat Silvia Asma

Tahap 3. Tahap ini untuk pasien yang tidak kunjung membaik di tahap 2

selama kurang-lebih 12 minggu dan diyakini tidak ada masalah lain seperti

kepatuhan, pencetus, dan lain-lain. Pasien diberikan pengontrol kombinasi

inhalasi dosis rendah dan agonis beta-2 kerja lama (LABA) yang disebut

LABACS. Alternatif lainnya sama dengan tahap 214.

Tahap 4. Tahapan setelah tahap 3 dimana harus dinilai apakah gejala

pasien sudah terkontrol sebagian atau belum terkontrol, kepatuhan pasien,

komorbiditas, dan pencetus. Pengobatan yang diberikan adalah LABACS

dimana kortikosteroid inhalasi diberikan dalam dosis sedang-tinggi14.

Tahap 5. Obat yang diberikan adalah LABACS dengan dosis

kortikosteroid inhalasi dosis tinggi dan jika perlu dapat ditambahkan

kortikosteroid oral dosis terendah. Kortikosteroid oral bekerja sistemik

sehingga diharapkan dapat mempercepat penyembuhan, mencegah

kekambuhan, memperpendek hari rawat, dan mencegah kematian14.

Gambar 6. Asthma management approach based on control13

25

Page 26: Referat Silvia Asma

J. Pencegahan asma5

Upaya pencegahan asma dapat ditujukan pada pencegahan sensitisasi alergi

( terbentuknya atopi, nampaknya paling relevan waktu prenatal dan perinatal )

atau mencegah terbentuknya asma pada individu yang tersensitisasi. Selain

mencegah paparan tembakau / rokok waktu dalam kandungan atau setelah

kelahiran, tidak ada intervensi yang terbukti dan diterima luas dapat mencegah

terbentuknya asma.

Hygiene hypothesis asma. Walaupun kontroversi nama telah membawa

penegasan bahwa mencegah sensitisasi alergi harus focus mengarahkan

kembali repons imun dari bayi ke Th1 atau modulasi T regulator cell. Tetapi

strategi tersebut saat ini masuh merupakan alam hipotesis dan perlu penelitian

lebih banyak.

K. Prognosa15

Asma biasanya kronis , meskipun kadang-kadang masuk ke periode

panjang remisi . Prospek jangka panjang umumnya tergantung pada tingkat

keparahan.

Dalam kasus-kasus ringan sampai sedang , asma dapat meningkatkan dari

waktu ke waktu , dan banyak orang dewasa bahkan bebas dari gejala. Bahkan

dalam beberapa kasus yang parah , orang dewasa mungkin mengalami

perbaikan tergantung pada derajat obstruksi di paru-paru dan ketepatan waktu

dan efektivitas pengobatan .

Pada sekitar 10 % kasus persisten berat , perubahan dalam struktur dinding

saluran udara menyebabkan masalah progresif dan ireversibel dalam fungsi

paru-paru , bahkan pada pasien yang diobati secara agresif .

Fungsi paru-paru menurun lebih cepat daripada rata-rata pada orang dengan

asma , terutama pada mereka yang merokok dan pada mereka dengan produksi

lendir yang berlebihan ( indikator kontrol perlakuan buruk ) .

Kematian dari asma adalah peristiwa yang relatif jarang , dan kematian

asma yang paling dapat dicegah . Hal ini sangat jarang orang yang menerima

perawatan yang tepat untuk mati asma . Namun, bahkan jika tidak mengancam

nyawa , asma dapat melemahkan dan menakutkan . Asma yang tidak

26

Page 27: Referat Silvia Asma

terkontrol dengan baik dapat mengganggu sekolah dan bekerja , serta kegiatan

sehari-hari.

BAB III

KESIMPULAN

Asma sudah lama dikenal namun baru akhir – akhir ini menjadi masalah

kesehatan yang menonjol. Keradangan saluran nafas pada asma sangat komplek

dalam asal mula, regulasi dan outcome. Adanya predisposisi genetic yang terjadi

reaksi inflamasi alergi. Konsekuensi dari inflamasi kronik akan terjadi airway

remodeling5.

Batuk, sesak nafas, wheezing merupakan trias gejala asma. Bila gejala dan

tanda tidak spesifik sulit dibedakan dengan penyakit lain, oleh sebab itu

diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. Faal paru yang menunjukkan obstruksi yang

reversible merupakan alat diagnosis pasti5.

27

Page 28: Referat Silvia Asma

DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan Zulkarnain, dkk. 2012. Kompendium TATALAKSANA PENYAKIT

RESPIRASI & KRITIS PARU. Jakarta : Perhimpunan Respirologi Indonesia.

2. Rengganis, I. Diagnosis Dan Tatalaksana Asma Bronkhiale. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI: Jakarta, Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 58. 2008.

3. Perhimpunan Paru Indonesia. 2003. ASMA PEDOMAN & PENATALAKSANA DI INDONESIA. www.klikpdpi.com

4. Anonim. 2009. Patofisiologi asma .http:// ayosz. wordpress. com/ 2009/ 01/07/patofisiologi-asma/

5. Wibisono M. Jusuf dkk. 2010. BUKU AJAR ILMU PENYAKIT PARU 2010. Surabaya. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair.

6. Longo, Dan L MD. 2013. HORRISON’S MANUAL OF MEDICINE INTERNATIONAL EDITION. America : McGraw-hill Companies.

7. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur Respir Rev 2007; 16: 104, 67–72

8. Pocket Guide for Asthma management and Prevention. Gina ( Global Initiative for Asthma ). Updated 2011.

9. The “Expert Panel Report 3 Summary Report 2007 : Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma”. Expert panel of NAEPP Coordinating Committee, coordinated by the National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) of the National Institute of health National Institute of Institutes of health, USA.2008. www.nhlbi.nih.gov/guidelines/asthma/asthgdln.htm.

10. Goldman Lee, Schafer Andrew, et al. Goldman´s Cecil Medicine. Asthma, America. 2012.

11. Sundaru Heru, Sukamto. Asma Bronkial. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009.

28

Page 29: Referat Silvia Asma

12. Kuvuru MS and Wiederman HP. 2000. Asthma. In : Chest medicine. Essential of pulmonary and critical care. Philandelphia, Lippincort Williams and Wilkins. 133-173

13. Global Initiative for Astham. 2009. Global strategy for asthma management and prevention. www.ginasthma.org.

14. Dewan Asma Indonesia. Pedoman tatalaksana asma. Jakarta: CV, Mahkota Dirfan; 2011, hal. 36-48.

15. Health Center. Asthma. Review date : 05/03/2011. www.healthcentral.com/asthma/

29

Page 30: Referat Silvia Asma

REFERAT

ASMA BRONKIALE

Di susun oleh :

Ilham Kautsar 08310153

Pembimbing :

dr. H. Uun Unaedi Sp.P

30

Page 31: Referat Silvia Asma

COASISTEN ILMU PENYAKIT PARU

FAKULTAS KEDOKTERAN MALAHAYATI

RSUD 45 KUNINGAN

TAHUN 2014

31