Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014 REFERAT Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Disusun Oleh : Kevin Ardiansyah 11-2013-265 Pembimbing : Dr dr. Fenny L Yudiarto Sp.S (K) 1
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
REFERAT
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Disusun Oleh :
Kevin Ardiansyah
11-2013-265
Pembimbing :
Dr dr. Fenny L Yudiarto Sp.S (K)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
1
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
Daftar Isi
Cover……………………………………………………………….. 1
Daftar isi……………………………………………………............ 2
Kata Pengantar…………………………………………………….. 3
Bab I : Pendahuluan………………………………………………… 4
Bab II : Tinjauan Pustaka…………………………………………... 5
Epidemiologi……………………………………………….. 5
Klasifikasi Cedera Kepala………………………………….. 6
Gangguan Pasca Cedera Kepala……………………………. 13
Manajemen…………………………………………………. 25
Penatalaksanaan…………………………………………….. 26
Bab III : Penutup……………………………………………………. 28
Daftar Pustaka……………………………………………………… 29
2
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
Kata Pengantar
Dalam Referat ini saya akan membahas mengenai Gangguan Kognitf yang disebabkan
oleh trauma kepala. Terima kasih saya haturkan kepada Dr.dr Fenny Sp.S (K) sebagai
pembimbing referat dalam kepaniteraan saraf Rumah Sakit Mardhi Rahayu. Mohon maaf apabila
terdapat kesalahan-kesalahan dalam pembuatan referat ini. Semoga referat ini berguna dan dapat
bermanfaat bagi semua kalangan di bidang medis.
Jakarta,19-Oktober-2014
Kevin Ardiansyah
3
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
BAB 1
Pendahuluan
Trauma atau cedera kepala atau cedera otak adalah suatu trauma yang dapat mengakibat
dampak yang fatal. Kepala merupakan tempat yang langsung terkan pukulan yang dinamakan
impact. Kepala dapat jatuh pada sesuatu yang keras. Dalam hal ini kepala daerah kepala yang
terkan dinamakan dampak,
Pada dampak bisa terjadi : Indentasi, fraktur linear, fraktur stelatum, fraktur imprei
ataupun tidak terdapat apa-apa, hanya edema atau perdarahan subkutan saja. Akibat trama kapitis
dan berbagai macam kemunginan pada dampak si penderita dapat pingsan sejenak lalu sadar
kembai dan tidak menunjukka kelainan apapun, pingsan beberapa jam, kemudian menunjukkan
gejala-gejala “organic brain Syndrome” untuk sementara waktu, atau pingsan lama lalu sadar ,
namun menunjukkan deficit neurologic bahkan meninggal langsng pada waktu mendapat trauma
kapitis atau sedikit lama setelah mengidap kecelakaan
Dalam hal ini gangguan kognitif yang berhubungan dengan trauma kapitis yakni meliputi
gangguan memori, gangguan konsentrasi dan pemusatan perhatian, kecepatan memproses
informasi dan fungsi eksekutif.1
4
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
BAB II
Tinjauan Pustaka
Definisi Trauma Kepala
Trauma kepala adalah gangguan pada otak yang bersifat non degeneratif dan non
kongenital yang disebabkan oleh kekuatan mekanik eksternal, yang menyebabkan terjadinya
kerusakan kognitif, fisikal, dan fungsi psikososial yang permanen atau sementara, dengan
disertai berkurangnya atau perubahan tingkatkesadaran. Akan tetapi, definisi dari trauma kepala
adalah tidak selalu tetap dan cenderung untuk bervariasi bergantung kepada spesialitas dan
keadaan lingkungan. Seringkali, trauma/cedera otak disamakan dengan trauma kepala.2
Epidemiologi
Trauma kepala atau disebut juga Traumatic Brain Injury sekitar 40 % menyebabkan
kematian cedera yang akut pada penelitian di amerika serikat.. Pada biasanya sekitar 200.000
korban dari traumatic brain injury ini dirawat di rumah sakit dan sekitar 1,74 juta individu yang
mengalami traumatic brain injury yang ringan mengalami kelainan yang bersifat sementara
sekitar 1 hari.2
Gangguan kognitif adalah gangguan umum atau sekuele dari traumatic brain injury yang
akan dibahas pada pembahasan berikutnya. Menurut penelitian pada sekelompok individu ,
ditemukan bahwa 70% pasien traumatic brain injury mempunyai gejala yang signifikan,
gangguan kognitif untuk “learning and memory” dimana pada traumatic brain injury atau cedera
kepala memiliki prevalensi 56% dibanding dengan kontrolnya pada individu normal yaitu 5%,
sedangkan gejala kognitif yang lebih sedikit ditemukan yaitu kesulitan atau gangguan dalam
orientasi, persepsi visual, praxis, dan language (16,5% pasien dibandingkan dengan individu
kontrol ). Lalu juga terdapat kesulitan dalam memproses informasi 34,1% pasien dari dengan
traumatic brain injury dan 2,5% kontrol.3
5
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
Pembagian Cedera Kepala
Pembagian derajat cedera kepala dibedakan sebagai berikut, ditentukan berdasarkan
tingkat kesadaran (GCS) terbaik 6 jam pertama pascatrauma :4,5
Cedera kepala ringan : GCS 14-15
o Tidak terdapat kelainan pada CT-Scan otak
o Tidak memerlukan tindakan operasi
Cedera kepala sedang : GCS 9-13
o Ditemukan kelainan pada ct-scan otak
o Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intracranial
Cedera kepala berat : GCS < 8
o Berarti bahwa dalam waktu 48 jam setelah trauma, nilai GCS <9
Cedera Kepala Ringan
Penting dalam cedera kepala ringan untuk melakukan anamnesa yang berkaitan dengan
jenis dan waktu kecelakaan, riwayat penurunan kesadaran atau pingsan, riwayat adanya amnesia
retrograde atau antegrade serta keluhan-keluhan lain yang berkaitan dengan peninggian tekanan
intracranial seperti : nyeri kepala , pusing, dan muntah. Amnesia retrograde cenderung
merupakan cenderung merupakan tertanda ada-tidaknya trauma pada kepala, sedangkan amnesia
antegrade lebih berkonotasi kepada berat ringannya konkusi cedera kepala yang terjadi.
Pemeriksaan fisik disini ditekankan untuk menyingkirkan adanya gangguan sistemik lain serta
dapat mendeteksi defisit neurologis lainnya.4,5
Cedera Kepala Sedang
Penanganan pertama selain mencakup anamnesia (seperti di atas) dan pemeriksaan fisik
serta foto polos tengkorak, juga mencakup pemeriksaan scan tomografi computer otak (CT-
Scan).
6
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
Cedera Kepala Berat
Pada cedera kepala berat penanganan yang cepat dan tepat sangat diperlukan pada
penderita dalam kelompok ini karena sedikit keterlambatan akan mempunyai risiko terbesar
berkaitan dengan morbiditas dan mortilitas , dimana tindakan menunggu di sini dapat berakibat
sangat fatal.4,5
Pada Cedera Kepala Berat yang akan ditemukan adalah :4,5
- Hematom Epidural : Merupakan hematom yang cepat terakumulasi di antara tulang
tengkorak dan duramater, biasanya disebabkan oleh pecahnya arteri meninga media
- Hematom subdural : terjadi ketika vena diantara duramater dan parenkim otak robek.
Pasien dapat kehilangan kesadaran saat terjadi cedera dan dapat timbul higroma.
- Kontusio : adalah perdarahan kecil.disertai edema pada parenkim otak. Dapat timbul
perubahan patologi pada tempat cedera (coup) atau tempat yang berlawanan dari cedera
(countre coup).
- Hematom intraserebral : biasanya terjadi karena cedera kepala berat, cirri khasnya adalah
hilangnya kesadaran dan nyeri kepala berat setelah sadar kembali .
- Perdarahan subarachnoid : adalah perdarahan yang terdapat pada ruang sub-arakhnoid ,
biasanya disertai hilangnya kesadaran nyeri kepala berat dan perubahan status mental
yang cepat .
Definisi Gangguan Kognitif
Gangguan kognitif adalah gangguan yang terjadi dimana seseorang individu mempunyai
masalah dalam memori, belajar mengenai hal yang baru, konsentrasi, dan membuat suatu
keputusan dimana hal ini sangat erat hubungannya dengan fungsi luhur dari otak itu sendiri,
gangguan kognitif dibagi menjadi ringan sampai berat, (Mild Cognitive Impairment – Severe
Cognitive Impairment ).6,7
7
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
Konsep yang paling banyak dianut, bahwa fungsi kognitif mencakup lima domain,
yaitu6 :
a. Attention (pemusatan perhatian)
b. Language (bahasa)
c. Memory (daya ingat)
d. Visuospasial (pengenalan ruang)
e. Executive function (fungsi eksekutif : fungsi perencanaan, pengorganisasian dan
pelaksanaan)
Anatomi Fungsi Kognitif
Masing-masing domain kognitif tidak dapat berjalan sendiri-sendiri dalam menjalankan
fungsinya, tetapi sebagai satu kesatuan, yang disebut system limbic. Struktur limbic terdiri dari
amigdala, hipokampus, nucleus talamik anterior, girus subkalosus, girus cinguli, girus
parahipokampus, formasio hipokampus, dan korpus mamilare. Alveus, fimbria, forniks, traktur
mammilotalamikus dan striae terminalis membentuk jaras-jaras penghubung system ini.6
Peran sentral system limbic meliputi memori, pembelajaran, motivasi, emosi, fungsi
neuroendokrin dan aktivitas otonom. Struktur otak berikut ini bagian dari system limbic8 :
1. Amigdala : terlibat dalam pengaturan emosi, dimana pada hemisfer kanan predominan
untuk belajar emosi dalam keadaan tidak sadar, dan pada hemisfer kiri predominan untuk
belajar emosi pada saat sadar.
8
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
2. Hipokampus : terlibat dalam pembentukan memori jangka panjang, pemeliharaan fungsi
kognitif yaitu proses pembelajaran.
3. Girus parahipokampus : berperan dalam pembentukan memori spasial.
4. Girus cinguli : mengatur fungsi otonom seperti denyut jantung, tekanan darah, dan
kognitif yaitu atensi. Korteks cinguli anterior merupakan struktur limbic terluas,
berfungsi pada afektif, kognitif, otonom, perilaku dan motorik.
5. Forniks : membawa sinyal dari hipokampus ke mammilary bodies dan septal nuclei.
Forniks berperan dalam memori dan pembelajaran.
6. Hipotalamus : berfungsi mengatur system saraf ototnom melalui produksi dan pelepasan
hormone, tekanan darah, denyut jantung, lapar, haus, libido dan siklus tidur/bangun,
perubahan memori baru menjadi memori jangka panjang.
7. Talamus : kumpulan badan sel saraf di dalam diensefalon membentuk dinding lateral
ventrikel tiga. Fungsi thalamus sebagai pusat hantaran rangsang indra dari perifer ke
korteks serebri. Dengan kata lain, thalamus merupakan pusat pengaturan fungsi kognitif
di otak atau sebagai stasiun relay ke korteks serebri.
8. Mammillary bodies : berperan dalam pembentukan memori dan pembelajaran.
9. Girus dentatus : berperan dalam memori baru dan mengatur kebahagiaan
10. Korteks entorhinal : penting dalam memori dan merupakan komponen asosiasi.
Sedangkan lobus otak yang ikut berperan dalam fungsi kognitif adalah8 :
1. Lobus frontalis
Fungsi lobus frontalis yaitu mengatur motorik, perilaku, kepribadian, bahasa, memori,
orientasi spasial, belajar asosiatif, daya analisis dan sintesis. Sebagian korteks medial
9
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
lobus frontalis dikaitkan sebagai bagian system limbic, karena banyaknya koneksi
anatomic dengan struktur limbic dan adanya perubahan emosi bila terjadi kerusakan.
2. Lobus parietalis
Lobus parietalis berfungsi dalam membaca, persepsi, memori dan visuospasial. Korteks
ini menerima strimuli sensori (input visual, auditori, taktil) dari area asosiasi sekunder.
Karena menerima input dari berbagai modalitas sensori sering disebut sebagai korteks
heteromodal dan mampu membentuk asosiasi sensori (cross modal association), sehingga
manusia dapat menghubungkan input visual dan menggambarkan apa yang mereka lihat
atau pegang.
3. Lobus temporalis
Lobus temporalis berfungsi mengatur pendengaran, penglihatan, emosi, memori,
kategorisasi benda-benda dan seleksi rangsangan auditorik dan visual.
4. Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi mengatur penglihatan primer, visuospasial, memori, dan
bahasa.
Fisiologis fungsi Kognitif
Uraian fungsional domain fungsi kognitif antara lain6 :
1. Perhatian (atensi)
Atensi adalah kemampuan untuk bereaksi atau memperhatikan satu stimulus
tertentu dan mampu mengabaikan stimulus lain yang tidak dibutuhkan. Atensi merupakan
hasil hubungan antara batang otak, aktivitas limbic dan aktivitas korteks sehingga mampu
untuk focus pada stimulus spesifik dan mengabaikan stimulus lain yang tidak relevan.
10
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
Konsentrasi merupakan kemampuan untuk mempertahankan atensi dalam periode yang
lebih lama. Gangguan atensi dan konsentrasi akan mempengaruhi fungsi kognitif lain
seperti memori, bahasa, dan fungsi eksekutif.
2. Bahasa
Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar yang
membangun kemampuan fungsi kognitif. Jika terdapat gangguan bahasa, pemeriksaan
kognitif seperti memori verbal, fungsi eksekutif akan mengalami kesulitan atau tidak
dapat dilakukan.
3. Memori
Fungsi memori terdiri dari proses penerimaan dan penyandian informasi, proses
penyimpanan serta proses mengingat. Semua hal yang berpengaruh dalam ketiga proses
tersebut akan mempengaruhi fungsi memori.
4. Visuospasial
Kemampuan visuospasial merupakan kemampuan konstruksional seperti
menggambar atau meniru berbagai macam gambar dan menyusun balok-balok. Semua
lobus berperan dalam kemampuan konstruksi dan lobus parietal terutama hemisfer kanan
berperan paling dominan.
5. Fungsi eksekutif
Fungsi eksekutif adalah kemampuan kognitif tinggi seperti cara berpikir dan
kemampuan pemecahan masalah. Fungsi ini dimediasi oleh korteks prefrontal
dorsolateral dan struktur subkortikal yang berhubungan dengan daerah tersebut. Fungsi
eksekutif dapat terganggu bila sirkuit frontal-subkortikal terputus. Lezack membagi
11
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
fungsi eksekutif menjadi 4 komponen yaitu volition (kemauan), planning (perencanaan),
purposive action (tujuan), dan effective performance (pelaksanaan yang efektif).
Gangguan Perilaku pada Pasien
Pada dasarnya trauma yang terjadi pada pasien akan menyebabkan gangguan defisit
neurologic, terutama diantaranya adalah gangguan fungsi kognitif, dalam hal ini gangguan fungsi
kognitif yang terjadi dapat pada gangguan pada perilaku, yang akan lebih dijabarkan pada tabel
dibawah , serta juga pada post concussion syndrome yang sering menimbulkan gejala kognitif
yang akan dijelaskan dibawah.4
Dalam proses patofisiologinya , terdapat pada daerah system limbic dan atau neokorteks
serta jaras-jaras asosiasinya dapat menyebabkan gejala neurobehavior yaitu terdapat gangguan
kognitif dan atau gejala neuropsikiatri. Lesi pada akson telah diakui sebagai pencetus gejala sisa
cedera otak. Lokasi yang sering terlibat adalah forniks yang penting untuk memori dan kognitif. 4
Menurut DSM-IV (Diagnostic and statistical Manual of Mental Disorder) sebagai berikut
: 4
1. Adanya riwayat cedera kepala yang menyebabkan konkusi serebral yang signifikan.
2. Defisit kognitif dalam hal atensi dan memori.
3. Munculnya sekurangnya 3 dari 8 gejala berikut : kelelahan, gangguan tidur, nyeri kepala,
pusing, iritabilitas, gangguan afektif, perubahan kepribadian, apati yang muncul setelah
trauma dan menetap selama 3 bulan
4. Gejala memburuk setelah trauma.
5. Gangguan fungsi social
6. Demensia akibat trauma kepala
12
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kepala
1. Cedera otak akibat trauma (TBI)
Segera setelah pasien cedera otak melewati fase koma dan amnesia pasca trauma,
pasien mungkin mengalami gejala pasca gegar otak (post-concussion syndrome/PCS).
Setelah cedera otak yang berat atau sangat berat [koma berkepanjangan (GCS < 8) dan atau
amnesia pasca trauma lebih dari 1 minggu], ada kemungkinan untuk terjadi kerusakan primer
dan sekunder. 9
Kerusakan primer
Kerusakan difus white matter (terputusnya koneksi antar neuron), memar pada daerah
frontal-temporal dan pembuluh darah yang rupture (hemoragik) menyebabkan
menurunnya suplai darah ke otak.9
Kerusakan sekunder
Kemungkinan diakibatkan oleh perdarahan serebral yang mengarah kepada kerusakan
anoksik/hipoksik (berkurang atau tidak adanya suplai oksigen), edema otak dan atau
peningkatan cairan serebrospinal (hidrosefalus) yang mengarah kepada peningkatan
tekanan intrakranial.9
13
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
Tabel 1. Gejala umum yang menyertai cedera otak akibat trauma9
Gejala pasca gegar otak
Cedera otak ringan – sedang
(GCS : ringan = 13-15;
sedang = 9-12)
Cedera otak berat
(GCS < 8 selama 6 jam)
Pusing
Nyeri kepala persisten
Penurunan stamina
Kelelahan/gangguan tidur
Sensitif terhadap
suara/cahaya
Penglihatan kabur/ganda
Tinnitus
Proses berpikir lambat
Penurunan konsentrasi
Memori kurang
Gangguan kecepatan
berpikir
Perhatian kurang
Memori kurang
Mudah frustrasi
Depresi
Mudah cemas
Gangguan stress pasca
trauma (Post-traumatic
stress disorder/PTSD)
Penurunan kecepatan
berpikir/memproses
informasi
Fungsi intelektual
menurun
Kesulitan dalam
menemukan kata dan
membentuk kalimat
Perhatian mudah
teralihkan
Konsentrasi terbatas
Memori kurang
Berkurangnya kemampuan
untuk mempelajari hal
baru
Regulasi diri buruk
(kurangnya kemampuan
untuk menahan diri dalam
berbahasa, aktivitas fisik
14
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
atau seksual)
Iritabilitas
2. Penyakit serebrovaskular
Bentuk dari penurunan kognitif yang menyertai lesi fokal bergantung pada bagian
yang terkena stroke dan tingkat keparahannya. Pada fase akut, gangguan bicara dan
bingung, menurunnya kemampuan untuk memproses informasi, gangguan kewaspadaan
dan kurangnya perhatian/konsentrasi sering terjadi tanpa memperhatikan lokasi dari
stroke. Berdasarkan penurunan yang telah diidentifikasi, penilaian dengan terapi bicara
dan bahasa, terapi okupasi dan neuropsikologis klinis mungkin diperlukan.9
Tabel 2. Penurunan kognitif dan tingkah laku umum pasca stroke9
Lesi Arteri Gangguan yang Penilaian Strategi Rehabilitasi
15
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
terjadi
Arteri Serebral
Anterior (ACA)
Hemiplegi berat
Hilangnya
sensoris
Pemeriksaan
neurologis
Pemeriksaan
somatosensoris
Terapi posisi
ekstremitas
Latihan
pergerakan
berulang
ACA dengan
kerusakan pada area
motorik
Kontrol gerakan
volunter
berkurang
Keterbatasan
bicara
Ideomotor
apraksia
Kemampuan untuk
mengikuti perintah
verbal atau
gestural
Menilai
kemampuan untuk
menunjukkan
tindakan atas
permintaan
Errorless learning
ACA dengan
kerusakan pada area
frontal orbital
Kepribadian
berubah
Apatis
Kurangnya
kemampuan untuk
menahan diri
Melakukan
wawancara antara
pasien dengan
keluarganya
Berikan informasi
kepada anggota
keluarga pasien
Membentuk
lingkungan yang
terstruktur untuk
meminimalkan
terjadinya tingkah
16
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
laku yang
berlebihan
Aneurisma Arteri
Communicating
Anterior (AcoA)
Kebingungan
akut/kronik
Gangguan
memori dan
belajar hal baru
Orientasi
Kemampuan untuk
mengingat
kembali informasi
baru
Kesadaran
keselamatan
Aktivitas struktur
Pengelolaan
Arteri Serebral
Media (MCA)
Hemiplegi
kontralateral
Hilangnya lapang
pandang
Disfasia global
Test lapang
pandang
Test konsentrasi
Membangun
tingkat
pemahaman dan
kesadaran
MCA Superior Paresis fasial dan
ekstremitas atas
Ekspresi kurang
Kurangnya
kemampuan
bicara
Ideomotor
apraksia
Kemampuan untuk
meniru gerakan
melalui instruksi
atau gestural
Latihan berulang
Program terapi
bicara yang
intensif
Aktivasi anggota
badan yang
terkena
MCA Inferior Hemianopia Test lapang Saran untuk
17
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
homonimus
Disgrafia
Diskalkulia
Anosognosia
Agitasi
pandang
Wawancara untuk
menilai tingkat
pemahaman dan
kesadaran
Menirukan
gestural
Wawancara untuk
mengetahui
penyebab agitasi
melakukan
pemeriksaan mata
Membangun
komunikasi
Latihan
penglihatan
Aktivasi
ekstremitas
Arteri Serebral
Posterior (PCA)
Kebutaan kortikal
Bingung
Gangguan
memori
Kurangnya
persepsi terhadap
bentuk, ukuran
dan warna
Test lapang
pandang
Orientasi
Kemampuan untuk
mengingat
kembali informasi
baru
Meningkatkan
lapang pandang
Konsisten
terhadap
tugas/aktivitas
A. Lesi Anoksik/Hipoksik
Lesi anoksik/hipoksik dapat timbul pada kelainan yang berhubungan dengan
cedera otak akibat trauma atau pada keracunan karbon monoksida, dengan bentuk
penurunan kognitifnya bergantung pada durasi saat periode kehilangan atau penurunan
18
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
suplai darah otak. Neuropatologis yang berhubungan dengan lesi anoksik/hipoksik
seringkali meluas hingga mengenai ganglia basal, thalamus, proyeksi white matter dan
area kortikal difus. Kelainan yang dapat terjadi yaitu ataksia, gejala ekstrapiramidal,
penurunan mental, gangguan memori, disartria, dispraksia, agnosia (tidak mampu
mengenali objek) dan prospagnosia (tidak mampu mengenali wajah) dan kontrol
perhatian terbatas.9
Tabel 3. Prinsip panduan untuk rehabilitasi kognitif9
1. Mengetahui luas cedera otak
2. Menilai tingkat tanggap/orientasi terhadap lingkungan
3. Menilai kepahaman pasien terhadap gangguan yang mereka alami
4. Mengubah lingkungan (meminimalisasi suara bising) dan mengarahkan perhatian
terhadap aktivitas terapi, dan mungkin memerlukan pengulangan
5. Menyesuaikan terapi untuk memaksimalkan pemahaman pasien mengenai terapi yang
dilakukan
6. Melakukan errorless learning sebagai bagian dari latihan terapi holistik dan kegiatan
berbasis lingkungan
7. Menggunakan sistem SMART (specific, measurable, achievable, realistic and timed
goals) dalam melakukan terapi (untuk meminimalisasi kecemasan dan kebingungan
pasien)
8. Memberikan umpan balik kepada pasien dan keluarga pasien untuk menjaga
kepatuhan terapi
19
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
9. Memfasilitasi untuk dilakukannya terapi di lingkungan maupun di rumah
B. Gangguan Emosional dan Tingkah Laku
Pasien dengan cedera otak umumnya akan mengalami gangguan emosional dan
tingkah laku. Gangguan emosional dengan cemas dan depresi seringkali terjadi dan dapat
mempengaruhi kepatuhan pasien dalam melakukan terapi dan rehabilitasi. Gangguan
bipolar, manik, gangguan obsesif-kompulsif dan psikotik jarang terjadi pada pasien
dengan cedera otak dan memerlukan konsultasi dan dirujuk ke neuropsikiatri.9
Pasien yang membaik pasca cedera otak mempunyai risiko yang tinggi untuk
terjadinya tindakan bunuh diri dan risiko ini menetap dimana kemungkinan berhubungan
dengan penggunaan alcohol atau obat-obatan terlarang.9
Gangguan tingkah laku dapat mengganggu kelangsungan terapi seperti
menendang petugas terapis, menggigit atau menggunakan bahasa yang tidak baik selama
terapi. Gangguan tingkah laku dapat ditangani dengan mudah apabila pasien, keluarga
pasien dan tim neurorehabilitasi dapat bekerja sama dan membangun komunikasi yang
baik.9
Tabel 4. Komplikasi emosional-tingkah laku umum yang menyertai cedera otak9
Cedera otak akibat trauma Apatis (86%)
20
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
Depresi (20-40%)
Cemas (10-25%)
Nyeri (>50%) : nyeri kepala, spastisitas, kontraktur
Menurunnya kontrol marah
PTSD (19-26%)
Keterlibatan dalam komunitas menurun
Kualitas hubungan menurun
Ketidakmampuan untuk kembali bekerja
Gangguan tingkah laku berat (agresi; disinhibisi verbal, fisik
dan seksual)
Stroke
Apatis (57%)
Depresi (20-40%)
Cemas (30%)
Nyeri (spastisitas, kontraktur)
Anoksik/Hipoksik
Apatis (79%)
Depresi
Cemas
Agitasi
Menurunnya kontrol marah
Tingkah laku seperti anak kecil/egosentris
Gangguan tingkah laku berat (kurangnya inisiasi, disinhibisi)
1. Pendekatan manajemen tingkah laku
21
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
Ada berbagai macam strategi penanganan tingkah laku yang dapat digunakan
untuk meningkatkan atau menurunkan tingkah laku. Metode yang dapat digunakan yaitu
chaining (mengajarkan beberapa seri tugas secara bersamaan), modeling (memulai dan
mendemonstrasikan aktivitas), shaping (secara bertahap memodifikasi perilaku pasien
sesuai dengan kehendak terapis) dan desensitisasi sistematik (secara bertahap
meningkatkan tugas dengan diselingi relaksasi) dapat digunakan untuk meningkatkan
kepatuhan terapi dan mempelajari hal baru.9
2. Gangguan tingkah laku berat
Walaupun jarang terjadi, namun gangguan tingkah laku berat dapat terjadi akibat
penanganan yang terganggu seperti terapis yang terluka atau keluarga pasien yang stress.
Agresi verbal dan fisik berat dapat timbul pada pasien yang memperoleh kembali
kesadaran tetapi memiliki sisa gejala agitasi dan kebingungan.9
Sebagai alternatif, berdasarkan level fungsi kognitif pasien (kemampuan untuk
mengingat dan konsentrasi), manajemen cemas dapat digunakan untuk meningkatkan
kesadaran akan timbulnya cemas.
Tabel 5. Pendekatan tingkah laku9
Penurunan stimulasi
Meningkatkan prediktabilitas terapis dengan memberikan tanda ketika aktivitas akan dimulai
atau selesai
Memperkuat perilaku yang masih sesuai (jika ada)
Menyingkirkan perilaku yang tidak diinginkan (seperti meludah pada terapis)
Memberikan penghargaan untuk tingkah laku yang baik (seperti berpartisipasi dalam
percakapan selama permainan tanpa berteriak kepada terapis)
Memberikan hukuman jika timbul tingkah laku yang tidak diinginkan
Time Out On The Spot (TOOTS) yaitu menghentikan aktivitas untuk jangka waktu tertentu
apabila timbul tingkah laku yang tidak diinginkan
22
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
C. Gangguan Emosional
Pasca cedera otak, gangguan emosional dapat terjadi secara langsung dari lesi
neurologis [hilang atau terganggunya koneksi neuron spesifik (misalnya tertawa dan
menangis tanpa sebab) atau dapat bersamaan dengan factor psikologis internal seperti
sikap dalam menghadapi kecacatan dan diri sendiri untuk mengurangi kualitas hidup.
Kemungkinan hal tersebut dapat timbul sebagai akibat dari dampak gangguan fungsional
dalam keterlibatan sosial.9
Glasgow Outcome Scale
Setelah membahas adanya cedera kepala dan manifestasi nya pada gangguan kognitif
maka penting untuk melihay glasgot outcome scale yaitu suatu skala yang dipakai untuk melihat
perkembangan dari pasien , yaitu terdiri dari 5 poin yang tadinya digunakan bersamaan dengan
Glasgow coma scale, dengan angka 1 yakni kematian, dan 5 yang berarti kesembuhan yang baik.
Penilaian tersebut yakni sebagai berikut :10
1. Kematian
2. Persisten vegetative state : pasien tidak menunjukkan adanya fungsi kortikal
3. Severe disability : pasien membutuhkan bantuan orang lain untuk mendukung keseharian
nya baik secara mental maupun fisik
4. Moderate disability : Pasien dapat melakukan kegiatan sehari-harinya secara mandiri dan
independen, kelainan yang ditemukan pada hal ini adalah : disfasia, hemiparesis, ataxia,
dan juga ingatan intelektual, dan perubahan perilaku.
5. Good revocery : pada tahap ini hanya terdapat defisit neurologis yang minor yang tidak
terlalu menonjol.
Dalam lapangan dan penelitian, traumatic brain injury serta hubungannya dengan Glasgow
outcome scale sangat dipengaruhi oleh faktor usia dari penderita dimana semakin tinggi usia
daripada pasien, maka gangguan kognitif yang akan dialami oleh pasien akan semakin
23
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
mempengaruhi gangguan kognitif dan proses penyembuhan pasien yang akan mempengaruhi
Glasgow outcome scale.11
Dalam pemakaian Glasgow outcome scale ini terkadang tidak terlalu sensitif untuk
memonitor pasien dalam penyembuhannya , karena itu lah dibuatlah Extended Glasgow outcome
Scale dimana dibagi lagi menjadi 8 tingkatan, yaitu :11
1. Dead
2. Vegetative State
3. Lower Severe disability
4. Upper Severe Disability
5. Lower Moderate disability
6. Upper Moderare disability
7. Lower Good Recovery
8. Upper Good Recovery
Tolak Ukur Gangguan Kognitif
Pada gangguan kognitif yang terjadi pada trauma kepala pada biasanya terdapat pada
keadaan yang berat, apabila pada keadaan yan berat biasanya pasien dirawat dan di ICU, pada
pasien penting untuk dilakukan karena untuk memperkirakan prognosa pasien kedepannya
dimana, pada pasien dengan trauma kepala akan lebih baik untuk dilakukan rehabilitasi
dibandingkan dengan pasien yang menderita gangguan kognitif akibat stroke.
Montreal Cognitive Assesment; adalah suatu tolak ukur yang popular, menyeluruh, dan
digunakan oleh banyak kalangan medis , dimana pada assessment ini mengevaluasi orientasi,
memori, bahasa, atensi, reasoning, dan visuospatial. Skor maksimumnya adalah 30; pada
gangguan kognitif didapatkan hasil skor kurang daripada 26, pada alat ukur ini mempunyai
sensivitas 90% dan spesifisitas 87%.
The Folstein Mini Mental State Examination;adalah tes yang umumnya digunakan untuk
mendeteksi gangguan kognitif pada pasien secara tidak menyeluruh. Pada tes ini dievaluasi
orientasi, memori , bahasa , atensi, dan praxis. Tes ini mempunyai skor maksimal 30 poin, pada
gangguang kognitif yaitu apabila skor yang ada kurang dari 24 poin. Keterbatas pada MMSE
24
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
adalah sensitivitas nya yang rendah, dimulai dari 1% sampai 49%. MMSE skor pada pasien perlu
diperhatikan karena hasilnya dapat sama-samar terutama apabila usia pasien, dimana apakah
murni gangguan kognitif yang terjadi karena memang peningkatan usia atau pada traumatic brain
injury , akan tetapi spesifisitas nya tinggi yaitu mulai 85% sampai 100%.12
Manajemen Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kepala
Manajemen gangguan kognitif pada pasien dengan gangguan kognitif harus
mengusahakan agar pasien dapat berfungsi normal kembali sehingga perkembangan kondisi
pasien dapat meningkat,12 pada domain kognitif yang ada harus ditanganani yakni :13
Attention : Latihan dalam domain ini sangat disarankan selama periode rehabilitasi post
akut, termaksud perhatian langsung, pelatihan stratetgi metakognitive,
Memori : Pelatihan strategi memori atau ingatan termaksud strategi internal dan
kompensasi eksternal sangat berguna dalam gangguan ingatan ringan. Lalu kompensasi
ingatan fungsional sangat berguna untuk gangguan ingatan yang berat
Communication : intervensi individual dan kelompok selama rehabilitasi akut dan post
akut sangat memperbaiki defisit dalam bahasa, komunikasi, skill konvensional pragmatic.
Praxis : Latihan dalam posisi yang spesifik dan terus menerus akan meningkatkan
keadaan apraxia.
Visuospatial : Dengan visual scanning, visuospatial motor training, dan berbagai macam
pelatihan maka akan dihasilkan.
Fungsi Eksekutif : Pelatihan metakognisi akan meningkatkan fungsi eksekutif
Penatalaksanaan
Medika-Mentosa
Dalam pengobatan nya maka diperlukan obat-obat berikut untuk yang akan bekerja
secara spesifik memperbaiki gangguan kognitif yakni :13,14
25
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
Methylphenidate : Merupakan kelas MRRI, dengan dosis 5-60mg bekerja untuk : arousal,
attensi, kecepatan pemrosesan, ingatan, dan kognitif general.
Dextroamphetamine : Merupakan kelas MRRI, dengan dosis 5-60 mg bekerja untuk :
atensi, kecepatan pemrosesan, penyembuhan sekunder pada domain kognitif lain.
Bromocriptine : Merupakan domapine agonist , dengan dosis satu atau dua tablet 25
mg/100mg tiga sampai 4 kali sehari, bekerja untuk : arousal.
Donepezil : Colinesterase Inhibitor, dengan dosis 5-10 mg untuk : atensi, kecepatan
pemahaman, ingatan, ingatan deklaratif, dan bekerja sekunder untuk fungsi kognitif
Citicoline : Stimulant/nootropic dengan efek neurochemical. Dengan dosis 1 gram, untuk
ingatan deklaratif
Pada dasarnya tidak ada obat yang disetujui oleh US Food and Drug Administration.
Acetilcolinesterase inhibitor ;Donepezil, Galantamine dan rivastigmine, telah menempuh
percobaan klinis untuk gangguan kognitif terutama pada gangguan kognitif ringan ( Mild
Cognitive impairment, dimana terutama bertujuan untuk mengobati gangguan kognitif Dementia. 12,13
Penatalaksanaan non medika mentosa
.Penatalaksanaan ini bertujuan dan focus untuk rehabilitasi dan pengembangan fungsi
kognitif dimana telah dibahas pada halaman sebelumnya yakni manajemen dari tiap domain
gangguan kognitif yang terganggu.
Selain itu dengan mengkontrol risiko vaskular pada pasien juga sangat berguna untuk
mencegah terjadinya gangguan kognitif lebih lanjut, seperti diabetes, Hipertensi, rokok, lipid.
Meningkatkan aktivitas fisik juga merupakan latihan yang baik, beberapa penelitan
menunjukkan bahwa seseorang yang berolahraga lebih, dapat menunjukkan peningkatan dan
penyembuhan terutama pada short term memory atau memori jangka pendeknya.
Mengkontrol dan mengatur mood dan emosi juga sangat penting. Apabila hal tersebut
dialami oleh pasien maka harus segera ditangani dengan baik. Aktivitas social sangatlah berguna
untuk mengurangi emosi daripada pasien dan meningkatkan mekanisme pertahanan ( Coping
mechanism ) daripada pasien.14
26
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
Bab III
Penutup
Gangguan kognitif dibagi berdasarkan pemusatan perhatian, bahasa, daya ingat,
visuospasial dan fungsi eksekutif yang dibagi berdasarkan fungsi dari tiap lobus otak, dimana
27
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
apabila terdapat cedera kepala maka akan terjadi kerusakan yang berhubungan dengan fungsi
kognitif yang ada, yang berhubungan dengan derajat cedera kepala yang didapat oleh pasien.
Daftar Pustaka
1. Mahar M, Sidharta P.Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat;2014.h.248-68
2. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/326510-overview , 19 Oktober 2014.
28
Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis 2014
3. Dikmen SS.Corrigan JD, Levin HS.Machamer J,et al.Cognitive Outcome Following
Traumatic Brain Injury.(24).USA:Lippincot William&Wilkins;2009
4. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y.Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana
Penyakit Saraf.Jakarta:EGC;2009.
5. Satyanegara, Hasan RY, Abubakar S, Maulana AJ.Ilmu Bedah
Saraf.Jakarta:Gramedia;2010.h.217-20
6. Duus P.Diagnosis Topik Neurologi. Jakarta : EGC;2012.250-70
7. Ginsberg L. Lecture Notes : Neurologi. Jakarta : Erlangga;2005.p.11-16
8. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press;2005
9. Lennon S, Stokes M.. Pocketbook of Neurological Physiotherapy. London : Churchill
Livingstone Elsevier;2009.p.229-239
10. Herndom RM.Handbook of Neurologic Rating Scales.2nd-ed.USA:Demos;.2006.p.276-277
11. Ketis ZK, Jansa UB,Ogorevc M, Kersnik J.Outcome Predictors of Glasgow Outcome Scale
Score in Patient with Severe Brain Injury.(17).Turky:Turkish Journal of Trauma&Emergency
Surgery;2011.
12. Wergin M, Modrykamien A.Cognitive Impairment in ICU Survivor:Assement and Therapy.
(79).Cleveland Clinic Journal of Medicine;2012
13. Arciniegas DB, Zasler ND, Vanderploeg RD,Jaffe MS.Management of Adult With
Traumatic Brain Injury1st-ed.USA:American Psychiatric Association;2013
14. Patel BB, Holland NW.Mild Cognitive Impairment;Hope for Stability, plan for progression.
(79).Cleveland Clinic of Journal Medicine.2012
29