Top Banner
Rhinitis Alergi Ivo Ariandi ( 40610700 ) Clement Drew ( 406107045 ) Jennifer Santosa ( ) REFERAT RHINITIS ALERGI DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS DAN MELENGKAPI SYARAT DALAM MENEMPUH PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER Disusun oleh : Ivo Ariandi Clement Drew Jennifer Santosa Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT - KL Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 25 April 2011 – 21 Mei 2011 i
45

Referat Rhinitis Alergi Final

Jan 18, 2016

Download

Documents

William Ang

Referat Rhinitis Alergi FinalReferat Rhinitis Alergi FinalReferat Rhinitis Alergi FinalReferat Rhinitis Alergi FinalReferat Rhinitis Alergi FinalReferat Rhinitis Alergi FinalReferat Rhinitis Alergi FinalReferat Rhinitis Alergi FinalReferat Rhinitis Alergi FinalReferat Rhinitis Alergi FinalReferat Rhinitis Alergi FinalReferat Rhinitis Alergi FinalReferat Rhinitis Alergi FinalReferat Rhinitis Alergi FinalReferat Rhinitis Alergi FinalReferat Rhinitis Alergi FinalReferat Rhinitis Alergi FinalReferat Rhinitis Alergi FinalReferat Rhinitis Alergi FinalReferat Rhinitis Alergi Final
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat Rhinitis Alergi Final

Rhinitis Alergi Ivo Ariandi ( 40610700 ) Clement Drew ( 406107045 ) Jennifer Santosa ( )

REFERAT

RHINITIS ALERGIDISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS DAN MELENGKAPI SYARAT

DALAM MENEMPUH PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

Disusun oleh :Ivo Ariandi

Clement DrewJennifer Santosa

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANGFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

PERIODE 25 APRIL 2011 – 21 MEI 2011

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT - KLFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 25 April 2011 – 21 Mei 2011 i

Page 2: Referat Rhinitis Alergi Final

Rhinitis Alergi Ivo Ariandi ( 40610700 ) Clement Drew ( 406107045 ) Jennifer Santosa ( )

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Ivo Ariandi

Clement Drew ( 406107045 )

Jennifer Santosa

Universitas : Tarumanagara

Fakultas : Kedokteran Umum

Tingkat : Program Studi Profesi Dokter

Diajukan : 14 Mei 2011

Bagian : Ilmu Penyakit THT - KL

Judul : Rhinitis Alergi

Bagian Ilmu Penyakit THT - KL

RSUD Kota Semarang

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Mengetahui

Kepala SMF Ilmu Penyakit THT – KL

RSUD Kota Semarang

dr. Djoko Prasetyo Adi Nugroho, Sp. THT

Pembimbing

dr. Lukman Mus’at, Sp.THT

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT - KLFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 25 April 2011 – 21 Mei 2011 ii

Page 3: Referat Rhinitis Alergi Final

Rhinitis Alergi Ivo Ariandi ( 40610700 ) Clement Drew ( 406107045 ) Jennifer Santosa ( )

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas seluruh bimbingan dan kasih

karunia-Nya, sehingga penulis sanggup menulis referatnya dengan judul “RHINITIS ALERGI“,

sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Ilmu Penyakit

THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Semarang periode 21 Maret 2011 sampai dengan 23 April 2011. Selain itu, besar harapan

dari penulis bilamana referat ini dapat membantu proses pembelajaran dari pembaca

sekalian.

Dalam penulisan referat ini, penulis telah mendapat bantuan, bimbingan, dan

kerjasama dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

terima kasih kepada :

1. dr. dr. Jhoni Abimanyu, MM. selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Semarang

2. dr. Djoko Prasetyo Adi Nugroho, Sp.THT, selaku Ketua SMF Ilmu Penyakit THT - KL

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang dan selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik

di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang.

3. dr. Lukman Mus’at, Sp.THT, selaku pembimbing kepaniteraan klinik di bagian Ilmu

Penyakit THT – KL Rumah Sakit Umum Daerah Kota semarang

4. Bapak Wahyuri selaku staf Poliklinik THT - KL di Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Semarang

5. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit THT - KL Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Semarang periode 25 april 2011 sampai dengan 21 mei 2011.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT - KLFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 25 April 2011 – 21 Mei 2011 iii

Page 4: Referat Rhinitis Alergi Final

Rhinitis Alergi Ivo Ariandi ( 40610700 ) Clement Drew ( 406107045 ) Jennifer Santosa ( )

Penulis menyadari bahwa referat ini tidak luput dari kekurangan karena

kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Oleh karena itu, penulis

mengharapakan kritik dan saran yang bermanfaat untuk mencapai referat yang sempurna.

Akhir kata, semoga referat ini bermanfaat bagi para pembaca.

Semarang,Mei 2011

Penulis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT - KLFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 25 April 2011 – 21 Mei 2011 iv

Page 5: Referat Rhinitis Alergi Final

Rhinitis Alergi Ivo Ariandi ( 40610700 ) Clement Drew ( 406107045 ) Jennifer Santosa ( )

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................ii

KATA PENGANTAR...............................................................................................iii

DAFTAR ISI............................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG...........................................................2

II.1 ANATOMI HIDUNG.................................................................................2

II.1.1 HIDUNG BAGIAN LUAR..................................................................2

II.1.2 HIDUNG BAGIAN DALAM..............................................................4

II.2 VASKULARISASI HIDUNG........................................................................5

II.3 FISIOLOGI HIDUNG.................................................................................5

BAB III RHINITIS ALERGI.......................................................................................7

III.1 DEFINISI.................................................................................................7

III.2 EPIDEMIOLOGI......................................................................................7

III.3 FAKTOR RESIKO.....................................................................................8

III.4 ETIOLOGI...............................................................................................8

III.5 PATOFISIOLOGI.....................................................................................9

III.6 KLASIFIKASI.........................................................................................13

III.7 MANIFESTASI KLINIS...........................................................................14

III.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG................................................................16

III.9 DIAGNOSA...........................................................................................17

III.10 DIAGNOSA BANDING........................................................................18

III.11 PENATALAKSANAAN.........................................................................20

III.12 KOMPLIKASI......................................................................................23

III.13 PROGNOSIS.......................................................................................23

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT - KLFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 25 April 2011 – 21 Mei 2011 v

Page 6: Referat Rhinitis Alergi Final

Rhinitis Alergi Ivo Ariandi ( 40610700 ) Clement Drew ( 406107045 ) Jennifer Santosa ( )

III.14 PENCEGAHAN....................................................................................23

BAB IV RINGKASAN............................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................25

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT - KLFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 25 April 2011 – 21 Mei 2011 vi

Page 7: Referat Rhinitis Alergi Final

BAB I

PENDAHULUANRhinitis alergi merupakan penyakit immunologi yang paling sering ditemukan.

Berdasarkan studi epidemiologi, prevalensi rhinitis alergi diperkirakan berkisar antara 10%-

20% dan secara konstan meningkat dalam dekade terakhir.1

Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada

pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan allergen yang sama serta

dilepaskkannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen

spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA ( Allergic Rhinitis and its Impacy

on Asthma) tahun 2001, Rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-

bersin, rhinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang

diperantarai oleh IgE.2

Rhinitis alergi bukanlah penyakit yang fatal, tetapi gejalanya dapat berpengaruh

pada kesehatan seseorang dan menurunkan kualitas hidup yang bermakna pada

penderitanya. 3 Biasanya rhinitis alergi timbul pada usia muda (remaja dan dewasa muda).

Pada usia remaja/ dewasa, prevalensi rhinitis alergi adalah sama banyak antara laki-laki dan

perempuan. Keluarga atopi memiliki prevalensi lebih besar daripada neonatopi. 4

Penyakit alergi THT terutama rhinitis alergi umumnya diterapi dengan cara

menghindari allergen penyebab untuk itu diperlukan pemeriksaan untuk mengetahui

alergen penyebab tersebut, imunoterapi, mencegah degranulasi sel matosit, menetralisir

mediator amine vasoaktif (terutama mediator histamine) dan menghilangkan gejala-gejala

pada organ target ( pilek dan buntu hidung).5 tetapi cara yang paling efektif untuk

mengontrol penyakit-penyakit alergi adalah dengan menghindari paparan allergen

penyebabnya.6

Dalam referat ini penulis akan mencoba untuk membahas mulai dari definisi,

epidemiologi, faktor resiko, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, pemeriksaan,

diagnosis & diagnosis banding, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis dan pencegahannya.

Namun sebelumnya, penulis akan membahas anatomi dan fisiologi hidung terlebih dahulu

Page 8: Referat Rhinitis Alergi Final

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG

Untuk mengetahui penyakit dan kelainan hidung, perlu diingat kembali tenang

anatomi dan fisiologi hidung. Anatomi hidung dibagi menjadi dua bagia, yaitu hidung bagian

luar dan hidung bagian dalam. Sedangkan Fisiologi hidung terdapat limja fungsi, yaitu fungsi

respirasi, fungsi penghidu, fungsi fonetik, fungsi staris dan mekanik, serta fungsi sebagai

reflex nasal. Pertama-tama akan dibahas mengenai anatomi hidung.

II.1 Anatomi Hidung1

II.1.1 Hidung bagian Luar

Hidung bagian luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas kebawah

adalah sebagai berikut :

Pangkal hidung ( bridge) Batang hidung (dorsum nasi) Puncak hidung (tip) Ala nasi Kolumela Lubang hidung (nares anterior)

Gambar 1. Anatomi hidung bagian luar tampak samping

Page 9: Referat Rhinitis Alergi Final

Gambar 2. Anatomi hidung bagian luar tampak bawah

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit. Kerangka tulang terdiri dari:

1. Tulang hidung (os nasal)2. Prosesus frontalis os maksila3. Prosesus nasalis os frontal.

Sedangkan tulang rawan terdiri dari beberapa pasang yaitu:

1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior atau yg disebut juga alaris mayor3. Kartilago alaris minor4. Tepi anterior kartilago septum.

Page 10: Referat Rhinitis Alergi Final

Gambar 3. Kerangka Tulang dan Tulang Rawan Hidung

II.1.2 Hidung bagian dalam1

Rongga hidung atau cavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke

belakang dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya. Septum nasi dibentuk

oleh tulang dan tulang rawan. Bagian dari tulang adalah:

1. Lamina perpendikularis os etmoid

2. Vomer

3. Krista nasalis os maksila

4. Krista nasalis os palatina.

Bagian Tulang rawan adalah:

1. Kartilago septum ( lamina kuadrangularis)

2. Kolumela.

Cavum nasi terdiri dari vestibulum, meatus nasi, mukosa nasi, dan konka nasalis.

Konka nasalis terbagi menjadi 4 bagian yaitu bagian superior, media, inferior dan

suprema. Konka suprema ini biasanya rudimeter.

Gambar 4. Konka dan Sinus Hidung

Page 11: Referat Rhinitis Alergi Final

II.2 Vaskularisasi hidung1

Bagian rongga hidung mendapat pendarahan dari arteri etmoid anterior dan

posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmik dari arteri karotis interna.

Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang arteri maksilaris

interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor an arteri sfenopalatina dan

memasuki ringga hidung dibelakang konka media. Bagian depan hidung mendapat

perdarahan dari cabang-cabang arteri fasialis. Pada bagian depan septum terdapat

anastomosis dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri

labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut pleksus Kisselbach ( little’s

area). Pleksus kisselbach letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma

sehingga sering menjadi sumber epistaksis.

III.3 Fisiologi Hidung1

Fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah:

1. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara, penyaring udara,

humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan

meknisme imunologik lokal.

2. Fungsi penghidu karena terdapat mukosa olfaktorius dan reservoir

udara ubtuk menampung stimulus penghidu.

3. Fungsi fonetiik yang berguna untuk resonansi suara, membantu

proses bicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui

konduksi tulang,

4. Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala,

proteksi terhadap trauma dan pelindung panas.

5. Refleks nasal, iritasi mukosa hidung akan menyebabkan refleks

bersin dan napas berhenti, rangsang bau tertentu juga akan

menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

Page 12: Referat Rhinitis Alergi Final

BAB III

RHINITIS ALERGI

III.1 Definisi

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi

pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan allergen yang sama

serta dilepaskkannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan

allergen spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA ( Allergic Rhinitis

and its Impacy on Asthma) tahun 2001, Rinitis alergi adalah kelainan pada hidung

dengan gejala bersin-bersin, rhinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa

hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh IgE.2

III.2 Epidemiologi

Rinitis alergi merupakan penyakit yang umum dijumpai di masyarakat,

insiden rinitis alergi menurut WHO - ARIA 2001 antara 1 - 18%, sedangkan insiden

rinitis alergi di Jakarta cukup tinggi antara 10-20%.7 Dari sumber lainnya, didapatkan

prevalensi penyakit Rinitis Alergi pada beberapa Negara berkisar antara 4.5-38.3%

dari jumlah penduduk dan di Amerika, merupakan satu diantara deretan atas

penyakit umum yang sering dijumpai. 7

Meskipun dapat timbul pada semua usia, tetapi 2/3 penderita umumnya

mulai menderita pada saat berusia 30 tahun. Dapat terjadi pada wanita dan pria

dengan kemungkinan yang sama. Penyakit ini herediter dengan predisposisi genetic

kuat. Bila salah satu dari orang tua menderita alergi, akan memberi kemungkinan

sebesar 30% terhadap keturunannya dan bila kedua orang tua menderita akan

diperkirakan mengenai sekitar 50% keturunannya. 7

III.3 Faktor Resiko

Page 13: Referat Rhinitis Alergi Final

Faktor resiko rhinitis alergika antara lain 8:

1. Riwayat keluarga yang atopi

2. Serum IgE > 100 IU/mL sebelum usia 6 tahun

3. Sosioekonomi menengah keatas

4. Paparan terhadap allergen dalam ruangan (binatang dan debu)

5. Skin prick test positif

III.4 Etiologi

Rinitis alergi adalah disebabkan oleh reaksi peradangan mukosa hidung, yang

diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE), setelah terjadi paparan allergen (reaksi

hipersensitivitas tipe I Gell dan Comb). 9

Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan

ingestan pada anak-anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti

urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rinitis alergi pada setiap orang dapat

berbeda alergen. Alergen yang menyebabkan rinitis alergi musiman biasanya berupa

serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu

tungau, terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan

Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan

binatang pengerat. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah

beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang

kuat atau merangsang dan perubahan cuaca (Becker, 1994). 10

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:

• Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya

debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.

• Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan,

misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang.

• Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya

penisilin atau sengatan lebah.

Page 14: Referat Rhinitis Alergi Final

• Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan

mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan (Kaplan, 2003).

III.5 Patofisiologi

Pada dasarnya, rhinitis alergi merupakan suatu penyakit yang disebabkan

oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Reaksi hipersensitivitas tipe 1 merupakan reaksi

yang bersifat cepat dan merupakan hasil dari sensitisasi sel-sel mast yang ada pada

jaringan oleh IgE.

Rhinitis alergi merupakan suatu penyakit inflammasi yang terbagi menjadi 2

fase, yakni IPAR ( Immediate Phase Allergic Reaction ) yang berlangsung dalam kurun

waktu sampai 1 jam setelah terpapar oleh allergen, dan LPAR ( Late Phase Allergic

Reaction ) dimana manifestasinya muncul 2-4 jam setelah terpapar dengan puncak

manifestasinya pada jam ke 6-8 dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam.

Mukosa dari nasal memiliki kemampuan untuk menangkap partikel-partikel

yang ikut terhirup ketika bernafas, partikel-partikel tersebut kemudian akan

dipindahkan ke faring dengan bantuan silia-silia yang ada pada permukaan mukosa.

Namun pada rhinitis alergi, antigen dari partikel-partikel tertentu akan dipecahkan

oleh enzim yang terdapat pada mukosa hidung dan melepaskan alergen yang

kemudian akan memicu sel mast , yang sudah tersensitisasi dan memiliki IgE pada

reseptornya, yang ada dalam jaringan mukosa dan memicu terjadinya reaksi

hipersensitivitas terhadap alergen tersebut.

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau

monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan

menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses,

antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul

HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility

Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel

penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0

Page 15: Referat Rhinitis Alergi Final

untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin

seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13.

IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B,

sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE).

IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di

permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi

aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang

tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama,

maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi

(pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator

kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain

histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2

(PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating

Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage

Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi

Fase Cepat (RAFC).

Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga

menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan

menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan

permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung

tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang ujung saraf

Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi

pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1). Pada RAFC, sel mastosit

juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel

eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini saja,

tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada

RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti

eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan

sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor

(GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau

hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi

Page 16: Referat Rhinitis Alergi Final

dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein

(EDP), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini,

selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat

gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban

udara yang tinggi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan

pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang

interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil

pada jaringan mukosa dan submukosa hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat

pada saat serangan. Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi

serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama

kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat

dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. Dengan

masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri

dari:

1. Respon primer

Page 17: Referat Rhinitis Alergi Final

Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non

spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya

dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.

2. Respon sekunder

Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah

sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil

dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada

defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.

3. Respon tersier

Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat

bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.

Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe 1, atau

reaksi anafilaksis (immediate hypersensitivity), tipe 2 atau reaksi sitotoksik, tipe 3

atau reaksi kompleks imun dan tipe 4 atau reaksi tuberculin (delayed

hypersensitivity). Manifestasi klinis kerusakan jaringan yang banyak dijumpai di

bidang THT adalah tipe 1, yaitu rinitis alergi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).

Page 18: Referat Rhinitis Alergi Final

III.6 Klasifikasi

Sekarang ini digunakan klasifikasi rhinitis alergi berdasarkan rekomendasi

WHO initiative ARIA tahun 2001, berdasarkan lama terjadinya gejala serta

berdasarkan keparahan dan kualitas hidup, dapat dilihat sebagai berikut:11

Page 19: Referat Rhinitis Alergi Final

Tabel 1. Klasifikasi Rhinitis Alergi menurut guideline ARIA (2001)

Selain klasifikasi diatas, terdapat juga klasifikasi berdasarkan waktunya,

terdapat tiga golongan rhinitis alergi, yaitu :11

Seasonal allergic rhinitis (SAR)

Terjadi pada waktu yang sama setiap tahunnya, misalnya pada saat musim

bunga, dikarenakan banyak serbuk sari yang beterbangan.

Perrenial allergic rhinitis (PAR)

Terjadi setiap saat dalam setahun, penyebab utamanya adalah debu, animal

dander, jamur, kecoa

Occupational allergic rhinitis

Rhinitis alergi yang terkait dengan pekerjaan

III.7 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala pada rhinitis alergi, adalah:

o Bersin berulangkali

o Hidung berair (rhinorrhea)

Page 20: Referat Rhinitis Alergi Final

o Tenggorokan, hidung, kerongkongan gatal

o Mata merah, gatal, berair

o Post-nasal drip

Gambar 5. Gejala Rhinitis Alergi

Berikut adalah perbedaan tanda dan gejala pada intermiten dan persisten rhinitis

alergi,

Tabel 2. Pebedaan Gejala Rhinitis Alergi Intermiten dan Persisten

Page 21: Referat Rhinitis Alergi Final

III.8 Pemeriksaan Penunjang

a. In vitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula

pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan

nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit,

misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih

bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme

Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak

dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap.

Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi

inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika

ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.1

b. In vivo

Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji

intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET).

SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai

konsentrasi yang bertingkat kepekatannya.1 Keuntungan SET, selain alergen

penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui. 12

Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan.

Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (“Challenge

Test”). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari.

Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien

setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi,

jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala

menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan.1

III.9 Diagnosa

Page 22: Referat Rhinitis Alergi Final

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:

1. Anamnesis

Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan

pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala

rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Gejala lain ialah

keluar hingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata

gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).

Seringkali gejala yang timbul tidak lengkap. Kadang-kadang keluhan hidung

tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh

pasien.1 Perlu ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan

keparahannya, identifikasi faktor predisposisi karena faktor genetik dan herediter

sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi, respon terhadap pengobatan, kondisi

lingkungan dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan,

hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat, dan

mata merah serta berair maka dinyatakan positif (Rusmono, Kasakayan, 1990).

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, bewarna

pucat,m atau livid disertai adanya secret encer yang banyak. Gejala spesifik lain,

terutama pada anak ialah garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu

bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi

hidung. Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis

melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung

yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute).

III.10 Diagnosa Banding

Page 23: Referat Rhinitis Alergi Final

Rhinitis alergika harus dibedakan dengan:13

1. Rhinitis vasomotor

Adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan adanya edema yang

persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar oleh

iritan spesifik.14 Kelainan ini merupakan keadaan yang non-infektif dan non-

alergi. Rinitis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi

sehingga sulit untuk dibedakan. 1

Etiologi yang pasti belum diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan

keseimbangan fungsi vasomotor dimana sistem saraf parasimpatis relatif lebih

dominan. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang

berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh, kelembaban udara,

perubahan suhu luar, latihan jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan normal

faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu tersebut. 1

Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis yang cermat, pemeriksaan THT

serta beberapa pemeriksaan yang dapat menyingkirkan kemungkinan jenis rinitis

lainnya. Penatalaksanaan rinitis vasomotor bergantung pada berat ringannya

gejala dan dapat dibagi atas tindakan konservatif dan operatif.

Tabel 3. Perbedaan Rhinitis Alergi dengan Rhinitis Vasosmotor

2. Rhinitis virus

Page 24: Referat Rhinitis Alergi Final

Rhinitis yang disebabkan oleh virus. Virus yang paling sering menyebabkan

rhinitis virus adalah rhinovirus. Virus-virus lainnya adalah myxovirus, virus

coxsackie, dan virus ECHO. Penyakit ini sangat menular dan gejala dapat timbul

sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh, Pada

stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas,

kering dan gatal di dalam hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang, hidung

tersumbat, dan ingus encer yang biasanya disertai demam dan nyeri

kepala.Mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Tidak ada terapi spesifik

selain istirahat dan pemberian obat-obat simptomatis, seperti analgetika,

antipiretika, dan obat dekongestan. Antibiotika diberikan hanya jika ada infeksi

sekunder oleh bakteri

3. Rhinitis bacterial

Rhinitis yang terjadi akibat adanya infeksi dari bakteri. Rhinitis bacterial dapat

terjadi sebagai infeksi primer ataupun infeksi sekunder pada rhinitis virus.

Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan rhinitis bacterial adalah

Corynebacterium diphteriae yang menyebabkan rhinitis dipteri, Treponema

palidum yang menyebabkan rhinitis sifilis, infeksi ekstra pulmonal oleh

mycobacterium tuberculosa yang menyebabkan rhinitis tuberkulosa.

III.11 Penatalaksanaan

1. Terapi yang paling ideal adalah dengan alergen penyebabnya (avoidance) dan

eliminasi.

2. Simptomatis

a. Medikamentosa-Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1, yang

bekerja secara inhibitor komppetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan

preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai inti pertama pengobatan

rinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan

dekongestan secara peroral. Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan

antihistamin generasi-1 (klasik) dan generasi -2 (non sedatif). Antihistamin generasi-1

bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada

Page 25: Referat Rhinitis Alergi Final

SSP) dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik. Preparat simpatomimetik

golongan agonis adrenergik alfa dipakai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa

kombinasi dengan antihistamin atau tropikal. Namun pemakaian secara tropikal

hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis

medikamentosa. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala trauma sumbatan hidung

akibat respons fase lambat berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai

adalah kortikosteroid tropikal (beklometosa, budesonid, flusolid, flutikason,

mometasonfuroat dan triamsinolon). Preparat antikolinergik topikal adalah

ipratropium bromida, bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi

reseptor kolinergik permukaan sel efektor (Mulyarjo, 2006).

b. Operatif - Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu

dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan

cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau troklor asetat (Roland, McCluggage,

Sciinneider, 2001).

c. Imunoterapi - Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi

dan hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang

gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan

(Mulyarjo, 2006).

Page 26: Referat Rhinitis Alergi Final
Page 27: Referat Rhinitis Alergi Final

III.12 Komplikasi

Komplikasi rhinitis alergi yang sering adalah:1

1. Polip hidung

2. Otitis Media Akut

3. Sinusitis Paranasal

Komplikasi lainnya yang dapat disebabkan rhinitis alergi adalah:

1. Asma

2. Obstruksi tuba Eustachius dan efusi telinga bagian tengah

3. Hipertrofi tonsil dan adenoid

4. Gangguan kognitif

III.12 Prognosis

Secara Umum baik. Penyakit rhinitis alergi ini secara menyeluruh berkurang

seiring bertambahnya usia, tetapi kemungkinan menderita asma bronkial meningkat

( Becker, 1994 ). Remisi spontan dapat terjadi sebanyak 15-25% selama jangka waktu

5-7 tahun, remisi untuk rinitis alergi musiman lebih besar frekusensinya

dibandingkan dengan rhinitis alergi perenial ( Rusmono, 1993 ).

III.13 Pencegahannya

Pencegahan dari rhinitis alergi adalah dengan menghindari paparan dengan

allergen pencetus rhinitis alergi, selain itu juga dengan menjaga keadaan imunitas

tubuh dalam keadaan yang baik.

Page 28: Referat Rhinitis Alergi Final

BAB IV RINGKASAN

Rhinitis alergi merupakan suatu penyakit inflammasi yang dicetuskan oleh reaksi

hipersensitivitas sistem pertahanan tubuh terhadap alergen-alergen tertentu. Penyakit ini

dapat timbul secara musiman atau sepanjang tahun. Penyakit ini dapat dikaitkan dengan

suatu kelainan atopik.

Tanda dan gejala yang khas dari rhinitis alergi adalah rinorrhea, bersin-bersin,

obstruksi jalan nafas pada cavum nasi, lakrimasi, dan rasa gatal pada hidung dan

konjungtiva. Selain itu pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan mukosa nasal berwarna pucat

dan nampak basah, konjungtiva bisa didapatkan kongesti dan edem, pada faring tidak

ditemukan suatu tanda yang spesifik. Pembengkakan mukosa cavum nasi dapat

menyebabkan terjadinya infeksi sekunder memlalui oklusi ostium sinus maupun tuba

eustachius.

Diagnosis rhinitis alergi terutama berdasarkan pada anamnesa yang lengkap dan

pemeriksaan fisik yang menunjang. Penggunaan pemeriksaan penunjang dapat membantu

dalam penegakan diagnosa, seperti foto x-ray, skin prick test, cell diff count, dan sebagainya.

Penatalaksanaan untuk kasus rhinitis alergi berupa pencegahan kontak dengan

alergen. Untuk simptomatis dapat diberikan obat-obatan anti histamin, simpatomimetik,

kortikosteroid, anti kolinergik. Bila terapi dengan medikamentosa tidak memuaskan dan

penyakit pasien menyebabkan disfungsi pada pasien, dapat dilakukan tindakan operatif

seperti konkotomi. Selain itu dapat dilakukan imunoterapi yang merupakan usaha

desensitisasi terhadap alergen pencetus rhinitis alergi pada pasien.

Page 29: Referat Rhinitis Alergi Final

DAFTAR PUSTAKA

1. Suprihati,dr.,Sp.THT. Patofisiologi dan Prosedur Diagnosis Rhinitis Alergi.

Bagian THT FK Undip/RSUP Dr. Kariadi semarang: 1 -10

2. Sarumpaet R.D. Kumpulan Karya Ilmiah. Bagian Ilmu kesehatan THT FK

Undip/SMF kesehatan THT RSUP Dr. Kariadi Semarang, 2001 ; 49 -54

3. Ballenger J.J. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Ed 14

Jilid I. Binarupa Aksara, Jakarta, 1994 : 176 – 8

4. Ballenger J.J. Diseases of The Nose, Throat, and Ear. 11 thed. Philadelphia :

Lea & Febrigger, 1987 : 93 – 6

5. Boyes LR, Higgler JA, Priest RE. Fundamental of Otolaryngology A Textbook

of Ear, Nose, and Throat Diseases. 4thed. London : WB Saunders Company,

1984 : 303 – 9

6. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Rhinitis Alergi. Buku

Ajar Ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala leher Edisi keenam

FKUI. Balai Penerbit FK UI, 2007 : 128 – 34

7. Adams GL, Boyes LR, Higgler PH. Buku Ajar Penyakit THT ed.6 EGC, Jakarta,

1997 : 196-7

8. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. Harrison’s

Principles of Internal Medicine. 17thedition. USA : McGraw-Hill Companies,

2008 : 2068 - 70