REFERATAKURASI DIAGNOSIS GAMBARAN RADIOLOGI DALAM KASUS TRAUMA
TUMPUL ABDOMEN PADA ANAK
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian
Kepaniteraan Klinik di Bagian Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah
Panembahan Senopati Bantul
Diajukan Kepada :dr. Kunyun Marsindro, Sp. Rad
Disusun oleh :Lisa Nilamsari 20080310064Fergiawan Indra Prabowo
20080310074Rizka Nurul Firdaus 20080310075
SMF ILMU PENYAKIT SARAFRSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTULFAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA2013LEMBAR PENGESAHAN
AKURASI DIAGNOSIS GAMBARAN RADIOLOGI DALAM KASUS TRAUMA TUMPUL
ABDOMEN PADA ANAK
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian
Kepaniteraan Klinik di Bagian RadiologiRumah Sakit Umum Daerah
Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh:Lisa Nilamsari 20080310064Fergiawan Indra Prabowo
20080310074Rizka Nurul Firdaus 20080310075
Telah dipresentasikan dan disetujui pada:25 Januari 2013
Mengetahui,Dosen Pembimbing & Penguji Klinik
dr. Kunyun Marsindro, Sp. Rad
BAB IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAHTrauma adalah penyebab kematian
terbanyak pada anak berusia di atas 1 tahun dan memiliki presentase
sebesar 60% dari kematian masa kanak-kanak. Sembilan puluh persen
dari penyebab trauma tersebut adalah trauma tumpul. Selain kepala
dan ekstremitas, abdomen merupakan salah satu regio anatomi yang
sering terkena trauma pada anak-anak dan menempati urutan ketiga.
Trauma abdomen memiliki hubungan yang signifikan dengan morbiditas
dan memiliki laju mortalitas setinggi 8,5%. Pada intraperitoneal,
trauma tumpul abdomen paling sering menciderai organ limpa
(40-50%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan pada
retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan
organ yang paling jarang cedera adalah pancreas dan ureter.Trauma
tumpul meliputi benturan langsung, pukulan, kompresi, dan
deselerasi (cedera perlambatan). Dapat juga terjadi counter coup,
yaitu trauma tumpul yang berat, tidak ada luka di luar, tapi ada
jejas organ di visera akibat desakan luka atau organ viscera.
Trauma intra abdomen karena hantaman sering dikaitkan dengan faktor
tumbukan antara orang yang cedera dan kondisi di luar tubuh
individu tersebut, serta kekuatan akselerasi dan deselerasi yang
bekerja terhadap organ dalam abdomen. Cedera struktur intraabdomen
dapat diklasifikasikan ke dalam 2 mekanisme utama, yaitu tenaga
kompresi (hantaman) dan tenaga deselerasi. Tenaga kompresi
(compression or concussive forces) dapat berupa hantaman langsung
atau kompresi eksternal terhadap objek yang terfiksasi. Hal yang
sering terjadi hantaman menyebabkan sobek dan hematom subkapsular
pada organ padat visera. Hantaman juga dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen pada organ berongga dan menyebabkan
ruptur.Deteksi awal dan penanganan yang tepat pada trauma abdomen
anak merupakan hal yang sangat penting. Pencitraan memiliki peran
yang penting dalam pendeteksian awal adanya abdominal trauma.
Mekanisme terjadinya trauma bersama dengan susunan anatomi dan
perbedaan struktur penyusun organ di dalam abdomen anak dapat
menyebabkan trauma multiorgan yang mungkin akan sulit dilihat dalam
pencitraannya. Apalagi respon tubuh anak terhadap trauma berbeda
dengan orang dewasa. Mereka cenderung lebih bisa mempertahankan
tekanan darah normal meskipun tubuh sedang dalam keadaan kehilangan
darah yang cukup banyak. Hal inilah yang dapat menyebabkan
kesalahan dalam menilai beratnya trauma pada anak bila hanya
dilihat dari pemeriksaan fisik dan tanda vital tubuhnya
saja.Strategi pencitraan terbaik untuk menunjang diagnosis trauma
abdomen anak masih dalam penelitian. Focused Assesment with
Sonography for Trauma (FAST) merupakan salah satu cara yang sangat
mungkin untuk dilakukan. Meskipun sensitivitas untuk laserasi
parenkim masih 30-60%, sensitivitas untuk mendeteksi adanya cairan
bebas sudah sangat tinggi, yaitu mendekati 99%. Computed Tomography
(CT) terbukti merupakan alat yang paling terpercaya untuk
mendeteksi trauma abdomen pada anak, dengan sensitivitas dan
spesivitas yang tinggi pada hemoperitoneum dan perdarahan aktif,
serta laserasi organ-organ dalam.
B. TUJUANTujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui
akurasi langkah-langkah pencitraan pada anak dengan trauma tumpul
abdomen sehingga diharapkan dapat membantu dalam pemahaman teori
dan dijadikan sebagai acuan dalam praktek sebagai dokter umum.
C. MANFAATPenulisan referat ini diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi para tenaga kesehatan dan khususnya bagi penulis
sendiri untuk dijadikan acuan bila menemukan kasus-kasus yang
berhubungan dengan trauma abdomen anak.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi AbdomenAbdomen dapat didefinisikan sebagai daerah
tubuh yang terletak antara diaphragma di bagian atas dan pintu
masuk pelvis dibagian bawah. Untuk kepentingan klinik, biasanya
abdomen dibagi dalam sembilan regio oleh dua garis vertikal, dan
dua garis horizontal. Masing-masing garis vertikal melalui
pertengahan antara spina iliaca anterior superior dan symphisis
pubis. Garis horizontal yang atas merupakan bidang subcostalis,
yang mana menghubungkan titik terbawah pinggir costa satu sama
lain. Garis horizontal yang bawah merupakan bidang
intertubercularis, yang menghubungkan tuberculum pada crista
iliaca. Bidang ini terletak setinggi corpus vertebrae lumbalis V
(Snell, 2006)..Pembagian regio pada abdomen yaitu : pada abdomen
bagian atas : regio hypochondrium kanan, regio epigastrium dan
regio hypocondrium kiri. Pada abdomen bagian tengah : regio
lumbalis kanan, regio umbilicalis dan regio lumbalis kiri. Pada
abdomen bagian bawah : regio iliaca kanan, regio hypogastrium dan
regio iliaca kiri (Snell, 2006).Sedangkan pembagian abdomen juga
dipermudah menjadi empat kuadran dengan menggunakan satu garis
vertikal dan satu garis horisontal yang saling berpotongan pada
umbilicus. Kuadran tersebut adalah kuadran kanan atas, kuadran kiri
atas, kuadran kanan bawah dan kuadran kiri bawah (Snell,
2006).Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang
kompleks. Di bagian belakang, struktur ini melekat pada tulang
belakang, di sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah pada tulang
panggul. Dinding perut ini terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari
luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis;
lemak subkutan dan fasia superfisial (fasia Scarpa); kemudian
ketiga otot dinding perut, m. oblikus abdominis eksternus, m.
oblikus abdominis internus, dan m. tranversus abdominis; dan
akhirnya lapisan preperitoneal, dan peritoneum. Otot di bagian
depan terdiri atas sepasang otot rektus abdominis dengan fasianya
yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba (Snell,
2006).Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi
rongga perut. Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah.
Dari kranikaudal diperoleh pendarahan dari cabang aa.interkostales
VI s/d XII dan a.epigastrika superior. Dari kaudal, a.iliaka
sirkumfleksa superfisialis, a.pudenda eksterna, dan a.epigastrica
inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut
horizontal maupun vertikal tanpa menimbulkan gangguan pendarahan.
Persarafan dinding perut dilayani secara segmental oleh n.torakalis
VI s/d XII dan n.lumbalis I (Snell, 2006).Rongga perut (cavitas
abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang tipis mengkilap yang
juga melipat untuk meliputi organ-organ di dalam rongga abdominal.
Lapisan membran yang membatasi dinding abdomen dinamakan peritoneum
parietale, sedangkan bagian yang meliputi organ dinamakan
peritoneum viscerale. Di sekitar dan sekeliling organ ada lapisan
ganda peritoneum yang membatasi dan menyangga organ, menjaganya
agar tetap berada di tempatnya, serta membawa pembuluh darah,
pembuluh limfe, dan saraf. Bagian-bagian peritoneum sekitar
masing-masing organ diberi nama-nama khusus (Snell,
2006).Mesenterium ialah bangunan peritoneal yang berlapis ganda,
bentuknya seperti kipas, pangkalnya melekat pada dinding belakang
perut dan ujungnya yang mengembang melekat pada usus halus. Di
antara dua lapisan membran yang membentuk mesenterium terdapat
pembuluh darah, saraf dan bangunan lainnya yang memasok usus.
Bagian mesenterium di sekitar usus besar dinamakan mesokolon.
Lapisan ganda peritoneum yang berisi lemak, menggantung seperti
celemek di sebelah atas depan usus bernama omentum majus. Bangunan
ini memanjang dari tepi lambung sebelah bawah ke dalam bagian
pelvik abdomen dan kemudian melipat kembali dan melekat pada colon
tranversum. Ada juga membran yang lebih kecil bernama omentum minus
yang terentang antara lambung dan liver.Organ dalam rongga abdomen
dibagi menjadi dua, yaitu :a. Organ Intraperitoneal1. HatiMerupakan
kelenjar terbesar dan mempunyai tiga fungsi dasar, yaitu : (1)
pembentukan dan sekresi empedu yang dimasukkan ke dalam usus halus;
(2) berperan pada aktivitas metabolisme yang berhubungan dengan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein; (3) menyaring darah
untuk membuang bakteri dan benda asing lain yang masuk dalam darah
dari lumen usus.Hati bersifat lunak dan lentur dan menduduki regio
hypochondrium kanan, meluas sampai regio epigastrium. Permukaan
atas hati cembung melengkung pada permukaan bawah diaphragma.
Permukaan postero-inferior atau permukaan viseral membentuk cetakan
visera yang berdekatan, permukaan ini berhubungan dengan pars
abdominalis oesophagus, lambung, duodenum, flexura coli dextra,
ginjal kanan, kelenjar suprarenalis, dan kandung empedu.Dibagi
dalam lobus kanan yang besar dan lobus kiri yang kecil, yang
dipisahkan oleh perlekatan peritonium ligamentum falciforme. Lobus
kanan terbagi menjadi lobus quadratus dan lobus caudatus oleh
adanya kandung empedu, fissura untuk ligamentum teres hepatis, vena
cava inferior, dan fissura untuk ligamentum venosum. Porta hepatis
atau hilus hati ditemukan pada permukaan postero-inferior dengan
bagian atas ujung bebas omentum majus melekat pada pinggirnya. Hati
dikelilingi oleh capsula fibrosa yang membentuk lobulus hati. Pada
ruang antara lobulus-lobulus terdapat saluran portal, yang
mengandung cabang arteri hepatica, vena porta, dan saluran empedu
(segitiga portal) (Snell, 2006).2. LimpaMerupakan massa jaringan
limfoid tunggal yang terbesar dan umumnya berbentuk oval, dan
berwarna kemerahan. Terletak pada regio hypochondrium kiri, dengan
sumbu panjangnya terletak sepanjang iga X dan kutub bawahnya
berjalan ke depan sampai linea axillaris media, dan tidak dapat
diraba pada pemeriksaan fisik. Batas anterior limpa adalah lambung,
cauda pankreas, flexura coli sinistra. Batas posterior pada
diaphragma, pleura kiri ( recessus costodiaphragmatica kiri ), paru
kiri, costa IX, X, dan XI kiri (Snell, 2006).3. LambungMerupakan
bagian saluran pencernaan yang melebar dan mempunyai 3 fungsi
utama: (1) menyimpan makanan dengan kapasitas 1500 ml pada orang
dewasa; (2) mencampur makanan dengan getah lambung untuk membentuk
kimus yang setengah padat, dan (3) mengatur kecepatan pengiriman
kimus ke usus halus sehingga pencernaan dan absorbsi yang efisien
dapat berlangsung.Lambung terletak pada bagian atas abdomen, dari
regio hipochondrium kiri sampai regio epigastrium dan regio
umbilikalis. Sebagian besar lambung terletak di bawah iga-iga
bagian bawah. Batas anterior lambung adalah dinding anterior
abdomen, arcus costa kiri, pleura dan paru kiri, diaphragma, dan
lobus kiri hati. Sedangkan batas posterior lambung adalah bursa
omentalis, diaphragma, limpa, kelenjar suprarenal kiri, bagian atas
ginjal kiri, arteri lienalis, pankreas, mesocolon tranversum, dan
colon tranversum. Secara kasar lambung berbentuk huruf J dan
mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan ostium pyloricum, dua
curvatura yang disebut curvatura mayor dan minor, serta dua
permukaan anterior dan posterior. Lambung dibagi menjadi fundus,
corpus dan antrum. Fundus berbentuk kubah dan menonjol ke atas
terletak di sebelah kiri ostium cardiacum. Biasanya fundus terisi
gas. Sedangkan corpus adalah badan dari lambung. Antrum merupakan
bagian bawah dari lambung yang berbentuk seperti tabung. Dinding
ototnya membentuk sphincter pyloricum, yang berfungsi mengatur
kecepatan pengeluaran isi lambung ke duodenum.Membran mukosa
lambung tebal dan memiliki banyak pembuluh darah yang terdiri dari
banyak lipatan atau rugae. Dinding otot lambung mengandung serabut
longitudinal, serabut sirkular dan serabut oblik. Serabut
longitudinal terletak paling superficial dan paling banyak
sepanjang curvatura, serabut sirkular yang lebih dalam mengelilingi
fundus lambung,dan menebal pada pylorus untuk membentuk sphincter
pyloricum. Sedangkan serabut oblik membentuk lapisan otot yang
paling dalam, mengelilingi fundus berjalan sepanjang anterior dan
posterior (Snell, 2006).4. Kandung empedu (Vesica Fellia)Vesica
Fellia adalah kantong seperti buah pear yang terletak pada
permukaan viseral hati. Secara umum dibagi menjadi tiga bagian
yaitu : fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan
biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hati; dimana fundus
berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan
costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan viseral hati
dana arahnya keatas, belakang dan kiri. Sedangkan collum
dilanjutkan sebagai ductus cysticus yang berjalan dalam omentum
minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus communis
membentuk ductus choledochus. Batas anterior vesica fellia pada
dinding anterior abdomen dan bagian pertama dan kedua duodenum.
Batas posterior pada colon tranversum dan bagian pertama dan kedua
duodenum.Vesica Fellia berperan sebagai reservoir empedu dengan
kapasitas 50 ml. Vesica Fellia mempunyai kemampuan memekatkan
empedu. Untuk membantu proses ini, maka mukosanya mempunyai
lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan
seperti sarang tawon. Empedu dialirkan ke duodenum sebagai akibat
kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini
diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum . lemak
menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum;
hormon kemudian masuk ke dalam darah menyebabkan kandung empedu
berkontraksi. Pada saat yang sama otot polos yang terletak pada
ujung distal ductus choledochus dan ampula relaksasi sehingga
memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum.
Garam-garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi
lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan serta absorbsi lemak
(Snell, 2006).5. Usus halusUsus halus merupakan bagian pencernaan
yang paling panjang, dibagi menjadi 3 bagian : duodenum, jejunum,
dan ileum. Fungsi utama usus halus adalah pencernaan dan absorpsi
hasil-hasil pencernaan. Duodenum berbentuk huruf C yang panjangnya
sekitar 25 cm, melengkung sekitar caput pankreas, dan menghubungkan
lambung dengan jejunum. Di dalam duodenum terdapat muara saluran
empedu dan saluran pankreas. Sebagian duodenum diliputi peritonium,
dan sisanya terletak retroperitonial. Duodenum terletak pada regio
epigastrium dan regio umbilikalis. Dibagi menjadi 4 bagian :1.
Bagian pertama duodenum.Panjangnya 5 cm, mulai pada pylorus dan
berjalan keatas dan ke belakang pada sisi kanan vertebra lumbalis
pertama. Bagian ini terletak pada bidang transpilorica. Batas
anterior pada lobus quadratus hati dan kandung empedu. Batas
posterior pada bursa omentalis ( 2,5 cm pertama), arteri
gastroduodenalis, ductus choledochus dan vena porta, serta vena
cava inferior. Batas superior pada foramen epiploicum Winslow dan
batas inferior pada caput pankreas.2. Bagian kedua
duodenumPanjangnya 8 cm, berjalan ke bawah di depan hilus ginjal
kanan di sebelah vertebra lumbalis kedua dan ketiga. Batas anterior
pada fundus kandung empedu dan lobus kanan hati, colon tranversum,
dan lekukan- lekukan usus halus. Batas posterior pada hilus ginjal
kanan dan ureter kanan. Batas lateral pada colon ascenden, flexura
coli dextra, dan lobus kanan hati. Batas medial pada caput
pancreas.3. Bagian ketiga duodenumPanjangnya 8 cm, berjalan
horisontal ke kiri pada bidang subcostalis, mengikuti pinggir bawah
caput pankreas. Batas anterior pada pangkal mesenterium usus halus,
dan lekukan-lekukan jejunum. Batas posterior pada ureter kanan,
muskulus psoas kanan, vena cava inferior, dan aorta. Batas superior
pada caput pankreas, dan batas inferior pada lekukan-lekukan
jejunum.4. Bagian keempat duodenumPanjangnya 5 cm, berjalan ke atas
dan kiri, kemudian memutar ke depan pada perbatasan duodenum dan
jejunum. Terdapat ligamentum Treitz yang menahan junctura
duodeno-jejunalis. Batas anterior pada permulaan pangkal
mesenterium dan lekukan-lekukan jejunum. Batas posterior pada
pinggir kiri aorta dan pinggir medial muskulus psoas kiri(Snell,
2006). Jejunum dan Ileum panjangnya 6 m, dua perlima bagian atas
merupakan jejunum. Jejunum mulai pada junctura duodenojejunalis dan
ileum berakhir pada junctura ileocaecalis. Dalam keadaan hidup,
jejunum dan ileum dibedakan dengan gambaran berikut :1. Lekukan
jejunum terletak pada bagian atas rongga peritonium di bawah sisi
kiri mesocolon tranversum, ileum terletak pada bagian bawah rongga
peritonium dan dalam pelvis.2. Jejunum lebih besar, berdinding
lebih tebal, dan lebih merah dari ileum.3. Mesenterium jejunum
melekat pada dinding posterior abdomen di atas dan kiri aorta,
sedangkan mesenterium ileum melekat di bawah dan kanan aorta.4.
Pembuluh darah mesenterium membentuk satu atau dua arkade dengan
cabang-cabang yang panjang dan jarang, sedangkan ileum menerima
banyak pembuluh darah pendek, berasal dari tiga atau lebih
arkade.5. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat
pangkal, sedangkan pada mesenterium ileum lemak disimpan di seluruh
bagian.6. Kelompokan jaringan limfoid ( Plaque Peyer ) terdapat
pada mukosa ileum bagian bawah sepanjang pinggir antimesentrik
(Snell, 2006).6. Usus besarUsus besar dibagi dalam caecum, appendix
vermiformis, colon ascenden, colon tranversum, colon descenden, dan
colon sigmoideum, rectum dan anus. Fungsi utama usus besar adalah
absorpsi air dan elektrolit dan menyimpan bahan yang tidak
dicernakan sampai dapat dikeluarkan dari tubuh sebagai feses.
Caecum terletak pada fossa iliaca, panjang 6 cm, dan diliputi oleh
peritonium. Batas anterior pada lekukan-lekukan usus halus,
sebagian omentum majus, dan dinding anterior abdomen regio iliaca
kanan. Batas posterior pada m. psoas dan m. iliacus, n. femoralis,
dan n. cutaneus femoralis lateralis. Batas medial pada appendix
vermiformis. Appendix vermiformis panjangnya 8 13 cm, terletak pada
regio iliaca kanan. Ujung appendix dapat ditemukan pada tempat
berikut : (1) tergantung dalam pelvis berhadapan dengan dinding
kanan pelvis; (2) melekuk di belakang caecum pada fossa
retrocaecalis; (3) menonjol ke atas sepanjang pinggir lateral
caecum; (4) di depan atau di belakang bagian terminal ileum. Colon
ascenden terletak pada regio iliaca kanan dengan panjang 13 cm.
Berjalan ke atas dari caecum sampai permukaan inferior lobus kanan
hati, di mana colon ascenden secara tajam ke kiri, membentuk
flexura coli dextra, dan dilanjutkan sebagai colon tranversum.
Peritonium menutupi pinggir dan permukaan depan colon ascenden dan
menghubungkannya dengan dinding posterior abdomen. Batas anterior
pada lekukan-lekukan usus halus, omentum majus, dan dinding
anterior abdomen. Batas posterior pada m. Iliacus, crista iliaca,
m. Quadratus lumborum, origo m. Tranversus abdominis, dan kutub
bawah ginjal kanan. Colon tranversum panjangnya 38 cm dan berjalan
menyilang abdomen, menduduki regio umbilikalis dan hipogastrikum.
Batas anterior pada omentum majus dan dinding anterior abdomen.
Batas posterior pada bagian kedua duodenum, caput pankreas, dan
lekukan-lekukan jejunum dan ileum. Colon descenden terletak pada
regio iliaca kiri, dengan panjang 25 cm. Berjalan ke bawah dari
flexura coli sinistra sampai pinggir pelvis. Batas anterior pada
lekukan-lekukan usus halus, omentum majus, dan dinding anterior
abdomen. Batas posterior pada pinggir lateral ginjal kiri, origo m.
Tranversus abdominis, m. Quadratus lumborum, crista iliaca, m.
Iliacus, dan m. Psoas kiri (Snell, 2006).b. Organ Retroperitoneal1.
GinjalBerperan penting dalam mengatur keseimbangan air dan
elektrolit dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam basa
darah. Kedua ginjal berfungsi mengekskresi sebagian besar zat
sampah metabolisme dalam bentuk urin. Ginjal berwarna
coklat-kemerahan, terletak tinggi pada dinding posterior abdomen,
sebagian besar ditutupi oleh tulang iga. Ginjal kanan terletak
lebih rendah dibanding ginjal kiri, dikarenakan adanya lobus kanan
hati yang besar.Ginjal dikelilingi oleh capsula fibrosa yang
melekat erat dengan cortex ginjal. Di luar capsula fibrosa terdapat
jaringan lemak yang disebut lemak perirenal. Fascia renalis
mengelilingi lemak perirenal dan meliputi ginjal dan kelenjar
suprarenalis. Fascia renalis merupakan kondensasi jaringan areolar,
yang di lateral melanjutkan diri sebagai fascia tranversus. Di
belakang fascia renalis terdapat banyak lemak yang disebut lemak
pararenal.Batas anterior ginjal kanan pada kelenjar suprarenalis,
hati, bagian kedua duodenum, flexura coli dextra. Batas posterior
pada diaphragma, recessus costodiaphragmatica pleura, costa XII, m.
Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m. Tranversus abdominis. Pada
ginjal kiri, batas anterior pada kelenjar suprarenalis, limpa,
lambung, pankreas, flexura coli kiri, dan lekukan-lekukan jejunum.
Batas posterior pada diaphragma, recessus costodiaphragmatica
pleura, costa XI, XII, m. Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m.
Tranversus abdominis (Snell, 2006).2. UreterMengalirkan urin dari
ginjal ke vesica urinaria, dengan didorong sepanjang ureter oleh
kontraksi peristaltik selubung otot, dibantu tekanan filtrasi
glomerulus. Panjang ureter 25 cm dan memiliki tiga penyempitan :
(1) di mana piala ginjal berhubungan dengan ureter;(2) waktu ureter
menjadi kaku ketika melewati pinggir pelvis;(3) waktu ureter
menembus dinding vesica urinaria. Ureter keluar dari hilus ginjal
dan berjalan vertikal ke bawah di belakang peritonium parietal pada
m. Psoas, memisahkannya dari ujung processus tranversus vertebra
lumbalis. Ureter masuk ke pelvis dengan menyilang bifurcatio a.
Iliaca comunis di depan articulatio sacroiliaca, kemudian berjalan
ke bawah pada dinding lateral pelvis menuju regio ischiospinalis
dan memutar menuju angulus lateral vesica urinaria. Pada ureter
kanan, batas anterior pada duodenum, bagian terminal ileum, av.
Colica dextra, av. Iliocolica, av. Testicularis atau ovarica
dextra, dan pangkal mesenterium usus halus. Batas posterior pada m.
Psoas dextra. Batas anterior ginjal kiri pada colon sigmoideum,
mesocolon sigmoideum, av. Colica sinistra, dan av. Testicularis
atau ovarica sinistra. Batas posterior pada m. Psoas sinistra
(Snell, 2006).3. PankreasMerupakan kelenjer eksokrin dan endokrin,
organ lunak berlobus yang terletak pada dinding posterior abdomen
di belakang peritonium. Bagian eksokrin kelenjer menghasilkan
sekret yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein,
lemak, dan karbohirat. Bagian endokrin kelenjer, yaitu pulau
langerhans, menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang berperan
penting dalam metabolisme karbohidrat. Pankreas menyilang bidang
transpilorica.Dibagi menjadi empat bagian, yaitu : (1) caput
pankreas berbentuki seperti cakram, terletak pada bagian cekung
duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang av. Mesenterica
superior dan dinamakan processus uncinatus; (2) collum pancreas
merupakan bagian yang mengecil dan menghubungkan caput dengan
corpus pankreas. Terletak di depan pangkal vena porta dan pangkal
arteri mesenterica superior dari aorta; (3) corpus berjalan ke atas
dan kiri menyilang garis tengah; (4) cauda berjalan menuju ke
ligamentum lienorenalis dan berhubungan dengan hilus limpa.Batas
anterior pankreas dari kanan ke kiri : colon tranversum, perlekatan
mesocolon tranversum, bursa omentalis, dan lambung. Sedangkan batas
posterior pankreas dari kanan ke kiri : ductus choledochus, vena
porta, vena lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteri
mesenterica superior, m. Psoas kiri, kelenjer suprarenalis kiri,
ginjal kiri, dan hilus limpa (Snell, 2006).
B. TraumaTrauma adalah sebuah mekanisme yang disengaja ataupun
tidak disengaja sehingga menyebabkan luka (Amro, 2006). Trauma pada
abdomen terbagi berdasarkan kejadian, yaitu trauma tumpul dan
trauma tembus (Srivathsan, 2009).Pada trauma tembus perbedaan
antara benda-benda berkecepatan tinggi dan rendah mempunyai arti
penting. Luka kecepatan rendah yang biasa terjadi ialah pada
penikaman dengan senjata tajam. Proses penikaman dapat dibedakan
menjadi dua macam berdasarkan energinya, yaitu tikaman dengan
energi kinetik rendah dan energi kinetik tinggi. Pada tikaman
dengan energi kinetik yang rendah, korban sering dapat melihat
datangnya dan mengelak pada saat tikaman tersebut terjadi. Dengan
demikian, penetrasi rongga perut yang dalam jarang terjadi. Tikaman
dengan energi kinetik yang tinggi dipakai dengan maksud
terang-terangan membunuh. Luka-luka tersebut menembus dalam dan
sering kompleks. Peluru berkecepatan tinggi dari pistol atau
pecahan-pecahan granat yang meledak dapat menembus dalam dan
mengikuti jalan yang aneh, secara luas merusak segala sesuatu atau
apa saja di sekitar lintasannya (Dudley, 1992).Trauma tumpul
meliputi benturan langsung, pukulan, kompresi, dan deselerasi
(cedera perlambatan). Dapat juga terjadi counter coup, yaitu trauma
tumpul yang berat, tidak ada luka di luar, tapi ada jejas organ di
visera akibat desakan luka atau organ viscera. Trauma intra abdomen
karena hantaman sering dikaitkan dengan faktor tumbukan antara
orang yang cedera dan kondisi di luar tubuh individu tersebut,
serta kekuatan akselerasi dan deselerasi yang bekerja terhadap
organ dalam abdomen.Pada penderita ini mengalami trauma dalam
kecelakaan bis dikarenakan benturan langsung dan proses kompresi
akibat himpitan kursi. Bagian tubuh penderita yang terhimpit adalah
bagian perut hingga kaki serta tangan kanan. Himpitan meninggalkan
jejas dan menyebabkan tangan kanan serta kaki penderita terasa
lemah untuk digerakkan.
C. Trauma Tumpul Abdomen1. MekanismeTrauma yang didapat dari
kecelakaan menjadi penyebab terbanyak dari trauma abdomen.
Kecelakaan mobil dengan mobil dan antara mobil dengan pejalan kaki
menduduki 50-75% dari keseluruhan kasus trauma tumpul abdomen
(Udeani & Steinberg,2011).Cedera struktur intraabdomen dapat
diklasifikasikan ke dalam 2 mekanisme utama, yaitu tenaga kompresi
(hantaman) dan tenaga deselerasi. Tenaga kompresi (compression or
concussive forces) dapat berupa hantaman langsung atau kompresi
eksternal terhadap objek yang terfiksasi. Hal yang sering terjadi
hantaman menyebabkan sobek dan hematom subkapsular pada organ padat
visera. Hantaman juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen pada organ berongga dan menyebabkan ruptur (Salomone
& Salomone,2011).Tenaga deselerasi menyebabkan regangan dan
sobekan linier organ-organ yang terfiksasi. Cidera deselerasi
klasik termasuk hepatic tear sepanjang ligamentum teres dan cidera
intima pada arteri renalis (Salomone & Salomone,2011).Salomone
& Salomone (2011) menyatakan bahwa trauma tumpul akibat
hantaman secara umum dibagi ke dalam 3 mekanisme, yang pertama
adalah ketika tenaga deselerasi hantaman menyebabkan pergerakan
yang berbeda arah dari struktur tubuh yang permanen. Akibatnya,
kekuatan hantaman menyebabkan organ viseral yang padat serta
vaskularisasi abdomen menjadi ruptur, terutama yang berada di
daerah hantaman.Yang kedua adalah ketika isi dari intra abdomen
terhimpit antara dinding depan abdomen dan kolumna vertebralis atau
posterior kavum thorak. Hal ini dapat merusak organ-organ padat
visera seperti hepar, limpa dan ginjal.Ketiga adalah kekuatan
kompresi eksternal yang mengakibatkan peningkatan tekanan intra
abdomen secara mendadak dan mencapai puncaknya ketika terjadi
ruptur organ.2. PatofisiologiMenurut Anonim (2008), patofisiologi
dari trauma tumpul abdomen terdiri dari :a. Kehilangan darahi.
Limpa dan hati memiliki banyak suplai dan simpanan darah sehingga
terjadi kehilangan darah dengan cepat.ii. Konsistensi jaringan hati
dan lien menyebabkan jaringan sulit melakukan proses
homeostasis.iii. Perdarahan pada kavum retroperitoneal sulit untuk
dievaluasi dan di diagnosis.b. Nyerii. Nyeri, kekakuan, tegang pada
abdomen merupakan tanda klasik patologi intraabdomen.ii. Nyeri
tekan dan defans muscular disebabkan karena pergerakan yang
tiba-tiba dan iritasi membrane peritoneal hingga ke dinding
abdomen.iii. Iritasi disebabkan adanya darah atau isi lambung pada
kavum peritoneal.iv. Cidera duodenum dan pankreas menyebabkan
perdarahan dan berefek mengaktifkan enzim di sekitar jaringan
sehingga memicu peritonitis kimiawi area retroperitoneal.v. Tanda
dan gejalan cidera pankreas dan duodenum adalah : Nyeri tekan
abdomen yang difus penjalaran nyeri pada area epigastrium sampai ke
punggung.3. KlasifikasiBerdasaran jenis organ yang cedera dapat
dibagi dua :1. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan
gejala utama perdarahan2. Pada organ berongga seperti usus dan
saluran empedu dengan gejala utama adalah peritonitisBerdasarkan
daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :a. Organ
IntraperitonealIntraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ
seperti hati, limpa, lambung, colon transversum, usus halus, dan
colon sigmoid. Ruptur HatiHati dapat mengalami laserasi dikarenakan
trauma tumpul ataupun trauma tembus. Hati merupakan organ yang
sering mengalami laserasi, sedangkan empedu jarang terjadi dan
sulit untuk didiagnosis. Pada trauma tumpul abdomen dengan ruptur
hati sering ditemukan adanya fraktur costa VII IX. Pada pemeriksaan
fisik sering ditemukan nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Nyeri
tekan dan Defans muskuler tidak akan tampak sampai perdarahan pada
abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum ( 2 jam post trauma).
Kecurigaan laserasi hati pada trauma tumpul abdomen apabila
terdapat nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Jika keadaan umum
pasien baik, dapat dilakukan CT Scan pada abdomen yang hasilnya
menunjukkan adanya laserasi. Jika kondisi pasien syok, atau pasien
trauma dengan kegawatan dapat dilakukan laparotomi untuk melihat
perdarahan intraperitoneal. Ditemukannya cairan empedu pada lavase
peritoneal menandakan adanya trauma pada saluran empedu (Khan,
2007) Ruptur LimpaLimpa merupakan organ yang paling sering cedera
pada saat terjadi trauma tumpul abdomen. Ruptur limpa merupakan
kondisi yang membahayakan jiwa karena adanya perdarahan yang hebat.
Limpa terletak tepat di bawah rangka thorak kiri, tempat yang
rentan untuk mengalami perlukaan. Limpa membantu tubuh kita untuk
melawan infeksi yang ada di dalam tubuh dan menyaring semua
material yang tidak dibutuhkan lagi dalam tubuh seperti sel tubuh
yang sudah rusak. Limpa juga memproduksi sel darah merah dan
berbagai jenis dari sel darah putih. Robeknya limpa menyebabkan
banyaknya darah yang ada di rongga abdomen. Ruptur pada limpa
biasanya disebabkan hantaman pada abdomen kiri atas atau abdomen
kiri bawah. Kejadian yang paling sering meyebabkan ruptur limpa
adalah kecelakaan olahraga, perkelahian dan kecelakaan mobil.
Perlukaan pada limpa akan menjadi robeknya limpa segera setelah
terjadi trauma pada abdomen.Pada pemeriksaan fisik, gejala yang
khas adanya hipotensi karena perdarahan. Kecurigaan terjadinya
ruptur limpa dengan ditemukan adanya fraktur costa IX dan X kiri,
atau saat abdomen kuadran kiri atas terasa sakit serta ditemui
takikardi. Biasanya pasien juga mengeluhkan sakit pada bahu kiri,
yang tidak termanifestasi pada jam pertama atau jam kedua setelah
terjadi trauma. Tanda peritoneal seperti nyeri tekan dan defans
muskuler akan muncul setelah terjadi perdarahan yang mengiritasi
peritoneum. Semua pasien dengan gejala takikardi atau hipotensi dan
nyeri pada abdomen kuadran kiri atas harus dicurigai terdapat
ruptur limpa sampai dapat diperiksa lebih lanjut. Penegakan
diagnosis dengan menggunakan CT scan. Ruptur pada limpa dapat
diatasi dengan splenectomy, yaitu pembedahan dengan pengangkatan
limpa. Walaupun manusia tetap bisa hidup tanpa limpa, tapi
pengangkatan limpa dapat berakibat mudahnya infeksi masuk dalam
tubuh sehingga setelah pengangkatan limpa dianjurkan melakukan
vaksinasi terutama terhadap pneumonia dan flu diberikan antibiotik
sebagai usaha preventif terhadap terjadinya infeksi (Odle, 2007).
Ruptur Usus HalusSebagian besar, perlukaan yang merobek dinding
usus halus karena trauma tumpul menciderai usus dua belas jari.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan gejala burning epigastric pain
yang diikuti dengan nyeri tekan dan defans muskuler pada abdomen.
Perdarahan pada usus besar dan usus halus akan diikuti dengan
gejala peritonitis secara umum pada jam berikutnya. Sedangkan
perdarahan pada usus dua belas jari biasanya bergejala adanya nyeri
pada bagian punggung. Diagnosis ruptur usus ditegakkan dengan
ditemukannya udara bebas dalam pemeriksaan Rontgen abdomen.
Sedangkan pada pasien dengan perlukaan pada usus dua belas jari dan
colon sigmoid didapatkan hasil pemeriksaan pada Rontgen abdomen
dengan ditemukannya udara dalam retroperitoneal (Odle, 2007).b.
Organ RetroperitonealRetroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal,
ureter, pancreas, aorta, dan vena cava. Trauma pada struktur ini
sulit ditegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik. Evaluasi
regio ini memerlukan CT scan, angiografi, dan intravenous
pyelogram. Ruptur GinjalTrauma pada ginjal biasanya terjadi karena
jatuh dan kecelakaan kendaraan bermotor. Dicurigai terjadi trauma
pada ginjal dengan adanya fraktur pada costa ke XI XII atau adanya
tendensi pada flank. Jika terjadi hematuri, lokasi perlukaan harus
segera ditentukan. Laserasi pada ginjal dapat berdarah secara
ekstensif ke dalam ruang retroperitonial. Gejala klinis : Pada
ruptur ginjal biasanya terjadi nyeri saat inspirasi di abdomen dan
flank, dan tendensi CVA. Hematuri yang hebat hampir selalu timbul,
tapi pada mikroscopic hematuri juga dapat menunjukkan adanya ruptur
pada ginjal.Diagnosis, membedakan antara laserasi ginjal dengan
memar pada ginjal dapat dilakukan dengan pemeriksaan IVP atau CT
scan. Jika suatu pengujian kontras seperti aortogram dibutuhkan
karena adanya alasan tertentu, ginjal dapat dinilai selama proses
pengujian tersebut. Laserasi pada ginjal akan memperlihatkan adanya
kebocoran pada zat warna, sedangkan pada ginjal yang memar akan
tampak gambaran normal atau adanya gambaran warna kemerahan pada
stroma ginjal. Tidak adanya visualisasi pada ginjal dapat
menunjukkan adanya ruptur yang berat atau putusnya tangkai ginjal.
Terapi : pada memar ginjal hanya dilakukan pengamatan. Beberapa
laserasi ginjal dapat diterapi dengan tindakan non operatif. Terapi
pembedahan wajib dilakukan pada ginjal yang memperlihatkan adanya
ekstravasasi (Gordon 2006). Ruptur PankreasTrauma pada pankreas
sangat sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan kasus diketahui dengan
eksplorasi pada pembedahan. Perlukaan harus dicurigai setelah
terjadinya trauma pada bagian tengah abdomen, contohnya pada
benturan stang sepeda motor atau benturan setir mobil. Perlukaan
pada pankreas memiliki tingkat kematian yang tinggi. Perlukaan pada
duodenum atau saluran kandung empedu juga memiliki tingkat kematian
yang tinggi.Gejala klinis, kecurigaan perlukaan pada setiap trauma
yang terjadi pada abdomen. Pasien dapat memperlihatkan gejala nyeri
pada bagian atas dan pertengahan abdomen yang menjalar sampai ke
punggung. Beberapa jam setelah perlukaan, trauma pada pankreas
dapat terlihat dengan adanya gejala iritasi peritonial.Diagnosis,
penentuan amilase serum biasanya tidak terlalu membantu dalam
proses akut. Pemeriksaan CT scan dapat menetapkan diagnosis. Kasus
yang meragukan dapat diperiksa dengan menggunakan ERCP ( Endoscopic
Retrogade Canulation of the Pancreas) ketika perlukaan yang lain
telah dalam keadaan stabil. Terapi, penanganan dapat berupa
tindakan operatif atau konservatif, tergantung dari tingkat
keparahan trauma, dan adanya gambaran dari trauma lain yang
berhubungan. Konsultasi pembedahan merupakan tindakan yang wajib
dilakukan (Salomone, 2007). Ruptur Ureter Trauma pada ureter jarang
terjadi tetapi berpotensi menimbulkan luka yang mematikan. Trauma
sering kali tak dikenali pada saat pasien datang atau pada pasien
dengan multipel trauma. Kecurigaan adanya cedera ureter bisa
ditemukan dengan adanya hematuria paska trauma (Odle,
2007).Mekanisme trauma tumpul pada ureter dapat terjadi karena
keadaan tiba-tiba dari deselerasi/ akselerasi yang berkaitan dengan
hiperekstensi, benturan langsung pada Lumbal 2 3, gerakan tiba-tiba
dari ginjal sehingga terjadi gerakan naik turun pada ureter yang
menyebabkan terjadinya tarikan pada ureteropelvic junction. Pada
pasien dengan kecurigaan trauma tumpul ureter biasanya didapatkan
gambaran nyeri yang hebat dan adanya multipel trauma. Gambaran syok
timbul pada 53% kasus, yang menandakan terjadinya perdarahan lebih
dari 2000 cc. Diagnosis dari trauma tumpul ureter seringkali
terlambat diketahui karena seringnya ditemukan trauma lain,
sehingga tingkat kecurigaan tertinggi ditetapkan pada trauma dengan
gejala yang jelas.Pilihan terapi yang tepat tergantung pada lokasi,
jenis trauma, waktu kejadian, kondisi pasien, dan prognosis
penyelamatan. Hal terpenting dalam pemilihan tindakan operasi
adalah mengetahui dengan pasti fungsi ginjal yang kontralateral
dengan lokasi trauma.
4. Pemeriksaana. AnamnesisSecara umum, jangan menanyakan riwayat
lengkap hingga cidera yang mengancam nyawa teridentifikasi dan
mendapatkan penatalaksanaan yang sesuai. AMPLE sering digunakan
untuk mengingat kunci dari anamnesis, yaitu Allergies,Medications,
Past medical history, Last meal or other intake, Events leading to
presentation (Salomone & Salomone,2011) .Udeani & Seinberg
(2011) menyatakan bahwa faktor penting yang berhubungan dengan
pasien trauma tumpul abdomen, khususnya yang berhubungan dengan
kecelakaan kendaraan bermotor perlu digali lebih lanjut, baik itu
dari pasien, keluarga, saksi, ataupun polisi dan paramedis. Hal-hal
tersebut mencakup:a. Proses kecelakaan dan kerusakan kendaraanb.
Waktu pembebasan (evakuasi) yang dibutuhkanc. Apakah pasien
meninggald. Apakah pasien terlempar dari kendaraane. Bagaimana
fungsi peralatan keselamatan seperti sabuk pengaman dan airbagsf.
Apakah pasien dalam pengaruh obat atau alcoholg. Apakah ada cidera
kepala atau tulang belakangh. Apakah ada masalah psikiatri Pada
pasien anak, perlu digali apakah ada riwayat gangguan koagulasi
atau penggunaan obat-obat anti platelet (seperti pada defek jantung
congenital) karena dapat meningkatkan resiko perdarahan pada cidera
intra abdomen (Wegner et al.,2006).b. Pemeriksaan FisikEvaluasi
pasien dengan trauma tumpul abdomen harus dilakukan dengan semua
cidera merupakan prioritas. Perlu digali apakah ada cidera kepala,
sistem respirasi, atau sistem kardiovaskular diluar cidera abdomen
(Salomone & Salomone, 2011 ; Udeani & Steinberg, 2011).
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :Pemeriksaan awali. Setelah
survey primer dan resusitasi dilakukan, fokus dilakukan pada survey
sekunder abdomen.ii. Untuk cidera yang mengancam jiwa yang
membutuhkan pembedahan segera, survei sekunder yang komprehensif
dapat ditunda sampai kondisi pasien stabil.iii. Pada akhir
pemeriksaan awal dilihat kembali luka-luka ringan pada penderita.
Banyak cedera yang samar dan baru termanifestasikan
kemudian.Inspeksii. Pemeriksaan abdomen untuk menentukan
tanda-tanda eksternal dari cedera. Perlu diperhatikan adanya area
yang abrasi dan atau ekimosis.ii. Catat pola cedera yang potensial
untuk trauma intra abdomen (seperti abrasi karena sabuk pengaman,
hantaman dengan papan kemudi-yang membentuk contusio). Pada banyak
penelitian, tanda (bekas) sabuk pengaman dapat dihubungkan dengan
ruptur usus halus dan peningkatan insidensi cidera intra
abdomen.iii. Observasi pola pernafasan karena pernafasan perut
dapat mengindikasikan cedera medulla spinalis. Perhatikan distensi
abdomen, yang kemungkinan berhubungan dengan pneumoperitoneum,
dilatasi gastrik, atau ileus yang diakibatkan iritasi
peritoneal.iv. Bradikardi mengindikasikan adanya darah bebas di
intra peritoneal pada pasien dengan cedera trauma tumpul abdomen.v.
Cullen sign (ekimosis periumbilikal) menandakan adanya perdarahan
peritoneal, namun gejala ini biasanya muncul dalam beberapa jam
sampai hari. Memar dan edema panggul meningkatkan kecurigaan adanya
cedera retroperitoneal.vi. Inspeksi genital dan perineum dilakukan
untuk melihat cedera jaringan lunak, perdarahan, dan
hematom.Auskultasii. Bising pada abdomen menandakan adanya penyakit
vaskular atau fistula arteriovenosa traumatik.ii. Suara usus pada
rongga thoraks menandakan adanya cedera diafragmatika.iii. Selama
auskultasi, palpasi perlahan dinding abdomen dan perhatikan
reaksinya.Palpasii. Palpasi seluruh dinding abdomen dengan
hati-hati sembari menilai respon pasien. Perhatikan massa abnormal,
nyeri tekan, dan deformitas.ii. Konsistensi yang lunak dan terasa
penuh dapat mengindikasikan perdarahan intraabdomen.iii. Krepitasi
atau ketidakstabilan kavum thoraks bagian bawah dapat menjadi tanda
potensial untuk cidera limpa atau hati yang berhubungan dengan
cedera tulang rusuk.iv. Ketidakstabilan pelvis merupakan tanda
potensial untuk cedera traktus urinarius bagian bawah, seperti
hematom pelvis dan retroperitoneal. Fraktur pelvis terbuka
berhubungan tingkat kematian sebesar 50%.v. Pemeriksaan rektal dan
bimanual vagina dilakukan untuk menilai perdarahan dan cedera.
Feces semestinya juga diperiksa untuk menilai adakah perdarahan
berat atau tersamar. Tonus rectal juga dinilai untuk mengetahui
status neurologis dari pasien.vi. Pemeriksaan sensori pada thorak
dan abdomen dilakukan untuk evaluasi adanya cedera medulla
spinalis. Cedera medulla spinalis bisa berhubungan dengan penurunan
atau bahkan tidak adanya persepsi nyeri abdomen pada pasien.vii.
Distensi abdomen dapat merupakan hasil dari dilatasi gastrik
sekunder karena bantuan ventilasi atau terlalu banyak udara.viii.
Tanda peritonitits (seperti tahanan perut yang involunter,
kekakuan) segera setelah cedera menandakan adanya kebocoran isi
usus.Perkusii. Nyeri pada perkusi merupakan tanda peritonealii.
Nyeri pada perkusi membutuhkan evaluasi lebih lanjut dan
kemungkinan besar konsultasi pembedahan.Pipa nasogastrik seharusnya
dipasang (jika tidak ada kontraindikasi seperti fraktur basal
kranii) untuk menurunkan tekanan lambung dan menilai apakah ada
perdarahan. Jika pasien mengalami cidera maxillofacial, lebih baik
dipasang pipa orogastrik. Selanjutnya kateter foley juga dipasang
untuk mengetahui produksi urin dan pengambilan sample urinalisis
untuk pemeriksaan hematuri mikroskopis. Jika cedera urethra atau
vesika urinaria diduga karena fraktur pelvis, maka perlu dilakukan
retrograde urethrogram terlebih dahulu sebelum pemasangan kateter.
Karena luasnya spektrum cidera pada trauma tumpul abdomen, maka
frekuensi evaluasi ulang menjadi komponen penting dari menejemen
pasien dengan trauma tumpul abdomen. Survei tersier merupakan
pengulangan survei primer dan sekunder serta revisi semua hasil
laboratorium dan radiografi. Pada sebuah penelitian, survey tersier
pada trauma dapat mendeteksi 56% cidera yang terlewatkan selama
penilaian awal dalam 24 jam pertama.c. Pemeriksaan
LaboratoriumMenurut Salomone & Salomone (2011), pemeriksaan
laboratorium yang direkomendasikan untuk korban trauma biasanya
termasuk glukosa serum, darah lengkap, kimia serum, amylase serum,
urinalisis, pembekuan darah, golongan darah, arterial blood gas
(ABG), ethanol darah, dan tes kehamilan (untuk wanita usia
produktif).i. Pemeriksaan darah lengkapHasil yang normal untuk
kadar hemoglobin dan hematokrit tidak bisa dijadikan acuan bahwa
tidak terjadi perdarahan. Pasien pendarahan mengeluarkan darah
lengkap. Hingga volume darah tergantikan dengan cairan kristaloid
atau efek hormonal (seperti adrenocorticotropic hormone [ACTH],
aldosteron, antidiuretic hormone [ADH]) dan muncul pengisian ulang
transkapiler, anemia masih dapat meningkat. Jangan menahan
pemberian transfusi pada pasien dengan kadar hematokrit yang
relatif normal (>30%) tapi memiliki bukti klinis syok, cidera
berat (seperti fraktur pelvis terbuka), atau kehilangan darah yang
signifikan.Pemberian transfusi trombosit pada pasien dengan
trombositopenia berat (jumlah trombosit90%) dan pemberian volume
cairan resusitasi dengan cairan kristaloid, dan jika diindikasikan,
dengan darah.vii. Skrining obat dan alcoholPemeriksaan skrining
obat dan alkohol pada pasien trauma dengan perubahan tingkat
kesadaran. Nafas dan tes darah dapat mengindentifikasi tingkat
penggunaan alkohol.5. Penatalaksanaana. Tatalaksana inisiasi
(Salomone&Salomone,2011) :Fokus penatalaksanaan sebelum di
rumah sakit pada penilaian dan penangangan masalah yang mengancam
nyawa, termasuk inisiasi resusitasi dan transport ke rumah sakit
terdekat. Penggunaan intubasi endotrakeal untuk membebaskan jalan
nafas pada pasien yang tidak mampu mempertahankan jalan nafas atau
yang berpotensial terjadinya gangguan pada jalan nafas. Perdarahan
eksternal jarang dihubungkan dengan trauma tumpul abdomen. Jika
ada, kontrol perdarahan dengan tekanan langsung. Perhatikan
tanda-tanda kurangnya perfusi sistemik. Inisiasi resusitasi cairan
dengan cairan kristaloid.Diagnosis tension pneumothoraks diobati
dengan kompresi jarum diikuti dengan penempatan pipa torakostomi.
Faktor mekanis lain yang berhubungan dengan ventilasi termasuk
hemotorak, dan kontusio pulmonal.b. Tatalaksana non operatif
(Udeani&Steinberg,2011) :Manajemen non operatif berdasarkan
diagnosis CT scan dan stabilitas hemodinamik pasien. Pada trauma
tumpul abdomen, termasuk cedera organ padat yang parah, pilihan
manajemen non operatif menjadi perawatan standar.Angiografi
merupakan modalitas manajamen non operatif pada trauma tumpul pada
organ padat dewasa. Angiografi digunakan untuk melihat perdarahan
secara non operatif.c. Tatalaksana bedahResusitasi thorakotomi pada
UGD hanya bersifat menyelamatkan jiwa. Survival dengan penyembuhan
neurologis lebih diharapkan pada pasien dengan trauma tajam
dibandingkan trauma tumpul. Torakotomi dapat berperan pada beberapa
pasien dengan trauma tajam pada leher, dada, atau ekstermitas
dengan tanda-tanda kehidupan (Dudley, 1992).Pasien dengan trauma
tumpul torakoabdominal dengan pulseless electrical activity (PEA)
merupakan pertanda buruk untuk dilakukan resusitasi torakotomi.
Pada pasien dengan hemoperitoneum dari trauma tumpul
torakoabdominal, tujuan resusitasi torakotomi pada IGD adalah (1)
klem aorta, mengalihkan darah ke koroner dan pembuluh darah otak
selama resusitasi, (2)evakuasi tamponade pericardial,(3)mengontrol
perdarahan thoraks secara langsung, dan (4)membuka dada untuk pijat
jantung (Udeani&Steinberg,2011).Indikasi dilakukan laparotomi
diantaranya tanda peritonitis, perdarahan atau syok yang tidak
terkontrol, penurunan secara klinis selama observasi, ditemukannya
hemoperitoneum setelah pemeriksaan FAST atau DPL. Ketika sudah ada
indikasi untuk dilakukan laparotomi, antibiotik spektrum luas
diberikan. Insisi pada garis tengah biasanya lebih disukai. Ketika
abdomen dibuka, kontrol perdarahan dilakukan dengan mengeluarkan
darah dan bekuan darah, dan mengeklem struktur vaskuler. Setelah
intra abdomen diperbaiki dan perdarahan dikontrol,eksplorasi
abdomen dilakukan untuk mengevaluasi seluruh lapangan
abdomen(Udeani&Steinberg,2011).Setelah cedera intraperitoneal
terkontrol, retroperitoneum dan pelvis harus diperhatikan. Jangan
pernah melakukan eksplorasi pada hematom pelvis. Gunakan fiksasi
eksterna pada fraktur pelvis untuk menurunkan atau menghentikan
perdarahan. Setelah sumber perdarahan dihentikan, kemudian
stabilisasi pasien dengan cairan merupakan hal penting
(Udeani&Steinberg,2011). 6. Komplikasi Ruptur OrganPeritonitis
merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen karena
adanya ruptur pada organ. Penyebab yang paling serius dari
peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan (viskus) ke dalam
rongga peritoneal dari organ-organ intra-abdominal (esofagus,
lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum, kandung empedu,
apendiks, dan saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma,
darah yang menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus
yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic Inflammatory
Disease) dan bencana vaskular (trombosis dari mesenterium/emboli)
(Molmenti, 2004).Peradangan peritoneum merupakan komplikasi
berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari
organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis), ruptur
saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering
menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus
ruptur apendiks, sedangkan stafilokokus dan stretokokus sering
masuk dari luar. Pada luka tembak atau luka tusuk tidak perlu lagi
dicari tanda-tanda peritonitis karena ini merupakan indikasi untuk
segera dilakukan laparotomi eksplorasi. Namun pada trauma tumpul
seringkali diperlukan observasi dan pemeriksaan berulang karena
tanda rangsangan peritoneum bisa timbul perlahan-lahan (Molmenti,
2004).Gejala dan tanda yang sering muncul pada penderita dengan
peritonitis antara lain: (Molmenti, 2004).1. Nyeri perut seperti
ditusuk2. Perut yang tegang (distended)3. Demam (>380C)4.
Produksi urin berkurang5. Mual dan muntah6. Haus7. Cairan di dalam
rongga abdomen8. Tidak bisa buang air besar atau kentut9.
Tanda-tanda syokMenegakkan diagnosis peritonitis secara cepat
adalah penting sekali. Diagnosis peritonitis didapatkan dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis
peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis. Kebanyakan pasien
datang dengan keluhan nyeri abdomen. Nyeri ini bisa timbul
tiba-tiba atau tersembunyi. Pada awalnya, nyeri abdomen yang timbul
sifatnya tumpul dan tidak spesifik (peritoneum viseral) dan
kemudian infeksi berlangsung secara progresif, menetap, nyeri hebat
dan semakin terlokalisasi (peritoneum parietale). Dalam beberapa
kasus (misal: perforasi lambung, pankreatitis akut, iskemia
intestinal) nyeri abdomen akan timbul langsung secara umum/general
sejak dari awal. Mual dan muntah biasanya sering muncul pada pasien
dengan peritonitis. Muntah dapat terjadi karena gesekan organ
patologi atau iritasi peritoneal sekunder (Jong, 2005).Pada
pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak
baik. Demam dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien
dengan sepsis hebat akan muncul gejala hipotermia. Takikardia
disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia
intravaskuler yang disebabkan karena mual dan muntah, demam,
kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya
dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi
semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin
berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan
keadaan syok sepsis (Jong, 2005).Pada pemeriksaan abdomen,
pemeriksaan yang dilakukan akan sangat menimbulkan ketidaknyamanan
bagi pasien, namun pemeriksaan abdomen ini harus dilakukan untuk
menegakkan diagnosis dan terapi yang akan dilakukan. Pada inspeksi,
pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi
menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan
gambaran usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan
pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang
membuncit dan tegang atau distended (Jong, 2005).Minta pasien untuk
menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa sakit di
abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang
ditunjuik pasien. Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi
penurunan suara bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising
usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan
karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut
lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis
lokal bising usus dapat terdengar normal (Jong, 2005).Palpasi.
Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral
yang sangat sensitif. Bagian anterior dari peritoneum parietale
adalah yang paling sensitif. Palpasi harus selalu dilakukan di
bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini
berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan
bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity)
menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum
parietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks
otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi
kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan (Jong, 2005).Pada saat
pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat.
Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk
melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau
tekanan setempat.Perkusi. Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi
pada peritoneum, adanya udara bebas atau cairan bebas juga dapat
ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan
shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan
menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara
bebas tadi (Jong, 2005).Pada pasien dengan keluhan nyeri perut
umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan
vaginal untuk membantu penegakan diagnosis. Nyeri pada semua arah
menunjukkan general peritonitis (Jong, 2005).7. PrognosisPrognosis
untuk pasien dengan trauma tumpul abdomen bervariasi. Tanpa data
statistik yang menggambarkan jumlah kematian di luar rumah sakit,
dan jumlah pasien total dengan trauma tumpul abdomen, gambaran
spesifik prognosis untuk pasien trauma intra abdomen sulit. Angka
kematian untuk pasien rawat inap berkisar antara 5-10%
(Udeani&Steinberg,2011).
H. Pemeriksaan Radiologi Pada Trauma Tumpul AbdomenPenilaian
awal paling penting pada pasien dengan trauma tumpul abdomen adalah
penilaian stabilitas hemodinamik. Pada pasien dengan hemodinamik
yang tidak stabil, evaluasi cepat harus dibuat untuk melihat adanya
hemoperitoneum. Hal ini dapat dapat dilakukan dengan DPL
(Diagnostic Peritoneal Lavage) atau FAST (Focused Abdominal
Sonogram for Trauma) scan. Pemeriksaan radiografi abdomen perlu
dilakukan pada pasien yang stabil ketika pemeriksaan fisik kurang
meyakinkan (Hoff et al., 2001).1. Foto polosUdeani & Steinberg
(2011) menyatakan bahwa :a. Meskipun secara keseluruhan evaluasi
pasien trauma tumpul abdomen dengan rontgen polos terbatas, namun
foto polos dapat digunakan untuk menemukan beberapa hal.b.
Radiografi dada bisa digunakan untuk diagnosis cedera abdomen
seperti ruptur hemidiafragmatika atau pneumoperitoneum.c.
Radiografi dada dan pelvis dapat digunakan untuk menilai fraktur
vertebra torakolumbard. Udara bebas intraperitoneal atau udara yang
terjebak pada retroperitoneal dari perforasi usus kemungkinan bisa
terlihat.2. UltrasonografiUltrasonografi dengan focused abdominal
sonogram for trauma (FAST) sudah digunakan untuk mengevaluasi
pasien trauma lebih dari 10 tahun di Eropa. Akurasi diagnostik FAST
secara umum sama dengan diagnostic peritoneal lavage (DPL).
Penelitian di Amerika dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan
FAST sebagai pendekatan noninvasif untuk evaluasi cepat
hemoperitoneum (Feldman, 2006). Pada pasien dengan trauma tumpul
abdomen dan cidera multisystem, ultrasonografi portabel dengan
operator yang berpengalaman dapat dengan cepat mengidentifikasi
cairan bebas di intraperitoneal. Cidera organ berongga jarang
teridentifikasi, namun cairan bebas bisa tervisualisasi pada
beberapa kasus (Salomone & Salomone,2011).Evaluasi FAST abdomen
terdiri visualisasi perikardium (dari lapang pandang subxiphoid),
rongga splenorenal dan hepatorenal, serta kavum douglas pada
pelvis. Tampilan pada kantong Morrison lebih sensitive, terlebih
jika etiologinya adalah cairan (Jehangir et al., 2002).Cairan bebas
pada umumnya diasumsikan sebagai darah pada trauma abdomen. Cairan
bebas pada pasien yang tidak stabil mengindikasikan perlu dilakukan
laparotomi emergensi, akan tetapi jika pasien stabil dapat
dievaluasi dengan CT scan (Feldman, 2006). 3. Computed Tomography
(CT) ScanMeskipun mahal dan membutuhkan banyak waktu, namun CT scan
banyak mendukung gambaran detail patologi trauma dan memberi
penunjuk dalam intervensi operatif. Tidak seperti FAST ataupun DPL
(Diagnostic Peritoneal Lavage), CT scan dapat menentukan sumber
perdarahan (Salomone&Salomone,2011).Cidera diafragma dan
perforasi saluran pencernaan masih dapat terlewat dengan
pemeriksaan CT scan, khususnya jika CT scan dilakukan segera
setelah trauma. Cidera pankreas dapat terlewatkan dengan
pemeriksaan awal CT scan, tapi secara umum dapat ditemukan pada
pemeriksaan follow up yang dilakukan pada pasien resiko tinggi.
Untuk beberapa pasien, endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP) dapat ditambahan bersama CT scan
untuk mendukung cedera duktus (Hoff et al., 200l).Keuntungan utama
CT scan adalah tingginya spesifitas dan penggunaan sebagai petunjuk
manajemen nonoperatif pada cidera organ padat (Feldman, 2006).4.
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)Diagnostic peritoneal lavage
(DPL) digunakan sebagai metode cepat untuk menentukan adanya
perdarahan intraabdomen. DPL terutama berguna jika riwayat dan
pemeriksaan abdomen menunjukkan ketidakstabilan dan cidera
multisistem atau tidak jelas. DPL juga berguna untuk pasien dimana
pemeriksaan abdomen lebih lanjut tidak dapat dilakukan (Feldman,
2006).Indikasi dilakukannya DPL pada trauma tumpul dimana :a.
Pasien dengan cedera medulla spinalisb. Cedera multipel dan syok
yang tidak bisa dijelaskanc. Pasien dengan cedera abdomend. Pasien
intoksikasi dimana ada kecenderungan cedera abdomene. Pasien dengan
resiko cedera intra abdomen dimana dibutuhkan anestesi yang lebih
panjang untuk prosedur yang lain.Kontraindikasi absolute untuk DPL
adalah kebutuhan untuk laparotomi yang nyata. Kontraindikasi
relatif termasuk obesitas morbid, riwayat pembedahan abdomen
multipel, dan kehamilan. (Udeani&Steinberg,2011).Variasi metode
kateterisasi ke dalam rongga peritoneal telah dijelaskan, yaitu
metode terbuka, semi terbuka, dan metode tertutup. Metode terbuka
membutuhkan insisi kulit infraumbilikal yang luas dan melalui linea
alba. Peritoneum dibuka dan kateter dimasukkan dibawah visualisasi
secara langsung. Metode semi terbuka serupa, kecuali peritoneum
tidak dibukan dan kateter dilewatkan perkutaneus melewati
peritoneum ke dalam kavum peritoneal. Taknik tertutup membutukan
kateter uang dimasukkan secara buta melalui kulit, jaringan
subkutan, linea alba, dan peritoneum. Teknik tertutup dan semi
terbuka pada infra umbilical lebih banyak dilakukan pada bagian
tengah (Udeani&Steinberg,2011).DPL bernilai postitif pada
pasien trauma tumpul jika 10mL darah segar teraspirasi sebelum
infus cairan cuci atau jika pipa cairan cuci (contohnya 1 L NaCl
diinfuskan ke kavitas peritoneal melalui kateter dan dibiarkan
tercampur, dimana akan dialirkan oleh gravitasi) terdapat lebih
dari 100.00 sel darah merah/mL, lebih dari 500 sel darah putih/mL,
peningkatan kadar amilase, empedu, bakteri, serat makanan, atau
urin. Hanya diperlukan kira-kira 30 mL darah pada peritoneum untuk
menghasilkan hasil DPL positif secara mikroskopis (Feldman, 2006 ;
Salomone & Salomone, 2011 ; Udeani & Steinberg,2011).Hasil
lain dari DPL yang menjadi indikasi dilakukan eksplorasi termasuk
adanya empedu atau kadar amylase tinggi yang abnormal (indikasi
perforasi usus), serat makanan, atau bakteri pada pemeriksaan
bakteri (King&Bewes,2002).Komplikasi DPL termasuk perdarahan
dari insisi dan tempat masuk kateter, infeksi (luka peritoneal),
dan cidera pada struktur intra abdomen (seperti vesika urinaria,
usus halus, uterus). Infeksi pada insisi, peritonitis dari tempat
kateter, laserasi pada vesika urinaria, atau cidera organ-organ
lain intra abdomen dapat muncul dan mengakibatkan hasil positif
palsu. Hasil positif palsu dapat memicu laparotomi yang tidak
diperlukan (King&Bewes,2002).Indikasi dilakukan laparotomi
diantaranya tanda peritonitis, perdarahan atau syok yang tidak
terkontrol, penurunan secara klinis selama observasi, ditemukannya
hemoperitoneum setelah pemeriksaan FAST atau DPL (Feldman,
2006).
72
BAB IIIPEMBAHASAN
Pada jurnal yang kami sertakan dalam referat ini didapatkan
hasil sebagai berikut :
Pada periode lima tahun didapatkan 122 pasien trauma tumpul
abdomen dimana usia terbanyak yang mengalami trauma tumpul abdomen
adalah anak-anak usia kurang dari 16 tahun. Jumlah pasien dengan
kondisi hemodinamik tidak stabil sebanyak 2 pasien (26.03%) dan 120
(73,97%) pasien dengan hemodinamik stabil. Jumlah pasien yang
memerlukan tindakan operasi (laparotomi) adalah sebanyak 5 pasien
(7,53%) dan 30 pasien (41,10%) hanya dilakukan tindakan
konservatif. Jumlah pasien dengan hemodinamik tidak stabil dan
dilakukan operasi (laparotomi) sebanyak 2 pasien (3,29%) dan jumlah
pasien dengan hemodinamik stabil yang dilakukan operasi adalah
tidak ada. Berdasarkan perbandingan hasil pemeriksaan FAST dengan
temuan intraoperatif didapatkan bahwa pada pasien dengan cairan
bebas di Morisons pouch, splenorenal pouch, parivesika dan
parakolika didapatkan temuan intraoperatif jumlah perdarahan lebih
dari 1000 cc dan terdapat 2 pasien dengan hasil FAST positif pada
salah satu tempat di intraperitoneal tetapi pada temuan
intraoperatif didapatkan cairan bebas sebanyak lebih dari 1000 cc.
Pada temuan intraoperatif didapatkan rupturlien, rupture hepar,
perforasi viscus, dan cedera retroperitoneal.
FAST (Focused Abdominal Sonography in Trauma)Penggunaan USG pada
trauma tumpul abdomen terutama untuk mendeteksi adanya
hemoperitoneum dan dilakukan berkaitan dengan didapatkannya hasil
sensitifitas yang tinggi pada berbagai penelitian. FAST telah
dikembangan sebagai protocol di berbagai senter trauma, pemeriksaan
USG bergerak (driven ultrasound) bertujuan untuk mendeteksi dini
adanya hemoperitoneum dan hemopericardium dan manfaatnya telah
banyak dilaporkan.Di ruang gawat darurat, USG selalu diperlukan
untuk penilaian yang cepat kemungkinan adanya hemoperitoneum.
Tujuan utama USG Emergency pada trauma abdomen adalah menilai
adanyacairan abnormal (cairan bebas) serta menetapkan indikasi
untuk dilakukan operasi.Saat ini penggunaan Ultrasonografi sebagai
sarana diagnostic pada trauma lebih diperluas dengan mengarah
kepada penegakan diagnosis dengan cepat dan akurat dengan istilah
FAST (Focused Abdominal Sonography for
Trauma).PemeriksaanUltrasonografi (FAST) diindikasikan pada
pasiendengan trauma tumpul abdomen baik dengan hemodinamik stabil
maupun tidak stabil. Ultrasonografi kurang peka untuk identifikasi
dan menentukan gradasi cedera organ solid, cederausus, dan cedera
retroperitoneal. Pemeriksaan USG (FAST) dapat langsung dengan jelas
mendeteksi adanya cairan bebas intraperitoneal ataua danya Cardiac
Tamponade.FAST (Focused Assessmentwith Sonography for Trauma)
pertama kali dikemukakan oleh Rozycki dkk. (1996). Pada saat awal
ditemukannya FAST, paradigma yang berkembang yaitu pada saat
didapatkan cairan bebas intraperitoneal dengan FAST maka dianggap
sudah terjaditraumayang hebat sehingga membutuhkan tindakan
laparotomi eksplorasi.Algoritma pemeriksaan USG (FAST) pada trauma
tumpul abdomen sebagai berikut.
Pada tahun 1999ConsensusConferenceon the Performance of
Ultrasound in Trauma membuat panduan pada kasus trauma tumpul
abdomen sebagai berikut: 1. Pasien dengan hemodinamik tidak stabil,
FAST (+) langsung dilakukan laparotomi, 2. Pasien hemodinamik tidak
stabil, FAST (-) harus dicari sumber perdarahan lain, 3. Pasien
dengan hemodinamik stabil, FAST (+) dilakukan CT Scan pemeriksaan
serial per 6 jam (USG/CT Scan)
1. Alogaritma Ultrasonografi (FAST) pada trauma tumpul abdomen
dengan hemodinamik tidak stabil (Sistolik< 90 mmHg)
2. Alogaritma Ultrasonografi (FAST) pada trauma tumpul abdomen
dengan hemodinamik stabil. (Sistolik 90 mmHg)
Trauma tumpul Abdomen yang dapat mencederai organ-organ intra
abdominal merupakan suatu masalah serius dan memerlukan penanganan
segera khususnya di Instalasi Gawat Darurat. Faktor kecepatan dan
ketepatan diagnosis memegang peranan penting dalam pengambilan
keputusan. Keterlambatan suatu diagnosis dapat meningkatkan angka
morbiditas dan mortalitas.Pada trauma tumpul abdomen dengan cedera
organ akan menyebabkan terjadinya perdarahan (hemoperitoneum) atau
rupture pada organ berongga (perforasi saluran cerna) baik dengan
hemodinamik stabil maupun tidak stabil. Untuk mendiagnosa keadaan
tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode diagnostik
penunjang seperti : DPL, CT scan abdomen, USG FAST (Focused
Assesement Sonography for Trauma), atau Laparatomi. Dimana
metode-metode ini mempunyai kelebihan dan kekurangan
tersendiri.Ultrasonografi (US) merupakan salah satu alat diagnostik
yang hampir selalu ada di semua Rumah Sakit namun pemanfaatannya
belum menjangkau pada pemeriksaan pasien trauma tumpul abdomen
secara langsung di UGD pada saat pasien datang. FAST (Focused
Assessment Sonography for Trauma) adalah teknik penggunaan
Ultrasonografi (US) pada kasus trauma abdomen dengan menilai adanya
cairan bebas pada ruang potensial pada abdomen, yaitu Morissons
pouch/ Hepatorenal recess, splenorenal recess, paracolic gutter,
perivesical space atau kavum Dauglas pada wanita, dan termasuk
pericardium. Selain itu juga dapat menilai adanya laserasi dari
organ-organ solid abdomen. Kita ketahui bahwa keunggulan dari US
yaitu metode imejing bedside yang cepat yang dapat diintegrasikan
dalam resusitasi, serta US bersifat non-ionisasi dan tidak
menggunakan kontras nefrotoksik sehingga merupakan prosedur
tindakan yang aman. Namun, US mempunyai keterbatasan antara lain
dalam prosedur pemeriksaan, yaitu dari faktor pengalaman
pemeriksa/operator, faktor kondisi pasien, pasien terlalu gemuk,
emfisema subkutis atau banyak udara usus pada lapangan abdomen yang
akan diobservasi, dan pasien yang tidak sadar sehingga sulit
diposisikan. Selain itu, penggunaan US semata tidak
direkomendasikan untuk menentukan grading cedera organ solid
intraabdomen.Untuk mengurangi penggunaan modalitas imejing yang
kurang tepat dan meningkatkan efektivitas waktu yang diperlukan
untuk menegakkan diagnosis adanya cedera organ pada trauma tumpul
abdomen, diperlukan algoritma yang sistematis yang disesuaikan
dengan kondisi hemodinamik dan faktor prediktor cedera pasien
tersebut. Sebelum penggunaan luas Ultrasonografi dan Computed
Tomography (CT) telah meningkatkan pendekatan diagnostik yang
akurat untuk pasien dengan kecurigaan perlukaan abdominal dan
pelvis dan telah menggantikan Peritoneal Lavage dalam pendekatan
diagnostik trauma tumpul abdomen. US juga banyak diterima sebagai
modalitas pertama dalam menilai radiologis dalam menentukan
perlunya eksplorasi bedah pada pasien terindikasi perdarahan
intraperitoneal yang tidak stabil secara hemodinamik. Di beberapa
center trauma dilaporkan tentang sensitifitas, spesifisitas dan
akurasi pemeriksaan US baik sebagai sarana diagnostik inisial
trauma tumpul abdomen di TRIAGE maupun sebagai alat monitor di area
resusitasi.Penggunaan US pada trauma tumpul abdomen terutama untuk
mendeteksi adanya hemoperitoneum dan ini dilakukan berkaitan dengan
didapatkannya hasil sensitifitas yang tinggi pada berbagai
penelitian. FAST telah dikembangkan sebagai protokol di berbagai
center trauma, pemeriksaan US bergerak (driven ultrasound)
bertujuan untuk mendeteksi dini adanya hemoperitoneum dan
hemopericardium dan manfaatnya ialah telah banyak dilaporkan.Hampir
semua penelitian tentang FAST mendapatkan hasil sensitifitas,
spesifisitas, dan akurasi yang tinggi, tingkat akurasi yang tinggi
tergantung pada praktisi mana yang melakukannya baik oleh seorang
ahli bedah, dokter emergency, teknisi USG, maupun ahli radiologi
semua mendapatkan hasil yang hampir sama.
Gambar A.1. perbandingan berbagai metode diagnostik untuk
mengevaluasi trauma tumpul abdomen.
Tabel A.1. Perbandingan data berdasarkan perbedaan cara dan
teknik pencitraan pada trauma tumpul abdomen.
Radiologi1. Foto Polos Abdomen Teknik radiografi yang optimal
penting pada kecurigaan preforasi abdomen. Paling tidak diambil 2
radiografi, meliputi radiografi abdomen posisi supine dan foto dada
posisi erect atau left lateral dekubitus. Udara bebas walaupun
dalam jumlah yang sedikit dapat terdeteksi pada foto polos. Pasien
tetap berada pada posisi tersebut selama 5-10 menit sebelum foto
diambil.Pada foto polos abdomen atau foto dada posisi tegak,
terdapat gambaran udara (radiolusen) berupa daerah berbentuk bulan
sabit (semilunar shadow) diantara diafragma kanan dan hepar atau
diafragma kiri dan lien.Juga bisa tampak area lusen bentuk oval
(perihepatik) di anterior hepar. Pada posisi lateral dekubitus
kiri, didapatkan radiolusen antara batas lateral kanan dari hepar
dan permukaan peritoneum. Pada posisi lateral dekubitus kanan,
tampak triangular sign seperti segitiga (triangular) yang
kecil-kecil dan berjumlah banyak karena pada posisi miring udara
cenderung bergerak ke atas sehingga udara mengisi ruang-ruang di
antara incisura dan dinding abdomen lateral. Pada proyeksi abdomen
supine, berbagai gambaran radiologi dapat terlihat yang meliputi
falciform ligament sign dan Rigler`s sign.Proyeksi yang paling baik
adalah lateral dekubitus kiri dimana udara bebas dapat terlihat
antara batas lateral kanan dari hati dan permukaan peritoneum dan
dapat digunakan untuk setiap pasien yang sangat sakit.Tanda
peritoneum pada foto polos diklasifikasikan menjadi
pneumoperitoneum kecil dan pneumoperitoneum dalam jumlah besar yang
berkaitan dengan lebih dari 1000 ml udara bebas. Gambaran
pneumoperitoneum dengan udara dalam jumlah besar antara lain:
Football sign, yang biasanya menggambarkan pengumpulan udara di
dalam kantung dalam jumlah besar sehingga udara tampak membungkus
seluruh kavum abdomen, mengelilingi ligamen falsiformis sehingga
memberi jejak seperti bola sepak. Gas-relief sign, Rigler sign, dan
double wall sign yang memvisualisasikan dinding terluar lingkaran
usus disebabkan udara di luar lingkaran usus dan udara normal
intralumen. Urachus merupakan refleksi peritoneal vestigial yang
biasanya tidak terlihat pada foto polos abdomen. Urachus memiliki
opasitas yang sama dengan struktur jaringan lunak intraabdomen
lainnya, tapi ketika terjadi pneumoperitoneum, udara tampak
melapisi urachus. Urachus tampak seperti garis tipis linier di
tengah bagian bawah abdomen yang berjalam dari kubah vesika
urinaria ke arah kepala.Dasar urachus tampak sedikit lebih tebal
daripada apeks. Ligamen umbilical lateral yang mengandung pembuluh
darah epigastrik inferior dapat terlihat sebagai huruf V terbalik
di daerah pelvis sebagai akibat pneumoperitoneum dalam jumlah
banyak. Telltale triangle sign menggambarkan daerah segitiga udara
diantara 2 lingkaran usus dengan dinding abdomen. Udara skrotal
dapat terlihat akibat ekstensi intraskrotal peritoneal (melalui
prosesus vaginalis yang paten). Udara di dalam sakus lesser dapat
terlihat, terutama jika perforasi dinding posterior abdomen. Tanda
obstruksi usus besar parsial dengan perforasi divertikulum sigmoid
dapat terjadi yang berkaitan dengan tanda pneumoperitoneumUdara
bebas intraperitoneal tidak terlihat pada sekitar 20-30% yang lebih
disebabkan karena standardisasi yang rendah dan teknik yang tidak
adekuat.Foto polos abdomen menjadi pencitraan utama pada akut
abdomen, termasuk pada perforasi viskus abdomen. Udara sesedikit 1
ml dapat dideteksi dengan foto polos, baik foto torak posisi
berdiri atau foto abdomen posisi left lateral decubitus.Tidak
jarang, pasien dengan akut abdomen dan dicurigai mengalami
perforasi tidak menunjukkan udara bebas pada foto polos
abdomen.Diagnosis banding biasanya meliputi kolesistitis akut,
pankreatitis, dan perforasi ulkus. Sebagai tambahan pemeriksaan,
sekitar 50 ml kontras terlarut air diberikan secara oral atau lewat
NGT pada pasien dengan posisi berbaring miring ke kanan.
2. DIAGNOSTIC PERITONEAL LAVAGE (DPL)Root and Collagnes 1965
Metode pemeriksaan ini cepat, murah, akurat, aman untuk menilai
cedera intraperitonal trauma tumpul maupun trauma tembus
abdomenIndikasi DPL1. Equivocal : Gejala klinik yg meragukan
misalnya trauma jaringan lunak lokal disertai dengan trauma tulang
yang gejala kliniknya saling mengaburkan.2. Unreliable : Kesadaran
pasien menurun setelah trauma kepala /intoksikasi.3. Impractical :
Mengantisipasi kemungkinan pasien membutuhkan pemeriksaan yang lama
waktunya seperti angiografi atau anastesi umum yg lama untuk trauma
lainnya.
Kontra Indikasi Absolute: indikasi yang jelas untuk tindakan
laparotomi Relative: secara teknik sulit dilakukan seperti
kegemukan, pembedahan abdominal sebelumnya, kehamilan
lanjutKelemahan DPL : Tidak bisa evaluasi trauma diaphragma dan
retroperitoneal.Komplikasi DPL : Perdarahan sekunder pd injeksi
anestesi lokal, insisi kulit atau jaringan bawah kulit yang akan
memberikan false positif. Peritonitis akibat perforasi usus. Robek
kandung kencing, Cidera pada struktur abdomen, Infeksi luka
didaerah pencucian (komplikasi tertunda)
3. CT SCAN ABDOMENCT merupakan kriteria standar untuk mendeteksi
pneumoperitoneum, yang lebih sensitif dibanding foto polos abdomen.
Namun, CT tidak selalu dibutuhkan jika dicurigai pneumoperitoneum
dan lebih mahal dan memiliki efek radiasi yang besar. CT berguna
untuk mengidentifikasi bahkan sejumlah kecil udara intraluminal,
terutama ketika temuan foto polos abdomen tidak spesifik. CT kurang
terpengaruh oleh posisi pasien dan teknik yang digunakan. Namun, CT
tidak selalu dapat menbedakan antara pneumoperitoneum yang
disebabkan oleh kondisi benigna atau kondisi lain yang membutuhkan
operasi segera. Pneumoperitoneum dengan udara di anterior kadang
sulit dibedakan dengan udara pada usus yang dilatasi. Sebagai
tambahan, dengan CT sulit untuk melokalisasi perforasi, adanya
udara bebas pada peritoneum merupakan temuan nonspesifik. Hal ini
dapat disebabkan oleh perforasi usus, paska operasi, atau dialisis
peritoneal.Pada posisi supine, udara yang terletak di anterior
dapat dibedakan dengan udara di dalam usus.Jika ada perforasi,
cairan inflamasi yang bocor juga dapat diamati di dalam
peritoneum.Penyebab perforasi kadang dapat didiagnosis.Pada CT dan
radiologi konvensional, kontras oral digunakan untuk
mengopasitaskan lumen GIT dan memperlihatkan adanya
kebocoran.Pemeriksaan kontras dapat mendeteksi adanya kebocoran
kontras melalui diniding usus yang mengalami perforasi; namun,
dengan adanya ulkus duodenum perforasi dengan cepat ditutupi oleh
omentum sehingga bisa tidak terjadi ekstravasasi kontras.Indikasi
CT SCAN Abdomen: Pasien dengan keadaan umum yang stabil Delayed
presentation gejala muncul lebih dari 24 jam setelah trauma Trauma
pada limpa ( spleen )Class Criteria
ICapsular disruption, subcapsular hematoma
IiPeripheral laceration, hematoma < 3cm
IiiFractures extending to the hilum, hematoma > 3cm
IvShattered spleen, vascular disruption
Anatomi normal , liver , spleen Grade 4 splenic rupture (arrow).
Grade 3 splenic laceration (arrow) with hepatic fluid (arrowhead).
A splenic cleft (arrow). This normal variant can be confused with a
splenic laceration. Unlike a laceration, the splenic cleft has
smoothly curved Margins and is not associated with perisplenic
Fluidsuch as blood. Grade 3 splenic laceration with active bleeding
(arrows). Trauma tumpul hepar :
Class criteria
ICapsular tear, < 1cm parenchymal depth
IiParenchymal tear, 1-3cm parenchymal depth
IiiParenchymal disruption, > 3cm parenchymal depth but <
25% of hepatic lobe
IvParenchymal disruption, 25-50% of heptic lobe
VParenchymal disruption, > 50% of hepatic lobe
ViHepatic avulsion
Fragmented right lobe with intrahepatic hematoma. perihepatic
fluid (blood) surrounding right lobe (arrow). Grade 4
intraparanchymal hepatic hematoma of right lobe (arrow). Grade 5
intrahepatic hematoma of right lobe with active bleeding (arrow).
Trauma pancreas : Anatomi setinggi pancreas Pancreatic laceration
(arrow). Pancreatic pseudocyst (arrow) resulting from fluid leaking
from a pancreatic laceration. Trauma ginjal :Class Criteria
IContusions, small corticomedullary lacerations that do not
communicate With the collection system
IiLaceration that communicates with the collection system
IiiShattered kidney, injury to the vascular pedicle
IvUpj avulsion, laceration of the renal pelvis
Anatomi normal setinggi ginjal . Grade I renal laceration
displaying the extension of injury to the vascular pedicle. This
injury to the right kidney has resulted in extavasation of contrast
into the retroperitoneal space (arrow). A post-traumatic adrenal
hematoma (arrow). This injury to the right kidney has resulted in
extavasation of contrast into the retroperitoneal space (arrow). A
post-traumatic adrenal hematoma (arrow). Trauma pada usus :
Perforation with extravasation of contrast from the duodenum
(arrow). Mesenteric laceration with hemoperitoneum(arrows).
Ischemic bowel episode due to trauma ("shock bowel"). Bowel
perforation with massive extravavsation of oral contrast. The dense
contrast filled the peritoneal cavity to the right of the falciform
ligament (arrow). Trauma vesica urinaria : Rupture of bladder with
extravasation of urine into the peritoneal cavity (arrow).
Extravasation of the urine/contrast mix into both the
intraperitoneal (arrow) and extraperitoneal (arrowhead) cavity.
Also note the extensive acetabular fracture (stars).
4. ULTRASONOGRAFI - FASTUltrasonografi (US) pertama kali
digunakan pada pasien trauma di Eropa tahun 1970-an. Sejak tahun
1980-an di Amerika, penggunaan US pada trauma telah digunakan
secara luas dan banyak menggantikan Diagnostic Peritoneal Lavage
(DPL) di kebanyakan trauma center.pemeriksaan FAST (Focused
Assessment Sonography for Trauma) telah dimasukkan dalam bagian
dari Advanced Trauma Life Support sejak tahun 1997.Tujuan
pemeriksaan FAST adalah untuk mendeteksi cairan bebas
intraperitoneal dan pericardial dalam kasus trauma. DPL lebih
sensitif dalam mendeteksi adanya darah intraperitoneal dibanding US
(100.000 sel darah merah/mm3 dianggap positif dengan perbandingan
20 cc dari 1 liter cairan lavase), namun DPL mempunyai kelemahan
yaitu bersifat invasif yang dapat mempunyai komplikasi pada pasien
hamil, pembedahan sebelumnya, dan operator yang kurang
berpengalaman, serta tidak sensitif untuk trauma yang melibatkan
organ retroperitoneal. Dibanding DPL, US merupakan pemeriksaan yang
murah, cepat dan dapat diulang, seta mempunyai spesifisitas lebih
tinggi untuk laparotomi terapeutik. US dapat mendeteksi minimal 250
mL cairan bebas Morissons pouch. Sensitifitas FAST untuk mendeteksi
cairan bebas intraperitoneal dari berbagai penelitian adalah
64-98%, sedangkan spesifisitasnya 86-100%. Variasi yang besar dalam
hasil tersebut disebabkan adanya perbedaan tingkat pengalaman
operator (sonografer berpengalaman, ahli radiologi, ahli bedah dan
residen) dan standar referensi yang digunakan. Walaupun FAST
umumnya digunakan untuk metode imejing diagnostik pada pasien
dengan trauma abdomen, namun diagnosis cedera organ solid abdomen
sangat terbatas.Kecepatan sangat penting karena jika perdarahan
intraabdominal ada, probabilitas kematian akan meningkat sekitar 1%
tiap 3 menit penundaan dilakukannya intervensi.Tempat akumulasi
cairan jika ada cedera organ solid, adalah : Hepatorenal recess
(Morissons pouch), Splenorenal recess, Paracolic gutter,
Retrovesical pouch (pada pria) dan Pouch of Dauglas (pada
wanita).Ultrasonografi FAST juga dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya cedera pada jantung dan pericardium, namun kurang tepat
untuk mendeteksi cedera usus, mesenterium, dan vesika urinaria,
dimana CT merupakan modalitas yang tepat.Keuntungan FAST yang
paling penting yaitu US merupakan metode imejing bedside yang cepat
dan dapat diintegrasikan dalam resusitasi. Kemampuan ini sangat
membantu terutama pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil
dimana ahli bedah traumatologi dapat membuat keputusan klinikyang
cepat. Sebagai tambahan, US bersifat non-ionisasi dan tidak
menggunakan kontras nefrotoksik sehingga merupakan prosedur
tindakan yang aman. DPL juga memiliki peranan dalam diagnosis
trauma abdomen pada pasien hemodinamik yang tidak stabil yang tidak
dapat dimobilisasi ke scanner CT, namun tidak banyak dilakukan lagi
karena prosedur invasif memiliki angka kekerapan terjadi komplikasi
antara 0,6-2,3% dan dikontraindikasikan pada pasien post-surgical,
terlalu gemuk, atau sedang hamil, serta memakan waktu.
TEKNIK PEMERIKSAAN
1. Posisi pasien Posisi pasien sebaiknya diperiksa dalam posisi
supine. posisi lain (Trendelenburg, dan dekubitus) dapat
memfasilitasi penyatuan cairan di daerah tergantung, sehingga
berpotensi meningkatkan hasil deteksi, dan harus dipertimbangkan
jika izin skenario klinis.2. Transduser (Probe)Pemilihan Probe
tergantung pada ukuran pasien. Untuk orang dewasa yang khas,
penetrasi gelombang suara harus minimal 20 cm, oleh karena itu
digunakan 2,5-5 MHz, bentuk melengkung pada Probe ini memungkinkan
medan pandang jauh lebih luas tetapi memiliki resolusi yang
terbatas. Pada pasien anak, Probe curvilinier dengan frekuensi
tinggi memiliki resolusi yang lebih baik dan masih dapat
menghasilkan gelombang suara dengan penetrasi kedalaman yang
memadai.
Gambar B.1. Teknik pemeriksaan FAST pada abdomen
DAERAH PEMERIKSAANFAST scan terdiri dari 6 posisi dasar dalam
mendeteksi ada atau tidaknya cairan pada rongga peritoneum dan
pericardium. Mampu mendeteksi lebih dari 100-250 ml cairan bebas.
CT scan sebagai pembandingnya mampu mendeteksi lebih dari kira-kira
100 ml cairan bebas dalam rongga abdomen.Untuk mencari cairan
abnormal transduser ditempatkan pada :1. Subcostal atau
Subxiphoid2. Right Upper Quadrant (kuadran kanan atas)3. Left Upper
Quadrant (kuadran kiri atas)4. Paracolic gutter5. Regio Pelvis
Gambar C.1. Regio abdomen pada pemeriksaan FAST dan Posisi
Transduser pada Pemeriksaan dasar FAST
FAST view pada abdomen1. Right Upper Quadrant view (Kuadran
kanan atas) menilai Hepatorenal recess (Morissons pouch )Probe
diposisikan di garis axilaris anterior kanan pada intercosta 7-9,
posisi probe marker kearah kepala, sagital terhadap tubuh.
Tampilannya harus menunjukkan hati, ginjal dan diafragma.
Hepatorenal recess (Morissons pouch) adalah ruang potensial yang
terletak d kuadran kanan atas diantara kapsul Glisson dari hepar
dan fascia Gerota dari ginjal kanan. Dalam keadaan normal, tidak
terdapat cairan diantara organ tersebut, dan fascia tampak sebagai
garis hiperekhoik yang memisahkan hepar dan ginjal.
Gambar C.2. US FAST Normal pada Hepatorenal recess (Morissons
pouch) pada kuadran kanan atas.
Gambar C.3. US FAST Abnormal pada Hepatorenal recess: adanya
celah berwarna hitam yang berada diantara dua organ menunjukkan
adanya cairan bebas dalam rongga peritoneum.
2. Left Upper Quadrant view (Kuadran Kiri Atas) menilai
Splenorenal recessProbe diposisikan di garis aksilaris anterior
kiri pada intercosta 10 dan 11 bidang sagital terhadap tubuh untuk
melihat splenorenal recess, marker ke arah kepala. Tampilannya
harus menunjukkan limpa, ginjal dan diafragma. Probe diputar untuk
mendapatkan tampilan longitudinal dan menunjukkan adanya suatu
cairan antara limpa dan ginjal. Pandangan ini dapat dirusak oleh
proyeksi dari bayangan akustik di atas gambaran dari costa.
Splenorenal recess adalah ruang potensial di kuadran kiri atas
abdomen antara Spleen dengan facia Gerotas dari Renal kiri.
Normalnya tidak terdapat cairan bebas, dan fascia tampak sebagai
garis hiperekhoik yang memisahkan kedua organ.
Gambar C.4. US FAST Normal pada Splenorenal recess pada kuadran
kiri atas
Gambar C.5. US FAST Abnormal pada Saplenorenal recess : Adanya
bercak kehitaman diantara dua organ menunjukkan adanya cairan bebas
di dalam rongga peritoneum. Cedera pada organ terkadang dapat
terlihat.
3. Paracolic Gutter viewParacolic gutter kanan terbentang dari
Morissons pouch sampai ke pelvis. Sedangkan paracolic gutter kiri
tidak sedalam yang kanan, dan ligamentum phrenocolic menghambat
pergerakan cairan ke paracolic gutter kiri, sehingga mengalir
secara bebas ke kanan.
Gambar C.6. Paracolic gutter kanan, tampak adanya bayangan
berwarna gelap yang diduga adanya cairan bebas.
4. Suprapubik view menilai PelvisProbe ditempatkan longitudinal
di garis tengah abdomen sekitar 4 cm dari simfisis pubis dan
mengarah ke bawah kesudut panggul . Tampilan USG menunjukkan
kandung kemih. Probe ini kemudian diputar 90 derajat untuk
memindahkan tampilan pada posisi sagital yang mana memberikan
pandangan dari rektum, kandung kemih dan cavum
Dauglass.Retrovesical pouch erbentuk dari lipatan peritoneum dari
rektum ke vesika urinaria (laki-laki), sedangkan pouch of Dauglas
adalah kantung yang terbentuk dari lipatan peritoneum dari rektum
ke dinding belakang uterus (wanita).
Gambar C.7. US FAST Pelvis normal
Gambar C.8. US FAST pelvis Abnormal : adanya cairan pada Cavum
Dauglass5. Subkostal view menilai Pericardium Transduser yang
ditempatkan di daerah subxiphoid pada thorax dengan berkas pancaran
USG memproyeksikan pada bidang koronal. Sedikit agak menekan
terhadap dinding abdomen dengan seluruh transduser mungkin
diperlukan untuk mengarahkan berkas pancaran retrosternally untuk
mendapatkan gambar. Ini menunjukkan gambaran pergerakan jantung,
dalam 4 tampilan ruang. Jantung mudah dikenali, karena geraknya
yang karakteristik. Jantung akan dikelilingi oleh lapisan echogenic
perikardium.
Gambar C.9. FAST Subcostal Normal
Gambar C.10. FAST Subcostal Abnormal : tampak adanya celah hitam
di berada diantara lapisan dinding jantung yang diduga cairan dalam
kantung pericardial.Gambaran yang dapat mengimitasi
pneumoperitoneum meliputi bayangan sebuah costa, artifak ring-down
dari paru yang terisi udara, dan udara kolon anterior yang
interposisi terhadap liver. Udara di kuadran kanan atas dapat
keliru dengan kolesistitis emfisematosa, kalsifikasi mural,
kalsifikasi vesika fellea, vesika fellea porselen, adenomiosis,
udara di dalam abses, tumor, udara bilier, atau udara di dalam vena
porta. Udara intraperitoneal sering sulit dideteksi daripada udara
di lokasi abnormal karena udara intralumen di sekitar.Namun, bahkan
sejumlah kecil udara bebas dapat dideteksi secara anterior atau
anterolateral diantara dinding abdomen dan dekat liver, dimana
lingkaran usus biasanya tidak ditemukan.Sulit untuk membedakan
udara ekstralumen dengan udara intramural atau intraluminal.FAST
Subcostal View normal dan abnormalFAST Kuadran kanan atas normal
dan abnormalFAST Kuadran Kiri atas normal dan abnormalFAST
suprapubik view normal dan abnormal
5. KEUNGGULAN PEMERIKSAAN USG FAST1. Pemeriksaan USG bisa
dikerjakan oleh dokter emergency maupun residen bedah.2.
Pemeriksaan cepat hanya berkisar 2 menit.3. Tidak mahal,
non-invasif, dan sangat portabel.4. Bersifat non-ionisasi dan tidak
menggunakan kontras.5. Dapat menilai toraks, dan rongga retro
peritoneal disamping rongga peritoneum.6. Pemeriksaan serial dapat
mendeteksi perdarahan yang terus berlangsung dan meningkatkan
ketepatan diagnostik.
6. KEKURANGAN PEMERIKSAAN USG FAST
1. Untuk mendapatkan hasil positif diperlukan cairan
intraperitoneal minimal 70 cc dibandingkan DPL yang hanya 20 cc.2.
Akurasinya tergantung pada kemampuan operator atau pembaca hasil
dan turun akurasinya bila pernah operasi abdomen.3. Secara teknik
sulit pada pasien yang tidak suportif/ gelisah, pada pasien yang
terlalu gemuk atau adanya emfisema subkutis yang masif, dan pada
pasien dengan kehamilan dari trimester 3.4. Sensitifitasnya rendah
untuk perforasi usus halus dan cedera pancreas.5. Tidak dapat
mendeteksi secara langsung adanya perdarahan aktif dan asal
perdarahan tersebut.6. Meskipun bekuan darah memberikan gambaran
yang khas, tapi FAST tidak dapat dengan tepat menentukan jenis
cairan bebas intraperitoneal.Keuntungan Kerugian Keuntungan
Kerugian
Pem. KlinikCepat, noninvasifTidak meyakinkan
DPLCepat, tidak mahalSensitive >90% deteksi darahComplikasi
minimalInvasif, terlalu sensitif, spesifiknya terbatasFalse (+)
pada pelvic fracture
USG FASTCepat, Noninvasif, Mudah, dapat dilakukan bed
sideTergantung operator
CT ScanOrgan specific, informasi retroperitonealPenentuan
Grading injuryEstimasi jumlah perdaharanDapat untuk Follow Up
SerialButuh jarak waktu ke ruang CT ScanPotensial alergi thd
kontras
LaparoskopiOrgan specifikNyeri, perlu anastesi umum
LaparotomiSangat spesifikKomplikasi, mahal
7. ALGORITMA PADA TRAUMA TUMPUL ABDOMEN
FAST merupakan teknik yang dilakukan pada kondisi emergensi
untuk mempersempit target organ yang akan dievaluasi sehingga waktu
pemeriksaan lebih efektif. FAST tidak ditujukan untuk menentukan
grading cedera organ solid intraabdomen, namun hanya untuk
mendiagnosis adanya cedera organ tersebut dari tanda langsung yaitu
adanya laserasi organ solid, maupun tanda tidak langsung yaitu
adanya cairan bebas pada ruang potensial rongga abdomen dan
retroperitoneal.Berikut adalah algoritma imejing yang diajukan
dalam diagnosis trauma tumpul abdomen yang disesuaikan dengan
kondisi pasien pada saat admisi ke emergensi, dan bila fasilitas
MDCT tidak terintegrasi dalam ruang emergensi.
Algoritma yang diusulkan bila fasilitas CT/MDCT tidak
terintegrasi dalam ruang emergensi untuk pasien dengan trauma
tumpul abdomen.Pasien dengan hemodinamik tidak stabil dilakukan
skrining dengan US bersamaan resusitasi. Jika temuan US/FAST
positif dan hemodinamik pasien dapat distabilkan, maka CT dapat
dilakukan. Jika temuan US/FAST positif dan hemodinamik pasien tidak
dapat distabilkan, maka Laparatomi eksplorasif harus segera
dilakukan. Jika FAST negatif, maka harus dicar