REFERAT Perdarahan Uterus Abnormal Penyusun : Hendra Sucipta ( 11.2014.339) Pembimbing : dr. Intan R Silitonga, Sp.OG KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA – RS RAJAWALI BANDUNG, 2015
REFERAT
Perdarahan Uterus Abnormal
Penyusun :
Hendra Sucipta ( 11.2014.339)
Pembimbing :
dr. Intan R Silitonga, Sp.OG
KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA – RS RAJAWALI
BANDUNG, 2015
Kata Pengantar
Puji Syukur saya haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karuniaNya sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Saya juga ingin mengucapkan terima
kasih kepada dr. Intan R Silitonga, Sp.OG sebagai pembimbing yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi Referat ini disusun sebagai
sarana diskusi dan pembelajaran mengenai Perdarahan Uterus Abnormal, serta diajukan guna
memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan Ginekologi di rumah sakit Rajawali,
Bandung. Dalam makalah ini membahas megenai Perdarahan Uterus Abnormal. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sehingga dapat memberi informasi kepada
para pembaca.
Penyusun menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sehingga lebih baik pada penyusunan makalah berikutnya. Terima kasih.
Bandung, April 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Perdarahan uterus abnormal meliputi perdarahan menstruasi yang tidak normal dan
perdarahan akibat penyebab lain seperti kehamilan, penyakit sistemik, atau kanker. Diagnosis
dan pengelolaan perdarahan uterus abnormal menyajikan beberapa masalah yang paling sulit
dalam ginekologi. Pasien mungkin tidak dapat melokalisasi sumber perdarahan dari vagina,
uretra, atau rektum. Pada wanita usia produktif, komplikasi kehamilan harus selalu
dipertimbangkan, dan harus selalu ingat bahwa lebih dari 1 kesatuan dapat hadir, seperti
mioma uteri dan kanker serviks.1
Pendarahan uterus abnormal dapat ditangani dengan cepat dan tepat, bila diketahui
etiologi/penyebab pasti yang dapat berupa kelainan struktur dan kelainan non struktur.
Kelainan struktur yang paling sering adalah mioma uterus terutama mioma submukosum,
endometriosis, polip, kanker endometrium, hiperplasia endometrium dan adneksitis. Kelainan
non struktur seperti yang telah diklasifikasikan oleh Federation international obstetric dan
gynecology (FIGO) dalam singkatan PALM –COEIN.2
Federasi international obstetri dan ginekologi telah menyetujui sistem kalsifikasi baru
(PALM – COEIN) pada penyebab terjadinya perdarahan uterus abnormal pada
perempuantidak hamil pada usia reproduksi. Dari Sembilan kategori pada sistem klasifikasi
baru (PALM-COEIN) oleh FIGO,empat pertama didefinisikan sebagai kriteria struktural
yang objektif secara visual seperti (PALM,: Polyp, Adenomyosis, Leiomyoma dan
Hyperplasia Malignancy. Empat kedua tidak berhubungan dengan struktural yang abnormal
(COEI : Coagulopathy, Ovulatory Dysfunction, Endometrial dan Iatrogenic), dan kategori
terakhir adalah entitas bahwa Not yet Classified (N).2
BAB II
ISI
Definisi
Perdarahan uterus abnormal termasuk didalamnya adalah perdarahan menstruasi
abnormal, dan perdarahan akibat penyebab lain seperti kehamilan, penyakit sistemik, atau
kanker. Diagnosis dan manajemen dari perdarahan uterus abnormal saat ini menjadi sesuatu
yang sulit dalam bidang ginekologi. Pasien mungkin tidak bisa melokalisir sumber
perdarahan berasal dari vagina, uretra, atau rektum. Pada wanita menyusui, komplikasi
kehamilan harus selalu dipikirkan, dan perlu diingat adanya dua keadaan sangat mungkin
terjadi secara bersamaan (misal mioma uteri dan kanker leher rahim).
Pola dari perdarahan uterus abnormal
Penggolongan standar dari perdarahan abnormal dibedakan menjadi 7 pola:
1) Menoragia (hipermenorea) adalah perdarahan menstruasi yang banyak dan
memanjang. Adanya bekuan-bekuan darah tidak selalu abnormal, tetapi dapat
menandakan adanya perdarahan yang banyak. Perdarahan yang ‘gushing’ dan ‘open-
faucet’ selalu menandakan sesuatu yang tidak lazim. Mioma submukosa, komplikasi
kehamilan, adenomiosis, IUD, hiperplasia endometrium, tumor ganas, dan
perdarahan disfungsional adalah penyebab tersering dari menoragia.
2) Hipomenorea (kriptomenorea) adalah perdarahan menstruasi yang sedikit, dan
terkadang hanya berupa bercak darah. Obstruksi seperti pada stenosis himen atau
serviks mungkin sebagai penyebab. Sinekia uterus (Asherman’s Syndrome) dapat
menjadi penyebab dan diagnosis ditegakkan dengan histerogram dan histeroskopi.
Pasien yang menjalani kontrasepsi oral terkadang mengeluh seperti ini, dan dapat
dipastikan ini tidak apa-apa.
3) Metroragia (perdarahan intermenstrual) adalah perdarahan yang terjadi pada
waktu-waktu diantara periode menstruasi. Perdarahan ovulatoar terjadi di tengah-
tengah siklus ditandai dengan bercak darah, dan dapat dilacak dengan memantau
suhu tubuh basal. Polip endometrium, karsinoma endometrium, dan karsinoma
serviks adalah penyebab yang patologis. Pada beberapa tahun administrasi estrogen
eksogen menjadi penyebab umum pada perdarahan tipe ini.
4) Polimenorea berarti periode menstruasi yang terjadi terlalu sering. Hal ini biasanya
berhubungan dengan anovulasi dan pemendekan fase luteal pada siklus menstruasi.
5) Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi pada interval yang iregular. Jumlah
dan durasi perdarahan juga bervariasi. Kondisi apapun yang menyebabkan
perdarahan intermenstrual dapat menyebabkan menometroragia. Onset yang tiba-tiba
dari episode perdarahan dapat mengindikasikan adanya keganasan atau komplikasi
dari kehamilan.
6) Oligomenorea adalah periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari. Amenorea
didiagnosis bila tidak ada menstruasi selama lebih dari 6 bulan. Volume perdarahan
biasanya berkurang dan biasanya berhubungan dengan anovulasi, baik itu dari
faktor endokrin (kehamilan, pituitari-hipotalamus) ataupun faktor sistemik
(penurunan berat badan yang terlalu banyak). Tumor yang mengekskresikan
estrogen menyebabkan oligomenorea terlebih dahulu, sebelum menjadi pola yang
lain.
7) Perdarahan kontak (perdarahan post-koitus) harus dianggap sebagai tanda dari
kanker leher rahim sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Penyebab lain dari
perdarahan kontak yang lebih sering yaitu servikal eversi, polip serviks, infeksi
serviks atau vagina (Trichomonas) atau atropik vaginitis. Hapusan sitologi negatif
tidak menyingkirkan diagnosis kanker serviks invasif, kolposkopi dan biopsi sangat
dianjurkan untuk dilakukan.
Perdarahan Bukan Haid
Yang dimaksudkan disini ialah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid.
Perdarahan itu tampak terpisahdan dapat dibedakan dari haid, atau 2 jenis perdarahan ini
menjadi satu; yang pertama dinamakan metroragia,yang kedua menometroragia. Metroragia
atau menometroragia dapat disebabkan oleh kelainan organik pada alat genital atau oleh
kelainan fungsional.
Etiologi
Sebab-sebab organik
Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada:
a) Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada porsio
uteri, karsinoma servisis uteri;
b) Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus iminens, abortus sedang
berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio
uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri;
c) Tuba Falopii, seperti kehamilan ektopik terganggu, radang tuba, tumor tuba;
d) Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.
Sebab-sebab fungsional
Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik,
dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada
setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi , kelainan ini lebih sering
dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari
wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur
diatas 40 tahun, dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek banyak
dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena
keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah
sakit.
Perdarahan uterus abnormal pada wanita tidak hamil di usia reproduktif memiliki
patologi yang sangat luas. Ada banyak sekali terminologi yang digunakan baik untuk
mendeskripsikan gejala maupun mengenai gangguannya sendiri sehingga dirasa cukup
membingungkan dalam manajemen klinis dan dalam menerjemahkan sebuat riset dan uji
klinis.
Perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah
maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid
yang memanjang atau tidak beraturan. Terminologi menoragia saat ini diganti dengan
perdarahan haid banyak atau heavy menstrual bleeding sedangkan perdarahan uterus
abnormal yang disebabkan oleh faktor koagulopati, gangguan hemostasis lokal endometrium
dan gangguan ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan
uterus disfungsional (PUD)
Perdarahan uterus abnormal terbagi menjadi :
1. Perdarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai perdarahan haid yang
banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah kehilangan
darah. Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi PUA kronik atau
tanpa riwayat sebelumnya.
2. Perdarahan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk perdarahan
uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak
memerlukan penanganan yang cepat dibandingkan dengan PUA akut.
3. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan perdarahan haid yang
terjadi diantara 2 siklus haid yang teratur. Perdarahan dapat terjadi kapan saja atau
dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan untuk
mengganti terminologi metroragia.
Sistem klasifikasi PALM COEIN
Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), terdapat
9 kategori utama disusun sesuai dengan akronim “PALM COEIN” yakni ; polip,
adenomiosis, leiomioma, malignancy dan hiperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction,
endometrial, iatrogenik, dan not yet classified.
Kelompok PALM merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai dengan berbagai
teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok “COEIN” merupakan
kelinan non strruktural yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau histopatologi.
Sistem klasifikasi tersebut disusun berdasarkan pertimbangan bahwa seorang pasien dapat
memiliki satu atau lebih faktor penyebab PUA.
A. Polip (PUA-P)
Definisi :
- Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik bertangkai maupun
tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan kelenjar endometrium dan
dilapisi oleh epitel endometrium\
Gejala :
- Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula menyebabkan PUA.
- Lesi umumnya jinak, namun sebagian kecil atipik atau ganas.
Diagnostik :
- Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan atau histeroskopi,
dengan atau tanpa hasil histopatologi.
- Histopatologi pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan stroma endometrium yang
memiliki vaskularisasi dan dilapisi oleh epitel endometrium
B. Adenomiosis (PUA-A)
Definisi :
- Dijumpai jaringan stroma dan kelenjar endometrium ektopik pada lapisan
miometrium
Gejala :
- Nyeri haid, nyeri saat senggama, nyeri menjelang atau sesudah haid, nyeri saat buang
air besar, atau nyeri pelvik kronik
- Gejala nyeri tersebut diatas dapat disertai dengan perdarahan uterus abnormal.
Diagnostik :
- Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalaman jaringan endometrium pada
hasil histopatologi
- Adenomiosis dimasukkan ke dalam sistem klasifikasi berdasarkan pemeriksaan MRI
dan USG
- Mengingat terbatasnya fasilitas MRI, pemeriksaan USG cukup untuk mendiagnosis
adenomiosis
- Hasil USG menunjukkan jaringan endometrium heterotopik pada miometrium dan
sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi miometrium.
- Hasil histopatologi menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma endometrium
ektopik pada jaringan miometrium.
C. Leiomioma (PUA-L)
Definisi :
- Pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan miometrium
Gejala :
- Perdarahan uterus abnormal
- Penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan dinding abdomen
Diagnostik :
- Mioma uteri umumnya tidak memberikan gejala dan biasanya bukan penyebab
tunggal PUA
- Pertimbangan dalam membuat sistem klasifikasi mioma uteri yakni hubungan mioma
uteri dengan endometrium dan serosa lokasi, ukuran, serta jumlkah mioma uteri.
Berikut adalah klasifikasi mioma uteri :
a. Primer : ada atau tidaknya satu atau lebih mioma uteri
b. Sekunder : membedakan mioma uteri yang melibatkan endometrium (mioma uteri
submukosum) dengan jenis mioma uteri lainnya.
c. Tersier : Klasifikasi untuk mioma uteri submukosum, intramural dan subserosum.
D. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)
Definisi :
- Pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari lapisan endometrium
Gejala :
- Perdarahan uterus abnormal
Diagnostik :
- Meskipun jarang ditemukan, namun hiperplasia atipik dan keganasan merupakan
penyebab penting PUA
- Klasifikasi keganasan dan hiperplasia menggunakan sistem klasifikasi FIGO dan
WHO
- Diagnostik pasti ditegakkan berdarkan pemeriksaan histopatologi.
E. Coagulopathy (PUA-C)
Definisi :
- Gangguan hemostatis sistemik yang berdampak terhadap perdarahan uterus
Gejala :
- Perdarahan uterus abnormal
Diagnostik :
- Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostatis sistemik yang terkait
dengan PUA
- Tiga belas persen perempuan dengan perdarahan haid banyak memiliki kelainan
hemostatis sistemik, dan yang paling sering ditemukan adalah penyakit von
Willebrand
F. Ovulatory dysfunction (PUA-O)
Definisi :
- Kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya perdarahan uterus
Gejala :
- Perdarahan uterus abnormal
Diagnostik :
- Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi
perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi
- Dahulu termasuk dalam kriteria Perdarahan uterus disfungsional (PUD)
- Gejala bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang, hingga
perdarahan haid banyak
- Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarioum polikistik,
hiperprolaktenemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat badan, anoreksia atau
olahraga berat yang berlebihan.
G. Endometrial (PUA-E)
Definisi :
- Gangguan hemostatis lokal endometrium yang memiliki kaitan erat dengan terjadinya
perdarahan uterus.
Gejala :
- Perdarahan uterus abnormal
Diagnostik :
- Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid teratur
- Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan hemostatis lokal
endometrium
- Adanya penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi seperti endothelin-1
dan prostaglandin F2α serta peningkatan aktifitas fibrinolitik
- Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengah atau perdarahan yang berlanjut
akibat gangguan hemostasis lokal endometrium
- Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan lain pada siklus haid
yang berovulasi
H. Iatrogenik (PUA-I)
- Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi medis seperti
penggunaan estrogen, progestin, AKDR.
- Perdarahan haid diluar jadwal yang terjadi akibat penggunaan estrogen atau progestin
dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau breakthrough bleeding.
- Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi yang
disebabkan oleh sebagai berikut :
o Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi
o Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin
o Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna anti koagulan
( warfarin, heparin, dan low molecular weight heparin) dimasukkan ke dalam
klasifikasi PUA-C
I. Not yet classified (PUA-N)
- Kategori not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit
dimasukkan dalam klasifikasi
- Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini adalah endometritis kronik atau
malformasi arteri-vena
- Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannya dengan kejadian PUA
Penulisan
Kemungkinan penyebab PUA pada individu bisa lebih dari satu karena itu dibuat sistem
penulisan
- Angka 0 : tidak ada kelainan pada pasien
- Angka 1 : terdapat kelainan pada pasien
- Tanda tanya (?) : belum dilakukan penilaian
Sistem penulisan pada pasien yang mengalami PUA karena gangguan ovulasi dan mioma
uteri submukosum adalah PUA P0 A0 L1(SM) M0 - C0 O1 E0 I0 N0. Pada praktek sehari-hari
gangguan di atas dapat ditulis PUA L(SM); O.7
Diagnosis Perdarahan Uterus Abnormal
1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya faktor risiko kelainan
tiroid, penambahan dan penurunan BB yang drastis, serta riwayat kelainan
hemostasis pada pasien dan keluarganya. Perlu ditanyakan siklus haid sebelumnya
serta waktu mulai terjadinya perdarahan uterus abnormal.1
Prevalensi penyakit von Willebrand pada perempuan perdarahan haid rata-rata
meningkat 10% dibandingkan populasi normal. Karena itu perlu dilakukan
pertanyaan untuk mengidentifikasi penyakit von Willebrand. 1
Pada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat kepatuhannya
dan obat-obat lain yang diperkirakan mengganggu koagulasi. 1
Anamnesis terstruktur dapat digunakan sebagai penapis gangguan hemostasis
dengan sensitivitas 90%. Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada
perempuan dengan hasil penapisan positif. 1
Tabel Penapisan klinis pasien dengan perdarahan haid banyak karena kelainan hemostatis
Tabel Diagnosis banding PUA
2. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan
hemodinamik.
Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak berhubungan
dengan kehamilan.
Pemeriksaan indeks massa tubuh, tanda tanda hiperandrogen, pembesaran kelenjar
tiroid atau manifestasi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea (hiperprolaktinemia),
gangguan lapang pandang (adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib
diperiksa.1
3. Pemeriksaan Ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan pap
smear.
Harus disingkirkan pula kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia
endometrium atau keganasan. 1
Penilaian Ovulasi
Siklus haid yang berovulasi berkisar 22-35 hari.
Jenis perdarahan PUA-O bersifat ireguler dan sering diselingi amenorea.
Konfirmasi ovulasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan progesteron serum fase
luteal atau USG transvaginal bila diperlukan. 1
Penilaian Endometrium
Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada semua pasien PUA.
Pengambilan sampel endometrium hanya dilakukan pada:
o Perempuan umur > 45 tahun
o Terdapat faktor risiko genetik
USG transvaginal menggambarkan penebalan endometrium kompleks yang
merupakan faktor risiko hiperplasia atipik atau kanker endometrium
Terdapat faktor risiko diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, nulipara
Perempuan dengan riwayat keluarga nonpolyposis colorectal cancer memiliki
risiko kanker endometrium sebesar 60% dengan rerata umur saat diagnosis antara
48-50 tahun
Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada perdarahan uterus
abnormal yang menetap (tidak respons terhadap pengobatan). 1
Penilaian Kavum Uteri
Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya polip endometrium atau mioma
uteri submukosum.
USG transvaginal merupakan alat penapis yang tepat dan harus dilakukan pada
pemeriksaan awal PUA.
Bila dicurigai terdapat polip endometrium atau mioma uteri submukosum
disarankan untuk melakukan Saline Infusion Sonography (SIS) atau histeroskopi.
Keuntungan dalam penggunaan histeroskopi adalah diagnosis dan terapi dapat
dilakukan bersamaan. 1
Penilaian Miometrium
Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau adenomiosis.
Miometrium dinilai menggunakan USG (transvaginal, transrektal dan abdominal),
SIS, histeroskopi atau MRI.
Pemeriksaan adenomiosis menggunakan MRI lebih unggul dibandingkan USG
transvaginal. 1
Manifestasi KlinisPerdarahan uterus abnormal akut :
a. Jika perdarahan aktif dan banyak disertai dengan gangguan hemodinamik dan atau Hb
< 10 g/dl perlu dilakukan rawat inap
b. Jika hemodinamik stabil, cukup rawat jalan (kemudian ke langkah D)
c. Pasien rawat inap, berikan infus cairan kristaloid, oksigen 2 liter/menit dan transfusi
darah jika Hb < 7 g/dl, untuk perbaikan hemodinamik
d. Stop perdarahan dengan estrogen ekuin kjonyugasi (EEK) 2-5 mg (rek b) per oral
setiap 4-6 jam, ditambah prometasin 25 mg per oral atau injeksi IM setiap 4-6 jam
(untuk mengatasi mual). Asam traneksamat 3x1 gr (rek A) atau anti inflamasi non
steroid 3x500 mg diberikan bersama dengan EEK. Untuk pasien dirawat, dapat
dipasang balon kateter foley no 10 ke dalam uterus dan diisi cairan kurang lebih 15
ml, dipertahankan 12-24 jam.
e. Jika perdarahan tidak berhenti dalam 12-24 jam lakukan dilatasi dan kuretase. (rek B)
f. Jika perdarahan berhenti dalam 24 jam, lanjutkan dengan kontrasepsi oral kombinasi
(KOK) (rek B) 4x1 tablet perhari (4 hari), 3x1 tablet perhari (3 hari), 2x1 tablet
perhari (2 hari) dan 1x 1 tablet (3 minggu) kemudian stop 1 minggu, dilanjutkan KOK
siklik 3 minggu dengan jeda 1 minggi selama 3 siklus atau LNG-IUS (rek A)
g. Jika terdapat kontraindikasi KOK, berikan medroksi progesteron asetat (MPA) 10 mg
perhari (7 hari) (rek A) siklik selama 3 bulan
h. Untuk riwayat perdarahan berulang sebelumnya injeksi gonadotropin releasing
hormone (GnRH) agonis (rek A) dapat diberikan bersamaan dengan pemberian KOK
untuk stop perdarahan (langkah D). GnRH diberikan 2-3 siklus dengan interval 4
minggu.
i. Ketika hemodinamik pasien stabil, perlu upaya diagnostik untuk mencari penyebab
perdarahan. Lakukan pemeriksaan USG transvaginal/ transrektal (rek B), periksa
darah perifer lengkap (DPL) (rek C), hitung trombosit (rek C), prothrombin time (PT)
(rek C), activated partial thromboplastin time (aPTT) (rek C) dan thyroid stimulating
hormone (TSH). Saline Infused Sonohysterogram (SIS) dapat dilakukan jika
endometrium yang terlihat tebal, untuk melihat adanya polip endometrium atau
mioma submukosim.
j. Jika terapi medika mentosa tidak berhasil atau ada kelainan organik, maka dapat
dilakukan terapi pembedahan seperti ablasi endometrium (rek A), miomektomi,
polipektomi, histerektomi. (rel A)
Perdarahan uterus abnormal kronik
a. Jika dari anamnesa yang terstruktur ditemukan bahwa pasien mengalami satu atau
lebih kondisi perdarahan yang lama dan tidak dapat diramalkan dalam 3 bulan
terakhir.
b. Pemeriksaan fisik berikut dengan evaluasi rahim, pemeriksaan dfarah perifer lengkap
wajib dilakukan.
c. Pastikan fungsi ovulasi dari pasien tersebut
d. Tanyakan pada pasien adakah penggunaan obat tertentu yang dapat memicu PUA dan
lakukan juga pemeriksaan koagulopati bawaan jika terdapat indikasi
e. Pastikan apakah pasien masih ingin menginginkan keturunan
f. Anamnesis dilakukan untuk menilai ovulasi, kelainan sistemik, dan penggunaan yang
mempengaruhi kejadian PUA. Keinginan pasien untuk memiliki keturunan dapat
menentukan penanganan selanjutnya. Pemeriksaan tambahan meliputi pemeriksaan
darah perifer lengkap, pemeriksaan untuk menilai gangguan ovulasi (fungsi tiroid,
prolaktin, dan androgen serum) serta pemeriksaan hemostasis
Penanganan perdarahan uterus abnormal berdasarkan penyebab
A. Polip
Penanganan polip endometrium dapat dilakukan dengan :
o Reseksi secara histeroskopi
o Dilatasi dan kuretase
o Kuret hisap
o Hasil dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi
B. Adenomiosis
o Diagnosa adenomiosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG atau MRI
o Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan
o Bila pasien menginginkan kehamilan dapat diberikana analog GnRH +
addback therapy atau LNG-IUS selama 6 bulan
o Adenomiomektomi dengan teknik osada merupakan alternatif pada pasien
yang ingin hamil (terutama pada adenomiosis > 6cm)
o Bila pasien tidak ingin hamil, reseksi atau ablasi endometrium dapat
dilakukan. Histerektomi dilakukan pada kasus dengan gagal pengobatan
C. Leiomioma uteri
o Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG
o Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan
o Histeroskopi reseksi mioma uteri submukosum dilakukan terutama bila pasien
menginginkan kehamilan
Pilihan pertama untuk mioma uteri submukosum berukuran < 4 cm
Pilihan kedua untuk mioma uteri submukosum derajat 0 atau 1
Pilihan ketiga untuk mioma uteri submukosum derajat 2
o Bila terdapat mioma uteri intramural atau subserosum dapat dilakukan
penanganan sesuai PUA-E/O. Pembedahan dilakukan bila respon pengobatan
tidak cocok
o Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat dilakukan pengobatan untuk
mengurangi perdarahan dan memperbaiki anemia
o Bila respon pengobatan tidak cocok dapat dilakukan pembedahan embolisasi
arteri uterina merupakan alternatif tindakan pembedahan.
D. Malignancy and hyperplasia
o Diagnosis hiperplasia endometrium atipik ditegakkan berdasarkan penilaian
histopatologi
o Tanyakan apakah pasien menginginkan kehamilan
o Jika pasien menginginkan kehamilan dapat dilakukan D&K dilanjutkan
dengan pemberian progestin, analog GnRH atau LNG-IUS selama 6 bulan
o Bila pasien tidak menginginkan kehamilan tindakan histrektomi merupakan
pilihan
o Biopsi endometrium diperlukan untuk pemeriksaan histopatologi pada akhir
bulan ke 6 pengobatan
o Jika keadaan hyperplasia atipik menetap, lakukan histrektomi
E. Coagulopathy
o Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostasis sistemik yang
berkaitan dengan PUA.
o Penanganan multidisiplin diperlukan pada kasus ini
o Pengobatan dengan asam traneksamat, progestin, kombinasi pil estrogen-
progestin dan LNG-IUS pada kasus ini meberikan hasil yang sama bila
dibandingkan dengan kelompok tanpa kelainan koagulasi
o Jika terdapat kontraindikasi terhadap asam trneksamat atau PKK dapat
diberikan LNG-IUS atau dilakukan pembedahan bergantung pada umur pasien
o Terapi spesifik seperti desmopressin dapat digunakan pada penyakit von
willebrand
F. Ovulatory dysfunction
o Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi
klinik perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi
o Pemeriksaan hormon tiroid dan prolaktin perlu dilakukan terutama pada
keadaan oligomenorea bila dijumpai hiperprolaktinemia yang disebabkan oleh
hipotiroid maka kondisi ini harus diterapi
o Pada perempuan umur > 45 tahun atau dengan risiko tinggi keganasan
endometrium perlu dilakukan pemeriksaan USG transvaginal dan
pengambilan sampel endometrium
o Bila tidak dijumpai faktor resiko untuk keganasan endometrium lakukan
penilaian apakah pasien menginginkan kehamilan atau tidak
o Bila menginginkan kehamilan dapat langsung mengikuti prosedur tatalaksana
infertilitas
o Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat diberikan terapi hormonal
dengan menilai ada atau tidaknya kontraindikasi terhadap PKK
o Bila tidak dijumpai kontraindikasi dapat diberikan PKK selama 3 bulan
(rekomendasi A)
o Bila dijumpai kontraindikasi pemberian PKK dapat diberikan preparat
progestin selama 14 hari, kemudian stop 14 hari. Hal ini diulang sampai 3x
siklus
o Setelah 3 bulan lakukan evaluasi untuk menilai hasil pengobatan
o Bila keluhan pasien berkurang pengobatan hormonal dapat dilanjutkan atau di
stop sesuai keinginan pasien
o Bila keluhan tidak berkurang lakukan pemberian PKK atau progestin dosis
tinggi (naikkan dosis setiap 2 hari sampai perdarahan berhenti atau dosis
maksimal). Perhatian terhadap kemungkinan munculnya efek samping sepert
sindrom pra haid. Lakukan pemeriksaan ulang dengan USG TV atau SIS
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya polip endometrium atau mioma
uteri. Pertimbangkan tindakan kuretase untuk menyingkirkan keganasan
endometrium. Bila pengobatan medikamentosa gagal, dapat dilakukan ablasi
endometrium, reseksi mioma dengan histeroskopi dan histerektomi. Tindakan
ablasi endometrium pada perdarahan uterus yang banyak dapat ditawarkan
setelah memberikan informed consent yang jelas pada pasien. Pada uterus
dengan ukuran < 10 minggu.
G. Endometrial
o Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid
yang teratur
o Pemeriksaan fungsi tiroid dilakukan bila didapatkan gejala dan tanda
hipotiroid atau hipertiroid pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
USG transvaginal dan SIS terutama dapat dilakukan untuk menilai kavum
uteri
o Jika pasien memerlukanb kontrasepsi lanjutkan ke G, jika tidak lanjutkan ke
point 4
o Asam traneksamat 3x1 g dan asam mefenamat 3x500mg merupaka pilihan lini
pertama dalam tatalaksana menoragia
o Lakukan observasi selama 3 sillus menstruasi
o Jika respon pengobatan tidak adekuat lanjutkan ke point 7
o Nilai apakah terdapat kontraindikasi pemberian PKK
o PKK mampu mengurangi jumlah perdarahan dengan menekan pertumbuhan
endometrium. Dapat dimulai pada hari apa saja, selanjutnya pada hari pertama
siklus menstruasi
o Jika pasien memiliki kontraindikasi terhadap PKK maka dapat diberikan
preparat progestin siklik selama 14 hari diikuti dengan 14 hari tanpa obat.
Kemudian diulang selama 3 siklus. Dapat ditawarkan penggunaan LNG-IUS
o Jika setelah 3 bulan, respon pengobatan tidak adekuat dapat dilakukan
penilaian USG transvaginal atau SIS untuk menilai kavum uteri
o Jika dengan USG TV atau SIS didapatkan polip atau mioma submukosum
segera pertimbangkan untuk melakukan reseksi dengan histeroskopi
o Jika hasil USG TV atau SIS didapatkan ketebalan endometrium > 10 mm,
lakukan pengambilan sampel endometrium untuk menyingkirkan
kemungkinan hiperplasia
o Jika terdapat adenomiosis dapat dilakukan pemeriksaan MRI, terapi dengan
progestin, LNG IUS, GnRH atau histerektomi
o Jika hasil pemeriksaan USG TV atau SIS menunjukkan hasil normal atau
terdapat kelainan tetapi tidak dapat dilakukan terapi konservatif maka
dilakukan evaluasi terhadap funsi reproduksinya
o Jika pasien sudah tidak menginginkan fungsi reproduksi dapat dilakukan
ablasi endometrium atau histerektomi. Jika pasien masih ingin
mempertahankuan fungsi reproduksi anjurkan pasien untuk mencatat siklus
haidnya dengan baik dan memantau kadar HB
H. Iatrogenik
- Penanganan karena efek samping PKK
o Penanganan efek sampaing PUA-E disesuaikan dengan algoritma PUA-E
o Perdarahan sela ( breakthrough bleeding) dapat terjadi dalam 3 bulan pertama
atau setelah 3 bulan penggunaan PKK
o Jika perdarahan sela terjadi dalam 3 bulan pertama makan penggunaan PKK
dilanjutkan dengan mencatat siklus haid
o Jika pasien tidak ingin melanjutkan PKK atau perdarahan menetap selama > 3
bulan lanjutkan ke point 5
o Lakukan pemeriksaan Chlamydia dan Neisseria (endometritis), bila positif
berikan doksisiklin 2 x 100 mg selama 10 hari. Yakinkan pasien minum PKK
secara teratur. Pertimbangkan untuk menaikkan dosis estrogen jika usia pasien
lebih dari 35 tahun dilakukan biopsi endometrium
o Jika perdarahan abnormal menetap lakukan TVS, SIS atau histeroskopi untuk
menyingkirkan kelainan saluran reproduksi
o Jika perdarahan sela terjad isetelah 3 bulan pertama penggunaan PKK,
lanjutkan ke point 5
o Jika efek samping berupa amenorea lanjutkan ke point 9
o Singkirkan kehamilan
o Jika tidak hamil, naikkan dosis estrogen atau lanjutkan pil yang sama
- Perdarahan karena efek samping kontrasepsi progestin
o Jika terdapat amenorea atau perdarahan bercak, lanjutkan ke point 2
o Konseling bahwa kelainan ini merupakan hal biasa
o Jika efek samping berupa PUA-O, lanjutkan ke point 4
o Jika usia pasien > 35 tahun dan memiliki risiko tinggi keganasan
endometrium, lanjutkan ke 5, jika tidak lanjutkan ke 6
o Biopsi endometrium
o Jika dalam 4-6 bulan pertama pemakaian kontrasepsi, lanjutkan ke 7. Jika
tidak lanjutkan ke 9
o Berikan 3 alternatif sebagai berikut :
Lanjutkan kontrasepsi progestin dengan dosis yang sama
Ganti kontrasepsi dengan PKK ( jika tidak ada kontraindikasi)
Sunti DMPA setiap 2 bulan (khusus akseptor DMPA)
o Bila perdarahan tetap berlangsung setelah 6 bulan lanjutkan ke point 9
o Berikan estrogen jangka pendek (EEK 4x1.25 mg/hari selama 7 hari) yang
dapat diulang jika perdarahan abnormal terjadi kembali. Pertimbangkan
pemilihan metoda kontrasepsi lain
- Perdarahan karena efek samping AKDR
o Jika pada pemeriksaan pelvik dijumpai rasa nyeri, lanjukan ke point 2
o Berikan doksisiklin 2x100mg sehari selama 10 hari karena perdarahan pada
penggunaan AKDR dapat disebabkan oleh endometritis. Jika ridak ada
perbaikan, pertimbangkan untuk mengangkat AKDR
o Jika tidak dijumpai rasa nyeri dan AKDR digunakan dalam 4-6 bulan pertama
lanjutkan ke point 4. Jika tidak lanjutkan ke point 5
o Lanjutkan penggunaan AKDR, jika perlu ditambahkan AINS. Jika setelah 6
bulan perdarahan tetap terjadi dan pasien ingin diobati lanjutkan ke point 5
o Berikan PKK untuk 1 siklus
o Jika perdarahan abnormal menetap lakukan pengangkatan AKDR. Bila usia
pasien > 35 tahun lakukan biopsi endometrium
Pemilihan obat-obatan pada perdarahan uterus abnormal (non-hormonal)Asam Traneksamat
Obat ini bersifat inhibitor kompetitif pada aktivasi plasminogen. Plasminogen akan
diubah menjadi plasmin yang berfungsi untuk memecah fibrin menjadi fibrin degradation
product (FDPs). Oleh karena itu obat ini berfungsi sebagai agen anti fibrinolitik. Obat ini
akan menghambat faktor-faktor yang memicu terjadinya pembekuan darah, namun tidak
menimbulkan kejadian trombosis. Perdarahan menstruasi melibatkan pencairan darah beku
dari arteriol spinal endometrium, maka pengurangan dari proses ini dipercaya sebagai
mekanisme penurunan jumlah darah mens. Efek samping : gangguan pencernaan, diare, sakit
kepala. Dosisnya untuk perdarahan mens yang berat adalah 1g (2x500mg) dari awal
perdarahan hingga 4 hari.
Obar anti inflamasi non steroid (AINS)
Kadar prostaglandin pada endometrium penderita gangguan haid akan meningkat.
AINS ditujukan untuk menghambat siklooksigenase, dan akan menurunkan sintesa
prostaglandin pada endometrium. Prostaglandin mempengaruhi reaktivitas jaringan lokal dan
terlibat dalam respon inflamasi, jalur nyeri, perdarahan uterus, dan kram uterus. AINS dapat
mengurangi jumlah darah haid hingga 20-50 persen Pemberian AINS dapat dimulai sejak
perdarahan hari pertama astau sebelumnya hingga perdarahan yang banyak berhenti. Efek
samping : gangguan pencernaan, diare, perburukan asma pada penderita yang sensitif, ulkus
peptikum hingga kemungkinan terjadinya perdarahan dan peritonitis.
Pemilihan obat-obatan pada perdarahan uterus abnormal (hormonal)Estrogen
Sediaan ini digunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak. Sediaan yang
digunakan adalah EEK, dengan dosis 2.5 mg per oral 4x1 dalam waktu 48 jam. Pemberian
EEK dosis tinggi tersebut dapat disertai dengan pemberian obat anti emetik seperti
promethazine 25 mg per oral atau intra muskular setiap 4-6 jam sesuai dengan kebutuhan.
Mekanisme kerja obat ini belum jelas, kemungkinan aktivitasnya tidak terkait langsung
dengan endometrium. Obat ini bekerja memacu vasospasme pembuluh kapiler dengan cara
mempengaruhi kadar fibrinogen, faktor IV, faktor X, proses aggregasi trombosit dan
permeabilitas pembuluh kapiler. Pembentukan reseptor progesteron akan meningkat sehingga
diharapkan pengobatan selanjutnya dengan menggunakan progestin akan lebih baik. Efek
samping berupa gejala akibat defek estrogen yang berlebihan seperti perdarahan uterus,
mastodinia dan retensi cairan
PKK
Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi kombinasi akibat
endometrium yang atrofi. Dosis yang dianjurkan pada saat perdarahan akut adalah 4x1 tablet
selama 4 hari, dilanjutkan dengan 3x1 tablet selama 3 hari, dilanjutkan dengan 2x1 tablet
selama 2 hari, dan selanjutnya 1x1 tablet selama 3 minggu. Selanjutnya bebas pil selama 7
hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian pil kontrasepsi kombinasi paling tidak selama
3 bulan. Apabila pengobatannya ditujukan untuk menghentikan haid, maka obat tersebut
dapat diberikan secara kontinyu, namun dianjurkan setiap 3-4 bulan dapat dibuat perdarahan
lucut. Efek samping dapat berupa perubahan mood, sakit kepala, mual, retensi cairan,
payudara tegang, deep vein trombosis, stroke dan serangan jantung.
Progestin
Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen serta akan
mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehodrogenase pada sel-sel endometrium, sehingga
estradiol akan dikonversi menjadi estron yang efek biologisnya lebih rendah dibandingkan
estradiol. Meski demikian penggunaan progestin yang lama dapat memicu efek mitotik yang
menyebabkan terjadinya atrofi endometrium. Progestin dapat diberikan secara siklik maupun
kontinyu. Pemberian siklik diberikan selama 14 hari kemudian stop selama 14 hari, begitu
berulang-ulang tanpa memperhatikan pola perdarahannya.
Apabila perdarahan terjadi pada saat sedang mengkonsumsi progestin, makan dosis
obat progestin dapat dinaikkan. Selanjutnya hitung hari pertama perdarahan tadi sebagai hari
pertama, dan selanjutnya progestin diminum sampai 14 hari. Pemberian progestin secara
siklik dapat menggantikan pemberian pil kontrasepsi kombinasi apabila terdapat
kontraindikasi (misalkan : hipersensitivitas, kelainan pembekuan darah, riwayat stroke,
riwayat penyakit jantung koroner atau infark miokard, kecurigaan keganasan payudara
ataupun genital, riwayat penyakit kuning akibat kolestatis, kanker hati). Sediaan progestin
yang dapat diberikan antara lain MPA 1x10 mg, norestiron asetat dengan dosis 2-3 x 5 mg,
didrogestron 2x5 mg atau nomegestrol asetat 1x 5 mg selama 10 hari per siklus.
Apabila pasien mengalami perdarahan hebat saat kunjuungan, dosis progestin dapat
dinaikkan setiap 2 hari hingga perdarahan berhenti. Pemberian dilanjutkan untuk 14 hari dan
kemudian berhenti selama 14 hari, demikian selanjutnya berganti-ganti pemberian progestin
secra kontinyu dapat dilakukan apabila tujuannya untuk membuat amenorea. Terdapat
beberapa pilihan yaitu :
- Pemberian progestin oral : MPA 10-20 mg per hari
- Pemberian DMPA setiap 12 minggu
- Penggunaan LNG IUS
Efek samping : peningkatan berat badan, perdarahan bercak, rasa begah, payudara tegang,
sakit kepala, jerawat dan timbul perasaan depresi
Androgen
Danazol adalah suatu sintetik isoxazol yang berasala dari turunan 17a-etinil
tetosteron. Obat tersebut memiliki efek androgenik yang berfungsi untuk menekan produksi
estradiol dari ovarium, serta memiliki efek langsung terhadap reseptor estrogewn di
endometrium dan di luar endometrium. Pemberian dosis tinggi 200 mg atau lebih per hari
dapat dipergunakan untuk mengobati perdarahan menstrual hebat. Danazol dapat
menurunkan hilangnya darah dalam menstruasi kurang lebih 50% bergantung dari dosisnya
dan hasilnya terbukti lebih efektif dibanding dengan AINS atau progestin oral. Dengan dosis
lebih dari 400 mg per hari dapat menyebabkan amenorea. Efek sampingya dialami oleh 75%
pasien yakni : penigkatan berat badan, kulit berminyak,jerawat, perubahan suara.
Agonis Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH)
Obat ini bekerja dengan cara mengurangi reseptor GnRH pada hipofisis melalui
mekanisme down regulation terhadap reseptor dan efek pasca reseptor, yang akan
mengakibatkan hambatan pada pelepasan hormon gonadotropin. Pemberian obat ini biasanya
ditujukan pada wanita dengan kontraindikasi untuk operasi. Obat ini dapat membuat
penderita menjadi amenorea. Dapat diberikan luprolid acetate 3.75 mg intramuskular setiap 4
minggu, namun pemberiannya dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan karena terjadi percepatan
demielinisasi tulang. Apabila pemberiannya melebihi 6 bulan, maka dapat diberikan
tambahan terapi estrogen dan progestin dosis rendah (add back therapy). Efek samping
biasanya muncul pada penggunaan jangka panjang, yakni : keluhan-keluhan mirip wanita
menopause (misalkan hot flushes, keringat yang bertambah, kekeringan vagina), osteoporosis
(terutama tulang-tulang trabekular apabila penggunaan GnRH agonis lebih dari 6 bulan).
KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi adalah infertilitas akibat tidak adanya ovulasi. Anemia
berat akibat perdarahan yang berlebihan dan lama. Pertumbuhan endometrium yang
berlebihan akibat ketidakseimbangan hormonal merupakan faktor penyebab kanker
endometrium.7
PROGNOSIS
Respon terhadap terapi sangat individual dan tidak mudah diprediksi. Keberhasilan
dari terapi tergantung pada kondisi fisik pasien dan usia Beberapa wanita, khususnya usia
remaja biasanya angka keberhasilan penanganan dengan hormon cukup besar (terutama
dengan oral kontrasepsi).
BAB III
KESIMPULAN
Perdarahan uterus abnormal (PUA) meliputi semua kelainan haid baik dalam hal
jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus
haid yang memanjang atau tidak beraturan. Terminologi menoragia saat ini diganti dengan
perdarahan haid banyak atau heavy menstrual bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus
abnormal yang disebabkan faktor koagulopati, gangguan hemostatis lokal endometrium dan
gangguan ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus
disfungsional (PUD).
Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), terdapat
sembilan kategori utama yang disusun sesuai dengan akronim “PALM-COEIN” yakni;
polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy and hyperplasia, coagulopathy, ovulatory
dysfunction, endometrial, iatrogenik dan not yet classified.
Kelompok “PALM” merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai dengan berbagai
teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok COEIN
merupakan kelainan non struktur yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau
histopatologi. Penatalaksanaan dan diagnosis tergantung dari masing masing klasifikasi
tersebut. Tetapi ada penatalaksanaan secara umum untuk mengatasi perdarahan dibagi atas
penatalaksanaan uterus abnormal akut dan kronik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Malcom G munor, Geffen David. 2011. Abnormal uterine Bleeding. Diunduh dari
http://cambridgemedicine.wordpress.com/2011/02/15/907/.
2. Malcom G Munro, Hilary O.D. Critchley, Michael S Broder, Ian S Fraser. 2011.
FIGO Classification System (PALM-COEIN) for Causes of Abnormal Uterine
Bleeding in Nongravid Women of Reproductive Age. Diunduh dari
http://gineteca.com/app/download/5784622793/FIGO+classification+system+
(PALM-COEIN)+for+causes+of+abnormal+uterine+bleeding.pdf.
3. Baziad, Ali; Hestiantoro,Andon; Wiweko,Budi. Panduan Tatalaksana Perdarahan
Uterus Abnormal. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Jakarta.2011
4. Perdaraha Uterus Abnormal. 2012. Diunduh dari
http://perdarahanuterusabnormal.com/article/manifestasi-klinis/.
5. Vilos GA. Guidelines for the management of abnormal uterine bleeding. Diunduh
dari: http://sogc.org/wp-content/uploads.2013/01/106E-CPG-August2001.pdf
6. Benson RC, Pernoll ML. Berbagai kelainan dan komplikasi menstruasi. Dalam: Buku
saku obstetri dan ginekologi. Edisi ke-9. Jakarta: EGC;2009.
7. DeCherney AH, Nathan L. Postpartum hemorrhage and the abnormal puerperium.
In:Current obstetric and gynecologic diagnosis and treatment. 9th edition. US:The
McGraw-Hill Companies;2003.
8. Munro MG, Crithley HOD, Broder MS, Fraser IS. FIGO classification system
(PALM-COEIN) for causes of abnormal uterine bleeding in nongravid women of
reproductive age. Diunduh dari: http://www.sogiba.org.ar/novedades/FIGOCE.pdf.
9. Schroge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham
FG. Abnormal uterine bleeding, In: Williams Gynecology. 23th edition. US:The
McGraw Hill Companies;2008.
10. Qureshi FU, Yusuf AW. Distribution of causes of abnormal uterine bleeding using the
new FIGO classification system. Diunduh dari:
http://jpma.org.pk/full_article_text.php?article_id=4430.