Top Banner
Referat terapi sulih pada pneumonia BAB I PENDAHULUAN Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) atau penyakit saluran napas telah menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat atau di dalam rumah sakit/pusat perawatan .Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%. Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. (3) Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan akut parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganism ( bakteri, viru, jamur, dan parasit). Pneumonia disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis tidak termasuk. Peradangan yang disebabkan oleh non micro organisme disebut pneumonitis. (1) Berdasarkan klinis dan epidemiologis, pneumonia dibedakan atas pneumonia komunitas (Community-Acquired Pneumonia = CAP), pneumonia yang di dapat di rumah sakit (Hospital- Acquired Pneumonia = HAP) , health care associated pneumonia (HCAP) dan pneumonia akibat pamakaian ventilator (Ventilator Associated Pneumonia= VAP). (1) Tentang pengobatan, untuk pemberian antibiotik empiris disesuaikan dengan guideline dari Perhimpunan Respirologi Indonesia. (20) KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM RSPI PROF DR SULIANTI SAROSO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA PERIODE 18 Mei -25 Juni 2015 Page 1
57

Referat Pneumonia

Dec 16, 2015

Download

Documents

Albert Matakena

pneumo
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Referat terapi sulih pada pneumonia

Referat terapi sulih pada pneumonia

BAB IPENDAHULUAN

Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) atau penyakit saluran napas telah menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat atau di dalam rumah sakit/pusat perawatan .Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%. Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.(3)Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan akut parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganism ( bakteri, viru, jamur, dan parasit). Pneumonia disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis tidak termasuk. Peradangan yang disebabkan oleh non micro organisme disebut pneumonitis.(1)Berdasarkan klinis dan epidemiologis, pneumonia dibedakan atas pneumonia komunitas (Community-Acquired Pneumonia = CAP), pneumonia yang di dapat di rumah sakit (Hospital- Acquired Pneumonia = HAP) , health care associated pneumonia (HCAP) dan pneumonia akibat pamakaian ventilator (Ventilator Associated Pneumonia= VAP). (1)Tentang pengobatan, untuk pemberian antibiotik empiris disesuaikan dengan guideline dari Perhimpunan Respirologi Indonesia.(20)Penelitian yang dilakukan oleh beberapa negara mengungkapkan bahwa penggunaan antibiotik di rumah sakit di Inggris telah menghabiskan biaya 2,7 juta dollar dari analisis terhadap 100 pasien VAP yang dirawat. Biaya untuk 10 hari perawatan pasien menghabiskan 800 dollar dengan probabilitas keberhasilan 65% dan kegagalan 35% dikaitkan dengan biaya yang harus dikeluarkan. Sedangkan di Amerika Serikat , CAP bertanggung jawab terhadap penurunan aktivitas kerja, biaya tahunan yang dikeluarkan mencapai 23 milyar dollar. Sedangkan untuk perawatan di rumah sakit mencapai 6-8 milyar dollar. Dengan demikian, berkembanglah metode terapi sulih pada pneumonia yang bertujuan mempersingkat masa perawatan dirumah sakit dengan perubahan obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, serta untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial.(20)BAB II

PEMBAHASAN

II.1Definisi PneumoniaPneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, bagian distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh mikroorganisme.(3)

Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara primer atau sekunder setelah infeksi virus.(4)

Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.(1)

II.2Epidemiologi PneumoniaDi Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih mendapat perhatian cukup besar. Antara 40-60% kunjungan di puskesmas adalah karena ISPA. ISPA dibagi menjadi pneumonia dan nonpneumonia. Penyakit ISPA yang menjadi fokus program kesehatan adalah pneumonia karena merupakan salah satu penyebab utama kematian anak.(5) Menurut WHO (2006), pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada anak usia di bawah 5 tahun (balita), yaitu sekitar 19% atau sekitar 1,8 juta balita tiap tahunnya meninggal karena pneumonia. Angka ini melebihi jumlah akumulasi kematian akibat malaria, AIDS, dan campak. Diperkirakan lebih dari 150 juta kasus pneumonia terjadi setiap tahunnya pada balita di negara berkembang, yaitu sekitar 95% dari semua kasus baru pneumonia di dunia (UNICEF/WHO, 2006). Kejadian pneumonia di negara maju jauh lebih kecil (0,026 episode/anak/tahun dibandingkan negara berkembang 0,28 episode/anak/tahun). Hal ini diperkirakan karena peran antibiotik, vaksinasi, dan asuransi kesehatan anak yang berkembang di negara maju.

II.3 Etiologi Pneumonia

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering pneumonia adalah bakteri gram positif, Streptococcus pneumonia. Kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien, dan keadaan klinis terjadinya infeksi.(6)

Secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma. Virus penyebab tersering pneumonia adalah respiratory syncytial virus (RSV), parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus..(6)Pada neonatus Streptococcus group B dan Listeriae monocytogenes merupakan penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak pneumonia pada usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Selain itu Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab paling utama pada pneumonia bakterial. Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae merupakan penyebab yang sering didapatkan pada anak diatas 5 tahun. Communityy-acquired acute pneumonia sering disebabkan oleh streptokokkus pneumonia atau pneumokokkus, sedangkan pada Community-acquired atypical pneumonia penyebab umumnya adalah Mycopalsma pneumonia. Staphylokokkus aureus dan batang gram negatif seperti Enterobacteriaceae dan Pseudomonas, adalah isolat yang tersering ditemukan pada Hospital-acquired pneumonia.(6) Cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumonia, melalui selang infus oleh Staphylococcus aureus, sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh P. aeruginosa dan Enterobacter. Pada masa kini terjadi perubahan pola mikroorganisme penyebab ISNBA akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik, populasi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat hingga menimbulkan perubahan karakteristik kuman. Terjadilah peningkatan pathogenesis atau jenis kuman terutama S.aureus, B. catarrhalis, H. influenza dan Enterobacteriacae oleh adanya berbagai mekanisme. Juga dijumpai pada berbagai bakteri enteric gram negatif. (3) Table 1 Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut keadaan klinis terjadinya infeksi. (3) Community-acquired acute pneumonia

Streptococcus pneumonia

Haemophilus influenzae

Moraxella catarrhalis

Staphylococcus aureus

Legionella pneumophila

Enterobacteriaceae

Klebsiella pneumoniaeand

Pseudomonas spp.

Community-acquired atypical pneumonia

Mycoplasma pneumonia

Chlamydia spp. (C. pneumoniae, C. psittaci, C. trachomatis)

Coxiella burnetii (Q fever)

Viruses: respiratory syncytial virus, parainfluenza virus (children); influenza A and B (adults); adenovirus(military recruits);

SARS virus

Hospital-acquired pneumonia

Gram-negative rods, Enterobacteriaceae (Klebsiella spp., Serratia marcescens, Escherichia coli) and Pseudomonas spp.

Staphylococcus aureus (usually penicillin resistant)

Pneumonia kronis

Nocardia

Actinomyces

Granulomatous: Mycobacterium tuberculosis and atypical mycobacteria, Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis,

Blastomyces dermatitidis

II.4 Klasifikasi Pneumonia1. Berdasarkan klinis dan epideologis (7)a. Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia,CAP): pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi diluar lingkungan rumah sakit. Infeksi LRT (lower respiratory tract) yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit selama >14 hari

b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumonia yangterjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. jenis inididapat selama penderita dirawat di rumah sakit

c. Pneumonia aspirasi/anaerob: infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lainsetelah aspirasi orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasadidapat pada pasien dengan status mental terdepresi, maupun pasien dengangangguan refleks menelan

d. Pneumonia oportunistik: pasien dengan penekanan sistem imun (misalnyasteroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, danmikobakteri, selain organisme bakteria lain 2. Berdasarkan bakteri penyebab: (3)

a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.

b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia

c. Pneumonia virus, disebabkan oleh virus RSV, Influenza virus

d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).

3.Berdasarkan predileksi infeksi (3)a. Pneumonia lobaris

Pneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru. Bronkus besar umumnya tetap berisi udara sehingga memberikan gambaran airbronchogram. Konsolidasi yang timbul merupakan hasil dari cairan edema yang menyebar melalui pori-pori Kohn. Penyebab terbanyak pneumonia lobaris adalah Streptococcus pneumoniae. Jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen. Kemungkinan sekunder disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus seperti aspirasi benda asing, atau adanya proses keganasan.b. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)

Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate multifocal pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.c. Pneumonia interstisial

Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkial. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata.II.5 Mekanisme Pertahanan Paru (8)Mekanisme pertahanan paru sangat penting dalam menjelaskan terjadinya infeksi saluran napas. Paru mempunyai mekanisme pertahanan untuk mencegah bakteri agar tidak masuk ke dalam paru. Mekanisme pembersihan tersebut adalah:1. Mekanisme pembersihan di saluran napas atas meliputi :

Reepitelisasi saluran napas

Aliran lendir pada permukaan epitel

Bakteri alamiah atau epithelial cell binding site analog

Faktor humoral local (IgG dan IgA)

Kompetisi mikroba setempat

Sistem transport mukosilier

Refleks bersin dan batuk

Pada nasofaring dan orofaring, terdapat bentuk yang berkelok-kelok (barier anatomi)2. Mekanisme pembersihan di Respiratory Exchange Airway atau alveolus, meliputi

Cairan yang melapisi alveolar termasuk surfaktan dan anti bakteri non spesifik. Surfaktan adalah glikoprotein yang kaya lemak yang berfungsi fagositosis, sedangkan aktivitas anti bakteri non spesifik seperti FFA dan Lisozim juga membantu melawan benda asing yang masuk. Sistem kekebalan humoral (IgG)

Makrofag alveolar yang berperan sebagai mekanisme pertahanan pertama.II.6 Patogenesis (8)Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.Risiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan saluran napas:

1. Inokulasi langsung

2. Penyebaran melalui pembuluh darah

3. Inhalasi bahan aerosol

4. Kolonisasi di permukaan mukosa

Pada pneumonia, mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat di saluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5-2,0 melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi.

Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekret orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 108-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil secret (0,001-1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.

II.7 Patologi (8)Pada orang yang sehat tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme yang bersifat patogen di paru. Keadaan inidisebabkan oleh mekanisme pertahanan saluran napas. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, akan menimbulkanpenyakit. Terjadinya pneumonia berhubungan dengan banyaknya jumlah bakteri yang teraspirasi, penurunan daya tahan tubuh dan virulensi koloni bakteri di orofaring. Mekanisme organisme mencapai saluran napas melalui : inokulasi langsung, penyebaran melalui pembuluh darah, inhalasi, dan kolonisasi di permukaan mukosa.

Turunnya daya tahan tubuh juga dihubungkan dengan imunitas humoral dan imunitas seluler, malnutrisi, perokok beratdan penyakit sistemik. Faktor predisposisi pneumonia adalah penggunaan pipa endotrakeal,pemakaian nebuhaler, adanya superinfeksi dan malnutrisi. Mikroorganisme menyerang sel untukbereproduksi. Biasanya, mikroorganisme akan mencapai paru ketika udara yang dihirup melalui mulut dan hidung. Setelah diparu, mikroorganisme ini menyerang sel-sel yang melapisi saluran udara dan alveoli. Hal ini sering menyebabkan kematian sel, baik ketika mikroorganisme langsung membunuh sel, atau melalui jenis apoptosis sel yang disebut penghancuran diri. Ketika sistem kekebalan tubuh merespon infeksi, kerusakan paru bahkan lebih meluas. Sel darah putih, terutama limfosit, mengaktifkan sitokin kimia tertentu yang memungkinkan cairan bocor ke dalam alveoli. Hal ini menyebabkan demam,menggigil, dan kelelahan. Kombinasi dari kerusakan sel dan alveoli berisi cairan mengganggu transportasi normal oksigen ke dalamaliran darah.

Proses peradangan pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium yaitu Stadium kongesti dimana kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa netrofil dan makrofag. Stadium hepatisasi merah: lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidakmengandung udara, serta warna menjadi merah. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit, netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium hepatisasi kelabu: lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura tampak kabur karena diliputi fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit. Kapiler tidak lagi kongestif. Stadium resolusi: Eksudat berkurang, dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak, fibrin diresorpsi dan menghilang.

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel polimorfonukelar (PMN) dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi, sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui pseudopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak 4 zona pada daerah parasitik tersebut yaitu:

1. Zona luar: alveoli yang terisi dengan bakteri dan cairan edema

2. Zona permulaan konsolidasi: terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah

3. Zona konsolidasi yang luas: daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak

4. Zona resolusi: daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit, dan alveolar makrofag.

Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan. Gray hepatization ialah daerah konsolidasi yang luas.II.8 Diagnosis II.8.1 Anamnesis, Gambaran Klinis dan Pemeriksaan FisikAnamnesis :

Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang berhubungan dengan faktor infeksi.(9) Evaluasi faktor pasien/predisposisi, missal PPOK (Heamophilus influenza), penurun imunitas (kuman gram negative), kejang/tidak sadar (aspirasi gram negative)

Bedakan lokasi infeksi, misal missal pneumonia komunitas (streptococcus pneumonia,Haemophilus influenza,Mycoplasma pneumonia)

Usia pasien, missal bayi (virus), muda (mycoplasma pneumonia), dewasa (streptococcus pneumonia)

Onset time, missal cepat akut dengan rusty coloured sputum (streptococcus pneumonia), perlahan dengan batuk dahak sedikit (Mycoplasma pneumonia)Gejala klinis :Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala meliputi (10,11) Demam dan menggigil akibat proses peradangan

Batuk yang sering produktif dan purulen walaupun dapat juga non produktif

Sputum dapat berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas

Sesak, berkeringat, nyeri dada

Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40oC, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah (10,11)

Pemeriksaan fisis:

Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.(8)Berikut beberapa gejala klinis yang mengarah pada tipe kuman penyebab/patogenitas kuman dan tingkat berat penyakit (9,10,11,12) Gejala yang tiba-tiba muncul dan langsung berat (Streptococcuspneumoniae , Haemophilus influenzae , Staphylococcus aureus ,Yersiniapestis)

Gejala yang timbul lambat (pneuomonia atipikal, Klebsiellapneumonia, Pseudomonas aeruginosa ,Enterobactericiae) Gejala yang dialami pasien, misalnya nyeri pleuritik difus (Mycoplasma pneumonia),nyeri pleuritik tusuk (Streptococcuspneumoniae), coryza (virus), red currentjelly seperti batu bata (Klebsiellapneumonia), sputum berbau busuk (pneumonia aspirasi, infeksi anaerob)

Gejala interstinal, mual, muntah, diare nyeri abdomen (Legionella pneumonia)

Tampak bagian dada yang sakit tertinggal sewaktu bernafas dengan suara napas bronchial kadang-kadang melemah.

Di dapatkan ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi

II.8.2 Pemeriksaan penunjangPemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.(8)Pemeriksaan bakteriologis Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum disertai PMN yang kemungkinan penyebab infeksi. (3)Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-kumur dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat. Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk. (8) Selain dari sputum dapat dilakukan pemeriksaan dari specimen aspirat trakeostomi dan pipa endo trakeal dan pangambilan specimen dari bronchoalveolar lavage ( BAL) (8)

Pemeriksaan RadiologiAmerican Thoracic Society merekomendasikan posisi PA (posteroanterior) dan lateral (jika dibutuhkan) sebagai modalitas utama yang di gunakan untuk melihat adanya pneumonia. Gambaran pneumonia pada foto thorax sebenarnya sama seperti gambaran konsolidasi radang. Prinsipnya jika udara dalam alveoli digantikan oleh eksudat radang, maka bagian paru tersebut akan tampak lebih opaq pada foto Roentgen. Jika kelainan ini melibatkan sebagian atau seluruh lobus disebut lobarispneumonia , sedangkan jika berupa bercak yang mengikutsertakan alveoli secaratersebar maka disebut bronchopneumoniae.(13,14)Adapun gambaran radiologis foto thorax pada pneumonia secara umum antara lain: (13,14) Perselubungan padat homogeny atau inhomogen Batas tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 segmen lobus Volume paru tidak berubah, tetapi seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/seperti pada atelektasis. Air bronchogram sign adalah bayangan udara yang terdapat di dalam percabangan percabangan bronkus yang dikelilingi oleh bayangan opaq rongga udara yang akan tampak jelas jika udara tersebut tergantikan oleh cairan/eksudat akibat proses inflamasi. Pada saat kondisi seperti itulah, maka dikatakan airbronchogram sign positif (+) (14,15) Gambar 1. Dikutip dari kepustakaan 16 Sillhoute sign adalah suatu tanda adanya dua bayangan benda (objek) yangberada dalam satu bidang seakan tumpang tindih. Tanda ini bermanfaat untukmenentukan letak lesi paru ; jika batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesitersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan. Maka akandisebut sebagai sillhoute sign (+) (15,17) Gambar 2. dikutip dari kepustakaan 15

A. Pneumonia Lobaris

berikut ilustrasi progresifitas konsilidasi pada pneumonia lobaris : Gambar 3. dikutip dari kepustakaan 14

Pada gambar (A) memperlihatkan bahwa konsolidasi awalnya cenderung terjadi didaerah paru dekat dengan pleura visceral dan lama kelamaan akan menyebar secara sentripetal menuju ke pori-pori kohn (pore of kohn) yang selanjutnya akan membentuk konsolidasi pada satu segmen (B), lalu daerah yang mengalami konsolidasi tersebut sampai mengisi 1 lobus parenkim paru sehingga pada derah bronkus yang terkena akan tampak dengan jelas air bronchogram sign (+). (14) Gambar 4. dikutip dari kepustakaan 14

Pada posisi PA dan lateral tersebut tampak perselubungan homogeny pada lobus paru kanan tengah dengan tepi yang tegas. Lapangan paru lainnya masih tampak normal. Cor, sinus, diafragma tidak tampak kelainan. Pneumonia lobaris ini paling sering di sebabkan oleh Strep. Pneumonia. (14,18)

B. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

bentuk ilustrasi progresifitas konsolidasi pada bronkopneumonia : Gambar 5. dikutip dari kepustakaan 14Pada gambar (A) di bawah ini memperlihatkan bahwa mikroorganisme awalnya menyerang bronkiolus yang lebih besar sehingga mengakibatkan nodul sentrilobuler dan gambaran cabang bronkus yang berdensitas opaq (tree-in-budpattern).Lalu proses konsolidasi yang terjadi akan mengenai daerah peribronkhial dan akan berkembang menjadi lobular, subsegmental, atau segmental (B). Selanjutnya proses konsolidasi tersebut bisa terjadi multifocal, tepi tidak rata, corakan bronkovaskular kasar akibat dinding cabang bronkus menjadi lebih tebal, namun perselubungan yang terjadi biasanya tidak melebihi batas segmen (C) (14)Gambaran radiologi bronkopneumonia bercak berawan, batas tidak tegas,konsolidasi dapat berupa lobular, subsegmental, atau segmental. Khas biasanya menyerang beberapa lobus, hal ini yang membedakan dengan pneumonia lobaris.Lokasi predileksi bronkopneumonia biasanya hanya terjadi di lapangan paru tengah dan bawah. (14,18) Gambar 6. dikutip dari kepustakaan 14Pada foto thorax posisi PA tersebut tampak perselubungan inhomogen pada lobus medius di kedua lapangan paru. Bronchopneumonia ini sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Escherichia coli,Pseudomonas aeruginosa. (14)C. Pneumonia interstitial

Umumnya jenis pneumonia intersisial ini disebabkan oleh virus. Infeksi dari virus berawal dari permukaan dengan terjadinya kerusakan silia sel goblet dan kelenjar mukus bronkioli, sehingga dinding bronkioli menjadi edematous. Juga terjadi edema di jaringan interstisial peribronkial. Kadang-kadang alveolus terisi cairan edema. Pneumonia interstisial dapat juga dikatakan sebagai pneumonia fokal/difus, di mana terjadi infiltrasi edema dan sel-sel radang terhadap jaringan interstisial paru. Septum alveolus berisi infiltrat limfosit, histiosit, sel plasma dan neutrofil. Dapat timbul pleuritis apabila peradangan mengenai pleura visceral (19) Gambar 7. dikutip dari kepustakaan 14Pada fase akut tampak gambaran bronchial cuffing, yaitu penebalan dan edema dinding bronkiolus. Corakan bronkovaskular meningkat, hiperaerasi, bercak-bercak inifiltrat dan efusi pleura juga dapat ditemukan. (19)

II.8.3 Kriteria Diagnostik

Diagnosis Pneumonia Komunitas(1)Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrate/ air bronchogram ditambah dengan beberapa gejala di bawah ini:

Batuk

Perubahan karakteristik sputum/purulen

Suhu tubuh 38oC (aksila)/ riwayat demam

Nyeri dada

Sesak

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronchial dan ronki

Leukosit >10.000 atau 8( confusion (score 0

Setelah di dapat score untuk confusion maka kemudian dinilai score lainnya yaitu urea, frekuensi nafas, tekanan darah, dan umur. Mengingat keterbatasan pemeriksaan BUN (Blood Urea Nitrogen) maka digunakan pemeriksaan ureum tetapi dengan mengkonversikan nilai ureum dengan membagi 2,14. Bila nilai urea yang dihitung > 19 mg/dL maka di beri skor 1 dan nilai urea 19mg/dL diberi skor 0. Total skor yang di dapat digunakan untuk menentukan apakah pasien dapat berobat jalan atau rawat inap, dirawat di ruangan biasa atau intensif.

Tabel 3. Skor CURB-65

Consusion

Uji Mental nilai 8 ( skor 1

Uji Mental > nilai 8 ( skor 0

Urea

Urea > 19 mg/dL skor 1

Urea 19 mg/dL skor 0

Respiratory rate (RR)

RR < 30x/menit skor 1

RR 30x/menit skor 0

Blood Pressure(BP)

BP < 90/60 mmHg skor 1

BP 90/60 mmHg skor 0

Umur

Umur 65 tahun skor 1

Umur < 65 tahun skor 0

Penilaian berat pneumonia dengan menggunakan system skor CURB-65adalah sebagai berikut:

Skor 0-1: resiko kematian rendah, pasien dapat berobat jalan

Skor 2

:resiko kematian sedang, dapat dipertimbangkan untuk di rawat Skor 3: resiko kematian tinggi dan dirawat harus ditatalaksana sebagai

pneumonia berat

Skor 4 atau 5: harus dipertimbangkan perawatan intensifPneumonia Severity Indeks (PSI) (1)

Penilaian beratnya pneumonia menggunakan PSI dapat dilihat pada tabel 4 Tabel 4. Pneumonia Severity Indeks (PSI)

Karakteristik pasienPoin skor

Faktor Demografik

Umur :

laki-lakiUmur (tahun)

perempuanUmur (tahun) -10

Penghuni panti weda+10

Penyakit komorbid

Keganasan +30

Penyakit hati+20

Gagal jantung kongestif+10

Penyakit serebrovaskuler+10

Penyakit ginjal+10

Pemeriksaan fisis

Gangguan kesadaran+20

Frekuensi pernapasan > 30 x per menit+20

Tekanan darah sistolik 125 x/menit +10

Hasil laboratorium

pH 10,7 mmol/L+20

Natrium 13,9 mmol/L+10

Hematokrit 130BeratV29,2%Rawat inap

Menurut IDSA/ATS 2007 kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria di bawah ini (1)a. Kriteria minor:

Frekuensi napas > 30 x/menit

Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg

Foto thoraks menunjukan infiltrat multilobus

Kesadaran menurun

Uremia ( BUN > 20mg/dl)

Trombositopenia (trombosit < 100.000 sel/mm3) Hipotermia (suhu 10mg/hari

Pengobatan antibiotik spectrum luas > 7 hari pada sebulan terakhir

gizi kurangII.11.2 Tatalaksana Pneumonia Komunitas Penatalaksanaan pneumonia komuniti dibagi menjadi (1)a. Penderita rawat jalan

Pengobatan suportif / simptomatik

- Istirahat di tempat tidur

- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi

- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas

- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran

Pemberian antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam

b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa

Pengobatan suportif / simptomatik

- Pemberian terapi oksigen

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam

c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif

Pengobatan suportif / simptomatik

- Pemberian terapi oksigen

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit - Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

Pengobatan antibiotik diberikan sesegera mungkin

Bila ada indikasi pasien dipasang ventilasi mekanisPemberian antibiotik dievaluasi secara klinis dalam 72 jam pertama.

Jika didapatkan perbaikan klinis terapi dapat dilanjutkan,

jika perburukan makan antibiotik harus diganti sesuai hasil biakan atau pedoman empiris.Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat kegawatannya, bila dapat distabilkan maka penderita dirawat inap di ruang rawat biasa; bila terjadi respiratory distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat Intensif. (23)Tabel 6. Petunjuk terapi empiris menurut PDPI (23)

Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan / memburuk maka pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji sensitiviti.(23)Gambar8 . Alur tatalaksana pneumonia komuniti(23)

Pengobatan pneumonia atipik: (1)Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia termasuk atipik. Antibiotik terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan :

Makrolid baru (azitromisin, klaritromisin, roksitromisin)

Fluorokuinolon respirasi ( Levofloksasin, moksifloksasin)

Pengobatan Pneumonia Virus (1)Untuk pasien terinfeksi virus influenza (H5N1, H1N1, H7N9, H3N2) antiviral diberikan secepat mungkin (48 jam pertama) :

Dewasa atau anak 13 tahun oseltamivir 2x75 mg per hari selama 5 hari.

Anak 1 tahun dosis oseltamivir 2mg/kg BB, 2 kali sehari selama 5 hari.

Dosis oseltamivir dapat diberikan sesuai dengan berat badan dapat dilihat pada tabel 7Tabel 7. Dosis oseltamivir (1)Berat BadanDosis

> 40 Kg75 mg 2x/hari

> 23 40 Kg60 mg 2x/hari

> 15 23 Kg45 mg 2x/hari

15 Kg30 mg 2x/hari

II.11.3 Terapi Sulih (switch therapy)Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan obat suntik ke oral harus memperhatikan ketersediaan antibiotik yang diberikan secara iv dan antibiotik oral yang efektivitinya mampu mengimbangi efektiviti antibiotik iv yang telah digunakan. Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah).(23) Contoh terapi sekuensial: levofioksasin, moksifloksasin, gatifloksasin

Contoh switch over : seftasidin iv ke siprofloksasin oral

Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke cefiksim oral.

Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian pada hari ke 4 diganti obat oral dan penderita dapat berobat jalan(23).Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komuniti : (23) Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi

Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna

Penderita sudah tidak panas 8 jam

Gejala klinik membaik (mis : frekuensi pernapasan, batuk)

Leukosit menuju normal/normal

Pasien dapat beralih dari terapi intravena ke terapi oral apabila didapatkan kondisi hemodinamiknya stabil, terdapat perbaikan secara klinis, dan pasien dipastikan dapat menelan obat-obatan serta sistem saluran pencernaannya berfungsi normal. Pasien harus segera dipulangkan setelah secara klinis stabil, tidak memiliki masalah medis lainnya yang aktif, dan memiliki lingkungan yang aman untuk perawatan lanjutan. (21)Kriteria untuk Pneumonia terkait stabilitas klinis adalah : (21)1. Temp 37,8 C, Kesadaran baik

2. Denyut jantung 100 denyut / menit,

3. Respirasi rate 24 napas / menit

4. Tekanan darah sistolik 90 mmHg

5. Saturasi O2 arteri 90% atau pO2 60 mmHg pada ruang udara,

6. Kemampuan untuk mengambil asupan oral.

7. status mental yang normal

Tabel 8. Keuntungan Terapi Sulih(22)Keuntungan bagi pasien

Lebih cocok atau sesuai

Berkurangnya resiko efek samping lokal dari pengelolaan intravena berupa phlebitis

Resiko lebih rendah untuk terjadinya thrombosis

Mengurangi waktu menetap di rumah sakit sehingga menurunkan resiko untuk terkena infeksi nosokomial

Kelebihan dalam farmakoekonomik

berkurangnya kebutuhan peralatan infus, kanul dan botol infuse

berkurangnya limbah/ sampah rumah sakit

antibacterial oral lebih murah dibandingkan antibacterial parenteral

berkurangnya petugas rumah sakit yang dibutuhkan

menurunkan lamanya waktu untuk rawat inap

Tabel 9. Pemilihan antibiotik untuk alih terapi pada pneumonia komuniti (23)

Gambar 9. Rekomendasi ATS dan BTS untuk perubahan obat suntikan ke oral pada pneumonia komuniti ( 21)

Keterangan :DTHT:DundeeTeaching Hospitals TrustATS: American Thoracic SocietyBTS: British Thoracic SocietyGolongan fluoroquinolone, contohnya levofloksasin, mempunyai aktivitas yang sangat tinggi melawan kuman gram positif, gram negatif, dan kuman atipik. Levofloksasin 750 mg direkomendasikan untuk pasien rawat jalan dengan komorbid atau pasien yang sebelumnya telah menggunakan antibiotik selama 3 bulan. Hal ini senada dengan rekomedasi IDSA/ ATS 2007. Selain itu, Levofloksasin 750 mg juga direkomendasikan untuk pasien rawat inap non-ICU serta menjadi bagian dari kombinasi obat pada pasien CAP yang memerlukan perawatan ICU. Untuk pasien dengan perhatian khusus, antibiotik ini juga direkomendasikan jika pseudomonas menjadi pertimbangan. (20)The role of quinolone in CAP: how do we do high dose short course therapy (HDSC) and switch therapy. Perkembangan terkini dalam penggunaan Levofloksasin adalah penggunaan dosis tinggi dengan durasi pemberian obat yang singkat namun efektif sehingga sangat menghemat biaya perawatan (cost-effective). Dosis tinggi yang dimaksud yaitu 750 mg. Dosis tersebut meningkatkan parameter farmakodinamik, yaitu peningkatan MIC (Minimum Inhibitory Concentration)dan AUC (area under the curve) sehingga dapat digunakan untuk mengatasi kuman yang biasanya sulit diobati. (20)Pengobatan dosis tinggi dapat membunuh kuman secara cepat dan menurunkan kejadian resistensi sehingga perbaikan klinis menjadi lebih cepat. Namun, pemberian dosis tinggi direkomendasikan untuk kondisi klinis tertentu. Levofloksasin 750 mg selama 5 hari sama efektifnya dengan levofloksasin 500 mg selama 10 hari. (20)Terapi sulih terbukti berhasil dilakukan pada pemakaian levofloksasinkarena Levofloksasin mempunyai bioequivalen yang sama antara sediaan iv maupun sediaan oral. Hal ini memungkinkan untuk dilakukan terapi sulih dengan obat dan dosis yang sama. Keberhasilan klinis dilaporkan mencapai 94,1%.(20)

II.11.4 Evaluasi Pengobatan

Sebagian besar pasien pneumonia komunitas menunjukkan perbaikan klinis dalam 72 jam pertama setelah pemberian antibiotik awal. Meskipun demikian diperkirakan 6-15% pasien pneumonia komunitas yang dirawat tidak menunjukkan respons dalam jangka waktu tersebut, dan tingkat kegagalam mencapai 40% pada pasien yang langsung dirawat di ICU. Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24 72 jam tidak ada perbaikan, harus ditinjau kembali diagnosisnya, faktor faktor pasien, obat obat yang telah diberikan dan bakteri penyebabnya, seperti dapat dilihat pada gambar 10.(1)

Gambar 10.Penderita yang tidak respon dengan pengobatan empiris yang telah diberikan.(1)

Pasien yang tidak respons dengan pengobatan empiris yang telah diberikan dapat disebabkan: (1)1. Salah Diagnosis ( bukan infeksi atau tidak ada komponen infeksi pada penyakit dasarnya) misalnya gagal jantung, emboli, keganasan, sarkoidosis, pneumonitis radiasi reaksi obat pada paru, vaskulitis, ARDS, perdarahan pulmonal, penyakit paru inflamasi

2. Diagnosis sudah benar, tetapi pasien tidak respons pada pengobatan, hal ini dapat disebabkan :

Faktor Pasien

Lesi loka misal obstruksi lokal akibat benda asing atau keganasan. Empiema jarang terjadi tetapi sangat sebagai penyebab tidak responsnya pengobatan. Penyebab lainnya yaitu pemberian cairan yang berlebihan, superinfeksi pulmonal atau sepsis akibat pemakaian alat-alat intravena atau komplikasi medis pasien akibat perawatan.

Faktor Obat

Jika penyebab yang tepat sudah ditemukan tetapi pasien tidak respons terhadap pengobatan, maka klinisi harus mempertimbangkan kemungkinan kesalahan pada faktor obat; letidaktepatan regimen, dosis, malabsorbsi, interaksi obat yang menurunkan level antibiotik atau faktor-faktor yang memungkinkan perubahan transpor antibiotik ke tempat infeksi. Demam akibat obat atau efek samping lain yang mungkin akan mengaburkan respons kesukseasan terapi.

Faktor Patogen

Kuman penyebab mungkin dapat diidentifikasi dengan tepat tetapi terdapat kemungkinan resisten terhadap antibiotika yang diberikan. Contohnya pneumokokus resisten penisilin, MRSA, Gram negatif multiresisten. Banyaknya variasi dari kuman patogen (M. TB, jamur, virus, dan lain-lain) mungkin tidak dapat diidentifikasi dan tidak memberikan respons terhadap penggunaan paduan antibiotik empirik yang direkomendasikan. Pada beberapa kasus patogen ini atau kuman lain mungkin merupakan patogen penyerta.

Dua kelompok penyebab pasien pneumonia komunitas yang tidak respons : (1) Pneumonia progresif atau mengalami perburukan klinis yang membutuhkan ventilasi mekanis dan atau syok syeptik yang terjadi dalam 72 jam pertama. Perburukan setelah 72 jam pertama sering disebabkan oleh komplikasi, progresif dari penyakit dasar atau superinfeksi dengan infeksi nosokomial. Banyak pasien yang akhirnya membutuhkan perawatan di ICU setelah perburukan di ruang rawat non ICU.

Pneumonia persisten adalah bila tidak terdapat perbaikan klinis atau keterlambatan perbaikan klinis dalam 72 jam pertama setalah pemberian antibiotik.

Penyebab tersering kegagalan pengobatan adalah faktor pemicu, bukan ketidaktepatan pemilihan antibiotik. Faktor pasien ini meliputi beratnya penyakit, keganasan, pneumonia aspirasi dan penyakit saraf, sementara kurang respons terhadap antibiotik awal mungkin disebabkan oleh kuman yang resisten, kuman yang jarang ditemukan ( legionela, virus, jamur termasuk Pneumocystis jeroveci, M. tuberkulosis) atau komplikasi pneumonia seperti obstruksi pasca pneumonia, abses, empiema atau superinfeksi nosokomial. Berbagai keadaan spesifik yang mungkin menyebabkan tidak responnya pasien terhadap pengobatan dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini. Klasifikasi ini dapat membantu klinisi untuk mendiagnosis secara sistematis penyebab pasien pneumonia komunitas yang tidak respon terhadap pengobatan. (1)Tabel 10. Pola dan tipe penyebab pneumonia komunitas yang tidak respons (1)Gagal untuk terjadi perbaikan

Pada keadaan dini ( 72 jam setalah diobati)* Respons normal

Keterlambatan * Kuman resisten

- kuman yang tidak terjangkau oleh antibiotik

- tidak sesuai dengan hasil uji sensitivitas

* Efusi parapneumoni / empiema

* Superinfeksi nosokomial

- Pneumonia nosokomial

- Ekstra paru

* Bukan infeksi

- Komplikasi pneumonia ( bronchiolitis obliterans organizing pneumonia = BOOP)

- Salah diagnosis ( edema paru, gagal jantung, vaskulitis)

- Panas akibat obat

Perburukan atau progresif

Pada keadaan dini ( 72 jam setelah diobati)* Berat penyakit saat datang

* Kuman Resisten

- Kuman yang tidak terjangkau oleh antibiotik

- Tidak sesuai dengan hasil uji sensitivitas

* Penyebaran infeksi

- Empiema / parapneumoni

- Endokarditis, meningitis, artritis

* Diagnosis tidak akurat

- Emboli paru aspirasi, ARDS

- Vaskulitis (systemic lupus eriythematosis)

Keterlambatan

* Superinfeksi nosokomial

- Pneumonia nosokomial

- Ekstra paru

* Eksaserbasi dari penyakit komorbid

* Terjadi penyakit non infeksi

- Emboli Paru

- Infark miokard

- Gagal ginjal

Penatalaksanaan pasien pneumonia komunitas yang tidak respon(1)Beberapa hal yang harus dilakukan pada pasien yang tidak respon :

Pindahkan pasien ke pelayanan rujukan yang lebih tinggi

Lakukan pemeriksaan ulang untuk diagnosis, bila perlu dilakukan prosedur invasif

Berikan eskalasi antibiotik

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan selain pemeriksaan ulang mikrobiologi adalah CT scan, bronkoskopi dan pungsi pleura atau pemasangan selang dada.II.12 Komplikasi Pneumonia (23)1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi bakterial akut berupa efusi parapneumonik gram negative sebesar 60%, Staphylococcus aureus 50%. S. pneumoniae 40-60%, kuman anaerob 35%. Sedangkan pada Mycoplasmapneumoniae sebesar 20%. Cairannya transudat dan steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan cairan eksudat.2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi kronik, peningguan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi peninggian fostase alkali dan bilirubin akibat adanya kolestasis intrahepatik.3. Hipoksemia akibat gangguan difusi.4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi oleh kuman anaerob dan bakteri gram negative.

5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari 4-6 minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti Pseudomonas aeruginosa.6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak tetapi dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau hipogamaglobulinemia, tuberkulosis, atau pneumonia nekrotikans. II.13 Prognosis Pneumonia (23)Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak ditemukannya antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar dan kondisi pasien. Secara umum angka kematian pneumonia pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan petanda prognosis yang buruk. Kuman gram negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek.Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan di RS kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa ( 60 tahun.

b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas

>30 x/m, tekanan diastolik < 60 mmHg , leukosit abnormal (30.000)

II.14. Pencegahan (1)Beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan pada pneumonia komunitas adalah sebagai berikut :

a. Vaksinasi ( vaksin pneumokok dan vaksin influenza ) walaupun masih perlu penelitian lebih lanjut tentang efektivitasnya.

b. Berhenti merokok

c. Menjaga kebersihan tangan, penggunaan masker, menerapkan etika batuk

d. Menerapkan kewaspadaan standar dan isolasi pada kasus khusus

Rekomendasi jadwal imunisasi pada orang dewasa untuk pencegahan pneumonia dapat dilihat pada tabel 11 di bawah ini :

Tabel 11. Rekomendasi jadwal imunisasi dewasa(1)Umur

Vaksin19 -44th 45-49th50-64th 65+ th

InfluenzaTahunan, bagi yang beresiko/ menginginkan imunitasSetiap Tahun

Pneumokok1- 2 dosis pada individu beresiko1- 2 dosis

1. Vaksinasi Influenza(1) Vaksinasi influenza dilakukan setiap tahun bagi orang dewasa dengan umur > 50 tahun; penghuni rumah jompo dan penghuni fasilitas- fasilitas lain dalam waktu lama ( misalnya biara, asrama, dsb); penyakit paru kronik, orang muda dengan penyakit jantung, penyakit metabolisme ( termasuk diabetes), disfungsi ginjal, hemoglobinopati atau immunosupresi, HIV, untuk anggota rumah tangga, perawat, dan petugas-petugas kesehatan. Vaksin ini dianjurkan untuk calon jemaah haji karena risiko paparan tinggi.

Efektivitas : 88-89%, Penelitian oleh Ikhsan M dkk menunjukkan bahwa kelompok pekerja yang tidak divaksinasi mengalami kejadian ILI 2,2 kali lebih besar daripada yang mendapat vaksinasi, walaupun hal ini tidak berbeda bermakna.

Cara pemberian : suntikan intramuskular (IM)2. Vaksinasi Pneumokok(1)Menurut WHO indikasi utama penggunaan vaksin pneumokok polisakarida adalah :

Perlindungan terhadap orang tua sehat khususnya yang tinggal di rumah jompo

Pasien gagal organ kronik

Imunodefisiensi

Pencegahan infeksi berulang pada pasien yang pernah terinfeksi pneumokok

Anak anak kelompok resiko tinggi misalnya yang dilakukan splenektomi dan anemia sickle cell

Cara pemberian : suntikan IM atau subkutan (SC)BAB 3KESIMPULAN

Pneumonia adalah salah satu penyakit akibat infeksi parenkim paru yang dapat menyerang segala usia. Pneumonia paling banyak disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus pneumonia dengan gejala yang muncul seperti demam, batuk berdahak, sesak napas, dan terkadang disertai nyeri dada.

Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional dan CT Scan menjadi pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia. Gambaran khas pada pneumonia adalah adanya konsolidasi dengan adanya gambaran air bronchogram. Namun tidak semua pneumonia memberikan gambaran khas tersebut. Untuk menentukan etiologi pneumonia tidak dapat hanya semata-mata menggunakan foto thorax, melainkan harus dilihat dari riwayat penyakit, dan juga pemeriksaan laboratorium.

Penatalaksanaan medis pada pneumonia adalah pemberian antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab pneumonia disamping terapi supportif lainnya. Prognosis pneumonia secara umum baik jika mendapat terapi antibiotik yang adekuat, faktor predisposisi pasien dan ada tidaknya komplikasi yang menyertai.

Dengan adanya terapi sulih, dapat mempersingkat masa perawatan di rumah sakit, mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama), switch over ( obat berbeda, potensi sama), dan step down ( obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah). Terapi sulih biasa dimulai pada hari ke 4.

Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komuniti : Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna

Penderita sudah tidak panas 8 jam

Gejala klinik membaik (mis : frekuensi pernapasan, batuk) Leukosit menuju normal/normalterapi sulih pada pneumonia komuniti yakni pasien harus stabil secara klinis, criteria stabilitas meliputi : 1. Temp 37,8 C, Kesadaran baik

2. Denyut jantung 100 denyut / menit,

3. Respirasi rate 24 napas / menit

4. Tekanan darah sistolik 90 mmHg

5. Saturasi O2 arteri 90% atau pO2 60 mmHg pada ruang udara,

6. Kemampuan untuk mengambil asupan oral.

7. status mental yang normalTerapi sulih dapat dilakukan dengan berbagai antibiotik oral. Berbagai antibiotik dapat dilakukan sulih dari iv ke oral.Terapi sulih terbukti berhasil dilakukan pada pemakaian levofloksasin, karena Levofloksasin mempunyai bioequivalen yang sama antara sediaan iv maupun sediaan oral. Hal ini memungkinkan untuk dilakukan terapi sulih dengan obat dan dosis yang sama. Keberhasilan klinis dilaporkan mencapai 94,1%.Dapat disimpulkan bahwa levofloksasin 750 mg memiliki rasio AUC:MIC yang lebih tinggi dibanding Levofloksasin 500 mg sehingga memiliki efek bakterisidal yang lebih tinggi. Penggunaan dosis 750 mg merupakan pilihan terapi pada kasus CAP dan terbukti memberikan hasil yang baik sertamampu mengurangi lama terapi. Levofloksasin dosis tinggi ini (750 mg) memiliki profil keamanan yang sama dengan dosis 500 mg.

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM RSPI PROF DR SULIANTI SAROSOFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

PERIODE 18 Mei -25 Juni 2015Page 41