Clinical Science Session OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DAN KOMPLIKASINYA Oleh : Melisha Lisman Gaya 07120022 Madona Utami Dewi 07120075 Moganah Nadarajah 0810314286 Preseptor : Dr. Jacky Munilson, Sp.THT-KL BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK 0
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Clinical Science Session
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DAN KOMPLIKASINYA
Oleh :
Melisha Lisman Gaya 07120022
Madona Utami Dewi 07120075
Moganah Nadarajah 0810314286
Preseptor :
Dr. Jacky Munilson, Sp.THT-KL
BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP Dr. M. DJAMIL
PADANG
2012
0
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa,
akhirnya kami dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul “Otitis Media
Supuratif Kronik dan Komplikasinya”. Referat ini merupakan salah satu syarat
dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior pada bagian Ilmu Telinga, Hidung,
dan Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Kami mengucapkan terimakasih kepada dr. Jacky Munilson, Sp. THT-KL
selaku preseptor yang telah memberikan arahan dan petunjuk serta semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan referat ini, untuk itu kritik dan saran dari pembaca kami harapkan.
Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua.
Padang, April 2012
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... 1
DAFTAR ISI........................................................................................................ 2
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... 3
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 4
dan jaringan granulasi di membran timpani, dikerjakan melalui 2 jalan
(combine approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid
dengan melakukan timppanotomi posterior. Teknik operasi ini pada
OMSK tipe bahaya belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering
kambuhnya kolesteatom kembali.
25
Gambar 8. Pedoman tatalaksana OMSK12
2.10 Komplikasi
Cara penyebaran infeksi :
1. Penyebaran hematogen
2. Penyebaran melalui erosi tulang
3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.
26
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3
macam lintasan :1,3
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian
tulang yang lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan
masuknya infeksi.
2. Menembus selaput otak.
Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan meningitis. Dura
sangat resisten terhadap penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi, dan
lebih melekat ketulang. Jaringan granulasi terbentuk pada dura yang terbuka
dan ruang subdura yang berdekatan.
3. Masuk ke jaringan otak.
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan
permukaan korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi ke
jaringan otak ini dapat terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi
ke ruang Virchow Robin yang berakhir di daerah vaskular subkortek.
Pengenalan yang baik terhadap perkembangan prasyarat untuk
mengetahui timbulnya komplikasi. Bila dengan pengobatan medikamentosa
tidak berhasil mengurangi gejala klinik dengan tidak berhentinya otore dan
pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan berkurangnya reaksi
inflamasi dan pengumpulan cairan maka harus diwaspadai kemungkinan
adanya komplikasi. Pada stadium akut, naiknya suhu tubuh, nyeri kepala atau
adanya tanda-tanda toksisitas seperti malaise, perasaan mengantuk, somnolen
atau gelisah yang menetap dapat merupakan tanda bahaya.Timbulnya nyeri
kepala di daerah parietal atau oksipital dan adanya keluhan mual, muntah
proyektil serta kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi diberikan
merupakan tanda kenaikan tekanan intrakranial. Komplikasi OMSK antara
lain :5
1. Komplikasi di telinga tengah
27
Akibat infeksi telingan tengah hampir selalu berupa tuli konduktif. Pada
membran timpani yang masih utuh, tetapi rangkaian tulang pendengaran
terputus, akan menyebabkan tuli konduktif yang berat.
Paresis nervus fasialis
Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke kanalis
fasialis pada otitis media akut. Pada otitis media kronis, kerusakan terjadi oleh
erosi tulang oleh kolesteatom atau oleh jaringan granulasi, disusul oleh infeksi
ke dalam kanalis fasialis tersebut.
Pada otitis media supuratif kronis, tindakan dekompresi harus segera
dilakukan tanpa harus menunggu pemeriksaan elektrodiagnostik. Derajat
kelumpuhan nervus fasialis ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan fungsi
motorik yang dihitung dalam persen (%) :
Pemeriksaan Fungsi Saraf Motorik :
Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk
terciptanya mimik dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke sepuluh
otot-otot tersebut secara berurutan dari sisi superior adalah sebagai berikut :
1. M. frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atas.
2. M. sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alis.
3. M. piramidalis : diperiksa dengan cara mengangkat dan mengerutkan
hidung ke atas.
4. M. orbicularis oculi : diperiksa dengan cara memejamkan kedua mata
kuat-kuat.
5. M. zigomatikus : diperiksa dengana cara tertawa lebar sampai
memperlihatkan gigi.
6. M. relever komunis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut ke
depan sambil memperlihatkan gigi.
7. M. businator : diperiksa dengan cara mengembungkan kedua pipi.
8. M. orbicularis oris : diperiksa dengan menyuruh penderita bersiul.
9. M. triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua sudut bibir ke
bawah.
10. M. mentalis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut yang tertutup
rapat ke depan.
28
Pada tiap gerakan dari kesepuluh otot tersebut, kita bandingkan antara
kanan dan kiri :
a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka 3
b. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka 1
c. Diantaranya dinilai dengan angka 2
d. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka 0
Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan
mempunyai nilai 30.
Skala House-Brackman dalam menentukan kelumpuhan nervus fasialis :
Grade KarakteristikI. Normal Fungsi fasial normal pada semua areaII. Disfungsi ringan Gross :
- Kelemahan ringan yang hanya tampak dengan inspeksi yang teliti
- Mungkin disertai sinkinesis ringan- Saat istirahat, normal simetrisMotion :- Dahi : fungsi sedang-baik- Mata : dapat menutup sempurna
dengan usaha minimal- Mulut : asimetris ringan
III. Disfungsi Sedang Gross:- Terdapat perbedaan yang nyata
pada kedua sisi tapi belum menyebabkan perubahan bentuk wajah.
- Terdapat sinkinesis,kontraktur, dan spasme hemifasia yang terlihat tapi tidak parah.
- Saat istirahat, simtetris normal.Motion :- Dahi : gerakan ringan-sedang- Mata : dapat menutup sempurna
dengan usaha- Mulut : tampak agak lemah
dengahn usaha maksimum
IV. Disfungsi Ringan-Berat Gross :- Terdapat asimetris yang merubah
bentuk wajah atau kelemahan yang jelas.
- Saat istirahat, normal simetrisMotion :
29
- Dahi : tidak ada gerakan- Mata : menutup tidak sempurana- Mulut ; asimetris walau dengan
usaha maksimal
V. Disfungsi Berat Gross :- Hanya terdapat sedikit gerakan- Saat istirahat asimetrisMotion :- Dahi : tidak ada gerakan- Mata : menutup tidak sempurna- Mulut : sedikit pergerakan
VI. Paralisis Total Tidak ada pergerakan sama sekali
Sumber : House JW, Brackmann DE. Facial nerve grading system.
Otolaryngol. Head Neck Surg 1985; 93: 146–147.
2. Komplikasi di telinga dalam
Apabila peninggian tekanan di telinga tengah oleh produk infeksi, ada
kemungkinan produk infeksi itu akan menyebar ke telinga dalam melalui
tingkap bulat (fenestra rotundum). Selama kerusakan hanya sampai bagian
basalnya saja biasanya tidak menimbulkan keluhan pada pasien. Akan tetapi
apabila kerusakan telah menyebar ke koklea akan menjadi masalah. Hal ini
sering dipakai sebagai indikasi untuk melakukan miringotomi segera pada
pasien otitis media akut yang tidak membaik dalam 48 jam dengan
pengobatan medikamentosa saja.
Penyebaran oleh proses destruksi seperti oleh kolesteatom atau infeksi
langsung ke labirin akan menyebabkan gangguan keseimbangan dan
pendengaran, misalnya vertigo, mual, muntah serta tuli saraf. Komplikasi
telinga dalam antara lain :
a. Fistula labirin
Otitis media supuratif kronis terutama yang dengan kolesteatom dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada bagian vestibuler labirin,
sehingga terbentuk fistula. Pada keadaan ini infeksi dapat masuk, sehingga
terjadi labirinitis dan akhirnya akan terjadi komplikasi tuli total atau
meningitis.
30
Fistula di labirin dapat diketahui dengan tes fistula yaitu dengan
memberikan tekanan udara positif ataupun negatif ke liang telinga melalui
otoskop siegel atau corong telinga yang kedap atau balon karet dengan
bentuk elips pada ujungnya yang dimasukkan ke dalam liang telinga.
Balon karet dipencet dan udara di dalamnya menyebabkan perubahan
tekanan udara di liang telinga. Bila fistula yang terjadi masih paten akan
terjadi kompresi dan ekspansi labirin membran. Tes fistula positif akan
terjadi nistagmus atau vertigo. Tes fistula bisa negatif, bila fistulanya
sudah tertutup oleh jaringan granilasi atau bila labirin sudah mati/ paresis
kanal.
Pemeriksaan radiologik CT scan yang baik kadang-kadang dapat
memperlihatkan fistula labirin, yang biasanya ditemukan di kanalis
semisirkularis horizontal. Pada fistula labirin, operasi harus segera
dilakukan untuk menghilangkan infeksi dan menutup fistula sehingga
fungsi telinga dalam dapat dipulihkan kembali. Tindakan bedah harus
adekuat untuk mengontrol penyakit primer. Matriks kolesteatom dan
jaringan granulasi harus diangkat dari fistula sampai bersih dan daerah
tersebut harus segera ditutup dengan jaringan ikat atau sekeping tulang/
tulang rawan.
b. Labirinitis
Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin disebut labirinitis
umum (general), dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat,
sedangkan labirinitis terbatas (labirinitis sirkumskripta) menyebabkan
vertigo saja atau tuli saraf saja.
Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi di ruang perilimfa.
Terdapat dua bentuk labirinitis yaitu labirinitis serosa dan supuratif.
Labirinitis serosa dapat berbentu labirinitis serosa difus dan sirkumskripta.
Labirinitis supuratif dibagi atas labirinitis supuratif akut difus dan kronik
difus.
Pada kedua bentuk labirinitis ini operasi harus segera dilakukanuntuk
menghilangkan infeksi dari telinga tengah. Kadang-kadang diperlukan
drainase nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis.
31
Pemberian antibiotik yang adekuat terutama ditujukan kepada pengobatan
otitis media kronik dengan / tanpa kolesteatom.
3. Komplikasi ke Ekstradural
a. Petrositis
Penyebaran infeksi telinga tengah ke apeks os petrosum yang
langsung ke sel-sel udara. Keluhannya antara lain diplopia (n.VI), nyeri
daerah parietal, temporal, dan oksipital (n.V), otore persisten. Dikenal
dengan sindrom Gradenigo. Keluhan lain keluarnya nanah yang terus
menerus dan nyeri yang menetap paska mastoidektomi. Pengobatannya
operasi (ekspolorasi sel-sel udara os petrosum dan jaringan pathogen) serta
antibiotika.
b. Tromboflebitis Sinus Lateralis
Akibat infeksi ke sinus sigmoid ketika melewati os mastoid. Hal ini
jarang terjadi. Gejalanya berupa demam yang awalnya naik turun lalu
menjadi berat yang disertai menggigil (sepsis). Nyerinya tidak jelas
kecuali terjadi abses perisinus. Kultur darah positif terutama saat demam.
Pengobatan dengan bedah, buang sumber infeksi os mastoid, buang
tulang/dinding sinus yang nekrotik. Jika terbentuk thrombus lakukan
drainase sinus dan dikeluarkan. Sebelumnya diligasi vena jugularis interna
untuk cegah thrombus ke paru dan tempat lain.
c. Abses Ekstradural
Terkumpulnya nanah antara duramater dan tulang. Hal ini
berhubungan dengan jaringan granulasi dan kolesteatom yang
menyebabkan erosi tegmen timpani atau mastoid. Gejala berupa nyeri
telinga hebat dan nyeri kepala. Rontgen mastoid posisi Schuller, tampak
kerusakan tembusnya lempeng tegmen. Sering terlihat waktu operasi
mastoidektomi.
d. Abses Subdural
32
Biasanya tromboflebitis melalui vena. Gejala berupa demam, nyeri
kepala dan penurunan kesadaran sampai koma, gejala SSP berupa kejang,
hemiplegia dan tanda kernig positif.
Punksi lumbal perlu untuk membedakan dengan meningitis. Pada
abses subdural kadar protein LCS normal dan tidak ditemukan bakteri.
Pada abses ekstradural nanah keluar waktu mastoidektomi, sedangkan
subdural dikeluarkan secara bedah syaraf sebelum mastoidektomi.
4. Komplikasi ke SSP
a. Meningitis
Gambaran klinik berupa kaku kuduk, demam, mual muntah, serta
nyeri kepala hebat. Pada kasus berat kesadaran menurun. Analisa LCS
kadar gula menurun dan protein meninggi. Meningitis diobati terlebih
dahulu kemudian dilakukan mastoidektomi.
b. Abses Otak
Ditemukan di serebelum, fossa kranial posterior/lobus temporal, atau
fossa kranial media. Berhubungan dengan tromboflebitis sinus lateralis,
petrositis atau meningitis. Biasanya merupakan perluasan langsung dari
infeksi telinga dan mastoid atau tromboflebitis. Umumnya didahului abses
ekstradural.
Gejala abses serebelum ataksia, disdiadokokinetis, tremor intensif dan
tidak tepat menunjuk suatu objek. Abses lobus temporal berupa afasia,
2. WHO. Chronic suppurative otitis media burden of illnes and management
options. Child and adolescent health and development prevention of Geneva,
Switzerland; 2004
3. Parry D. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Medical Treatment:Follow-Up. Diunduh dari http://www.emedicine.medscape/otolaryngology pada tanggal 18 Februari 20015.
4.
5. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan. Medan : FK USU. 2003.
6. WHO. Chronic suppurative otitis media burden off illness and management options. Child and Adolescent Health and Development Prevention of Blindness and Deafness. Geneva Switzerland. 2004.
7. Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Bagian Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala Leher. Kampus USU. 2007.
8. Farida et al. Alergi Sebagai Faktor Resiko Terhadap Kejadian Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Benigna. Medical Faculty of Hasanuddin. 2009.
9. Djaafar ZA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala leher. Edisi 6. Jakarta : FKUI.2007.
10. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Boies, Buku Ajar Penyakit THT Ed. 6. Jakarta:EGC;88-119.
11. Anonim. Otitits Media Kronis. 2009. Diunduh dari http://www.medicastore.com pada tanggal 2 April 2012.
12. Meyer TA, Strunk CL, Lambert PR. Cholesteatoma. In : Newlands SD et.al (editor). Head & neck surgery otolaryngology. 4th ed. 2006. Philadelphia : Lippincolt williams & wilkins. h. 2081-91.
13. Anonim. Ear Discharge. 2008. Diunduh dari http://www.myhealth.gov.my/myhealth pada tanggal 2 April 2012.
14. Lutan R, Wajdi F. Pemakaian Antibiotik Topikal Pada Otitis Media Supuratif Kronik Jinak Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 132.2001.
15. Parry D. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Medical Treatment:Follow-Up. Diunduh dari http://www.emedicine.medscape/otolaryngology pada tanggal 2 April 2012.
16. Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. Komplikasi otitis media supuratif. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD (editor). Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi 6. 2009. Jakarta : FKUI. h.86.