REFERAT NYERI NEUROPATI PEMBIMBING: dr. ANANDA SETIABUDI, Sp.S DISUSUN OLEH: MALIKA 030.10.168 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH PERIODE 09 FEBRUARI 2015 – 14 MARET 2015
REFERAT
NYERI NEUROPATI
PEMBIMBING:
dr. ANANDA SETIABUDI, Sp.S
DISUSUN OLEH:
MALIKA
030.10.168
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
PERIODE 09 FEBRUARI 2015 – 14 MARET 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
LEMBAR PERSETUJUAN
Referat dengan Judul
” NYERI NEUROPATI ”
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing,
sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Saraf
di RSUD Budhi Asih periode 9 Februari – 14 Maret 2015
Jakarta, Februari 2015
(Dr. Ananda Setiabudi, Sp.S)
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami kepada Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat
dan juga shalawat kepada Rasulullah Muhammad saw sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
referat dengan judul “NYERI NEUROPATI”. Adapun tugas referat ini ditulis sebagai salah satu
persyaratan akademis dalam masa kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Saraf di Rumah
Sakit Umum Daerah Budhi Asih periode 9 Februari – 14 Maret 2015 dengan tujuan untuk
menambah wawasan, serta memberi pengalaman dalam penulisan dan penyajian suatu karya
tulis.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Ananda Setiabudi Sp.S
selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dalam penulisan
referat ini Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang turut serta
membantu penyusunan referat ini yang tidak mungkin diselesaikan tepat waktu jika tidak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak.
Demikian kata pengantar ini penulis buat. Untuk segala kekurangan dalam referat ini,
penulis memohon maaf dan juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif bagi
perbaikan referat ini. Terimakasih.
Jakarta, Februari 2015
Penulis
2
DAFTAR ISI
Lembar persetujuan.........................................................................................................1
Kata Pengantar…….........................................................................................................2
Daftar Isi............................................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
BAB II
PEMBAHASAN
1.Definisi........................................................................................................................................5
2.Epidemiolog................................................................................................................................5
3.Etiologi........................................................................................................................................6
4. Klasifikasi..................................................................................................................................6
5. Manifestasi Klinis.........................................................................................................12
6. Diagnosis......................................................................................................................15
7. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................................16
8. Penatalaksanaan.........................................................................................................17
10. Komplikasi...............................................................................................................18
11. Prognosis...................................................................................................................20
BAB III Kesimpulan.............................................................................................21
Daftar Pustaka.....................................................................................................22
3
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri adalah keluhan yang paling sering membuat pasien datang ke dokter. Hal ini
hampir selalu merupakan manifestasi dan tanda dari sebuah proses patologis atau penyakit dalam
tubuh. Sedangkan neuropati dapat didefinisikan sebagai nyeri akibat lesi jaringan saraf baik
perifer maupun sentral bisa diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti amputasi, toksis (akibat
khemoterapi) metabolik (diabetik neuropati) atau juga infeksi misalnya herpes zoster pada
neuralgia pasca herpes dan lain-lain. Nyeri pada neuropatik bisa muncul spontan (tanpa stimulus)
maupun dengan stimulus atau juga kombinasi.
International Association for Study of Pain (IASP), mendefinisikan nyeri sebagai suatu
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik
aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut.nyeri juga
dapat dibedakan atas dua komponen utama, yaitu komponen emosional (psikogenik) dan
sensorik (fisik). Nyeri juga dapat divariasikan berdasarkan: waktu dan lamanya berlangsung
(transien, intermiten, atau persisten), intensitas (ringan, sedang dan berat), kualitas (tajam,
tumpul, dan terbakar), penjalarannya (superfisial, dalam, lokal atau difus). Di samping itu nyeri
pada umumnya memiliki komponen kognitif dan emosional yang digambarkan sebagai
penderitaan. Selain itu nyeri juga dihubungkan dengan refleks motorik menghindar dan
gangguan otonom yang disebut sebagai pengalaman nyeri.
Secara patologik nyeri dikelompokkan pada nyeri adaptif atau nyeri nosiseptif, atau nyeri
akut dan nyeri maladaptif sebagai nyeri kronik juga disebut sebagai nyeri neuropatik serta nyeri
psikologik atau nyeri idiopatik. Nyeri akut atau nosiseptif yang diakibatkan oleh kerusakan
jaringan, merupakan salah satu sinyal untuk mempercepat perbaikan dari jaringan yang rusak.
Sedangkan nyeri neuropatik disebut sebagai nyeri fungsional merupakan proses sensorik
abnormal yang disebut juga sebagai gangguan sistem alarm. Nyeri idiopatik yang tidak
berhubungan dengan patologi baik neuropatik maupun nosiseptif dan memunculkan gejala
gangguan psikologik memenuhi somatoform seperti stres, depresi, ansietas dan sebagainya.
4
BAB II
NYERI NEUROPATI
2.1 DEFINISI
Nyeri neuropatik yang didefinisikan sebagai nyeri akibat lesi jaringan saraf baik perifer
maupun sentral bisa diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti amputasi, toksis (akibat
khemoterapi) metabolik (diabetik neuropati) atau juga infeksi misalnya herpes zoster pada
neuralgia pasca herpes dan lain-lain. Nyeri pada neuropatik bisa muncul spontan (tanpa stimulus)
maupun dengan stimulus atau juga kombinasi.
Nyeri neuropatik juga disebut sebagai nyeri kronik berbeda dengan nyeri akut atau
nosiseptif dalam hal etiologi, patofisiologi, diagnosis dan terapi. Nyeri akut adalah nyeri yang
sifatnya self-limiting dan dianggap sebagai proteksi biologik melalui signal nyeri pada proses
kerusakan jaringan. Nyeri pada tipe akut merupakan simptom akibat kerusakan jaringan itu
sendiri dan berlokasi disekitar kerusakan jaringan dan mempunyai efek psikologis sangat
minimal dibanding dengan nyeri kronik. Nyeri ini dipicu oleh keberadaan neurotransmiter
sebagai reaksi stimulasi terhadap reseptor serabut alfa-delta dan C polimodal yang berlokasi di
kulit, tulang, jaringan ikat otot dan organ visera. Stimulus ini bisa berupa mekhanik, kimia dan
termis, demikian juga infeksi dan tumor. Reaksi stimulus ini berakibat pada sekresi
neurotransmiter seperti prostaglandin, histamin, serotonin, substansi P, juga somatostatin (SS),
cholecystokinin (CCK), vasoactive intestinal peptide (VIP), calcitoningenen-related peptide
(CGRP) dan lain sebagainya. Nyeri neuropatik adalah non-self-limiting dan nyeri yang dialami
bukan bersifat sebagai protektif biologis namun adalah nyeri yang berlangsung dalam proses
patologi penyakit itu sendiri. Nyeri bisa bertahan beberapa lama yakni bulan sampai tahun
sesudah cedera sembuh sehingga juga berdampak luas dalam strategi pengobatan termasuk terapi
gangguan psikologik.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi nyeri neuropatik belum cukup banyak dipelajari, sebagian besar karena
keragaman dari kondisi nyeri ini. Estimasi saat ini, Menurut Bennet (1978) dan Tollison (1998),
di Amerika Serikat terdapat kira-kira 75-8 juta penderita nyeri kronik, dengan 25 juta
diantaranya penderita artrirtis. Diperkirakan ada 600.000 penderita artritis baru setiap tahunnya.
Jumlah penderita nyeri neuropatik lebih kurang 1% dari total penduduk di luar nyeri punggung
5
bawah. Untuk nyeri punggung bawah sendiri diperkirakan 15% dari jumlah penduduk (Fordyce,
1995). Insidensi maupun prevalensi nyeri akut belum diketahui, tetapi diperkirakan operasi dan
trauma penyebab utama nyeri akut (Loeser and Melzack, 1999; McQuay and Moore, 1999).
Pada penelitian lain didapatkan, nyeri neuropatik mungkin menyerang 3% dari populasi
umum. Dari 6000 sampel keluarga yang tinggal di tiga kota di Inggris, didapatkan prevalensi
nyeri kronis adalah 48% dan prevalensi nyeri neuropatik adalah 8%. Responden dengan nyeri
neuropatik kronis lebih banyak perempuan, dengan usia yang cukup tua, belum menikah, tidak
memiliki kualifikasi pendidikan, dan merupakan perokok.
Insidensi maupun prevalensi nyeri akut belum diketahui, tetapi diperkirakan operasi dan
trauma penyebabutama nyeri akut.
2.3 ETIOLOGI
Nyeri neuropatik dapat terjadi akibat lesi di susunan saraf pusat (nyeri sentral) atau lesi
saraf perifer (nyeri perifer). Nyeri neuropatik berasal dari saraf perifer di sepanjang
perjalanannya atau dari SSP karena gangguan fungsi, tanpa melibatkan eksitasi reseptor nyeri
spesifik (nosiseptor). Gangguan ini dapat disebabkan oleh kompresi, transeksi, infiltrasi,
iskemik, dan gangguan metabolik pada badan sel neuron.
Nyeri sentral neuropatik adalah suatu konsep yang berkembang akibat bertambahnya
bukti bahwa kerusakan ujung-ujung saraf nosiseptif perifer di jaringan lunak, pleksus saraf, dan
saraf itu sendiri juga dapat menyebabkan nyeri sentral nosiseptif melalui proses sensitasi.
Sindrom nyeri thalamus adalah salah satu nyeri neuropatik sentral. Nyeri sentral neuropatik juga
dapat ditemukan pada pasien post-strok, multiple sklerosis, spinal cord injury, dan penyakit
Parkinson.
Nyeri neuropatik perifer terjadi akibat kerusakan saraf perifer. Kerusakan yang berasal
dari perifer menyebabkan tidak saja pelepasan muatan spontan serat saraf perifer yang terkena
tetapi juga lepasnya muatan spontan sel-sel ganglion akar dorsal saraf yang rusak. Contoh-
contoh sindrom yang mungkin dijumpai adalah neuralgia pascaherpes, neuropati diabetes,
neuralgia trigeminus, kausalgi, phantom-limb pain, kompresi akibat tumor, dan post operasi.
Penyebab nyeri neuropatik yang paling sering :
6
Nyeri neuropatik sentral Mielopati kompresif dengan stenosis spinalis Mielopati HIV Multiple sclerosis Penyakit Parkinson Mielopati post iskemik Mielopati post radiasi Nyeri post stroke Nyeri post trauma korda spinalis Siringomielia
Nyeri neuropatik perifer Poliradikuloneuropati demielinasi inflamasi akut dan kronik Polineuropati alkoholik Polineuropati oleh karena kemoterapi Sindrom nyeri regional kompleks (complex regional pain syndrome) Neuropati jebakan (misalnya, carpal tunnel syndrome) Neuropati sensoris oleh karena HIV Neuralgia iatrogenik (misalnya, nyeri post mastektomi atau nyeri post
thorakotomi) Neuropati sensoris idiopatik Kompresi atau infiltrasi saraf oleh tumor Neuropati oleh karena defisiensi nutrisi Neuropati diabetic Neuralgia post herpetic Pleksopati post radiasi Radikulopati (servikal, thorakal, atau lumbosakral) Neuropati oleh karena paparan toksik Neuralgia trigeminus (Tic Doulorex) Neuralgia post traumatic
Nyeri neuropatik juga dapat dihubungkan dengan penyakit infeksi, yang juga dapat
menyebabkan low back pain, radicular pain, dan mielopati. Nyeri neuropatik adalah hal yang
paling sering dan penting dalam morbiditas pasien kanker. Nyeri pada pasien kanker dapat
timbul dari kompresi tumor pada jaringan saraf atau kerusakan sistem saraf karena radiasi atau
kemoterapi.
2.4 KLASIFIKASI
7
Klasifikasi nyeri neuropati terbagi menjadi 2, yakni berdasarkan penyakit yang
mendahului dan letak anatomisnya, dan berdasarkan gejala. Berdasarkan penyakit yang
mendahului dan letak anatomisnya, nyeri neuropati terbagi menjadi :
Perifer, dapat diakibatkan oleh neuropati, nueralgia pasca herpes zoster, trauma susunan
saraf pusat, radikulopati, neoplasma, dan lain-lain
Medula spinalis, dapat diakibatkan oleh multiple sclerosis, trauma medula spinalis,
neoplasma, arakhnoiditis, dan lain-lain
Otak, dapat diakibatkan oleh stroke, siringomielia, neoplasma, dan lain-lain.
Berdasarkan gejala, nyeri neuropati terbagi menjadi :
Nyeri spontan (independent pain)
Nyeri oleh karena stimulus (evoked pain)
Gabungan antara keduanya.
2.5 PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mendasari munculnya nyeri neuropati adalah: sensitisasi perifer, ectopic
discharge, sprouting, sensitisasi sentral, dan disinhibisi. Perubahan ekspresi dan distribusi saluran
ion natrium dan kalium terjadi setelah cedera saraf, dan meningkatkan eksitabilitas membran,
sehingga muncul aktivitas ektopik yang bertanggung jawab terhadap munculnya nyeri neuropatik
spontan.
Kerusakan jaringan dapat berupa rangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor disebut
nyeri inflamasi akut atau nyeri nosiseptif, atau terjadi di jaringan saraf, baik serabut saraf pusat
maupun perifer disebut nyeri neuropatik. Trauma atau lesi di jaringan akan direspon oleh
nosiseptor dengan mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, seperti bradikinin, prostaglandin,
histamin, dan sebagainya. Mediator inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang menyebabkan
munculnya nyeri spontan, atau membuat nosiseptor lebih sensitif (sensitasi) secara langsung
maupun tidak langsung. Sensitasi nosiseptor menyebabkan munculnya hiperalgesia. Trauma atau
lesi serabut saraf di perifer atau sentral dapat memacu terjadinya remodelling atau
hipereksibilitas membran sel. Di bagian proksimal lesi yang masih berhubungan dengan badan
sel dalam beberapa jam atau hari, tumbuh tunas-tunas baru (sprouting). Tunas-tunas baru ini, ada
8
yang tumbuh dan mencapai organ target, sedangkan sebagian lainnya tidak mencapai organ
target dan membentuk semacam pentolan yang disebut neuroma. Pada neuroma terjadi
akumulasi berbagai ion-channel, terutama Na+ channel. Akumulasi Na+ channel menyebabkan
munculnya ectopic pacemaker. Di samping ion channel juga terlihat adanya molekul-molekul
transducer dan reseptor baru yang semuanya dapat menyebabkan terjadinya ectopic discharge,
abnormal mechanosensitivity, thermosensitivity, dan chemosensitivity (Devor and Seltzer,
1990). Ectopic discharge dan sensitisasi dari berbagai reseptor (mechanical, termal, chemical)
dapat menyebabkan timbulnya nyeri spontan dan evoked pain.
Lesi jaringan mungkin berlangsung singkat, dan bila lesi sembuh nyeri akan hilang. Akan
tetapi, lesi yang berlanjut menyebabkan neuron-neuron di kornu dorsalis dibanjiri potensial aksi
yang mungkin mengakibatkan terjadinya sensisitasi neuron-neuron tersebut. Sensitisasi neuron di
kornu dorsalis menjadi penyebab timbulnya alodinia dan hiperalgesia sekunder. Dari keterangan
di atas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa nyeri timbul karena aktivasi dan sensitisasi
sistem nosiseptif baik perifer maupun sentral.
Baik nyeri neuropatik perifer maupun sentral berawal dari sensitisasi neuron sebagai
stimulus noksious melalui jaras nyeri sampai ke sentral. Bagian dari jaras ini dimulai dari kornu
dorsalis, traktus spinotalamikus (struktur somatik) dan kolum dorsalis (untuk viseral), sampai
talamus sensomotorik, limbik, korteks prefrontal dan korteks insula. Karakteristik sensitisasi
neuron bergantung pada: meningkatnya aktivitas neuron; rendahnya ambang batas stimulus
terhadap aktivitas neuron itu sendiri misalnya terhadap stimulus yang nonnoksious, dan luasnya
penyebaran areal yang mengandung reseptor yang mengakibatkan peningkatan letupan-letupan
dari berbagai neuron. Nyeri neuropatik muncul akibat proses patologi yang berlangsung berupa
perubahan sensitisasi baik perifer maupun sentral yang berdampak pada fungsi sistem inhibitorik
serta gangguan interaksi antara somatik dan simpatetik. Keadaan ini memberikan gambaran
umum berupa alodinia dan hiperalgesia. Permasalahan pada nyeri neuropatik adalah menyangkut
terapi yang berkaitan dengan kerusakan neuron dan sifatnya ireversibel. Pada umumnya hal ini
terjadi akibat proses apoptosis yang dipicu baik melalui modulasi intrinsik kalsium di neuron
sendiri maupun akibat proses inflamasi sebagai faktor ekstrinsik. Kejadian inilah yang mendasari
konsep nyeri kronik yang ireversibel pada sistem saraf. Atas dasar ini jugalah maka nyeri
neuropatik harus secepat mungkin di terapi untuk menghindari proses mengarah ke plastisitas
sebagai nyeri kronik. Neuron sensorik nosiseptif berakhir pada bagian lamina paling superfisial
9
dari medula spinalis. Sebaliknya, serabut sensorik dengan ambang rendah (raba, tekanan, vibrasi,
dan gerakan sendi) berakhir pada lapisan yang dalam. Penelitian eksperimental pada tikus
menunjukkan adanya perubahan fisik sirkuit ini setelah cedera pada saraf. Pada beberapa minggu
setelah cedera, terjadi pertumbuhan baru atau sprouting affreen dengan non noksious ke daerah-
daerah akhiran nosiseptor. Sampai saat ini belum diketahui benar apakah hal yang serupa juga
terjadi pada pasien dengan nyeri neuropati. Hal ini menjelaskan mengapa banyak kasus nyeri
intraktabel terhadap terapi. Rasa nyeri akibat sentuhan ringan pada pasien nyeri neuropati
disebabkan oleh karena respon sentral abnormal serabut sensorik non noksious. Reaksi sentral
yang abnormal ini dapat disebabkan oleh faktor sensitisasi sentral, reorganisasi struktural, dan
hilangnya inhibisi.
Nyeri neuropati merupakan nyeri yang dikarenakan adanya lesi pada sistem saraf perifer
maupun pusat. Nyeri ini bersifat kronik dan mengakibatkan penurunan kualitas hidup penderita.
Nyeri neuropati melibatkan gangguan neuronal fungsional dimana saraf perifer atau sentral
terlibat dan menimbulkan nyeri khas bersifat epikritik (tajam dan menyetrum) yg ditimbulkan
oleh serabut Aδ yg rusak, atau protopatik seperti disestesia, rasa terbakar, parestesia dengan
lokalisasi tak jelas yang disebabkan oleh serabut C yang abnormal. Gejala-gejala ini biasa
disertai dengan defisit neurologik atau gangguan fungsi lokal.
Umumnya, lesi saraf tepi maupun sentral berakibat hilangnya fungsi seluruh atau
sebagian sistim saraf tersebut, ini sering disebut sebagai gejala negatif. Akan tetapi, pada bagian
kecil penderita dengan lesi saraf tepi, seperti pada penderita stroke, akan menunjukkan gejala
positif yang berupa disestesia, parestesia atau nyeri. Nyeri yang terjadi akibat lesi sistem saraf ini
dinamakan nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang didahuluhi atau disebabkan
oleh lesi atau disfungsi primer pada sistem saraf.
Iskemia, keracunan zat tonik, infeksi dan gangguan metabolik dapat menyebabkan lesi
serabut saraf aferen. Lesi tersebut dapat mengubah fungsi neuron sensorik yang dalam keadaan
normal dipertahankan secara aktif oleh keseimbangan antara neuron dengan lingkungannya.
Gangguan yang terjadi dapat berupa gangguan keseimbangan neuron sensorik, melalui
perubahan molekular, sehingga aktivitas serabut saraf aferen menjadi abnormal (mekanisme
perifer) yang selanjutnya menyebabkan gangguan nosiseptik sentral.
Pada nyeri inflamasi maupun nyeri neuropatik sudah jelas keterlibatan reseptor NMDA
dalam proses sensitisasi sentral yang menimbulkan gejala hiperalgesia terutama sekunder dan
10
alodinia. Akan tetapi di klinik ada perbedaaan dalam terapi untuk kedua jenis nyeri inflamasi
sedangkan untuk nyeri neuropatik obat tersebut kurang efektif. Banyak teori telah dikembangkan
untuk menerangkan perbedaan tersebut.
Prinsip terjadinya nyeri adalah gangguan keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi akibat
kerusakan jaringan (inflamasi) atau sistem saraf (neuropatik). Eksitasi meningkat pada kedua
jenis nyeri tersebut pada neyeri neuropatik dari beberapa keterangan sebelumnya telah diketahui
bahwa inhibisi menurun yang sering disebut dengan istilah disinhibisi. Disinhibisi dapat
disebabkan oleh penurunan reseptor opioid di neuron kornu dorsalis terutama di presinap serabut
C.
2.6 MANIFESTASI KLINIS
11
Gejala khas dari neuropati adalah berkaitan dengan jenis saraf yang terkena. Jika
saraf sensoris yang rusak, gejala umumnya termasuk kebas, kesemutan pada daerah yang
terkena, sensasi seperti ditusuk-tusuk, atau nyeri. Nyeri yang berkaitan dengan neuropati
dapat cukup kuat dan dapat digambarkan seperti nyeri tusuk, terpotong, terasa remuk,
dan rasa terbakar. Pada beberapa kasus rangsangan tidak nyeri dapat diterjemahkan
sebagai nyeri yang hebat atau nyeri juga dapat dirasakan bahkan tanpa ada rangsangan.
Kerusakan saraf motoris biasanya di indikasikan dengan kelemahan pada daerah yang
dipengaruhi.
Jika masalah dengan saraf motoris berlanjut dalam suatu periode waktu, atrofi
atau berkurangnya tonus otot dapat terlihat jelas. Kerusakan saraf otonom terlihat paling
jelas ketika seseorang berdiri dan mengalami masalah seperti kepala terasa ringan atau
perubahan tekanan darah. Indikasi lain kerusakan saraf otonom adalah kurangnya
keringat, air mata dan air liur, konstipasi, retensi urin dan impotensi. Dalam beberapa
kasus, dapat terjadi gangguan irama jantung dan masalah-masalah pernafasan. Gejala-
gejala dapat muncul dalam beberapa hari, bulan atau tahun. Jangka waktu dan hasil akhir
dari neuropati berkaitan dengan penyebab kerusakan saraf. Penyebab potensial termasuk
penyakit, trauma fisik, keracunan, malnutrisi dan penyalahgunaan alkohol. Pada beberapa
kasus neuropati bukanlah merupakan gangguan utama, namun merupakan suatu gejala
dari penyakit yang mendasarinya.
Semua gejala neurologi yang terjadi berhubungan dengan sistem saraf pusat yang
terdiri dari otak dan medulla spinalis atau sistem saraf perifer yang menghubungkan
medulla spinalis dan otak ke semua bagian tubuh. Jaringan saraf perifer terdiri dari saraf
motorik yang dapat mengkontraksi otot dan sensorik yang dapat memberikan batasan
sensasi rasa. Saraf perifer dapat mengkontrol beberapa fungsi involunter system saraf
otonom yang mana mengatur beberapa organ interna, kelenjar keringat dan tekanan
darah.
Namun, saraf – saraf perifer mudah rapuh dan rusak. Kerusakan saraf perifer
dapat menganggu hubungan antara area yang dipersarafi dan otak, yang menganggu
kemampuan untuk pergerakan otot – otot tertentu atau sensasi rasa yang normal. Gejala
tersebut tidak tergantung pada penyebab neuropati dan satu atau beberapa saraf yang
terlibat. Jika saraf sensorik mengalami kerusakan , gejala – gejala yang muncul :
12
Nyeri
Kebas
Rasa gatal
kelemahan otot
Rasa terbakar
hilang rasa
Pada saat gejala baru saja muncul dan beberapa penderita tidak menyadari adanya
kelainan. Bagi penderita lainnya, gejala menetap dan terutama pada malam hari gejalanya
hampir tidak bisa ditahan.
Gejala dan tanda antara lain :
tidak ada perasaan saat memakai sarung tangan atau kaus kaki
nyeri seperti terbakar
nyeri tajam, tertusuk atau seperti terkena listrik
kepekaan berlebihan terhadap sentuhan, bahkan sentuhan ringan
kurangnya koordinasi
Bila saraf motorik rusak, penderita akan mengalami kelemahan atau paralisis otot
yang dikendalikan oleh saraf tersebut. Dan bila saraf tersebut rusak yang mana
mengontrol fungsi sistem saraf otonom tertentu, penderita akan mengalami gangguan
dengan buang air besar dan kecil, berkurangnya keringat atau impotensi. anda mungkin
juga mengalami penurunan tajam tekanan darah pada saat berdiri yang menyebabkan
pingsan dan pusing.
2.7 DIAGNOSIS BANDING
1. Diabetic Peripheral Neuropathy (DPN) diklasifikasikan sebagai akut atau kronik,
DPN akut merupakan kondisi yang jarang dan dapat mempengaruhi tungkai bagian bawah dan
penyakit ini menyusahkan dan adakalanya menyebabkan ketidakmampuan pada penderita.
Kondisi akut ini terjadi oleh karena kontrol glukosa darah yang kurang baik atau perbaikan
kontrol yang cepat. DPN kronik didefinisikan sebagai gejala yang telah tejadi minimal 6 bulan.8
13
DPN telah digunakan untuk menggambarkan besarnya penyebaran dan sindrom
neuropatik fokal yang menyebabkan kerusakan dari serat saraf autonom dan somatik perifer.
Sindrom ini temasuk bagian distal, polineuropatik sensorimotorik yang simetris, neuropatik
autonom, neuropatik motorik tungkai bagian proksimal yang simetris (amyotrophy), neuropatik
kranial, radikulopatik, neuropatik entrapment, dan neuropatik motorik tungkai yang asimetris.
Gejala pada pasien dengan polineuropatik sensorimotorik simetris mungkin digambarkan sebagai
salah satu yang negatif ( kehilangan rasa) atau positif (rasa nyeri terbakar atau kelemahan otot).
Kehilangan serat kecil yang tak bermielin pada pasien ini mungkin mempengaruhi untuk
terjadinya cedera atau ulkus pada kaki. Pasien dengan DPN mungkin juga mengalami carpal
tunnel syndrome atau meralgia paresthetica dan atau rasa nyeri yang tersebar pada saraf lateral
femoral cutaneus. Gejala dari DPN mungkin akan memburuk pada malam hari, dan akan
menggangu tidur pasien yang menyebabkan rasa lelah, mudah marah, dan disfungsi otot wajah.8
Diagnosis klinik pada DPN, terutama sekali pada pasien dengan polineuropatik
sensorimotorik mungkin akan sulit, karena gejala yang ada sangat bervariasi, mulai dari nyeri
yang tidak ada dengan penyakit yang mungkin digambarkan hanya oleh ulkus kaki yang tidak
berasa sampai nyeri yang sangat berat. Tanda dan gejala sensori dari DPN sering kali muncul
daripada gejala motorik. Akan tetapi belakangan terakhir mungkin terdapat penurunan refleks
pergelangan kaki (Achilles) dan atau sedikit kelemahan otot bagian distal.
2. Post Herpetic Neuralgia merupakan nyeri yang menetap untuk jangka waktu yang
lama setelah muncul ruam pada penyakit herpes zoster. Meskipun definisi yang ada bervariasi,
American Academy of Neurology memberikan definisi PHN adalah rasa nyeri yang menetap
lebih dari 3 bulan setelah penyembuhan ruam pada penyakit herpes zoster. Etiologi dari PHN
belum diketahui secara pasti, akan tetapi, pada pasien dengan PHN telah mengalami kerusakan
dari saraf sensori, dorsal root ganglia (DRG), dan kornu posterior spinalis. Diperkirakan telah
terjadi penyebaran partikel-partikel dari virus di tempat-tempat ini setelah tereaktivasi dan ini
disertai oleh inflamasi, repon imun, perdarahan, dan kerusakan pada saraf sensori perifer dan
prosesnya. Diketahui juga bahwa infeksi VZV ini dapat menyerang korda spinalis dan SSP
disertai pembuluh darah menyebabkan gejala neurologik yang meluas.
Gejala akut herpes zoster secara khas timbul dengan gejala prodromal selama 3-4 hari
dan mungkin terdapat hyperesthesia, paresthesias, dan atau burning dysesthesias dan gatal
sepanjang dermatom yang terinfeksi. Rasa nyeri merupakan alasan tersering yang dirasakan
14
pasien hingga mencari pengobatan. Rasa nyeri ini seringkali digambarkan seperti rasa terbakar
atau rasa tersengat dan umumnya berat. Dermatom yang seringkali terkena adalah bagian toraks,
tetapi dapat juga terjadi pada dermatom lain. Nervus trigeminus bagian ophtalmicus adalah saraf
kranialis yang sering terkena pada pasien infeksi ini. Pada kebanyakan pasien, gejala akut ini
akan membaik sendiri setelah ruam yang timbul mengalami penyembuhan. Tetapi sebagian kecil
pasien (terutama pada usia lanjut), berkembang menjadi gejala-gejala PHN.
Pasien dengan PHN mungkin datang dengan gejala yang mirip nyeri neuropatik. Gejala
ini dirasakan sebagai nyeri yang terus menerus yang muncul dengan adanya stimulus dari luar,
dimana pasien mungkin merasakannya sering kali pada malam hari atau ketika perhatian pasien
tidak terfokus pada suatu aktivitas. Pasien dengan PHN juga merasakan nyeri pada sentuhan
yang ringan, walaupun hanya dengan pakaian (allodynia). Beberapa pasien dengan PHN
mungkin juga mengeluhkan nyeri lancinating (nyeri hebat karena sentakan yang cepat). Gejala
motorik dan autonom jarang ditemukan PHN, tetapi ada kalanya pada pasien dapat muncul nyeri
tulang atau nyeri pleura atau neurogenic bladder or rectum setelah infeksi herpes zoster.
2.8 PENATALAKSANAAN
Banyak jenis obat-obatan yang telah digunakan dalam mengobati nyeri neuropatik,
termasuk diantaranya antiepilepsi spektrum luas (AEDs), misalnya karbamazepin, fenitoin,
okskarbazepin, gabapentin, pregabalin, lamotrigin, penobarbital, fenitoin, topiramate, dan
valproic bekerja dengan mengurangi loncatan listrik pada neuron melalui blokade dari voltage
dependent sodium dan kalsium channel. Obat lainnya (mis, penobarbital, tiagabine, topiramate,
vigabatrine, valproat) bekerja dengan meningkatkan inhibisi neurotransmitter atau secara
langsung turut campur dalam transmisi eksitatorik.
Dari berbagai jenis anti depresan, yang paling sering digunakan untuk terapi nyeri
neuropati adalah golongan trisiklik, seperti amitriptilin, imipramin, maprotilin, desipramin.
Mekanisme kerja anti depresan trisiklik (TCA) terutama mampu memodulasi transmisi dari
serotonin dan norepinefrin (NE). Anti depresan trisiklik menghambat pengambilan kembali
serotonin (5-HT) dan noradrenalin oleh reseptor presineptik. Disamping itu, anti depresan
15
trisiklik juga menurunkan jumlah reseptor 5-HT (autoreseptor), sehingga secara keseluruhan
mampu meningkatkan konsentrasi 5-HT dicelah sinaptik. Hambatan reuptake norepinefrin juga
meningkatkan konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik. Peningkatan konsentrasi norepinefrin
dicelah sinaptik menyebabkan penurunan jumlah reseptor adrenalin beta yang akan mengurangi
aktivitas adenilsiklasi. Penurunan aktivitas adenilsiklasi ini akan mengurangi siklik adenosum
monofosfat dan mengurangi pembukaan Si-Na. Penurunan Si-Na yang membuka berarti
depolarisasi menurun dan nyeri berkurang.
Anti depresan
Dari berbagai jenis anti depresan, yang paling sering digunakan untuk terapi nyeri
neuropati adalah golongan trisiklik, seperti amitriptilin, imipramin, maprotilin, desipramin.
Mekanisme kerja anti depresan trisiklik (TCA) terutama mampu memodulasi transmisi dari
serotonin dan norepinefrin (NE). Anti depresan trisiklik menghambat pengambilan kembali
serotonin (5-HT) dan noradrenalin oleh reseptor presineptik. Disamping itu, anti depresan
trisiklik juga menurunkan jumlah reseptor 5-HT (autoreseptor), sehingga secara keseluruhan
mampu meningkatkan konsentrasi 5-HT dicelah sinaptik. Hambatan reuptake norepinefrin juga
meningkatkan konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik. Peningkatan konsentrasi norepinefrin
dicelah sinaptik menyebabkan penurunan jumlah reseptor adrenalin beta yang akan mengurangi
aktivitas adenilsiklasi. Penurunan aktivitas adenilsiklasi ini akan mengurangi siklik adenosum
monofosfat dan mengurangi pembukaan Si-Na. Penurunan Si-Na yang membuka berarti
depolarisasi menurun dan nyeri berkurang.
Anti konvulsan
Anti konvulsan merupakan gabungan berbagai macam obat yang dimasukkan kedalam
satu golongan yang mempunyai kemampuan untuk menekan kepekaan abnormal dari neuron-
neuron di sistem saraf sentral. Seperti diketahui nyeri neuropati timbul karena adanya aktifitas
abnormal dari sistem saraf. Nyeri neuropati dipicu oleh hipereksitabilitas sistem saraf sentral
yang dapat menyebabkan nyeri spontan dan paroksismal. Reseptor NMDA dalam influks Ca2+
sangat berperan dalam proses kejadian wind-up pada nyeri neuropati. Prinsip pengobatan nyeri
neuropati adalah penghentian proses hiperaktivitas terutama dengan blok Si-Na atau pencegahan
sensitisasi sentral dan peningkatan inhibisi.
16
Karbamazepin dan Okskarbazepin
Mekanisme kerja utama adalah memblok voltage-sensitive sodium channels (VSSC).
Efek ini mampu mengurangi cetusan dengan frekuensi tinggi dari neuron. Okskarbasepin
merupakan anti konvulsan yang struktur kimianya mirip karbamasepin maupun amitriptilin. Dari
berbagai uji coba klinik, pengobatan dengan okskarbasepin pada berbagai jenis nyeri neuropati
menunjukkan hasil yang memuaskan, sama, atau sedikit diatas karbamazepin, hanya saja
okskarbasepin mempunyai efek samping yang minimal.
Lamotrigin
Merupakan anti konvulsan baru untuk stabilisasi membran melalui VSCC, merubah atau
mengurangi pelepasan glutamat maupun aspartat dari neuron presinaptik, meningkatkan
konsentrasi GABA di otak. Khusus untuk nyeri neuropati penderita HIV, digunakan lamotrigin
sampai dosis 300 mg perhari. Hasilnya, efektivitas lamotrigin lebih baik dari plasebo, tetapi 11
dari 20 penderita dilakukan penghentian obat karena efek samping. Efek samping utama
lamotrigin adalah skin rash, terutama bila dosis ditingkatkan dengan cepat.
Gabapentin
Akhir-akhir ini, penggunaan gabapentin untuk nyeri neuropati cukup populer
mengingat efek yang cukup baik dengan efek samping minimal. Khusus mengenai gabapentin,
telah banyak publikasi mengenai obat ini diantaranya untuk nyeri neuropati diabetika, nyeri
pasca herpes, nyeri neuropati sehubungan dengan infeksi HIV, nyeri neuropati sehubungan
dengan kanker dan nyeri neuropati deafferentasi. Gabapentin.secara struktural berhubungan
dengan neurotransmitter y-aminobutyrlc acid (GABA),tetapi mekanisme kerjanya berbeda
dengan beberapa obat yang berinteraksi dengan sinaps GABA. Identifikasi dan fungsi dari
binding site gabapentin masih harus diuraikan dan relevansi berbagai aksinya terhadap efek
antikonvulsan yang dihasilkan masih memertukan pembuktian. Gabapentin cukup efektif dalam
mengurangi intensitas nyeri pada nyeri neuropati yang disebabkan oleh neuropati diabetik,
neuralgia pasca herpes, sklerosis multipel dan lainnya. Dalochio, Nicholson mengatakan bahwa
gabapentin dapat digunakan sebagai terapi berbagai jenis neuropati sesuai dengan kemampuan
17
gabapentin yang dapat masuk kedalam sel untuk berinteraksi dengan reseptor α2β yang
merupakan subunit dari Ca2+-channel.
Gabapentine diindikasikan untuk penanganan PHN pada orang dewasa, walaupun
mekanisme kerja gabapentin dalam mengurangi nyeri pada PHN belum dipahami dengan baik,
namun salah satu sumber menyebutkan bahwa gabapentin mengikat reseptor α2δ subunit dari
voltage-activated calsium channels, pengikatan ini menyebabkan pengurangan influks ca2+ ke
dalam ujung saraf dan mengurangi pelepasan neurotransmitter, termasuk glutamat dan
norepinephrin. Pada orang dewasa yang menderita PHN, terapi gabapentin dimulai dengan dosis
tunggal 300 mg pada hari pertama, 600 mg pada hari kedua (dibagi dalam dua dosis), dan 900
mg pada hari yang ketiga(dibagi dalam 3 dosis). Dosis ini dapat dititrasi sesuai kebutuhan untuk
mengurangi nyeri sampai dosis maksimum 1800 hingga 3600 mg(dibagi dalam 3 dosis). Pada
penderita gangguan fungsi ginjal dan usia lanjut dosisnya dikurangi.
Pregabalin
Pregabalin diindikasikan pada penanganan nyeri neuropatik untuk DPN dan juga
PHN. Mekanisme kerja dari pregabalin sejauh ini belum dimengerti, namun diyakini sama
dengan gabapentin. Pregabalin mengikat reseptor α2δ subunits dari voltage activated calsium
channels, memblok ca2+ masuk pada ujung saraf dan mengurangi pelepasan neurotransmitter.
Pada penderita DPN yang nyeri, dosis maksimum yang direkomendasikan dari pregabalin adalah
100 mg tiga kali sehari (300mg/hari). Pada pasien dengan creatinin clearance ≥ 60 ml/min, dosis
seharusnya mulai pada 50 mg tiga kali sehari (150mg/hari) dan dapat ditingkatkan hingga
300mg/hari dalam 1 minggu berdasarkan keampuhan dan daya toleransi dari penderita. Dosis
pregabalin sebaiknya diatur pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Pada penderita PHN,
dosis yang direkomendasikan dari pregabalin adalah 75 hingga 150 mg 2 kali sehari atau 50
hingga 100 mg 3 kali sehari (150-300 mg/hari). Pada pasien dengan creatinin clearance ≥ 60
ml/min, dosis mulai pada 75 mg 2 kali sehari, atau 50 mg 3 kali sehari (150 mg/hari) dan dapat
ditingkatkan hingga 300 mg/hari dalam 1 minggu berdasarkan keampuhan dan daya toleransi
penderita, jika nyerinya tidak berkurang pada dosis 300 mg/hari, pregabalin dapat ditingkatkan
hingga 600 mg/hari.
18
2.9 PROGNOSIS
Hasil akhir dari nyeri neuropati sangat tergantung pada penyebabnya. Neuropati sangat
bervariasi mulai dari gangguan yang reversibel sampai komplikasi yang dapat berakibat fatal.
Pada kasus yang paling baik, saraf yang rusak akan ber-regenerasi. Sel saraf tidak bisa
digantikan jika mati namun mempunyai kemampuan untuk pulih dari kerusakan. Kemampuan
pemulihan bergantung pada kerusakan dan umur seseorang dan keadaan kesehatan orang
tersebut. Pemulihan bisa berlangsung dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun karena
pertumbuhan sel saraf sangat lambat. Pemulihan sepenuhnya mungkin tidak bisa terjadi dan
mungkin juga tidak bisa ditentukan prognosis hasil akhirnya.
Jika neuropati disebabkan oleh keadaan degeneratif, kondisi seseorang akan bertambah
buruk. Mungkin terdapat periode dimana keadaan tersebut mencapai kondisi statis namun belum
ada pengobatan yang telah ditemukan untuk penyakit-penyakit degeneratif ini. Sehingga gejala-
gejala akan terus berlangsung dan mempunyai kemungkinan untuk memburuk. Beberapa
neuropati dapat berakibat fatal. Beberapa penyakit dengan neuropati juga bisa berakibat fatal
namun penyebab kematian tidak selalu berkaitan dengan neuropati, seperti halnya pada kanker.
19
BAB III
KESIMPULAN
Nyeri neuropatik adalah nyeri yang diakibatkan oleh lesi pada jaringan saraf baik perifer
maupun sentral bisa diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti amputasi, toksis (akibat
khemoterapi) metabolik (diabetik neuropati) atau juga infeksi misalnya herpes zoster pada
neuralgia pasca herpes dan lain-lain. Nyeri pada neuropatik bisa muncul spontan (tanpa stimulus)
maupun dengan stimulus atau juga kombinasi.
Klasifikasi nyeri neuropati terbagi menjadi 2, yakni berdasarkan penyakit yang
mendahului dan letak anatomisnya, dan berdasarkan gejala.
Berdasarkan penyakit yang mendahului dan letak anatomisnya, nyeri neuropati terbagi
menjadi
Perifer
Medula spinalis
Otak
Berdasarkan gejala, nyeri neuropati terbagi menjadi :
· Nyeri spontan (independent pain)
· Nyeri oleh karena stimulus (evoked pain)
20
· Gabungan antara keduanya.
Obat-obatan yang banyak digunakan sebagai terapi nyeri neuropati adalah anti depresan trisiklik
dan anti konvulsan karbamazepin, Lamotrigin, Gabapentin, Pregabalin
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem. 2nd edition. Jakarta: EGC; 2001.
p156-159
2. Purba JS. Penggunaan Obat Antiepilepsi sebagai terapi Nyeri Neuropatik. [serial online]
Oktober 2006 [cited 2015 February 20] : [3 screens]. Available from: URL:
http://www.dexa-medica.co.id
3. Vranken J.H et al. Pregabalin in Patients With Central Neuropathic Pain. J Pain Juni
2007; 7(4): 281-9
4. Beydoun A. Symptomatic treatment of neuropathic pain: a focus on the role of
anticonvulsants. [online] April 2001 [cited 2015 February 20] : [20 screens]. Available
from: URL : http://www.medscape.com/viewprogram/220.htm
5.
6. Lovel and Hassan. Clinicians Guide to Pain. New York: Oxford University; 1996
7. Dwordkin RH. An Overview of Neuropathic Pain:Syndrom, Symptom, Sign and Several
Mechanism. The Clinical Jornal of Pain 2002; 18: p343-349.
8. Torrance N, Smith BH, Bannet MI, Lee AJ. The Epedimiology of Chronic Pain of
Predominantly Neuropathic Origin. J Pain April 2006; 7(4): 281-9.
9. Mary SH, Lorraine MW. Nyeri. In: Sylvia AP, Lorraine MW, editors. Patofisiologi
Volume 2. 6th edition. Jakarta: EGC; 2003. p.1063-1101.
21