BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Midline granuloma adalah penyakit dengan lesi
limfoproliferatif atipik disertai nekrosis dengan gambaran klinis
dan patologi tertentu. Lesi tersebut kebanyakan ditemukan dan
dimulai pada rongga hidung dan sekitarnya, meskipun dapat juga
mengenai organ lain. Karena lesi terdapat pada garis tengah muka
dan kerap menyebabkan kematian, maka secara klinis dinamakan
sebagai Lethal Midline Granuloma.1 Penyakit ini merupakan penyakit
yang jarang ditemukan. Insiden di Indonesia belum diketahui dengan
pasti, namun dari beberapa literature dikatakan bahwa penyakit ini
lebih sering ditemukan dinegara-negara belahan timur dibandingkan
negara belahan barat. Midline granuloma biasanya timbul pada dekade
ke 4 dan ke 5, namun pernah dilaporkan terjadi pada usia dibawah 20
tahun dan diatas 70 tahun. Penyakit ini lebih banyak terdapat pada
laki-laki dibandingkan wanita dengan perbandingan 2:1 sampai 8:1.1
Midline granuloma merupakan penyakit dengan gejala inflamasi lokal
disertai pembentukan granuloma yang bersifat ulseratif dan
destruktif yang progresif, bermanifestasi ganas, mengenai rongga
hidung, sinus paranasal, palatum dan midfasial yang dapat meluas ke
jaringan sekitarnya.2 Pada tahun 1897 Mc Bride menemukan kasus
lethal midline granuloma sebagai suatu kasus yang jarang terjadi
dan menarik perhatian. Kemudian pada tahun 1933 Stewart menemukan
kasus ini dan dia menamakannya dengan progressive lethal
granulomatous ulceration pada hidung dan juga memberikan nama
lainnya yaitu malignant granuloma, granuloma gangrenosa, midline
malignant reticulosis, non healing granuloma dan polimorfik
reticulosis. Pada tahun 1966, Eichel memberikan nama retikulosis
polimorfik dan membedakannya dengan limfoma maligna pada hidung.3
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa lethal midline granuloma
termasuk ke dalam limfoma non hodgkins yang berasal dari sel T atau
sel Natural Killer (NK). 31.2 Tujuan PenulisanAdapun tujuan referat
ini diantaranya adalah untuk memberikan gambaran ringkas mengenai
lethal midline granuloma.
1.3 Manfaat PenulisanReferat ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan penulis serta pembaca mengenai lethal midline
granuloma. Selain itu, referat ini akan dijadikan untuk melengkapi
persyaratan kepanitraan klinik dibagian ilmu kedokteran THT-KL
fakultas kedokteran universitas malahayati.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi hidung dan palatum2.1.1 Anatomi hidung Rongga hidung
atau cavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang
dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya sehingga menjadi
cavum nasi kanan dan kiri. Setiap cavum nasi mempunyai 4 buah
dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.4
Bagian dari cavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat
dibelakang nares anterior, disebut sebagai vestibulum. Vestibulum
ini dilapisi oleh kulit yang memiliki banyak kelenjar sebasea dan
rambut-rambut yang disebut dengan vibrise.4 Dinding medial rongga
hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang rawan,
dilapisi oleh pericondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum
pada bagian tulang sedangkan diluarnya dilapisi juga oleh mukosa.
Bagian tulang terdiri dari: 4a. Lamina perpendicularis os
ethmoidalis Lamina perpendicularis os ethmoidalis terletak pada
bagian supero-posterior dari septum nasi dan berlanjut ke atas
membentuk lamina cribriformis dan crista gali.4b. Os Vomer Os
vormer terletak pada bagian postero-inferior. Tepi belakang os
vomer merupakan ujung bebas dari septum nasi. 4c. Crista nasi os
maxilla Tepi bawah os vomer melekat pada krista nasiis os maksila
dan os palatina.4d. Crista nasi os palatine
Gambar 2.1 Anatomi Hidung5
Bagian tulang rawan terdiri dari a. Cartilago septum (cartilago
kuadrangularis) Cartilago septum melekat dengan erat pada os nasi,
lamina perpendicularis os ethmoidalis, os vomer dan crista nasi os
maksila oleh serat kolagen4b. Columela Kedua lubang berbentuk elips
disebut nares, dipisahkan satu sama lain oleh sekat tulang rawan
dan kulit yang disebut kolumela.4
Dinding lateral rongga hidung dibentuk oleh permukaan dalam
processus frontalis os maxilla, os lacrimalis, concha inferior dan
concha media yang merupakan bagian dari os ethmoid, concha
inferior, lamina perpendicularius os palatum, dan lamina
pterygoideus medial. Pada dinding lateral terdapat tiga buah conka.
Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah concha inferior,
kemudian yang kecil adalah concha media, yang lebih kecil lagi
concha superior. Concha inferior merupakan tulang tersendiri yang
melekat pada os maxilla dan labirin ethmoid, sedangkan concha
media, superior merupakan bagian dari labirin ethmoid. Diantara
concha-concha dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit
yang dinamakan dengan meatus. Tergantung dari letak meatus, ada
tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Dinding
inferior merupakan dasar hidung yang dibentuk oleh processus
palatina os maxilla dan processus horizontal os palatum.6 Dinding
superior atau atap hidung terdiri dari cartilage lateralis superior
dan inferior, os nasi, processus frontalis os maxilla, corpus os
ethmoid dan corpus os sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk
oleh lamina cribrosa yang dilalui filament-filament n.olfactorius
yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfactorius berjalan
menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan cranial.7 Bagian
postero-inferior septum nasi diperdarahi oleh arteri sphenopalatina
yang merupakan cabang dari arteri maxillaris (dari arteri carotis
eksterna). Septum bagian antero-inferior diperdarahi oleh arteri
palatina mayor (juga cabang dari arteri maxillaris) yang masuk
melalui canalis incisivus. Arteri labialis superior (cabang dari
arteri facialis) memperdarahi septum bagian anterior mengadakan
anastomose membentuk plexsus Kiesselbach yang terletak lebih
superfisial pada bagian anterior septum. Daerah ini disebut juga
Littles area yang merupakan sumber perdarahan pada epistaksis.7
Gambar 2.2 Vaskularisasi hidung8
Arteri carotis interna memperdarahi septum nasi bagian superior
melalui arteri ethmoidalis anterior dan superior. Bagian bawah
rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang arteri maxillaris
interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri
sphenopalatina yang keluar dari foramen sphenopalatina bersama
nervus sphenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung
posterior concha media. Bagian depan hidung mendapat perdarahan
dari cabang-cabang arteri facialis.9 Vena sphenopalatina
mengalirkan darah balik dari bagian posterior septum ke plexsus
pterygoideus dan dari bagian anterior septum ke vena facialis. Pada
bagian superior vena ethmoidalis mengalirkan darah melalui vena
oftalmika yang berhubungan dengan sinus sagitalis superior.9 Bagian
antero-superior septum nasi mendapat persarafan sensori dari nervus
ethmoidalis anterior yang merupakan cabang dari nervus nasociliaris
yang berasal dari nervus ofthalmicus (n.V1). Sebagian kecil septum
nasi pada antero-inferior mendapatkan persarafan sensori dari
nervus alveolaris cabang antero-superior. Sebagian besar septum
nasi lainnya mendapatkan persarafan sensori dari cabang maxillaris
nervus trigeminus (n.V2). Nervus nasopalatina mempersarafi septum
bagian tulang, memasuki rongga hidung melalui foramen
sphenopalatina berjalan ke septum bagian superior, selanjutnya
kebagian antero-inferior dan mencapai palatum durum melalui canalis
incisivus.7 Aliran limfatik hidung berjalan secara paralel dengan
aliran vena. Aliran limfatik yang berjalan di sepanjang vena
fasialis anterior berakhir pada limfe submaksilaris.7
2.1.2 Anatomi palatum Palatum membentuk atap mulut dan dasar
cavitas nasi. Palatum terdiri dari dua bagian yaitu palatum durum
(bagian dua pertiga anterior terdiri dari tulang) dan palatum molle
(bagian sepertiga posterior terdiri dari otot-otot dan jaringan
ikat).4 Palatum durum dibentuk oleh processus palatines maxillae
dan lamina horizontalis ossis palatine. Foramen incisivum terletak
posterior dari dens incisivus I. Canalis incisivus dilalui oleh
nervus nasopalatinus dan cabang terminal arteria sphenopalatina.
Medial terhadap dens molaris III tepi lateral palatum durum ditebus
oleh foramen platinum majus.4
Gambar 2.3 anatomi palatum10 Arteria palatine major serta nervus
palatines major keluar dari lubang ini dan melintas ke anterior
pada palatum. Foramina palatine minora dilalui oleh arteria
palatine minor dan vena palatine minor dan nervus palatines minor
untuk palatum molle (vellum palatinum) dan struktur-struktur
berdekatan.11 Palatum molle (vellum palatinum) adalah bagian
fibromuskular palatum sebelah posterior melekat pada tepi posterior
palatum durum. Palatum molle (vellum palatinum) meluas ke posterior
dan berakhir dengan membentuk tepi bebas yang lengkung dan memiliki
tonjolan berbentuk kerucut yakni uvula. Sewaktu menelan, palatum
molle (vellum palatinum) bergerak ke posterior sampai pada dinding
pharynx dan dengan demikian mencegah makanan beralih balik ke dalam
cavitas nasi. Ke arah lateral palatum molle (vellum palatinum)
bersinambungan dengan dinding pharynx oleh masing-masing arcus
palatoglossus dan arcus palatopharyngeus.11 Tonsila palatine
seringkali hanya disebut sebagai tonsil saja, adalah dua gumpalan
jaringan limfoid, satu disisi kiri dan kanan oropharynx.
Masing-masing tonsil terletak didalam fossa supratonsillaris,
dibatasi oleh arcus palatoglossus dan arcus palatopharyngeus dan
lidah. Langitan lunak diperkuat oleh aponeurosis palatine yang
dibentuk oleh perluasan tendon musculi tensoris veli palatine.
Aponeurosis ini yang melekat pada tepi posterior palatum durum
adlah tebal didepan dan tipis dibelakang. Bagian anterior palatum
molle terutama dibentuk oleh aponeurosis ini, sedangkan bagian
posterior bersifat muscular.4 Otot-otot palatum molle (vellum
palatinum) berasal dari dasar cranium dan melintas turun ke
palatum. Palatum molle (vellum palatinum) dapat diangkat supaya
menempel pada dinding belakang pharynx. Palatum molle (vellum
palatinum) juga dapat ditarik kebawah supaya menempel pada bagian
posterior lingua.4 Otot-otot palatum terdiri dari : Musculus
levator veli palatine adalah sebuah otot silindris yang melintas ke
inferior dan anterior dengan melebar seperti kipas pada palatum
molle (vellum palatinum) dan disini melekat pada permukaan atas
aponeurosis palatine. Musculus tensor veli palatine adalah sebuah
otot berbentuk segitiga yang melintas ke bawah, tendonnya
melingkari hamulus pterygoidei laminae medialis sebelum berinsersi
pada aponeurosis palatine. Musculus palatoglossus, secarik otot
yang tertutup oleh membrane mukosa membentuk arcus palatoglossus.
Musculus palatopharyngeus sebuah otot yang tipis tertutup oleh
membrane mukosa membentuk arcus palatopharyngeus. Musculus uvulae
berinsersi ke dalam membrane mukosa uvula.Palatum diperdarahi
secara luas terutama oleh arteria palatine major dimasing-masing
sisi. Arteri ini adalah cabang arteria palatine descendens. Arteri
tersebut lewat melalui foramen palatinum majus melintas ke anterior
dan medial. Arteria palatine minor sampai dipalatum melalui
foramina palatine minora dan mengadakan anastomose dengan arteria
palatine ascendens, cabang arteria fascialis. Vena-vena palatum
yang diberi nama-nama yang sesuai dengan nama arteri-arteri dan
mengiringi cabang-cabang arteria maxillaries, adalah anak cabang
plexus pterygoideus.11Saraf-saraf sensoris palatum adalah
cabang-cabang ganglion pterygopalatinum. Nervus palatinus major
mengurus persyarafan membrane mukosa dan kelenjar-kelenjar hampir
seluruh palatum durum. Nervus nasopalatinus mempersyarafi membrane
mukosa bagian anterior palatum durum. Nervus palatines minor
mempersyarafi palatum molle (vellum palatinum). Saraf-saraf ini
mengiringi arteri-arteri, masing-masing melalui foramina palatine
majus dan foramina palatine minora. Kecuali musculus tensor veli
palatine yang dipersyarafi oleh nervus cranialis V2, semua otot
palatum molle (vellum palatinum) dipersyarafi melalui plexus
pharyngeus.11
Gambar 2.4 bagian mulut12
2.2 Lethal midline granuloma2.2.1 Definisi Nasal sel NK/sel T
limfoma menyebabkan lesi destruktif secara exclusive terlokalisir
utamanya pada cavum nasal dan sinus paranasal. Nekrosis jaringan
yang luas dapat muncul. Proliferasi limfosit cenderung menjadi
angiosentrik dan angiodestruktif. Sel asalnya sering timbul sel NK
tetapi pada beberapa kasus timbul dari sel T sitolitik (sel NK
mirip sel T yang mengekspresikan sel T intraseluler antigen 1
(TIA1) karenanya disebut nasal NK/sel T limfoma.1,2
2.2.2 Etiologi Penyebab pasti dari midline granuloma sampai saat
ini belum diketahui. Diduga penyakit ini berhubungan dengan infeksi
virus Epstein barr yang ikut terlibat didalam mekanisme
pathogenesis terjadinya penyakit ini, dimana sel-sel limfoid pada
retikulosis polimorfik mengandung gen atau antigen virus Epstein
barr.13 Dari beberapa penelitian dikatakan bahwa virus epstain barr
sering berhubungan dengan lesi imunoproliferatif angiosentrik,
khususnya didalam lesi derajat tinggi, dimana virus itu kemungkinan
berada didalam sel-sel tumor. Dan dikatakan bahwa virus epstains
barr mungkin ikut terlibat didalam transformasi lesi
imunoproliferatif angiosentrik derajat rendah.14 Dikatakan bahwa
sel-T dan limfoma sel NK (natural killer) daerah sinonasal
mempunyai insidens yang tinggi untuk terinfeksi oleh virus Epstein
barr. Virus itu dapat dideteksi lebih kurang sebesar 1% pada
limfoma kulit, 13%-36% pada limfoma traktus gastrointestinal dan
18% pada limfoma sel T.13 Penelitian imunohistokimia oleh kim dkk
mendapatkan hasil bahwa sel limfoid dalam jumlah yang banyak
seperti sel plasma yang memperlihatkan aktivitas interleukin 6 dan
mereka menyimpulkan bahwa interleukin 6 ini kemungkinan berperan
dalam proses pengrusakan jaringan yang terjadi pada stadium dini.2
Pendapat lain mengatakan bahwa midline granuloma merupakan bentuk
khusus dari limfoma ekstranodul dengan manifestasi ulserasi dan
destruksi dan dapat mengalami transformasi menjadi limfoma pada 10%
kasus.14
2.2.3 Gejala klinis Berdasarkan perjalanan klinis dari midline
granuloma, stewart membagi gejala klinis dalam 3 fase yaitu:1. Fase
awal atau fase prodromal Fase awal atau fase prodromal adalah fase
dimana terdapat keluhan sumbatan hidung, ingus atau secret yang
encer. Berlangsung dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun.
Belum terdapat gejala klinis yang nyata.32. Fase kedua atau fase
aktif Fase kedua atau fase aktif adalah fase dimana dijumpai secret
purulen yang berbau busuk atau dapat bercampur darah dan disertai
dengan keluhan hidung tersumbat. Adanya ulserasi dapat menyebabkan
perforasi septum dan palatum durum yang biasanya terdapat dibagian
tengah. Muka menjadi bengkak dan baal. Pada cavum nasi terdapat
krusta dan sequester dari tulang rawan dan tulang hidung. Dapat
pula terjadi epistaksis massif jika lesi mengenai dasar hidung dan
septum. Kadang-kadang terjadi peningkatan suhu tubuh seiring dengan
pembentukan abses didaerah pipi. Gambaran khas fase ini adalah
terdapatnya destruksi massif pada daerah muka.33. Fase terminal
Fase terminal adalah fase dimana pasien masih mengalami demam dan
mengeluh sering terjadi epistaksis berulang. Destruksi dapat meluas
dan menghancurkan hidung, pipi, mata dan bila perluasan kea rah
otak dapat menyebabkan kematian. Penderita akan meninggal
disebabkan meningitis, sepsis dan perdarahan.3 Gejala lainnya yang
tidak spesifik adalah timbulnya keluhan demam, kelelahan, penurunan
berat badan dan keringat malam. Lesi dapat terjadi pada saluran
nafas atas saja atau bersamaan dengan organ lain. Sebagaian besar
lesi terjadi didaerah hidung dan dapat disertai dengan keluhan
gangguan pada daerah sinus. Keterlibatan nasopharynx bisa tanpa
gejala atau hanya berupa sakit ringan. Gejala diparu dapat
menimbulkan keluhan seperti demam, batuk, nyeri dada dan
hemoptisis. Sedangkan kerusakan pada kulit akan timbul kemerahan
yang terbentuk makulopapular sampai terjadi ulserasi terutama pada
bagian tubuh dan ekstremitas. Midline granuloma jarang sekali
mengenai daerah traktus gastrointestinal, system susunan saraf dan
ginjal.1
Gambar 2.5 Gejala klinis Lethal Midline Granuloma15,16
2.2.4 Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium rutin
kurang mempunyai nilai didalam menegakkan diagnosis, namun
dibutuhkan untuk menyingkirkan penyakit lainnya. Satu-satunya
pemeriksaan yang sangat membantu adalah nilai sedimentasi
eritrosit. Adanya peningkatan sedimentasi eritrosit lebih dari 60
mm dalam 1 jam pertama terjadi pada 90% pasien-pasien dengan
retikulosis polimorfik.2 Pemeriksaan laboratorium urinalisa
dibutuhkan untuk mengetahui fungsi ginjal. Secara radiologis
gambaran yang menonjol adalah adanya gambaran erosi tulang,
terdapatnya perforasi septum nasi dan adanya destruksi. Gambaran
massa yang jelas jarang terlihat biasanya tampak bayangan
keputihan/opak didaerah cavum nasi atau sinus paranasal.2 Tomografi
computer dan MRI dapat membantu diagnosis dini, evaluasi perluasan
penyakit dan keterlibatan organ-organ disekitarnya seperti
sinus-sinus dan orbita, serta perluasan ke intracranial. MRI sangat
baik untuk membedakan massa atau cairan didalam sinus paranasal.
Penilaian yang tepat mengenai perluasan penyakit diperlukan
perencanaan radioterapi.14 Secara radiologis tidak dapat membedakan
antara midline granuloma dengan penyakit granuloma lainnya seperti
penyakit granulomatosis Wegener.14
2.2.5 Histopatologi Midline granuloma merupakan limfosit sel T
dimana tidak terdapat pertanda sel-B. limfoma sel T mengandung
pertanda sel T berupa CD3,CD45RO, CD43. Gambaran histologist dari
retikulosis polimorfik adalah reaksi radang akut atau kronis yang
tidak khas dengan histiosit atipik, disertai penyebaran jaringan
nekrotik yang tampak jelas dan menonjol.3 Midline granuloma
menunjukkan serbukan berbagai macam sel atipik dalam lamina propria
disekitar kelenjar mukosa disertai nekrosis koagulatif. Serbukan
sel atipik dalam lamina propria terdiri dari sel limfosit kecil,
sel limfosit matur, imunoblas, sel plasma, eosinofil dan histiosit.
Ciri lainnya adalah infiltrasi sel atipik ke sekitar pembuluh darah
(angiosentrik) dan kedalam dinding pembuluh darah (angioinvasif).
Infiltrasi sel atipik ke dalam dinding pembuluh darah akan
menyebabkan destruksi dinding pembuluh darah. Nekrosis dapat
terjadi disekitar pembuluh darah atau dapat mengenai epitel
permukaan sehingga menimbulkan ulserasi mukosa dan dapat pula
mengenai jaringan yang lebih dalam hingga mencapai tulang rawan
atau tulang. Ulserasi dapat pula mengenai kulit muka dan dapat
bersifat progresif. 1,2 Semula dikenal 2 jenis corak histology yang
utama yaitu tipe wegner atau disebut sebagai granuloma sel datia
dengan atau tanpa arteritis dan tipe stewart atau disebut sebagai
granuloma pleomorfik dan histiositik.1,2 Pada semua sel limfoma sel
T telah terbukti adanya virus Epstein barr. Pada limfoma sel T
tidak terdapat peningkatan titer serum IgA viral capsid antigen
virus Epstein barr, dimana hal ini ditemukan pada virus Epstein
barr yang terdapat pada carcinoma nasopharynx. 3 Harabuchi dkk dan
Arber dkk sebagaimana dikutip oleh Mishima dkk dengan menggunakan
pemeriksaan kombinasi southern blot dan in situ hybridization
analyses mendapatkan gen virus Epstein barr selalu ditemukan pada
sel limfoma sel T yang berproliferasi.3
Gambar 2.6 Histologi17
2.2.6 Diagnosis Diagnosis midline granuloma ditegakkan
berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis ditegakan selain dari gejala
klinis juga oleh berbagai pemeriksaan penunjang, diantaranya :1
Endoskopi Endoskopi hidung ditemukan ulserasi 2-5cm di pertengahan
palatum anterior disertai sekret kotor berbau.1 Biopsy Biopsy
sumsum tulang bilateral biasanya tidak ada bukti infiltrasi dari
limfoma. Biopsy superficial ulangan pada ulkus akan ditemukan
jaringan nekrotik saja tanpa organism yang infeksius atau neoplasia
Biopsy terbuka pada lesi akan ditemukan ulserasi disertai
infiltrasi campuran sel-sel limfoid berbagai ukuran (sel-sel
pleomorfik atipikal) dan juga jaringan nekrosis koagulatif.
Pemeriksaan laboratorium darah Pemeriksaan darah untuk mengetahui
kadar darah rutin (mungkin ditemukan anemia, limfositopenia), tes
fungsi hati termasuk kadar laktat dehidrogenase (LDH) dimana bila
ditemukan peningkatan LDH berhubungan dengan prognosis yang jelek,
tes fungsi ginjal, kadar asam urat, kalsium dan titer EBV.1
Hibridisasi in situ epstain barr yang telah dikode tampak pewarnaan
inti pada sebagian dari sel-sel limfoid berukuran sedang dan besar.
Analisa darah lengkap biasanya normal Ureum darah, kreatinin,
bilirubin dan transaminase normal Laktadehidroginase meningkat
(normalnya 200-400 U/L) Hipoalbuminemia (normal 42-54 g/L)
Pemeriksaan imunohistokimia dan flowsitometri Pemeriksaan
imunohistokimia dan flowsitometri akan didapatkan petanda/marker
yang berhubungan dengan sel T seperti CD2, CD3, CD7, CD45RO, dan
CD43. Pada tumor ini juga sering didapatkan marker sel NK yaitu
CD56. Pemeriksaan imunohistokimia ini juga menegaskan asal tumor
dari sel T atau sel NK dan ditemukan marker dari sel B. secara
genotip, limfoma sel T/NK di traktus aerodigestivus atas kebanyakan
berasal dari NK dan hanya sedikit yang berasal dari sel T.
kira-kira 80% berasal dari sel NK dan 10-30% berasal dari sel T.1
Pencitraan Pada pemeriksaan radiologis foto tampak destruksi tulang
midfasial deisertai relative sedikit penebalan jaringan lunak yang
berhubungan dengannya.14 CT scan dan MRI Pemeriksaan ini CTscan
digunakan untuk mengetahui perluasan lesi dan menentukan staging
dari lethal midline granuloma. Bila lethal midline granuloma
dicurigai meluas ke intrakranial, MRI mungkin berguna untuk
mendeteksi perluasan tersebut.14 Diagnosis pasti midline granuloma
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi melalui biopsy
yang diambil pada daerah lesi. Biopsy jaringan merupakan
pemeriksaan yang sangat menentukan di dalam menegakkan diagnosis
midline granuloma. Biopsy yang berulang ulang seringkali diperlukan
dalam usaha menegakkan diagnosis midline granuloma. Biopsy yang
terlalu superficial dari ulkus seringkali menunjukkan diagnostik
reaksi inflamasi akut dan kronis dengan nekrosis. Perhatian utama
adalah kesulitan dalam membedakan midline granuloma dengan tumor
traktus respiratoris bagian atas disebabkan oleh nekrosis atau
inflamasi, sehingga biopsy gagal menunjukkan adanya suatu keganasan
yang mendasarinya.1 Pada dasarnya sulit sekali untuk membuktikan
diagnosis secara histologik karena granuloma tersebut dikelilingi
oleh banyaknya jaringan inflamasi dalam area yang mengalami
ulseratif massif. Sehingga untuk mendapatkan jaringan yang
representatif diperlukan pengambilan biopsy yang dalam dan
mengambil sedikit jaringan yang sehat.1 Akhir-akhir ini terdapat
pemeriksaan imunohistokimia dengan menggunakan teknik
imunofluoresensi dan analisis DNA untuk menemukan human perifer sel
T. pemeriksaan kultur jaringan dapat dilakukan untuk menyingkirkan
kelainan granulomatosis karena proses spesifik.1
2.2.7 Diagnosa banding Terdapat empat penyakit yang sulit
dibedakan, walaupun sudah diperoleh gambaran histopatologinya, yang
disebut dengan istilah"Lethal Midline Granuloma Syndrome".
Penyakit-penyakit tersebut adalah Idiopathic Midline Destrucfive
Diseases, Polimorfic Reticulosis, Non Hodgkin's Lymphoma dan
Wegener's Granulomatosis. Gambaran histopatologis Idiopathic
midline destructive disease adalah terlihatnya infiltrat; sel-sel
radang dan tidak terdapatnya sel-sel atipik. Gambaran
histopatologis midline granuloma adalah terlihatnya infiltrasi
selsel radang dan sel-sel atipik limfoproliferatif dengan susunan
angiosentrik. Sel-sel atipik cenderung menyerupai histiosit dengan
sitoplasma dan inti selnya pleomorfik. Gambaran histopatologis Non
Hodgkin's lymphoma adalah hampir sama dengan midline granuloma,
hanya saja susunan sel-sel yang terinfiltrasi tidak angiosentrik.
Gambaran histopatologis Wegeners granulomatosis adalah terlihat
gambaran yang berbeda dengan lainnya yaitu adanya vaskulitis.2
Dengan melihat gambaran histopatologis penyakit-penyakit tersebut
maka dapatlah diketahui bahwa ada perbedaan yang jelas antara
Wegener granulomatosis dengan ketiga penyakit lainnya, yang
selanjutnya ketiga penyakit tersebut disebut sebagai "Lethal
midline graruloma syndrome non Wegener granulomatosis".1 Ketiga
penyakit ini sulit dibedakan, namun hal ini tidak perlu dirisaukan
oleh karena ketiga penyakit ini memberikan respons terapi yang baik
dengan radiasi.1
2.2.8 Penatalaksanaan Seperti limfoma yang lain, reseksi bedah
dari limfoma sinonasal tidak dianjurkan. Pada awalnya sebagian
besar kasus lethal midline granuloma diterapi dengan radioterapi
lokal dosis rendah yang bervariasi dalam usaha untuk menghentikan
atau mengurangi progresivitas penyakit ini. Banyak pasien yang
diterapi dengan cara ini menjadi bebas dari penyakit, namun tidak
mengobati penyakit dalam jangka panjang, setelah dilakukan
pen-leriksaan lanjutan dalam jangka panjang. Penelitian terakhir
menyelidiki efektivitas dari radioterapi itu sendiri di dalam
mengobati limfoma non Hodgkin's di traktus sinonasal dan ternyata
mempunyai risiko yang tinggi di dalam terjadinya rekurensi, baik
lokal maupun di tempat lain.1 Hasil dan angka bertahan hidup yang
terbaik adalah dengan penggunaan kombinasi kemoterapi dangan
radioterapi lokoregional. Pendekatan ini lebih baik bila
dibandingkan dengan kemoterapi saja.1 Harrison (1974) dan Fauci
(1976) berpendapat bahwa sampai sekarang pengobatan midline
granuloma yang disetujui dan memberikan hasil lebih baik adalah
dengan pemberian radiasi dengan dosis tumor 5000-6000 cG.
Berdasarkan Clinicopathological Conference (1963) pengobatan dengan
operasi tidak akan menghentikan proses penyakit ini.5 Midline
granuloma yang terlokalisasi pada satu daerah di traktus
respiratorius bagian atas, terapi radiasi merupakan terapi pilihan.
Midline granuloma merupakan tumor yang bersifat radiosensitif.
Terapi radiasi lapangan luas termasuk hidung, palatum dan seluruh
sinus paranasal digunakan dengan sinar supervoltage. Pengobatan
dengan kemoterapi diberikan pada kasus-kasus dimana kelainan sudah
menyebar ke daerah lainnya.14 Pasien-pasien yang mendapatkan terapi
radiasi, menyebabkan kulit menjadi kemerahan dan terjadinya
mukositis pada daerah lapangan penyinaran. Beberapa pasien akan
mengalami alopesia. Bila rongga orbita terkena dalam lapangan
penyinaran maka akan menyebabkan pandangan menjadi kabur.14 Terapi
penunjang untuk pasien ini adalah dengan mencegah timbulnya infeksi
sekunder pada daerah sinus paranasal. Irigasi dengan larutan saline
dan pembersihan jaringan yang rusak secara rutin akan efektif untuk
mencegah timbulnya infeksi sekunder sinus paranasal. Bila terjadi
infeksi biasanya disebabkan oleh kuman stafilokokus aureus yang
mendapatkan respon dengan terapi medikamentosa.14
2.2.9 Komplikasi Komplikasi tidak dapat dipisahkan dengan
perluasan intrakranial (penyakit stadium terminal), perdarahan yang
tak terkontrol dan kematian, iatrogenic injury terhadap struktur
vital, dan transfusi perioperative. 2 Komplikasi lainnya meliputi:
perdarahan yang banyak (excessive bleeding). Transformasi keganasan
(malignant transformation). Kebutaan sementara (transient
blindness) sebagai hasil embolisasi, namun ini jarang terjadi.
Osteoradionecrosis dan atau kebutaan karena kerusakan saraf mata
dapat terjadi dengan radioterapi.2
2.2.10 Prognosis Secara umum prognosis midline granuloma adalah
buruk. Kekambuhan atau perluasan akan lebih memperburuk
prognosis.1
BAB IIIKESIMPULAN
Midline Granuloma merupakan penyakit yang jarang ditemukan di
Negara belahan barat dibandingkan di Negara belahan timur. Biasanya
timbul di dekade ke empat dan ke lima dan lebih banyak ditemukan
pada laki-laki. Penyebab dari midline granuloma sampai saat ini
belum diketahui tetapi diduga berhubungan dengan infeksi virus
Epstein-Barr yang ikut terlibat dalam mekanisme pathogenesis
penyakit ini, dimana sel-sel limfoid pada retikulosis polimorfik
mengandung gen ataupun antigen virus Epstein-Barr. Pendapat lain
mengatakan midline granuloma merupakan bentuk khusus dari limfoma
ekstranodal dengan manifestasi ulserasi dan destruksi, dan dapat
mengalami transformasi, menjadi limfoma pada 10% kasus. Diagnosis
midline granuloma ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari gejala klinis
bias dilihat dalam fase prodromal dengan keluhan sumbatan hidung,
ingus atau secret yang encer; fase aktif dijumpai secret purulen
berbau busuk dapat bercampur darah dan khas pada fase ini adalah
terdapatnya destruksi massif pada daerah muka; fase terminal
terdapat demam,sering epistaksis dan destruksi dapat meluas dan
menghancurkan hidung, pipi, mata dan jika ke otak dapat menyebabkan
kematian. Pemeriksaan penunjang yang sangat membantu adalah
peningkatan sedimen eritrosit lebih dari 60 mm dalam 1 jam pertama
terjadi pada 90% pasien dengan retikulosis polimorfik. Secara
radiologis tidak dapat membedakan antara midline granuloma dengan
penyakit granuloma lainnya seperti granulomatosis Wegener. Gambaran
histopatologi Midline granuloma menunjukkan serbukan berbagai macam
sel atipik dalam lamina propia disekitar kelenjar mukosa disertai
nekrosis koagulativa. Pada awalnya sebagian besar kasus lethal
midline granuloma diterapi dengan radioterapi lokal dosis rendah,
namun tidak mengobati jangka panjang bahkan mempunyai resiko
terjadinya rekurensi pada limfoma non Hodgkins ditraktus sinonasal.
Sampai sekarang pengobatan yang disetujui adalah dengan radiasi
dosis tumor 5000-6000 cG. Irigasi saline dan pembersihan jaringan
yang rusak secara rutin akan efektif mencegah timbulnya infeksi
sekunder. Prognosis secara umum adalah buruk diperberat dengan
kekambuhan dan perluasan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tami TA, Shah A, Ryzenman JM. Nasal manifestations of
systemic diseases. In: LalwaniAK, editor. Current diagnosis and
treatment otolaryngology head and neck surgery. 2nd ed. New York:
Mc Graw Hill, 2006. 2. McDonald TJ. Nasal manifestations of
systemic diseases. In: Cumming CW, et al,editors. Cummings:
otolaryngology: head & neck surgery. 4th ed. Philadelphia:
Elsevier's,2005.3. Poetker DM, Cristobal R, Smith TL. Granulomatous
and autoimmune diseases of thenose and sinuses. In: Bailey BJ,
Johnson JT, Newlands SD, editors. Head &
necksurgery-otolaryngology. 4th ed. Baltimore: Lippincott, 2006.4.
Moore, Keith L. Anatomi klinis dasar. Jakarta; EGC. 2002. p:
387-4005. Anoname. https://www.google.com/search 6. Ethel Slonane.
Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta. EGC.2004.p; 266-267 7.
Helga Fritsch, Wolfgang Kuehnel. Color atlas of human anatomy
vol.2. New York; Thieme. 2011.8. Elsevier.
http://www.netterimages.com 9. Richard W-Brand and friends. Anatomy
of orofacial structure: A comprehensive approach. Canada;
Elseviere. 2012. p; 332-335 10. Wikipedia. http://id.wikipedia.org
11. Richard Drake and friends. Grays basic anatomy. Canada;
Elsevier. 2012. p; 583-585 12. Elsevier.
http://www.netterimages.com13. Allen M Seiden. Otolaryngology: The
Essensials. New York; Thieme. 2002. p; 450-45114. Carlos A Peres
and Friends. Radiation oncology: management decision third edition.
USA; Lippincott Williams & Wilkins. 2011. p; 304-30515. Anname.
www.lookfordiagnosis.com 16. Anname. www.jco.ascopub.org 17.
Anname. www.quizlet.com
23