Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Midline granuloma adalah penyakit dengan lesi limfoproliferatif atipik disertai nekrosis dengan gambaran klinis dan patologi tertentu. Lesi tersebut kebanyakan ditemukan dan dimulai pada rongga hidung dan sekitarnya, meskipun dapat juga mengenai organ lain. Karena lesi terdapat pada garis tengah muka dan kerap menyebabkan kematian, maka secara klinis dinamakan sebagai ‘Lethal Midline Granuloma’. 1 Penyakit ini merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Insiden di Indonesia belum diketahui dengan pasti, namun dari beberapa literature dikatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan dinegara-negara belahan timur dibandingkan negara belahan barat. Midline granuloma biasanya timbul pada dekade ke 4 dan ke 5, namun pernah dilaporkan terjadi pada usia dibawah 20 tahun dan diatas 70 tahun. Penyakit ini lebih banyak terdapat pada laki-laki dibandingkan wanita dengan perbandingan 2:1 sampai 8:1. 1 1
35

Referat Lmg Tht-kl

Nov 24, 2015

Download

Documents

Kang Wisit Thea
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Midline granuloma adalah penyakit dengan lesi limfoproliferatif atipik disertai nekrosis dengan gambaran klinis dan patologi tertentu. Lesi tersebut kebanyakan ditemukan dan dimulai pada rongga hidung dan sekitarnya, meskipun dapat juga mengenai organ lain. Karena lesi terdapat pada garis tengah muka dan kerap menyebabkan kematian, maka secara klinis dinamakan sebagai Lethal Midline Granuloma.1 Penyakit ini merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Insiden di Indonesia belum diketahui dengan pasti, namun dari beberapa literature dikatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan dinegara-negara belahan timur dibandingkan negara belahan barat. Midline granuloma biasanya timbul pada dekade ke 4 dan ke 5, namun pernah dilaporkan terjadi pada usia dibawah 20 tahun dan diatas 70 tahun. Penyakit ini lebih banyak terdapat pada laki-laki dibandingkan wanita dengan perbandingan 2:1 sampai 8:1.1 Midline granuloma merupakan penyakit dengan gejala inflamasi lokal disertai pembentukan granuloma yang bersifat ulseratif dan destruktif yang progresif, bermanifestasi ganas, mengenai rongga hidung, sinus paranasal, palatum dan midfasial yang dapat meluas ke jaringan sekitarnya.2 Pada tahun 1897 Mc Bride menemukan kasus lethal midline granuloma sebagai suatu kasus yang jarang terjadi dan menarik perhatian. Kemudian pada tahun 1933 Stewart menemukan kasus ini dan dia menamakannya dengan progressive lethal granulomatous ulceration pada hidung dan juga memberikan nama lainnya yaitu malignant granuloma, granuloma gangrenosa, midline malignant reticulosis, non healing granuloma dan polimorfik reticulosis. Pada tahun 1966, Eichel memberikan nama retikulosis polimorfik dan membedakannya dengan limfoma maligna pada hidung.3 Penelitian terakhir menunjukkan bahwa lethal midline granuloma termasuk ke dalam limfoma non hodgkins yang berasal dari sel T atau sel Natural Killer (NK). 31.2 Tujuan PenulisanAdapun tujuan referat ini diantaranya adalah untuk memberikan gambaran ringkas mengenai lethal midline granuloma.

1.3 Manfaat PenulisanReferat ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis serta pembaca mengenai lethal midline granuloma. Selain itu, referat ini akan dijadikan untuk melengkapi persyaratan kepanitraan klinik dibagian ilmu kedokteran THT-KL fakultas kedokteran universitas malahayati.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi hidung dan palatum2.1.1 Anatomi hidung Rongga hidung atau cavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya sehingga menjadi cavum nasi kanan dan kiri. Setiap cavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.4 Bagian dari cavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior, disebut sebagai vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang memiliki banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut yang disebut dengan vibrise.4 Dinding medial rongga hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang rawan, dilapisi oleh pericondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang sedangkan diluarnya dilapisi juga oleh mukosa. Bagian tulang terdiri dari: 4a. Lamina perpendicularis os ethmoidalis Lamina perpendicularis os ethmoidalis terletak pada bagian supero-posterior dari septum nasi dan berlanjut ke atas membentuk lamina cribriformis dan crista gali.4b. Os Vomer Os vormer terletak pada bagian postero-inferior. Tepi belakang os vomer merupakan ujung bebas dari septum nasi. 4c. Crista nasi os maxilla Tepi bawah os vomer melekat pada krista nasiis os maksila dan os palatina.4d. Crista nasi os palatine

Gambar 2.1 Anatomi Hidung5

Bagian tulang rawan terdiri dari a. Cartilago septum (cartilago kuadrangularis) Cartilago septum melekat dengan erat pada os nasi, lamina perpendicularis os ethmoidalis, os vomer dan crista nasi os maksila oleh serat kolagen4b. Columela Kedua lubang berbentuk elips disebut nares, dipisahkan satu sama lain oleh sekat tulang rawan dan kulit yang disebut kolumela.4

Dinding lateral rongga hidung dibentuk oleh permukaan dalam processus frontalis os maxilla, os lacrimalis, concha inferior dan concha media yang merupakan bagian dari os ethmoid, concha inferior, lamina perpendicularius os palatum, dan lamina pterygoideus medial. Pada dinding lateral terdapat tiga buah conka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah concha inferior, kemudian yang kecil adalah concha media, yang lebih kecil lagi concha superior. Concha inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maxilla dan labirin ethmoid, sedangkan concha media, superior merupakan bagian dari labirin ethmoid. Diantara concha-concha dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang dinamakan dengan meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Dinding inferior merupakan dasar hidung yang dibentuk oleh processus palatina os maxilla dan processus horizontal os palatum.6 Dinding superior atau atap hidung terdiri dari cartilage lateralis superior dan inferior, os nasi, processus frontalis os maxilla, corpus os ethmoid dan corpus os sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina cribrosa yang dilalui filament-filament n.olfactorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfactorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan cranial.7 Bagian postero-inferior septum nasi diperdarahi oleh arteri sphenopalatina yang merupakan cabang dari arteri maxillaris (dari arteri carotis eksterna). Septum bagian antero-inferior diperdarahi oleh arteri palatina mayor (juga cabang dari arteri maxillaris) yang masuk melalui canalis incisivus. Arteri labialis superior (cabang dari arteri facialis) memperdarahi septum bagian anterior mengadakan anastomose membentuk plexsus Kiesselbach yang terletak lebih superfisial pada bagian anterior septum. Daerah ini disebut juga Littles area yang merupakan sumber perdarahan pada epistaksis.7

Gambar 2.2 Vaskularisasi hidung8

Arteri carotis interna memperdarahi septum nasi bagian superior melalui arteri ethmoidalis anterior dan superior. Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang arteri maxillaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sphenopalatina yang keluar dari foramen sphenopalatina bersama nervus sphenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior concha media. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri facialis.9 Vena sphenopalatina mengalirkan darah balik dari bagian posterior septum ke plexsus pterygoideus dan dari bagian anterior septum ke vena facialis. Pada bagian superior vena ethmoidalis mengalirkan darah melalui vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus sagitalis superior.9 Bagian antero-superior septum nasi mendapat persarafan sensori dari nervus ethmoidalis anterior yang merupakan cabang dari nervus nasociliaris yang berasal dari nervus ofthalmicus (n.V1). Sebagian kecil septum nasi pada antero-inferior mendapatkan persarafan sensori dari nervus alveolaris cabang antero-superior. Sebagian besar septum nasi lainnya mendapatkan persarafan sensori dari cabang maxillaris nervus trigeminus (n.V2). Nervus nasopalatina mempersarafi septum bagian tulang, memasuki rongga hidung melalui foramen sphenopalatina berjalan ke septum bagian superior, selanjutnya kebagian antero-inferior dan mencapai palatum durum melalui canalis incisivus.7 Aliran limfatik hidung berjalan secara paralel dengan aliran vena. Aliran limfatik yang berjalan di sepanjang vena fasialis anterior berakhir pada limfe submaksilaris.7

2.1.2 Anatomi palatum Palatum membentuk atap mulut dan dasar cavitas nasi. Palatum terdiri dari dua bagian yaitu palatum durum (bagian dua pertiga anterior terdiri dari tulang) dan palatum molle (bagian sepertiga posterior terdiri dari otot-otot dan jaringan ikat).4 Palatum durum dibentuk oleh processus palatines maxillae dan lamina horizontalis ossis palatine. Foramen incisivum terletak posterior dari dens incisivus I. Canalis incisivus dilalui oleh nervus nasopalatinus dan cabang terminal arteria sphenopalatina. Medial terhadap dens molaris III tepi lateral palatum durum ditebus oleh foramen platinum majus.4

Gambar 2.3 anatomi palatum10 Arteria palatine major serta nervus palatines major keluar dari lubang ini dan melintas ke anterior pada palatum. Foramina palatine minora dilalui oleh arteria palatine minor dan vena palatine minor dan nervus palatines minor untuk palatum molle (vellum palatinum) dan struktur-struktur berdekatan.11 Palatum molle (vellum palatinum) adalah bagian fibromuskular palatum sebelah posterior melekat pada tepi posterior palatum durum. Palatum molle (vellum palatinum) meluas ke posterior dan berakhir dengan membentuk tepi bebas yang lengkung dan memiliki tonjolan berbentuk kerucut yakni uvula. Sewaktu menelan, palatum molle (vellum palatinum) bergerak ke posterior sampai pada dinding pharynx dan dengan demikian mencegah makanan beralih balik ke dalam cavitas nasi. Ke arah lateral palatum molle (vellum palatinum) bersinambungan dengan dinding pharynx oleh masing-masing arcus palatoglossus dan arcus palatopharyngeus.11 Tonsila palatine seringkali hanya disebut sebagai tonsil saja, adalah dua gumpalan jaringan limfoid, satu disisi kiri dan kanan oropharynx. Masing-masing tonsil terletak didalam fossa supratonsillaris, dibatasi oleh arcus palatoglossus dan arcus palatopharyngeus dan lidah. Langitan lunak diperkuat oleh aponeurosis palatine yang dibentuk oleh perluasan tendon musculi tensoris veli palatine. Aponeurosis ini yang melekat pada tepi posterior palatum durum adlah tebal didepan dan tipis dibelakang. Bagian anterior palatum molle terutama dibentuk oleh aponeurosis ini, sedangkan bagian posterior bersifat muscular.4 Otot-otot palatum molle (vellum palatinum) berasal dari dasar cranium dan melintas turun ke palatum. Palatum molle (vellum palatinum) dapat diangkat supaya menempel pada dinding belakang pharynx. Palatum molle (vellum palatinum) juga dapat ditarik kebawah supaya menempel pada bagian posterior lingua.4 Otot-otot palatum terdiri dari : Musculus levator veli palatine adalah sebuah otot silindris yang melintas ke inferior dan anterior dengan melebar seperti kipas pada palatum molle (vellum palatinum) dan disini melekat pada permukaan atas aponeurosis palatine. Musculus tensor veli palatine adalah sebuah otot berbentuk segitiga yang melintas ke bawah, tendonnya melingkari hamulus pterygoidei laminae medialis sebelum berinsersi pada aponeurosis palatine. Musculus palatoglossus, secarik otot yang tertutup oleh membrane mukosa membentuk arcus palatoglossus. Musculus palatopharyngeus sebuah otot yang tipis tertutup oleh membrane mukosa membentuk arcus palatopharyngeus. Musculus uvulae berinsersi ke dalam membrane mukosa uvula.Palatum diperdarahi secara luas terutama oleh arteria palatine major dimasing-masing sisi. Arteri ini adalah cabang arteria palatine descendens. Arteri tersebut lewat melalui foramen palatinum majus melintas ke anterior dan medial. Arteria palatine minor sampai dipalatum melalui foramina palatine minora dan mengadakan anastomose dengan arteria palatine ascendens, cabang arteria fascialis. Vena-vena palatum yang diberi nama-nama yang sesuai dengan nama arteri-arteri dan mengiringi cabang-cabang arteria maxillaries, adalah anak cabang plexus pterygoideus.11Saraf-saraf sensoris palatum adalah cabang-cabang ganglion pterygopalatinum. Nervus palatinus major mengurus persyarafan membrane mukosa dan kelenjar-kelenjar hampir seluruh palatum durum. Nervus nasopalatinus mempersyarafi membrane mukosa bagian anterior palatum durum. Nervus palatines minor mempersyarafi palatum molle (vellum palatinum). Saraf-saraf ini mengiringi arteri-arteri, masing-masing melalui foramina palatine majus dan foramina palatine minora. Kecuali musculus tensor veli palatine yang dipersyarafi oleh nervus cranialis V2, semua otot palatum molle (vellum palatinum) dipersyarafi melalui plexus pharyngeus.11

Gambar 2.4 bagian mulut12

2.2 Lethal midline granuloma2.2.1 Definisi Nasal sel NK/sel T limfoma menyebabkan lesi destruktif secara exclusive terlokalisir utamanya pada cavum nasal dan sinus paranasal. Nekrosis jaringan yang luas dapat muncul. Proliferasi limfosit cenderung menjadi angiosentrik dan angiodestruktif. Sel asalnya sering timbul sel NK tetapi pada beberapa kasus timbul dari sel T sitolitik (sel NK mirip sel T yang mengekspresikan sel T intraseluler antigen 1 (TIA1) karenanya disebut nasal NK/sel T limfoma.1,2

2.2.2 Etiologi Penyebab pasti dari midline granuloma sampai saat ini belum diketahui. Diduga penyakit ini berhubungan dengan infeksi virus Epstein barr yang ikut terlibat didalam mekanisme pathogenesis terjadinya penyakit ini, dimana sel-sel limfoid pada retikulosis polimorfik mengandung gen atau antigen virus Epstein barr.13 Dari beberapa penelitian dikatakan bahwa virus epstain barr sering berhubungan dengan lesi imunoproliferatif angiosentrik, khususnya didalam lesi derajat tinggi, dimana virus itu kemungkinan berada didalam sel-sel tumor. Dan dikatakan bahwa virus epstains barr mungkin ikut terlibat didalam transformasi lesi imunoproliferatif angiosentrik derajat rendah.14 Dikatakan bahwa sel-T dan limfoma sel NK (natural killer) daerah sinonasal mempunyai insidens yang tinggi untuk terinfeksi oleh virus Epstein barr. Virus itu dapat dideteksi lebih kurang sebesar 1% pada limfoma kulit, 13%-36% pada limfoma traktus gastrointestinal dan 18% pada limfoma sel T.13 Penelitian imunohistokimia oleh kim dkk mendapatkan hasil bahwa sel limfoid dalam jumlah yang banyak seperti sel plasma yang memperlihatkan aktivitas interleukin 6 dan mereka menyimpulkan bahwa interleukin 6 ini kemungkinan berperan dalam proses pengrusakan jaringan yang terjadi pada stadium dini.2 Pendapat lain mengatakan bahwa midline granuloma merupakan bentuk khusus dari limfoma ekstranodul dengan manifestasi ulserasi dan destruksi dan dapat mengalami transformasi menjadi limfoma pada 10% kasus.14

2.2.3 Gejala klinis Berdasarkan perjalanan klinis dari midline granuloma, stewart membagi gejala klinis dalam 3 fase yaitu:1. Fase awal atau fase prodromal Fase awal atau fase prodromal adalah fase dimana terdapat keluhan sumbatan hidung, ingus atau secret yang encer. Berlangsung dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun. Belum terdapat gejala klinis yang nyata.32. Fase kedua atau fase aktif Fase kedua atau fase aktif adalah fase dimana dijumpai secret purulen yang berbau busuk atau dapat bercampur darah dan disertai dengan keluhan hidung tersumbat. Adanya ulserasi dapat menyebabkan perforasi septum dan palatum durum yang biasanya terdapat dibagian tengah. Muka menjadi bengkak dan baal. Pada cavum nasi terdapat krusta dan sequester dari tulang rawan dan tulang hidung. Dapat pula terjadi epistaksis massif jika lesi mengenai dasar hidung dan septum. Kadang-kadang terjadi peningkatan suhu tubuh seiring dengan pembentukan abses didaerah pipi. Gambaran khas fase ini adalah terdapatnya destruksi massif pada daerah muka.33. Fase terminal Fase terminal adalah fase dimana pasien masih mengalami demam dan mengeluh sering terjadi epistaksis berulang. Destruksi dapat meluas dan menghancurkan hidung, pipi, mata dan bila perluasan kea rah otak dapat menyebabkan kematian. Penderita akan meninggal disebabkan meningitis, sepsis dan perdarahan.3 Gejala lainnya yang tidak spesifik adalah timbulnya keluhan demam, kelelahan, penurunan berat badan dan keringat malam. Lesi dapat terjadi pada saluran nafas atas saja atau bersamaan dengan organ lain. Sebagaian besar lesi terjadi didaerah hidung dan dapat disertai dengan keluhan gangguan pada daerah sinus. Keterlibatan nasopharynx bisa tanpa gejala atau hanya berupa sakit ringan. Gejala diparu dapat menimbulkan keluhan seperti demam, batuk, nyeri dada dan hemoptisis. Sedangkan kerusakan pada kulit akan timbul kemerahan yang terbentuk makulopapular sampai terjadi ulserasi terutama pada bagian tubuh dan ekstremitas. Midline granuloma jarang sekali mengenai daerah traktus gastrointestinal, system susunan saraf dan ginjal.1

Gambar 2.5 Gejala klinis Lethal Midline Granuloma15,16

2.2.4 Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium rutin kurang mempunyai nilai didalam menegakkan diagnosis, namun dibutuhkan untuk menyingkirkan penyakit lainnya. Satu-satunya pemeriksaan yang sangat membantu adalah nilai sedimentasi eritrosit. Adanya peningkatan sedimentasi eritrosit lebih dari 60 mm dalam 1 jam pertama terjadi pada 90% pasien-pasien dengan retikulosis polimorfik.2 Pemeriksaan laboratorium urinalisa dibutuhkan untuk mengetahui fungsi ginjal. Secara radiologis gambaran yang menonjol adalah adanya gambaran erosi tulang, terdapatnya perforasi septum nasi dan adanya destruksi. Gambaran massa yang jelas jarang terlihat biasanya tampak bayangan keputihan/opak didaerah cavum nasi atau sinus paranasal.2 Tomografi computer dan MRI dapat membantu diagnosis dini, evaluasi perluasan penyakit dan keterlibatan organ-organ disekitarnya seperti sinus-sinus dan orbita, serta perluasan ke intracranial. MRI sangat baik untuk membedakan massa atau cairan didalam sinus paranasal. Penilaian yang tepat mengenai perluasan penyakit diperlukan perencanaan radioterapi.14 Secara radiologis tidak dapat membedakan antara midline granuloma dengan penyakit granuloma lainnya seperti penyakit granulomatosis Wegener.14

2.2.5 Histopatologi Midline granuloma merupakan limfosit sel T dimana tidak terdapat pertanda sel-B. limfoma sel T mengandung pertanda sel T berupa CD3,CD45RO, CD43. Gambaran histologist dari retikulosis polimorfik adalah reaksi radang akut atau kronis yang tidak khas dengan histiosit atipik, disertai penyebaran jaringan nekrotik yang tampak jelas dan menonjol.3 Midline granuloma menunjukkan serbukan berbagai macam sel atipik dalam lamina propria disekitar kelenjar mukosa disertai nekrosis koagulatif. Serbukan sel atipik dalam lamina propria terdiri dari sel limfosit kecil, sel limfosit matur, imunoblas, sel plasma, eosinofil dan histiosit. Ciri lainnya adalah infiltrasi sel atipik ke sekitar pembuluh darah (angiosentrik) dan kedalam dinding pembuluh darah (angioinvasif). Infiltrasi sel atipik ke dalam dinding pembuluh darah akan menyebabkan destruksi dinding pembuluh darah. Nekrosis dapat terjadi disekitar pembuluh darah atau dapat mengenai epitel permukaan sehingga menimbulkan ulserasi mukosa dan dapat pula mengenai jaringan yang lebih dalam hingga mencapai tulang rawan atau tulang. Ulserasi dapat pula mengenai kulit muka dan dapat bersifat progresif. 1,2 Semula dikenal 2 jenis corak histology yang utama yaitu tipe wegner atau disebut sebagai granuloma sel datia dengan atau tanpa arteritis dan tipe stewart atau disebut sebagai granuloma pleomorfik dan histiositik.1,2 Pada semua sel limfoma sel T telah terbukti adanya virus Epstein barr. Pada limfoma sel T tidak terdapat peningkatan titer serum IgA viral capsid antigen virus Epstein barr, dimana hal ini ditemukan pada virus Epstein barr yang terdapat pada carcinoma nasopharynx. 3 Harabuchi dkk dan Arber dkk sebagaimana dikutip oleh Mishima dkk dengan menggunakan pemeriksaan kombinasi southern blot dan in situ hybridization analyses mendapatkan gen virus Epstein barr selalu ditemukan pada sel limfoma sel T yang berproliferasi.3

Gambar 2.6 Histologi17

2.2.6 Diagnosis Diagnosis midline granuloma ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis ditegakan selain dari gejala klinis juga oleh berbagai pemeriksaan penunjang, diantaranya :1 Endoskopi Endoskopi hidung ditemukan ulserasi 2-5cm di pertengahan palatum anterior disertai sekret kotor berbau.1 Biopsy Biopsy sumsum tulang bilateral biasanya tidak ada bukti infiltrasi dari limfoma. Biopsy superficial ulangan pada ulkus akan ditemukan jaringan nekrotik saja tanpa organism yang infeksius atau neoplasia Biopsy terbuka pada lesi akan ditemukan ulserasi disertai infiltrasi campuran sel-sel limfoid berbagai ukuran (sel-sel pleomorfik atipikal) dan juga jaringan nekrosis koagulatif. Pemeriksaan laboratorium darah Pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar darah rutin (mungkin ditemukan anemia, limfositopenia), tes fungsi hati termasuk kadar laktat dehidrogenase (LDH) dimana bila ditemukan peningkatan LDH berhubungan dengan prognosis yang jelek, tes fungsi ginjal, kadar asam urat, kalsium dan titer EBV.1 Hibridisasi in situ epstain barr yang telah dikode tampak pewarnaan inti pada sebagian dari sel-sel limfoid berukuran sedang dan besar. Analisa darah lengkap biasanya normal Ureum darah, kreatinin, bilirubin dan transaminase normal Laktadehidroginase meningkat (normalnya 200-400 U/L) Hipoalbuminemia (normal 42-54 g/L)

Pemeriksaan imunohistokimia dan flowsitometri Pemeriksaan imunohistokimia dan flowsitometri akan didapatkan petanda/marker yang berhubungan dengan sel T seperti CD2, CD3, CD7, CD45RO, dan CD43. Pada tumor ini juga sering didapatkan marker sel NK yaitu CD56. Pemeriksaan imunohistokimia ini juga menegaskan asal tumor dari sel T atau sel NK dan ditemukan marker dari sel B. secara genotip, limfoma sel T/NK di traktus aerodigestivus atas kebanyakan berasal dari NK dan hanya sedikit yang berasal dari sel T. kira-kira 80% berasal dari sel NK dan 10-30% berasal dari sel T.1 Pencitraan Pada pemeriksaan radiologis foto tampak destruksi tulang midfasial deisertai relative sedikit penebalan jaringan lunak yang berhubungan dengannya.14 CT scan dan MRI Pemeriksaan ini CTscan digunakan untuk mengetahui perluasan lesi dan menentukan staging dari lethal midline granuloma. Bila lethal midline granuloma dicurigai meluas ke intrakranial, MRI mungkin berguna untuk mendeteksi perluasan tersebut.14 Diagnosis pasti midline granuloma ditegakkan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi melalui biopsy yang diambil pada daerah lesi. Biopsy jaringan merupakan pemeriksaan yang sangat menentukan di dalam menegakkan diagnosis midline granuloma. Biopsy yang berulang ulang seringkali diperlukan dalam usaha menegakkan diagnosis midline granuloma. Biopsy yang terlalu superficial dari ulkus seringkali menunjukkan diagnostik reaksi inflamasi akut dan kronis dengan nekrosis. Perhatian utama adalah kesulitan dalam membedakan midline granuloma dengan tumor traktus respiratoris bagian atas disebabkan oleh nekrosis atau inflamasi, sehingga biopsy gagal menunjukkan adanya suatu keganasan yang mendasarinya.1 Pada dasarnya sulit sekali untuk membuktikan diagnosis secara histologik karena granuloma tersebut dikelilingi oleh banyaknya jaringan inflamasi dalam area yang mengalami ulseratif massif. Sehingga untuk mendapatkan jaringan yang representatif diperlukan pengambilan biopsy yang dalam dan mengambil sedikit jaringan yang sehat.1 Akhir-akhir ini terdapat pemeriksaan imunohistokimia dengan menggunakan teknik imunofluoresensi dan analisis DNA untuk menemukan human perifer sel T. pemeriksaan kultur jaringan dapat dilakukan untuk menyingkirkan kelainan granulomatosis karena proses spesifik.1

2.2.7 Diagnosa banding Terdapat empat penyakit yang sulit dibedakan, walaupun sudah diperoleh gambaran histopatologinya, yang disebut dengan istilah"Lethal Midline Granuloma Syndrome". Penyakit-penyakit tersebut adalah Idiopathic Midline Destrucfive Diseases, Polimorfic Reticulosis, Non Hodgkin's Lymphoma dan Wegener's Granulomatosis. Gambaran histopatologis Idiopathic midline destructive disease adalah terlihatnya infiltrat; sel-sel radang dan tidak terdapatnya sel-sel atipik. Gambaran histopatologis midline granuloma adalah terlihatnya infiltrasi selsel radang dan sel-sel atipik limfoproliferatif dengan susunan angiosentrik. Sel-sel atipik cenderung menyerupai histiosit dengan sitoplasma dan inti selnya pleomorfik. Gambaran histopatologis Non Hodgkin's lymphoma adalah hampir sama dengan midline granuloma, hanya saja susunan sel-sel yang terinfiltrasi tidak angiosentrik. Gambaran histopatologis Wegeners granulomatosis adalah terlihat gambaran yang berbeda dengan lainnya yaitu adanya vaskulitis.2 Dengan melihat gambaran histopatologis penyakit-penyakit tersebut maka dapatlah diketahui bahwa ada perbedaan yang jelas antara Wegener granulomatosis dengan ketiga penyakit lainnya, yang selanjutnya ketiga penyakit tersebut disebut sebagai "Lethal midline graruloma syndrome non Wegener granulomatosis".1 Ketiga penyakit ini sulit dibedakan, namun hal ini tidak perlu dirisaukan oleh karena ketiga penyakit ini memberikan respons terapi yang baik dengan radiasi.1

2.2.8 Penatalaksanaan Seperti limfoma yang lain, reseksi bedah dari limfoma sinonasal tidak dianjurkan. Pada awalnya sebagian besar kasus lethal midline granuloma diterapi dengan radioterapi lokal dosis rendah yang bervariasi dalam usaha untuk menghentikan atau mengurangi progresivitas penyakit ini. Banyak pasien yang diterapi dengan cara ini menjadi bebas dari penyakit, namun tidak mengobati penyakit dalam jangka panjang, setelah dilakukan pen-leriksaan lanjutan dalam jangka panjang. Penelitian terakhir menyelidiki efektivitas dari radioterapi itu sendiri di dalam mengobati limfoma non Hodgkin's di traktus sinonasal dan ternyata mempunyai risiko yang tinggi di dalam terjadinya rekurensi, baik lokal maupun di tempat lain.1 Hasil dan angka bertahan hidup yang terbaik adalah dengan penggunaan kombinasi kemoterapi dangan radioterapi lokoregional. Pendekatan ini lebih baik bila dibandingkan dengan kemoterapi saja.1 Harrison (1974) dan Fauci (1976) berpendapat bahwa sampai sekarang pengobatan midline granuloma yang disetujui dan memberikan hasil lebih baik adalah dengan pemberian radiasi dengan dosis tumor 5000-6000 cG. Berdasarkan Clinicopathological Conference (1963) pengobatan dengan operasi tidak akan menghentikan proses penyakit ini.5 Midline granuloma yang terlokalisasi pada satu daerah di traktus respiratorius bagian atas, terapi radiasi merupakan terapi pilihan. Midline granuloma merupakan tumor yang bersifat radiosensitif. Terapi radiasi lapangan luas termasuk hidung, palatum dan seluruh sinus paranasal digunakan dengan sinar supervoltage. Pengobatan dengan kemoterapi diberikan pada kasus-kasus dimana kelainan sudah menyebar ke daerah lainnya.14 Pasien-pasien yang mendapatkan terapi radiasi, menyebabkan kulit menjadi kemerahan dan terjadinya mukositis pada daerah lapangan penyinaran. Beberapa pasien akan mengalami alopesia. Bila rongga orbita terkena dalam lapangan penyinaran maka akan menyebabkan pandangan menjadi kabur.14 Terapi penunjang untuk pasien ini adalah dengan mencegah timbulnya infeksi sekunder pada daerah sinus paranasal. Irigasi dengan larutan saline dan pembersihan jaringan yang rusak secara rutin akan efektif untuk mencegah timbulnya infeksi sekunder sinus paranasal. Bila terjadi infeksi biasanya disebabkan oleh kuman stafilokokus aureus yang mendapatkan respon dengan terapi medikamentosa.14

2.2.9 Komplikasi Komplikasi tidak dapat dipisahkan dengan perluasan intrakranial (penyakit stadium terminal), perdarahan yang tak terkontrol dan kematian, iatrogenic injury terhadap struktur vital, dan transfusi perioperative. 2 Komplikasi lainnya meliputi: perdarahan yang banyak (excessive bleeding). Transformasi keganasan (malignant transformation). Kebutaan sementara (transient blindness) sebagai hasil embolisasi, namun ini jarang terjadi. Osteoradionecrosis dan atau kebutaan karena kerusakan saraf mata dapat terjadi dengan radioterapi.2

2.2.10 Prognosis Secara umum prognosis midline granuloma adalah buruk. Kekambuhan atau perluasan akan lebih memperburuk prognosis.1

BAB IIIKESIMPULAN

Midline Granuloma merupakan penyakit yang jarang ditemukan di Negara belahan barat dibandingkan di Negara belahan timur. Biasanya timbul di dekade ke empat dan ke lima dan lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Penyebab dari midline granuloma sampai saat ini belum diketahui tetapi diduga berhubungan dengan infeksi virus Epstein-Barr yang ikut terlibat dalam mekanisme pathogenesis penyakit ini, dimana sel-sel limfoid pada retikulosis polimorfik mengandung gen ataupun antigen virus Epstein-Barr. Pendapat lain mengatakan midline granuloma merupakan bentuk khusus dari limfoma ekstranodal dengan manifestasi ulserasi dan destruksi, dan dapat mengalami transformasi, menjadi limfoma pada 10% kasus. Diagnosis midline granuloma ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari gejala klinis bias dilihat dalam fase prodromal dengan keluhan sumbatan hidung, ingus atau secret yang encer; fase aktif dijumpai secret purulen berbau busuk dapat bercampur darah dan khas pada fase ini adalah terdapatnya destruksi massif pada daerah muka; fase terminal terdapat demam,sering epistaksis dan destruksi dapat meluas dan menghancurkan hidung, pipi, mata dan jika ke otak dapat menyebabkan kematian. Pemeriksaan penunjang yang sangat membantu adalah peningkatan sedimen eritrosit lebih dari 60 mm dalam 1 jam pertama terjadi pada 90% pasien dengan retikulosis polimorfik. Secara radiologis tidak dapat membedakan antara midline granuloma dengan penyakit granuloma lainnya seperti granulomatosis Wegener. Gambaran histopatologi Midline granuloma menunjukkan serbukan berbagai macam sel atipik dalam lamina propia disekitar kelenjar mukosa disertai nekrosis koagulativa. Pada awalnya sebagian besar kasus lethal midline granuloma diterapi dengan radioterapi lokal dosis rendah, namun tidak mengobati jangka panjang bahkan mempunyai resiko terjadinya rekurensi pada limfoma non Hodgkins ditraktus sinonasal. Sampai sekarang pengobatan yang disetujui adalah dengan radiasi dosis tumor 5000-6000 cG. Irigasi saline dan pembersihan jaringan yang rusak secara rutin akan efektif mencegah timbulnya infeksi sekunder. Prognosis secara umum adalah buruk diperberat dengan kekambuhan dan perluasan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tami TA, Shah A, Ryzenman JM. Nasal manifestations of systemic diseases. In: LalwaniAK, editor. Current diagnosis and treatment otolaryngology head and neck surgery. 2nd ed. New York: Mc Graw Hill, 2006. 2. McDonald TJ. Nasal manifestations of systemic diseases. In: Cumming CW, et al,editors. Cummings: otolaryngology: head & neck surgery. 4th ed. Philadelphia: Elsevier's,2005.3. Poetker DM, Cristobal R, Smith TL. Granulomatous and autoimmune diseases of thenose and sinuses. In: Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editors. Head & necksurgery-otolaryngology. 4th ed. Baltimore: Lippincott, 2006.4. Moore, Keith L. Anatomi klinis dasar. Jakarta; EGC. 2002. p: 387-4005. Anoname. https://www.google.com/search 6. Ethel Slonane. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta. EGC.2004.p; 266-267 7. Helga Fritsch, Wolfgang Kuehnel. Color atlas of human anatomy vol.2. New York; Thieme. 2011.8. Elsevier. http://www.netterimages.com 9. Richard W-Brand and friends. Anatomy of orofacial structure: A comprehensive approach. Canada; Elseviere. 2012. p; 332-335 10. Wikipedia. http://id.wikipedia.org 11. Richard Drake and friends. Grays basic anatomy. Canada; Elsevier. 2012. p; 583-585 12. Elsevier. http://www.netterimages.com13. Allen M Seiden. Otolaryngology: The Essensials. New York; Thieme. 2002. p; 450-45114. Carlos A Peres and Friends. Radiation oncology: management decision third edition. USA; Lippincott Williams & Wilkins. 2011. p; 304-30515. Anname. www.lookfordiagnosis.com 16. Anname. www.jco.ascopub.org 17. Anname. www.quizlet.com

23