BAB 1 PENDAHULUAN Onkologi medikal mengalami perubahan dengan adanya agen kemoterapi yang baru dan kombinasi baru. Tidak ada spesialis medis lain yang menangani obat-obat yang berbahaya dalam kesehariannya. Efek samping yang potensial dari obat-obatan dapat mempengaruhi setiap sistem organ dan obat ini membantu menyelamatkan atau memperpanjang kehidupan. Banyak obat antineoplastik merupakan mutagenik, teratogenik, dan karsiogenik pada hewan. Pemaparan agen-agen ini dapat menghasilkan adanya subastansi mutagenik di urin. Dilaporkan juga adanya peningkatan insiden leukimia myelogenik akut pada pasien yang diterapi dengan agen alkali dan kanker kandung kemih biasanya dihubungkan dengan siklofosfamid. Agen kemoterapi dapat menjadi fetotoksik dan karenanya dapat berbahaya. Obat yang dihubungkan dengan malformasi fetus meliputi antagonis folat, 6-merkaptopuran, agen alkilasi, dan MOPP (nitrogen, vinkristin, prokarbazin, dan prednison) pada terapi penyakit hodgkins. Petunjuk keamanan pribadi dilakukan untuk melindungi petugas yang mencampur dan mengurusi administrasi obat-obatan antineoplastik. Banyak pasien yang sadar akan kemungkinan efek fisik kemoterapi dan takut merasa lebih sakit. Ini membuat pekerjaan onkologis lebih sulit ketika mereka mencoba menyakinkan pasien akan efek obat tersebut terhadap
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
Onkologi medikal mengalami perubahan dengan adanya agen kemoterapi yang
baru dan kombinasi baru. Tidak ada spesialis medis lain yang menangani obat-obat yang
berbahaya dalam kesehariannya. Efek samping yang potensial dari obat-obatan dapat
mempengaruhi setiap sistem organ dan obat ini membantu menyelamatkan atau
memperpanjang kehidupan.
Banyak obat antineoplastik merupakan mutagenik, teratogenik, dan karsiogenik
pada hewan. Pemaparan agen-agen ini dapat menghasilkan adanya subastansi mutagenik di
urin. Dilaporkan juga adanya peningkatan insiden leukimia myelogenik akut pada pasien
yang diterapi dengan agen alkali dan kanker kandung kemih biasanya dihubungkan
dengan siklofosfamid.
Agen kemoterapi dapat menjadi fetotoksik dan karenanya dapat berbahaya. Obat
yang dihubungkan dengan malformasi fetus meliputi antagonis folat, 6-merkaptopuran,
agen alkilasi, dan MOPP (nitrogen, vinkristin, prokarbazin, dan prednison) pada terapi
penyakit hodgkins. Petunjuk keamanan pribadi dilakukan untuk melindungi petugas yang
mencampur dan mengurusi administrasi obat-obatan antineoplastik.
Banyak pasien yang sadar akan kemungkinan efek fisik kemoterapi dan takut
merasa lebih sakit. Ini membuat pekerjaan onkologis lebih sulit ketika mereka mencoba
menyakinkan pasien akan efek obat tersebut terhadap keganasan dan pada saat yang sama
mencoba memaparkan bahaya potensial obat tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kemoterapi
Kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat pertumbuhan
kanker dan atau membunuh sel kanker.
Terdapat kurang lebih 130 jenis kanker, yang mempengaruhi kondisi tubuh dengan
berbagai macam mekanisme dan membutuhkan penanganan yang berbeda-beda. Tetapi
semua jenis kanker itu memiliki kesamaan: terdiri atas sel-sel yang membelah dengan
cepat dan tumbuh tak terkontrol.
Kemoterapi diberikan sebelum atau sesudah pembedahan. Kadang disertai dengan
terapi radiasi, kadang cukup hanya kemoterapi. Tujuannya adalah mengeliminasi seluruh
sel kanker sampai ke penyebarannya, sampai ke lokasi yang tidak terjangkau dengan
operasi.
Obat-obat anti kanker ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal (active single
agents), tetapi kebanyakan berupa kombinasi karena dapat lebih meningkatkan potensi
sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel-sel yang resisten terhadap salah satu obat
mungkin sensitif terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat dikurangi sehingga
efek samping menurun.
2.2 Sejarah Perkembangan Kemoterapi Kanker
Secara umum perkembangan kemoterapi kanker dibagi atas beberapa periode, yaitu
periode sebelum tahun 1960, periode diantara tahun 1960, dan tahun 1970, serta periode
sesudah tahun 1970. Periode sebelum tahun 1960 adalah penemuan dan pengembangan
beberapa sitostatikum serta penggunaannya secara sendiri-sendiri yang umumnya atas
dasar yang sifatnya empiris. Pada periode ini banyak dilakukan penelitian obat baru
mengenai kriteria kliniknya seperti hasil pengobatan, toksisitas, penampilan, kadar
optimum yang dapat diberikan dan khasiatnya terhadap beberapa jenis kanker. Penerapan
pada klinik mulai memberikan hasil pengobatan yang menjanjikan harapan khususnya
terhadap leukimia dan linfoma, akan tetapi terhadap tumor padat hasilnya belum
memuaskan.
Pada dekade berikutnya pengetahuan tentang kinetika sel, khususnya sel tumor,
berkembang pesat dan mulai diterapkan dalam menyusun strategi pengobatan dengan
sitostatikum. Demikian pula penerapan konsep-konsep farmakokinetik pada kemoterapi
klinik. Dalam periode ini pula mulai dikembangkan pemakaian sitostatika kombinasi serta
penilaian atas hasil pengobatan kombinasi melalui suatu percobaan klinik (clinical trial)
yang rinci. Hasil pengobatan leukimia dan limfoma mengalami kemajuan, demikian pula
terhadap beberapa jenis tumor padat.
Setelah itu sejak tahun 1970-an hingga sekarang, perkembangan kemoterapi kanker
semakin pesat dengan beberapa penemuan obat baru. Dalam periode ini beberapa hal perlu
dicatat adalah perkembangan konsep pengobatan dengan sitostatika dosis tinggi serta
pengobatan multidiplin, dengan makin majunya kerjasama antara beberapa disiplin seperti
ahli bedah, ahli terapi sinar, ahli kemoterapi, serta ahli peneliti laboratorium, dan lain-lain.
Tetapi disamping kemajuan besar yang telah dicapai timbul masalah toksisitas jangka
panjang obat-obat anti kanker tersebut, terlebih bila digabung dengan radiasi. Demikian
pula kemungkinan timbulnya kanker baru akibat pemakaian sitostatika jangka panjang.
2.3 Siklus Sel
Untuk memahami kerja obat-obat pada siklus sel, perlu diketahui apa yang terjadi
dalam suatu siklus pembagian sel :
2.1 Gambar Siklus Sel
Tabel 1. Fase Siklus Sel
Fase Definisi Yang terjadi
G0 Fase Istirahat Faktor pertumbuhan tidak tumbuh lagi dan memiliki DNA yang diploid (kromosom berjumlah 46)
G1 Fase Gap 1 Berlangsung selama 8 – 12 jamPada fase ini sel anak yang baru terbentuk setelah mitosis tumbuh tumbuh menjadi sel dewasa, membentuk protein, enzim, dan kromosomnya hanya mengandung rantai tunggal DNA (haploid).
R Titik Restriksi Pada titik siklus sel ini akan terbagi 2 yaitu:a) Berhenti bertumbuh
Sel yang berhenti bertumbuh akan masuk ke fase G-0. Sel ini terbagi dalam 2 golongan yaitu:
1. Stem sel, yaitu sel yang dapat tumbuh lagi bila ada rangsangan tertentu, misalnya untuk mengganti sel yang rusak atau mati dan kembali masuk ke Fase-S.
2. Sel yang tetap tidak akan tumbuh sampai sel itu mati. Contohnya yaitu sel saraf.
b) Tumbuh terusSel yang tumbuh lagi akan masuk ke fase-S.
S Sintesis Berlangsung sekitar 4 jamTerjadi replikasi DNA terjadi dengan bantuan enzim DNA polimerase. Dengan dibentuknya DNA baru maka rantai tunggal DNA menjadi rantai ganda.
G Fase Gap 2 Berlangsung sekitar 3 jamPada fase ini dibentuk RNA, protein, enzim dan sebagainya untuk persiapan fase berikutnya.
M Mitosis Berlangsung sekitar 1-2 jamTerjadi pembelahan sel, dari sel induk menjadi 2 sel anak yang mempunyai struktur genetika yang sama dengan sel induknya. Di sini rantai ganda DNA yang merupakan pembawa informasi gen terbelah menjadi dua rantai tunggal yang masing-masing untuk sel anak baru.
Bekerjanya obat-obat sitostatik pada sikus sel berbeda-beda tergantung dari jenis
obatnya. Ada yang bekerja khusus pada fase tertentu dan ada pula yang bekerja tidak
spesifik pada suatu fase. Kerja obat sitostatik pada tingkat molekuler meliputi :
1. Hambatan pada disintesis asam nukein
2. Perubahan pada sintesis DNA
3. Gangguan pada sintesis protein atau fungsi protein.
2.4 Pengaruh Kemoterapi pada Kinetika Sel
Kemoterapi direncanakan atas dasar berbagai perbedaan yang dijumpai antar sel-sel
normal dan sel tumor, khususnya mengenai reaksinya terhadap obat-obat anti-kanker yang
diberikan sendiri-sendiri ataupun dalam kombinasi. Perbedaan tersebut diantaranya adalah
perbedaan dalam sifat biologik, biokimia, reaksi farmakokinetik, dan sifat proliferatif
kedua jenis sel tersebut.
Pada umumnya sel berproliferasi menurut kecepatan yang tetap dan terus
mengulangi satu siklus proses biokimia tertentu yang berakhir dengan pembelahan sel.
Dengan demikian secara teoritik setiap sel yang berploriferasi, sehingga populasi sel akan
meningkat dengan kelipatan dua. Sebagai persiapan untuk satu siklus proliferasi, sel akan
melakukan síntesis biokimia yang memerlukan satu jangka waktu tertentu dengan
menghasilkan DNA baru. Periode tersebut disebut periode sintesis DNA (S) yang pada
akhirnya nanti sel akan mengalami mitosis (M).
Periode di antara kedua kejadian tersebut adalah periode kekosongan pra-sintesis
(pre-synthetic gap) : G1 dan periode kekosongan pasca sinetis (post-synthetic gap) : G2 .
Dalam kenyataan tidak seluruh sel melakukan proses proliferasi ini. Namun sebagian
beristirahat sampai saatnya dimobilisasi lagi. Masa ini disebut sebagai masa tidur (dormant
periode)
Dengan demikian satu siklus proliferasi melalui beberapa tahap tertentu dan dalam
periode tertentu pula. Berdasarkan adanya tahapan-tahapan ini yang masing-masing dapat
dipengaruhi obat, maka obat-obat sitostatikum dibagi menurut kekhususan efeknya
terhadap sel, terutama yang sedang berproliferasi sebagai berikut :
Golongan I : terdiri dari obat-obat spesifik. Obat golongan ini dapat merusak sel dalam
keadaan apapun baik yang sedang berproliferasi maupun yang sedang istirahat. Dapat
dimengerti seperti pada leukemia akut bahwa obat ini dapat merusak sel-sel leukemia dan
juga dapat merusak sel stem hemopoetik yang normal. Oleh karena itu untuk tumor dengan
populasi sel yang jauh lebih banyak dari populasi sel stem, obat golongan ini kurang
memenuhi syarat karena membahayakan. Sebaliknya untuk tumor dengan populasi sel
sedikit (masih terlokalisasi atau masih dini), obat ini dapat memberikan hasil yang lebih
baik. Contoh obat golongan ini adalah sebagian obat alkilasi seperti nitrogen mustard,
Klorambucil, dan lainnya.
Golongan II : terdiri dari obat spesifik untuk tahapan tertentu (phase spesific). Obat
golongan ini merusak sel pada tahapan tertentu dari siklus proliferasi dan sedikit
mengganggu sel stem. Sebagai contoh adalah vinkristin yang hanya merusak sel pada saat
mitosis dan antimetabolit yang merusak sel pada masa sintesis DNA. Obat-obat ini
umumnya dipakai secara berulang menurut interval tertentu, agar semua sel tumor yang
sedang berproliferasi bersama-sama memasuki satu tahap tertentu yang sensitif terhadap
sitostatikum yang sama atau berlainan (misalnya pada masa S), sehingga penghancuran sel
dapat terjadi secara maksimal.
Golongan III : terdiri dari obat yang spesifik untuk siklus sel (cycle specific). Obat ini
bekerja khusus terhadap sel yang sedang berproliferasi tanpa menghiraukan tahapan
siklusnya, tetapi umumnya tidak atau sedikit efektif terhadap sel di luar siklus seperti sel
stem. Umumnya obat golongan ini baik dipakai dengan dosis lethal yang maksimum
sekaligus.
2.5 Penggunaan sacara klinis dari Obat sitotoksik
A. Indikasi.
Obat kemoterapi digunakan di dalam keadaan yang berikut:
1. Untuk menyembuhkan penyakit dengan malignansi
2. Untuk mengurangi rasa sakit pada pasien-pasien dengan kanker yang mempunyai
manfaat lebih dibandingkan efek samping selama perawatan
3. Untuk merawat pasien-pasien asymptomatic di dalam keadaan yang berikut:
a. Pada Kanker yang agresif dan dapat diobati (leukemia akut, kanker paru)
b. Pengobatan sudah terbukti untuk mengurangi kekambuhan dan meningkatkan
interval bebas penyakit atau meningkatkan survival yang absolut (karsinoma
Colon stage C, Ca mammae stage I atau II, osteogenic sarkoma)
B. Kontraindikasi.
Kontraindikasi obat kemoterapi secara relatif atau mutlak dalam situasi-situasi yang
berikut:
1. Jika fasilitas-fasilitas tidak cukup untuk mengevaluasi respon pasien dari terapi,
memonitor reaksi toksis dari obat.
2. Jika pasien tidak mungkin untuk bertahan hidup lebih panjang meskipun penyusutan
tumor bisa tercapai.
3. Jika pasien tidak mungkin untuk bertahan hidup cukup panjang untuk memperoleh
manfaat-manfaat dari obat.
4. Jika pasien dengan gejala asymptomatic yaitu tumor-tumor yang tumbuh lambat, tak
dapat disembuhkan, kemoterapi harus ditunda sampai timbul gejala-gejala yang
meringankan.
2.6 Pemberian Kemoterapi
Secara umum kemoterapi dapat digunakan dengan 4 cara kerja yaitu :
1. Sebagai neoadjuvan yaitu pemberian kemoterapi mendahului pembedahan dan radiasi,
pemberian kemoterapi untuk mengecilkan tumor sebelum dilakukannya pembedahan
pengangkatan tumor
2. Sebagai terapi kombinasi yaitu kemoterapi diberikan bersamaan dengan radiasi pada
kasus karsinoma stadium lanjut, pemberian dua atau lebih zat kemoterapi dalam terapi
kanker yang menyebabkan setiap pengobatan memperkuat aksi obat lainnya ( sinergis)
3. Sebagai terapi adjuvan yaitu sebagai terapi tambahan paska pembedahan dan atau
radiasi, suatu sesi kemoterapi yang digunakan sebagai tambahan dengan terapi
modalitas lainnya. Dan ditujukan untuk mengobati mikrometastasis
4. Sebagai terapi utama yaitu terapi pasien dengan kanker local alternative yang ada
tidak terlalu efektif, digunakan tanpa radiasi dan pembedahan terutama pada kasus
kasus stadium lanjut dan pada kasus kanker jenis hematologi (leukemia dan limfoma).
Menurut prioritas indikasinya terapi terapi kanker dapat dibagi menjadi dua yaitu
terapi utama dan terapi adjuvan (tambahan/ komplementer/ profilaksis). Terapi utama
dapat diberikan secara mandiri, namun terapi adjuvan tidak dapat mandiri, artinya terapi
adjuvan tersebut harus meyertai terapi utamanya. Tujuannya adalah membantu terapi
utama
Pemakaian kemoterapi kombinasi berkembang dari pengalaman pengobatan.
Keuntungan pemakaian kemoterpi kombinasi dibandingkan dengan obat tunggal ialah :
1. Dapat meningkatkan persentase remisi total.
2. Dapat memperpanjang lamanya remisi.
3. Mengatasi resistensi se-sel ganas terhadap obat tunggal yang insidensnya dapat
melebihi 10 % dan sulit diramalkan sebelumnya.
4. Mencegah atau menunda timbulnya rsistensi pada sel-se ganas yang tadinya sensitif.
5. Efek sitotoksik yang aditif atau sinergistik dapat dicapai dengan memilih kombinasi
obat-obat dengan mekanisme kerja yang berbeda..
2.7 Efek Samping Kemoterapi
Efek samping dapat muncul ketika sedang dilakukan pengobatan atau beberapa
waktu setelah pengobatan. Efek samping yang bisa timbul adalah:
1. Lemas
Efek samping yang umum timbul. Timbulnya dapat mendadak atau perlahan. Tidak
langsung menghilang dengan istirahat, kadang berlangsung hingga akhir
pengobatan.
2. Mual dan Muntah
Ada beberapa obat kemoterapi yang lebih membuat mual dan muntah. Selain itu ada
beberapa orang yang sangat rentan terhadap mual dan muntah. Hal ini dapat dicegah
dengan obat anti mual yang diberikan sebelum/selama/sesudah pengobatan
kemoterapi.
3. Gangguan pencernaan
Beberapa jenis obat kemoterapi berefek diare. Bahkan ada yang menjadi diare
disertai dehidrasi berat yang harus dirawat. konstipasi kadang bisa terjadi.
4. Sariawan
Beberapa obat kemoterapi menimbulkan penyakit mulut seperti terasa tebal atau
infeksi. Kondisi mulut yang sehat sangat penting dalam kemoterapi.
5. Rambut Rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu setelah
kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah di dekat kulit kepala.
Dapat terjadi setelah beberapa minggu terapi. Rambut dapat tumbuh lagi setelah
kemoterapi selesai.
6. Otot dan Saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan
atau kaki serta kelemahan pada otot kaki. Sebagian bisa terjadi sakit pada otot.
7. Efek Pada Darah
Beberapa jenis obat kemoterapi dapat mempengaruhi kerja sumsum tulang yang
merupakan pabrik pembuat sel darah, sehingga jumlah sel darah menurun. Yang
paling sering adalah penurunan sel darah putih (leokosit). Penurunan sel darah
terjadi pada setiap kemoterapi dan tes darah akan dilaksanakan sebelum kemoterapi
berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah telah kembali normal. Penurunan
jumlah sel darah dapat mengakibatkan:
A. Rentan terkena infeksi
Hal ini disebabkan oleh Karena jumlah leokosit menurun.
B. Perdarahan
Trombosit berperan pada proses pembekuan darah. Penurunan jumlah
trombosit mengakibatkan perdarahan sulit berhenti, lebam, bercak merah di
kulit.
C. Anemia
Anemia terjadi karena gangguan produksi sel darah merah yang
mengandung hemoglobin.
8. Kulit dapat menjadi kering dan berubah warna , lebih sensitive terhadap matahari.
Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang.
2.8 Persyaratan Pasien yang Layak diberi Kemoterapi
Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan kelemahan, yang apabila
diberikan kemoterapi dapat terjadi untolerable side effect. Sebelum memberikan
kemoterapi perlu pertimbangan sbb :
Menggunakan kriteria Scala Karnofsky, harus lebih dari 50 %
Jumlah lekosit >=3000/ml
Jumlah trombosit>=120.0000/ul
Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 10