BAB IPENDAHULUAN
Kedaruratan psikiatri merupakan sebuah keadaan yang sering
diabaikan tetapi keadaan ini meningkatkan masalah bagian
kedaruratan di dunia. Dijumpai hingga 12 % dari bagian kedaruratan
pasien datang dengan keluhan psikiatrik. Dari kedaruratan
tingkahlaku ini, gangguan psikotik akut, episode manik, depresi
mayor, gangguan bipolar, dan penyalahgunaan obat mencapai 6 % dari
keseluruhan kasus di bagian kedaruratan.Tindak kekerasan atau
agresif merupakan alasan umum untuk datang pada bagian kedaruratan,
dengan perilaku menyerang yang terlihat pada 3-10 % pasien
psikiatrik. Gejala agresif seperti penyerangan, perilaku dengan
kata-kata kasar, dan kekerasan dapat terjadi dengan gejala positif
seperti delusi dan halusinasi, namun hal ini tidak semua terjadi.
Menurut Bolton J, hampir 5 % pasien yang datang ke bagian darurat
psikiatri Rumah sakit St. Helier dan St.Georges di London dengan
masalah psikikatri primer dan selanjutnya 20-30 % dengan gejala
psikiatri ditambah dengan gangguan fisik. Kekerasan dan penyerangan
umumnya dijumpai di darurat psikiatri, terutama dalam keadaan
tertentu. Kekerasan setidaknya menunjukkan gangguan psikiatri,
tetapi penyerangan lebih umum dijumpai di darurat psikiatri. Suatu
penelitian yang dilakukan oleh Saliou dan kawan-kawan tahun 2005
pada sebuah Rumah Sakit di Paris, mengambil 500 pasien yang
memperoleh pelayanan darurat. Dijumpai prevalensi gangguan
psikiatri adalah 38% (189 pasien), empat puluh pasien (8%) kasus
psikiatri primer dirujuk ke bagian darurat psikiatri, 149 (30%)
kasus psikiatri sekunder, hal ini dinyatakan sebagai suatu
penilaian yang sistematis dari keadaan status mental. Kasus
psikiatri primer dan sekunder adalah lebih banyak yang tunawisma
yaitu (13,6% vs 1,95%). Menurut kriteria DSM-IV diagnosis psikiatri
primer yang dijumpai adalah depresi, gangguan ansietas menyeluruh,
intoksikasi alkohol, ketergantungan alkohol, Skizofrenia, gangguan
stress pasca trauma, penyalahgunaan zat, agoraphobia,
ketergantungan alkohol, anoreksia nervosa, mania, gangguan obsesi
kompulsif. Mereka sering diserahkan pada bagian darurat psikiatri
setelah melakukan penyerangan, (7,4% vs 3,5%), perilaku kekerasan
(5,8% vs 0,9%) dan kurang sering setelah kecelakaan (8,4% vs
14,3%). Pasien psikiatri lebih sering diperiksa setelah suatu
peristiwa kekerasan dalam keluarga (21,7% vs 6,8%). Pemahaman
kesehatan oleh masyarakat kita yang belum merata bahwa kasus-kasus
tersebut merupakan keadaan yang perlu pertolongan segera
menyebabkan dokter akan lebih banyak menemui kasus-kasus
kedaruratan psikiatrik dalam kondisi yang lebih lanjut. Konsep
bahwa perubahan status mental seseorang dapat disebabkan oleh
penyakit organic juga merupakan pemahaman yang perlu disebarluaskan
kepada semua lapisan masyarakat agar petolongan segera dapat
diberikan secara memadai. Sebagai ujung tombak di lapangan, peran
dokter umum sangat penting; dalam hal ini adalah sebagai bagian
dari pelayanan kedaruratan medik yang terintegrasi.
BAB II KEDARURATAN PSIKIATRI
Kedaruratan psikiatri merupakan cabang dari Ilmu Kedokteran Jiwa
dan Kedokteran Kedaruratan, yang dibentuk untuk menghadap kasus
kedaruratan psikiatri. Kasus kedaruratan psikiatri merupakan sebuah
gangguan akut dari perilaku, pikiran atau mood dari seorang pasien
yang jika tidak ditangani dapat menyebabkan bahaya, baik untuk
dirinya ataupun kepada oranglain di lingkungannya, seperti :
Kondisi gaduh gelisah Dampak tindak kekerasan Suicide Gejala
ekstrapiramidal akibat penggunaan obat Delirium Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam mempersiapkan tempat pelayanan kedaruratan
psikiatrik, antara lain :1. Keamanan2. Pemisahan ruang secara
spesifikPasien dengan tindak kekerasan atau agitatif terpisah dari
pasien-pasien non-agitatif. Ruang isolasi dan fiksasi harus
terletak dekan dengan ruang perawat agar dapat dilakukan pengawasan
yang ketat.3. Akses langsung dan mudah ketempat ruang gawat darurat
medik lainya serta pelayanan diagnosik penunjang sangat diperlukan,
karena 3-50% kondisi medis umum menunjukkan manifestasi
psikiatrik.4. Obat-obat psikofarmaka harus lengkap tersedia. Alat
fiksasi serta ruang evaluasi diusahakan yang memadai.5. Tim yang
bertugas harus mempunyai keahlian yang spesifik dan siap bertindak
segera pada saat yang tepat. Keamanan harus diperlakukan sebagai
hal klinis dan dilaksanakan oleh staf klinik, bukan oleh petugas
keamanan.6. Seluruh staf harus mengerti bahwa pasien sedang dalam
keadaan distress fisik dan kondisi emosional yang rapuh.
Pengharapan dan fantasinya seringkali tidak realistis dan ini akan
mempengaruhi responya terhadap terapi. Oleh karenanya setiap
tindakan yang akan dilakukan perlu didiskusikan, baik dengan
pasienya sendiri maupun dengan keluarganya.7. Sikap, prilaku staf
dan pasien harus dijaga dan dipahami mulai saat pasien masuk
kedalam ruang gawat darurat. Tindak kekerasan tidak dapat
dibenarkan atau ditolerir, baik pasien maupun staf di tempat
pelayanan kedaruratan
2.1 EvaluasiMenilai kondisi pasien yang sedang dalam krisis
secara cepat dan tepat adalah tujuan utama dalam melakukan evaluasi
kedaruratan psikiatrik. Tindakan segera dengan pendekatan
pragmatis, yang harus dilakkan secara tepat adalah:1. Menentukan
diagnosis awal,2. Melakukan identifikasi faktor-faktor presipitasi
dan kebutuhan segera sang pasien,3. Memulai terapi atau merujuk
pasien ke fasilitas yang sesuai.Tujuan utama dalam evaluasi
kedaruratan psikiatrik adalah: menilai kondisi pasien yang sedang
dalam krisis sacara cepat dan tepat. Dalam proses evaluasi
dilakukan:1. Wawancara Kedaruratan PsikiatrikKeterangan tambahan
dari pihak pengantar, keluarga, teman ataupun polisi dapat
melengkapi informasi, terutama pada pasien mutisme, negativistik,
tidak kooperatif atau inkoheren. Seperti halnya wawancara
psikiatrik yang biasa dilakukan, hubungan dokter-pasien sangat
berpengaruh terhadap informasi yang diberikan dan yang
diinterpretasikan.2. Pemeriksaan FisikPemeriksaan psikiatrik
standar meliputi: riwatyat perjalanan penyakit, pemeriksaan status
mental, pemeriksaan status fisik/neurologik, dan kalau perlu
pemeriksaan penunjang. Yang pertama dan terpenting yang harus
dilakukan oleh dokter di unit gawat darurat adalah menilai
tanda-tanda vital pasien. Tekanan darah, suhu, nadi adalah sesuatu
yang mudah diukur yang dapat memberikan suatu informasi yang
bermakna secara cepat. Pada bagan, dapat dilihat salah satu model
alur evaluasi dan penatalaksanaan pasien darurat psikiatrik.
Bagan alur evaluasi dan penatalaksanaan pasien gawat darurat
psikiatri
Pasien rujukan Datang sendiri Pasien diantar oleh polisi
Pelayanan gawat darurat psikiatrik
TriageTanda vitalKesadaranPemeriksaan medik,
neurologikPemeriksaan laboratorium
Triage psikiatrik
Evaluasi medikEvaluasi psikiatrik; organik atau fungsional
Rawat bersama dengan disiplin ilmu lain Rawat inap psikiatrik
Rawat jalan
Lima hal yang harus ditentukan sebelum menangani pasien
selanjutnya:1. Keamanan pasien2. Medik atau psikiatrik?Penting
sekali bagi dokter untuk menilai apakah kasusnya medik, psikiatrik,
atau kombinasi keduanya, sebab penanganannya akan jauh berbeda.
Kondisi-kondisi medik umum seperti trauma kepala, infeksi berat
dengan demam tinggi, kelainan metabolisme, tumor, AIDS, intoksikasi
atau gejala putus zat, seringkali menyebabkan gangguan fungsi
mental yang menyerupai gangguan psikiatrik pda umumnya. Bila
konsisi ini tidak ditangani semestinya, dapat menyebabkan kematian.
Karena itu dokter gawat darrurat tetap arus menelusuri semua
kemungkinan penyebab gangguan fungsi mental yang tampak, meskipun
sebelumnya secara medik telah dinyatakan tak ada kelainan oleh
dokter lain.3. PsikosisYang penting disini bukanlah penegakan
diagnosisnya, tetapi seberapa jauh ketidakmampuannya dalam menilai
realita dan buruknya tilikan mempengaruhi hidupnya. Hal ini dapat
mempengaruhi sikapnya terhadap pertolongan yang kita berikan serta
kepatuhannya dalam berobat.Kominikasi dengan pasien psikosis harus
luwes dan tidak bertele-tele. Semua intervensi klinis harus
dijelaskan secara singkat dan jelas, dalam bahasa yang dapat
dimengerti. Jangan mengharapkan pasien mempercayai atau
mengharapkan bantuan kita. Dokter harus siap untuk melakukan
wawancara terstruktur atau menghentikan wawancara sewaktu-waktu
untuk membatasi kemungkinan terjadinya agitasi atau regresi. 4.
Suicidal atau homicidalPasien-pasien dengan kecenderungan ini
sangat membehayakan dirinya atau orang lain. Jangan pernah
menyepelekan semua ancaman, pikiran atau sikap yang menunjukkan
adanya kecenderungan bunuh diri, sampai terbukti hal itu tidak
benar. Semua pasien dengan kecenderungan bunuh diri harus
diobservasi secara ketat. Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan
tindak kekerasan atau pikiran bunuh diri harus selalu ditanyakan
pada pasien.5. Kemampuan merawat diri sendiriSebelum memulangkan
pasien, harus dipertimbangkan apakah pasien mampu merawat dirinya
sendiri, mampu menjalankan saran yang dianjurkan. Ketidakmampuan
pasien dan atau keluarganya untuk merawat pasien di rumah merupakan
salah satu indikasi rawat inap.Indikasi rawat inap adalah: Bila
pasien membahayakan diri sendiri atau orang lain, Bila perawatan di
rumah tidak memadai, Perlu observasi lebih lanjut.
2.2 Pertimbangan Dalam Penegakan Diagnosis dan TerapiBeberapa
hal yang perludipertimbangkan dalam penegakan diagnosis dan terapi
antara lain:1. DiagnosisMeskipun pemeriksaan gawat darurat tidak
harus lengkap, namun ada beberapa hal yang harus dilakukan sesegera
mungkin untuk keakuratan data, misalnya penapisan toksikologi (tes
urin untuk opioid, amfetamin, benzodiazepin, kanabis, dsb),
pemeriksaan radiologi, EKG, tes laboratorium. Data penunjang
seperti catatan medik sebelumnya, informasi dari sumber luar
(alloanamnesis dari keluarga, polisi, dll) juga dikumpulkan sebelum
kita menentukan tindakan. 2. TerapiPemberian terapi obat atau
pengekangan (bila memang diperlukan) harus mengikuti prinsip
terapi: maximum tranquilization with minimum sedation.Tujuannya
adalah untuk: Membantu pasien untuk dapat mengendalikan dirinya
kembali Mengurangi/menghilangkan penderitaannya, Agar evaluasi
dapat dilanjutkan sampai didapat kesimpulan akhir.Pasien yang tidur
memang tidak dapat membahayakan orang lain, tetapi kita pun tidak
dapat melakukan pemeriksaan status mental pada pasien tersebut.
Obat-obatan yang sering digunakan adalah: Low-dose high-potency
anti psychotics, seperti haloperidol, trifluoperazine,
perphenazine, dsb, karena batas keamanannya cukup luas. Haloperidol
terdapat dalam kemasan injeksi dan tetes (cairan) sehingga
memudahkan pemberian. Atypical anti psychotics,seperti risperidone,
quetiapine, olanzapine. Olanzapine juga terdapat dalam bentuk
injeksi. Injeksi benzodiazepin. Kombinasi antipsikotik dengan
benzodiazepin kadang sangat efektif.
TINDAK KEKERASAN (VIOLENCE)Definisi Violence atau tindak
kekerasan adalah agresi fisik yang dilakukan seseorang terhadap
orang lain. Jika hal itu diarahkan kepada dirinya sendiri disebut
mutilasi diri atau tingkah laku bunuh diri (suicidal behavior).
Tindak kekerasan dapat timbul akibat berbagai gangguan psikiatrik,
tapi dapat pula terjadi pada orang biasa yang tidak dapat mengatasi
tekanan hidup sehari-hari dengan cara yang lebih baik. tindak
kekerasan dan ancaman tindak kekerasan sering terjadi di ruang
gawat darurat psikiatrik serta sering menyebabkan permintaan
konsultasi ke psikitarik. Para dokter dan staf harus mengetahui
cara cepat memulai prosedur pencegahan peningkatan tindak kekerasan
ini. Prosedur ini meliputi intervensi prilaku, farmakologik dan
psikososial.Tindak kekerasan merupakan bagian dari suatu kondisi
gaduh gelisah. Kondisi gaduh gelisah dapat bermanifestasi dalam 3
hal, yaitu:1. Agitasi2. Agresif3. KekerasanGambaran klinik dan
diagnosis :Gambaran psikiatrik yang sering berkaitan dengan tindak
kekerasan adalah : Gangguan psikotik, seperti skizofrenia dan
manik, terutama bila penderita paranoid dan mengalami halusinasi
yang bersifat suruhan (commanding hallucination) Intoksikasi
alcohol atau zat lain Gejala putus zat akibat alcohol atau
obat-obatan hipnotik-sedatif Katatonik furor Depresi agitatif
Gangguan kepribadian yang ditandai dengan kemarahan dan gangguan
pengendalian impuls (mislanya gangguan kepribadian ambang dan
antisosial) Gangguan mental organic, terutama yang menegnai lobus
frontalis dan temporalis otak.Factor resiko lain terjadinya
tindakan kekerasan adalah : Adanya pernyataan seseorang bahwa ia
berniat melakukan tindka kekerasan. Adanya rencana spesifik Adamya
kesempatan atau suatu cara untuk terjadi kekerasan Laki-laki Usia
muda Status sosioekonomi rendah Sistem dukungan sosial yang buruk
Adanya riwayat melakukan tindka kekerasan Tindak antisocial lain
Pengendalian impuls yang buruk Riwayat percobaan bunuh diri Adanya
stressor yang baru saja terjadi Riwayat tindak kekerasan merupakan
indicator terbaikFactor tambahan lain adalah : Adanya riwayat bahwa
yang bersangkutan pernah menjadi korban kekerasan Riwayat masa
kanak-kanak yang meliputi triad : mengompol, main api, dan
kekejaman terhadap hewan. Mempunyai catatan criminal Pernah
berdinas militer / polisi Mengendarai kendaraan secara ugal-ugalan
Riwayat tindak kekerasan dalam keluargaTujuan pertama menghadapi
pasien yang potensial untuk melakukan tindak kekerasan adalah
mencegah hal itu.Tujuan berikutnya adalah membuat diagnosis sebagai
dasar rencana penatalaksanaan, termasuk cara-cara untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya tindak kekerasan berikutnya.
Panduan wawancara dan psikoterapi : Bersikaplah suportif dan
tidak mengancam. Meskipun demikian, bersikaplah tegas dan berikan
batasan yang jelas bahwa kalau perlu pasien dapat diikat (physical
restraints). Tentukan batasan itu dengan memberikan pilihan
(misalnya : pilihan obat atau diikat) dan bukan dengan menyuruh
pasien secara provokatif minum tablet ini sekarang Katakan langsung
kepada pasien bahwa kekerasan tidak dapat diterima Tenangkan pasien
bahwa ia aman disini. Tunjukkanlah dan tularkan sikap yang tenang
serta penuh control. Tawarkan obat kepada pasien untuk membantunya
menjadi lebih tenang.
Evaluasi dan penatalaksanaan :1. Lindungi diri anda. Kita harus
memperhatikan bahwa mungkin saja terjadi suatu tindak kekerasan
sehingga kita tidak akan dikejutkan oleh suatu prilaku kekerasan
yang mendadak : Jangan pernah mewawancarai pasien yang bersenjata.
Pasien harus menyerahkan senjatanya ke petugas keamanan. Ketahuilah
sebanyak mungkin tentang pasien sebelum diwawancarai. Jangan pernah
mewawancarai pasien yang bersikap beringas (violent) seorang diri
atau didalam ruang tertutup. Lepaskan hal-hal yang bisa
dijambak/ditarik pasien seperti kalung, dasi dsb. Usakan agar
selalu terlihat staf lainya. Jangan melakukan pengikatan pasien
sendiri, tapi serahkan urusan itu pada anggota staf yang sudah
terlatih untuk itu. Jangan membiarkan pasien mempunyai akses
terhadap ruangan yang berisi barang-barang yang dapat dijadikan
senjata misalnya brankar atau ruang tindakan Jangan duduk
berdekatan dengan pasien paranoid yang mungkin merasa bahwa sedang
diancam. Duduklah dengan jarak paling tidak sepanjang lengan Jangan
menantang atau menentang pasien psikotik Waspada terhadap
tanda-tanda munculnya kekerasan. Selalu persiapkan rute untuk
melarikan diri seandainya pasien menyerang. Jangan pernah
membelakangi pasien.2. Waspada terhadap tanda-tanda munculnya
kekerasan antara lain : Adanya kekerasan terhadap orang atau benda
yang terjadi belum lama ini, gigi yang dikatupkan serta telapak
yang dikepal Ancaman verbal Senjata atau benda-benda yang dapat
digunakan sebagai senjata Agitasi psikomotor (merupakan indicator
kuat) Intoksikasi alcohol atau obat atau zat lain Waham kejar
Halusinasi yang menyuruh (commanding hallucinations)3. Pastikan
bahwa anda terdapat jumlah staf yang cukup untuk mengikat pasien
secara aman. Minta bantuan anggota staf lain sebelum agitasi pasien
meningkat. Seringkali unjuk kekuatan dengan menghadirkan banyak
anggita staf yang tampak kuat sudah cukup untuk mencegha tindak
kekerasan4. Pengikatan pasien hanya dilakukan oleh mereka yang
sudah terlatih. Biasanya sesudah pasien diikat diberikan
benzodiazepine atau antipsikotik (tergantung diagnosisnya) untuk
menenangkan pasien. berikan suasana yang tenang.5. Lakukan evaluasi
diagnostic yang tepat, meliputi tanda-tanda vital, pemeriksaan
fisik dan wawancara psikiatrik. Evaluasi resiko bunuh diri dan buat
rencana penatalaksanaan yang meliputi penanganan tindak kekerasan
yang mungkin muncuk kemudian6. Eksplorasi kemungkinan dilakukanya
intervensi psikososial untuk mengurangi resiko kekerasan. Jika
tindka kekerasan itu berhubungan dengan situasi atau orang
tertentu, coba pisahkan pasien dari orang atau situasi tersebut.
Coba intervensi keluarga dan manipulais lingkungan lainya. Apakah
pasien tetap akan bersikap keras bila ia tinggal dengan keluarga
lainya ?7. Mungkin pasien perlu dirawat untuk mencegahnya melakukan
tindak kekerasan. Observasi harus dilakukan teru-menerus, meskipun
pasien dirawat diruang perawatam psikiatrik yang terkunci.8. Jika
penanganan psikiatrik bukan hal yang sesuai dengan suatu kasus,
mungkin perlu melibatkan polissi atau aparat hukum9. Calon korban
harus diperingatkan seandainya masih ada kemungkinan bahaya
mengancam misalnya : bila pasien tidak dirawat.
Terapi psikofarmaka :Terapi obat tergantung diagnosisnya.
Biasanya untuk menenangkan pasien diberikan obat antipsikotik atau
benzodiazepine : Flufenazin, trifluperazin atau haloperidol
diberikan 5mg per oral atau IM Olanzapine 2,5 10 mg per IM maksimal
4 injeksi sehari, dengan dosis rata-rata per-hari 13-14 mg
Lorazepam 2-4 mg, diazepam 5-10 mg per IV secara perlahan (dalam 2
menit)Bila pasien sudah mendapat antipsikotik sebelumnya, berikan
lagi obat yang sama. Bila dalam 20-30 menit kegelisahan pasien
tidak berkurang, ulangi dosis yang sama. Hindari pemberian
antipsikotik pada pasien yang mempunyai resiko
kejang.Benzodiazepine mungkin tidak akan efektif pada pasien yang
sudah toleran. Benzodiazepine juga dapat menurunkan inhibisi yang
secara potensial dapat memperburuk kekerasan pada pasien. untuk
penderita epilepsy, mula-mula berikan antikonvulsan ,isalnya
carbamazepine, baru benzodiazepine. Pasien yang menderita gangguan
organic seringkali memberikan respon yang baik denga pemberian
-blockers, seperti propanolol.
BUNUH DIRIDefinisi Bunuh Diri (Suicide)Bunuh diri merupakan
kematian yang ditimbulkan oleh diri sendiri dan disengaja dimana
bukan tindakan yang acak dan tidak bertujuan. Sebaliknya, bunuh
diri merupakan jalan keluar dari masalah atau krisis yang hampir
selalu menyebabkan penderitaan yang kuat.Bunuh diri merujuk kepada
perbuatan memusnahkan diri karena enggan berhadapan dengan suatu
perkara yang dianggap tidak dapat ditangani. Menurut Keliat (1994)
bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan dan merupakan keadaan darurat psikiatri
karena individu berada dalam keadaan stres yang tinggi dan
menggunakan koping yang maladaptif. Lebih lanjut menurut Keliat,
bunuh diri merupakan tindakan merusak integritas diri atau
mengakhiri kehidupan, dimana keadaan ini didahului oleh respon
maladaptif dan kemungkinan keputusan terakhir individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.Bunuh diri adalah pengambilan
tindakan untuk melukai diri sendiri yang secara sengaja dilakukan
oleh seseorang. Orang yang melakukan tindakan bunuh diri mempunyai
pikiran dan perilaku yang merupakan perwakilan (representing) dari
kesungguhan untuk mati dan juga merupakan manifestasi kebingungan
(ambivalence) pikiran tentang kematian (Hoeksema, 2001).Para
klinikus menemukan adanya perbedaan antara bunuh diri yang asli
(genuine suicide) dengan bunuh diri yang dimanipulasi (manipulative
suicide). Bunuh diri asli adalah bunuh diri yang dilakukan oleh
orang yang benar-benar ingin mati dan tindakan yang dilakukan untuk
merealisasikan bunuh dirinya tersebut, dilakukan tanpa perhitungan
yang salah (miscalculation). Sementara orang yang melakukan bunuh
diri yang dimanipulasi tidak sungguh-sungguh ingin membunuh
dirinya, tindakan mereka (bunuh diri) adalah percobaan yang
terkontrol, yang dilakukan untuk memanipulasi orang lain.Lyttle
(1986) juga membedakan antara bunuh diri (suicide) dengan usaha
bunuh diri (parasuicide). Wilkinson menyebutkan jika bunuh diri
(suicide) sebagai tindakan fatal untuk mencederai diri sendiri yang
dilakukan dalam kesadaran untuk merusak diri yang kuat atau secara
sungguh-sungguh (conscious self-destructive intent). Sementara
usaha bunuh diri (parasuicide) merujuk pada tindakan menyakiti diri
sendiri yang dilakukan dengan pertimbangan yang mendalam yang
biasanya tidak berakibat fatal. Usaha bunuh diri (parasuicide),
biasanya juga digambarkan sebagai percobaan bunuh diri (attempted
suicide).Heeringan (2001) menyebutkan jika perilaku bunuh diri
merupakan istilah yang digunakan untuk mewakili istilah bunuh diri
itu sendiri dan usaha bunuh diri sebagai suatu perbuatan yang
menghasilkan kejadian fatal maupun tidak fatal.EtiologiTerdapat
beberapa faktor yang menjadi penyebab bunuh diri, diantaranya
adalah:Faktor Sosial Teori Durkheim. Sumbangan pertama yang besar
untuk penelitian pengaruh sosial dan kultural terhadap bunuh diri
dilakukan pada akhir abad yang lalu oleh ahli sosiologi Perancis
Emile Durkheim. Dalam upaya menjelaskan pola statistikal, Durkheim
membagi bunuh diri menjadi tiga kategori sosial : egoistik,
altruistik, dan anomik. Bunuh Diri Egoistik diterapkan pada mereka
yang tidak terintegrasi secara kuat ke dalam kelompok sosial. Tidak
adanya integrasi keluarga dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa
orang yang tidak menikah adalah lebih rentan terhadap bunuh diri
dibandingkan dengan mereka yang menikah dan mengapa pasangan dengan
anak-anak adalah kelompok yang paling terlindung dari semua
kelompok. Masyarakat perkotaan memiliki lebih banyak integrasi
sosial dibandingkan dengan daerah pedesaan, jadi lebih sedikit
bunuh diri. Bunuh Diri Altruistik terjadi dalam masyarakat yang
mempunyai ikatan sosial yang kuat. Bunuh diri ini dimaksudkan demi
kelompok, hampir seperti bunuh diri ritual Jepang Seppuku yang
dilakukan ketika kekacauan melada masyarakat. Bunuh Diri Anomik
terkait dengan apa yang disebut Anomie atau keadaan dimana anda
tidak tahu tempat yang tepat bagi seseorang seperti menjadi
tunawisma atau yatim piatu. Orang tersebut merasa tidak punya
apa-apa dan ini berarti berada dalam keadaan tanpa norma dan
peraturan yang membimbing dalam kehidupan sosial sehari-hari. Hal
ini dapat menjelaskan mengapa mereka dengan situasi ekonomi yang
berubah secara drastik lebih rentan dibandingkan mereka sebelum
perubahan keberuntungan mereka. Anomik juga dimaksudkan pada
ketidakstabilan sosial, dengan kehancuran standar dan nilai-nilai
masyarakat.
Faktor Psikologis Teori FreudTilikan psikologis pertama yang
paling penting ke dalam bunuh diri berasal dari Sigmund Freud. Ia
menggambarkan hanya satu pasien yang mencoba bunuh diri, tetapi ia
melihat banyak pasien depresi. Dalam tulisannya Mourning and
Melancholia, Freud menyatakan keyakinannya bahwa bunuh diri
mencerminkan agresi yang dibelokkan ke dalam objek cinta yang
terintroyeksi, dan ditangkap secara ambivalen. Teori
MenningerBerdasarkan konsep Freud, Karl Menninger menyimpulkan
bahwa bunuh diri adalah pembunuhan yang di retrofleksikan,
pembunuhan yang dibalikkan sebagai akibat kemarahan pasien kepada
orang lain, yang dibalikkan pada diri sendiri atau digunakan
sebagai pengampunan akan hukuman. Ia juga menggambarkan insting
kematian yang diarahkan kepada diri sendiri (konsep Thanatos dari
Freud). Ia menggambarkan tiga komponen permusuhan dalam bunuh diri
: keinginan untuk membunuh, keinginan untuk dibunuh dan keinginan
untuk mati.
Faktor Fisiologis GenetikaTeori faktor genetik dalam bunuh diri
telah diajukan. Penelitian menunjukan bahwa bunuh diri cenderung
berjalan di dalam keluarga. Sebagai contohnya,pada orang yang
mencoba bunuh diri ditemukan adanya riwayat bunuh diri dalam
keluarga lebih banyak secara bermakna daripada orang yang tidak
pernah melakukan bunuh diri.Satu penelitian terbesar menemukan
bahwa resiko bunuh diri untuk sanak saudara dari pasien psikiatri
hampir delapan kali lebih tinggi dibanding sanak saudara dari
kontrol. Selain itu, resiko bunuh diri pada sanak saudara pasien
psikiatri yang melakukan bunuh diri adalah empat kali lebih tinggi
dibandingkan pada sanak saudara pasien psikiatri yang tidak
melakukan bunuh diri. NeurokimiaDefisiensi serotonin, diukur
sebagai penurunan metabolisme 5-hydroxyindo-leacetic acid (5-HIAA),
telah ditemukan dalam kelompok pasien depresi yang mencoba bunuh
diri. Pasien depresi yang mencoba bunuh diri dengan cara keras
(contoh, senjata api atau meloncat) memiliki kadar 5-HIAA yang
lebih rendah di dalam cairan serebrospinalisnya dibandingkan pasien
depresi yang tidak melakukan bunuh diri atau yang mencoba bunuh
diri dengan cara yang kurang keras (overdosis zat).Beberapa
penelitian terhadap binatang dan manusia telah menyatakan suatu
hubungan antara defisiensi sistem serotonin sentral dan
pengendalian impuls yang buruk. Beberapa peneliti telah memandang
bunuh diri sebagai salah satu tipe perilaku impulsif. Kelompok
pasien lain yang diperkirakan memiliki masalah dengan pengendalian
impuls adalah pelaku kekerasan, pembakar rumah dan mereka dengan
ketergantungan alkohol.Beberapa peneliti telah menemukan pembesaran
ventrikular dan elektroensefalogram (EEG) yang abnormal pada
beberapa pasien bunuh diri. Sampel darah dari kelompok sukarelawan
normal yang dianalisis untuk monoamin oksidase trombosit menemukan
bahwa orang dengan kadar enzim yang terendah didalam trombositnya
memiliki prevalensi bunuh diri delapan kali lebih besar didalam
keluarganya, dibandingkan dengan orang yang memiliki kadar enzim
yang tinggi.
3.4 Faktor yang terkaitAdapun faktor-faktor yang terkait dengan
tindakan bunuh diri adalah:1. Jenis KelaminLaki-laki tiga kali
lebih sering melakukan bunuh diri dibandingkan wanita. Akan tetapi
wanita adalah empat kali lebih mungkin berusaha bunuh diri
dibandingkan laki-laki.2. MetodeLebih tingginya angka bunuh diri
yang berhasil pada laki-laki adalah berhubungan dengan metode yang
digunakan dimana laki-laki menggunakan pistol, menggantung diri,
atau lompat dari tempat yang tinggi. Sedangkan wanita lebih mungkin
menggunakan zat psikoaktif secara overdosis atau memotong
pergelangan tangannya, tetapi mereka mulai lebih sering menggunakan
pistol dibandingkan sebelumnya. 3. UsiaAngka bunuh diri meningkat
sesuai dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki, puncak bunuh diri
adalah usia 45 tahun; pada wanita, jumlah terbesar bunuh diri yang
berhasil adalah diatas 55 tahun. Orang lanjut usia kurang sering
melakukan usaha bunuh diri dibandingkan orang muda tetapi lebih
sering berhasil. Angka untuk mereka yang berusia 75 tahun atau
lebih adalah lebih dari tiga kali dibandingkan angka untuk orang
muda.4. RasAngka bunuh diri diantara orang kulit putih adalah
hampir dua kali lebih besar dari angka bulan kulit putih, tetapi
angka tersebut masih diragukan, karena angka bunuh diri pada kulit
hitam adalah meninggi. 5. Status perkawinanPerkawinan yang
diperkuat oleh anak tampaknya secara bermakna menurunkan risiko
bunuh diri. Orang yang hidup sendirian dan tidak pernah menikah
memiliki angka hampir dua kali lipat angka untuk orang yang
menikah. Tetapi, orang yang sebelumnya pernah menikah menunjukan
angka yang jelas lebih tinggi dibandingkan orang yang tidak pernah
menikah. Bunuh diri lebih sering pada orang yang memiliki riwayat
bunuh diri dalam keluarganya dan yang terisolasi secara sosial.
Yang disebut bunuh diri ulang tahun (anniversary suicide) adalah
bunuh diri yang dilakukan oleh orang yang mencabut hidupnya pada
hari yang sama seperti yang dilakukan oleh anggota keluarganya.6.
Pekerjaan Semakin tinggi status sosial seseorang, semakin besar
resiko bunuh diri, tetapi penurunan status sosial juga meningkatkan
risiko. Pada umumnya, pekerjaan menghalangi bunuh diri. Bunuh diri
lebih tinggi pada orang yang pengangguran dibandingkan orang yang
bekerja. Selama resesi ekonomi dan depresi, angka bunuh diri
menjadi meningkat. Selama waktu tingginya pekerjaan dan selama
perang, angka bunuh diri menurun. Dokter secara tradisional
dianggap memiliki risiko terbesar untuk bunuh diri. Dokter
psikiatri dianggap memiliki risiko yang paling tinggi. Populasi
yang berada dalam risiko khusus adalah musisi, dokter gigi, petugas
hukum, pengacara dan agen asuransi. 7. Kesehatan FisikHubungan
antara kesehatan fisik dan bunuh diri sangat bermakna. Penelitian
postmortem menunjukan bahwa suatu penyakit fisik ditemukan pada 25
sampai 75 persen dari semua korban bunuh diri. 50% orang dengan
kanker yang melakukan bunuh diri melakukannya dalam satu tahun
setelah mendapatkan diagnosis. Tujuh penyakit sistem saraf pusat
yang meningkatkan risiko bunuh diri: epilepsi, sklerosis multipel,
cedera kepala, penyakit kardiovaskular, penyakit Huntington,
demensia, dan AIDS. Semua adalah penyakit dimana diketahui terjadi
gangguan mood yang menyertai. Faktor yang berhubungan dengan
penyakit dan terlibat didalam bunuh diri dan usaha bunuh diri
adalah hilangnya mobilitas pada orang yang aktivitas fisiknya
memiliki kepentingan pekerjaan atau rekreasional; kecacatan,
terutama pada wanita; dan rasa sakit kronis yang tidak dapat
diobati. Obat tertentu dapat menyebabkan depresi, yang dapat
menyebabkan bunuh diri pada beberapa kasus. Diantara obat-obat
tersebut adalah reserpine (Serpasil), kortikosteroid,
antihipertensi (propanolol/Inderal), dan beberapa obat
antikanker.8. Kesehatan MenalFaktor psikiatrik yang sangat penting
dalam bunuh diri adalah penyalahgunaan zat, gangguan depresif,
skizofrenia, dan gangguan mental lainnya. Hampir 95 persen dari
semua pasien yang melakukan bunuh diri atau berusaha bunuh diri
memiliki gangguan mental yang terdiagnosis. Pasien yang menderita
depresi delusional berada pada resiko tertinggi untuk bunuh diri
sebesar 80%. 25 persen dari semua pasien yang memiliki riwayat
perilaki impulsif atau tindakan kekerasan juga berada dalam resiko
untuk bunuh diri. Perawatan psikiatrik sebelumnya untuk alasan
apapun meningkatkan resiko bunuh diri.9. Pasien PsikiatrikResiko
pasien psikiatrik untuk melakukan bunuh diri adalah 3 sampai 12
kali lebih besar dibandingkan bukan pasien psikiatrik. Derajat
resikonya adalah bervariasi tergantung usia, jenis kelamin,
diagnosis, dan status rawat inap atau rawat jalan. Diagnosis
psikiatrik yang memiliki resiko tertinggi untuk bunuh diri pada
kedua jenis kelamin adalah gangguan mood.Relatif mudanya korban
bunuh diri sebagian disebabkan oleh kenyataan bahwa dua gangguan
mental kronis yang memiliki onset awal, skizofrenia dan gangguan
depresif yang berat rekuren berjumlah lebih dari setengah dari
semua bunuh diri tersebut.
3.5 Gangguan-gangguan yang beresiko terjadinya bunuh diri :1.
Gangguan moodGangguan mood adalah diagnosis yang paling sering
berhubungan dengan bunuh diri. Pasien laki-laki lebih banyak yang
melakukan bunuh diri dibanding pasien wanita. Kemungkinan orang
terdepresi yang melakukan bunuh meningkat jika tidak menikah,
dipisahkan, diceraikan, janda atau baru saja mengalami kehilangan.
2. SkizofreniaResiko bunuh diri tinggi diantara pasien skizofrenik;
sampai 10 persen meninggal akibat bunuh diri. Usia onset
skizofrenia biasanya pada masa remaja atau dewasa awal dan sebagian
besar pasien skizofrenik yang melakukan bunuh diri melakukannnya
selama tahun-tahun pertama penyakitnya; dengan demikian pasien
skizofrenia yang melakukan bunuh diri cenderung relatif muda.Gejala
depresif berhubungan erat dengan bunuh diri mereka. Hanya sejumlah
kecil yang melakukan bunuh diri karena instruksi halusinasi atau
untuk melepaskan waham penyiksaan. Jadi, faktor resiko untuk bunuh
diri diantara pasien skizofrenik adalah usia yang muda, jenis
kelamin laki-laki, status tidak menikah, usaha bunuh diri
sebelumnya, kerentanan terhadap gejala depresif, dan baru
dipulangkan dari rumah sakit.3. Ketergantungan Alkohol 15 persen
orang yang ketergantungan alkohol melakukan bunuh diri. Kira-kira
80 persen dari semua korban bunuh diri yang tergantung alkohol
adalah laki-laki. Kelompok terbesar pasien laki-laki yang
ketergantungan alkohol adalah mereka dengan gangguan kepribadian
antisosial. Korban bunuh diri yang tergantung alkohol cenderung
merupakan golongan kulit putih, usia pertengahan, tidak menikah,
tidak memiliki teman, terisolasi secara sosial dan baru saja mulai
minum. 4. Ketergantungan Zat Lain.Penelitian di berbagai negara
telah menemukan peningkatan resiko bunuh diri diantara
penyalahgunaan zat. Angka bunuh diri untuk orang yang tergantung
heroin kira-kira 20 kali lebih besar dibandingkan angka untuk
populasi umum. 5. Gangguan KepribadianSejumlah besar korban bunuh
diri memiliki berbagai macam gangguan kepribadian yang menyertai.
Menderita suatu gangguan kepribadian mungkin merupakan suatu
determinan perilaku bunuh diri dalam beberapa cara : dengan
mempredisposisikan pada gangguan mental berat seperti gangguan
depresif atau ketergantungan alkohol, dengan menyebabkan kesulitan
dalam hubungan dan penyesuaian sosial, dengan mencetuskan peristiwa
kehidupan yang tidak diinginkan, dengan mengganggu kemampuan untuk
mengatasi gangguan mental atau fisik dan dengan menarik orang ke
dalam konflik dengan orang disekitar mereka, termasuk anggota
keluarga, dokter dan anggota staf rumah sakit. Depresi adalah
berhubungan tidak hanya dengan bunuh diri yang dilakukan tetapi
juga dengan usaha bunuh diri yang serius. Jika orang yang melakukan
usaha bunuh diri dinyatakan sebagai memiliki maksud bunuh diri yang
tinggi dibandingkan dengan mereka yang memiliki maksud bunuh diri
yang rendah, mereka secara bermakna lebih banyak adalah laki-laki,
berusia lebih tua, tidak menikah atau bercerai dan hidup sendirian.
Kesimpulan dari korelasi tersebut adalah bahwa pasien depresi yang
melakukan usaha bunuh diri yang serius lebih menyerupai korban
bunuh diri dibandingkan dengan mereka yang berusaha bunuh diri.
3.6 Panduan Wawancara dan PsikoterapiPada waktu wawancara,
pasien mungkin secara spontan menjelaskan adanya ide bunuh diri,
bila tidak bisa kita tanyakan langsung. Mulailah dengan menanyakan
apakah pasien pernah berkeinginan untuk menyerah saja atau merasa
apakah ia lebih baik mati saja. Selain itu perlu juga diketahui
seberapa sering pikiran untuk bunuh diri itu muncul, atau apakah
pasien hanya memikirkan soal kematian, atau secara terperinci telah
memikirkan bagaimana cara mengakhiri hidupnya, dan kita harus
menilai apakah pasien mampu melakukan cara tersebut.Perlu juga kita
menanyakan apakah pasien bisa membayangkan atau memikirkan apakah
kehidupannya dapat membaik, jika pasien dapat membayangkannya,
artinya pasien bisa mengajukan suatu alternatif untuk memcahkan
masalahnya selain bunuh diri.
3.7 TerapiTidak semua pasien memerlukan perawatan di rumah
sakit, beberapa dapat diobati dengan rawat jalan. Untuk menentukan
apakah dimungkinkan terapi rawat jalan, klinisi harus menggunakan
pendekatan klinis yang langsung meminta pasien yang diduga
bermaksud bunuh diri untuk setuju menelepon segera jika mencapai
titik dimana mereka tidak yakin akan kemampuan mereka untuk
mengendalikan impuls bunuh dirinya. Pasien yang dapat membuat
persetujuan tersebut memperkuat keyakinan bahwa mereka memiliki
kekuatan yang cukup untuk mengendalikan impuls tersebut dan
berusaha mencari bantuan. Jika pasien tidak dapat memenuhi komitmen
ini, maka perawatan di rumah sakit menjadi indikasi yang harus
diambil.Menurut Schnedman, klinisi memiliki beberapa tindakan
preventif praktis untuk menghadapi orang yang ingin bunuh diri
seperti :1. Menurunkan penderitaan psikologi dengan memodifikasi
lingkungan pasien yang penuh dengan stress, menuliskan bantuan dari
pasangan, perusahaan atau teman.2. Membangun dukungan yang
realistik dengan menyadari bahwa pasien mungkin memiliki keluhan
yang masuk akal.3. Menawarkan alternatif terhadap bunuh
diri.Keputusan untuk merawat pasien di rumah sakit tergantung pada
diagnosis, keparahan depresi dan gagasan bunuh diri, kemampuan
pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah, situasi hidup pasien,
tersedianya dukungan sosial dan ada atau tidaknya faktor resiko
untuk bunuh diri.Dalam rumah sakit pasien mungkin menerima medikasi
antidepresan atau antipsikotik sesuai dengan indikasi, terapi
individual, terapi kelompok dan pasien mendapatkan dukungan sosial
rumah sakit dan rasa aman. Tindakan terapeutik lain tergantung pada
diagnosis dasar pasien. Sebagai contohnya, jika ketergantungan
alkohol adalah masalah yang berhubungan, terapi harus diarahkan
untuk menghilangkan kondisi tersebut.Tindakan yang berguna untuk
terapi pasien rawat inap yang mencoba bunuh diri dan mengalami
depresi adalah memeriksa barang-barang pasien dan orang yang
berkunjung ke bangsal. Hal ini bertujuan untuk mencari benda-benda
yang dapat digunakan untuk bunuh diri dan secara berulang mencari
eksaserbasi gagasan bunuh diri. Idealnya, pasien rawat inap yang
mencoba bunuh diri dan mengalami depresi harus diobati dalam
bangsal yang terkunci dimana jendela dipasang terali dan ruangan
pasien harus berlokasi dekat dengan tempat perawat untuk
memaksimalkan pengamatan oleh staf perawat. Tim yang mengobati
harus memeriksa secara berulang atau terus menerus mengawasi secara
langsung. Terapi yang efektif dengan medikasi antidepresan harus
dimulai. Terapi elektrokonvulsif (ECT) mungkin diperlukan untuk
beberapa pasien yang terdepresi parah yang mungkin memerlukan
beberapa kali pengobatan. Pasien yang sedang pulih dari depresi
bunuh diri berada pada resiko khusus. Saat depresi menghilang,
pasien menjadi memiliki energi dan mampu untuk melakukan rencana
bunuh dirinya. kadang-kadang pasien depresi dengan atau tanpa
terapi secara tiba-tiba tampak damai dengan dirinya sendiri karena
mereka telah mengambil keputusan rahasia untuk melakukan bunuh
diri. Klinisi harus secara khusus mencurigai perubahan klinis yang
dramatis tersebut, yang mungkin meramalkan usaha bunuh diri.
Terapi PsikofarmakaSeseorang yang sedang dalam krisi karena baru
ditinggal mati atau baru mengalami suatu kejadian yang jangka
waktunya tak lama, biasanya akan berfungsi lebih baik setelah
mendapatkan tranquilizer ringan, terutama bila tidurnya terganggu.
Obat pilihannya adalah golongan benzodiazepine misalnya lorazepam 3
x 1 mg sehari, selama 2 minggu. Hati-hati memberikan benzodiazepine
pada pasien yang hostile, karena penggunaan benzodiazepine yang
teratur dapat meningkatkan iritabilitas pasien. Jangan memberikan
obat dalam jumlah banyak sekaligus kepada pasien (resepkan
sedikit-sedikit saja) dan pasien harus kontrol dalam beberapa
hari.Pemberian antidepresan biasanya tidak dimulai di ruang gawat
darurat, meskipun biasanya terapi definitif pasien-pasien yang
mempunyai kecenderungan bunuh diri adalah antidepresan.
Antidepresan boleh diberikan di instalasi gawat darurat asal dibuat
perjanjian kontrol keesokan harinya secara pasti.
DELIRIUMDefinisi Delirium merupakan sindrom mental organik akut
yang berakibat hendaya kognitif menyeluruh, yang dapat disebabkan
oleh penyakit fisik ( delirium akibat kondisi medis umum ),
obat-obatan ( intoksikasi zat atau delirium putus zat ), beberapa
penyebab bersamaan ( delirium akibat etiologi multiple ), atau oleh
kondisi organik yang tidak diketahui.Etiologia. Penyebab
intrakranial Epilepsi dan keadaan pasca iktal Trauma otak Infeksi (
Meningitis, Ensefalitis ) Neoplasma Gangguan Vaskularb. Penyebab
ekstrakranial Obat dan Racun Sedativa ( termasuk alkohol ) dan
hipnotika Obat penenang Obat lain : Antikolinergika Antikonvulsiva
Antihipertensiva Antiparkinsonia Glikosida kardiak Simetidin
Disulfiram Insulin Opioida Fensiklidin Salisilat Steroida Racun
Karbon monoksida Logam berat dan limbah Industri lain Disfungsi
endokrin ( hipo- atau hiperfungsi ) Hipofisis Pankreas Suprarenal
Paratiroid Tiroid Penyakit alat nonendokrin Hati Ensefalohepatik
Ginjal dan saluran kemih Ensefalopati uremikum Paru-paru Narkosis
karbon monoksida Hipoksia Sistem Kardiovaskular Gagal jantung
Aritmia Hipotensi Penyakit Defisiensi Defisiensi tiamin Infeksi
sistemik dengan demam dan sepsis Ketidakseimbangan elektrolit oleh
aneka penyebab Keadaan pasca bedah
PatofisiologiBanyak kondisi sistemik dan obat bisa menyebabkan
delirium, contoh antikolinergika, psikotropika, dan opioida.
Mekanisma tidak jelas, tetapi mungkin terkait dengan gangguan
reversibilitas dan metabolisma oxidatif otak, abnormalitas
neurotransmiter multipel, dan pembentukan sitokines (cytokines).
Stress dari penyebab apapun bisa meningkatkan kerja saraf
simpatikus sehingga mengganggu fungsi kolinergik dan menyebabkan
delirium. Usia lanjut memang dasarnya rentan terhadap penurunan
transmisi kolinergik sehingga lebih mudah terjadi delirium. Apapun
sebabnya, yang jelas hemisfer otak dan mekanisma siaga (arousal
mechanism)dari talamus dan sistem aktivasi retikular batang otak
jadi terganggu. Kriteria DiagnosisA. Kemampuan yang terbatas untuk
mempertahankan daya perhatian dari luar. Biasanya pasien Sangat
mudah teralih perhatiannya dan tidak dapt emusatkan perhatian
dengan baik atau cukup lama untuk mengikuti rangkaian isi pikir
atau mengerti apa yang sedang terjadi disekelilingnya. lakukan tes
serial pengulangan tujuh atau tes huruf acak pada pasien.B. Alam
pikiran yang kacau, yang ditunjukan oleh cara bicara yang ngawur
dan tidak jelas ( asal bersuara ), soalnya tidak relevan, atau daya
bicara inkoheren.C. Sedikitnya dua dari yang tercantum dibawah ini
:1. Kesadaran yang menurun. Pasien tidak waspada seperti biasanya
dan dapat tampak bingung dan kacau. lakukan observasi terhadap
pasien, dapat terjadi penurunan kesadaran (bertahap sampai stupor)
atau hiper-alert (waspada berlebihan ).2. Gangguan persepsi Hal ini
lazim terjadi, misal, salah interpretasi terhadap kejadian di
sekitarnya, ilusi ( misal, gorden tertiup angin dan pasien yakin
ada seseorang sedang memanjat jendela ), dan halusinansi ( biasanya
visual ). pasien bisa atau mungkin juga tidak mengenali kesalahan
persepsinya yang dianggapnya sebagai tidak nyata.3. Perubahan pola
tidur-bangunInsomnia hampir selalu ada ( semua gejala biasanya
memburuk di waktu malam hari dan pada keadaan gelap ) dan kantuk
berat juga dapat terjadi.4. Aktivitas psikomotor meningkat atau
menurun Sebagian besar pasien delirium dalam keadaan gelisah dan
agitasi, serta dapat menunjukkan pengulangan gerakan, ada pula yang
mengantuk berlebihan ( somnolen ), dan ada juga yang berfluktuasi
dari satu bentuk ke bentuk lainnya ( biasanya kegelisahan terjadi
malam hari dan mengantuk sepanjang hari ).
5. Disorientasi terhadap waktu, tempat atau orang.6. Gangguan
daya ingatPasien terutama mengalami defisit recent memory dan
biasanya menyangkalnya ( ia dapat berkonfabulasi dan cenderung
ingin berbicara mengenai hal lampau ).D. Gambaran klinis yang
timbul yang berkembang berfluktuasi dalam waktu yang singkat (
biasanya dalam jam atau hari ) dan cenderung naik turun dalam
alunan sehariE. Salah satu dari (1 ) atau ( 2 ) :( 1 ) Terbukti
dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau uji laboratorik tentang satu
atau beberapa faktor organik yang khas yang dapat diduga sebagai
penyebab yang terkait dengan gangguan itu.( 2 ) dengan tiada bukti
ini, satu faktor penyebab organik dapat diduga bila gangguannya
tidak dapat diperkirakan disebabkan oleh gangguan mental
non-organik ( contoh, episoda manik yang merupakan sebab untuk
menjadi agitatif dan gangguan tidur ).Gejala-gejala prodormal dini
perkembangan delirium yang harus diwaspadai meliputi: Kegelisahan (
terutama malam hari ), ansietas ; Mengantuk siang hari; Insomnia (
gangguan tidur ), banyak mimpi-mimpi yang jelas, mimpi buruk;
Hipersensitivitas terhadap cahaya dan suara; Ilusi dan halusinasi
yang hilang timbul; Perhatian mudah teralih, kesulitan untuk
berfikir dengan jernih.
Diagnosa Banding Dementia; Gangguan psikotik dll Delirium dan
demensia merupakan dua gangguan yang berbeda, namun sering sukar
dibedakan. Pada keduanya, fungsi kognitif terganggu, namun demensia
biasanya memori yang terganggu, sedangkan delirium daya
perhatiannya yang terganggu. Beberapa ciri khas membedakan kedua
gangguan tersebut (lihat tabel I). Delirium biasanya disebabkan
oleh penyakit akut atau keracunan obat (kadang mengancam jiwa
orang) dan sering reversibel, sedangkan demensia secara khas
disebabkan oleh perubahan anatomik dalam otak, berawal lambat dan
biasanya tidak reversibel. Delirium bisa timbul pada pasien dengan
demensia juga.
Tabel I. Perbedaan klinis delirium dan Demensia
Gambaran Delirium Demensia
RiwayatPenyakit akut Penyakit kronik
AwalCepatLambat laun
SebabTerdapat penyakit lain (infeksi, dehidrasi, guna/putus
obatBiasanya penyakit otak kronik (spt Alzheimer, demensia
vaskular)
LamanyaBer-hari/-minggu Ber-bulan/-tahun
Perjalanan sakit Naik turunKronik progresif
Taraf kesadaran Naik turunNormal
Orientasi Terganggu, periodicIntak pada awalnya
AfekCemas dan iritabel Labil tapi tak cemas
Alam pikiran Sering terganggu Turun jumlahnya
Bahasa Lamban, inkoheren, inadekuatSulit menemukan istilah
tepat
Daya ingatJangka pendek terganggu nyataJangka pendek &
panjang terganggu
Persepsi Halusinasi (visual)Halusinasi jarang kecuali
sundowning
Psikomotor Retardasi, agitasi, campuran Normal
Tidur Terganggu siklusnya Sedikit terganggu siklus tidurnya
Atensi & kesadaranAmat tergangguSedikit terganggu
ReversibilitasSering reversibleUmumnya tak reversibel
Penanganan Segera Perlu tapi tak segera
Catatan: pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium,
dan delirium yang bertumpang tindih dengan demensia adalah umum
Membedakan Delirium Dengan Psikosa Gejala Umum Delirium
(penyakit fisik)Gejala Umum Psikosa (kelainan mental)
Bingung tentang waktu, tanggal, tempat atau identitasBiasanya
sadar akan waktu, tempat & identitas
Sulit memusatkan perhatianMampu memusatkan perhatian
Lupa akan peristiwa yg baru saja terjadiBerfikir tidak logis
tetapi ingat akan peristisa yg baru saja terjadi
Tidak mampu berfikir secara logis atau melakukan perhitungan
sederhanaMampu melakukan perhitungan sederhana
Demam atau pertanda infeksi lainnyaRiwayat kelainan psikis
sebelumnya
Halusinasi (lihat)Halusinasi (dengar)
Terdapat bukti pemakaian obat-
Tremor-
VI. Penatalaksanaan Berikan perawatan medis yang adekuat untuk
penyebab delirium yang telah diketahui. pasien delirium memiliki
angka kematian yang meningkat. Berikan lingkungan yang aman bagi
pasien. Observasi pasien dari jam ke jam ( terutama di malam hari
). Untuk itu diperlukan seseorang yang selalu berada dikamar
pasien, lebih baik orang yang telah dikenal pasien dengan baik.
Pergunakan pembatasan fisik seperti pengikatan hanya jika
betul-betul diperlukan ( karena sering kali pengikatan akan
menambah agitasi ). Jagalah agar pasien dalam ruangan yang tenang
dengan cukup penerangan. biarkan benda-benda pribadi pasien berada
didekatnya dan jika mungkin orang yang sama yang merawat pasien.
Lakukan orientasi kembali secara taktis dan berulang-ulang.
perkenalkan diri anda sekali lagi dan jelaskan apa yang sedang anda
lakukan dan mengapa anda melakukannya. Antispasi kecemasan pasien
dan tenangkan diri pasien. bersikaplah tenang dan simpatik terhadap
pasien Obat-obatan harus digunakan dengan hati-hati.
Neuroleptic : Haloperidol (haldol) 2-5 mg Risperidon 0,5-2 mg
Short-acting sedatives : Lorazepam 1-2 mg
SINDROMA NEUROLEPTIK MALIGNADefinisi Pasien sering datang ke
gawat darurat karena keadaan yang disebabkan oleh efek samping
pemberian obat-obatan antipsikotik seperti parkinsonism, distonia
akut, akatisia akut, diskinesia Tardif.Sindrom neuroleptik maligna
adalah suatu sindrom toksik yang berhubungan dengan penggunaan obat
antipsikotik.Perlu diwaspadai suatu keadaan yang meskipun jarang
terjadi namun sangat berbahaya. Gejala meliputi : Kekakuan otot,
distonia, akinesia, mutisme dan agitasi.
Gambaran klinis dan diagnosis :Sindroma neuroleptik maligna
ditandai dengan demam tinggi (dapat mencapai 41,5%), kekakuan otot
yang nyata sampai seperti pipa (lead-pipe rigidity), instabilitas
otonomik (takikardi,tekanan darah yang labil, berkeringan
berlebihan) dan gangguan kesadaran.Kekakuan yang parah dapat
menyebabkan rhabdomyalosis, myoglobinuria dan akhirnya ggal ginjal.
Penyulit lain dapat berupa thrombosis vena, emboli paru, renjatan
dan kematian. Tingkat kematian dapat mencapai 20%.Sindroma
neuroleptik maligna biasanya terjadi dalam hari-hari pertama
penggunaan antipsikotik pada saat dosis mulai ditingkatkan, umumnya
dalam sepuluh dari pertama pengobatan antipsikotik. Sindroma
neuroleptik maligna paling mungkin terjadi pada pasien yang
menggunakan antipsikotik potensi tinggi dan dosis tinggi atau dosis
yang meningkat cepat
Panduan wawancara dan psikoterapi :Sindroma neuroleptik maligna
adalah keadaan darurat medik sehingga perlu dirawat di ICU.
Kesadaranya terganggu. Tanyakan perjalanan penyakitnya kepada
keluara dan teman-temanya .Evaluasi dan penatalaksanaan :1.
Pertimbangkan kemungkinan sindroma neuroleptik maligna pada pasien
yang mendapat antipsikotik yang mengalami demam serta kekakuan
otot.2. Bila terdapat rigiditas ringan yang tidak berespon terhadap
antikolinergik biasa dan bila demamnya tak jelas sebabnya, buatlah
diagnosis sindroma neuroleptik maligna3. Hentikan pemberian
antipsikotik segera4. Monitor tanda-tanda vital pasien secara
berkala5. Lakukan pemeriksaan laboratorium yang mencakup : darah
perifer lengkap termasuk hitung jenis, kimia darah, fungsi hati,
ureum dan kreatinin. Biasanya terdapat leukositosis serta
peningkatan creatinin phosfokinase (CPK) yang biasanya meningkat
dan secara langsung berkaitan dengan keparahan sindroma neuroleptik
maligna6. Untuk menurnkan suhu lakukan kompres seluruh badan dengan
es, antipiretik biasanya tidak berguna. Ini efektif sebagai
tindakan awal sebelum episode berlanjut.7. Hidrasi cepat intravena
dapat mencegah terjadinya renjatan danmenurunkan kemungkinan gagal
ginjal.8. sindroma neuroleptik maligna biasanya berlangsung sekitar
15 hari. Setelah sembuh, masalah yang timbul kemudia adalah
pemberian antipsikotik selanjutnya.Terapi psikofarmaka : amantadine
200-400 mg PO/hari dalam dosis terbagi bromocriptine 2,5 mg PO 2
atau 3 kali/hari, dapat dinaikkan sampai 45 mg/hari levodopa 50-100
mg/hari IV dalam infuse terus menerus dabtrolene 1 mg/kg/hari IV
selama 8 hari, kemudian dilanjutkan PO selama 7 hari setelah itu
benzodiazepine atau ECT dapat diberikan apabila obat-obatan lain
tidka berhasil.
DAFTAR PUSTAKA
1. Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto ed. 2010. Buku
Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI2. Maramis, W.F. dan
Maramis, A.A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2.
Surabaya: Airlangga University Press.3. Sadock, B.J., Sadock, V.A.,
et al. 2007. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York:
Lippincott Williams & Wilkins.4. Tomb, D.A. 2004. Buku Saku
Psikiatri. Edisi 6. Jakarta: EGC.