Top Banner
Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak BAB I Dasar-dasar imunisasi Pendahuluan Dalam lingkup pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas utama. Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan hal mutlak yang perlu diberikan pada bayi. Imunisasi adalah sarana untuk mencegah penyakit berbahaya, yang dapat menimbulkan kematian pada bayi. Penurunan insiden penyakit menular telah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lampau di negara-negara maju yang telah melakukan imunisasi dengan teratur dengan cakupan yang luas. Untuk dapat melakukan pelayanan imunisasi yang baik dan benar diperlukan pengetahuan dan keterampilan tentang vaksin ( vaksinologi ), ilmu kekebalan ( imunologi ) dan cara atau prosedur pemberian vaksin yang benar. Dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak, tidak hanya memberikan perlindungan pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada anak lainnya karena terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi. Banyak penyakit menular yang bisa menyebabkan gangguan serius pada perkembangan fisik dan mental anak. Imunisasi bisa melindungi anak-anak dari penyakit melaui vaksinasi yang bisa berupa suntikan atau melalui mulut. By Agustinawati Togatorop 1
55

REferat imunisasi

Oct 22, 2015

Download

Documents

REferat imunisasi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

BAB I

Dasar-dasar imunisasi

Pendahuluan

Dalam lingkup pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas

utama. Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif

dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan hal

mutlak yang perlu diberikan pada bayi. Imunisasi adalah sarana untuk mencegah

penyakit berbahaya, yang dapat menimbulkan kematian pada bayi. Penurunan insiden

penyakit menular telah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lampau di negara-negara

maju yang telah melakukan imunisasi dengan teratur dengan cakupan yang luas.

Untuk dapat melakukan pelayanan imunisasi yang baik dan benar diperlukan

pengetahuan dan keterampilan tentang vaksin ( vaksinologi ), ilmu kekebalan

( imunologi ) dan cara atau prosedur pemberian vaksin yang benar. Dengan

melakukan imunisasi terhadap seorang anak, tidak hanya memberikan perlindungan

pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada anak lainnya karena terjadi tingkat

imunitas umum yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi. Banyak

penyakit menular yang bisa menyebabkan gangguan serius pada perkembangan fisik

dan mental anak. Imunisasi bisa melindungi anak-anak dari penyakit melaui vaksinasi

yang bisa berupa suntikan atau melalui mulut.

Imunisasi Upaya Pencegahan Primer

Angka kematian bayi ( AKB ) dalam dua dasawarsa terakhir ini menunjukkan

penurunan yang bermakna, yaitu apabila pada tahun 1971 masih sebesar 142 dan

menjadi 112 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1980 ( memerlukan 10 tahun ).

Pada tahun 1985 ke tahun 1990 ( hanya lima tahun ) dari 71 menjadi 54 per 1000

kelahiran hidup. Penurunan tersebut diikuti dengan menurunnya angka kematian

BALITA atau AKABA menjadi 56 per 1000 kelahiran hidup. Keberhasilan tersebut

adalah hasil teknologi tepat guna yang dilaksanakan di seluruh Indonesia sejak tahun

1977 dengan menggunakan kartu menuju sehat ( KMS ) dalam memantau tumbuh

kembang anak, pemakaian cairan oralit pada anak yang menderita diare,

meningkatkan pemberian ASI secara eksklusif kepada bayinya dan imunisasi sesuai

By Agustinawati Togatorop 1

Page 2: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

Program Pembangunan Imunisasi ( PPI ). Yaitu BCG, Polio, DPT, hepatitis B dan

campak. Pada tahun 1990 Indonesia telah mencapai lebih dari 90% cakupan vaksinasi

dasar tersebut yang dikenal sebagai Universal Child Immunization ( UCI ). Ditambah

lagi dengan gerakan PIN ( Pekan Imunisasi Nasional ) terhadap penyakit polio pada

tahun 1995-1996-1997-2002 secara berturut-turut dan serentak di seluruh tanah air

yang kemudian karena masih ada kejadian virus polio liar di regional WHO-SEARO.

Pin diulang kembali pada tahun 2002. Pada kesempatan PIN diberikan juga vaksinasi

tetanus dan campak dengan harapan dapat mengurangi kesakitan dan kematian karena

kedua penyakit tersebut.

Seiring dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian anak pada

umumnya maka kualitas hidup bangsa angka meningkat pula. Hasil penelitian di

dunia mengatakan bahwa angka kelahiran dan usia harapan hidup di suatu negara

berkaitan, yaitu bahwa makin rendah angka kelahiran makin tinggi usia harapan

hidup. Untuk itu pencegahan terhadap penyakit infeksi merupakan upaya yang

menentukan situasi tersebut dan mutlak harus dilakukan pada anak sedini mungkin

guna dapat mempertahankan kualitas hidup yang prima dalam perjalanan hidupnya .

Vaksinasi atau lazim dipakai dengan istilah imunisasi merupakan suatu

teknologi yang sangat berhasil di dunia kedokteran yang oleh Katz ( 1999 ) dikatakan

sebagai “ sumbangan ilmu pengetahuan yang terbaik yang pernah dapat diberikan

oleh para ilmuwan di dunia ini “. Satu upaya kesehatan yang paling efektif dan efisien

dibandingkan dengan upaya kesehatan lainnya. Kekebalan atau imunitas tubuh

terhadap ancaman penyakit dari lingkungannya adalah tujuan utama dari pemberian

vaksinasi. Imunitas tersebut sebenarnya dapat diperoleh secara alamiah yaitu

terjangkit suatu penyakit dan menjadi imun maupun secara aktif dibuat oleh manusia.

Pada hakekatnya pada kedua cara mendapatkan imunitas tubuh dapat diperoleh

dengan cara pasif maupun aktif. Dikatakan pasif karena tidak menyangkut sama sekali

sistem imun tubuh sendiri dan hanya menerima secara pasif antibodi ke dalam

tubuhnya, yaitu dapat terjadi melalui plasenta ke janin dari ibu kandungnya maupun

dengan memberikan antibodi melalui suntikan ke dalam tubuh anak. Pemberian

antigen dengan sengaja sehingga tubuh manusia kemudian memberikan respon imun

adalah prinsip dari vaksinasi.

Imunisasi dan Vaksinasi

By Agustinawati Togatorop 2

Page 3: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif,

sedangkan istilah vaksinasi dimaksudkan sebagai pemberian vaksin ( antigen ) yang

dapat merangsang pembentukan imunitas ( antibodi ) dari sistem imun di dalam

tubuh.

Imunitas secara pasif dapat diperoleh dari pemberian dua macam bentuk, yaitu

imunoglobulin yang non-spesifik atau disebut juga gamaglobulin dan imunoglobulin

yang spesifik yang berasal dari plasma donor yang sudah sembuh atau baru saja

mendapatkan vaksinasi penyakit tertentu. Imunuglobulin non-spesifik digunakan pada

anak dengan defisiensi imunoglobulin sehingga memberikan perlindungan dengan

segera dan cepat yang seringkali dapat terhindar dari kematian. Hanya saja

perlindungan tersebut tidaklah permanen melainkan hanya berlangsung beberapa

minggu saja. Selain itu cara tersebut juga mahal dan memungkinkan anak justru

menjadi sakit karena secara kebetulan atau karena suatu kecelakaan serum yang

diberikan tidak bersih dan masih mengandung kuman yang aktif. Sedangkan

imunoglobulin yang spesifik diberikan pada anak yang belum terlindungi karena

belum pernah mendapatkan vaksinasi dan kemudian terserang misalnya difteria,

tetanus, hepatitis A dan B.

Vaksinasi, merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan

paparan pada suatu antigen berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan telah

dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun memproduksi limfosit

yang peka, antibodi dan sel memori. Cara ini menirukan infeksi alamiah yang tidak

menimbulkan sakit namun cukup memberikan kekebalan. Tujuannya adalah

memberikan “ infeksi ringan “ yang tidak berbahaya namun cukup untuk menyiapkan

respon imun sehingga apabila terjangkit penyakit yang sesungguhnya dikemudian hari

anak tidak menjadi sakit karena tubuh dengan cepat membentuk antibodi dan

mematikan antigen / penyakit yang masuk tersebut.

Vaksinasi mempunyai keuntungan :

Pertahanan tubuh yang terbentuk akan dibawa seumur hidupnya.

Vaksinasi cost-effective karena murah dan efektif.

Vaksinasi tidak berbahaya. Reaksi yang serius sangat jarang terjadi, jauh

lebih jarang daripada komplikasi yang timbul apabila terserang penyakit

tersebut secara almiah.

Imunisasi

By Agustinawati Togatorop 3

Page 4: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara

aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa

tidak terjadi penyakit. Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua jenis kekebalan,

yaitu kekebalan pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang

diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh individu itu sendiri. Contohnya adalah

kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu atau kekebalan yang diperoleh setelah

pemberian suntikan imunoglobulin. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena

akan langsung dimetabolisme oleh tubuh. Kekebalan aktif adalah kekebalan yang

dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau

terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif biasanya berlangsung lebih lama karena

adanya memori imunologi.

TUJUAN IMUNISASI adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada

seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat

( populasi ) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada

imunisasi cacar.

Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang

kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Dikenal dua

macam pertahanan tubuh yaitu : 1) mekanisme pertahanan nonspesifiik disebut juga

komponen nonadaptif atau innate artinya tidak ditujukan hanya untuk satu macam

antigen , tetapi untuk berbagai macam antigen, 2) mekanisme pertahanan tubuh

spesifik atau komponen adptif ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen,

terbentuknya antibodi lebih cepat dan lebih banyak pada pemberian antigen

berikutnya. Hal ini disebabkan telah terbentuknya sel memori pada pengenalan

antigen pertama kali. Bila pertahanan nonspesifik belum dapat mengatasi invasi

mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang. Mikroorganisme yang

pertama kali dikenal oleh sistem imun akan dipresentasikan oleh sel makrofag ( APC

= antigen presenting cel ) Pada sel T untuk antigen TD ( T dependent ) sedangkan

antigen TI ( T independent ) akan langsung diperoleh oleh sel B.

Mekanisme pertahanan spesifik terdiri atas imunitas selular dan imunitas

humoral. Imunitas humoral akan menghasilkan antibodi bila dirangsang oleh antigen.

Semua antibodi adalah protein dengan struktur yang sama yang disebut

imunoglobulin ( Ig ) yang dapat dipindahkan secara pasif kepada individu yang lain

dengan cara penyuntikan serum. Berbeda dengan imunitas selular hanya dapat

By Agustinawati Togatorop 4

Page 5: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

dipindahkan melalui sel, contohnya pada reaksi penolakan organ transplantasi oleh sel

limfosit dan pada graft versus-host-disease.

Proses imun terdiri dari dua fase :

Fase pengenalan, diperankan oleh sel yang mempresentasikan antigen ( APC =

antigen presenting cells ), sel limfosit B, limfosit T.

Fase efektor, diperankan oleh antibodi dan limfosit T efektor

Keberhasilan Imunisasi

Tergantung dari beberapa faktor, yaitu status imun pejamu, faktor genetik

pejamu, serta kualitas dan kuantitas vaksin.

Status imun pejamu

Terjadinya antibodi spesifik pada pejamu terhadap vaksin yang diberikan akan

mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Misalnya pada bayi yang semasa fetus

mendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus campsk, bila vaksinasi campak

diberikan pada saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi akan membeikan

hasil yang kurang memuaskan. Demikian pula air susu ibu ( ASI ) yang mengandung

IgA sekretori ( sIgA ) terhadap virus polio dapat mempengaruhi keberhasilan

vaksinasi polio yang diberikan secara oral. Namun pada umumnya kadar sIgA

terhadap virus polio pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur beberapa bulan.

Pada penelitian di Sub Bagian Alergi-Imunologi, Bagian IKA FKUI/RSCM, Jakarta

ternyata sIgA polio sudah tidak ditemukan lagi pada ASI setelah bayi berumur 5

bulan. Kadar sIgA tinggi terdapat pada kolostrum. Karena itu bila vaksinasi polio

diberikan pada masa pemberian kolostrum ( kurang atau sama dengan 3 hari setelah

bayi lahir ), hendaknya ASI ( kolostrum ) jangan diberikan dahulu 2 jam sebelum dan

sesudah vaksinasi.

Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Pada bayi neonatus

fungsi makrofag masih kurang. Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen

tertentu masih kurang. Jadi dengan sendirinya, vaksinasi pada neonatus akan

memberikan hasil yang kurang dibandingkan pada anak. Maka, apabila imunisasi

diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan, jangan lupa memberikan imunisasi ulangan.

Status imun mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang mendapat obat

imunosupresan, menderita defisiensi imun kongenital, atau menderita penyakit yang

menimbulkan defisiensi imun sekunder seperti pada penyakit keganasan juga akan

By Agustinawati Togatorop 5

Page 6: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Bahkan adanya defisiensi imun merupakan

kontraindikasi pemberian vaksin hidup karena dapat menimbulkan penyakit pada

individu tersebut. Demikian pula vaksinasi pada individu yang menderita penyakit

infeksi sistemik seperti campak, tuberkulosis milier akan mempengaruhi pula

keberhasilan vaksinasi.

Keadaan gizi yang buruk akan menurunkan fungsi sel sistem imun seperti

makrofag dan limfosit. Imunitas selular menurun dan imunitas humoral

spesifisitasnya rendah. Meskipun kadar globulin normal atau bahkan meninggi,

imunoglobulin yang terbentuk tidak dapat mengikat antigen dengan baik karena

terdapat kekurangan asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis antibodi. Kadar

komplemen juga berkurang dan mobilisasi makrofag berkurang, akibatnya respons

terhadap vaksin atau toksoid berkurang.

Faktor genetik pejamu

Interaksi antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik.

Secara genetik respons imun manusia dapat dibagi atas responder baik, cukup, dan

rendah terhadap antigen tertentu. Ia dapat memberikan respons rendah terhadap

antigen tertentu, tetapi terhadap antigen lain dapat lebih tinggi. Karena itu tidak heran

bila kita menemukan keberhasilan vaksinasi yang tidak 100%.

Kualitas dan kuantitas vaksin

Vaksin adalah mikroorganisme atau toksoid yang diubah sedemikian rupa

sehingga patogenisitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung sifat

antigenisitas. Beberapa faktor kualitas dan kuantitas vaksin dapat menentukan

keberhasilan vaksinasi, seperti cara pemberian, dosis, frekuensi pemberian ajuvan

yang dipergunakan, dan jenis vaksin.

Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yang timbul.

Misalnya vaksin polio oral akan menimbulkan imunitas lokal disamping

sistemik, sedangkan vaksin polio parenteral akan memberikan imunitas

sistemik saja.

Dosis vaksin terlalu tinggi atau terlalu rendah juga mempengaruhi respons

imun yang terjadi. Dosis terlalu tinggi akan menghambat respons imun yang

diharapkan. Sedang dosis terlalu rendah tidak merangsang sel-sel

imunokompeten.Dosis yang tepat dapat diketahui dari hasil uji klinis, karena

itu dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan.

By Agustinawati Togatorop 6

Page 7: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

Frekuensi pemberian juga mempengaruhi respons imun yang terjadi.

Disamping frekuensi, jarak pemberianpun akan mempengaruhi respons imun

yang terjadi. Bila pemberian vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar

antibodi spesifik masih tinggi, maka antigen yang masuk segera dinetralkan

oleh antibodi spesifik yang masih tinggi tersebut sehingga tidak sempat

merangsang sel imunkompaten. Bahkan dapat terjadi apa yang dinamakan

reaksi arthus, yaitu bengkak kemerahan di daerah suntikan antigen akibat

pembentukan kompleks antigen antibodi lokal sehingga terjadi peradangan

lokal. Karena itu pemberian ulang ( booster ) sebaiknya mengikuti apa yang

dianjurkan sesuai dengan hasil uji klinis.

Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan respons imun

terhadap antigen. Ajuvan akan meningkatkan respons imun dengan

mempertahankan antigen pada atau dekat dengan tempat suntikan, dan

mengaktivasi APC ( antigen presenting cells ) untuk memproses antigen

secara efektif dan memproduksi interleukin yang akan mengaktifkan sel

imunokompeten lainnya.

Jenis Vaksin, vaksin hidup akan menimbulkan respons imun lebih baik

dibanding vaksin mati atau yang diinaktivasi ( killed atau inactivated ) atau

bagian ( komponen ) dari mikroorganisme. Vaksin hidup diperoleh dengan

cara atenuasi. Tujuan atenuasi adalah untuk menghasilkan organisme yang

hanya dapat menimbulkan penyakit yang sangat ringan. Atenuasi diperoleh

dengan memodifikasi kondisi tempat tubuh mikroorganisme, misalnya suhu

yang tinggi atau rendah, kondisi anerob, atau menambah empedu pada media

kultur seperti pada pembuatan vaksin BCG yang sudah ditanam selama 13

tahun. Dapat pula dipakai mikroorganisme yang virulen untuk spesies lain

tetapi untuk manusia avirulen, misalnya virus cacar sapi.

Persyaratan vaksin

1. Mengaktivasi APC untuk mempresentasikan antigen dan memproduksi

interleukin.

2. Mengaktivasi sel T dan sel B untuk membentuk banyak sel memori

3. Mengaktivasi sel T dan sel Tc terhadap beberapa epitop, untuk

mengatasi variasi respons imun yang ada dalam populasi karena adanya

polimorfisme MHC.

By Agustinawati Togatorop 7

Page 8: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

4. Memberi antigen yang persisten, mungkin dalam sel folikular dendrit

jaringan limfoid tempat sel B memori direkrut sehingga dapat merangsang sel

B sewaktu-waktu menjadi sel plasma yang membentuk antibodi terus-menerus

sehingga kadarnya tetap tinggi.

Vaksin yang dapat memenuhi ke empat persyaratan tersebut adalah vaksin virus

hidup.

Jenis Vaksin

Pada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

Live attenuated ( bakteri atau virus hidup yang dilemahkan )

Inactivate ( bakteri, virus atau komponenmnya dibuat tidak aktif )

Vaksin hidup attenuated

Diproduksi di laboratorium dengan cara melakukan modifikasi virus atau

bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang dihasilkan masih memiliki

kemampuan untuk tumbuh menjadi banyak ( replikasi) dan menimbulkan kekebalan

tetapi tidak menyebabkan penyakit.

Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar ( wild ) penyebab penyakit.

Virus atau bakteri liar ini dilemahkan ( attinuated ) dilaboratorium, biasanya dengan

cara pembiakan berulang-ulang. Misalnya vaksin campak yang dipakai sampai

sekarang, diisolasi untuk mengubah virus liar campak menjadi virus vaksin

dibutuhkan 10 tahun dengan cara melakukan penanaman pada jaringan media

pembiakan secara serial dari seorang anak yang menderita penyakit campak pada

tahun 1954.

o Supaya dapat menimbulkan respons imun, vaksin hidup atteuated harus

berkembang biak ( mengadakan replikasi ) di dalam tubuh resipien.

o Apapun yang merusak organisme hidup dalam botol ( misalnya panas atau

cahaya ) atau pengaruh luar terhadap replikasi organisme dalam tubuh

( antibodi yang beredar ) dapat menyebabkan vaksin tersebut tidak efektif.

o Respons imun terhadap vaksin hidup attenuated pada umumnya sama dengan

yang diakibatkan oleh infeksi alamiah. Respons imun tidak membedakan

antara suatu infeksi dengan virus vaksin yang dilemahkan dan infeksi dengan

virus liar.

By Agustinawati Togatorop 8

Page 9: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

o Vaksin virus hidup attenuated secara teoritis dapat berubah menjadi bentuk

patogenik seperti semula. Hal ini hanya terjadi pada vaksin polio hidup.

o Antibodi dari sumber apapun ( misalnya transplasental, transfusi ) dapat

mempengaruhi perkembangan vaksin mikroorganisme dan menyebabkan tidak

adanya respons ( non response ). Vaksin campak merupakan mikroorganisme

yang paling sensitif terhadap antibodi yang beredar dalam tubuh. Virus vaksin

polio dan rotavirus paling sedikit terkena pengaruh.

o Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila

kena panas dan sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan penyimpanan

dengan baik dan hati-hati.

Vaksin hidup attenuated yang tersedia

Berasal dari vrius hidup : Vaksin campak, gondongan ( parotitis ), rubela,

polio, rotavirus, demam kuning ( yellow fever ).

Berasal dari bakteri : Vaksin BCG dan demam tifoid oral.

Vaksin Inactivated

o Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara mambiakkan bakteri atau virus

dalam media pembiakan ( persemaian ), kemudian dibuat tidak aktif dengan

penambahan bahan kimia ( biasanya formalin ).

o Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh dosis

antigen dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak menyebabkan penyakit

( walaupun pada orang dengan defisiensi imun ) dan tidak dapat mengalami

mutasi menjadi bentuk patogenik. Antigen inactivated tidak dipengaruhi oleh

antibodi yang beredar. Vaksin inactivated dapat diberikan saat antibodi berada

di dalam sirkulasi darah.

o Vaksin inactivated selalu memerlukan dosis ganda. Pada umumnya pada dosis

pertama tidak menghasilkan imunitas protektif, tetapi hanya memacu atau

menyiapkan sistem imun. Respons imun protektif baru timbul setelah dosis

kedua atau ketiga. Hal ini berbeda dengan vaksin hidup, yang mempunyai

respons imun yang mirip atau sama dengan infeksi alami, respons imun

terhadap vaksin inactivated sebagian besar humoral, hanya sedikit atau tak

By Agustinawati Togatorop 9

Page 10: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

menimbulkan imunitas selular. Titer antibodi terhadap antigen inactivated

menurun setelah beberapa waktu.

o Pada beberapa keadaan suatu antigen untuk melindungi terhadap penyakit

masih memerlukan vaksin seluruh sel ( whole cell ), namun vaksin bakterial

seluruh sel bersifat paling reaktogenik dan menyebabkan paling banyak reaksi

ikutan atau efek samping. Ini disebabkan respons terhadap komponen-

komponen sel yang sebenarnya tidak diperlukan untuk perlindungan ( contoh

antigen pertusis dalam vaksin DPT ).

Vaksin Inactivated yang tersedia saat ini berasal dari :

Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies, hepatitis A.

Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera, lepra.

Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contoh hepatitis B, influenza, pertusis

a-seluler, tifoid Vi, lyme disease.

Toksoid, contoh difteria, tetanus, botulinum.

Polisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus, dan haemophilus

influenzae tipe b.

Gabungan polisakarida ( haemophillus influenzae tipe B dan pneumokokus ).

By Agustinawati Togatorop 10

Page 11: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

BAB II

Tata cara pemberian imunisasi

Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan mengikuti tata cara sebagai berikut :

Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila tidak

divaksinasi.

Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila terjadi

reaksi ikutan yang tidak diharapkan.

Baca dengan teliti informasi tentang produk ( vaksin ) yang akan diberikan

dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab

dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi.

Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang diberikan.

Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan.

Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan

baik.

Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan.

Periksa tanggal kadarluwarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya

perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan.

Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula

vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal ( catch up vaccination )

bila diperlukan.

Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai pemilihan

jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan posisi bayi/anak

penerima vaksin.

Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal sebagai berikut :

By Agustinawati Togatorop 11

Page 12: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

Berilah petunjuk ( sebaiknya tertulis ) kepada orang tua atau pengasuh

apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi

ikutan yang lebih berat.

Catat imuniasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis.

Catatan imunisasi secar rinci harus disampaikan kepada Dinas

Kesehatan bidang Pemberantasan Penyakit Menular.

Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan

vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan.

Penyimpanan

Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, Bahwa vaksin harus didinginkan

pada temperatur 2-8°C dan tidak membeku. Sejumlah vaksin ( DPT, Hib, hepatitis B,

dan hepatitis A ) menjadi tidak aktif bila beku

Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular

Jarum suntik harus disuntikan dengan sudut 450-600 ke dalam otot vastus

lateralis atau otot deltoid. Untuk suntikan otot vastus lateralis, jarum diarahkan ke

arah lutut sedangkan untuk suntikan pada deltoid jarum diarahkan ke pundak.

Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan pada

sudut 900.

Tempat Suntikan yang Dianjurkan

Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada

bayi dan anak umur di bawah 12 bulan. . Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas

antara sepertiga otot bagian tengah yang merupakan bagian yang paling tebal dan

padat. Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak yang lebih besar

( mereka yang telah dapat berjalan ) dan orang dewasa.

Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah 12 bulan

adalah :

Menghindari risiko kerusakan saraf iskiadika pada suntikan daerah gluteal.

Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap suntikan

secara adekuat.

Imunogenitas vaksin hepatitis B dan rabies akan berkurang apabila

disuntikkan di daerah gluteal

By Agustinawati Togatorop 12

Page 13: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

Menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuknya nodulus di tempat suntikan

yang menahun.

Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.

Keadaan Bayi atau Anak sebelum Imunisasi

Orangtua atau pengantar bayi/anak dianjurkan mengingat dan

memberitahukan secara lisan atau melalui dafatr isian tentang hal-hal yang berkaitan

dengan indikasi kontra atau risiko kejadian ikutan pasca imunisasi tersebut di bawah

ini :

Pernah mengalami kejadian ikutan pasca imunisasi yang berat ( memerlukan

pengobatan khusus atau perlu perawatan di rumah sakit ).

Alergi terhadap bahan yang juga terdapat di dalam vaksin ( misalnya

neomisin ).

Sedang mendapat pengobatan Steroid jangka panjang, radioterapi, atau

kemoterapi.

Tinggal serumah dengan orang lain yang imunitasnya menurun ( leukimia,

kanker, HIV/AIDS ).

Tinggal serumah dengan orang lain dalam pengobatan yang menurunkan

imunitas ( radioterapi, kemoterapi, atau terapi steroid ).

Pada bulan lalu mendapat imunisasi yang berisi vaksin virus hidup ( vaksin

campak, poliomielitis, rubela ).

Pada 3 bulan yang lalu mendapat imunoglobulin atau tranfusi darah.

Menderita penyakit susunan syaraf pusat

Pencatatan Imunisasi dan Kartu Imunisasi

By Agustinawati Togatorop 13

Page 14: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

Setiap bayi/anak sebaiknya mempunyai dokumentasi imunisasi seperti kartu

imunisasi yang dipegang oleh orangtua atau pengasuhnya. Setiap dokter atau tenaga

paramedis yang memberikan imunisasi harus mencatat semua data-data yang relevan

pada kartu imunisasi tersebut. Orangtua/pengasuh yang membawa anak ke tenaga

medis atau paramedis untuk imunisasi diharapkan senantiasa membawa kartu

imunisasi tersebut.

Data yang harus dicatat pada kartu imunisasi adalah sebagai berikut :

o Jenis vaksin yang diberikan, termasuk nomor batch dan nama dagang

o Tanggal melakukan vaksinasi

o Efek samping bila ada

o Tanggal vaksinasi berikutnya

o Nama tenaga medis/paramedis yang memberikan vaksin

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI=adverse events associated with

vaccines,adverse events following immunization) didefinisikan sebagai semua

kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Pada

umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi simpang (adverse

effects), atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi

simpang vaksin antara lain dapat berupa efek farmakologis, efek samping (side

effects), interaksi obat, intoleransi, reaksi idiosinkrasi, dan reaksi alergi yang

umumnya secara klinis sulit dibedakan. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein

telur (vaksin campak, gondong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan

preservatif (neomisin, merkuri), atau unsur lain yang terkandung dalam vaksin.

Faktor penyebab

Pokja KIPI Depkes RI membagi penyebab kejadian ikutan pasca imunisasi menjadi 4

kelompok, yaitu karena kesalahan program/teknik pelaksanaan imunisasi, induksi

vaksin, faktor kebetulan, dan penyebab tidak atau belum diketahui.

Klasifikasi Lapangan

By Agustinawati Togatorop 14

Page 15: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

Sesuai dengan manfaatnya di lapangan maka KN PP KIPI memakai kriteria WHO

Western Pasific untuk memilah KIPI dalam lima kelompok penyebab, yaitu :

1. Kesalahan program

2. Reaksi suntikan

3. Reaksi vaksin

4. Koinsiden, dan

5. Sebab tidak diketahui

Kesalahan program/teknik pelaksanaan imunisasi (programmatic errors)

Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik

pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan,

dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut misalnya dapat terjadi pada :

dosis antigen (terlalu banyak)

lokasi dan cara menyuntik

sterilisasi semprit dan jarum suntik

jarum bekas pakai

tindakan a dan antiseptik

kontaminasi vaksin dan peralatan suntik

penyimpanan vaksin

pemakaian sisa vaksin

jenis dan jumlah pelarut vaksin

tidak memperhatikan petunjuk prosedur (petunjuk pemakaian, indikasi kontra)

Induksi Vaksin (vaccine induced)

Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi

terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin, dan secara klinis biasanya

ringan.Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi

anafilaksis sistemik dengan risiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi

dengna baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai

indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus,atau berbagai tindakan dan

perhatian lainya termasuk kemungkinan interaksi dengan obat atau vaksin lain.

Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.

Sbagai acuan dan perbandingan dapat dipakai rekomendasi dari Advisory Committee

By Agustinawati Togatorop 15

Page 16: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

on Immunization Practices dan Committee on Infectious Disease of the American

Academy of Pediatrics.

Faktor kebetulan (coincidental)

Seperti telah disebutkan di atas, maka kejadian yang timbul ini terjadi secra

kebetulan saja setelah imunisasi. Indikator kebetulan ini ditandai dengan

ditemukannya kejadian yang sama pada kelompok populasi setempat dengan

karakteristik serupa yangtidak mendapat imunisasi pada saat bersamaan.

Penyebab tidak diketahui

Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokan ke

dalam salah satu penyebab lain maka untuk sementara dimasukkan ke dalam

kelompok ini. Tetapi biasannya dengan kelengkapan informasi lebih lanjut maka akan

dapat ditentukan masih dalam kelompok mana yang sesuai.

Pemberian Parasetamol sebelum dan sesudah imunisasi

Kepada orangtua atau pengantar diberitahukan bahwa 30 menit sebelum

imunisasi DPT/DT. MMR, Hib, hepatitis B dianjurkan memberikan parasetamol 15

mg/kgbb kepada bayi/anak untuk mengurangi ketidaknyamanan pasca vaksinasi.

Kemudian dilanjutkan setiap 3-4 jam sesuai kebutuhan, maksimal 6 kali dalam 24

jam. Jika keluhan masih berlanjut, diminta segera kembali kepada dokter.

Reaksi KIPI

Orangtua atau pengantar perlu diberitahu bahwa setelah imunisasi dapat

timbul reaksi lokal di tempat penyuntikan atau reaksi umum berupa keluhan dan

gejala tertentu, tergantung pada jenis vaksinnya. Reaksi tersebut umumnya ringan,

mudah diatasi oleh orangtua atau pengasuh, dan akan hilang dalam 1-2 hari. Di

tempat suntikan kadang- kadang timbul kemerahan, pembengkakan, gatal, nyeri

selama 1-2 hari. Kompres hangat dapat mengurangi kedaan tersebut. Kadang-kadang

teraba benjolan kecil yang agak keras selama beberapa minggu atau lebih, tetapi

umumnya tidak perlu dilakukan tindakan apapun.

BCG

Orangtua atau pengantar perlu diberitahu bahwa 2 minggu setelah imunisasi

BCG dapat timbul bisul kecil ( papula ) yang semakin membesar dan dapat terjadi

ulserasi dalam waktu 2-4 bulan, kemudian menyembuh perlahan dengan

By Agustinawati Togatorop 16

Page 17: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

menimbulkan jaringan parut tanpa pengobatan khusus. Bila ulkus mengeluarkan

cairan orangtua dapat mengompres dengan cairan antiseptik. Bila cairan bertambah

banyak atau koreng semakin membesar orangtua harus membawanya ke dokter.

Hepatitis B

Kejadian ikutan pasca imunisasi hepatitis B jarang terjadi. Segera setelah

imunisasi dapat timbul demam yang tidak tinggi, pada tempat penyuntikan timbul

kemerahan, pembengkakan, nyeri, rasa mual dan nyeri sendi. Orangtua atau pengasuh

dianjurkan untuk memberi minum lebih banyak ( ASI atau air buah ), jika demam

pakailah pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.

Jika demam berikan parasetamol 15 mg/kgbb setiap 3-4 jam bila diperlukan, boleh

mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Jika reaksi tersebut menjadi berat dan

menetap, atau jika orangtua merasa khawatir, bawalah bayi/anak ke dokter.

DPT

Reaksi yang dapat terjadi segera setelah vaksinasi DPT antara lain demam

tinggi, rewel, di tempat suntikan timbul kemerahan, nyeri dan pembengkakan, yang

akan terjadi dalamn 2 hari.

DT

Reaksi yang dapat terjadi pasca vaksinasi DT antara lain kemerahan,

pembengkakan dan nyeri pada bekas suntikan. Bekas suntikan yang nyeri dapat

dikompres dengan air dingin. Biasanya tidak perlu tindakan khusus.

Polio Oral

Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio, oleh karena itu

orangtua/pengasuh tidak perlu melakukan tindakan apapun.

Campak dan MMR

Reaksi yang dapat terjadi pasca vaksinasi campak dan MMR berupa rasa tidak

nyaman di bekas penyuntikan vaksin. Selain itu dapat terjadi gejala-gejala lain yang

timbul 5-12 hari setelah penyuntikan selama kurang dari 48 jam yaitu demam tidak

tinggi, erupsi kulit kemerahan halus/tipis yang tidak menular, pilek. Pembengkakan

kelenjar getah bening kepala dapat terjadi sekitar 3 minggu pasca imunisasi MMR.

Klasifikasi

Tuntutan keamanan vaksin dan faktor risiko yang tetap ada dapat

menimbulkan keengganan yang potensial dapat mengancam kegagalan program

imunisasi. Karena ini perlu suatu usaha perlindungan, antara lain dengan berbagai

By Agustinawati Togatorop 17

Page 18: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

upaya peningkatan keamanan pembuatan, penyediaan, dan distribui vaksin, serta

peningkatan kualitas program dari teknik pelaksanaan imunisasi. Beberapa produsen

vaksin misalnya telah melakukan perbaikan antigenisitas dan purifikasi vaksin

meminimalkar, benda asing dalam vaksin untuk mengurangi kemungkinan reaksi

simpang. Dari pengalaman di ISA terlihat bahwa walaupun vaksin yang beredar

terbukti aman dan efektif ternyata tetap saja dapat timbul reaksi simpang yang

menimbulkan reaksi masyarakat serta tuntutan ganti rugi. Reaksi simpang tersebut

dapat berupa gejala minimal yang tidak memerlukan tindakan sampai dengan kelainan

berat yang bahkan dapat menyebabkan kematian.

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa vaksin hidup lebih potensial

menimbulkan efek berbahaya dibandingkan dengan bukan vaksin hidup. Risiko

berbahaya tersebut terutama dapat terjadi pada individui dengan defisiensi imun atau

bayi dalam kandungan,dan bahkan dapat terjadi pada orang sehat. Selain karena

organismenya sendiri, vaksin hidup dapat mengandung kontaminan yang sulit

terdeteksi.

Deteksi dan Pelaporan KIPI

Kejadian ikutan pasca imunisasi adalah insiden medik yang terjadi setelah

imunisasi dan dianggap disebabkan oleh imunisasi. KIPI menetapkan semua kejadian

penyakit atau kematian dalam kurun waktu 1 bulan setelah imunisasi. Meskipun

masyarakat seringkali beranggapan bahwa insiden medik setelah imunisasi selalu

disebabkan oleh imunisasi, insiden umumnya terjadi secara kebetulan. Sebagian yang

beranggapan bahwa vaksin sebagai penyebab KIPI juga keliru. Penyebab sebenarnya

adalah kesalahan program yang sebetulnya dapat dicegah. Untuk menemukan

penyebab KIPI kejadian tersebut harus dideteksi dan dilaporkan.

KIPI yang harus dilaporkan

Semua kejadian yang berhubungan dengan imunisasi seperti,

1. Abses pada tempat suntikan

2. Semua kasus limfadenitis BCG

3. Semua kematian yang diduga oleh petugas kesehatan atau masyarakat

berhubungan dengan imunisasi.

4. Semua kasus rawat inap, yang diduga oleh petugas kesehatan atau masyarakat

berhubungan dengan imunisasi.

By Agustinawati Togatorop 18

Page 19: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

5. Insiden medik berat atau tidak lazim yang diduga oleh petugas kesehatan atau

masyarakat berhubungan dengan imunisasi.

Lima kategori KIPI di atas kadang disebut sebagai pencetus kejadian oleh karena

adanya reaksi tersebut merangsang atau mencetuskan respons.

Data yang harus dilaporkan

1. Data pasien

Riwayat perjalanan penyakit

Riwayat penyakit sebelumnya

Riwayat imunisasi

Pemeriksaan penunjang yang berhubungan

2. Data pemberian vaksin

Nomor lot

Masa kadaluarsa

Pabrik pembuat vaksin

Kapan dan dari mana vaksin dikirim

Pemeriksaan penunjang tentang vaksin, apabila ada atau berhubungan

3. Data yang berhubungan dengan program

Perlakuan umum petugas kesehatan terhadap rantai dingin vaksin

seperti:

Penyimpanan vaksin, apakah memebeku atau kadarluwarsa?

Perlakuan terhadap vaksin, apakah dikocok lebih dahulu?

Perlakuan setelah vaksinasi, misalnya apakah vaksin dibuang

setelah selesai pelaksanan imunisasi?

Perlakuan mencampur serta melakukan imunisasi

Apakah pelarut yang dipakai sudah benar?

Apakah pelarut steril?

Apakah dosis sudah benar?

Apakah vaksin diberikan dengan cara dan tempat yang benar?

Ketersediaan jarum dan semprit

Apakah setiap semprit steril digunakan oleh satu orang?

Perlakuan sterilasi peralatan apakah telah dilakukan?

4. Data sasaran lain

By Agustinawati Togatorop 19

Page 20: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

Jumlah pasien yang menerima imunisasi dengan vaksin nomor lot

sama atau pada masa yang sama atau keduanya, dan berapa pasien

yang sakit serta gejalanya.

Jumlah sasaran yang diimunisasi dengan lot lain atau masyarakat yang

tidak diimunisasi tetapi penyakit dengan gejala yang sama.

BAB III

IMUNISASI PADA KELOMPOK BERISIKO

Pada anak yang mempunyai risiko tinggi untuk mendapat infeksi, harus di

imunisasi berdasarkan prioritas. Misalnya bayi prematur, anak dengan penyakit

keganasan, anak yang mendapatkan pengobataan imunosupresi, radioterapi, anak

dengan infeksi HIV, transplantasi sumsum tulang/ organ dan spelenektomi.

Pada anak yang pernah menderita reaksi efek samping yang serius setelah

imunisasi, harus diberikan imunisasi berikutnya di rumah sakit dengan pengawasan

dokter.

Penekanan respons imun dapat terjadi pada penyakit defisiensi imun

kongenital dan defisiensi imun didapat seperti pada leukimia, limfoma, pasien dengan

pengobatan alkilating agents, antimetabolik, radioterapi, kortikosteroid sistemik dosis

tinggi dan lama.

Pasien dengan sistim imun tertekan

1. Mendapat pengobatan kortikosteroid dosis tinggi sama atau lebih dari 20 mg

sehari atau 2 mg/kg bb/ hari dengan lama pengobatan > 7 hari atau dosis 1 mg/

kg bb/ hari lama pengobatan > 1 bulan.

2. Pengobatan dengan alkylating agents, antimetabolik dan radioterapi untuk

penyakit keganasan seperti leukemia dan limfoma.

Pada pasien dengan sistem imun yang tertekan, tidak boleh diberikan

imunisasi vaksin hidup karena akan berakibat fatal disebabkan vaksin akan

By Agustinawati Togatorop 20

Page 21: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

bereplikasi dengan hebat karena tubuh tidak dapat mengontrolnya. Vaksin hidup

misalnya vaksin polio oral, MMR, BCG. Vaksinasi dengan mikroorganisme hidup

dapat diberikan setelah penghentian pengobatan minimal 3 bulan.

Vaksinasi dengan mikroorganisme mati atau yang dilemahkan dapat diberikan seperti

hepatitis B, hepatitis A, DPT ,influenza dan Hib, dosis sama dengan anak sehat.

Respons imun yang timbul tidak sama dengan anak sehat, sehingga bila kontak

dengan pasien campak harus diberikan imunisasi pasif yaitu normal immunoglobulin

human dengan dosis 0,2 ml/kg bb/ intramuskular. Untuk profilaksis varisela dosis

lebih besar 0,4-1,0 ml/kg bb, bila mungkin sebaiknya diberikan imunisasi spesifik

dengan varicella-zoster imunoglobulin namun pada saat ini belum ada di Indonesia.

Pasien dalam pengobatan kortikosteroid

Pada pasien dengan pengobatan kortikosteroid topikal atau injeksi lokal

misalnya erosol untuk asma, rinitis alergi, salep kulit, mata, intra artikular,

kortikosteroid dosis rendah yang diberikan setiap hari atau selang sehari, dapat

diberikan imunisasi dengan vaksin hidup.

Sedangkan pada pasien yang mendapat kortikosteroid sistemik dosis tinggi

setiap hari atau selang sehari dan lama pemberian kurang dari 14 hari, dapat

diberikan imunisasi dengan vaksin hidup segera setelah penghentian

pengobataan, namun ada yang menganjurkan setelah penghentian 14 hari.

Pada pasien yang mendapat kortikosteroid sistemik dosis tinggi setiap hari

atau selang sehari selama >14 hari, dapat diberikan imunisasi vaksin hidup

setelah penghentian pengobatan 1 bulan. Imunisasi dengan vaksin hidup dapat

diberikan pada pasien yang telah menghentikan pengobatan imunosupresif

selama 3 sampai 6 bulan dengan pertimbangan bahwa status imun sudah mulai

membaik dan penyakit primernya sudah dalam remisi atau sudah dapat

dikontrol.

Keluarga pasien imunokompromais yang kontak lansung dianjurkan untuk

mendapatkan imunisasi polio inaktif, varisela, dan MMR. Vaksin varisela

sangat dianjurkan untuk keluarga imunokompromais, oleh karena walaupun

dapat terjadi penularan transmisi virus varisela pada pasien tetapi gejala lebih

ringan dari pada infeksi alamiah yang akan berakibat lebih buruk dan dapat

fatal.

By Agustinawati Togatorop 21

Page 22: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

Pengecualian unutk penderita leukemia limfosik akut dalam keadaan remisi

lebih dari 1 tahun, dapat diberikan imunisasi dengan virus hidup varisela, oleh

karena bila mendapat infeksi alamiah dengan varisela dapat fatal.

Pasien defisiensi imun kongenital ataupun yang didapat, imunisasi tidak akan

memberikan respons maksimal seperti yang diinginkan, sehingga dianjurkan

memeriksa titer anitbodi serum setelah imunisasi sebagai data untuk

pemberian imunisasi berikutnya.

Pasien infeksi human immunodeficiency virus (HIV)

Pasien HIV mempunyai risiko lebih besar untuk mendapatkan infeksi

sehingga diperlukan imunisasi, walaupun responsnya terhadap imunisasi tidak

optimal atau kurang. Kapan pasien HIV harus diberi imunisasi? Apabila diberikan

terlambat mungkin tidak akan berguna karena penyakit sudah lanjut dan efek

imunisasi tidak ada atau kurang, namun apabila diberikan dini, vaksin hidup akan

mengaktifkan sistim imun yang dapat meningkatkan replikasi virus HIV sehingga

memperberat penyakit HIV. Pasien HIV dapat diimunisasi dengan mikroorganisme

yang dilemahkan atau yang mati.

Pasien transplantasi sumsum tulang (TST)

Resipien transplantasi sumsum tulang alogenik akan menjadi defisiensi imun

disebabkan 4 komponen:

1. Pengobatan imunsupresi terhadap penyakit primer

2. Kemoterapi dan radioterapi yang diberikan pada pejamu

3. Reaktivitas imunologi antara graft dan pejamu serta,

4. Pengobatan imunsupresi yang diberikan setelah transplantasi dilakukan

Sebaiknya sebelum transplantasi dilakukan, pada resipien diberikan imunisasi terlebih

dahulu. Karena terbukti setelah transplantasi imunitas terhadap virus polio, tetanus,

dan difteria hampir tidak ada, maka sebaiknya pejamu diberikan imunisasi DPT dan

polio sebelum transplantasi dilakukan. Penelitian klinis menunjukan bahwa bila donor

diberikan imunisasi difteria dan tetanus sebelum transplantasi dilakukan kemudian

segera setelah itu diberikan imunisasi pada resipien dengan antigen yang sama akan

memberikan respons yang baik. Hal yang sama dapat dilakukan dengan vaksin inaktif

pertusis, Hib, hepatitis B, pneumokok dan IPV.

By Agustinawati Togatorop 22

Page 23: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

Bayi prematur

Bayi prematur dapat diimunisasi sesuai dengan umur kronologisnya dengan

dosis dan jadwal yang sama dengan bayi cukup bulan. Vaksin DPwT atau DtaP, Hib,

dan OPV diberikan pada usia 2 bulan. Bila bayi masih dirawat pada usia 2 bulan

sebaiknya diberikan IPV, bila akan diberikan OPV pemberian ditunda sampai saat

bayi akan dipulangkan dari rumah sakit unutk menghindari penyebaran virus polio

kepada bayi lain yang sedang dirawat. Pada bayi prematur, respons imun kurang bila

dibandingkan bayi cukup bulan terhadap imunisasi hepatitis B, sehingga pemberian

vaksin hepatitis dapat dilakukan 2 cara:

prematur dengan ibu HbsAg positif harus diberikan hep B bersamaan dengan

HBIG pada 2 tmepat yang berlainan dalam waku 12 jam. Dosis ke 2 diberikan

1 bulan kemudian, dosis ke 3 dan ke 4 diberikan usia 6 dan 12 bulan.

Permatur dengan ibu HbsAg negatif pemberian imunisasi dapat dengan :

o Dosis pertama saat lahir, ke II umur 2 bulan, ke II dan ke IV umur 6

dan 12 bulan. Titer diperiksa setelah imunisasi ke IV.

o Dosis pertama diberikan saat bayi sudah mencapai berat badan 2000 gr

atau sekitar 2 bulan. Vaksinasi hepatitis B peratama dapat diberikan

bersama sama DPT, OPV (IPV) dan Hib. Dosis hepatitis B ke II

diberikan 1 bulan kemudian dan ke II usia 8 bulan. Titer antibodi

diperiksa setelah imuniasi ke III

Saat ini telah beredar vaksin kombinasi hepatitis B dengan DPT (Tritanrix,

Glaxo, smith Klein). Untuk bayi berumur <6 minggu tidak dianjurkan jadi

tidak dapat diberikan sebagai imuniasai pertama pada bayi baru lahir.

Bila status ibu tidak diketahui sebaiknya diberikan sesuai imunisasi pada bayi

dengan ibu HbsAg positif.

Air Susu Ibu dan Imunisasi

Tidak terdapat kontra indikasi pada bayi yang sendan menyusui bila ibunya

diberikan imunisasi baik dengan bakteri/virus hidup dan kuman yang dilemahkan.

Sebaliknya, air susu ibu tidak akan menghalangi seorang bayi untuk mendapakan

imunisasi.

By Agustinawati Togatorop 23

Page 24: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

BAB IV

Jadwal imunisasi adalah informasi mengenai kapan suatu jenis vaksinasi atau imunisasi harus diberikan kepada anak. Jadwal imunisasi suatu negara dapat saja berbeda dengan negara lain tergantung kepada lembaga kesehatan yang berwewenang mengeluarkannya.

Jadwal imunisasi di Indonesia

Berikut ini adalah jadwal imunisasi anak rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Periode 2004 (revisi September 2003):

Vaksin

Umur pemberian imunisasi

Bulan Tahun

Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 56 10 12

Program Pengembangan Imunisasi (PPI, diwajibkan)

BCG                              

Hepatitis B

1 2         3                

Polio 0   1   2   3       4 5     

By Agustinawati Togatorop 24

Page 25: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

DTP     1   2   3       4 5   6 dT atau TT

Campak               1         2    

Program Pengembangan Imunisasi Non PPI (non PPI, dianjurkan)

Hib     1   2   3     4            

MMR                   1     2    

Tifoid                      Ulangan,

tiap 3 tahun

Hepatitis A

                     

diberikan 2x,

interval 6-12 bulan

Varisela                            

Keterangan jadwal imunisasi rekomendasi IDAI, periode 2004:

Umur Vaksin Keterangan

Saat lahir

Hepatitis B-1

HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.

Polio-0 Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang

By Agustinawati Togatorop 25

Page 26: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

lahir di RB/RS polio oral diberikan saat bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain)

1 bulan

Hepatitis B-2

Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan.

0-2 bulan

BCG BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada umur > 3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu dan BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.

2 bulan

DTP-1 DTP-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu, dapat dipergunakan DTwp atau DTap. DTP-1 diberikan secara kombinasi dengan Hib-1 (PRP-T)

Hib-1 Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Hib-1 dapat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-1.

Polio-1 Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1

4 bulan

DTP-2 DTP-2 (DTwp atau DTap) dapat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-2 (PRP-T).

Hib-2 Hib-2 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-2

Polio-2 Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2

6 bulan

DTP-3 DTP-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-3 (PRP-T).

Hib-3 Apabila mempergunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan tidak perlu diberikan.

Polio-3 Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3

Hepatitis B-3

HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapatkan respons imun optimal, interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.

9 bulan

Campak-1

Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2 merupakan program BIAS pada SD kelas 1, umur 6 tahun. Apabila telah mendapatkan MMR pada umur 15 bulan, campak-2 tidak perlu diberikan.

15-18 bulan

MMR Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan.

Hib-4 Hib-4 diberikan pada 15 bulan (PRP-T atau PRP-OMP).

18 bulan

DTP-4 DTP-4 (DTwp atau DTap) diberikan 1 tahun setelah DTP-3.

Polio-4 Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-4.

2 tahun

Hepatitis A

Vaksin HepA direkomendasikan pada umur > 2 tahun, diberikan dua kali dengan interval 6-12 bulan.

2-3 tahun

Tifoid Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur > 2 tahun. Imunisasi tifoid polisakarida injeksi perlu

By Agustinawati Togatorop 26

Page 27: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

diulang setiap 3 tahun.

5 tahun

DTP-5 DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwp/DTap)

Polio-5 Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5.

6 tahun.

MMR Diberikan untuk catch-up immunization pada anak yang belum mendapatkan MMR-1.

10 tahun

dT/TT Menjelang pubertas, vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT) diberikan untuk mendapatkan imunitas selama 25 tahun.

Varisela Vaksin varisela diberikan pada umur 10 tahun.

Kontra Indikasi BCG Reaksi uji tuberkulin > 5 mm Sedang menderita infeksi HIV atau dengan risiko tinggi infeksi HIV.

Imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat imunosupresif, mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau sistem limfe.

Anak menderita gizi buruk Sedang menderita panas tinggi Menderita infeksi kulit yang luas Pernah sakit tuberkulosis Kehamilan

Vaksin Kombinasi

Vaksin kombinasi merupakan gabungan beberapa antigen tunggal menjadi

satu jenis produk antigen untuk mencegah penyakit yang berbeda atau antigen dari

galur multipel dari organisme penyebab penyakit yang sama. Alasan utama

pembuatan vaksin kombinasi adalah:

1. vaksin kombinasi lebih praktis daripada vaksin terpisah, sehingga dapat

meningkatkan cakupan imunisasi.

2. mengurangi biaya

3. mengurangi biaya pengobatan

4. memudahkan penambahan vaksin baru ke dalam program imunisasi yang telah

ada.

5. untuk mengejar imunisasi yang terlambat

6. walaupun harga vaksin kombinasi kadang kadang lebih mahal bila

dibandingkan dengan vaksin terpisah, apabila dihitung pengeluaraan total

By Agustinawati Togatorop 27

Page 28: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

termasuk biaya berobat, transportasi, kecemasan anak dan orang tua, biaya

pengadaan dan penyimpanan, maka secara ekonomis menjadi lebih murah.

Di samping keuntungannya, vaksin kombinasi mempunyai beberapa kekurangan,

yaitu:

1. terjadinya ketidakserasian kimiawi/fisis, sebagai akibat percampuran beberapa

antigen beserta ajuvan-nya.

2. sulit dihindari adanya perubahan respons imun sebagai akibat interaksi antara

antigen dengan antigen lain atau antara antigen dengan ajuvan yang berbeda.

3. pemakainan vaksin kombinasi dapat membingungkan para dokter dalam

menyusun jadwal imunisasi, apalagi bila dipergunakan vaksin dari pabrik yang

berbeda.

PENYIMPANAN DAN TRANPORTASI VAKSIN

Penyimpanan vaksin membutuhkan suatu perhatian khusus karena vaksin

merupakan sediaan viologis yang rentan terhadap perubahan temperatur

lingkungan.

Vaksin akan rusak apabila temperatur terlalu tinggi atau terkena sinar matahari

langsung seperti pada vaksin polio tetes dan vaksin campak. Kerusakan juga

dapat terjadi apabila terlalu dingin atau beku seperti pada toksoid difteria,

toksoid tetanus, vaksin pertusis (DPT,DT), Hib conjugate, hepatitis B dan

vaksin influenza.

Pada beberapa vaksin apabila rusak akan terlihat perubahan fisik. Pada vaksin

DPT misalnya akan terlihat gumpalan antigen yang tidak bisa larut lagi

walaupun sudah dikocok sekuat kuatnya. Sedangkan vaksin lain tidak akan

berubah penampilan fisik walaupun potensinya sudah hilang/berkurang.

Vaksin yang sudah dilarutkan lebih cepat rusak. Dengan demikian kita harus

yakin betul bahwa cara penyimpanan yang kita lakukan sudah benar dan

menjamin potensi vaksin tidak akan berubah.

By Agustinawati Togatorop 28

Page 29: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

Lemari Pendingin untuk Penyimpanan Vaksin yang aman

Termometer ruangan di bagian tengah lemari pendingin harus ada, temperatur

dicek dan dicatat secara teratur setiap hari.

Lemari pendingin harus ditutup rapat, tidak boleh ada kebocoran pada sekat

pintu

Lemari pendingin tidak boleh dipakai untuk menyimpan makanan atau

minuman.

Botol plasti berisi es atau air garam diletakan di baigan bawah lemari

pendingin untuk mempertahankan keseimbangan temperatur dalam ruang

lemari pendingin, terutama apabila sedang tidak ada arus listrik.

Lemari pendingin boleh dibuka seminimal mungkin

Defrosting harus dilakukan secara teratur pada lemari pendingin yang tidak

frost free untuk mencegah terbentuknya gumpalan es di ruang pembeku.

Letakan vaksin di rak bagian atas atau tengah, jangan di rak bagian bawah atau

di daun pintu karena perubahan temperatur terlalu besar apabila pintu dibuka-

tutup terlalu sering

Jangan memenuhi lemari pendingin dengan vaksin secara berlebihan karena

akan menggangu sirkulasi udara dingin dalam lemari pendingin.

Selama dilakukan defrosting atau pembersihan lemari pendingin, maka vaksin

harus dipindahkan ke lemari pendingin lainnya atau disimpan dalam kotak

berisolasi yang berisi es atau ice pack.

Prosedur yang harus diperhatikan waktu menggunakan vaksin:

Vaksin yang sudah kadaluarsa harus segera dikeluarkan dari lemari pendingin

untuk mencegah terjadinnya kecelakaan.

Vaksin harus selalu ada di dalam lemari pendingin sampai saatnya dibutuhkan,

semua vaksin yang sudah tidak digunakan lagi harus dikembalikan ke dalam

lemari pendingin.

Di lemari pendingin vaksin yang sudah terbuka atau sedang dipakai diletakan

dalam satu wadah/tempat khusus sehingga segera dapat dikenali.

Vaksin BCG yang sudah keluar masuk lemari pendingin selama pemeriksaan

klinik harus dibuang pada saat akhir klinik.

Vaksin polio oral dapat cepat dicairkan dan cepat pula dibekukan kembali

sampa 10 kali tanpa kehilangan potensi vaksin. Vaksin polio oral dapat

By Agustinawati Togatorop 29

Page 30: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

dipakai beberapa kali pemeriksaan poliklinik asalkan memenuhi syarat-syarat

belum kadaluarsa dan vaksin disimpan dalam lemari pendingin penyimpan

vaksin yang memadai.

Untuk vial vaksin multidosis yang mengandung bakteriostatik misalnya DPT,

vial yang terpakai dibuang bila sudah kadaluarsa atau terkontaminasi.

Vaksin yang tidak mengandung bakteriostatik segera dibuang dalam waktu 24

jam apabila sudah terpakai.

Vaksin campak dan MMR yang sudah dilarutkan agar dibuang setelah 8 jam.

Vaksin Hib yang sudah dilarutkan harus dibuang setelah 24 jam.

By Agustinawati Togatorop 30

Page 31: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

BAB VKESIMPULAN

Pada saat seorang bayi dilahirkan ke dunia, ia sudah harus menghadapi

berbagai 'musuh' yang mengancam jiwa. Virus, bakteri, dan berbagai bibit penyakit

sudah siap menerjang masuk ke tubuh yang masih tampak lemah itu.

Lemah? Tidak juga. Ternyata sang bayi mungil pun sudah siap untuk menghadapi

kerasnya dunia. Berbekal antibodi yang diberikan ibunya, ia siap menyambut

tantangan. Inilah contoh dari apa yang kita sebut sebagai daya imunitas (kekebalan)

tubuh.

Penggolongan sistem kekebalan

Kekebalan tubuh dapat kita kelompokkan menjadi dua golongan:

1. Kekebalan pasif

2. Kekebalan aktif

Kekebalan pasif terjadi bila seseorang mendapatkan daya imunitas dari luar

dirinya. Jadi, tubuhnya sendiri tidak membentuk sistim kekebalan tersebut. Kekebalan

jenis ini bisa didapat langsung dari luar, atau secara alamiah (bawaan).

Keunggulan dari kekebalan pasif adalah langsung dapat dipergunakan tanpa

menunggu tubuh penderita membentuknya. Kelemahannya adalah tidak berlangsung

lama. Kekebalan jenis ini memang biasanya hanya bertahan beberapa minggu sampai

bulan saja.

Kekebalan aktif terjadi bila seseorang membentuk sistem imunitas dalam

tubuhnya. Kekebalan bisa terbentuk saat seseorang terinfeksi secara alamiah oleh

bibit penyakit, atau 'terinfeksi' secara buatan saat diberi vaksinasi.

Kelemahan dari kekebalan aktif ini adalah memerlukan waktu sebelum si

penderita mampu membentuk antibodi yang tangguh untuk melawan agen yang

menyerang. Keuntungannya, daya imunitas biasanya bertahan lama, bahkan bisa

seumur hidup.

Imunitas pasif alamiah

Pada saat seorang bayi lahir ke dunia, ia dibekali dengan sistem kekebalan tubuh

bawaan dari ibunya. Inilah yang kita sebut sebagai kekebalan pasif alamiah.

By Agustinawati Togatorop 31

Page 32: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

Kekebalan jenis ini sangat tergantung pada kekebalan yang dipunyai oleh si ibu.

Misalnya, bila ibu mendapat imunisasi tetanus pada saat yang tepat di masa

kehamilan, maka anak mempunyai kemungkinan sangat besar untuk terlindung dari

infeksi tetanus di saat kelahirannya. Bila si ibu sendiri tidak mempunyai daya

imunitas terhadap tetanus, maka apa yang bisa dibekalkan untuk anaknya?

Imunitas bawaan yang dibekalkan pada si buah hati antara lain imunitas terhadap

difteri dan campak.

Imunitas pasif didapat

Pada keadaan ini, daya imunitas diperoleh dari luar, misalnya pemberian serum

antitetanus. Kelebihannya dapat langsung dipergunakan tubuh untuk melawan bibit

penyakit, tapi sayangnya kekebalan jenis ini biasanya mempunyai waktu efektif yang

pendek.

Contoh imunitas pasif didapat:

Serum antitetanus

Serum antirabies

Serum antibisa ular

Imunitas aktif alamiah

Pada saat tubuh kita dimasuki oleh bibit penyakit, terjadi suatu mekanisme

pembentukan sistem pertahanan tubuh yang spesifik terhadap bibit penyakit yang

menyerang. Dengan demikian, bila bibit penyakit tersebut mencoba kembali masuk ke

tubuh kita, tubuh sudah siap dengan pertahanannya.

Imunitas aktif didapat

Sesungguhnya prinsip dari imunitas aktif didapat ini diambil dari imunitas

aktif alamiah. Bedanya, kita 'menyajikan' bibit penyakit atau bagian daripadanya, agar

tubuh dapat membentuk sistem imunitas spesifik sebelum bibit penyakit tersebut

benar-benar datang. Inilah yang dikenal sebagai vaksinasi.

Keuntungan dari pemberian vaksinasi adalah kita dapat mengontrol agar

masuknya bibit penyakit (agen) tidak sampai menimbulkan penyakit yang parah pada

diri si penerima. Walau mungkin tidak bergejala, dalam keadaan normal kekebalan

tetap terbentuk.

By Agustinawati Togatorop 32

Page 33: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

Vaksin akan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk bereaksi terhadap

agen yang kita masukkan. Mungkin akan timbul sedikit keluhan pada penerima

(resipien) akibat 'peperangan' yang terjadi antara sistim imunitas spesifik yang

terbentuk dan agen (dalam vaksin) yang kita masukkan. Tapi setelah itu, akan

terbentuk antibodi yang selalu siap untuk mengingat musuh-musuhnya. Jadi bila di

belakang hari agen yang sama berusaha masuk, tubuh dengan cepat dapat

melipatgandakan antibodi spesifiknya untuk membunuh agen tersebut.

Vaksin mengandung substansi atau antigen yang relatif tidak berbahaya bagi

tubuh penerima (resipien). Substansi atau antigen yang dipergunakan biasanya didapat

dari mikroorganisme penyebab penyakit itu sendiri.

Komponen yang diberikan bisa berupa:

Virus yang dilemahkan

Bakteri yang sudah dimatikan

Toksin kuman

Toksoid

Pemberian imunisasi aktif dan pasif bisa diberikan secara sendiri-sendiri ataupun

bersama-sama. Contoh pemberian bersama-sama adalah pada kasus infeksi tetanus.

Pemberian serum antitetanus diperlukan agar tubuh dapat segera melawan bibit

penyakit, tapi vaksin antitetanus juga harus diberikan agar tubuh dapat membentuk

sendiri sistem pertahanan tubuh terhadap tetanus. Pada saat daya kerja serum

antitetanus telah habis, sistem kekebalan tubuh penderita telah siap menggantikannya.

Jenis-jenis imunisasi

Ada berbagai ragam jenis imunisasi yang dapat diberikan. Tidak semua orang

memerlukan pemberian imunisasi tersebut. Faktor epidemiologi harus

dipertimbangkan untuk menentukan imunisasi apa yang harus diberikan pada

seseorang.

Jenis-jenis imunisasi itu antara lain:

1. BCG

2. DPT

3. Polio

4. Campak

5. Hepatitis B

By Agustinawati Togatorop 33

Page 34: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

6. DT

7. Tetanus

8. Hemophylus influensa B

9. MMR

10. Tifoid

Komplikasi

Tergantung dari jenis imunisasi yang diberikan

Mendapatkan imunisasi bukan jaminan terhindar dari penyakit. Walau

demikian, biasanya penyakit yang diderita menjadi lebih ringan dan cepat membaik.

Yang paling penting, ancaman terhadap jiwa jauh berkurang.

Kebanyakan orangtua merasa khawatir terhadap berbagai gejala klinis yang

muncul, misalnya demam, setelah anak mendapat vaksinasi. Kekhawatiran ini

membuat sebagian dari mereka memutuskan untuk tidak memberikan imunisasi

kepada si buah hati tercinta. Bila Anda kebetulan berpikir demikian, ingatlah bahwa

keputusan tersebut bisa menghadapkan anak pada bahaya yang jauh lebih besar di

kemudian hari.

Bila ingin memberikan imunisasi kepada si buah hati, jangan lupa mengingat

waktu pemberian yang tepat. Bila Anda rajin memeriksakan si buah hati, dokter

biasanya akan mengingatkan waktu pemberian imunisasi yang akan datang.

By Agustinawati Togatorop 34

Page 35: REferat imunisasi

Rasionalisasi pemberian imunisasi pada anak

DAFTAR PUSTAKA

1. IGN Ranuh, Hariyono Suyitno, SRI Rezeki S Hadinegoro, Cissy B

Kartasasmita. Pedoman imunisasi di Indonesia. Satgas Imunisasi Ikatan

Dokter Anak Indonesia. Edisi kedua, Tahun 2005.

2. Lawrence M Tierney Jr MD, Stephen J McPhee MD, Maxine A Papadakis

MD. Current Medical Diagnosis and Treatment 2002. Page 1313-1319.

3. Eric AF Simoes MD DCH and Jessie R Groothius MD. Immunization. Page

235-258.

4. http://www.naila rad.net.id/detail.

5. http://www.bayisehat.com/category/uncategorized .

6. http://www.sahabatnestle.co.id/HOMEV2/main/TKSK/TKSK_ndnp .

7. http://id.wikipedia.org/wiki/jadwal_imunisasi .

8. http://www.infeksi.com/hiv/mobile/articles,php .

9. http://www.tempointeractive.com .

10. http://www.indomedia.com .

11. http://www.ismnsurizan.com .

12. http://www.indosiar.com

13. http://www.jakarta.go.id .

14. http://www.bayi.us/imunisasi.php .

15. http://www.puterakembara.org/rm/alergi.shtml .

16. http://www.groups.google.co.id .

17. http://www.sehatgroup.teb.id .

18. http://www.pikiran-rakyat.com .

19. http://www.tabloid-nakita.com .

20. http://www.yahoo.com

By Agustinawati Togatorop 35