Top Banner
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2013 UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA HIV/AIDS TANPA KOMPLIKASI DISUSUN OLEH: ZARAH ALIFANI DZULHIJJAH 1102090115 VINNY RAHMAYANI 1102080111 ROSLINDA 11020800023 PEMBIMBING: dr. JAMBRI PRANATA SUPERVISOR: dr. NADRA MARICAR, Sp.S BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA 1
27

Referat HIV/AIDS tanpa komplikasi

Oct 22, 2015

Download

Documents

neurologi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat HIV/AIDS tanpa komplikasi

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2013

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

HIV/AIDS TANPA KOMPLIKASI

DISUSUN OLEH:

ZARAH ALIFANI DZULHIJJAH 1102090115

VINNY RAHMAYANI 1102080111

ROSLINDA 11020800023

PEMBIMBING:

dr. JAMBRI PRANATA

SUPERVISOR:

dr. NADRA MARICAR, Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2013

HIV/AIDS TANPA KOMPLIKASI

1

Page 2: Referat HIV/AIDS tanpa komplikasi

I. PENDAHULUAN

AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan

gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat

infeksi oleh virus HIV (Human immunodeficiency virus) yang termasuk family

retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.1,2,3

HIV/AIDS adalah penyakit yang relatif baru ditemukan. Infeksi lainnya seperti

malaria, wabah, kusta, tuberkulosis, campak, dan kolera telah mempengaruhi

mayoritas umat manusia selama berabad-abad. HIV muncul di akhir abad ke-20. Ini

dikenal sebagai dekade "diam" karena kemungkinan besar HIV pertama muncul

sekitar tahun 1960-an tetapi tidak diketahui atau tidak dilaporkan. Penyebaran

dimulai pada tahun 1970-an ketika komunitas medis mulai menyadari hal ini. HIV

diperkirakan berasal di Afrika, dimana manusia memburu simpanse. Virus yang

mempengaruhi kera sangat mirip dengan HIV dan disebut SIVcpz (simian

immunodeficiency virus). Virus ini menyebar ke manusia setelah kontak dengan darah

terinfeksi simpanse selama berburu simpanse. Selama bertahun-tahun manusia yang

terinfeksi HIV hanya terbatas pada daerah terpencil dari Afrika. Dengan peningkatan

kontak antar manusia, virus mulai menyebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, 34, 3

juta kasus HIV di seluruh dunia, dengan jumlah terbesar di Afrika Selatan,

diperkirakan. Uji vaksin HIV dimulai di Oxford pada 2000. Pada tahun 2003 di

Swaziland dan Botswana di Afrika Selatan, hampir 40% dari orang dewasa vaksin

HIV + AIDS gagal. Enfuviride obat baru yang disebut fusion inhibitor telah disetujui

di Amerika Serikat. Pada tahun 2005, perusahaan obat dan pembuat sepakat untuk

membuat tersedia obat anti-virus generik yang lebih murah. Di Indonesia, kasus

pertama AIDS dilaporkan secara resmi oleh Departemen Kesehatan tahun 1987, yaitu

pada seorang warga negara Belanda di Bali.1,4

Dalam tubuh ODHA ( Orang Dengan HIV/AIDS) , partikel virus bergabung

dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, maka seumur

2

Page 3: Referat HIV/AIDS tanpa komplikasi

hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian

berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi

pasien AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampIr semua orang yang

terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan

penyakit tersebut menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan

perusakan system kekebalan tubuh yang juga bertahap. 1

II. EPIDEMIOLOGI

Pusat perhatian HIV akan didasarkan pada data dari Amerika karena statistik

yang berasal dari Amerika Serikat merupakan yang paling mutakhir dan terlengkap.

Namun demikian, kecendrungan di negara berkembang kadang- kadang berbeda

secara bermakna, dan kecendrungan ini akan disorot secara khusus jika diperlukan.

Penularan HIV/AIDS terjadi akibat infeksi melalui cairan tubuh yang mengandung

virus HIV, yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual,

jarum suntik pada pengguna narkotika, transfusi komponen darah, dan dari ibu yang

terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya. Oleh karena itu, kelompok yang beresiko

tinggi terhadap HIV/AIDS adalah pengguna narkotika, pekerja seks komersil dan

pelanggannya.1,5

Di tahun 1991 ketiga obat untuk memperlambat perkembangan AIDS,

dideoxycytidine (ddC) dikembangkan. Pada tahun 1994, tercatat bahwa AZT bisa

mengurangi risiko penularan virus HIV positif ibu untuk bayi. Pada tahun 1995,dari

total orang yang terkan AIDS, diperkirakan 18 juta HIV orang dewasa dan 1,5 juta

HIV anak-anak dilaporkan. AIDS menjadi penyebab utama kematian di kelompok

usia 25-44 di Amerika Serikat. Pada tahun 1995 jenis baru obat adalah disetujui

disebut saquinivir, protease inhibitor enzim. Perkiraan kematian global dari AIDS

adalah 9 juta. Pada tahun 1997 diperkirakan bahwa 40 juta orang dinyatakan HIV

positif. AIDS dinyatakan 4 terbesar global penyebab kematian pada tahun 1999.4

3

Page 4: Referat HIV/AIDS tanpa komplikasi

Ada tiga cara utama penularan virus HIV, yaitu kontak seksual, inokulasi

parenteral, dan perjalanan virus dari ibu yang terinfeksi terhadap bayi mereka yang

baru lahir. Penularan seksual jelas merupakan cara infeksi yang paling utama di

seluruh dunia, secara umum disebabkan oleh aktivitas heteroseksual. Virus berada di

dalam semen secara ekstraseluler maupun di dalam sel inflamasi mononuclear, dan

memasuki tubuh resipien melalui robekan atau lecet pada mukosa. Yang jelas, semua

bentuk penularan seksual dibantu dan dipermudah oleh adanya penyakit menular

seksual lainnya.1,2,3,5

Penularan parenteral HIV dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu

penyalahgunaan obat intravena, penderita hemophilia yang menerima konsentrat

faktor VIII atau IX, dan resipien acak transfuse darah.Diantara penyalah guna obat

intravena, penularan terjadi melalui penggunaan jarum, alat suntik, atau perlengkapan

lain secara bersama yang tercemar oleh darah yang mengandung HIV.3

Penularan dari ibu ke bayi secara vertical merupakan penyebab utama AIDS

pada anak- anak. Ada tiga rute yang terlibat, yaitu: 1,2,3,5

1. In utero, yaitu melalui penyebaran transplasental

2. Intrapartum, yaitu selama persalinan

3. Ingesti, yaitu melalui air susu ibu yang tercemar oleh HIV

Dari ketiga jalur rute ini, rute transplasental dan intrapartum berperan pada

sebagian besar kasus. 5

III. ETIOLOGI

AIDS disebabkan oleh HIV, suatu retrovirus pada manusia yang termasuk

dalam keluarga lentivirus. Dua bentuk HIV yang berbeda secara genetik, tetapi

berbeda secara antigen, yaitu HIV-1 dan HIV-2, telah berhasil diisolasi dari penderita

AIDS. HIV-1 merupakan tipe yang lebih sering dihubungkan dengan AIDS di

Amerika Serikat, Eropa, dan Afrika Tengah, sedangkan HIV-2 menyebabkan

penyakit yang serupa, terutama di Afrika Barat. 1,2,3,5

4

Page 5: Referat HIV/AIDS tanpa komplikasi

Seperti sebagian besar retrovirus, virion HIV-1 berbentuk sferis dan

mengandung inti berbentuk kerucut yang padat electron dan dikelilingi oleh selubung

lipid yang berasal dari membrane sel pejamu. Inti virus tersebut mengandung kapsid

utama protein p24, nukleokapsid protein p7/p9, dua salinan RNA genom, dan ketiga

enzim virus protease, reverse transcriptase, dan integrase. P24 adalah antigen virus

yang paling mudah dideteksi sehingga menjadi sasaran antibodi yang digunakan

untuk mendiagnosis infeksi virus HIV dalam pemeriksaan darah. Selubung virus itu

sendiri tersusun atas dua glikoprein virus (gp 120 dan gp41) yang sangat penting

untuk infeksi HIV pada sel. 1,2,3,5

Berdasarkan analisis molecular, HIV-1 dapat dibagi menjadi dua kelompok

yang lebih luas, yaitu disebut dengan M (major) dan O (outlier). Virus kelompok M,

bentuk yang lebih umum di seluruh dunia, dibagi lebih lanjut ke dalam subtipe (juga

disebut dengan clades), yang diberi nama dari A hingga J. Clade tersebut berbeda-

beda dalam sebaran geografisnya, dengan B merupakan bentuk paling umum

ditemukan di Eropa Barat serta Amerika Serikat dan E paling umum ditemukan di

Thailand. Selain homolog molekularnya, clade ini menunjukkan perbedaan pula

dalam cara penularannya. Oleh karena itu, clade E terutama tersebar melalui kontak

heteroseksual (laki- laki- ke- perempuan), kemungkinan karena kemampuannya

menginfeksi sel dendrite subepitel vagina. Sebaliknya, virus clade B tumbuh dengan

buruk dalam sel dendrite dan mungkin paling baik jika ditularkan melalui pengenalan

monosit dan limfosit yang terinfeksi. 1,2,3,5

5

Page 6: Referat HIV/AIDS tanpa komplikasi

Gambar 1 Struktur Virus HIV

Dikutip dari kepustakaan 6

IV. PATOGENESIS

Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu.

Sebagian memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi akut, 3-6 minggu setelah

terinfeksi. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar

getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV

asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berkembang selama 8-

10 tahun. Tetapi ada sekelompok kecil orang yang perjalanan penyakitnya amat

cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun, dan adapula yang perjalanannya lambat (non-

progressor). 1,2,3,5

Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA (Orang Dengan

HIV AIDS) mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi oportunistik seperti

berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening,

diare, tuberculosis, infeksi jamur, herpes dll. 1,2,3,5

6

Page 7: Referat HIV/AIDS tanpa komplikasi

Dua sasaran utama infeksi HIV, yaitu sistem imun dan sistem saraf pusat.

Mekanismenya adalah sebagai berikut:3

1. Patogenesis penyakit HIV secara imunologis.

Infeksi monosit dan makrofag sangat penting dalam patogenesis HIV.

Makrofag adalah “penjaga-gerbang” infeksi HIV. Selain memberikan jalan masuk

untuk penularan awal, monosit dan makrofag merupakan reservoir dan “pabrik”

virus, yang hasil keluarannya tetap sangat terlindungi dari pertahanan pejamu.

Makrofag juga menyediakan suatu kendaraan untuk pengangkutan HIV menuju

berbagai tempat di tubuh, khususnya sistem saraf.3

Keadaan imunosupresi berat, yang terutama menyerang imunitas seluler,

merupakan penanda AIDS. Hal ini terutama disebabkan oleh infeksi dan

hilangnya sel T CD4+ serta gangguan pada fungsi kelangsungan hidup sel T-

helper. Makrofag dan sel dendrite juga merupakan sasaran infeksi HIV. Molekul

CD4+ merupakan suatu reseptor untuk HIV yang berafinitas tinggi. Hal ini

menjelaskan mengenai tropisme (kecondongan) selektif virus terhadap sel T

terutama makrofag dan sel dendrite. Namun, dengan berikatan pada CD4 tidak

cukup untuk menimbulkan infeksi, selubung gp120 HIV juga harus berikatan pada

molekul permukaan sel lainnya untuk memudahkan masuknya sel. Peranan ini

dimainkan oleh dua molekul reseptor kemokin permukaan sel, CCR5 dan CXCR4.

Selubung gp120 HIV (menempel secara nonkovalen pada transmembran gp41)

mula- mula berikatan pada molekul CD4. Ikatan ini menyebabkan perubahan

konformasional yang membuka suatu lokasi pengenalan baru pada gp120 untuk

koreseptor CXCR4 (sebagian pada sel T) atau CCR5 (sebagian besar pada

makrofag). Kemudian gp41 akan mengalami perubahan konformasional yang

memungkinkan masuknya rangkaian peptide gp41 ke dalam membran target

sehingga memudahkan fusi sel- virus. Setelah terjadi fusi, inti virus yang

mengandung genom HIV memasuki sitoplasma sel. Koreseptor merupakan

komponen penting pada proses infeksi HIV. Oleh karena itu, kemokin dapat

7

Page 8: Referat HIV/AIDS tanpa komplikasi

bersaing dengan virus untuk berikatan dengan reseptornya, dan kadar kemokin

dalam lingkungan mikro yang mengelilingi HIV dan sel targetnya dapat

memengaruhi efisiensi infeksi virus in vivo.3

Sekali mengalami internalisasi, genom virus mengalami transkrip-balik

(reverse transcription), yang membentuk DNA komplementer (cDNA) . Pada sel

T istirahat, cDNA provirus HIV dapat tetap berada dalam sitoplasma dalam

bentuk episomal linear. Tetapi, pada sel T yang sedang membelah, cDNA akan

memasuki nucleus dan akan terintegrasi ke dalam genom pejamu. Setelah

integrasi, provirus tersebut dapat tetap tidak ditranskripsikan selama berbulan-

bulan atau bertahun- tahun dan infeksinya menjadi laten; jika tidak demikian,

DNA provirus dapat ditranskripsikan untuk membentuk partikel virus yang

lengkap yang tumbuh dari membran sel. Infeksi produktif tersebut, yang disertai

dengan pertumbuhan virus yang meluas, menyebabkan kematian sel.3

Infeksi HIV ditandai oleh hilangnya sel CD4+ yang terus- menerus, dan

pada akhirnya terkuras dari darah perifer. Infeksi produktif sel T merupakan

mekanisme terjadinya deplesi sel T CD4+ akibat infeksi HIV. Awalnya, HIV

berkolonisasi di organ limfoid (limpa, kelenjar getah bening, tosil) dan

menginfeksi sel T, makrofag, dan sel dendrite. Organ ini merupakan tempat

penyimpanan sel yang terinfeksi. Pada awalnya, sistem imun dapat berproliferasi

secara giat untuk menggantikan sel T yang mati sehingga menyamarkan kematian

sel yang masif yang terutama terjadi dalam jaringan limfoid. Hilangnya sel T

terjadi karena lisis sel langsung karena infeksi HIV produktif.3

Hilangnya sel T dapat terjadi melalui mekanisme lain, yaitu hilangnya

prekursor imatur sel T CD4+ akibat infeksi langsung pada sel progenitor timus

atau infeksi sel aksesoris yang menyekresikan sitokin yang penting untuk

diferensiasi sel T CD4+.3

Jadi hilangnya sel CD4+ terjadi, baik akibat meningkatknya perusakan

maupun berkurangnya produksi. Akhirnya, pada infeksi HIV lanjut, pada saat

8

Page 9: Referat HIV/AIDS tanpa komplikasi

jumlah sel T CD4+ dikuras habis, makrofag tetap merupakan tempat utama untuk

kelanjutan replikasi virus.3

2. Patogenesis serangan pada sistem saraf

Patogenesis manifestasi neurologis pada AIDS pantas untuk dibahas secara

khusus karena selain sistem limfoid, sistem saraf juga merupakan sasaran utama

infeksi HIV. Makrofag dan sel yang masuk dalam jalur keturunan monosit dan

makrofag (mikroglia) merupakan jenis sel terbanyak dalam otak yang terinfeksi

HIV . Kemungkinan terbesar adalah karena virus tersebut dibawa masuk ke dalam

otak oleh monosit terinfeksi. Namun, mekanisme kerusakan otak yang diinduksi

oleh HIV, dan arena luasnya perubahan neuropatologis sering kali lebih sedikit

daripada yang diperkirakan berdasarkan keparahan gejala neurologisnya, sebagian

besar peneliti meyakini bahwa defisit neurologisnya disebabkan secara tidak

langsung oleh produk virus dan faktor terlarut, seperti sitokin TNF yang dihasilkan

oleh makrofag/ microglia. Selain itu, nitrit oksida yang diinduksi di dalam sel

neuron oleh gp41 dan perusakan neuron secara langsung oleh gp120 HIV terlarut

telah pula dianggap sebagai penyebabnya.3

V. GEJALA KLINIS DAN PERJALANAN PENYAKIT

Perjalanan klinis infeksi HIV tebagi atas 3 tahap, yaitu:

1. Fase Akut

Fase akut menggambarkan respon awal seorang dewasa yang imunokompeten

terhadap infeksi HIV. Secara klinis, secara khas penyakit pada fase ini sembuh

sendiri 3-6 minggu setelah infeksi. 3

Fase ini ditandai dengan gejala nonspesifik, yaitu nyeri tenggorok, mialgia,

demam, ruam, dan kadang- kadang meningitis aseptik. Namun, segera setelah hal

itu terjadi, akan muncul respon imun yang spesifik terhadap virus, yang dibuktikan

melalui serokonversi ( sekitar 3 hingga 17 minggu setelah pajanan) dan melalui

9

Page 10: Referat HIV/AIDS tanpa komplikasi

munculnya sel T sitotoksik CD8+ yang spesifik terhadap virus. Setelah viremia

mereda, sel T CD4+ kembali mendekati jumlah normal, Namun, berkurangnya

virus dalam plasma bukan merupakan penanda berakhirnya replikasi virus, yang

akan terus berlanjut di dalam makrofag dan sel T CD4+ jaringan. 3

2. Fase Kronis

Fase kronis menunjukkan tahap penahanan relatif virus. Para pasien tidak

menunjukkan gejala ataupun menderita limfadenopati persisten, dan banyak

penderita yang mengalami infeksi oportunistik, seperti sariawan (Candidiasis) atau

herpes zoster. Limfadenopati persisten yang disertai dengan kemunculan gejala

konstitusional yang bermakna (demam, ruam, mudah lelah) mencerminkan onset

adanya dekompensasi sistem imun, peningkatan replikasi virus, dan onset fase

krisis. 3

3. Fase Krisis

Fase ini ditandai dengan kehancuran pertahanan pejamu yang sangat

merugikan, peningkatan viremia yang nyata, serta penyakit klinis. Pasien khasnya

akan mengalami demam lebih dari 1 bulan, mudah lelah, penurunan berat badan,

dan diare. Jumlah CD4+ menurun dibawah 500 sel/µL. 3

Setelah interval yang berubah- ubah, pasien mengalami infeksi oportunistik

yang serius, neoplasma sekunder, dan/ atau manifestasi neurologis , dan pasien

yang bersangkutan dikatakan telah menderita AIDS yang sesungguhnya. 3

Menurut penurunan CD4+, CDC ( Centers for Disease Control )

mengklasifikasikan gejala pasien berdasarkan jumlah sel CD4+, yaitu:3

1. CD4+ lebih dari 500 sel/µL: asimptomatis

2. CD4+ 200- 500 sel/µL: gejala awal penuruna CD4+

3. CD4+ dibawah 200 sel/µL: disertai imunosupresi yang berat

10

Page 11: Referat HIV/AIDS tanpa komplikasi

Menurut Zubair Djoerban, Depkes RI, pembagian tingkatan klinis HIV dibagi

atas:2

1. Tingkat I (asimptomatik/ Limfadenopati Generalisata Persisten (LGP)):

a. Tanpa gejala sama sekali. Pada tingkat ini belum mengalami kelainan sehingga

aktivitas normal.

b. Limfadenopati Generalisata Persisten, yaitu penyakit pada getah bening atau

limfadenopati pada beberapa kelenjar getah bening yang bertahan lama.

2. Tingkat 2 (dini), pada tingkatan ini sudah bergejala tetapi aktivitas masih normal:

a. Penurunan berat badan kurang dari 10%

b. Kelainan mulut dan kulit ringan

c. Herpes zoster yang timbul 5 tahun terakhir, suatu penyakit kulit yang

disebabkan oleh virus herpes varicella zoster.

d. Infeksi saluran napas atas berulang, misalnya sinusitis, yaitu peradangan pada

rongga sinus di tengkorak.

3. Tingkat 3 (menengah)

a. Penurunan berat badan lebih dari 10%

b. Diare kronik lebih dari 1 bulan tanpa diketahui sebabnya

c. Demam yang tidak diketahui penyebabnya selama 1 bulan, hilang timbul

maupun terus- menerus

d. Kandidosis mulut, yaitu adanya infeksi Candida pada daerah mulut

e. Bercak putih berambut dimulut ( hairy leukoplakia)

f. TB paru setahun terakhir

g. Infeksi bacterial berat pada parenkim paru seperti pneumonia

4. Tingkat 4 ( lanjut)

a. Badan menjadi kurus, HIV wasting syndrome, yaitu berat badan turun lebih

dari 10% dan diare kronik tanpa diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan

atau kelemahan kronik dan demam tanpa diketahui sebabnya lebih dari 1

bulan.

11

Page 12: Referat HIV/AIDS tanpa komplikasi

b. Infeksi oportuistik berat

c. Enselofalopati HIV, sesuai kriteria CDC, yaitu gangguan kognitif atau

disfungsi motorik yang mengganggu aktivitas sehari- hari, progreisf sesudah

beberapa minggu atau bulan, tanpa dapat ditemukan penyebab lain kecuali

HIV.

Serangan pada sistem saraf merupakan manifestasi AIDS yang umum terjadi

dan penting. Yang bermakna pada beberapa pasien pasien adalah manifestasi

neurologis dapat merupakan satu- satunya gambaran yang muncul atau yang paling

awal muncul pada infeksi HIV. Gangguan neurologis dapat berupa meningitis

aseptic, mielopati vacuolar, neuropati perifer, dan yang paling umum adalah

enselopati progresif yang secara klinis disebut kompleks demensia- AIDS.5

VI. DIAGNOSIS

Pasien yang baru terdiagnosis infeksi HIV-1 harus memberikan riwayat

penyakit yang lengkap serta melalui pemeriksaan fisis untuk menentukan apakah ada

gejala klinis dari infeksi. Jika ada indikasi, bisa dilakukan pemeriksaan lanjutan.

Pemeriksaan HIV memerlukan konseling sebelum dan setelah pengetesan disertai

informed consent yang baik. Konseling yang tepat diperlukan bagi pasien dengan

hasil positif untuk menjelaskan stigma dan ketakutan berdekatan dengan seseorang

berstatus HIV, kebutuhan untuk menginformasikan pasangan seksual sekarang dan

sebelumnya yang berkemungkinan untuk berisiko, tes HIV bagi anak- anak yang

terlahir setelah pasien terinfeksi HIV, menjelaskan tentang keamanan hubungan

seksual yang aman, dan penolakan terhadap obat- obatan seperti methamphetamine

yang bisa tidak menghalangi perilaku. Pasien harus mendengarkan dengan baik

konselor atau dokter di klinik VCT (Voluntary Counseling aand Testing) yang

memberikan penjelasan.1,2,3,7

Skrining pada pasien saat pemeriksaan sebaiknya juga dilakukan secara rutin

terhadap kemungkinan terjadinya infeksi pada pasien pada yang dicurigai HIV.

12

Page 13: Referat HIV/AIDS tanpa komplikasi

Skrining tidak hanya pada pasien dengan infeksi oportunistik atau keganasan yang

terkait HIV, tetapi juga pada pasien dengan penyakit berat, seperti pneumococcal

bacterial; orang- orang yang dengan faktor resiko tinggi seperti riwayat kontak

seksual (sifilis, gonorea, infeksi Clamidia trachomatis, herpes simpleks genital) atau

penyakit karena penurunan imunitas, seperti herpes zoster, candidiasis, dan

laukoplakia oral; serta orang- orang dengan perilaku berisiko tinggi, seperti kontak

seksual yang tidak aman dan penyalahgunaan obat- obatan. 1,2,3,7

Test yang bisa digunakan adalah test Rapid HIV antibody yang dapat

menunjukkan hasil dalam 20 menit , hal ini dapat meningkatkan efisiensi dari test

untuk perawatan. Sensitifitas dan spesifisitas hasil dari alat test Rapid HIV antibody

sama dengan pemeriksaan enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) standar.

Rapid test berguna dalam beberapa kondisi seperti saat persalinan ibu hamil yang

tidak pernah melakukan pemeriksaan sebelum kehamilan, di klinik penyakit menular

seksual, dan di instalasi gawat darurat, serta di pengaturan rumah sakit, dimana

pengetahuan segera tentang status pasien akan mempengaruhi pengambilan

keputusan perawatan dan perawatan lebih lanjut pasien. Tes antibodi HIV standar

bisa menggunakan kedua test berikut. 7

Konfirmasi dari hasilnya masih dibutuhkan. Tes enzyme linked immunosorbent

assay (ELISA) adalah salah satu tes yang bisa digunakan. Tes enzyme linked

immunosorbent assay (ELISA) , adalah tes yangbereaksi terhadap adanya antibodi

dalam serum dengan memperlihatkan warna yang lebih jelas apabila terdeteksi

antibodi virus dalam jumlah besar. Karena hasil positif palsu dapat menimbulkan

damapak psikologis yang besar, maka hasil uji ELISA yang positif diulang, dan

apabila keduanya positif, maka dilakukan uji yang lebih spesifik, Western blot. Uji

western blot juga dikonfirmasi dua kali. Uji ini lebih kecil kemungkinananya

memberikan hasil positif-palsu atau negatif-palsu. 1,2,3,7,8

HIV juga dapat di deteksi dengan uji lain, yang memeriksa ada tidaknya virus

atau komponen virus sebelum ELISA atau Western blot dapat mendeteksi antibodi.

Prosedur-prosedur ini mencakup biakan virus, pengukuran antigen p24, dan

13

Page 14: Referat HIV/AIDS tanpa komplikasi

pengukuran DNA dan RNA HIV yang menggunakan reaksi berantai polymerase

(PCR) dan RNA HIV-1 plasma. 1,2,3,7,8

VII. PENATALAKSANAAN

Secara umum penatalaksanaan ODHA terdiri atas beberapa jenis, yaitu:1,2,3

1. Pengobatan suportif:

a. Asupan nutris dengan gizi yang baik serta multivitamin.

b. Psikososial dan dukungan agama

c. Istirahat yang cukup.

2. Pengobatan simptomatik: Antipiretik, antiimflamasi, obat diare, dan lain- lain

3. Pengobatan oportunistik:

Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai

infeksi HIV/AIDS , seperti jamur, tuberculosis, hepatitis, toksoplasma, sarcoma

kaposi, limfoma, kanker serviks. Pengobatan penyakit infeksi dengan antibiotic

sesuai dengan kausa infeksi.

4. Pengobatan antiretroviral:

Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat anti retroviral (ARV).

Kombinasi yang diberikan adalah kombinasi penghambat reverse transcriptase

dan penghambat protease. Beberapa penelitian menunjukkan indinavir, retrovir,

dan lamifudin yang diberikan sebagai kombinasi dapat meningkatkan CD4 dan

menghilangkan HIV pada 24/26 sampai ditingkat HIV. Namun, setelah

pengobatan beberapa waktu, mungkin HIVakan bermutasi menjadi resisten dan

toksisitas obat akan muncul sehingga perlu obat baru. Obat- obat yang diteliti

adalah antisense therapy, gene therapy dengan penghambat HIV yang ditujukan

ke CD4 dan sel induk (stem cell).1,2,3

Pengobatan antiretroviral yang bisa diberikan, seperti: 1,2,3

1. Zidovudin (AZT)

14

Page 15: Referat HIV/AIDS tanpa komplikasi

Dosis: 500-600 mg sehari per os

2. Lamivudin (3TC)

Dosis: 150 mg dua kali

3. Neviropin

Dosis: 200 mg sehari selama 14 hari, kemudian 200 mg sehari dua kali.

Berdasarkan guidelines WHO, regimen terapi antiretrovirus, lini pertama

untuk dewasa adalah zidovudine, lamivudine, dan efavirenz. Substitusi satu obat

bisa dilakukan. Stavudine dapat menggantikan zidovudine, dan nevirapine dapat

mengganti efavirenz. Lini pertama bagi anak- anak dibawah 3 tahun adalah

mengganti efavirenz dengan nevirapine. 1,2,3,7

Pengobatan antiretroviral tidak boleh monoterapi. Hal ini dikarenakan

oleh virus HIV yang sangat mudah resisten. Jika dua atau lebih obat digunakan

bersama- sama, virus hanya bisa berkembang sangat lambat dan butuh waktu

lama untuk menjadi resisten. Oleh karena itu, minimal digunakan kombinasi dua

obat dan lebih bagus jika menggunakan kombinasi tiga obat yang berbeda.1,2,3,9

VIII. UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN

Ada beberapa jenis program yang terbukti sukses diterapkan dibeberapa Negara

dan amat dianjurkan oleh Badan Kesehatan Dunia, WHO, untuk dilaksanakan secara

sekaligus, yaitu: 1,2,3,5,7,8,9,10

1. Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda

2. Program penyuluhan sebaya (peer group education) untuk berbagai kelompok

sasaran

3. Program kerja sama dengan media cetak dan elektronik

4. Paket pencegahan komprehensif untuk pengguna narkotika, termasuk program

pengadaan jarum suntik steril

5. Program pendidikan agama

15

Page 16: Referat HIV/AIDS tanpa komplikasi

6. Program layanan pengobatan infeksi menular seksual (IMS)

7. Program promosi kondom dilokalisasi pelacuran dan panti pijat

8. Pelatihan keterampilan hidup

9. Program pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling

10. Dukungan untuk anak jalanan dan pengentasan prostitusi anak

11. Integrasi program pencegahan dengan program pengobatan, perawatan dan

dukungan untuk ODHA

12. Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian obat

ARV.

Banyaknya virus menjadi faktor resiko utama dalam penularan HIV. Pengobatan

sebagai pencegahan berdasarkan fakta bahwa antiretroviral dapat menurunkan jumlah

virus plasma dan genital diamping menurunkan tingkat infeksi. 10

16

Page 17: Referat HIV/AIDS tanpa komplikasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.2006.Hal.1803-1807.

2. Budimulja, Unandar. Sjaiful F Dali. Human Immunodeficiency Virus (HIV)

dan Aquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Dalam: Djuanda, A. Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010.

Hal.427-431.

3. Price, S. Lorraine M Wilson. Buku Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-

proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2005. Hal. 236-237.

4. Mandal,A. Sejarah AIDS. Jakarta.2013.

http://www.news-medical.net/health/History-of-AIDS-%28Indonesian

%29.aspx. Diakses 16 Desember 2013.

5. Kumar,V. Penyakit Imunitas. Dalam: Kumar,V.Ramzi S Cotran. Stanley L

Robbins. Buku ajar Patologi Robbins. Volume 1. Edisi 7. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.2007. Hal.164-176.

6. Bonsor,R. HIV Virus Structure- Anatomi Picture Reference. 2013.

http://healthfavo.com/hiv-virus-structure-anatomy-picture-reference.html.

Diakses 16 Desember 2013.

7. WHO, HIV and Adolescent: HIV Testing and Counseling, Treatment and

Care for Adolescents Living With HIV.Switzerland.2013.

http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/94561/1/9789241506526_eng.pdf .

Diakses 16 Desember 2013.

8. ILO. Addressing HIV and AIDS in The Work Place.Jakarta.2012

www.betterwork.org/indonesia. Diakses 16 Desember 2013.

9. Dean.Antiretroviral Treatment. Australia.2006. http://www.health24.com.

Diakses 16 Desember 2013.

10. Piot, Peter. Response to the AIDS Pandemic- A Global Health Model. UK.

2013. www.nejm.com . Diakses 16 Desember 2013.

17