Referat Ilmu Penyakit Dalam HIPERTIROID PEMBIMBING dr. Agatha Maharani, Sp.PD Oleh: Mierinta Ayu Budiawan, S.Ked (201310401011002) REFERAT UNTUK MELENGKAPI
Referat Ilmu Penyakit Dalam
HIPERTIROID
PEMBIMBING
dr. Agatha Maharani, Sp.PD
Oleh:
Mierinta Ayu Budiawan, S.Ked
(201310401011002)
REFERAT UNTUK MELENGKAPI
SYARAT-SYARAT KEPANITERAAN KLINIK
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD JOMBANG
2014
PENDAHULUAN
Penyakit dan kelainan tiroid merupakan kelainan endokrin kedua yang tersering
dijumpai setelah Diabetes Melitus. Kelainan tiroid memberikan pengaruh ke hampir seluruh
tubuh karena hormon tiroid mempengaruhi banyak organ. Untuk mempelajari dan
mendiagnosis kelainan tiroid perlu memahami sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid, hormon-
hormon yang bekerja pada sumbu tersebut dan pengaruhnya kepada organ-organ lain serta
sebaliknya pengaruh luar kepada sumbu tersebut. Dengan kemajuan teknik analisis hormon
tiroid yang makin sensitif dan spesifik maka dimungkinkan untuk melakukan deteksi dini dan
keadaan subklinis kelainan tiroid dengan lebih baik.
Tidak semua kelainan tiroid menunjukkan kelainan fungsi tiroid, juga ada yang tanpa
gejala (hipertiroidisme dan hipotiroidisme subklinis). Sebaliknya adanya kelainan fungsi
tiroid juga tidak selalu mencerminkan gangguan fungsi tiroid, yaitu pada keadaan non
thyroidal illnesses. Walaupun pola jelas menunjukkan kelainan uji berkaitan dengan keadaan
penyakit tertentu, banyak kelainan yang tidak statis, misalnya tiroiditis postpartum. Juga ada
pengaruh obat-obatan. Hasil analisis hormon-hormon tiroid dapat membantu menegakkan
diagnosis, diagnosis banding dan memantau perjalanan penyakit serta hasil pengobatan yang
berkaitan dengan kelenjar tiroid.
KAJIAN TEORI
Anatomi Tiroid
Kelenjar tiroid terletak di daerah leher depan, di depan trakea, tepat di bawah laring,
berwarna merah coklat dengan 2 lobus yang dihubungkan oleh isthmus. Bentuknya
menyerupai kupu-kupu sehingga sering digambarkan demikian.
Letak kelenjar tiroid
Pengaturan Faal Tiroid
1. TRH (Thyrotrophin releasing hormon)
Hormon ini disintesa dan dibuat di hipotalamus. TRH ini dikeluarkan lewat sistem
hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis.
2. TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
Suatu glikoprotein yang terbentuk oleh sub unit (α dan β). Sub unit α sama seperti hormon
glikoprotein (TSH, LH, FSH, dan human chronic gonadotropin/hCG) dan penting untuk
kerja hormon secara aktif. Tetapi sub unit β adalah khusus untuk setiap hormon. TSH yang
masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor dipermukaan sel tiroid TSH-reseptor (TSH-
r) dan terjadilah efek hormonal sebagai kenaikan trapping, peningkatan yodinasi, coupling,
proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormon meningkat.
3. Umpan balik sekresi hormon.
Kedua ini merupakan efek umpan balik ditingkat hipofisis. T3 disamping berefek pada
hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan
hipofisis terhadap rangsangan TRH.
4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.
Gangguan yodinasi tirosin dengan pemberian yodium banyak disebut fenomena Wolf-
Chaikoff escape, yang terjadi karena mengurangnya afinitas trap yodium sehingga kadar
intratiroid akan mengurang. Escape ini terganggu pada penyakit tiroid autoimun.
Faal Hormon Tiroid
Efek Fisiologik Hormon Tiroid
1. Efek pada perkembangan janin
Sistem TSH dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada janin manusia di dalam 11
minggu. Sebagian T3 dan T4 maternal diinaktivasi pada plasenta. Dan sangat sedikit
hormon bebas mencapai sirkulasi janin. Dengan demikian, janin sebagian besar
tergantung pada sekresi tiroidnya sendiri.
2. Efek pada konsumsi oksigen dan produksi panas
T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi Na+ K+
ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien dan testis. Hal ini berperan pada
peningkatan percepatan metabolisme basal dan peningkatan kepekaan terhadap panas
pada hipertiroidisme.
3. Efek kardiovaskuler
T3 merangsang transkripsi dari rantai alpha miosin dan menghambat rantai beta miosin,
sehingga memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan transkripsi
Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik, meningkatkan kontraksi di diastolik
jantung dan meningkatkan reseptor adrenergik β. Dengan demikian, hormon tiroid
mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang nyata terhadap otot jantung.
4. Efek Simpatik
Hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik-β dalam otot jantung, otot
skeletal dan jaringan adiposa. Mereka juga menurunkan reseptor adrenergik-α
miokardial. Disamping itu, mereka juga dapat memperbesar aksi katekolamin pada
tempat paskareseptor. Dengan demikian, kepekaan terhadap ketokolamin meningkat
dengan nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan obat-obatan penyekat adrenergik-β
dapat sangat membantu dalam mengendalikan takikardi dan aritmia.
5. Efek Pulmonar
Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapnia pada pusat
pernafasan, sehingga terjadi frekuensi nafas meningkat.
6. Efek Hematopoetik
Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan peningkatan
produksi eritropoietin dan peningkatan eritropoiesis. Namun volume darah biasanya
tidak meningkat karena hemodilusi. Hormon tiroid meningkatkan kandungan 2,3
difosfogliserat eritrosit, memungkinkan peningkatan disosiasi O2 hemoglobin dan
meningkatkan penyediaan O2 kepada jaringan.
7. Efek Gastrointestinal
Hormon tiroid merangsang motillitas usus, yang dapat menimbulkan peningkatan
motilitas terjadi diare pada hipertiroidisme. Hal ini juga menyumbang pada timbulnya
penurunan berat badan yang sedang pada hipertiroidisme.
8. Efek Skeletal
Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan resorbsi
tulang dan hingga tingkat yang lebih kecil, pembentukan tulang. Dengan demikian,
hipertiroidisme dapat menimbulkan osteopenia yang bermakna.
9. Efek Neuromuskular
Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak protein struktural,
pada hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian protein dan kehilangan jaringan
otot atau miopati. Terdapat juga suatu peningkatan kecepatan kontraksi dan relaksasi
otot, secara klinik diamati adanya hiperfleksia pada hipertiroidisme. Hormon tiroid
penting untuk perkembangan dan fungsi normal susunan syaraf pusat dan hiperaktivitas
pada hipertiroidisme serta di dalam kehamilan.
10. Efek pada Lipid dan Metabolisme Karbohidrat
Hipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis hati demikian pula
absorbsi glukosa usus. Dengan demikian, hipertiroidisme akan mengeksaserbasi diabetes
melitus primer. Sintesis dan degradasi kolesterol keduanya meningkat oleh hormon
tiroid. Efek yang terakhir ini sebagian besar disebabkan oleh suatu peningkatan dari
reseptor low density lipoprotein (LDL) hati, sehingga kadar kolesterol menurun dengan
aktivitas tiroid yang berlebihan. Lipolisis juga meningkat, melepaskan asam lemak dan
gliserol.
11. Efek Endokrin
Hormon tiroid meningkatkan pergantian metabolik dari banyak hormon dan obat-obatan
farmakologi. Kecepatan produksi kortisol akan meningkat pada pasien hipertiroid dengan
fungsi adrenal normal sehingga mempertahankan suatu kadar hormon sirkulasi yang
normal.
Efek Fisiologik Hormon Tiroid
Definisi
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi.
Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif.
Dengan kata lain hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan hormon tiroid dalam darah
dan biasanya berkaitan dengan keadaan klinis tirotoksikosis.
Etiologi
Penyebab hipertiroidisme sebagian besar adalah penyakit Graves, goiter miltinodular toksik
dan mononodular toksik. Hipertiroidisme pada penyakit Graves adalah akibat antibodi
reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid. Sedang pada goiter multinodular toksik ada
hubungannya dengan autoimun tiroid itu sendiri.
Penyakit graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang penyebabnya tidak
diketahui. Terdapat predisposisi familial kuat pada sekitar 15% pasien graves mempunyai
keluarga dekat dengan kelainan yang sama dan kira-kira 50% keluarga pasien dengan
penyakit graves mempunyai autoantibodi tiroid yang beredar dalam darah. Wanita terkena
kira-kira 5 kali lebih banyak dari pada pria. Penyakit ini terjadi pada segala umur dengan
insidensi puncak pada kelompok umur 20-40 tahun.
Patogenesis
Pada penyakit graves, limfosit T didensitisasi terhadap antigen dalam kelenjar tiroid dan
merangsang limfosit B untuk mensintesa antibodi terhadap antigen-antigen ini. Satu dari
antibodi ditunjukan terhadap tempat reseptor TSH pada membran sel tiroid dan mempunyai
kemampuan untuk merangsang sel tiroid dalam peningkatan pertumbuhan dan fungsi.
Adanya antibodi dalam darah berkorelasi positif dengan penyakit aktif dan kekambuhan
penyakit. Ada predisposisi genetik yang mendasari, namun tidak jelas apa yang mencetus
episode akut ini. Beberapa faktor yang mendorong respon imun pada penyakit graves ialah:
1. Kehamilan.
2. Kelebihan iodida, khusus di daerah defisiensi iodida. Dimana kekurangan iodida dapat
menutupi penyakit Graves laten pada saat pemeriksaan.
3. Infeksi bakterial atau viral. Diduga stres dapat mencetus suatu episode penyakit Graves,
tapi tidak ada bukti yang mendukung.
Manifestasi Klinik
Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum termasuk palpitasi, kegelisahan,
mudah lelah dan diare, banyak keringat, tidak tahan panas, dan senang dingin. Sering terjadi
penurunan berat badan jelas, tanpa penurunan nafsu makan. Pembesaran tiroid, tanda-tanda
tirotoksikosis pada mata, dan takikardi ringan umumnya terjadi. Kelemahan otot dan
berkurangnya massa otot dapat sangat berat sehingga pasien tidak dapat berdiri dari kursi
tanpa bantuan. Pada anak-anak terdapat pertumbuhan cepat dengan pematangan tulang yang
lebih cepat. Pada pasien diatas 60 tahun, manifestasi kardiovaskuler dan miopati sering lebih
menonjol. Keluhan yang paling menonjol adalah palpitasi, dispneu d`effort , tremor, nervous
dan penurunan berat badan.
Terjadinya hipertiroidisme biasanya perlahan-lahan dalam beberapa bulan sampai beberapa
tahun, namun dapat juga timbul secara dramatik. Manifestasi klinis yang paling sering adalah
penurunan berat badan, kelelahan, tremor, gugup, berkeringat banyak, tidak tahan panas,
palpitasi, dan pembesaran tiroid. Penurunan berat badan meskipun nafsu makan bertambah
dan tidak tahan panas adalah sangat spesifik, sehingga segera dipikirkan adanya
hipertiroidisme.
Penderita hipertiroidisme memiliki bola mata yang menonjol yang disebut dengan
eksoftalmus, yang disebabkan oleh edema daerah retro-orbita dan degenerasi otot-otot
ekstraokuli. Penyebabnya juga diduga akibat proses autoimun. Eksoftalmus berat dapat
menyebabkan teregangnya N. Optikus sehingga penglihatan akan rusak. Eksoftalmus sering
menyebabkan mata tidak bisa menutup sempurna sehingga permukaan epithel menjadi kering
dan sering terinfeksi dan menimbulkan ulkus kornea.
Hipertiroidisme pada usia lanjut memerlukan perhatian khusus sebab gejala dan tanda sistem
kardiovaskular sangat menonjol dan kadang-kadang berdiri sendiri. Pada beberapa kasus
ditemukan payah jantung, sedangkan tanda-tanda kelainan tiroid sebagai penyebab hanya
sedikit. Payah jantung yang tidak dapat diterangkan pada umur pertengahan harus dipikirkan
hipertiroidisme, terutama bila ditemukan juga curah jantung yang tinggi atau atrium fibrilasi
yang tidak dapat diterangkan. Pada usia lanjut ada baiknya dilakukan pemeriksaan rutin
secara berkala kadar tiroksin dalam darah untuk mendapatkan hipertiroidisme dengan gejala
klinik justru kebalikan dari gejala-gejala klasik seperti pasien tampak tenang, apatis, depresi
dan struma yang kecil.
Sistem Gejala dan Tanda Sistem Gejala dan TandaUmum Tak tahan hawa panas
hiperkinesis, capek, BB turun, tumbuh cepat, toleransi obat, youth-fullness
Psikis dan saraf Labil, iritabel, tremor psikosis, nervositas, paralisis periodik dispneu
GIT Hiperdefekasi, lapar, makan banyak, haus, muntah, disfagia, splenomegali
Jantung hipertensi aritmia, palpitasi, gagal jantung
Muskular Rasa lemah Darah dan sistem limfatik Limfositosis, anemia, splenomegali, leher membesar
Genitourinaria Oligomenorea, amenorea. Libido turun, infertil, ginekomasti
Skelet Osteoporosis, epifisis cepat menutup dan nyeri tulang
Kulit Rambut rontok, berkeringat, kulit basah, silky hair dan onikolisis
Diagnosis
Manifestasi klinis hipertiroid umumnya dapat ditemukan. Sehingga mudah pula dalam
menegakkan diagnosa. Namun pada kasus-kasus yang sub klinis dan orang yang lanjut usia
perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan diagnosa
hipertiroid. Diagnosa pada wanita hamil agak sulit karena perubahan fisiologis pada
kehamilan seperti pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti pada
tirotoksikosis. Meskipun diagnosa sudah jelas, namun pemeriksaan laboratorium untuk
hipertiroidisme perlu dilakukan, dengan alasan:
1. Untuk lebih menguatkan diagnosa yang sudah ditetapkan pada pemeriksaan klinis.
2. Untuk menyingkirkan hipertiroidisme pada pasien dengan beberapa kondisi, seperti atrial
fibrilasi yang tidak diketahui penyebabnya, payah jantung, berat badan menurun, diare
atau miopati tanpa manifestasi klinis lain hipertiroidisme.
Untuk membantu dalam keadaan klinis yang sulit atau kasus yang meragukan.
Menurut Bayer MF kombinasi hasil pemeriksaan laboratorium Thyroid Stimulating Hormone
sensitif (TSHs) yang tak terukur atau jelas subnormal dan free T4 (FT4) meningkat, jelas
menunjukan hipertiroidisme.
Beberapa Bagan Alur Diagnosis Laboratorium Kelainan Tiroid
Pada kecurigaan adanya kelainan tiroid maka dilakukan uji fungsi tiroid (thyroid function
tests = TFT). Pada awal era pemeriksaan hormon tiroid, parameter yang tersedia adalah T4
total, T3 total, T3 uptake dan TSH. Penetapan T4 total tidak tepat menggambarkan fungsi
tiroid sebab dipengaruhi oleh Thyroid binding globulin (TBG) sehingga hasil dapat tinggi
atau rendah palsu, juga dipengaruhi oleh obat-obatan tertentu. Oleh karena itu ada parameter
hitungan yaitu Free thyroxin index (FTI) yang didapatkan dari nilai T4 total x T3 uptake
sebagai perkiraan kadar T4 bebas. FTI ini lebih baik daripada hanya kadar T4 total. Hasil
yang tinggi sesuai dengan hipertiroidisme dan yang rendah sesuai dengan hipotiroidisme.
TSH lama kurang peka, hanya dapat mendeteksi kadar tinggi sehingga hanya dapat
mendiagnosis hipotiroid. Dengan perkembangan teknik pengukuran yang makin peka maka
dimungkinkan untuk mengukur kadar T4 bebas (FT4), T3 bebas (fT3) dan TSH sensitive
(TSHs). Dengan adanya fT4 dan fT3 maka FTI tidak diperlukan lagi. TSHs dapat mengukur
kadar TSH baik yang tinggi maupun rendah sehingga juga dapat mendiagnosis hipertiroid
atau tirotoksikosis. Sekarang dengan TSH yang dimaksud adalah TSHs. Pada sangkaan
adanya kelainan tiroid baik gangguan fungsi maupun morfologi maka TFT dimulai dengan
TSH, diteruskan dengan fT4 atau fT3. Di bawah ini ada 2 algoritme. Gambar ? membedakan
pasien rawat jalan dan rawat inap dan sudah menggunakan fT4 dan fT3, gambar 5 masih
dengan T4 total dan T3 total.
Algoritma diagnosis laboratorium gangguan fungsi tiroid pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
Penafsiran uji fungsi tiroid laboratorium untuk dokter perawatan primer
Komplikasi
- Jantung: kelainan fibrilasi atrium & ventrikel.
- Krisis Tirotoksikosis
- Episode paralisis
- Hipokalemia, hiperkalsemia, nefrokalsinosis.
- Ginekomastia.
- Penurunan libido.
- Berkurangnya jumlah sperma.
- Impotensi.
- Infertilitas
Edukasi
- Mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung yodium
- Meninggikan bagian kepala tempat tidur berfungsi untuk menurunkan edema jaringan
bila ada komplikasi
- Mengurangi aktivitas berfungsi membantu mengurangi pengaruh dari peningkatan
metabolisme
- Menghindari makanan yang berbumbu dan minuman stimulan
Kelainan Elektrokardiografi
Tidak terdapat kelainan EKG yang khas pada hipertroid maupun penyakit jantung
hipertiroid namun takikardi merupakan kelainan yang hampir selalu dijumpai. Fibrilasi atrial
dijumpai pada 10-20% penderita tirotoksikosis atau 90% dari seluruh jenis aritmia pada
penyakit jantung hipertiroid. Dapat pula terdapat gambaran kontraksi atirum yang prematur,
takikardi atrium paroksismal, flutter, sindroma WPW, pemanjangan interval PR, elevasi
segmen ST dan pemendekan interval QT.
Terapi Hipertiroid
1. PTU (Propyl thiouracyl)
Pada umumnya dosis awal PTU adalah 100-150 mg setiap 6 jam, setelah 4-8 minggu dosis
diturunkan menjadi 50-200 mg sekali atau dua kali dalam sehari. keuntungan PTU
dibandingkan dengan methimazole adalah bahwa PTU dapat menghambat konversi T4
menjadi T3 sehingga lebih efektif dalam menurunkan hormon tiroid secara cepat.
2. Pengobatan dengan yodium radioaktif
Dengan menggunakan I 131, setelah menggunakan iodine radioaktif kelenjar akan
mengecil dan menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu. Indikasi pengobatan dengan yodium
radioaktif diberikan pada :
a. Pasien umur 35 tahun atau lebih.
b. Hipertiroidisme yang kambuh sesudah operasi.
c. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid.
d. Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat antitiroid.
e. Adenoma toksik dan goiter multinodular toksik.
Efek samping pengobatan dengan yodium radioaktif adalah hipotiroidisme, eksaserbasi
hipotiroidisme dan tiroiditis.
3. Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi operasi adalah:
a. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar.
b. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif.
c. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.
d. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.
e. Pasien berusia muda dengan struma besar serta tidak berespon terhadap obat
antitiroid.
Sebelum operasi, biasanya pasien diberi obat antitiroid sampai eutiroid, kemudian diberi
cairan kalium iodide 100-200 mg/hari atau cairan lugol 10-15 tetes/hari, selama 10 hari
sebelum dioperasi untuk mengurangi vaskularisasi pada kelenjar tiroid.
4. Terapi medik lain
a. Pada saat terjadi tirotoksikosis akut preparat penyekat beta adrenergik sangat
membantu untuk mengendalikan takikardi, hipertensi dan atrial fibrilasi. Selain itu
penyekat beta juga dapat membantu menurunkan hormon tiroid melalui menghambat
mekanisme konversi t4 menjadi t3. Dosis propanolol 10-40 mg tiap 6 jam.
b. Nutrisi yang adekuat dan multivitamin
c. Obat-obat sedatif
DAFTAR PUSTAKA
Chandrasoma, Parakrama. (2006). Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta : EGC.
Davey, Patrick. (2005). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Dorland, W. A. Newman. (2002). Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.
Guyton., Hall. (1997). Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Hagedus, L. (2004). The Thyroid Nodule. N Eng J Med351: 1764-71.
Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam edisi 13. Jakarta EGC 2000;5:2144-2151.
http://www.abclab.co.id/?p=815
http://www.abclab.co.id/?p=819
Isselbacher, Kurt J., et al. (2000). Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Vol 3.
Jakarta: EGC.
Lestari, Cindy. (2008). Waspadai Hipertiroid yang Makin Menjamur. Diakses 6 Desember
2008, dari http://tanyadokteranda.com.
Mansjoer, Arif, et al. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FK UI.
Setiyobadi, Bambang, et al. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI.
Shahab A. Penyakit Graves (struma diffusa toksik) diagnosis dan penatalaksanaannya.
Bullletin PIKI4 : seri endokrinologi-metabolisme. 2002:9-18.
Sudoyo AW. Buku ajar penyakit dalam jilid II edisi IV. Jakarta Pusat 2007.