BAB 1PENDAHULUANEndometriosis merupakan kelainan ginekologis
jinak yang sering diderita oleh perempuan usia reproduksi yang
ditandai dengan adanya glandula dan stroma endometrium di luar
letaknya yang normal. Endometriosis pertama kali diidentifikasi
pada pertengahan abad 19 (Von Rockitansky, 1860). Endometriosis
sering didapatkan pada peritoneum pelvis tapi juga didapatkan pada
ovarium, septum rektovaginalis, uterus, tetapi jarang pada vesika
urinaria, perikardium, dan pleura. Endometriosis merupakan penyakit
yang pertumbuhannya tergantung pada hormon esterogen.
Insidensi endometriosis sulit dikuantifikasi oleh karena
gejalanya sering kalo asimptomatis dan pemeriksaan yang dilakukan
untuk menegakkan diagnosis sensitifitasnya rendah. Permpuan dengan
endometriosis bisa tanpa gejala, subfertil atau menderita rasa
sakit pada daerah pelvis terutama waktu menstruasi (dysmenorrhea).
Pada perempuan endometriosis yang asimptomatis prevalensinya
sekitar 2-22% tergantung pada populasinya. Oleh karena berkaitan
dengan infertilitas dan rasa sakit di rongga panggul, prevalensinya
bisa meningkat 20-50%.
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
ENDOMETRIOSIS2.1. DEFINISI
Endometriosis merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan
adanya jaringan endometrial (glandula dan stroma) diluar dari
rongga endometrial. Jaringan endometrial dapat ditemukan dimanapun
di tubuh manusia, tapi daerah yang paling sering adalah ovarium dan
peritoneum pelvis termasuk pagian anterior dan posterior cul de
sacs. Endometriosis di ovarium yang nampak seperti jaringan kistik
dikenal sebagai endometrioma. Tempat tempat lain yang dapat menjadi
tempat potensial endometriosis antara lain adalah uterus posterior,
tuba fallopi, ligamen uterosacral, colon, dan appendix. Walaupun
jarang ditemukan, endometriosis juga dapat terjadi di payudara,
paru paru, dan otak.
2.2. EPIDEMIOLOGIPerkiraan prevalensi endometriosis berkisar
antara 10 dan 15%. Karena konfirmasi bedah penting dalam diagnosa
endometriosis maka prevalensi pasti dari endometriosis belum
diketahui. Endometriosis banyak ditemui pada wanita usia
reproduktif, dan menjadi salah satu alasan tersering hospitalisasi
pada wanita di kisaran usia ini. Kurang lebih 20% wanita yang
menderita nyeri pelvis kronis dan sekitar 30 sampai 40% wanita
dengan infertilitas menderita endometriosis.
2.3. FAKTOR RESIKONuliparitas, menarche dini, menoragia, dan
anomali duktus mllerian berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya endometriosis. Riwayat keluarga juga berpengaruh untuk
terjadinya endometriosis. Wanita yang memiliki hubungan derajat
pertama (ibu atau saudara perempuan) yang mengalami endometriosis
memiliki resiko 7% untuk menderita endometriosis dibandingkan
wanita yang tidak memiliki riwayat keluarga memiliki resiko 1%
untuk menderita endometriosis. Hubungan antara endometriosis dan
penyakit inflamasi autoimun seperti lupus, asma, hipotiroid,
sindrom kelelahan kronis, fibromyalgia, dan alergi juga sedang
dilakukan penelitian. Dengan alasan yang kurang jelas,
endometriosis ditemukan lebih jarang terjadi pada wanita ras kulit
hitam dan Asia.
2.4. PATOFISIOLOGITerdapat tiga teori tentang etiologi dari
endometriosis. Teori Halban menyebutkan bahwa jaringan endometrial
ditransport melalui system limfatik ke beberapa daerah di pelvis,
dimana kemudian ia bertumbuh secara ektopik. Teori Meyer mengatakan
bahwa sel multipotensial di jaringan peritoneal melakukan
transformasi metaplastik menjadi jaringan endometrial fungsional.
Lalu, teori Sampson menyebutkan bahwa jaringan endometrial
ditransport melalui tuba fallopi selama menstruasi retrogard dan
akhirnya terjadi implantasi di intra-abdominal pelvic. Teori ini
dibuktikan dengan ditemukan adanya darah haid dalam rongga
peritoneum pada waktu haid dengan laparoskopi, dan sel endometrium
yang ada dalam darah haid itu dapat dikultur dan dapat hidup
menempel serta bertumbuh kembang pada sel mesotel
peritoneum.Pengaruh genetik juga berperan pada endometriosis,
resiko menjadi 7 kali lebih besar bila ditemukan endometriosis pada
ibu ataupun saudara kandung.Patoimunologi juga dikatakan berperan
pada endometriosis akibat reaksi abnormal imunologi yang tidak
berusaha membersihkan refluks haid dalam rongga peritoneum, malah
memfasilitasi terjadinya endometriosis. Apoptosis sel sel
endometrium ektopik menurun. Pada endometriosis ditemukan adanya
peningkatan jumlah makrofag dan monosit di dalam cairan peritoneum,
yang teraktivasi menghasilkan factor pertumbuhan dan sitokin yang
merangsang tumbuhnya endometrium ektopik.Dijumpai adanya
peningkatan aktifitas aromatase intrinsik pada sel endometrium
ektopik menghasilkan esterogen local berlebihan, sedangkan respons
sel endometrium ektopik pada progesterone menurun.Peningkatan
sekresi molekul neurogenic seperti nerve growth factor dan
reseptornya yang merangsang pertumbuhan syaraf sensoris pada
endometrium.Peningkatan interleukin-1 (IL-1) dapat meningkatan
perkembangan endometriosis dan merangsang pelepasan faktor
angiogenik (VEGF), interleukin-6, interleukin-8, dan merangsang
pelepasan intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang membantu
sel endometrium refluks ke dalam rongga peritoneum terlepas dari
pengawasan imunologis. Interleukin-8 merangsang perlengketan sel
stroma endometrium ke protein matrix extracellular, meningkatkan
aktifitas matrix metalloproteinase yang membantu mplantasi dan
pertumbuhan endometrium ektopik.
2.5. GEJALA KLINIKGejala utama dari endometriosis adalah nyeri
pelvis siklik yang dimulai 1-2 minggu sebelum menstruasi dengan
puncak 1-2 hari sebelum onset menstruasi atau paling lambat setelah
itu. Wanita dengan endometriosis kronis dan remaja dengan
endometriosis biasanya tidak dapat mendemostrasikan bentuk
sakitnya.Gejala lain yang ditemukan pada wanita yang menderita
endometriosis adalah: DismenoreaNyeri haid yang disebabkan oleh
reaksi peradangan akibat sekresi sitokin dalam rongga peritoneum,
akibat perdarahan local pada sarang endometriosis dan oleh adanya
infiltrasi endometriosis ke dalam syaraf pada rongga panggul.
DyspareuniaPaling sering timbul terutama bila endometriosis sudah
tumbuh di sekitar Kavum Douglasi dan ligamentum sakrouterina dan
terjadi perlengketan sehingga uterus dalam posisi retrofleksi.
DiskeziaKeluhan sakit bila buang air besar bila endometriosis sudah
tumbuh dalam dinding rektosigmoid dan terjadi hematokezia pada saat
siklus menstruasi. SubfertilitasPerlengketan pada ruang pelvis yang
dakibatkan endometriosis dapat mengganggu pelepasan oosit dari
ovarium atau menghambat perjalanan ovum untuk bertemu dengan
sperma.Endometriosis meningkatkan volume cairan peritoneal,
peningkatan konsentrasi makrfag yang teraktivasi, prostaglandin,
interleukin-1, tumor nekrosis factor dan protease. Cairan
peritoneum mengandung inhibitor penangkap ovum yang menghambat
interaksi normal fimbrial cumulus. Perubahan ini dapat memberikan
efek buruk bagi oosit, sperma, embrio, dan fungsi tuba. Kadar
tinggi nitric oxidase akan memperburuk motilitas sperma, implantasi
dan fungsi tuba.Antibody IgA dan IgG dan limfosit dapat meningkat
di endometrium perempuan yang terkena endometriosis. Abnormalitas
ini dapat mengubah reseptivitas endometrium dan implantasi embrio.
Autoantibodi terhadap antigen endometrium meningkatk dalam serum,
implant endometrium dan cairan peritoneum dari penderita
endometriosis. Pada penderita endometriosis dapat terjadi gangguan
hormonal (hiperprolaktinimia) dan ovulasi, termasuk sindrom
Luitinized Unruptured Follicle (LUF), defek fase luteal,
pertumbuhan folikel abnormal, dan lonjakan LH dini.
2.6. DIAGNOSIS Pemeriksaan FisikTemuan fisik yang berhubungan
dengan endometriosis awal mungkin halus atau tidak ada. Untuk
memaksimalkan kemungkinan temuan fisik, pemeriksaan fisik harus
dilakukan selama menstruasi awal ketika implan cenderung terbesar
dan paling lembut. Ketika endometriosis memasuki staging yang lebih
lanjut, klinisi mungkin menemukan nodul di uterosakral dan rasa
lunak pada rektovaginal atau uterus retrofleksi. Nyeri saat terjadi
pergerakan rahim sering ditemukan. Kerika ovarium terlibat, masa
adneksa yang lembut dapat teraba dengan pemeriksaan bimanual atau
USG pelvis.
Ultrasonografi (USG)USG hanya digunakan untuk mendiagnosis
endometriosis (kista endometriosis) > 1 cm, tidak dapat
digunakan untuk melihat bintik bintik endometriosis ataupun
perlengketan. Dengan menggunakan USG transvaginal kita dapat
melihat gambaran karakteristik kista endometriosis dengan bentuk
kistik dan adanya interval eko di dalam kista.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)MRI menawarkan pemeriksaan yang
lebih superior dibandingkan dengan USG. MRI dapat digunakan untuk
melihat kista, massa ekstraperitoneal, adanya invasi ke usus dan
septum rektovagina.
Pemeriksaan serum CA 125Serum CA 125 adalah penanda tumor yang
sering digunakan pada kanker ovarium. Pada endometriosis juga
terjadi peningkatan kadar CA 125. Namun, pemeriksaan ini mempunyai
nilai sensitifitas yang rendah. Kadar CA 125 juga meningkat pada
keadaan infeksi radang panggul, mioma, dan trimester awal
kehamilan. CA 125 dapat digunakan sebagai monitor prognostic
pascaoperatif endometriosis, bila nilainya tinggi berarti prognosis
kekambuhannya tinggi. Bila didapati CA 125 > 65 mIU/ml
praoperatif menunjukan derajat beratnya endometriosis.
Bedah LaparoskopiLaparoskopi merupakan alat diagnostik baku emas
untuk mendiagnosis endometriosis. Lesi aktif yang baru berwarna
merah terang, sedangkan lesi aktif yang sudah lama berwarna merah
kehitaman. Lesi nonaktif terlihat berwarna putih dengan jaringan
parut. Pada endometriosis yang tumbuh di ovarium dapat terbentuk
kista yang disebut endometrioma. Biasanya isinya berwarna cokelat
kehitaman sehingga juga diberi nama kista cokelat. Sering ditemukan
endometriosis pada laparoskopik diagnostic, namun pasien tidak ada
keluhan.
Pemeriksaan patologi anatomiPemeriksaan pasti dari lesi
endometriosis adalah didapatkannya adanya kelenjar dan stroma
endometrium.
Klasifikasi Klasifikasi tingkat endometriosis didasarkan pada
Revised American Fertility Society (AFS) yang diperbaharui. Namun,
kelemahan dari pembagian ini adalah derajat beratnya klasifikasi
endometriosis tidak selalalu merujuk beratnya nyeri yang
ditimbulkan ataupun efek infertilitasnya.
2.7. DIAGNOSA BANDINGDiagnosis banding untuk endometriosis
termasuk proses kronis lainnya yang mengakibatkan nyeri panggul
berulang atau massa ovarium seperti penyakit radang panggul,
adenomiosis, irritable bowel syndrome, interstitial cystitis,
pelvic ashesion, kista ovarium fungsional, kehamilan ektopik, dan
neoplasma ovarium.
2.8. TERAPIPilihan pengobatan untuk pasien dengan endometriosis
tergantung pada luas dan lokasi penyakit, tingkat keparahan gejala,
dan keinginan pasien untuk masalah kesuburan di masa depan.
Pengobatan harus dimulai dengan pola pikir bahwa endometriosis
adalah penyakit kronis yang mungkin memerlukan pengelolaan jangka
panjang dan beragam intervensi.
Expectant ManagementDapat digunakan pada pasien dengan gejala
minimal atau tanpa gejala. Untuk pasien lain, pilihan kedua adalah
bedah dan pengobatan medis yang tersedia. Dalam kasus endometriosis
parah atau kronis, pendekatan multidisiplin menggabungkan manajemen
medis dan bedah serta keterlibatan nyeri pusat dan dukungan
kejiwaan dapat memberikan perawatan yang paling komprehensif.
Pengobatan simptomatikPengobatan dengan memberikan anti nyeri
seperti parasetamol, 500 mg 3 kali sehari, Non Steroidal Anti
Inflamatory Drugs (NSAID) seperti ibuprofen 400 mg tiga kali
sehari, asam mefenamat 500 mg tiga kali sehari. Tramadol,
parasetamol dengan codein, GABA inhibitor seperti gabapentin.
Kontrasepsi oralPenanganan terhadap endometriosis dengan
pemberian pil kontrasepsi dosis rendah. Kombinasi monofasik (sekali
sehari selama 6-12 bulan) merupakan pilihan pertama yang sering
dilakukan untuk menimbulkan kondisi kehamilan palsu dengan
timbulnya amenorea dan desidualisasi jaringan endometrium.Kombinasi
pil kontrasepsi apapun dalam dosis rendah yang mengandung 30-35 ug
etinilestradiol yang digunakan terus menerus bisa menjadi efektif
terhadap penanganan endometriosis. Tujuan pengobatan itu sendiri
adalah induksi amenorea, dengan pemberian lanjut selama 6-12 bulan.
Membaiknya gejala dismenorea dan nyeri panggul dirasakan 60-95%
pasien. Tingkat kambuh pada tahun pertama terjadi sekitar
17-18%.Kontrasepsi oral merupakan pengobatan dengan biaya lebih
rendah dibandingkan dengan yang lainnya dan bias sangat membantu
terhadap penanganan endometriosis jangka pendek, dengan potensi
keuntungan yang bida dirasakan jangka panjang.
ProgestinProgestin memungkinkan efek antiendometriosis dengan
menyebabkan desidualisasi awal pada jaringan endometrium dan
diikuti dengan atrofi. Progestin dapat dianggap sebagai pilihan
utama terhadap penanganan endometriosis karena efektif mengurangi
rasa sakit seperti danazol, lebih murah, tetapi memiliki efek
samping lebih ringan dibandingkan danazol.Hasil pengobatan telah
dievaluasi pada 3-6 bulan setelah terapi. Medroxyprogesteron
Acetate (MPA) adalah hasil yang paling sering diteliti dan sangat
efektif dalam meringankan rasa nyeri. Dimulai dengan dosis 30 mg
per hari kemudian ditingkatkan sesuai dengan respons klinik dan
pola perdarahan. MPA 150 mg yang diberikan intramuskuler setiap 3
bulan, juga efektif terhadap penanganan rasa nyeri pada
endometriosis.Pengobatan dengan suntikan progesterone. Pemberian
suntikan progesterone depot seperti suntikan KB dapat membantu
mengurangi gejala nyeri dan perdarahan. Efek samping progestin
adalah peningkatan berat badan, perdarahan lecut, dan nausea.
Pilihan lain dengan menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
yang mengandung progesterone, levonorgestrel dengan efek timbulnya
amenorea dapat digunakan untuk pengobatan endometriosis.Strategi
pengobatan lain meliputi didrogestion (20-30 mg perhari baik itu
terus menerus maupun pada hari ke 5-25) dan lynesterol 10 mg per
hari. Efek samping progestin meliputi nausea, bertambahnya berat
badan, depresi, nyeri payudara dan perdarahan lecut.
Danazol Danazol adalah suatu turunan 17 alpha ethinyltestosteron
yang menyebabkan level androgen dalam jumlah tinggi dan level
esterogen dalam jumlah yang rendah sehingga menekan berkembangnya
endometriosis dan timbul amenorea yang diproduksi untuk mencegah
implant baru pada uterus sampai ke rongga peritoneal.Cara praktis
menggunakan danazol adalah memulai perawatan dengan 400-800 mg per
hari, dapat dimulai dengan pemberian 200 mg dua kali sehari selama
enam bulan. Dosis dapat ditingkatkan bila perlu untuk mencapai
amenorea dan menghilangkan gejala gejala. Tingkat kambuh
endometriosis berkisar antara 5-20% per tahun sampai ke tingkay
kumulatif yaitu 40% setelah 5 tahun.Efek samping paling umum adalah
peningkatan berat badan, akne, hirsutisme, vagina atrofi,
kelelahan, pengecilan payudara, gangguan emosi, peningkatan kadar
LDL kolesterol, dan kolesterol total.
GestrinonGestrinon adalah 19 nortesteron termasuk androgenik,
antiprogestagenik, dan anti gonadotropik. Gestrinon bekerja sentral
dan perifer untuk meningkatkan kadar testosterone dan mengurangi
kadar Sex Hormone Binding Globuline (SHBG, menurunkan nilai serum
estradiol ke tingkat folikulat awal (antiesterogenik), mengurangi
kadar Luitinezing hormone (LH), dan mengurangi lonjakan LH.
Amenorea sendiri terjadi pada 50-100% wanita. Gestrinon diberikan
dengan dosis 2.5-10 mg, dua sampai tiga kali seminggu, selama enam
bulan. Efek sampingnya sama dengan danazol tetapi lebih jarang.
Gonadotropin Releasing Hormone Agonist (GnRHa)GnRHa menyebabkan
sekresi terus menerus FSH dan LH sehingga hipofisa mengalami
desentisisasi dengan menurunnya sekresi FSH dan LH mencapai keadaan
hipogonadotropik hipogonadisme, dimana ovarium tidak aktif sehingga
tidak terjadi siklus haid. GnRHa dapat diberukan intramuskuler,
subkutan dan intranasal. Biasanya dalam bentuk depot satu bulan
ataupun depot tiga bulan. Efek samping antara lain rasa semburan
panas, vagina kering, sakit kepala, keleahan, pengurangan libido,
depresi atau penurunan densitas tulang. Berbagai jenis GnRHa antara
lain leuprolide, busereline, dan gosereline. Untuk mengurangi efek
samping dapat disertai denga terapi add back dengan esterogen dan
progesterone alamiah. GnRHa diberikan selama 6-12 bulan.
Aromatase InhibitorFungsinya menghambat perubahan C19 androgen
menjadi C18 esterogen. Terapi ini belum disetujui untuk pengobatan
endometriosis karena dapat menyebabkan bone loss, rasa semburan
panas (hot flashes), nausea dan vomiting, dan penggunannya harus
dikombinasikan dengan OCPs dan GnRHa untuk mencegah perkembangan
kista folikular. Aromatase P450 banyak ditemukan pada perempuan
dengan gangguan organ reproduksi seperti endometriosis, adenomiosis
dan mioma uteri.
Penanganan pembedahan pada endometriosisPembedahan pada
endometriosis adalah untuk menangani efek endometriosis itu sendiri
yaitu nyeri panggul, subfertilitas, dan kista. Pembedahan bertujuan
menghilangkan bintik bintik dan kista endometriosis, serta menahan
laju kekambuhan. Penanganan pembedahan konservatifPembedahan ini
bertujan untuk mengangkat semua sarang endometriosis dan melepeskan
perlengketan sera memperbaiki kembali struktur anatomi reproduksi.
Arang endometriosis dibersihkan dengan eksisi, ablasi kauter,
ataupun laser. Sementara itu kista endometriosis 3 cm dilakukan
kistektomi dengan meninggalkan jaringan ovarium yang sehat.
Penanganan pembedahan dapat dilakukan dengan laparotomy maupun
laparoskopi. Penanganan dengan laparoskopi menawarkan keuntungan
lama rawatan yang pendek, nyeri pasca operatif minimal, lebih
sedikit perlengketan, visulaisasi operatif yang lebih baik terhadap
bintik bintik endometriosis. Penanganan konservatif ini menjadi
pilihan pada perempuan perempuan yang masih muda, menginginkan
keturunan, memerlukan hormone reproduksi, mengingat endometriosis
ini merupakan suatu penyakit yang lambat progresif, tidak cenderung
ganas, dan akan regesi saat menopause.
Penanganan pembedahan radikalDilakukan dengan histerektomi dan
bilateral salfingo-oovorektomi. Ditujukan pada perempuan yang
mengalami penanganan medis maupun bedah konservatif gagal dan tidak
membutuhkan fungsi reproduksi. Setelah pembedahan radikal diberikan
terapi substitusi hormone.
Penanganan pembedahan simptomatisDilakukan untuk menghilangkan
nyeri dengan presacral neurectomy atau LUNA (Laser Uterosacral
Nerve Ablation).
2.9.PROGNOSISKonseling yang tepat pada pasien dengan
endometriosis butuh memperhatikan beberapa aspek dari gangguan.
Yang paling penting adalah operasi pementasan awal penyakit untuk
memperoleh informasi yang memadai yang menjadi dasar keputusan masa
depan tentang terapi. Kebanyakan pasien dapat diberitahu bahwa
mereka akan dapat memperoleh bantuan yang signifikan dari nyeri
panggul dan perawatan yang akan membantu mereka dalam mencapai
kehamilan.Kekhawatiran jangka panjang saat ini adalah bahwa semua
terapi saat ini menawarkan bantuan tapi tidak menyembuhkan. Bahkan
setelah operasi definitif, endometriosis bisa kambuh, namun
resikonya sangat rendah (sekitar 3%). Risiko kekambuhan tidak
meningkat secara signifikan oleh terapi penggantian esterogen.
Setelah pembedahan konservatif dilaporkan kekambuhan bervariasi
sekitar 10% dalam 3 tahun dan 35% dalam 5 tahun. Penundaan
kehamilan tidak mengurangi kekambuhan. Kekambuhan setelah terapi
medis juga bervariasi dan hampir sama atau lebih tinggi dengan
terapi pembedahan.Meskipun banyak pasien yang khawatir akan
progresivitas endometriosis, namun menurut pengalaman pembedahan
konservatif akan mengurangi kebutuhan untuk histerektomi di
kebanyakan kasus. Perjalanan endometriosis di setiap individu akan
sulit untuk di prediksi, namun endometriosis sangat jarang menjadi
ganas.
BAB 3KESIMPULAN
Endometriosis merupakan kelainan ginekologis jinak yang sering
diderita oleh perempuan usia reproduksi yang ditandai dengan adanya
glandula dan stroma endometrium di luar letaknya yang normal.
Endometriosis merupakan penyakit yang pertumbuhannya tergantung
pada hormone esterogen.Perkiraan prevalensi endometriosis berkisar
antara 10 dan 15%. Nuliparitas, menarche dini, siklus menstruasi
yang lebih lama, dan anomali duktus mllerian berhubungan dengan
peningkatan resiko terjadinya endometriosis. Riwayat keluarga juga
berpengaruh untuk terjadinya endometriosis.Terdapat tiga teori
tentang etiologi dari endometriosis. Teori Halban menyebutkan bahwa
jaringan endometrial ditransport melalui system limfatik ke
beberapa daerah di pelvis, dimana kemudian ia bertumbuh secara
ektopik. Teori Meyer mengatakan bahwa sel multipotensial di
jaringan peritoneal melakukan transformasi metaplastik menjadi
jaringan endometrial fungsional. Lalu, teori Sampson menyebutkan
bahwa jaringan endometrial ditransport melalui tuba fallopi selama
menstruasi retrogard dan akhirnya terjadi implantasi di
intra-abdominal pelvic.Gejala utama dari endometriosis adalah nyeri
pelvis siklik yang dimulai 1-2 minggu sebelum menstruasi dengan
puncak 1-2 hari sebelum onset menstruasi atau paling lambat setelah
itu. Dapat pula ditemukan gejala lain seperti dismenorea, diskezia,
dyspareunia dan subfertilitas.Diagnosa endometriosis dapat
menggunakan USG, MRI, pemeriksaan serum CA 125, pemeriksaan
patologi anatomi, dan laparoskopi yang menjadi baku emas untuk
diagnosa endometriosis.Endometriosis dapat diobati secara medis
(NSAIDs, OCP, progestin, danazol, gestrinon, agonis GnRH, aromatase
inhibitor) untuk mengurangi rasa sakit, tetapi metode ini digunakan
terutama sebagai terapi sementara.Endometriosis dapat diobati
dengan operasi dengan terapi konservatif untuk mengikis implan dan
melisiskan adhesi sambil menjaga uterus dan ovarium. Operasi harus
segera diikuti dengan terapi medis untuk menunda kekambuhan
implantasi endometrium dan nyeri.Endometriosis dapat diobati dengan
pembedahan definitif, mencakup histerektomi total (sering dengan
bilateral salfingo-oovorektomi) lisis adhesi, dan pengangkatan lesi
endometriosis.Endometriosis sulit disembuhkan kecuali wanita
tersebut sudah menopause. Setelah diberikan pembedahan konservatif,
angka kesembuhan 10-20 % per tahun. Endometriosis sangat jarang
menjadi ganas.
BAB 4DAFTAR PUSTAKA
1. Current. Diagnosis & Treatment Obstretics and Gynecology,
11th edition, Lange medical e-books Mc Graw Hill. United States:
2013. Page 1582-1597.2. Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu
Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.3.
Callahanan T,Caughey AB, Andrew J, et al. Blueprints Obstetrics and
Gynecology. 6th edition. USA : Lippincott Williams and
Wilkins;2013.2