Top Banner

of 47

REFERAT Dr.frida (Gia)

Oct 09, 2015

Download

Documents

Hugo Henderson
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

21

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGKeganasan pada colon merupakan keganasan terbanyak diantara seluruh keganasan pada traktus gastrointestinal. Insidensi pria sama dengan wanita. Angka kematian dari ca colon meningkat selama 20 tahun terakhir. Diagnosa dini melalui skrining bermanfaat untuk menurunkan kejadian ca colon sehingga menurunkan angka kematian akibat ca colon (Brunicardi, 2004).Tidak ada yang tahu dengan pasti penyebab ca colon. Pertumbuhan sel yang berlebihan dan mutasi gen diperkirakan dapat menyebabkan sel pra kanker terbentuk di saluran pencernaan. Beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terhadap kejadian ca colon, seperti polip di usus (colorectal polyps), colitis ulcerative, riwayat penyakit dahulu (riwayat kanker sebelumnya), riwayat kanker pada anggota keluarga, gaya hidup dan usia diatas 50 tahun (Durondi, 2006).Keberhasilan penanganan ca colon adalah ditemukannya karsinoma pada stadium dini, sehingga terapi dapat dilaksanakan secara bedah kuratif. Akan tetapi pasien selalu datang dalam stadium lanjut sehingga angka survival rate menjadi rendah, terlepas dan terapi yang diberikan. Apabila pasien datang dengan stadium lanjut terjadi metastasis, prognosis menjadi buruk, sehingga terapi mungkin hanya paliatif saja (Hassan, 2011).

B. TUJUANReferat ini bertujuan untuk membahas mengenai ca colon meliputi diagnosis, faktor resiko, dan penatalaksanaannya. Penulisan referat ini juga membahas mengenai tata laksana ca colon di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo periode Januari 2008 Mei 2014.

C. MANFAATPenulisan referat ini diharapkan dapat memberi data ilmiah terkait dengan jumlah pasien ca colon dan distribusinya menurut usia, jenis kelamin serta penatalaksanaannya pasien ca colon di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari 2008 Mei 2014.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI COLONColon terdiri dari caecum, appendiks, colon ascendens, colon transversum, colon descendens, colon sigmoideum, rectum serta anus. Mukosa colon terdiri dari epitel selapis silindris dengan sel goblet dan kelenjar dengan banyak sel goblet, pada lapisan submukosa tidak mempunyai kelenjar. Otot bagian sebelah dalam sirkuler dan sebelah luar longitudinal yang terkumpul pada tiga tempat membentuk taenia coli. Lapisan serosa membentuk tonjolan-tonjolan kecil yang sering terisi lemak yang disebut appendices epiploicae. Di dalam mukosa dan sub mukosa banyak terdapat kelenjar limfa, terdapat lipatan-lipatan yaitu plica semilunaris dimana kecuali lapisan mukosa dan lapisan submukosa ikut pula lapisan otot sirkuler. Di antara dua plica semilunaris terdapat saku yang disebut haustra coli, yang mungkin disebabkan oleh adanya taenia coli atau kontraksi otot sirkuler. Letak haustra in vivo berpindah-pindah atau menghilang (Sjamsuhidajat, 2010 ; Towsend et.al , 2007).Secara embriologik colon kanan berasal dari usus tengah sedangkan colon kiri sampai rectum berasal dari usus belakang. Colon berbentuk tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 1,5 m (5 kaki) yang terbentang dari caecum hingga canalis ani. Diameter colon lebih besar daripada usus kecil, yaitu sekitar 6,5 cm (2,5 inci) tetapi semakin dekat anus diameternya semakin kecil (Sjamsuhidajat, 2010).Gambar 2.1 Anatomi colon (Hassan, 2011).Colon memiliki berbagai fungsi yang keseluruhannya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi colon terpeting adalah absorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir selsei dalam colon dextra. Colon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah terdehidrasi hingga berlangsungnya defekasi (Sjamsuhidajat, 2010).Colon transversum memiliki panjang sekitar 38 cm, berjalan dari flexura coli dextra sampai flexura coli sinistra. Bagian kanan mempunyai hubungan dengan duodenum dan pancreas di sebelah dorsal, sedangkan bagian kiri lebih bebas. Flexura coli sinistra letaknya lebih tinggi daripada yang kanan yaitu pada polus cranialis ren sinstra, begitu juga dengan sudutnya yang lebih tajam dan kurang mobile. Flexura coli dextra erat hubungannya dengan facies visceralis hepar (lobus dextra bagian caudal) yang terletak di sebelah ventralnya. Arterialisasi didapat dari cabang arteri colica media. Arterialisasi colon transversum didapat dari arteri colica media. Arterialisasi colon transversum didapat dari cabang arteri colica media yang berasal dari arteri mesenterica superior pada 2/3 proximal, sedangkan 1/3 distal dari colon transversum mendapat arterialisasi dari arteri colica sinistra yang berasal dari arteri mesenterica inferior (Sjamsuhidajat, 2010 ; Towsend et.al , 2007).Mesocolon transversum adalah duplicator peritoneum yang memfikasi colon transversum sehingga letak alat ini intraperitoneal. Pangkal mesocolon transversa disebut radix mesocolon transversa, yang berjalan dari flexura coli sinistra sampai flexura coli dextra. Lapisan cranial mesocolon transversa melekat pada omentum majus sehingga disebut ligamentum gastro (meso) colica, sedangkan lapisan caudal melekat pada pancreas dan duodenum, didalamnya berisi pembuluh darah, limfa dan syaraf. Karena panjang dari mesocolon teransversum inilah yang menyebabkan letak dari colon transversum sangat bervariasi, dan kadangkala mencapai pelvis (Sjamsuhidajat, 2010 ; Towsend et.al , 2007).Colon descendens panjangnya sekitar 25 cm, dimulai dari flexura coli sinistra sampai fosa iliaca sinistra dimana dimulai colon sigmoideum. Terletak retroperitoneal karena hanya dinding ventral saja yang diliputi peritoneum, terletak pada musculus quadratus lumborum dan erat hubungannya dengan ren sinistra. Arterialisasi didapat dari cabang-cabang arteri colica sinistra dan cabang arteri sigmoid yang merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior (Sjamsuhidajat, 2010 ; Towsend et.al , 2007).Colon sigmoideum mempunyai mesosigmoideum sehingga letaknya intraperitoneal, dan terletak didalam fossa iliaca sinistra. Radix mesosigmoid mempunyai perlekatan yang variable pada fossa iliaca sinistra. Colon sigmoid membentuk lipatan-lipatan yang tergantung isinya didalam lumen, bila terisi penuh dapat memanjang dan masuk ke dalam cavum pelvis melalui aditus pelvis, bila kosong lebih pendek dan lipatannya kearah ventral dan ke kanan dan akhirnya ke dorsal lagi. Colon sigmoid melanjutkan diri kedalam rectum pada dinding mediodorsal pada aditus pelvis di sebelah depan os sacrum. Arterialisasi didapat dari cabang-cabang arteri sigmoid dan arteri haemorrhoidalis superior cabang arteri mesenterica inferior. Aliran vena yang terpenting adalah adanya anastomosis antara vena haemorrhoidalis superior dengan vena haemorrhoidalis medius dan inferior, dari ketiga vena ini yang bermuara kedalam vena porta melalui vena mesenterica inferior hanya vena hemorrhoidalis superior, sedangkan yang lain menuju vena iliaca interna. Hubungan antara vena parietal (vena iliaca interna) dan vena visceral (vena porta) yang terpenting apabila terjadi pembendungan pada aliran vena porta misalnya pada penyakit hepar sehingga menganggu aliran darah portal. Mesosigmoideum mempunyai radix yang berbentuk huruf V dan ujungnya letaknya terbalik pada ureter kiri dan percabangan arteri iliaca communis sinistra menjadi cabang-cabangnya dan diantara kaki-kai huruf V ini terdapat recessus intersigmoideus (Sjamsuhidajat, 2010 ; Towsend et.al , 2007).Vaskularisasi colon dipelihara oleh cabang-cabang arteri mesenterica superior dan arteri mesenterica inferior, membentuk marginal arteri seperti periarcaden, yang memberi cabang-cabang vasa recta pada dinding usus. Yang membentuk marginal arteri adalah arteri ileocolica, arteri colica dextra, arteri colica media, arteri colica sinistra dan arteri sigmoidea. Hanya arteri colica sinistra dan arteri sigmoidea yang merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior, sedangkan yang lain dari arteri mesenterica superior. Pada umumnya pembuluh darah berjalan retroperitoneal kecuali arteri colica media dan arteri sigmoidea yang terdapat didalam mesocolon transversum dan mesosigmoid. Seringkali arteri colica dextra membentuk pangkal yang sama dengan arteri colica media atau dengan arteri ileocolica. Pembuluh darah vena mengikuti pembuluh darah arteri untuk menuju ke vena mesenterica superior dan arteri mesenterica inferior yang bermuara ke dalam vena porta. Aliran limfe mengalir menuju ke lnn. Ileocolica, lnn. Colica dextra, lnn. Colica media, lnn.colica sinistra dan lnn. Mesenterica inferior. Kemudian mengikuti pembuluh darah menuju truncus intestinalis (Sjamsuhidajat, 2010 ; Towsend et.al , 2007).Colon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari n.splanknikus pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari n.vagus. karena distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang, nyeri alih pada kedua bagian colon kiri dan kanan berbeda. Lesi pada colon bagian kanan yang berasal dari usus tengah terasa mula-mula pada epigastrium atau di atas pusat. Nyeri pada appendicitis akut mula-mula terasa pada epigastrium, kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri dari lesi pada colon descendens atau sigmoid yang berasal dari usus belakang terasa mula-mula di hipogastrium atau di bawah pusat (Sjamsuhidajat, 2010 ; Towsend et.al , 2007).

Gambar 2.2 Pembuluh drah arteri dan vena yang memperdarahi colon (Hassan, 2011)

B. FISIOLOGI COLONFungsi colon adalah menyerap air, vitamin dan elektrolit, sekresi mucus, serta menyimpan feses dan mendorongnya keluar. Dari 700 1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh colon, 150-200 ml sehari dikeluarkan sebagai feses. Udara ditelan sewaktu makan, minum atau menelan ludah. Oksigen dan CO2 didalamnya diserap di usus sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 ml sehari. Pada infeksi usus produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas tertimbun di jalan cerna yang menimbulkan flatulensi (Sjamsuhidajat, 2010).

C. CA COLON1. DefinisiCa colon adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam permukaan colon (usus besar) atau rectum. Kebanyakan ca colon berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas atau adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Ca colon dan rectum umumnya mulai tumbuh pada permukaan bagian mukosa yang mengarah ke dalam rongga. Pada stadium awal dimana ca masih ukuran kecil, maka tidak akan pernah ada gejala yang dirasakan oleh penderita, dan juga tidak akan teraba adanya benjolan karena letaknya yang di dalam usus. Penderita juga tidak akan pernah mengeluh adanya rasa sakit. Karena alasan tersebut setiap pasien ca colon datang ke dokter sudah dalam keadaan terlambat yaitu stadium lanjut (Pezzoli et.al, 2007).2. EtiologiTidak ada yang tahu dengan pasti penyebab ca colon. Pertumbuhan sel yang berlebihan dapat menyebabkan sel pra kanker terbentuk di saluran pencernaan.a. Pertumbuhan sel pra kanker pada colonCa colon paling sering dimulai berupa gumpalan polip di dalam saluran usus besar. Polip dapat berbentuk seperti jamur. Polip juga dapat tidak menonjol atau tersembunyi di dinding usus besar. Polip jenis ini lebih sulit untuk di deteksi. Pengangkatan kedua jenis polip tersebut sebelum menjadi kanker dapat mencegah terjadinya ca colon (Durondi, 2006).b. Mutasi gen bawaan yang meningkatkan risiko kanker ususMutasi gen bawaan yang meningkatkan risiko ca colon dapat diturunkan dalam keluarga. Tetapi hanya sebagian kecil saja. Beberapa sindrom ca colon antara lain, familial adenomatous polyposis (FAP) dan hereditary non polyposis colorectal cancer (HNPCC). FAP merupakan penyakit langka penyebab ribuan polip di saluran usus besar dan rectum. Orang yang memiliki FAP dan tidak terawat memperbesar risiko ca colon sebelum usia 40 tahun. HNPCC disebut juga Lynch syndrome meningkatkan risiko ca colon dan ca jenis lain. Orang dengan HNPCC cenderung terkena ca colon sebelum usia 50 tahun (Durondi, 2006).3. Faktor risiko (Durondi, 2006).Penelitian menemukan faktor-faktor risiko terjadinya Ca Colon, antara lain :a) Polip di usus (colorectal polyps) adalah pertumbuhan pada dinding dalam colon atau rectum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas. Sebagian besar polip bersifat jinak, tetapi beberapa polip dapat menjadi keganasan.b) Colitis ulcerative atau penyakit chron, merupakan orang dengan kondisi yang menyebabkan peradangan pada colon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit chron) selama bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih besar.c) Riwayat kanker, orang yang sudah pernah terkena kanker usus besar dapat terkena kembali untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di indung telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi untuk terkena ca colon.d) Riwayat kanker pada keluarga. Apabila pada salah satu anggota keluarga ada yang memiliki riwayat terkena ca colon, maka kemungkinan terkena ca colon menjadi lebih besar.e) Faktor gaya hidup. Orang yang merokok atau menjalani pola makan yang tinggi lemak dan sedikit buah-buahan dan sayur memiliki tingkat risiko yang lebih besar terkena ca colon.f) Usia diatas 50 tahun. Lebih dari 90% orang yang menderita penyakit ini didiagnosis setelah usia 50 tahun ke atas.4. EpidemiologiDi dunia ca colon menduduki peringkat kedua di Amerika Serikat pada tingkat insidensi dan mortalitas. Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insidensi ca colon dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5% pria menderita kanker terkena ca colon. Departemen Kesehatan Indonesia melaporkan angka 1,8 per 100 ribu penduduk sejak tahun 1994 - 2003 terdapat 372 kasus ca colon yang datang berobat ke RS kanker Dharmais (RSKD). Berdasarkan data rekam medik hanya didapatkan 247 penderita dengan catatan lengkap, terdiri dari 203 (54,57%) pria dan 169 (43,45%) wanita berusia antara 20-71 tahun (Brunicardi, 2004).Gambar 2.3 Angka kejadian kasus baru Ca Colon (McPhee, 2008).

Gambar 2.4 Angka kejadian estimasi kematian akibat Ca Colon (McPhee, 2008)

5. Manifestasi KlinisHistologiDari 201 kasus ca colon periode 1994-2003 di RS Kaker Dharmais (RSKD) didapatkan bahwa tipe histopatologi yang paling sering dijumpai adalah adenocarcinoma (Brunicardi, 2004).

Lokasi KankerDua pertiga dari ca colon muncul pada colon kiri dan satu per tiga muncul pada colon kanan. Sebagian besar terdapat di rectum (51,6%), diikuti oleh colon sigmoid (18,8%), colon descendens (8,6%), colon transversum (8,06%), colon acendens (7,8%), dan multifocal (0,28%) (Brunicardi, 2004).

Gambar 2.5 Lokasi yang paling sering terkena Ca Colon (McPhee, 2008)

GejalaColon secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan belahan kanan sejalan dengan suplai darah yang diterima. Arteri mensenterica superior memperdarahi belahan bagian kanan (caecum, colon ascendens dan dua per tiga proximal colon transversum), dan arteri mesenterica inferior yang memperdarahi belahan kiri (satu per tiga distal colon transversum, colon descendens dan sigmoid dan bagian proximal rectum) (Brunicardi, 2004).Gambaran klinis bervariasi dan tidak spesifik. Dapat dijumpai tanpa keluhan sampai adanya keluhan yang berat. Semua itu tergantung pada lokasi dan besarnya tumor (Brunicardi, 2004).Tumor yang berada pada colon kanan, dimana isi colon berupa cairan, cenderung tetap tersamar hingga lanjut sekali. Sedikit kecenderungan menyebabkan obstruksi karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Gejala kilinis tersebut, antara lain :a. rasa penuh pada perut.b. nyeri abdomen, nyeri alih ke umbilicus atau punggung.c. perdarahan dan simptomatik anemia (menyebabkan kelemahan, pusing dan penurunan berat badan).d. Tumor yang memproduksi mucus dapat menyebabkan diare. Warna feses menjadi gelap.e. Tumor seringkali menyebabkan perdarahan samar yang tidak disadari oleh pasien.f. Kehilangan darah yang terus-menerus menyebabkan anemia defisiensi besi.g. Massa abdomen yang dapat diraba di kuadran kanan bawah.

Tumor yang terjadi pada colon kiri tampak gejala klinis, antara lain :a. Perubahan pola defekasi sebagi akibat iritasi dan respon reflex, perdarahan.b. Perubahan yang nyata pada kebiasaan usus (konstipasi atau diare, tinja berbentuk pensil/pita tenesmus).c. Darah makroskopis pada fesesd. Anemiae. Penurunan berat badanf. Massa yang dapat diraba dan terdeteksi dengan pemeriksaan digital/ endoskopi.g. Adanya massa pada fossa iliaca kiri.h. Mengecilnya ukuran feses.Tabel 2. 1 Gambaran klinis karsinoma kolorektal (Karnadihardja, 2004).

MetastaseMetastase ke kelenjar limfe regional ditemukan pada 40-70% kasus pada saat direseksi. Invasi ke pembuluh darh vena ditemukan pada lebih 60% kasus. Metastase sering ke hepar, cavum peritoneum, paru, kelenjar adrenal, ovarium dan tulang (Brunicardi, 2004).Tabel 2.2 Dukes staging (Brunicardi, 2004).DUKESTNMDERAJATDESKRIPSI HISTOPATOLOGIBERTAHAN 5 TAHUN (%)

AT1N0M0IKanker terbatas pada mukosa dan submukosa> 90

B1T2N0M0IKanker mencapai muskularis85

B2T3N0M0IIKanker cenderung masuk melewati lapisan serosa70 80

CTXN1M0IIITumor melibatkan KGB regional35 65

DTXNXM1IVMetastasis5

Metastase HematogenTumor dapat menginvasi vena mesenterica inferior dan berjalan melalui aliran vena porta dan bermetastase ke hepar. Embolisasi dapat terjadi melalui vena-vena lumbal dan vertebra, ke paru atau tempat lain. Invasi vena terjadi 15-50% kasus, tapi tidak selalu menyebabkan metastasis jauh. Usaha yang perlu dilakukan adalah mencegah terjadinya metastasis hematogen selama operasi dengan manipulasi minimal dari tumor (Brunicardi, 2004).

Metastase LimfogenPenyebaran karsinoma colorectal paling sering melalui limfe. Biasanya terjadi penyebaran secara langsung ke proximal mengikuti vena hemoroidalis superior ke vena mesenterica inferior apabila terjadi kanker rectum, tetapi dapat juga terjadi penyebaran secara langsung ke caudal jika terjadi obstruksi dari kelenjar limfe yang retrograde (Brunicardi, 2004).

Metastase TransperitonealUmumnya jarang terjadi pada karsinoma rectum. Pada kasus ini tumor menembus serosa masuk rongga peritoneum kemudian cairan serosa masuk rongga peritoneum sehingga menimbulkan implant lokal atau karsinomatosis abdominal. Kantong rektovesikal atau rektourin biasanya terkena pada beberapa pasien dan pada pemeriksaan colok dubur, metastase ini dapat dirasakan sekeras papan. Metastase tumor ini dapat juga ke ovarium (Brunicardi, 2004).

6. Patogenesis

Gambar 2.6 Karsinogenesis kanker kolorektalKeterangan : APC (adenomatous polyposis coli), DCC (deleted in colorectal carcinoma), HNPCC (hereditary nonpolyposis colorectal cancer), MMR (mismatch repair), Tumor suppressor gen (DCC,p53, APC) (McPhee, 2008).

Mutasi dapata menyebabkan aktivasi dari onkogen (k-ras) dan inaktivasi dari gen supresi tumor (APC, DCC deleted in colorectal carcinoma, p53). Karsinoma kolorektal merupakan perkembangan dari polip adenomatosa dengan akumulasi dari mutasi ini (Towsend et.al, 2007).Defek pada gen APC yang merupakan pertama kali dideskripsikan pada pasien dengan FAP. Dengan meneliti dari populasi ini, maka karakteristik mutasi dari gen APC dapat diidentifikasi. Mereka sekarang diketahui ada dalam 80% kasus sporadic kanker kolorektal. Gen APC merupakan gen supresi tumor. Mutasi pada setiap alel diperlukan untuk pembentukan polip. Mayoritas dari mutasi ialah premature stop kodon yang menghasilkan truncated APC protein. Inaktivasi APC sendiri tidak menghasilkan karsinoma, akan tetapi mutasi ini menyebabkan akumulasi kerusakan genetik yang menghasilkan keganasan. Tambahan mutasi pada jalur ini ialah aktivasi onkogen K-ras dan hilangnya gen supresi tumor DCC dan p53 (Towsend et.al, 2007).K-ras diklasifikasikan sebagai proto onkogen karena mutasi 1 alel siklus sel. Gen K-ras menghasilkan produk G protein yang akan menyebabkan transduksi signal intraceluler. Ketika aktif, K-ras berikatan dengan guanosine triphosphate (GTP) yang dihidrolisis menjadi guanosis diphosphate (GDP) kemudian menginaktivasi G protein. Mutasi K-ras menyebabkan ketidakmampuan dalam hidrolisis GTP yang menyebabkan G protein aktif secara permanen. Hal ini yang menyebabkan pemecahan sel yang tidak terkontrol (Towsend et.al, 2007).DCC adalah gen supresi tumor dan kehilangan semua alelnya diperlukan untuk degenerasi keganasan, mutasi DCC terjadi pada lebih dari 70% kasus karsinoma kolorektal dan memiliki prognosis negatif. Gen supresi tumor p53 sudah banyak dikarakteristikan dalam banyak keganasan. Protein p53 penting untuk menginisiasi apoptosis dalam sel pada kerusakan genetik yang tidak dapat diperbaiki. Mutasi p53 diperlihatkan dalam 75% kasus (Towsend et.al, 2007).Jalur GenetikTerdapat 2 jalur utama dalam inisiasi dan progresi dari tumor yaitu jalur LOH dan jalur replication error (RER). Jalur LOH dikarakteristikan dengan delesi pada kromosom dan tuor aneuploidy. 80% dari karsinoma kolorektal merupakan mutasi dari jalur LOH, sisanya merupakan mutasi jalur RER yang dikarakteristkan dengan kesalahan pasangan sewaktu replikasi DNA. Beberapa gen sudah diidentifikasi sebagai sesuatu yang penting dalam mengenali dan memperbaiki kesalahan replikasi. Kesalahan pencocokan gen yaitu include hMSH2, hMLH1, hPMS1, hPMS2 dan hMSH5/GTBP. Mutasi satu dari beberapa gen ini merupakan predisposisi dalam mutasi sel yang dapat terjadi pada proto onkogen ataupun gen supresi tumor (Towsend et.al, 2007).Jalur RER berhubungan dengan instabilitasi mikrosatelit. Tumor dengan instabilitas mikrosatelit memiliki karakteristik yang berbeda dari jalur LOH. Tumor ini lebih banyak terdapat pada bagian kanan dan memiliki prognosis yang lebih baik. Tumor yang berasal dari LOH terjadi pada kolon distal dan berprognosis lebih buruk (Towsend et.al, 2007 ; Way, 2003).

Gambar 2.7 Perkembangan histopatologi karsinoma kolorektal (Way, 2003).

Secara makroskopik terdapat tiga tipe karsinoma colon dan rectum, yaitu : (Towsend et.al, 2007 ; Way, 2003)a. Tipe polipoid atau vegetatifTumbuh menonjol ke dalam lumen usus dan berbentuk bunga kol ditemukan terutama di secum dan colon ascenden. Tipe ini merupakan pertumbuhan yang berasal dari papilloma simple atau adenoma.b. Tipe skirous (Scirrhous)Mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di colon ascenden, sigmoid dan rectum. Terjadi reaksi fibrous saangat banyak sehingga terjadi konstriksi colon untuk membentuk napkin ring.c. Tipe ulseratifTerjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rectum. Pada tahap lanjut sebagian besar karsinoma colon mengalami ulserasi menjadi tukak maligna.

7. Penegakan DiagnosisDiagnosis dilakukan berdasarkn anamnesis, pemeriksaan fisik termasuk colok dubur dan pemeriksaan penunjang lainya.a. AnamnesisAnamnesis meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa diare ataupun konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per anum (darah segar), penurunan berat badan, faktor predisposisi, riwayat kanker dalam keluarga, riwayat polip usus, riwayat colitis ulserosa, riwayat kanker payudara/ovarium, utero-sigmoidostomi, serta kebiasaan makan (rendah serat, banyak lemak). Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah adanya perubahan pola buang air besar (change of bowel habits), bisa diare bisa juga obstipasi (Brunicardi, 2004).Semakin distal letak tumor semakin jelas gejala yang ditimbulkan karena semakin ke distal feses semakin keras dan sulit dikeluarkan akibat lumen yang menyempit, bahkan bisa disertai nyeri dan perdarahan, bisa jelas atau samar. Warna perdarahan sangat bervariasi, merah terang, mahogany, dan kadang merah kehitaman. Makin ke distal letak tumor warna merah makin pudar. Perdarahan sering dsertai dengan lendir, kombinasi keduanya harus dicurigai adanya proses patologis pada colorectal. Selain itu, pemeriksaan lainnya, yaitu adanya massa yang teraba pada fossa iliaca dextra dan secara perlahan makin lama makin membesar. Penurunan beart badan sering terjadi pada fase lanjut, dan 5% kasus sudah metastasis jauh ke hepar (Brunicardi, 2004).

b. Pemeriksaan fisikPemeriksaan colok duburPemeriksaan colok dubur atau rectal toucher dipakai untuk menilai tonus dari musculus sfingter ani, ampula rectum, mukosa dan massa. Tonus sfingter ani dinilai kuat atau lemah, ampula rectinya kolaps atau tidak dan isinya, mukosa dinilai permukaannya apakah kasar, licin atau berbenjol-benjol, dan dinilai apakah teraba massa, lokasinya, batasnya, dan permukaanya. Pada pemeriksaan RT, dapat ditemukan darah pada sarung tangan (Brunicardi, 2004).

c. Pemeriksaan penunjang1) Tes Darah SamarPada suatu studi control pada universitas di Minnesota, didapatkan kesimpulan bahwa tes darah samar sebagai tes penyaring dapat mengurangi mortalitas karsinoma kolorektal sebanyak 33% dan metastasis sebanyak 50%. Tetapi tes darah samar tidak selalu sensitif dan terlewat sampai 50% kasus. Spesifitas pemeriksaan ini rendah, 90% pasien dengan tes ini positif tidak memiliki karsinoma kolorektal. Tes ini baru signifikan bila dilakukan kolonoskopi setelah tes darah samar positif. Jadi tes darah samar dilakukan dan direkomendasikan bagi pasien asimptomatik (Cappel, 2005).2) Barium EnemaPemeriksaan dengan barium enema dapat dilakukan dengan single contras procedure (barium saja) atau double contras procedure (udara dan barium). Kombinasi udara dan barium menghasilkan visualisasi mukosa yang lebih detail. Akan tetapi barium enema hanya dapat mendeteksi lesi yang signifikan (lebih dari 1 cm). DCBE memiliki spesifitas untuk adenoma yang besar 96% dengan nilai prediksi negatif 98%. Metode ini kurang efektif untuk mendeteksi polips di rectosigmoid-colon. Angka kejadian perforasi pada DCBE 1/25.000 dan single contras barium enema (SCBE) 1/10.000 (Cappel, 2005).3) EndoskopiTes tersebut diindikasikan untuk menilai seluruh mukosa colon karena 3% dari pasien mempunyai kanker dan berkemungkinan untuk mempunyai polip premaligna (Brunicardi, 2004).

4) Ultrasound Transrectal

Gambar 2.8 Ultrasound Transrectal memperlihatkan 5 lapisan normal dinding rectum. Mukosa (cincin paling dalam), submukosa (cincin tengah), dan serosa (cincin terluar) dengan bagian ekogenik (cincin putih). Cincin ini dipisahkan 2 cincin hipoekoik (hitam) (Hassan, 2011).

5) ProktosigmoidoskopiPemeriksaan ini dapat menjangkau 20-25 cm dari linea dentate, tapi akut angulasi dari rectosigmoid junction akan dapat menghalangi masuknya instrument. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi 20-25% dari kanker colon. Rigid proktosigmoidoskopi aman dan efektif untuk digunakan sebagai evaluasi seseorang dengan resiko rendah dibawah usia usia 40 tahun jika digunakan bersama dengan occult blood test (Cappel, 2005).6) KolonoskopiProsedur dengan menggunakan tabung fleksibel yang panjang dengan tujuan memeriksa seluruh bagian rectum dan usus besar. Kolonoskopi umumnya dianggap lebih akurat daripada barium enema, terutama dalam mendeteksi polip kecil. Jika ditemukan polip pada usus besar, maka biasanya diangkat dengan menggunakan colonoscope dan dikirim ke ahli patologi untuk kemudian diperiksa jenis kankernya. Tingkat sensitivitas kolonoskopi dalam diagnosis adenokarsinoma atau polip kolorektal adalah 95%. Namun tingkat kualitas dan kesempurnaan prosedur pemeriksaannya sangat tergantung pada persiapan colon, sedasi dan kompetensi operator. Kolonoskopi memiliki resiko dan komplikasi yang lebih besar dibandingkan FS. Angka kejadia perforasi pada skrining karsinoma colorectal antara 3-61/10.000 pemeriksaan, dan angka kejadian perdarahan sebesar 2-3/1.000 pemeriksaan (Cappel, 2005).

Gambar 2.9 Kolonoskopi dan sigmoidoskopi (Hassan, 2011).7) BiopsyKonfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsy sangat penting. Biopsy biasanya dilakukan dengan endoskopi. Biopsy biasanya dengan melakukan pengambilan semua atau bagian dari kelenjar getah bening untuk mengkaji sel-sel kanker (Brunicardi, 2004).8) Skrining Carcioembrionik Antigen (CEA)CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran darah dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker colorectal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar. CEA terlalu sensitive dan nonspesifik untuk dapat digunakan sebagai screening kanker colorectal. Meningkatnya nilai CEA serum, berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan kehadiran metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum merupakan fakor prognostic independen. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan (Brunicardi, 2004).Keterbatasan spesifitas dan sensitifitas dari tes CEA, namun tes ini sering diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi dini. Tes CEA sebelum operasi sangat berguna sebagai faktor prognosa dan apakah tumor primer berhubungan dengan meningkatnya nilai CEA. Peningkatan nilai CEA preoperative berguna untuk identifikasi awal dari metastase karena sel tumor yang bermetastase sering mengakibatkan naiknya nilai CEA (Brunicardi, 2004).9) Occult Blood TestTerdapat berbagai masalah yang perlu dicermati dalam menggunakan occult clood test untuk skrining, karena semua sumber perdarahan akan menghasilkan hasil positif. Kanker mungkin hanya akan berdarah secara intermitten atau tidak berdarah sama sekali dan akan menghasilkan false negative. Proses pengolahan, manipulasi diet, aspirin, jumlah tes, interval es adalah faktor yang akan mempengaruhi keakuratan dari tes tersebut. Efek langsung dari occult blood test dalam menurunkan mortalitas dari berbagai sebab masih belum jelas dan efikasi dari tes ini sebagai skrining kanker colorectal masih memerlukan evaluasi lebih lanjut (Brunicardi, 2004).10) CT ScanCT scan dpat mengevaluasi abdominal cavity dari pasien kanker colon preoperative. CT scan bias mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis. CT scan sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi pada pasien dengan nilai CEA yang meningkat setelah pembedahan kanker colon. Sensitifitas CT scan mencapai 55%. CT scan memegang peranan penting pada pasien dengan kanker colon karena sulitnya dalam menentukan stadium dari lesi sebelum tindakan operasi. CT scan pelvis dapat mengidentifikasi invasi tumor ke dinding usus dengan akurasi mencapai 90% dan mendeteksi pembesaran kelenjar getah bening >1 cm pada 75% pasien. Penggunaan CT scan dengan kontras dari abdomen dan pelvis dapat mengidentifikasi metastasis pada hepar dan daerah intraperitoneal (Brunicardi, 2004).

11) MRIMRI lebih spesifik untuk tuor pada hepar daripada CT scan dan sering digunakan pada klasifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan menggunakan CT scan. Karena sensitivitasnya yang tinggi daripada CT scan, MRI dipergunakan untuk mengidentifikasi metastasis ke hepar (Brunicardi, 2004).

Pemeriksaan penyaring pada kanker kolorektalTabel 2.3 Screening pada setiap risiko (Way, 2003).RESIKOPROSEDURONSETFREKUENSI

Resiko redah- Asimptomatik

-Tidak ada kerabat tingakat 1 yang kenaTes darah samar (TDS), fleksibel sigmoidoskopi (FS)Kolonoskopi, barium enema dan proctosigmoidoscopy50

50TDS tiap tahun FS tiap 5 tahun

Tiap 5-10 tahun

Resiko menengah-CRC pada kerabat tingkat 1, usia < 55 tahun atau 2 keluarga tingkat pertama terena-CRC pada keluarga tingkat pertama, > 55 tahun-Riwayat polip kolorektal besar > 1 cm atau multiple-Riwayat CRC setelah reseksi

Kolonoskopi

Kolonoskopi

Kolonoskopi

Kolonoskopi

40 atau 10 tahun sebelum kasus CRC termuda

50 atau 10 tahun sebelum kasus CRC termuda

1 tahun setelah polipektomi

1 tahun setelah reseksi

Setiap 5 tahun

Setiap 5 - 10 tahun

Jika rekuren, setiap tahun. Jika tidak setiap 5 thn.Jika normal, 3 tahun. Bila tetap normal 5 tahun. Jika abnormal setiap 5 tahun

Resiko tinggi-FAP

-HNPCCFS, pemeriksaan geneticKolonoskopi12 14 tahun (pubertas)21 40 tahunSetiap 2 tahunSetiap 2 tahun

8. PenatalaksanaanSatu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan operatif. Tujuan utama tindakan operatif ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun non kuratif. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat kuratif . untuk stadium I, II, dan III pada karsinoma colon pembedahan yang lebih luas diperlukan untuk menghapus bagian kanker dari colon (Hassan, 2011 ; Ward, 2011).Kemoterapi yang menunjukan efektivitas sebagai terapi adjuvant pada kanker colon juga bermanfaat sebagai adjuvant pada kanker rectal. Kombinasi neo adjuvant (preoperasi) radiasi (4500-5040 cGy) dengan 5-FU/leucovorin (dan ditambah yang baru oxaliplatin) dpat mengurangi ukuran massa (down staging) dan juga dapat mengeradikasi tumor secara komplit pada 25% kasus (Way, 2003).

Gambar 2.10 Penatalaksanaan Ca Colon (Hassan, 2011).

Sebelum melakukan tindakan operasi harus terlebih dahulu dinilai keadaan umum dan toleransi operasi serta ekstensi dan penyebaraan tumor. Terapi standar untuk ca colon yang digunakan antara lain : (Hassan, 2011 ; Ward, 2011).1. MedikamentosaAda beberapa perdebatan mengenai apakah pasien dengan karsinoma colon tahap II harus menerima kemoterapi setelah operasi. Hampir semua pasien dengan kanker kolon stadium III harus menerima kemoterapi setelah operasi selama kurang lebih 6 8 bulan. Obat kemoterapi 5-flourourasil telah terbukti meningkatkan peluang penyembuhan pasien tertentu (Zieve, 2009).Kemoterapi juga digunakan untuk mengobati pasien dengan kanker kolon stadium IV untuk memperbaiki gejala dan memperpanjang kelangsungan hidup. Irinotecan, oxaliplatin, capecitabine dan 5-flourourasil adalah tiga obat yang paling sering digunakan monoclonal antibody, termasuk cetuximab (Erbitux), panitumumab (vecitibix) dan bevacizumab (avastin) telah digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan kemoterapi (Zieve, 2009).Untuk pasien dengan penyakit stadium IV yang telah menyebar ke hati, berbagai perawatan diarahkan secara khusus di hati dapat digunakan. Termasuk ablasi, pemotongan luar kanker, kemoterapi atau radiasi langsung ke hati dan pembekuan kanker (cryotherapy). Meskipun terapi radiasi kadang-kadang digunakan pada pasien dengan kanker kolon, biasanya digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi untuk penderita ca recti tahap III (Zieve, 2009).Kemoterapi ca colon dibagi menjadi kemoterapi ajuvant dan kemoterapi lanjut. Terapi ajuvant dilakukan untuk menghalangi metastasis pada pasien yang telah menjalani operasi tetapi beresiko tinggi untuk kambuh karena metastasis kelenjar getah bening atau prognosisnya buruk. Kemoterapi dengan 5-flourousil (5-FU) dengan levamisole dapat mengurangkan kekambuhan sebanyak 40% dan angka kematian sebanyak 33% setelah operasi pada pasien dengan Dukes C (Stadium III). Data terakhir menunjukkan bahwa kombinasi dari 5-FU dan leucovorin lebih unggul dalam hal kenyamanan dan kemanjuran dibandingkan dengan 5-FU ditambah levamisole (McPhee, 2008).Kemoterapi lanjut kanker kolon biasanya dikaitkan dengan prognosis buruk. Fluoropyrimidines 9fluorourasil dan fluorodeoxyuridine) menghambat sintesis DNA dengan berinteraksi dengan thymidylate sintase dan menghambat metilasi dari deoxyuridylic untuk thymidylic asam. Flurourasil ditambah kombinasi dosis tinggi leucovorin intra vena (tetrahydrofolate) dengan tingkat respon hingga 50 (McPhee, 2008).

2. PembedahanBedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran lokal maupun jauh. Penatalaksanaan objektif dari karsinoma colon adalah dengan membuang tumor primer bersama dengan suplai limfovaskularnya. Pada tumor secum ataupun ascendens, dilakukan hemikolektomi kanan, kemudian anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatica dilakukan juga hemikolektomi. Pada tumor colon transversum dilakukan reseksi colon transversum, kemudian anastomosis ujung ke ujung sedangkan pada tumor colon descendens dilakukan hemikolektomi kiri. Pada tumor sigmoid dilakukan reseksi sigmoid dan pada rectum sepertiga proximal dilakukan reseksi anterior. Pada tumor rectum sepertiga tengah dilakukan amputasi rectum melalui reseksi abdominoperineal Quenu-Miles. Anus turut dikeluarkan (Hassan, 2011).a. Reseksi Tumor Primer Bedah reseksi kolorektal primer kanker dengan tujuan kuratif merupakan terapi pilihan pada sebagian besar pasien. Ini melibatkan reseksi luas dari segmen usus yang terlibat dan pengangkatan KGB. Tingkat reseksi kolon ditentukan sebagian oleh suplai vascular kolon dan penyebaran kelenjar getah bening regional. Margin minimal sebesar 5 cm di kedua sisi tumor diperlukan, walaupun reseksi segmental tidak selalu mungkin karena suplai vascular untuk bagian-bagian dari kolon. Rectosigmoiddan banyak lesi dubur dapat dihilangkan dengan reseksi anterior rendah melalui insisi perut, dikombinasikan dengan primer anastomosis dari sisa usus. Anastomosis utama dapat dilakukan bahkan untuk lesi dubur rendah menggunakan end-to-end sfingter stapling devices dan operasi sphingter saving.jika distal margin (biasanya paling sedikit 2 cm) tidak dapat dilakukan, tumor besar atau tumor lokal yang menyebar luas, sebuah reseksi abdominoperineal mungkin diperlukan untuk kanker rectum distal (Doherty, 2006).Jika dokter tidak dapat menjahit 2 ujung kolon kembali bersama-sama yang stoma (lubang) dibuat di luar tubuh limbah melewatinya. Prosedur ini disebut kolostomi. Sebuah tas ditempatkan di sekitar stoma untuk mengumpulkan sampah. Kadang-kadang diperlukan kolostomi hanya sampai usus besar yang lebih rendah telah sembuh dan kemudian dapat dibalikkan. Jika perlu untuk menghapus seluruh usus besar lebih rendah, bagaimanapun mungkin kolostomi permanen (Doherty, 2006).b. Reseksi metastasis hatiMetastasis ke hepar terdapat 10 25% dari pasien dengan kanker kolorektal. Jika margin bedah yang memadai telah diperoleh di reseksi tumor primer dan tidak ada bukti penyakit ekstrahepatik, reseksi lesi hepatic untuk tujuan kuratif dapat dilakukan. Reseksi biasanya terbatas pada mereka yang tidak lebih dari empat lesi hepatic, meskipun mereka dengan metastasis bilobar, mungkin akan rekuren (Doherty, 2006).c. Laparoscopic proctosigmoidectomyInsisi sekitar setengah inci di area umbilicus. Sebuah laparoskop akan dimasukkan ked lam perut melalui insisi ini. Gambar yang diambil oleh laparoskop akan diproyeksikan ke monitor video ditempatkan di dekat meja operasi. Setelah laparoskop berada di tempat, lima atau enam insisi kecil dilakukan di perut (Colorectal Cancer Health Centre, 2010).Bagian berpenyakit kolon sigmoid harus dipotong dari usus yang sehat. Kolon dibebaskan dari lapisan mesenterium yang juga mengandung arteri di sebelah kiri kolon. Arteri ini akan dipotong dan ditutup dengan hati-hati. Kolon sigmoid dan rectum dibebaskan dari mesenterium dan memotong jaringan yang tidak sehat (Colorectal Cancer Health Centre, 2010).Akhir yang tersisa dari kolon desenden harus disambung dengan sisa ujung rectum. Bagian dapat ditarik kea rah rectum. Rectum dibebaskan dari mesenterium sehingga dapat memenuhi akhir usus besar (Colorectal Cancer Health Centre, 2010).Insisi pada laparoskopi sangat kecil, sehingga bagian tidak sehat harus diangkat dengan cara memperbesar salah satu insisi dan menempatkan sebuah kantong ke dalam rongga perut. Usus yang ingin diangkat dimasukkan ke dalam kantong dan kemudian ditarik keluar (Colorectal Cancer Health Centre, 2010).Kolon akan disambungkan dengan menggunakan staples khusus ini disebut anastomosis. Lingkaran staples untuk menghubungan kedua ujung kolon. Anastomosis diperiksa untuk kebocoran. Sebuah saluran juga dapat ditempatkan di dalam abdomen untuk membantu pemulihan setelah operasi. Saluran akan dikeluarkan setelah beberapa hari dan semua insisi akan dijahit atau diplester (Colorectal Cancer Health Centre, 2010).

Gambar 2.11 Laparoscopic proctosigmoidectomy (Hassan, 2011).

Prosedur operasi setiap lokasi colon1. Hemikolektomi Kanan

Gambar 2.12 Hemikolektomi kanan pada colon ascenden (Hassan, 2011).Hemikolektomi kanan biasa dilakukan untuk tumor colon ascenden. Yang dibuang adalah ileum terminale sepanjang 10-12 cm dan setengah colon transversum (colon kanan sampai dengan pangkalnya di mesocolon). Ileum yang sisa di sambung dengan colon transversum, tindakan ini disebut ileotransversum (Hassan, 2011).2. Hemikolektomi kanan extended

Gambar 2. 13 Hemikolektomi kanan extended (Hassan, 2011).Hemikolektomi kanan extended dapat dilakukan untuk mengangkat tumor pada fleksura hepatica atau proksimal colon transversum. Standar hemikolektomi kanan extended adalah dengan mengikut sertakan pemotongan pembuluh darah kolika media. Colon kanan dan proksimal kolon transversum direseksi dilanjutkan anastomosis primer antara ileum dan bagian distal kolon transversum. Jika pasokan darah diragukan, reseksi diperluas sampai fleksura lienalis dan selanjutnya membuat anastomosis ileum dengan kolon descenden (Hassan, 2011).3. Hemikolektomi kiriGambar 2.14 Hemikolektomi kiri (Hassan, 2011).Suatu tumor pada colon transversum bagian distal, fleksura lienalis, atau colon descenden direncanakan untuk dilakukan hemikolektomi kiri. Cabang kiri dari pembuluh darah kolika media, kolika kiri dan cabang pertama dari pembuluh darah sigmoid dilakukan ligase dan dipotong. Selanjutnya dilakukan anastomosis colon transversum dengan colon sigmoid (Hassan, 2011).4. Hemikolektomi kiri extendedDigunakan untuk mengangkat tumor pada colon transversum bagian distal. Pada operasi ini, dilakukan kolektomi kiri dengan diperluas ke bagian proksimal cabang kanan pembuluh darah kolika media (Hassan, 2011).5. Reseksi colon transversum

Gambar 2.15 reseksi colon transversum (Hassan, 2011).Suatu tumor pada pertengahan colon transversum dapat direseksi dengan melakuakn ligase pada pembuluh darah kolika media sekaligus mengangkat seluruh colon transversum yang diikuti membuat anastomosis colon ascenden dengan colon descenden. Bagaimanapun suatu kolektomi kanan diperluas dengan anastomosis antara ileum terminal dengan colon descenden merupakan anastomosis yang aman dengan menghasilkan fungsi yang baik (Hassan, 2011).6. Reseksi colon sigmoidGambar 2.16 reseksi colon sigmoid (Hassan, 2011).Tumor pada colon sigmoid dengan melakukan ligase dan pemotongan cabang sigmoid dari arteri mesenterika inferior. Umumnya colon sigmoid dilakukan reseksi setinggi refleksi peritoneum dilanjutkan anastomosis antara colon descenden dan rectum bagian proksimal. Untuk menghindari tension pada anastomosis maka perlu dilakukan pembebasan fleksura lienalis (Hassan, 2011).

9. PrognosisBerdasarkan histopatologi, pasien dengan kanker colon tipe polip adenomatosa atau tubulovillous adenoma memiliki angka bertahan hidup lebih rendah dibandingkan adenokarsinoma musinosum. Sebaliknya, pasien dengan kanker rectal tipe karsinoid maligna memiliki angka bertahan hidup lebih tinggi dibandingkan dengan adenokarsinoma tipe non spesifik (Brunicardi, 2004).

Tabel 2.4 Angka bertahan hidup 5 tahun mendatang berdasarkan Dukes Modified

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. RANCANGAN PENELITIANPenelitian yang dilakukan merupakan penelitian non-eksperimental menggunakan metode survey deskriptif dengan pendekatan deskriptif retrospektif untuk mengetahui distribusi frekuensi dan penatalaksanaan ca colon di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari 2008 Mei 2014. Subjek penelitian adalah pasien dengan diagnosis ca colon yang masuk ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari 2008 Mei 2014.

B. POPULASI DAN SAMPEL1. Populasia. Populasi targetPopulasi yang menjadi target penelitian kali ini adalah semua pasien dengan ca colon.b. Populasi terjangkauPopulasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien dengan ca colon yang mengunjungi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.2. SampelSampel adalah sebagian atau wakil populasi dari keseluruhan populasi yang diteliti dan dianggap mewakili populasi. Sampel penelitian merupakan populasi terjangkau yaitu pasien dengan ca colon yang mengunjungi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.a. Kriteria inklusi dan eklusi1) Kriteria inklusiPasien ca colon yang mengunjungi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada periode Januari 2008 Mei 2014.2) Kriteria eksklusiPasien yang data rekam mediknya tidak ditemukan.b. Teknik pengambilan sampelPengambilan sampel dilakukan dengan cara total sampling, yaitu pengambilan seluruh sampel pada populasi terjangkau.c. Besar sampelBerdasarkan informasi dari rekam medik, diperoleh data bahwa populasi terjangkau sebesar 635 pasien.

C. PENGUMPULAN DATAPendekatan penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrospektif dengan cara melihat data sekunder dari rekam medik pasien ca colon yang masuk RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama periode Januari 2008 Mei 2014. Data rekam medik pasin diambil dari bagian Rekam Medik RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni 2013. Rekam medis dikumpulkan, dianalisis, dan dilakukan tabulasi sehingga dapat diketahui distribusi frekuensi jenis kelamin dan penatalaksanaan.

D. TATA URUTAN KERJA1. Pengambilan data sekunder pasien dengan diagnosis ca colon di rekam medik pasien di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.2. Tahap pengolahan dan analisis data.3. Tahap penyusunan laporan.

E. ANALISIS DATAAnalisis data merupakan bagian dari suatu penelitian , dimana tujuan dari analisis data adalah agar diperoleh suatu kesimpulan masalah yang diteliti. Data yang telah terkumpul dari bagian rekam medik akan diolah dan dianalisis secara deskriptif.Analisis data yang digunakan adalah metode analisis univaiat. Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel berupa distribusi frekuensi dan persentase pada setiap variable seperti jenis kelamin, dan penatalaksanaan. Analisa data secara deskriptif disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.

F. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIANPengambilan data dilakukan pada bulan Juni 2014 di bagian Rekam Medik RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASILData hasil penelitian menunjukan jumlah pasien ca colon di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo pada bulan Januari 2008 Mei 2014 sebanyak 635 kasus. Dari 635 kasus tersebut, 52 kasus tidak ditemukan data rekam medisnya, sehingga hanya terdapat 583 kasus yang dapat diteliti pada studi ini.Berikut gambaran data pasien ca colon berdasarkan jenis kelamin, usia, penatalaksanaan, lama rawat, dan keadaan saat pulang di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008 Mei 2014.

TahunJumlah kasusPresentase

20086410.98 %

20098514.58 %

20107212.34 %

20119215.79 %

201212020.59 %

201310317.66 %

2014478.06%

Jumlah583100 %

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi penderita Ca Colon di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Bulan Januari 2008 Mei 2014

Hasil penelitian pada Tabel 4.1 menunjukkan distribusi frekuensi penderita Ca Colon setiap tahunnya, mulai dari Januari 2008 sampai Mei 2014. Persentase penderita Ca Colon terbanyak terdapat pada tahun 2012, sedangkan penderita Ca Colon paling rendah terdapat pada tahun 2014.

(a)

(b)Gambar 4.1 (a) (b) Distribusi frekuensi penderita Ca Colon berdasar jenis kelamin di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Januari 2008-Mei 2014

Hasil penelitian pada Gambar 4.1 menunjukkan distribusi frekuensi penderita Ca Colon berdasarkan jenis kelamin mulai dari bulan Januari 2008 sampai Mei 2014. Penderita Ca Colon yang berobat ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo lebih banyak diderita oleh perempuan dibandingkan laki-laki dengan presentase 63.3% dan untuk perempuan 36.7% untuk laki-laki.

Gambar 4.2 Presentase distribusi penderita Ca Colon berdasarkan usia di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008-Mei 2014

Hasil penelitian pada Gambar 4.2 menunjukkan distribusi frekuensi penderita Ca Colon berdasarkan usia mulai dari bulan Januari 2008 sampai Mei 2014. Penderita Ca Colon rerata berusia 54.52 tahun dengan standar deviasi sebesar 12,96.

(a)

(b)Gambar 4.3 persentase distribusi penderita Ca Colon berdasarkan lokasi colon yang terkena kanker di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo bulan Januari2008-Mei 2014.

Hasil penelitian pada Gambar 4.3 menunjukkan distribusi frekuensi penderita Ca Colon berdasarkan lokasi colon yang terkena kanker yang paling banyak terkena mulai dari bulan Januari 2008 sampai Mei 2014. Terbanyak adalah sigmoid 54%, lalu transversum 16.70%, descendens 16.30%, dan yang paling jarang ditemukan adalah tumor colon yang berlokasi di ascenden yaitu 12%.

(a)

(b)Gambar 4.4 persentase distribusi penderita Ca Colon berdasarkan terapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo bulan Januari2008-Mei 2014.

Hasil penelitian pada Gambar 4.4 menunjukkan distribusi frekuensi penderita Ca Colon berdasarkan terapi mulai dari bulan Januari 2008 sampai Mei 2014. Terapi Ca Colon di RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo paling banyak menggunakan operasi disertai kemoterapi ajuvant sebesar 52% sisanya operasi 27%, kemoterapi saja 16% dan radiasi 5%.Gambat 4.5 Presentase distribusi penderita Ca Colon berdasarkan lama rawat di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008 Mei 2014

Hasil penelitian pada Gambar 4.5 menunjukkan distribusi frekuensi penderita Ca Colon berdasarkan lama rawat mulai dari bulan Januari 2008 sampai bulan Mei 2014. Rerata lama rawat adalah 15 hari dengan standar deviasi 1.799 di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo.

Tabel 4.2 Persentase keadaan pasien post perawatan atas indikasi Ca Colon di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008 Mei 2014Keadaan Pasien Post Perawatan Jumlah (persentase)

Sembuh atau kontrol rawat jalan431 (73.92%)

Meninggal63 (10.80%)

Pulang atas permintaan sendiri89 (15.28%)

jumlah583 (100%)

Gambar 4.6 Persentase keadaan pasien post perawatan atas indikasi Ca Colon di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008 Mei 2014

Hasil penelitian pada Tabel 4.2 menunjukkan distribusi frekuensi penderita Ca Colon berdasarkan keadaan pasien post perawatan mulai dari bulan Januari 2008 sampai Mei 2014. Pasien yang sembuh dan control rawat jalan adalah 431 (73.92%), meninggal 63 (10.80%), dan pulang atas permintaan sendiri 89 (15.28%).

B. PEMBAHASAN1. Karakteristik penderita Ca Colon di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008 Mei 2014 berdasarkan jenis kelamin.Penderita Ca Colon di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo paling banyak terjadi pada jenis kelamin perempuan dibandingkan laki-laki. Hasil penelitian ini berkebalikan dengan penelitian Way (2003) bahwa penderita Ca Colon lebih banyak terjadi pada laki-laki. Departemen Kesehatan Indonesia melaporkan angka 1,8 per 100 ribu penduduk sejak tahun 1994-2003 terdapat 372 kasus ca colon yang datang berobat ke RS kanker Dharmais (RSKD). Berdasarkan data rekam medik hanya didapatkan 247 penderita dengan catatan lengkap, terdiri dari 203 (54,57%) pria dan 169 (43,45%) wanita berusia antara 20-71 tahun (Brunicardi, 2004). 2. Karakterstik penderita Ca Colon di RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008 Mei 2014 berdasarkan usiaPenderita Ca Colon di RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo paling banyak terjadi pada usia rerata 54.52 tahun dengan standar deviasi 12.96. hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Durondi (2006) yang mengatakan bahwa usia puncak 50 tahun merupaka salah satu faktor risiko terjadinya Ca Colon. Lebih dari 90% orang yang menderita penyakit ini di diagnosis setelah usia 50 tahun ke atas. Karena pada usia lanjut bersangkutan dengan akumulasi mutasi somatic (Cappel, 2005).3. Karakteristik penderita Ca Colon di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008 Mei 2014 berdasarkan lokasi colon yang terkena karsinomaBerdsarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi terbanyak adalah sigmoid 54%, lalu transversum 16.70%, descendens 16.30%, dan yang paling jarang ditemukan adalah tumor colon yang berlokasi di ascenden yaitu 12%. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Brunicardi (2004) menyatakan bahwa dua pertiga dari ca colon muncul pada colon kiri dan satu per tiga muncul pada colon kanan. Sebagian besar terdapat di rectum (51,6%), diikuti oleh colon sigmoid (18,8%), colon descendens (8,6%), colon transversum (8,06%), colon acendens (7,8%), dan multifocal (0,28%).4. Karakteristik penderita Ca Colon di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008 Mei 2014 berdasarkan penatalaksanaanHasil penelitian pada gambar 4.4 menunjukkan bahwa penderita Ca Colon lebih banyak memilih menggunakan tindakan operasiyang dilanjutkan dengan kemoterapi ajuvant. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ward (2011) yang menyatakan bahwa responden penelitian lebih memilih terapi operasi karena pertimbangan keadaan pasien yang merasa sakit yang dirasakan cukup mengganggu sehingga penderita meminta agar rasa sakit sakit tersebut segera hilang. Konservatif yang biasa dilakukan berupa kemoterapi dan radiasi. Terapi tersebut merupakan terapi paliatif tetatpi tidak memberikan hasil kuratif (Hassan, 2011 ; Ward, 2011).Kemoterapi yang menunjukan efektivitas sebagai terapi adjuvant pada kanker colon juga bermanfaat sebagai adjuvant pada kanker rectal. Kombinasi neo adjuvant (preoperasi) radiasi (4500-5040 cGy) degan 5-FU/leucovorin (dan ditambah yang baru oxaliplatin) dapat mengurangi ukuran massa (down staging) dan juga dapat mengeradikasi tumor secara komplit pada 25% kasus (Way, 2003)5. Karakteristik penderita Ca Colon di RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008 Mei 2014 berdasarkan lama rawatHasil penelitian menunjukkan bahwa lama rawat adalah 15 hari. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Way (2003) dimana setelah dilakukan pembedahan pasien dianjurkan puasa selama 5 hari setelah itu pasien barulah mulai melakukan diet gula, diet susu, lalu diet bubur sumsum, hingga diet nasi secara bertahap sehingga pasien membutuhkan perawatan sedikit lama di ruangan.Lama rawat yang lebih panjang pasca pembedahan dimungkinkan juga karena penderita Ca Colon tidak hanya terdiagnosis Ca Colon saja tetapi ada diagnosis lain yang mnyertai. Sehingga penderita memerlukan waktu lebih lama untuk perwatan di rumah sakit (Hassan, 2011).6. Karakteristik penderita Ca Colon di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008 Mei 2014 berdasarkan keadaan saat pulangBerdasarkan tabel 4.2 didapatkan bahwa keadaan saat pulang paling banyak adalah sembuh atau kembali kontrol ke poli bedah, yaitu sebanyak 73.92%. penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Way (2003) bahwa keadaan saat pulang pasien dengan Ca Colon adalah sembuh atau berobat jalan sebesar 65.76%. Ca colon memiliki prognosis yang lebih baik apabila dilakukan pembedahan dengan mempertimbangkan keadaan umum pasien baik dan belum didapatkan metastasepada organ lain (Hassan, 2011).

C. KETERBATASAN PENELITIANPenelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu :1. Dikarenakan keterbatasan data rekam medis, peneliti tidak dapat menilai faktor resiko lainnya seperti pola makan pasien, dan kecenderungan jenis makanan yang dimakan pasien.2. Peneliti tidak bisa menggali lebih dalam tentang riwayat kanker pada keluarga pasien.

BAB VKESIMPULAN

1. Data penelitian ini diambil dengan pendekatan deskriptif retrospektif dengan cara melihat data sekunder dari rekam medik pasien Ca Colon yang masuk ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama periode Januari 2008 sampai Mei 2014.2. Jumlah penderita ca colon di RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo pada bulan Januari 2008 Mei 2014 sebanyak 635 pasien.3. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan data penderita ca colon di RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo selama periode Januari 2008 Mei 2014.a. Laki-laki: 36.7%b. Perempuan: 63.3%4. Berdasarkan usia didapatkan data penderita ca colon di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo selama periode Januari 2008 Mei 2014 rerata berusia 54.52 tahun dengan standar deviasi 12.965. Berdasarkan jenis penatalaksanaan didapatkan data penderita ca colon di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo selama periode Januari 2008 Mei 2014 paling banyak menggunakan operasi disertai kemoterapi ajuvant sebesar 52% sisanya operasi 27%, kemoterapi saja 16% dan radiasi 5%.6. Berdasarkan lokasi kanker pada colon didapatkan data penderita ca colon di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo selama periode Januari 2008 Mei 2014 terbanyak adalah sigmoid 54%, lalu transversum 16.70%, descendens 16.30%, dan yang paling jarang ditemukan adalah tumor colon yang berlokasi di ascenden yaitu 12%.7. Berdasarkan rerata lama rawat didapatkan data pasien ca colon di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama periode Januari 2008 Mei 2014 adalah 15 hari dengan standar deviasi 1.7998. Berdasarkan rerata lama rawat didapatkan data penderita Ca Colon di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo selama periode Januari 2008 Mei 2014 yaitu pasien yang sembuh dan kontrol rawat jalan adalah 431 (73.92%), meninggal 63 (10.80%), dan pulang atas permintaan sendiri 89 (15.28%).

DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi, F. Charles, Anderson, Dana K, et. Al. 2004. Schawarts Principles of Surgery. Ed 8th.

Cappel M. 2005. The Patophysiology, clical presentation and diagnosis of colon cancer and aneomatous polyps. Philadelphia : Elsevier Saunders

Colorectal Cancer Health Centre. 2010. Laparoscopic Proctosigmoidectomy and Colorectal Cancer. Available from www.webmd.com/colorectal-cancer/default.htm

Doherty G. & Way L ed . 2006. Current Surgical Diagnosis % Treatment 12th Edition Chapeter 30 Large Intestine. California : The McGraw-Hill Companies. Inc

Durondi S, Banerjea A. 2006. Colorectal Cancer : early diagnosing and predisposing causes. Surgery;24 ; 131-136

Hassan Issac. 2011. Rectal Carcinoma Imaging. Diunduh dari http://emedikine.medscape.com/article.373324-overview

Karnadihardja W. 2004. Panduan Klinis Nasional Pengelolaan Karsinoma Kolorektal. Kelompok Kerja Adenokarsinoma Kolorektal.

McPhee S. Papadakis M.Terney L. 2008. Current Medical Diagnosis & Treatment 47th Edition. Oncology Colorectal Cancer. California : The McGraw-Hill Companies, Inc

Pezzoli A, Metarese V, Rubini M, et al. 2007. Colorectal cancer screening: Result of a 5-year program in asymptomatic subject at increased risk. Digestive and Liver Disease.

Sjamsuhidajat-de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta: EGC

Towsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. 2007. Sabiston Textbook of Surgery. Ed 18th. Elsevier Inc.

Ward KC, Young JL. Ries LA.2011. SEER survival monograph : Cancers of the colon and rectum. National Cancer Institute. Diunduh dari http://seer.cancer.gov/publications/survival/surv_colon_rectum.pdf

Way LW, Doherty GM. 2003. Current Surgical Diagnosis Treatment. 11th Ed. New York : Mc Graw-Hill. P716-25

Zieve D. 2009. Colon Cancer. Available from www.nlm.nih.gov/medlineplus/colorectalcancer.html