Top Banner
I. DEFINISI Nefropati diabetic adalah kelainan ginjal yang dapat muncul sebagai akibat dari komplikasi diabetes mellitus (DM) baik tipe 1 maupun 2. II. EPIDEMIOLOGI Diabetes mellitus mengambil peran sebesar 30-40% sebagai penyebab utama stadium akhir penyakit ginjal kronis di Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa yang diawali dengan nefropati diabetik (Ayodele, 2004). Progresivitas nefropati diabetik mengarah stadium akhir penyakit ginjal dipercepat dengan adanya hipertensi (Kronenberg,2008). Angka kejadiannya nefropati diabetik pada diabetes mellitus tipe 1 dan 2 sebanding, tetapi insiden pada tipe 2 sering lebih besar daripada tipe 1 karena jumlah pasien diabetes mellitus tipe 2 lebih banyak daripada tipe 1. Pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan end-stage renal failure (ESRF) jumlahnya saat ini meningkat karena meningkatnya pula prevalensi diabetes mellitus tipe 2 dan secara progresif akan menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah (Kronenberg, 2008). Insidensi nefropati diabetik terutama banyak terjadi pada ras kulit hitam dengan frekuensi 3-6 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit 1
29

Referat Dr Jus

Feb 01, 2016

Download

Documents

Heru Murdianto

abcd
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat Dr Jus

I. DEFINISI

Nefropati diabetic adalah kelainan ginjal yang dapat muncul sebagai akibat dari

komplikasi diabetes mellitus (DM) baik tipe 1 maupun 2.

II. EPIDEMIOLOGI

Diabetes mellitus mengambil peran sebesar 30-40% sebagai penyebab utama

stadium akhir penyakit ginjal kronis di Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa yang

diawali dengan nefropati diabetik (Ayodele, 2004). Progresivitas nefropati diabetik

mengarah stadium akhir penyakit ginjal dipercepat dengan adanya hipertensi

(Kronenberg,2008). Angka kejadiannya nefropati diabetik pada diabetes mellitus tipe

1 dan 2 sebanding, tetapi insiden pada tipe 2 sering lebih besar daripada tipe 1 karena

jumlah pasien diabetes mellitus tipe 2 lebih banyak daripada tipe 1. Pasien diabetes

mellitus tipe 2 dengan end-stage renal failure (ESRF) jumlahnya saat ini meningkat

karena meningkatnya pula prevalensi diabetes mellitus tipe 2 dan secara progresif

akan menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan

pembuluh darah (Kronenberg, 2008). Insidensi nefropati diabetik terutama banyak

terjadi pada ras kulit hitam dengan frekuensi 3-6 kali lipat lebih tinggi dibandingkan

dengan ras kulit putih. Sementara itu, tidak ada perbedaan yang begitu signifikan

kejadian nefropati diabetik antara pria dan wanita (Batuma, 2011).

Di Amerika, nefropati diabetik merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi

di antara semua komplikasi diabetes mellitus, dan penyebab kematian tersering

adalah karena komplikasi kardiovaskular. Prognosis yang buruk akan muncul apabila

terjadi progresi nefropati diabetik dan memburuknya fungsi ginjal yang cepat

sehingga menyebabkan mortalitas 70-100 kali lebih tinggi dari pada populasi normal.

Bahkan dengan upaya dialisa, kelangsungan hidupnya pun masih rendah yitu

sepertiga pasien meninggal dalam satu tahun setelah dimulai dialisa. Pasien nefropati

diabetik yang menjalani terapi penggantian ginjal, morbiditasnya 2-3 kali lebih tinggi

dibanding pasien nondiabetik dalam penyakit ginjal stadium akhir (Eppens, 2006).

1

Page 2: Referat Dr Jus

III. PREVALENSI

Penelitian di luar negeri pada penderita diabetes mellitus tipe 1 menyatakan

bahwa 30-40% dari penderita ini akan berlanjut menjadi nefropati diabetik dini dalam

waktu 5-15 tahun setelah diketahui menderita diabetes. Apabila telah berlanjut

manjadi nefropati diabetik, maka perjalanan penyakitnya tidak dapat dihambat lagi.

Dengan demikian setelah 20-30 tahun menderita diabetes maka sekitar 40-50% akan

mengalami gagal ginjal yang membutuhkan cuci darah dan transplatasi ginjal

(Molitch, 2004).

Pada penderita diabetes mellitus tipe 2 diperkirakan sekitar 5-10% dari

penderita akan menjadi gagal ginjal terminal. Secara persentasi tidak terlalu besar,

tetapi mengingat jumlah penderita diabetes mellitus tipe - tipe lebih banyak maka

secara keseluruhan jumlah penderita gagal ginjal terminal pada penderita diabetes

mellitus tipe 2 akan lebih banyak (Evans, 2008). Prevalensi nefropati diabetik di

Negara barat sekitar 16%. Penelitian di Inggris membuktikan bahwa pada orang asia

jumlah penderita nefropati diabetik lebih tinggi dibandingkan dengan orang barat. Hal

ini disebabkan karena penderita diabetes mellitus tipe 2 di Asia terjadi pada umur

yang relatif lebih muda sehingga berkesempatan mengalami nefropati diabetik lebih

besar. Di Thailand nefropati diabetik dilaporkan sebesar 29,4%, di Philipine sebesar

20,8%, sedang fi Hongkong 13,1. Di Indonesia terdapat angka yang bervariasi dari

2,0% sampai 39,3% (Santoso, 2010).

IV. ETIOLOGI

Nefropati diabetik disebabkan oleh kelainan pembuluh darah halus pada

glomerolus ginjal. Pada keadaan normal protein yang terkandung dalam darah tidak

akan bisa menembus ginjal. Namun, jika sel di dalam ginjal rusak, maka beberapa

molekul protein yaitu albumin bisa melewati dinding pembuluh darah halus dan

masuk ke saluran urin sehingga ditemukan dalam urin yang disebut

2

Page 3: Referat Dr Jus

mikroalbuminuria. Pertanda awal dari nefropati diabetik adalah terdapatnya albumin

di dalam urin. Awalnya hanya albumin yang halus (mikroalbuminuria). Selanjutnya,

sejalan dengan memberatnya komplikasi maka akan dijumpai makroalbiminuria. ND

dapat dibedakan menjadi dua kategori utama berdasarkan jumlah albumin yang

hilang pada ginjal, yaitu:

1. Mikroalbuminuria

Terjadi kehilangan albumin dalam urin sebesar 30 - 300 mg/hari.

2. Proteinuri

Terjadi bila terjadi kehilangan albumin dalam urine lebih dari 300mg/hari.

Keadaan ini dikenal sebagai makroalbuminuria atau nefropati overt.

V. FAKTOR RESIKO

Faktor-faktor risiko terjadinya nefropati diabetik antara lain hipertensi,

glikosilasi hemoglobin, kolesterol total, peningkatan usia, resistensi insulin, jenis

kelamin, ras (kulit hitam), dan diet tinggi protein (Arsono, 2005). Hipertensi atau

tekanan darah yang tinggi merupakan komplikasi dari penyakit diabetes mellitus

dipercaya paling banyak menyebabkan secara langsung terjadinya nefropati diabetik.

Hipertensi yang tak terkontrol dapat meningkatkan progresivitas untuk mencapai fase

nefropati diabetik yang lebih tinggi (Fase V nefropati diabetik) (Santoso, 2010).

Tidak semua pasien diabetes mellitus tipe I dan II berakhir dengan nefropati

diabetik. Dari studi perjalanan penyakit alamiah ditemukan beberapa factor risiko

antara lain:

1. Hipertensi

Hipertensi dapat menjadi penyebab dan akibat dari nefropati diabetik. Dalam

glomerulus, efek awal dari hipertensi sistemik adalah dilatasi arteriola afferentia,

yang berkontribusi kepada hipertensi intraglomerular, hiperfiltrasi, dan kerusakan

hemodinamik. Respon ginjal terhadap sistem rennin-angiotensin menjadi abnormal

pada ginjal diabetes. Untuk alasan ini, agen yang dapat mengkoreksi kelainan

3

Page 4: Referat Dr Jus

tekanan intraglomerular dipilih dalam terapi diabetes (Santoso, 2010). ACE

inhibitor secara spesifik menurunkan tekanan arteriola efferentia, karena dengan

menurunkan tekanan intraglomerular dapat membantu melindungi glomerulus dari

kerusakan lebih lanjut, yang terlihat dari efeknya pada mikroalbuminuria

(Velasquez,1998).

2. Predisposisi genetika barupa riwayat keluarga mengalami nefropati diabetik dan

hipertensi (Santoso, 2010).

3. Kepekaan (susceptibility) nefropati diabetik

a. Antigen HLA (Human Leukosit Antigen)

Beberapa penelitian menemukan hubungan factor genetic tipe antigen HLA

dengan kejadian nefropati diabetik. Kelompok penderita diabetes dengan

nefropati lebih sering mempunyai Ag tipe HLA-B9 (Santoso, 2010).

b. Glukosa Transporter (GLUT)

Setiap penderita diabetes mellitus yang mempunya GLUT 1-5 mempunyai

potensi untuk mendapat nefropati diabetik (Santoso, 2010).

4. Hiperglikemia

Kontrol metabolic yang buruk dapat menjadi memicu terjadinya nefropati diabetik.

Nefropati diabetik jarang terjadi pada orang dengan HbA <7,5-8,0^ (Di Landro,

1998). Pada akhirnya glukosa memiliki arti dan pertanda klinis untuk kelainan

metabolic yang memicu nefropati diabetik (The DCCT Research Group, 1993).

5. Kelainan metabolik lain yang berhubungan dengan keadaan hiperglikemia juga

berperan dalam perkembangan nefropati diabetik termasuk AGEs dan polyols.

AGEs ialah hasil pengikatan nonenzimatik, yang tidak hanya mengubah struktur

tersier protein, tapi juga menghasilkan intra dan intermolecular silang. Berbagai

macam protein dipengaruhi oleh proses ini. Kadar AGEs di sirkulasi dan jaringan

diketahui berhubungan dengan mikroalbuminuria pada pasien diabetes. Kadar

AGEs pada dinding kolagen arteri lebih besar 4 kali pada orang dengan diabetes

4

Page 5: Referat Dr Jus

(Makita,1991). Pasien diabetes dengan ESRD memiliki AGEs di jaringan dua kali

lipat lebih banyak daripada pasien diabetes tanpa gangguan ginjal (Sudoyo, 2006).

6. Merokok

Merokok meningkatkan progresi nefropati diabetic. Analisis mengenai factor

resiko menunjukan bahwa merokok meningkatkan kejadian nefropati diabetik

sebesar 1,6 kali lipat lebih besar.

VI. GEJALA KLINIS

Sesuai dengan  tahap-tahapnya, keluhan dan gejala pada penderita nefropati

diabetes dapat bervariasi dari yang asimptomatik (tahap I s/d III) sampai dengan

gejala uremia yang berat (tahap IV s/d V). Gejala-gejala uremia dapat berupa lemah

badan, anoreksia, mual, muntah yang disertai dengan anemia, overhidrasi, asidosis,

hipertensi, kejang-kejang sampai coma uremik. Selain itu penderita nefropati diabetes

sering disertai dengan komplikasi mikro/makrovaskular lain seperti neuropati,

retinopati dan gangguan serebrovaskular atau gangguan profil lemak.

Diabetic nephropathy tidak mempunyai gejala klinis. Gejala timbul pada

tingkat akhir dan merupakan hasil dari eksresi protein yg banyak melalui urine atau

akhirnya akan timbul renal failure.

Bengkak, biasanya  disekitar mata pada pagi hari kemudian ke seluruh badan

Urin berbusa

Pertambahan berat badan yang tidak disengaja (karena adanya penumpukan

cairan)

Bengkak pada kaki

Nafsu makan berkurang

Mual dan muntah

Rasa sakit yang menyeluruh

Fatique

5

Page 6: Referat Dr Jus

Sakit kepala

Cegukan berulang

Gatal-gatal

Manifestasi utama penyakit glomerulus diabetik adalah proteinuria. Awalnya

hanya sejumlah kecil albumin 15-40 mikrogram/menit diekresi terutama sesudah

latihan fisis (mikroalbuminuria). Laju filtrasi glomerulus pada awalnya meningkat

dan sesudah itu turun kearah normal bersamaan dengan munculnya proteinuria yg

jelas. Sedimen urin secara khas biasanya tidak mengalami kelainan, meskipun

mikrohematuria dan atau piuria juga dapat muncul jika terjadi komplikasi infeksi

saluran kemih atau nekrosis papilaris. Hipertensi terjadi pada saat mikroalbuminuria

muncul, dan pada saat LFG turun dari kadar normalnya. Jika hipertensinya berat,

sebaiknya dicurigai sebagai komplikasi stenosis arteri renalis aterosklerotik. Asidosis

metabolik hiperkloremik ringan sering terjadi

VII. KLASIFIKASI

Perjalanan penyakit serta kelainan ginjal pada DM lebih banyak dipelajari pada DM

tipe 1 daripada tipe 2, dibagi menjadi 5 tahapan (Sudoyo, 2006).

Tahap 1

Pada tahap ini LFG meningkat sampai dengan 40% di atas normal yang disertai

dengan hiperfiltrasi dan hipertropi ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan

darah biasanya normal. Tahap ini masib reversible dan berlangsung 0-5 tahun

sejak awal diagnosis DM tipe 1 ditegakkan. Dengan pengendalian glukosa darah

yang ketat, biasanya kelainan fungsi maupun struktur ginjal akan normal kembali.

Tahap 2

Pada Tahap ini terjadi setelah 5-10 tahun diagnosis DM tegak, saat perubahan

morfologik ginjal dan faal ginjal berlanjut, dengan LFG masih tetap meningkat.

Albuminuria hanya akan meningkat setelah latihan jasmani, keadaan stress atau

kendali metabolic yang memburuk. Keadaan ini dapat berlangsung lama. Hanya

6

Page 7: Referat Dr Jus

saja sedikit yang akan berlanjut ke tahap berikutnya. Progresivitas biasanya terkait

dengan memburuknya kendali metabolic. Tahap ini selalu disebut sebagai tahap

sepi (Silent Stage) atau disebut juga tahap asimptomatik.

Tahap 3

Pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria atau nefropati insipien. LFG

meningkat atau dapat menurun sampai derajat normal. Laju eksresi albumin dalam

urin adalah 20 – 200 ig/menit (30 – 300 mg/24 jam). Tekanan darah mulai

meningkat. Secara histologis didapatkan peningkatan ketebalan membrana basalis

dan volume mesangium fraksional dalam glomerulus. LFG masih tetap tinggi dan

tekanan darah masih tetap ada dan mulai meningkat. Keadaan ini dapat bertahun-

tahun dan progresivitas masih mungkin dicegah dengan kendali glukosa dan

tekanan darah yang kuat.

Tahap 4

Tahap ini merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut. Perubahan histologis lebih

jelas, seperti yang ditunjukkan Gambar 1, dan juga timbul hipertensi pada

sebagian besar pasien. Sindroma nefrotik sering ditemukan pada tahap ini. LFG

menurun, sekitar 10 ml/menit/tahun dan kecepatan penurunan ini berhubungan

dengan tingginya tekanan darah.

Natural History of Diabetic Nephropathy

Designation CharateristicsGPR(ml/min)

Albumin Excretion

Blood Pressure

Stage 1Hyperfunction and Hypertrophy

Glomenular Hyperfiltration

Icreased in Type 1 and Type 2

May be increased

Type 1 normal Type 2 normal hypertension

Stage 2

“Silent” stage Thickened BM Expanded Mesangium

Normal Type 2 normal Type 3 may be < 30 – 300 mh/24 hr

Type 1 normal Type 2 normal hypertension

Stage 3 Incipient Microalbuminur GPR begins 30 – 300 mg/24 Type 1

7

Page 8: Referat Dr Jus

Diabetes ia to fall hr increasedType 2 normal hypertension

Stage 4Overt Diabetic Nephropathy

Macroalbuminuria

GPR below NI

> 300 mg/24 hr Hypertension

Stage 5 Uremia ESRD 0 – 10 Decreasing Hypertension

Gambar 1. Gambaran Histologis Nefropati Diabetik

Sumber: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0378874112000888

Tahap 5

8

Page 9: Referat Dr Jus

Ini adalah tahap gagal ginjal atau End Stage Renal Failure, saat LFG sudah

sedemikian rendah sehingga penderita menunjukkan tanda-tanda sindrom

uremik, dan memerlukan tindakan khusus yaitu terapi pengganti, dialysis

maupun cangkok ginjal.

Gambar 2. Progresi Kerusakan Ginjal Kronik

VIII. DIAGNOSIS

Diagnosis Nefropati Diabetika dapat dibuat apabila dipenuhi persyaratan seperti di

bawah ini:

1.DM

2.Retinopati Diabetika

3.Proteinuri yang presisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu tanpa penyebab

proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan plus kadar kreatinin serum

>2,5mg/dl. Data yang didapatkan pada pasien antara lain pada:

1. Anamnesis

9

Page 10: Referat Dr Jus

Dari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun keluhan tidak khas dari

gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa poliuri, polidipsi, polipagi,

penurunan berat badan. Keluhan tidak khas berupa: kesemutan, luka sukar

sembuh, gatal-gatal pada kulit, ginekomastia, impotens.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Mata Pada Nefropati Diabetika didapatkan kelainan pada retina

yang merupakan tanda retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan

Funduskopi berupa :

1. Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam

kapiler retina.

2. Mikroaneusisma, berupa tonjolan dinding kapiler, terutama daerah kapiler

vena.

3. Eksudat berupa : a).Hard exudate. Berwarna kuning, karena eksudasi plasma

yang lama. b).Cotton wool patches. Berwarna putih, tak berbatas

tegas,dihubungkan dengan iskhemia retina.

4. Shunt artesi-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi

kapiler.

5. Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan permeabilitas

mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.

6. Neovaskularisasi Bila penderita jatuh pada stadium end stage (stadium IV-V)

atau CRF end stage, didapatkan perubahan pada : −Cor cardiomegali

−Pulmo oedem pulmo

3. Pemeriksaan Laboratorium (Uniralisis)

Pemeriksaan urinalis rutin dianjurkan untuk skrining mikroalbuminuria.

Secara khas, proteinuria hasil pemeriksaan urinalisis dari seorang pasien

dengan ND berkisar dari 150 mg/dL sampai lebih besar dari 300 mg/dL,

glukosuria, dan kadang-kadang benda hialin.

10

Page 11: Referat Dr Jus

Mikroalbuminuria didefinisikan sebagai eksresi albumin lebih dari 20

mcg/min. Fase ini menunjukkan ND insiepien dan perlu penatalaksanaan

agresif, di mana pada stage ini penyakit ini masih reversibel.

Pemeriksaan urin tampung 24 jam untuk ureum, kreatinin, dan protein secara

signifikan sangat berguna untuk mengukur jumlah kehilangan protein dan

untuk memperkirakan laju filtrasi glomerulus (LFG).

Pemeriksaan urin secara mikrokopis dapat membantu menyingkirkan gambaran

nefritis, yang dapat digunakan juga untuk mengingkirkan golmerulopathi primer

yang lain, terutama pada penurunan fungsi ginjal yang cepat (misalnya pada

rapidly progressive glomerulonephritis).

Pemeriksaan Radiologis :

USG ginjal

Untuk mengetahui ukuran ginjal, yang biasanya normal sampai meningkat

pada stage awal dan lanjut, menurun atau menyusut pada penyakit ginjal

kronis.

Untuk menyingkirkan adanya sumbatan.

Memungkinkan dilakukannya pemeriksaan ekhogenisitas untuk penyakit

ginjal kronis.

IX. PENATALAKSANAAN

1. Umum

a. Pengendalian keadaan metabolic / gula darah dengan mengatur diet yang

disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Jumlah kalori yang diperhitungkan

untuk keperluan basal 35 kcal/kgBB/hari. Insulin untuk pasien DMT 1 dan

obat penurun gula darah untuk pasien DMT 1 apabila gula darah tidak

terkontrol dengan   diet.

11

Page 12: Referat Dr Jus

b. DM dengan albuminuria : protein dalam diet dibatasi à 0,8 gr/ kgBB hari

c. DM dengan hipertensi : diet DM + obat antihipertensi ACEI/ kombinasi ACEI

+ antagonis kalsium bila tekanan darah tak terkendali dengan ACEI target

tekanan darah 130/80 mmHg

d. DM dengan insuffisiensi ginjal: diet DM dengan pembatasan protein 0.6-0,8

gr/kgBB/hari. Pasien dengan insufisiensi ginjal yang mendapat ACEI perlu di

monitor fungsi ginjal secara berkala.

2. Khusus

a. DM dengan albuminuria : protein dalam diet dibatasi à 0,8 gr/kgBB/hari

b. DM dengan hipertensi : Diet DM + obat antihipertensi penghambat ACE atau

kombinasi ACEI + antagonis kalsium bila tekanan darah tidak terkendali

dengan ACEI saja. Target tekanan darah 130/80 mmHg

c. DM dengan insufiensi ginjal : diet DM dengan pembatasan protein

0,6-0,8/kgBB/hari. Pasien insufisiensi ginjal yang mendapat ACEI perlu di

monitor fungsi ginjal secara berkala.3. Medikamentosa

Hormon → untuk menstimulasi penggunaan glukosa dalam sel dan mengurangi

kadar gula darah

Insulin (Novolin, Humulin)

Insulin regular : onset dimulai ±30 menit setelah SC dan berakhir 8-12 jam.

Efek maximal diperoleh 1-3 jam

Buffered regular insulin : Farmakokinetik sama dengan insulin regular,

dipakai secara SC.

12

Page 13: Referat Dr Jus

Insulin Lispro atau insulin aspart : Lebih cepat untuk menurunkan aktifitas

glukosa secara SC. Kadar puncak plasma dicapai dalam 30-90 menit setelah

SC, lebih cepat dibanding regular insulin

Semi lente insulin : onset actionnya 1-1,5 jam SC. Efek puncak timbul 5-10

jam

Intermediate – acting NPH insulin, Dosis : 0,5-1 U/kgBB/ hari SC dibagi

beberapa dosis, Kurangi dosis untuk mempertahankan kadar 80-140 mg/dl

pada saat kadar glukosa sebelum makan dan menjelang tidur

Sulfonyl urea

Chlorpropamide

Generasi pertama sulfonyi urea yang menstimulasi pelepasan insulin dari sel β

pancreas. Dosis 100-500 mg/hari per oral setiap hari.

Tolazamide

Generasi pertama sulfonyi urea yang menstimulasi pelepasan insulin dari sel β

pancreas. Dosis 500-3000mg/hari peroral 2x sehari atau 3x sehari.

Glyburide

Generasi kedua sulfonyl urea yang menstimulasi pelepasan insulin dari sel β

pancreas. Dosis 1,25-20 mg/hari peroral 2x sehari

Glipizide

Generasi kedua sulfonyl urea yang menstimulasi pelepasan insulin dari sel β

pancreas. Dosis 2,5-40 mg/hari peroral 2x sehari.

Golongan Biguanides :

Metformin (glucophage) :

Mengurangi pelepasan glukosa hati

Meningkatkan absorbsi glukosa di intestinal

Meningkatkan pengambilan glukosa di jaringan peripheral. Dosis awal : 500

mg peroral 2x sehari13

Page 14: Referat Dr Jus

Golongan Thiazolidinedione :

Pioglitazone (Actos) :

Meningkatkan respon sel target terhadap insulin tanpa mengurangi sekresi

insulin dari pancreas.

Mengurangi hepatic glukosa output dan meningkatkan insulin dependent use

pada otot skeletal, hati dan jaringan lemak. Dosis initial dosis :15-30 mg per

oral per hari. JIka kurang respon tingkatkan 45mg per oral per hari.

Golongan Angiotensin- Converting Enzym Inhibitor

Captopril (Dosis 25-75 mg per oral 3x sehari)

Enalapril

1. Inhibitor ACE

2. Mengurangi levels angiotensi II

3. Mengurangi sekresi aldosteron (Dosis 10-20 mg peroral tiap hari 2x sehari)

Lisinopril (Dosis 10-80 mg peroral tiap hari)

Golongan Angiotensin Receptor Blockers

Lasartan 50mg/hari per oral

Golongan Beta Adrenergik Blocking Agent

Metaprolol 100-400mg peroral 3x sehari

Atenolol 50-100 mg peroral per hari

Labetalol 200-240mg /hari 2x sehari

Golongan Calsium Channel Blockers

Diltiazem 30-80mg peroral/6 jam

Amilodipine 5-10 mg per oral/hari

14

Page 15: Referat Dr Jus

Nifedipine 20-40 mg peoral/8 jam

Verapamil 80-160 mg peroral/8 jam

Golongan Diuretic

Furosemid 20-80 mg peroral atau 2-3x sehari

HCT 25-100mg per oral per hari

Bumetanide 0,5-2 mg peroral per hari atau dibagi 2x sehari

X. PROGNOSISSecara keseluruhan prevalensi dari mikroalbuminuria dan makroalbuminuria

pada kedua tipe diabetes melitus diperkirakan 30-35%. Nefropati diabetik jarang

berkembang sebelum sekurang-kurangnya 10 tahun pada pasien IDDM, dimana

diperkirakan 3% dari pasien dengan NIDDM yang baru didiagnosa menderita

nefropati. Puncak rata-rata insidens (3%/th) biasanya ditemukan pada orang yang

menderita diabetes selama 10-20 tahun. Mikroalbuminuria sendiri memperkirakan

morbiditas kardiovaskular, dan mikroalbuminuria dan makroalbuminuria

meningkatkan mortalitas dari bermacam-macam penyebab dalam diabetes melitus.

Mikroalbuminuria juga memperkirakan coronary and peripheral vascular

disease dan kematian dari penyakit kardiovaskular pada populasi umum non diabetik.

Pasien dengan proteinuria yang tidak berkembang memiliki tingkat mortalitas yang

relatif rendah dan stabil, dimana pasien dengan proteinuria memiliki 40 kali lipat

lebih tinggi tingkat relatif mortalitasnya. Pasien dengan IDDM dan proteinuria

memiliki karakteristik hubungan antara lamanya diabetes /umur dan mortalitas relatif,

15

Page 16: Referat Dr Jus

dengan mortalitas relatif maksimal pada interval umur 34-38 tahun (dilaporkan pada

110 wanita dan 80 pria). ESRD adalah penyebab utama kematian, 59-66% kematian

pada pasien dengan IDDM dan nefropati. Tingkat insidens kumulatif dari ESRD pada

pasien dengan proteinuria dan IDDM adalah 50%, 10 tahun setelah onset proteinuria,

dibandingkan dengan 3-11%, 10 tahun setelah onset proteinuria pada pasien Eropa

dengan NIDDM. Penyakit kardiovaskular juga penyebab utama kematian (15-25%)

pada pasien dengan nefropati dan IDDM, meskipun terjadi pada usia yang relatif

muda.9

XI. KESIMPULAN

1. Nefropati Diabetika adalah komplikasi Diabetes Mellitus pada ginjal yang dapat berakhir sebagai gagal ginjal.

2. Diagnosa Nefropati Diabetika ditegakkan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. DM

b. Retinopati Diabetika

c. Proteinuria yang persisten selama 2 kali pemeriksaan dengan interval 2 minggu tanpa ditemukan penyebab proteinuria yang lain atau proteinuria satu kali pemeriksaan piks kadarr kreatinin serum > 2,5 mg/dl.

3. Manajemen Nefropati Diabetika tergantung pada presentasi klinis, yaitu saat: Incipient diabetic nephropathy, Over diabetic nephropathy,atau End stage diabetic nephropathy.

16

Page 17: Referat Dr Jus

DAFTAR PUSTAKA

1. American Diabetes Association (ADA). 2003. Diabetik Nephropathy. www.diabetes.diabetesjournals.com/cgi/content.

2. Arsono, Soni. 2005. Diabetes Melitus Sebagai Faktor Risiko Kejadian Gagal Ginjal Terminal (Studi Kasus Pada Pasien RSUD Prof.Dr. Margono Soekarjo Purwokert. Jurnal Epidemiologi.

3. Ayodele, O.E., Alebiosu, C.O., Salako, B.L. 2004. Diabetik nephropathy areview of the natural history, burden, risk factors and treatment. Dalam:Journal National Medical Association: 1445–54.

4. Batuma, Vehici. 2011. Diabetik Nephropaty. eMedicine Medscape.

5. Di Landro, D., Catalano, C., Lambertini, D., Bordin, V., Fabbian, F., Naso, A.,dan Romagnoli, G. 1998. The effect of metabolik control on development and progression of diabetik nephropathy. Dalam : Nephrology Dial Transplant, 13(Suppl 8),35-43.

6. Dronavalli, S., Duka I., Bakris G.L. 2008. The pathogenesis of diabetik nephropathy. Nature clinical practice endocrinology and metabolism. August 2008 VOL 4 NO 8.

7. Eppens, M. C., Craig, M. E., Cusumano, J., Hing, S., Chan., A. K. F., Howard, N. J., Silink, M., dan Donaghue, K. C. 2006. Prevalence of Diabetes Complications in Adolescents With Type 2 Compared With Type 1 Diabetes. Diabetes Care, 29, 1300-6.

8. Evans, T.C., Capell P. 2000. Diabetik Nephropathy. Clinical Diabetes. VOL. 18 NO.1 Winter 2000.

9. Foster, D.W. 1994. Diabetes Mellitus in Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13, EGC. Jakarta. Hal 2212-2213.

10. Gustaviani, R. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. IV : Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

11. Hendromartono. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV : Nefropati Diabetik . Jakarta, Balai Penerbit FKUI.

17

Page 18: Referat Dr Jus

12. Kronenberg, H. M., Sholmo Melmed, Kenneth S, Polonsky P, Reed Larsen. 2008. Williams Textbook of Endocrinology, 11th ed. Philadelphia, Saunders Elsevier's Health Sciences.

13. Ligaray, K. 2007. Diabetes Mellitus, Type 2. www.emedicine.com/med.

14. Makita, Z., Radoff, S., Rayfield, E., Yang, Z., Skolnik, E., Delaney, V., Friedman, E., Cerami, A., dan Vlassara, H. 1991. Advanced glycosylation end products in patients with diabetik nephropathy. Dalam : New Englan Journal Medicine, 325, 836-42.

15. Marcantoni, C., Ortalda, V., Lupo, A., dan Maschio, G. 1998. Progression of renal failure in diabetik nephropathy. Dalam : Nephrology Dial Transplant, 13(Suppl 8), 16-19.

16. Mehler, P., Jeffers, B., Biggerstaff, S., dan Schrier, R. (1998). Smoking as a risk factor for nephropathy in non-insulin-dependent diabetiks. Dalam : Journal Gen Internal Medicine, 13, 842-45.

17. Molitch, M. E., DeFronzo, R. A., Franz, M. J., Keane, W. F., Mogensen, C. E., Parving, H-H., Steffes, M. W. 2004. Nephropathy in Diabetes. Dalam : Diabetes Care January, 27 (Supplemen I), 79-83.

18. Permanasari, A., Dwiana A., Saleh A., Dharma M. 2010. Nefropati Diabetes. http://www.scribd.com/doc/47089834/Nefropati-Diabetikum.

19. Rani, A. Soegaondo, S. Nasir, A. 2005. Standar Pelayanan Medik PAPDI  Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

20. Roesli, R. Susalit, E. Djafaar, J. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. III : Nefropati Diabetik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

21. Soegondo, S. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Jakarta, PB. Perkeni.

22. Soman, S.S. 2009. Diabetik Nephropathy. eMedicine Specialities http://www.nature.com/nature/journal/v414/n6865/fig_tab/414813a_F1.html

23. Sudoyo, Aru W., Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcelinus Simadibrata K, Siti Setiati. 2006. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanisme Terjadinya,

18

Page 19: Referat Dr Jus

Diagnosis, dan Strategi Pengelolaan dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FK UI : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam hal 1184-88.

24. Suyono, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV : Diabetes Melitus Di Indonesia. Jakarta, Balai Penerbit FKUI. p: 1875.

25. The DCCT Research Group. 1993. The effect of intensive treatment of diabetes on the development and progression of long-term complications in insulin- dependent diabetes mellitus. Dalam : New England Journal Medicine, 329, 977-86.

26. Tjokroprawiro, A. 1999. Diabetes Update 1999. Presented at: Surabaya Diabetes Update – VI. Surabaya, 13-14 November 1999.

27. Velasquez, M., Bhathena, S., Striffler, J., Thibault, N., dan Scalbert, E. 1998. Role of angiotensin-converting enzyme inhibition in glucose metabolism and renal injury in diabetes. Dalam : Metabolism, 47 (12 Suppl 1), 7-11.

28. Waspadji, S. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. III : Gambaran Klinis Diabetes Melitus Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

19

Page 20: Referat Dr Jus

20