Top Banner
REFERAT “DIABETES MELITUS” PEMBIMBING: Dr. Femiko M. Sitohang, Sp.PD DISUSUN OLEH: Suci Ananda Putri, S. Ked 030.09.243 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
57

Referat DM - Edit

Jan 21, 2016

Download

Documents

linapratiwi825
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat DM - Edit

REFERAT

“DIABETES MELITUS”

PEMBIMBING:Dr. Femiko M. Sitohang, Sp.PD

DISUSUN OLEH:

Suci Ananda Putri, S. Ked

030.09.243

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD KOTA BEKASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 15 JULI 2013 – 28 SEPTEMBER 2013

Page 2: Referat DM - Edit

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah referat dengan judul “Diabetes Melitus” telah diterima dan disetujui pada

Tanggal 3 Agustus 2013 sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik

Ilmu Penyakit Dalam Periode 15 Juli 2013 – 28 September 2013 di RSUD Kota Bekasi.

Bekasi, 4 September 2013

dr. Femiko Sitohang, Sp.PD

1

Page 3: Referat DM - Edit

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan

hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas referat dalam Kepaniteraan Klinik

Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Kota Bekasi, mengenai “DIABETES MELITUS”.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi.

Namun, penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain

berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan semua pihak sehingga kendala-kendala yang

penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Femiko Sitohang Sp.PD sebagai dokter

pembimbing dalam pembuatan referat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat kekurangan.

Oleh karena itu, penulis terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun dari semua

pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan dapat membantu teman sejawat serta para

pembaca pada umumnya dalam memahami Diabetes melitus.

Bekasi, 7 September 2013

2

Page 4: Referat DM - Edit

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................................1

KATA PENGANTAR ......................................................................................................2

DAFTAR ISI ....................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................4

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................4

1.2 Tujuan Penulisan ........................................................................................................4

BAB II DIABETES MELITUS.........................................................................................5

2.1 Definisi........................................................................................................................5

2.2 Epidemiologi ..............................................................................................................5

2.3 Fisiologi Insulin dan Homeostasis Glukosa................................................................6

2.4 Etiopatogenesis dan Klasifikasi...................................................................................7

2.5 Patofisiologi...............................................................................................................11

2.6 Gambaran Klinis........................................................................................................11

2.7 Diagnosis...................................................................................................................12

2.8 Komplikasi.................................................................................................................13

2.8.1 Komplikasi akut............................................................................................13

2.8.2 Komplikasi kronik........................................................................................15

2.9 Penatalaksanaan.........................................................................................................16

2.9.1 Evaluasi Medis pada Pertemuan Pertama.....................................................16

2.9.2 Evaluasi Medis Secara Berkala.....................................................................18

2.9.3 Pilar Penatalaksanaan DM............................................................................18

2.10 DM pada Keadaan Khusus......................................................................................32

2.10.1 DM pada Stroke..........................................................................................32

2.10.2 DM pada Infeksi Sekunder .........................................................................32

2.10.3 DM pada TBC.............................................................................................33

2.10.4 DM pada Acute Coronary Syndrome..........................................................34

2.10.5 DM pada Hiperkoagubilitas........................................................................34

2.11 Prognosis.................................................................................................................35

BAB III KESIMPULAN.................................................................................................36

BAB IV DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................37

3

Page 5: Referat DM - Edit

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolic menahun yang

lebih dikenal sebagai pembunuh manusia secara diam-diam atau “silent killer”.

Sering kali manusia tidak menyadari bahwa dirinya telah menyandang diabetes dan

ketika mengetahuinya, semua sudah terlambat karena komplikasi yang ditimbulkan.

Diabetes dikenal juga sebagai “mother of disease” yang merupakan induk/ibu dari

penyakit-penyakit lain, seperti hipertensi, penyakit jantung dan pembuluh darah,

stroke, gagal ginjal dan kebutaan.

Di antara penyakit degeneratif, diabetes melitus adalah salah satu di antara

penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. Diabetes

sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad

21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di

atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun

kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan meningkat menjadi 300 juta orang.

Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara berkembang,

akibat peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan, akhir-akhir ini banyak

disoroti. Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup terutama di

kota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degenerative, seperti

penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan lain-lain.

Data epidemiologis di negara berkembang memang masih belum banyak. Oleh

karena itu, angka prevalensi yang dapat ditelusuri terutama berasal dari negara maju.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, epidemiologi,

patogenesis, patofisiologi, gambaran klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis,

komplikasi dan terapi dari diabetes melitus.

4

Page 6: Referat DM - Edit

BAB II

DIABETES MELITUS

2.1 DEFINISI

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau keduanya.1

2.2 EPIDEMIOLOGI

Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa

dari statistik kematian di dunia, 57 juta jiwa kematian terjadi setiap tahunnya

disebabkan oleh penyakit tidak menular dan diperkirakan bahwa sekitar 3,2 juta jiwa

per tahun penduduk dunia meninggal akibat DM. Selanjutnya, pada tahun 2003

WHO memperkirakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk dunia yang

berusia 20-79 tahun menderita DM dan pada 2025 akan meningkat menjadi 333 juta

jiwa. WHO memprediksi Indonesia, bahwa ada kenaikan dari 8,4 juta diabetisi pada

tahun 2000, akan meningkat menjadi sekitar 21,3 juta diabetes pada tahun 2030. Hal

ini akan menjadikan Indonesia menduduki rangking ke-4 dunia setelah Amerika

Serikat, China dan India dalam prevalensi diabetes.

Pada tahun 2005 WHO telah mencatat bahwa 70% angka kematian dunia

disebabkan oleh penyakit tidak menular. Yaitu, 30% karena penyakit jantung dan

pembuluh darah, kanker 13%, penyakit kronis lainnya 9%, saluran pernapasan

kronik (7%), kecelakaan (7%) dan 2% disebabkan karena DM. Kontribusi DM

terhadap penyakit jantung dan pembuluh darah sebagai penyebab kematian utama

tersebut sangat besar. Hasil telaah para pakar diabetes menyimpulkan bahwa

penyakit hipertensi pada diabetes di Indonesia meningkat dari 15% menjadi 25% dan

40%-50% dari penderita penyakit jantung adalah diabetes. Sedangkan komplikasi

kronik lainnya, seperti stroke, kebutaan, penyakit ginjal kronik, luka kai yang sulit

sembuh, dan impotensi merupakan masalah besar bagi kelangsungan hidup dan

produktivitas manusia yang mengakibatkan beban biaya kesehatan yang sangat

mahal.

Hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menunjukkan bahwa

secara nasional, prevalensi DM berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala

adalah 1,1%. Sedangkan prevalensi nasional DM berdasarkan hasil pengukuran gula

5

Page 7: Referat DM - Edit

darah pada penduduk umur > 15 tahun yang bertempat tinggal di perkotaan adalah

5,7%. Riset ini juga menghasilkan angka Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) secara

nasional berdasarkan hasil pengukuran gula darah yaitu pada penduduk berumur >

15 tahun yang bertempat tinggal di perkotaan sebesar 10,2%.2

2.3 FISIOLOGI INSULIN DAN HOMEOSTASIS GLUKOSA

Homeostasis glukosa yang normal diatur oleh tiga proses yang saling

berhubungan, yaitu, (1) produksi glukosa di hepar, (2) pengambilan glukosa dan

penggunaannya oleh jaringan perifer, terutama oleh otot skeletal, dan (3) kerja

insulin dan regulasi hormon berlawanan (glukagon).

Fungsi metabolik utama dari insulin adalah untuk meningkatkan kadar

transpor glukosa ke dalam sel-sel tertentu, seperti sel otot skeletal (termasuk sel

miokard), dan adiposit yang secara kolektif menggambarkan 2/3 dari total berat

tubuh. Pengambilan glukosa di jaringan perifer, terutama di otak, sangat bergantung

pada insulin. Di dalam sel otot, glukosa akan disimpan dalam bentuk glikogen atau

dioksidasi untuk menghasilkan ATP (adenosin trifosfat). Dalam jaringan lemak,

glukosa disimpan terutama dalam bentuk lemak. Selain meningkatkan sintesis lipid

(lipogenesis), insulin juga menghambat degradasi lipid (lipolisis) di adiposit. Serupa

dengan lipid, insulin meningkatkan pengambilan asam amino dan sintesis protein,

serta menghambat degradasi protein. Jadi, dapat disimpulkan bahwa efek metabolik

insulin adalah anabolisme, yakni meningkatkan sintesis dan mengurangi degradasi

glikogen, lipid dan protein. Selain efek metabolik tersebut, insulin juga memiliki

fungsi mitogenik, termasuk inisiasi sintesis DNA, stimulasi perkembangan dan

diferensiasi sel pada sel-sel tertentu.

Insulin menurunkan produksi glukosa oleh hepar. Insulin dan glukagon

memiliki efek yang berlawanan pada homeostasis glukosa. Selama puasa, kadar

insulin yang rendah dan kadar glukagon yang tinggi memudahkan glukoneogenesis

dan glukogenolisis hepatik, serta menurunkan sintesis glikogen sehingga mencegah

terjadinya hipoglikemi. Oleh karena itu, kadar glukosa plasma puasa ditentukan

terutama oleh output glukosa hepatik. Saat makan, kadar insulin meningkat dan

kadar glucagon menurun sebagai respon terhadap kadar glukosa yang tinggi dalam

darah. Pencetus utama pelepasan insulin adalah kadar glukosa yang tinggi dalam

darah yang mencetuskan sintesis insulin di sel β pankreas. Zat lain, termasuk

hormon-hormon intestinal dan asam amino tertentu (leusin dan arginin),

6

Page 8: Referat DM - Edit

menstimulasi pelepasan insulin, tetapi tidak produksinya. Di jaringan perifer (otot

skeletal dan jaringan adipose), insulin yang disekresi berikatan dengan reseptor

insulin, mencetuskan beberapa respon intraselular yang menyebabkan pengambilan

glukosa dan penggunaan glukosa post-prandial oleh sel, dengan begitu mengatur

homeostasis glukosa. Abnormalitas pada tahapan tertentu dari proses sintesis dan

sekresi insulin oleh sel β pankreas sampai interaksi reseptor insulin di jaringan

perifer dapat menyebabkan fenotipe diabetik.3

2.4 ETIOPATOGENESIS DAN KLASIFIKASI

Walau semua tipe diabetes melitus ditandai dengan keadaan hiperglikemi,

penyebab terjadinya hiperglikemi bisa bermacam-macam. Kasus terbanyak yang

ditemui adalah diabetes melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2.. Adapun

klasifikasi diabetes mellitus berdasarkan etiologinya adalah sebagai berikut1,3:

Diabetes melitus tipe 1

Beberapa mekanisme yang berkontribusi dalam destruksi sel-β sehingga

mengurangi jumlahnya dan akhirnya menimbulkan gejala klinis pada diabetes

adalah sebagai berikut:

- Limfosit T menyerang antigen sel-β dan menyebabkan kerusakan sel. Sel

T tersebut adalah sel T CD4+ dari subset Th1 yang menyebabkan

kerusakan jaringan dengan cara aktivasi makrofag dan sel limfosit T

sitotoksik CD8+ yang secara langsung menghancurkan sel-β dan juga

mensekresi sitokin-sitokin yang dapat mengaktivasi makrofag.

- Sitokin-sitokin lokal yang merusak sel-β, seperti IFN-γ yang dihasilkan

oleh sel T, TNF dan IL-1 yang diproduksi oleh makrofag yang diaktivasi

saat reaksi imun terjadi.

- Autoantibodi terhadap antigen sel-β, termasuk insulin dan glutamic acid

decarboxylase juga dapat terdeteksi dalam darah pada 70-80% pasien dan

dapat berkontribusi dalam merusak pulau-pulau Langerhans.

Predisposisi genetik yang berhubungan dengan DM tipe 1 terutama pada

kelainan kromosom, sedangkan gen yang berhubungan dengan kelainan ini

belum diketahui. Dari multiple lokus yang berhubungan dengan penyakit ini,

lokus terpenting adalah MHC kelas II (HLA) lokus yang terdapat pada setengah

penderita DM tipe 1 dan setengahnya lagi merupakan campuran dari berbagai

macam kelainan gen.

7

Page 9: Referat DM - Edit

Seperti pada penyakit autoimun lainnya, kerentanan genetik dan pengaruh

lingkungan, seperti infeksi, diduga berperan penting dalam patogenesis DM tipe

1. DM tipe 1 biasanya berkembang mulai dari masa kanak-kanak, bermanifestasi

pada masa pubertas dan progresif seiring dengan bertambahnya umur. Orang-

orang dengan DM tipe 1 bergantung pada suplemen insulin eksogen dan sering

mengalami komplikasi serius, seperti ketoasidosis dan koma.

Diabetes melitus tipe 2

Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi

insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama

resistensi insulin.

Pengaruh lingkungan, seperti gaya hidup tidak aktif dan kebiasaan makan

memiliki peranan penting, terutama jika didapati adanya obesitas. Meskipun

demikian, faktor genetik memegang pernan penting dibandingkan pada DM tipe

1 dengan hubungannya yang melibatkan gen diabetogenik multipel. Risiko

seseorang untuk menderita DM tipe 2 jika didapati riwayat keluarga langsung

(first-degree) adalah 20-40% dibandingkan dengan populasi umum yang

memiliki risiko 5-7%. Tidak seperti DM tipe 1, DM tipe 2 tidak berkaitan

dengan pengaruh gen terhadap toleransi dan regulasi imun. Selain itu, tidak ada

bukti adanya proses autoimun pada DM tipe 2.

Karakteristik defek metabolik pada DM tipe 2, yaitu:

Penurunan kemampuan jaringan perifer untuk merespon terhadap insulin

(resistensi insulin).

Resistensi insulin adalah resistensi terhadap efek insulin dalam ambilan,

metabolisme, atau penyimpanan glukosa. Resistensi insulin sering

8

Page 10: Referat DM - Edit

terdeteksi 10-20 tahun sebelum onset DM tipe 2 pada individu yang

memiliki faktor predisposisi. Resitensi insulin merupakan gambaran khas

pada kebanyakan DM tipe 2 pada individu dengan obesitas. Adapun

mekanisme resitensi insulinnya adalah:

- Peran asam lemak bebas

Pada individu obese, terdapat peningkatan kadar trigliserida intraselular

di otot dan hepar, diperkirakan karena kelebihan asam lemak bebas

yang bersirkulasi yang dideposit pada organ tersebut. Trigliserida

intraselular dan produk asam lemak bebas ini adalah inhibitor terhadap

sinyal insulin sehingga terjadi keadaan resistensi insulin. Efek

lipotoksik dari asam lemak bebas ini dimediasi melalui penurunan

aktivitas protein yang berperan dalam penghantaran sinyal insulin.3

- Peran adipositokin

Jaringan adipose tidak hanya tempat untuk penyimpanan lemak, tetapi

juga sebagai organ endokrin fungsional yang melepas hormon-hormon

tertentu akibat stimulus ekstraselular atau akibat perubahan status

metabolik. Beberapa jenis protein dilepaskan ke sirkulasi oleh jaringan

adiposit dan secara kolektif disebut adipositokin. Beberapa diantaranya

adalah leptin, adiponektin, dan resistin. Perubahan kadarnya

berhubungan dengan resistensi insulin. Sebagai contoh, kadar

adiponektin menurun pada obesitas dan resistensi insulin

menggambarkan bahwa dalam kondisi fisiologis, sitokin ini

berkontribusi terhadap sensitivitas insulin di jaringan perifer.

Kebalikannya, kadar resistin justru meningkat pada obesitas dan

berperan dalam terjadinya resistensi insulin.3

Diabetes melitus tipe lain:

Defek genetik pada fungsi sel-β

- Kromosom 12, HNF-α dahulu MODY 3

- Kromosom 7, glukokinase dahulu MODY 2

- Kromosom 20, HNF-α dahulu MODY 1

- Kromosom 13, insulin promoter factor (IPF) dahulu MODY 4

- Kromosom 17, HNF-1β dahulu MODY 5

- Kromosom 2, Neuro D1 dahulu MODY 6

9

Page 11: Referat DM - Edit

- Mutasi DNA mitokondria

Defek genetik kerja insulin

- Resistensi insulin tipe A

- Sindrom Rabson Mandenhall

- Diabetes lipoatrofik

Defek eksokrin pankreas kerusakan difus pada pankreas

- Pankreatitis

- Trauma/pankreatektomi

- Neoplasma

- Fibrosis kistik

- Hemokromatosis

- Pankreatopati fibro kalkulus

Endokrinopati

- Akromegali

- Sindroma Cushing

- Feokromositoma

- Hipertiroidisme

- Somatostatinoma

- Aldoseteronoma

Infeksi

- Congenital rubella

- CMV

Obat-obatan

- Vacor

- Pentamidin

- Asam nikotinat

- Glukokortikoid

- Hormon tiroid

- Diazoxid

Sindrom genetik terkait diabetes

- Sindrom Down

- Sindrom Klinefelter

- Sindrom Turner

10

Page 12: Referat DM - Edit

- Sindrom Wolfram’s

- Ataksia Friedreich’s

- Hutington Chorea

- Sindrom Laurence Moon Biedl

- Distrofi miotonik

- Porfiria

- Sindrom prader Willi

Imunologi

- Sindroma “Stiffman”

- Antibodi anti-reseptor insulin

Diabetes melitus gestasional (GDM)

Merupakan intolerensi glukosa dengan berbagai tingkatan yang onsetnya

pertama kali terjadi pada kehamilan dan sebelumnya tidak terdeteksi. Kehamilan

membuat seseorang dalam keadaan resistensi insulin dan hiperinsulinemia yang

dapat menjadi predisposisi beberapa wanita untuk mengalami diabetes. GDM

terjadi ketika fungsi pankreas tidak cukup untuk mengatasi lingkungan

diabetogenik kehamilan.4

2.5 PATOFISIOLOGI

Berbagai macam etiologi, faktor risiko dan faktor predisposisi akan

menyebabkan terjadinya kekurangan insulin secara relatif atau absolut. Kadar insulin

yang rendah akan menyebabkan penggunaan glukosa oleh jaringan menurun.

Akibatnya, kadar glukosa dalam darah akan meningkat menyebabkan keadaan

hiperglikemia. Selain itu, terjadi peningkatan lipolisis di jaringan lemak dan

katabolisme protein di jaringan otot karena glukosa tidak dapat digunakan sebagai

sumber energi. Hal ini akan memicu timbulnya gejala polifagi pada penyandang

DM.

Lipolisis yang terjadi menghasilkan asam lemak bebas, sedangkan

katabolisme protein akan menghasilkan asam amino. Asam lemak bebas akan

mengalami ketogenesis, sedangkan asam amino akan mengalami glukoneogenesis

dengan bantuan hormone glucagon. Kedua proses ini terjadi di hepar. Jika

ketogenesis yang terjadi berlebihan, akan timbul keadaan ketoasidosis yang dapat

11

Page 13: Referat DM - Edit

menyebabkan terjadinya koma diabetikum. Pada urin akan didapatkan kadar keton

yang meningkat.

Glukoneogenesis yang berlebihan akan memperparah keadaan hiperglikemia

sehingga akan banyak glukosa yang lolos dari ginjal. Tidak semua glukosa yang

difiltrasi oleh ginjal dapat diabsorpsi kembali. Glukosa yang tidak diabsorpsi

tersebut akan menarik air sehingga akan timbul keadaan poliuria pada penderita DM.

Karena banyak cairan tubuh yang dikeluarkan, penderita akan mudah merasa haus

(polidipsi). Jika cairan yang keluar terlampau banyak, volume cairan intravaskuler

akan berkurang. Hal ini akan mempercepat terjadinya koma diabetikum.3

2.6 GAMBARAN KLINIS

Gejala yang sering muncul pada individu dengan DM adalah5:

- Poliuria

- Polidipsia

- Polifagia

- Penurunan berat badan

- Kelelahan

- Lemas

- Penglihatan buram

- Infeksi superfisial berulang

- Penyembuhan luka yang lama

- Parestesia

2.7 DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis yang digunakan untuk mendiagnosis DM adalah apabila

memenuhi satu dari hal berikut4,5,6:

Gejala klasik DM ditambah glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dLa

Glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dLb

Glukosa darah 2 jam post-prandial ≥ 200 mg/dL selama pemeriksaan Tes

Toleransi Glukosa Oral (TTGO)c

Hemoglobin A1c > 6.5%a Sewaktu tidak tergantung oleh waktu setelah makan terakhir.b Puasa tidak ada input kalori minimal 8 jam sebelum pengambilan sampel.

12

Page 14: Referat DM - Edit

c Tes harus dilakukan menggunakan 75 gram glukosa anhidros yang dilarutkan

dalam air.

Kategori intermediet5:

Glukosa puasa terganggu (GPT), jika glukosa darah puasa 100 - 125 mg/dL

Toleransi glukosa terganggu (TGT), jika glukosa darah 140 – 199 mg/dL 2

jam setelah 75 gram glukosa anhidros yang dilarutkan dalam air.

Individu dengan GPT atau TGT tidak menderita DM, namun memiliki risiko

untuk mengalami DM tipe 2 dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.

Skrining dengan pemeriksaan glukosa darah puasa direkomendasikan setiap 3

tahun untuk individu yang berumur > 45 tahun, atau dewasa muda yang memiliki

BMI > 25 kg/m2 dan memiliki satu atau lebih faktor risiko berikut5:

Riwayat keluarga menderita DM (first-degree)

Inaktif secara fisik

Ras/etnis tertentu, seperti Afika-Amerika, Latin, Amerika Natif, Asia-

Amerika)

GPT, TGT atau hemoglobin A1c 5.7–6.4%

Riwayat diabetes gestasional atau melahirkan bayi > 4 kg

Hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg)

Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL dan/atau trigliserida ≥ 250 mg/dL.

Sindrom ovarium polikistik atau acanthosis nigricans

Riwayat penyakit vaskular.

2.8 KOMPLIKASI

2.8.1 Komplikasi Akut

Ketoasidosis diabetik (KAD)

KAD terjadi akibat defisiensi insulin relatif atau absolut ditambah

dengan peningkatan kadar hormon kontra-regulator seperti glukagon,

katekolamin, kortisol dan hormone pertumbuhan. Penurunan rasio insulin

terhadap glukagon menyebabkan terjadinya glukoneogenesis, glikogenolisis

dan pembentukan badan keton di hepar, disertai dengan peningkatan

penghantaran substrat dari lemak dan otot (asam lemak bebas, asam amino)

ke hepar. Keadaan hiperglikemia sangat bervariasi dan tidak menentukan

berat ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis KAD dapat

13

Page 15: Referat DM - Edit

dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat

ketosis.7

Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan konsentrasi hormone

kontra regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormone lipase sensitive

pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat sehingga terjadi

peningkatan produksi benda keton dan asam lemak bebas secara berlebihan.

Akumulasi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolik asidosis.7

Hanya insulin yang dapat menginduksi transport glukosa ke dalam

sel, memberi signal untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen,

menghambat lipolisis pada sel lemak (menekan pembentukan asam lemak

bebas), menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta mendorong proses

oksidasi melalui siklus Krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi

tersebut akan dihasilkan adenine trifosfat (ATP) yang merupakan sumber

energI utama sel. Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat

keadaan defisiensi insulin relatif.7

Ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-

600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma

keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi

peningkatan anion gap.8

Status Hiperglikemik Hiperosmolar (SHH)

Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi

(600-1200 mg/dL) tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma

meningkat (330-380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal atau

sedikit meningkat.8

Hipoglikemia

Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60

mg/dL. Bila terdapat penurunan kesadaran pada penderita DM harus selalu

dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering

disebabkan oleh penggunaan sulfonylurea (dapat berlangsung lama, perlu

pengawasan sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah habis)

dan insulin. Pengawasan 24-72 jam atau lebih, terutama pada pasien dengan

gagal ginjal kronik atau yang mendapat terapi dengan OHO kerja panjang.

Gejala hipoglikemia:

14

Page 16: Referat DM - Edit

- Gejala adrenergik berdebar-debar, banyak keringat, gemetar, dan

rasa lapar.

- Gejala neuro-glikopenik pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai

koma.

Pengelolaan:

- Pasien dengan kesadaran masih baik diberikan makanan yang

mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung gula

berkalori atau glukosa 15-20 gram melalui intravena. Pemeriksaan

ulang glukosa tiap 15 menit setelah pemberian glukosa.

- Hipoglikemia berat diberikan glukagon.

- Pasien dengan penurunan kesadaran diberikan glukosa 40%

intravena.8

2.8.2 Komplikasi Kronik

Makroangiopati

- Pembuluh darah jantung

- Pembuluh darah otak

- Pembuluh darah tepi.

Gejala tipikal claudicatio intermittent, meskipun sering tanpa gejala.

Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.8

Mikroangiopati

- Retinopati diabetic

- Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko

dan memberatnya retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya

retinopati.

- Nefropati diabetic

- Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko

nefropati.

- Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kgBB) juga akan

mengurangi risiko terjadinya nefropati.8

Neuropati

- Neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi

untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi

15

Page 17: Referat DM - Edit

- Gejala yang sering dirasakan: kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri

dan lebih terasa sakit di malam hari.

- Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan

skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan

pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilament 10 gram

sedikitnya setiap tahun.

- Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang

memadai akan menurunkan risiko amputasi.

- Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine, antidepresan

trisiklik, atau gabapentin.

Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer harus

diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki. Untuk

penatalaksanaan penyulit ini seringkali diperlukan kerja sama dengan

bidang/disiplin ilmu lain.8

2.9 TATALAKSANA8

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup

penyandang diabetes. Tujuan jangka pendeknya adalah menghilangkan keluhan dan

tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan mencapai target pengendalian glukosa

darah. Tujuan jangka panjangnya adalah mencegah dan menghambat progresivitas

penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Sedangkan tujuan akhirnya

adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,

tekanan darah, berat badan, dan profil lipid melalui pengelolaan pasien secara

holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.

2.9.1 Evaluasi Medis pada Pertemuan Pertama

Riwayat penyakit:

- Gejala yang timbul.

- Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu, meliputi: glukosa darah, A1c

dan pemeriksaan khusus terkait DM.

- Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan.

- Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda.

16

Page 18: Referat DM - Edit

- Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk

terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan

DM secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi

kesehatan.

- Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,

perencanaan makan dan program latihan jasmani.

- Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetic, hiperosmolar

hiperglikemia, hipoglikemia).

- Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus

urogenitalis, serta kaki.

- Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada

ginjal, mata, saluran pencernaan, dll).

- Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.

- Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,

obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan

endokrin lain).

- Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM.

- Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan dan status ekonomi.

- Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi dan kehamilan.

Pemeriksaan fisik:

- Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar pinggang.

- Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam

posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik,

serta ankle brachial index (ABI) untuk mencari kemungkinan penyakit

pembuluh darah arteri tepi.

- Pemeriksaan funduskopi.

- Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.

- Pemeriksaan jantung.

- Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.

- Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari.

- Pemeriksaan kulit (achantosis nigricans dan bekas tempat penyuntikan

insulin) dan pemeriksaan neurologis.

- Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain.

17

Page 19: Referat DM - Edit

Evaluasi laboratoris/ penunjang lain:

- Glukosa darah puasa dan 2 jam post-prandial.

- HbA1c

- Profil lipid pada keadaan puasa (kolestreol total, HDL, LDL, dan

trigliserida).

- Kreatinin serum.

- Albuminuria.

- Keton, sedimen, dan protein dalam urin.

- Elektrokardiogram.

- Foto thorax.

Rujukan:

Sistem rujukan perlu dilakukan pada seluruh pusat pelayanan kesehatan

yang memungkinakan dilakukan rujukan. Rujukan meliputi:

- Rujukan ke bagian mata.

- Rujukan untuk terapi gizi medis sesuai indikasi.

- Rujukan untuk edukasi kepada educator diabetes.

- Rujukan kepada perawat khusu kaki (podiatrist), spesialis perilaku

(psikolog) atau spesialis lain sebagai bagian dari pelayanan dasar.

- Konsultasi lain sesuai kebutuhan.

2.9.2 Evaluasi Medis Secara Berkala

Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan,

atau pada waktu-waktu tertentu lainnya sesuai dengan kebutuhan.

Pemeriksaan A1c dilakukan setiap 3-6 bulan sekali.

Secara berkala dilakukan pemeriksaan:

- Jasmani lengkap

- Mikroaluminuria

- Kreatinin

- Albumin/globulin dan ALT

- Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida

- EKG

- Foto thorax

- Funduskopi

2.9.3 Pilar Penatalaksanaan DM

18

Page 20: Referat DM - Edit

a. Edukasi

Hal-hal yang perlu diedukasikan kepada penyandang diabetes:

- Mengikuti pola makan sehat.

- Mengikuti kegiatan jasmani.

- Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara

aman dan teratur.

- Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan

memanfaatkan data yang ada.

- Melakukan perawatan kaki secara berkala.

- Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit

akut dengan tepat.

- Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau

bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak

keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes.

- Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

Edukasi perubahan perilaku (oleh Tim Edukator Diabetes)

Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes adalah:

- Memberikan dukungan dan nasehat yang positif, serta hindari terjadinya

kecemasan.

- Lakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan

simulasi.

- Diskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan

pasien. Berikan penjelasan secara sederhana dan lengkap tentang

program pengobatan yang diperlukan oleh pasien dan diskusikan hasil

pemeriksaan laboratorium.

- Lakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima.

- Berikan motivasi dengan memberikan penghargaan.

- Libatkan keluarga/pendamping dalam proses edukasi.

- Perhatikan kondisi jasmanai dan psikologis serta tingkat pendidikan

pasien dan keluarganya.

- Gunakan alat bantu audio visual.

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat

Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang:

19

Page 21: Referat DM - Edit

Materi edukasi pada tingkat awal:

- Meateri tentang perjalanan penyakit DM

- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara

berkelanjutan.

- Penyulit DM dan risikonya.

- Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target pengobatan.

- Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik

oral atau insulin serta obat-obatan lain.

- Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah

atau utin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak

tersedia).

- Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit atau

hipoglikemia.

- Pentingnya latihan jasmani yang teratur

- Masalah khusus yang dihadapi, seperti: hiperglikemia pada kehamilan.

- Pentingnya perawatan kaki

- Cara menggunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah:

- Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.

- Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM.

- Pentalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.

- Makan di luar rumah.

- Rencanan untuk kegiatan khusus.

- Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir

tentang DM.

- Pemeliharaan/perawatan kaki

b. Terapi nutrisi medis

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama

dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang

seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing

individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan

makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada

mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

20

Page 22: Referat DM - Edit

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

Karbohidrat

- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

- Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan.

- Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.

- Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat

makan sama dengan makanan keluarga yang lain.

- Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

- Pemanis alternative dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak

melebihi batas aman konsumsi harian.

- Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam

sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau

makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak

- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak

diperkenankan melebihi 30% total asupan energy.

- Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori.

- Lemak tidak jenuh ganda < 10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh

tunggal.

- Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung

lemak jenuh dan lemak trans, antara lain daging berlemak dan susu

penuh (whole milk).

- Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.

Protein

- Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energy.

- Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll),

daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,

kacang-kacangan, tahu dan tempe.

- Pada pasien dengan nefropati, perlu penurunan asupan protein menjadi

0.8 g/kgBB per hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya

bernilai biologic tinggi.

Natrium

21

Page 23: Referat DM - Edit

- Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan

anjuran untuk masyarakat umum, yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau

sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.

- Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg.

- Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan

pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat

- Seperti halnya masyarakt umum, penyandang diabetes dianjurkan

mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan buah, dan syuran, serta

sumber karbohodrat yang tinggi serat karena mengandung vitamin,

mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.

- Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.

Pemanis alternatif

- Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak

berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.

- Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol, dan

xylitol.

- Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan

kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

- Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena

efek samping pada lemak darah.

- Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain, aspartam,

sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.

- Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman.

Kebutuhan Kalori

Kebutuhan kalori basal = 25-30 kalori/kgBB ideal +/- faktor-faktor tertentu

(jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll).

Perhitungan Berat Badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang

dimodifikasi:

- BBI = 90% x (TB dalma cm – 100) x 1 kg

Bagi pria yang TB < 160 cm dan wanita yang TB < 150 cm, rumus

dimodifikasi menjadi:

BBI = (TB dalam cm – 100) x 1 kg

22

Page 24: Referat DM - Edit

BB Normal : BB ideal ± 10%

Kurus : < BBI – 10%

Gemuk : > BBI + 10%

- BBI berdasarkan BMI

Rumus: BMI = BB (kg) : TB (m2)

Klasifikasi:

BB kurang : < 18,5

BB normal : 18,5 – 22,9

BB lebih : ≥ 23,0

Dengan risiko : 23,0 – 24,9

Obes I : 25,0 – 29,9

Obes II : > 30

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori, antara lain:

- Jenis kelamin

Kebutuhan kalori wanita : 25 kal/kgBB

Kebutuhan kalori pria : 30 kal/kgBB

- Umur

> 40 tahun : kebutuhan kalori – 5%

40 – 59 tahun : kebutuhan kalori – 10%

60 – 69 tahun : kebutuhan kalori – 20%

> 70 tahun : kebutuhan kalori – 20%

- Aktivitas fisik atau pekerjaan

Keadaan istirahat : kebutuhan kalori + 10%

Aktivitas ringan : kebutuhan kalori + 20%

Aktivitas sedang : kebutuhan kalori + 30%

Aktivitas sangat berat : kebutuhan kalori + 50%

- Berat badan

Kegemukan: kebutuhan kalori – 20 s/d 30%

Kurus : kebutuhan kalori + 20 s/d 30%

Untuk tujuan penurunan BB, jumlah kalori yang diberikan paling sedikit:

1000 – 1200 kkal per hari wanita

1200 – 1600 kkal per hari pria

23

Page 25: Referat DM - Edit

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas

dibagi dalam 3 porsi besar.

Makan pagi : 20%

Makan siang : 30%

Makan sore : 25%

Makanan ringan di antaranya (2-3 porsi): 10 – 15%

c. Latihan jasmani

Kegiatan jasmanai sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4

kali seminggu selama kurang lebih 30 menit).

d. Intervensi farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan

latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral

dan obat suntik.

Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO di bagi menjadi 5 golongan:

1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue)

- Sulfonilurea

Efek utama: meningkatkan sekresi insulin oleh sel-β pankreas.

Pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan

kurang.

Diminum 15 – 30 menit sebelum makan

GenerikSediaan (mg/tab)

Dosis Harian

Frekuensi/hari

Glibenclamid 2.5 – 5 2.5 – 15 1 – 2

Glipizid 5 – 10 5 – 20 1 – 2

24

Page 26: Referat DM - Edit

Glikazid80

30 - 60

80 – 320

30 – 120

1 – 2

1

Glikuidon 30 30 – 120 2 – 3

Glimepirid 1-2-3-4 1 – 6 1

- Glinid

Cara kerja sama dengan sulfonylurea dengan penekanan pada

peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat ini diabsorpsi

dengan cepat setelah pemberian secara oral dan dieksresi

secara cepat melalui hati. Pemberian obat tidak tergantung

pada waktu makan.

GenerikSediaan (mg/tab)

Dosis Harian

Frekuensi/hari

Repaglinid 1 1.5 – 6 3

Nateglinid 120 360 3

2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin

- Tiazolidindion

Efek utama: menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa sehingga

meningkatkan ambilan glukosa di perifer.

Kontraindikasi: gagal jantung kelas I – IV (memperberat

edema/ retensi cairan) dan gangguan faal hati.

Perlu pemantauan faal hati secara berkala.

GenerikSediaan (mg/tab)

Dosis Harian

Frekuensi/hari

Pioglitazone 15 – 30 15 – 45 1

3. Penghambat glukoneogenesis

- Biguanid (Metformin)

Efek utama: mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis) dan memperbaiki ambilan glukosa perifer.

Terutama digunakan pada penyandang diabetes gemuk.

Kontraindikasi: gangguan faal ginjal (serum kreatinin > 1,5

mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien yang cenderung

25

Page 27: Referat DM - Edit

mengalami hipoksemia (mis: penyakit serebro-vaskular,

sepsis, renjatan, gagal jantung).

Efek samping: mual.

Pemberian: saat atau setelah makan.

GenerikSediaan (mg/tab)

Dosis Harian

Frekuensi/hari

Metformin 500 – 850 250 – 3000 1 – 3

Metformin

XR

500 -750

500 500 – 2000

1

1

4. Penghambat absorpsi glukosa

Cara kerja: mengurangi absorpsi glukosa di usus halus.

Efek: menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.

Efek samping: kembung dan fatulens.

Pemberian bersamaan dengan suapan pertama saat makan.

GenerikSediaan (mg/tab)

Dosis Harian

Frekuensi/hari

Acarbose 50 – 100 100 – 300 3

5. DPP-IV inhibitor

Glukagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone

peptide yang dihasilkan oleh sel L mukosa usus. Peptide ini

disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke

dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat

pelepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi

glucagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim

dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) menjadi GLP-1-(9,36)-amide yang

tidak aktif.

Pemberian bersama makan atau sebelum makan

Cara pemberian OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan

secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan

sampai dosis optimal.

Suntikan

1. Insulin

Indikasi pemberian:

26

Page 28: Referat DM - Edit

- Penurunan berat badan yang cepat.

- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis.

- Ketoasidosis diabetik.

- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik.

- Hiperglikemia dengan asidosis laktat.

- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal.

- Stress berat (infeksi sitemik, operasi besar, IMA, stroke).

- Kehamilan dengan DM/ diabetes mellitus gestasional yang

tidak terkendali dengan perencanaan makan.

- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.

Jenis dan lama kerja insulin:

Sediaan InsulinAwal Kerja

(Onset)

Puncak Kerja (Peak)

Lama Kerja (Duration)

Kemasan

Insulin Prandial (Meal-related)Insulin short actingRegular (Actrapid®, Humulin®)

30 – 60 menit

30 – 90 menit

3 – 5 jamVial,

pen/cartridgeInsulin analog rapid acting

Insulin Lispro (Humalog®)5 – 15 menit

30 – 90 menit

3 – 5 jamPen/

cartridge

Insulin Glulisine (Apidra®)5 – 15 menit

30 – 90 menit

3 – 5 jam Pen

Insulin Aspart (Novorapid®)5 – 15 menit

30 – 90 menit

3 – 5 jam Pen, vial

Insulin intermediate acting

NPH (Insulatard®, Humulin® N)2 – 4 jam

4 – 10 jam 10 – 16 jamVial,

pen/cartridge

Insulin Long ActingInsulin Glargine (Lantus®) 2 – 4 jam No peak 18 – 26 jam PenInsulin Detemir (Levemir®) 2 – 4 jam No peak 22 – 24 jam PenInsulin Campuran70% NPH 30% regular (Mixtard®, Humulin® 30/70)

30 – 60 menit

Dual 10 -16 jamPen/

cartridge70% Insulin Aspart Protamin 30% Insulin Aspart (Novomix® 30)

10 – 20 menit

Dual 15 – 18 jam Pen

27

Page 29: Referat DM - Edit

75% Insulin Lispro Protamin 30% Insulin Lispro (HumalogMix® 25)

5 – 15 menit

Dual 16 – 18 jamPen/

cartridge

Efek samping terapi insulin:

- Hipoglikemia

- Reaksi imunologi, dapat menimbulkan alergi insulin atau

resistensi insulin.

Dasar pemikiran terapi insulin:

- Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi

prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola

sekresi insulin yang fisiologis.

- Defisiensi insulin mungkin berupa defisisiensi insulin basal

yang menyebabkan hiperglikemia pada keadaan puasa, insulin

prandial yang menyebabkan keadaan hiperglikemi setelah

makan atau keduanya.

- Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan

koreksi terhadap defisiensi yang terjadi.

- Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan

glukosa darah basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat

dicapai dengan terapi oral maupun insulin. Insulin yang

digunakan adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau

panjang)

- Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat

dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila

sasaran terapi belum tercapai.

- Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai,

sedang HbA1C belum mencapai target, maka dilakukan

pengendalian glukosa darah prandial (meal-related)

menggunakan insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin

kerja pendek (short acting).

- Kombinasi insulin basal dan prandial dapat diberikan subkutan

dalam bentuk 1 kali insulin basal + 1 kali insulin prandial

28

Page 30: Referat DM - Edit

(basal plus), atau 1 kali basal + 2 kali prandial (basal 2 plus),

atau 1 kali basal + 3 kali prandial (basal bolus).

- Insulin basal dapat dikombinasi dengan OHO untuk

menurunkan glukosa darah prandial seperti golongan obat

peningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan glinid) atau

penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus

(acarbose).

- Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan

kebutuhan pasien dan respons individu, yang dinilai dari hasil

pemeriksaan kadar glukosa darah harian.

2. Agonis GLP-1/incretin mimetic

Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang pelepasan insulin

yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat

badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin

ataupun sulfonilurea. Efek lainnya adalah menghambat pelepasan

glucagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis.

Efek samping: rasa sebah dan muntah.

Perbandingan OHO dan Suntikan

Golongan Obat Efek

Samping

Utama

Reduksi

HbA1C

Keuntungan Kerugian

Sulfonilurea BB naik,

hipoglikemia

1,0 –

2,0%

Sangat efektif Meningkatkan berat

badan, hipoglikemia

(glibenklamid dan

klorpropamid)

Glinid BB naik,

hipoglikemia

0,5 –

1,5%

Sangat efektif Meningkatkan berat

badan, pemberian

3x/hari, harganya

mahal dan

hipoglikemia

Metformin Dispepsia,

diare,

asidosis

1,0-2,0% Tidak ada kaitan

dengan berat

badan

Efek samping

gastrointestinal,

kontraindikasi pada

29

Page 31: Referat DM - Edit

laktat insufisiensi renal

Penghambat

glukosidase-alfa

Flatulens,

tinja lembek

0,5-0,8% Tidak ada kaitan

dengan berat

badan

Sering menimbulkan

efek gastrointestinal,

3x/hari dan mahal

Tiazolidindion Edema 0,5-1,4% Memperbaiki

profil lipid,

berpotensi

menurunkan

infark miokard

(pioglitazone)

Retensi cairan, CHF,

fraktur, berpotensi

menimbulkan infark

miokard dan mahal.

DPP-4 inhibitor Sebah,

muntah

0,5-0,8% Tidak ada kaitan

dengan berat

badan

Penggunaan jangka

panjang tidak

disarankan, mahal

Inkretin analog/

mimetic

Sebah,

muntah

0,5-1,0% Penurunan berat

badan

Injeksi 2x/hari,

penggunaan jangka

panjang tidak

disarankan, dan

mahal.

Insulin Hipoglikemi,

BB naik

1,5-3,5% Dosis tidak

terbatas,

memperbaiki

profil lipid dan

sangat elektif

Injeksi 1-4 kali/hari,

harus dimonitor,

meningkatkan berat

badan, hipoglikemia

dan analognya

mahal.

Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk

kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.

Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed combination dalam

bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang

mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum

tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau

kombinasi OHO dengan insulin, biasanya insulin basal (insulin kerja menengah atau

insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dosis awal

30

Page 32: Referat DM - Edit

insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian

dievaluasi dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila kadar

gula darah sepanjang hari masih tidak terkendali, OHO dihentikan dan diberikan

terapi kombinasi insulin.

Penilaian hasil terapi

- Pemeriksaan kadar glukosa darah dengan tujuan untuk mengetahui apakah

sasaran terapi telah tercapai dan untuk melakukan penyesuaian dosis obat,

bila belum tercapai sasaran terapi yang ditambah dengan pemeriksaan

glukosa 2 jam post-prandial.

- Pemeriksaan HbA1C (hemoglobin terglikosilasi/glikohemoglobin) untuk

menilai perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tidak untuk menilai hasil

pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan ini dianjurkan setiap 3 bulan,

minimal 2 kali dalam setahun.

Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)

PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi

insulin. Waktu pemeriksaan yang dianjurkan adalah pada saat sebelum makan, 2 jam

setelah makan, menjelang waktu tidur dan di antara siklus tidur atau ketika

mengalami gejala seperti hypoglycemic spells.

Pemeriksaan Glukosa Urin

Hanya digunakan pada pasien yang tidak dapat atau tidak mau memeriksa glukosa

darah.

Pemantauan Benda Keton

Pemeriksaan ini cukup penting terutama pada penyandang DM tipe 2 yang terkendali

buruk (kadar glukosa darah >300 mg/dL), penyandang diabetes yang sedang hamil.

Tes benda keton urin mengukur kadar asetoasetat, sementara benda keton yang

penting adalah asam beta hidroksibutirat. Kadar normal asam beta hidroksibutirat

adalah < 0,6 mmol/L, ketosis jika > 1,0 mmol/L, indikasi adanya KAD jika > 3,0

mmol/L. Pemeriksaan glukosa darah dan benda keton secara mandiri dapat

mencegah terjadinya komplikasi akut DM, terutama KAD.

Kriteria Pengendalian DM

Terkendali baik: kadar glukosa darah, lipid, HbA1C, status gizi, dan tekanan darah

mencapai target yang diharapkan.

31

Page 33: Referat DM - Edit

Pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran kendali dapat lebih

tinggi. Untuk kadar glukosa darah puasa 100-125 mg/dL dan post-prandial 145-180

mg/dL. Begitu juga dengan kadar lipid, tekanan darah dan lain-lain.

2.10 DM PADA KEADAAN KHUSUS

2.10.1 DM pada Stroke

Risiko terjadinya stroke pada penyandang DM adalah sebanyak 2 – 4 kali

dibandingkan pada orang yang tidak menyandang DM. Risiko stroke yang tinggi

mungkin dikarenakan interaksi yang kompleks antara berbagai komponen

hemodinamik dan metabolik pada sindrom diabetes. Selain banyak faktor risiko

yang diakui terkait dengan stroke akut (misalnya hipertensi, dislipidemia, fibrilasi

atrium), faktor risiko tertentu disebabkan diabetes juga telah dilaporkan, seperti

resistensi insulin, obesitas sentral, gangguan toleransi glukosa dan

hiperinsulinemia. Baik secara individu maupun kolektif, faktor ini dihubungkan

dengan peningkatan risiko penyakit stroke.

Manajemen hiperglikemi pada stroke akut (24 jam pertama setelah gejala

onset stroke timbul) masih kontroversi. Beberapa studi menunjukkan bahwa

penggunaan insulin untuk menjaga glukosa 4,0-7,5 mmol / L dalam 24 jam

pertama setelah awal gejala stroke timbul tidak menguntungkan dibandingkan

dengan perawatan biasa dan mungkin, pada kenyataannya, berbahaya dengan

peningkatan hipoglikemia. Oleh karena itu, tidak ada target glukosa khusus untuk

pasien diabetes dengan stroke. Namun, rekomendasi kadar glukosa darah untuk

mayoritas pasien rawat inap yang tidak dalam keadaan kritis dipertahankan di

bawah 10,0 mmol / L.9

2.10.2 DM pada Infeksi Sekunder

Infeksi dapat memperburuk kendali glukosa darah, dan kadar glukosa darah

yang tinggi meningkatkan kemudahan dan memperburuk infeksi.

Infeksi yang banyak terjadi antara lain:

Infeksi saluran kemih

Paling sering terjadi dan lebih sulit dikendalikan. Dapat mengakibatkan

terjadinya pielonefritis dan septicemia.

Kuman penyebab: E. coli dan Klabsiella.

32

Page 34: Referat DM - Edit

Infeksi jamur spesies kandida dapat menyebabkan sistitis dan abses renal.

Pruritus vagina adalah manifestasi yang sering terjadi akibat infeksi jamur

vagina.

Infeksi saluran nafas: pneumonia, TB Paru

Penyebab pneumonia pada DM biasanya: streptokokus, stafilokokus dan

bakteri batang gram negative. Infeksi jamur oleh aspergilus dan

mucormycosis.

Penderita DM rentan terjangkit TBC paru. Pemeriksaan rontgen dada

memperlihatkan pada 70% penyandang diabetes terdapat lesi paru bawah dan

kavitasi. Pada penyandang DM juga sering disertai dengan resistensi OAT.

Infeksi kulit: furunkel, abses

Kuman utama: stafilokokus. Lainnya: streptokokus, batang gram negative

dan kuman anaerob.

Infeksi rongga mulut: infeksi gigi dan gusi

Angka kejadian periodonsitis meningkat pada penyandang DM dan sering

menyebabkan tanggalnya gigi. Menjaga kebersihan mulut merupakan

langkah pencegahan utama.

Infeksi telinga: otitis eksterna maligna

2.10.3 DM pada TBC

DM merupakan salah satu faktor risiko terpenting dalam hal terjadinya

perburukan TB paru. Peningkatan prevalensi DM di Indonesia disertai dengan

peningkatan prevalensi TB paru. Peningkatan prevalensi ini cenderung lebih

tinggi seiring dengan bertambahnya usia.

Kemungkinan penyebab meningkatnya insiden tuberkulosis paru pada

pengidap diabetes dapat berupa defek pada fungsi sel-sel imun dan mekanisme

pertahanan pejamu. Mekanisme yang mendasari terjadinya hal tersebut masih

belum dapat dipahami hingga saat ini, meskipun telah terdapat sejumlah hipotesis

mengenai peran sitokin sebagai suatu molekul yang penting dalam mekanisme

pertahanan manusia terhadap TB. Selain itu, ditemukan juga aktivitas bakterisidal

leukosit yang berkurang pada pasien DM, terutama pada mereka yang memiliki

kontrol gula darah yang buruk. Meningkatnya risiko TB pada pasien DM

diperkirakan disebabkan oleh defek pada makrofag alveolar atau limfosit. T.

Wang et al. mengemukakan adanya peningkatan jumlah makrofag alveolar matur

(makrofag alveolar hipodens) pada pasien TB paru aktif. Namun, tidak ditemukan

33

Page 35: Referat DM - Edit

perbedaan jumlah limfosit T yang signifikan antara pasien TB dengan DM dan

pasien TB saja. Proporsi makrofag alveolar matur yang lebih rendah pada pasien

TB yang disertai DM, seperti yang ditemukan dalam penelitian ini, dianggap

bertanggungjawab terhadap lebih hebatnya perluasan TB dan jumlah bakteri

dalam sputum pasien TB dengan DM.

Tatalaksana TB paru pada pasien dengan DM sama dengan yang tidak

menyandang DM, yakni pengobatan menggunakan OAT. Keadaan yang perlu

diperhatikan ialah pemberian rifampisin pada pasien DM yang menggunakan obat

oral antidiabetes, khususnya sulfonilurea karena dapat mengurangi efektivitas

obat tersebut dengan cara meningkatkan metabolisme sulfonilurea. Sehingga pada

pasien DM, pemberian sulfonilurea harus dengan dosis yang ditingkatkan.11

2.10.4 DM pada ACS

Diabetes (bersama-sama dengan abnormalitas lipid, merokok dan

hipertensi) adalah 1 dari 4 faktor risiko independen untuk terjadinya infark

miokard. Sekitar 15% sampai 35% dari pasien yang dirawat dengan sindrom

koroner akut (ACS) menyandang diabetes, dan sebanyak 15% lagi terdiagnosis

diabetes. Dibandingkan dengan individu tanpa diabetes, pasien dengan diabetes

memiliki:

- Peningkatan risiko 3 kali lipat untuk menderita ACS,

- Kejadian koroner akut 15 tahun lebih cepat,

- Peningkatan risiko kematian 2 kali lipat dalam jangka pendek dan jangka

panjang.

- Peningkatan insiden iskemik post-infark, gagal jantung dan syok kardiogenik

berulang.10

Skrining:

Pada pasien tanpa gejala, skrining rutin untuk penyakit arteri koroner (CAD) tidak

dianjurkan, asal faktor risiko diobati.

Tatalaksana:

- Pada pasien dengan CVD, pertimbangkan terapi dengan ACE-inhibitor dan

gunakan terapi aspirin dan statin (jika tidak ada kontraindikasi) untuk

mengurangi risiko kejadian kardiovaskular. Pada pasien yang sebelumnya

pernah mengalami MI, β-blocker harus dilanjutkan selama minimal 2 tahun

setelah serangan tersebut.

34

Page 36: Referat DM - Edit

- Hindari pengobatan thiazolidinedione pasien dengan gejala gagal jantung.

- Metformin dapat digunakan pada pasien dengan CHF terkontrol, jika fungsi

ginjal normal. Penggunaan metformin harus dihindari pada pasien CHF yang

tidak atau dirawat di rumah sakit.6

2.10.5 DM pada Hiperkoagubilitas

Terapi aspirin 75-160 mg/hari diberikan sebagai strategi pencegahan

sekunder bagi penyandang diabetes dengan riwayat pernah mengalami penyakit

kardiovaskular dan yang mempunyai risiko kardiovaskular lain.

Aspirin tidak dianjurkan pada pasien dengan usia < 21 tahun seiring dengan

peningkatan kejadian sindrom Reye.8

2.11 PROGNOSIS

Ad vitam : dubia

Ad sanationam : ad malam

Ad functionam : dubia

35

Page 37: Referat DM - Edit

BAB III

KESIMPULAN

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

keduanya. Diperkirakan bahwa sekitar 3,2 juta jiwa per tahun penduduk dunia meninggal

akibat DM. WHO memprediksi Indonesia, bahwa ada kenaikan dari 8,4 juta diabetisi pada

tahun 2000, akan meningkat menjadi sekitar 21,3 juta diabetes pada tahun 2030. Hal ini

akan menjadikan Indonesia menduduki rangking ke-4 dunia setelah Amerika Serikat,

China dan India dalam prevalensi diabetes.

Diagnosis dapat ditegakkan menggunakan kriteria ADA dengan parameter gejala

klinis, glukosa darah sewaktu, glukosa darah puasa, TTGO dan kadar HbA1C dalam

darah. Ada 4 pilar dalam penatalaksanaan DM, yaitu edukasi, nutrisi medik, latihan

jasmani dan farmakologis. Terapi farmakologis dapat menggunakan obat-obat antidiabetik

oral dan insulin. Diabetes dapat menimbulkan komplikasi berupa komplikasi akut dan

kronis. Jika penyandang DM dapat menerapkan 4 pilar penatalaksanaan DM dengan baik,

prognosis akan lebih baik dibandingkan dengan tidak terkontrol.

36

Page 38: Referat DM - Edit

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnamasari D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In: Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam 5th ed. Jakarta: Interna Publishing;2009. p.1880

2. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2008. Pedoman Pengendalian

Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik. Jakarta: Depkes RI;2008. p. 1

3. Maitra A. The Endocrine System. In: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell

RN. Robbins Basic Pathology. 8th ed. China: Saunders Elsevier;2007. p.776-87

4. Powers AC. Diabetes Mellitus. In: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E,

Hauser SL, Jameson JL, et al. Harrison’s Principles Internal Medicine. 17 th ed.

USA: McGraw-Hill;2008

5. Baumann GP. Diabetes Mellitus. In: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald

E, Hauser SL, Jameson JL, et al. Harrison’s Manual of Medicine. 18 th ed. USA:

Mc-Graw Hill;2013. p.1137-44

6. American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes-2013.

Diabetes care, Vol. 36, Suppl. I;2013

7. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5 th ed. Jakarta:

Interna Publishing;2009. p.1906-7

8. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus: Pengelolaan dan Pencegahan

Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. 2011

9. Sharma M, Gubitz GJ. Canadian Diabetes Association Clinical Practice Guidelines

Expert Committee: Clinical Practice Guidelines Management of Stroke in

Diabetes. Can J Diabetes 37 (2013) S124-S125

10. Tardif JC, L’Allier PL, Fitchett DH. Canadian Diabetes Association Clinical

Practice Guidelines Expert Committee: Management of Acute Coronary

Syndromes. Can J Diabetes 37 (2013) S119-S123

11. Cahyadi A, Venty. Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes Mellitus. J Indon Med

Assoc, Vol: 61(4), April 2011

37