Top Banner

of 23

Referat Diana

Jan 07, 2016

Download

Documents

revina_revi

Referat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Emboli air ketuban merupakan salah satu penyebab syok dalam obstetric yang bukan disebabkan karena perdarahan

PAGE

BAB I

PENDAHULUANA. Latar Belakang

Kematian maternal adalah kematian wanita sewaktu hamil, melahirkan, atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apa pun yang berhubungan dengan kehamilan atau penanganannya tetapi tidak secara kebetulan atau oleh penyebab tambahan lainnya. Kematian maternal dapat digolongkan pada (1) kematian obstetric langsung (direct obstetric death), (2) kematian obstetric tidak langsung (indirect obstetric death), dan (3) kematian yang terjadi bersamaan tetapi tidak berhubungan dengan kehamilan dan persalinan, misalnya kecelakaan. Kematian obstetric langsung disebabkan oleh komplikasi kehamilan, persalinan, nifas, atau penanganannya, di antaranya adalah emboli air ketuban. Pada umumnya di negara-negara berkembang, sebagian besar penyebab ini disebabkan oleh perdarahan, infeksi, dan abortus.

Emboli air ketuban atau amniotic fluid embolism (AFE) merupakan suatu sindrom katastrofik yang terjadi selama kehamilan dan persalinan atau segera setelah melahirkan (postpartum). AFE pertama kali dideskripsikan di tahun 1926 dan tidak dikenal sebagai suatu sindrom sampai tahun 1941, dimana ketika Steiner and Lushbaugh melaporkan sebuah hasil autopsy yang menunjukkan fetal mucin dan sel squamous di pembuluh vascular paru. AFE merupakan penyebab penting kematian maternal di negara-negara berkembang. AFE memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Mortalitas dan morbiditas AFE telah menurun secara dramatis akhir-akhir ini, dimana dilaporkan mortalitas maternal adalah sekitar 16%. Insidensi yang sebenarnya tidak jelas dilaporkan dikarenakan sindrom ini sulit untuk dideteksi. Dilaporkan terdapat antara 1:8000 sampai 1:80.000 kasus AFE. Dilaporkan juga angka 1:15.200 di North America and in Europe 1:53.800 kasus pengiriman. Walaupun AFE sudah dikenali sejak tahun 1941 namun sampai sekarang masih menjadi suatu kondisi yang tidak dapat diprediksikan (unpredictable condition). Patofisiologi AFE sampai saat ini tetap belum jelas. AFE terjadi ketika terdapat kerusakan pada barier antara sirkulasi maternal dan cairan amnion. Kedua proses yang berbeda yang mengancam nyawa terjadi secara simultan atau sebagai suatu sebab-akibat, yaitu kolaps cardiorespiratorik dan koagulopati.

Gejala klinik dari AFE umumnya terjadi selama kehamilan dan persalinan atau dalam periode segera setelah persalinan (postpartum). Sebagian besar kasus (80%) terjadi selama persalinan, namun dapat pula terjadi sebelum persalinan (20%) atau setelah kelahiran bayi. Sekitar 25% pasien akan meninggal dalam onset 1 jam. Manifestasi klinik AFE yang klasik adalah onset dypsnea, kegagalan respiratorik dan hipotensi yang diikuti dengan kolaps cardiovascular, disseminated intravascular coagulation (DIC) dan kematian.

AFE masih sangat kurang dimengerti dan mayoritas didiagnosis secara eksklusi. Saat ini, diagnosis AFE tidak berdasarkan pada hasil yang didapatkan secara klinis maupun laboratorium. Penatalaksanaan AFE masih tetap berupa terapi suportif, bukan kausatif, dan terfokus pada stabilisasi system cardiopulmonal secara cepat. Tujuan terpenting dari terapi AFE adalah untuk mencegah terjadinya hypoxia tambahan dan mengakibatkan end-organ failure. Prognosis dan mortalitas AFE telah membaik secara signifikan dengan diagnosis awal dan penanganan resusitasi secara cepat dan tepat.

Kasus emboli air ketuban pertama kali dilaporkan pada tahun 1926 oleh Meyer dan merupakan kejadian bersejarah yang mendapat perhatian publik dan medis selama lebih dari 100 tahun. AFE menjadi masalah klinis pada tahun 1941 setelah Steiner dan Luschbaugh mempublikasikan kasus mortalitas maternal tentang 8 wanita dengan sel skuamous dan mucin yang berasal dari fetal di dalam pembuluh darah paru-paru.

Sampai saat ini pun, emboli air ketuban merupakan penyebab kematian utama selama persalinan dan jam-jam pertama pasca persalinan, serta tetap sebagai kegawat daruratan obstetric yang fatal dan tidak dapat dicegah. Di samping kemajuan teknologi dalam critical care life support, maternal mortality rate emboli air ketuban tetap tinggi, sekitar 61%; sebagian besar yang selamat memiliki kerusakan neurologis permanen akibat hypoxia (permanent hypoxia-induced neurological damage). Mortalitas fetal sekitar 21% dan 50% dari yang berhasil selamat mengalami kerusakan neurological permanen. B. Tujuan Untuk mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan pencegahan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Ketuban

Pada awal kehamilan, rongga amnion diisi cairan yang komposisinya mirip dengan cairan ekstraseluler. Air ketuban mulai terbentuk pada usia kehamilan 4 minggu dan berasal dari sel darah ibu. Pada pertengahan awal kehamilan, pertukaran air dan molekul kecil lainnya tidak hanya lewat amnion tetapi juga kulit fetal. Saat trimester kedua, fetus mulai buang air kecil, menelan, dan menghisap air ketuban. Sehingga terhitung sejak pertengahan usia kehamilan, air ketuban sebagian besar terbentuk dari air seni janin. Proses-proses ini memiliki peran mengatur volume cairan. Pada kehamilan normal, saat cukup bulan, air ketuban jumlahnya sekitar 1.000 cc. Fungsi air ketuban adalah sebagai berikut

1) Untuk pergerakan janin

2) Sebagai bantalan bagi janin saat pembentukan muskuloskeletal dan melindunginya dari trauma.

3) Melindungi tali pusat dari kompresi

4) Mempertahankan temperatur

5) Fungsi nutrisi yang minimal. Mengandung Epidermal Growth Factor (EGF) dan EGF-like growth factors, seperti transforming growth factor-.

6) Proses pencernaan air ketuban kedalam saluran cerna dan inhalasi ke dalam paru-paru dapat menyebabkan pertumbuhan dan diferensiasi jaringan ini.

7) Sebagai bakteristatik untuk mengurangi potensi terjadinya infeksi

8) Air ketuban mempertahankan tekanan air ketuban dengan mengurangi kehilangan cairan paru-paru, komponen yang penting untuk perkembangan paru-paru

2.2 Definisi Emboli Air Ketuban

Emboli cairan amnion adalah suatu gangguan kompleks yang secara klasik ditandai oleh terjadinya hipotensi, hipoksia, dan koagulopati konsumtif secara mendadak.

2.3 Insidensi dan Epidemiologi

Insidensi terjadinya AFE yang sebenarnya tidak diketahui secara pasti akibat ketidakakuratan pelaporan kematian maternal, kurangnya data dari kasus-kasus non-fatal, dan fakta bahwa AFE sulit untuk dideteksi dan tetap merupakan diagnosis eksklusi. Dilaporkan terdapat antara 1:8000 sampai 1:80.000 kasus AFE. Dilaporkan juga angka 1:15.200 di North America dan di Europe 1:53.800 kasus pengiriman di tahun 2010. Pada laporan lain juga didapatkan angka 1 : 8000 dan 1 : 83.000 kelahiran hidup dengan angka kematian sebesar 61% diman 86% diantaranya dilaporkan mati diantara selang waktu 1 jam setelah presentasi.Clarke et all (1995) melaporkan dalam registrasi nasional di USA, 70% kasus terjadi selama labor, 19% selama persalinan sectio cesarean, dan 11% setelah kelahiran per vaginam. Seluruh kasus yang terjadi selama sectio cesarean memiliki onset segera setelah kelahiran bayi.

Di samping kemajuan teknologi dalam critical care life support, angka mortalitas maternal AFE tetap tinggi, sekitar 61%; sebagian besar yang selamat mengalami kerusakan neurologis permanen akibat hipoxia. Angka mortalitas fetal, meskipun lebih baik daripada angka maternal, adalah sekitar 21% dan 50% dari yang bertahan hidup mengalami kerusakan neurologis permanen.

2.4 Faktor risiko

Secara normal, air ketuban tidak masuk ke dalam sirkulasi maternal karena terdapat aman di dalam uterus, dilindungi oleh kantung ketuban. Perihal kenapa masuknya air ketuban terjadi pada beberapa wanita dan tidak pada yang lainnya, belum dapat dimengerti. Banyak faktor yang dipertimbangkan berhubungan dengan meningkatnya risiko kejadian AFE, antara lain :

1. Overdistensi uterus akibat his/kontraksi persalinan berlebih, yang umumnya terjadi pada penggunaan obat-obatan perangsang persalinan yang tidak terkontrol.

2. Rupture uteri

3. Multiparitas

4. Kehamilan lewat waktu

5. Fetal distress, ditemukannya mekonium atau tinja janin dalam air ketuban, di mana janin dalam keadaan kekurangan oksigen. Air ketuban yang penuh dengan kotoran bayi inilah yang sering kali menimbulkan kefatalan pada kasus-kasus AFE.

6. Persalinan buatan

7. Janin laki-laki

8. Usia maternal yang lanjut

9. Sectio caesaria

10. Polihydramnion

11. Laserasi serviks yang luas

12. Solusio plasenta dan plasenta previa

13. IUFD

14. Bayi besar

15. Eklampsia

Tabel 2.1 Faktor-faktor risiko Amniotic Fluid Embolism(Sumber : http://www.ejgm.org/files/EJGM-54.pdf)2.5 Patogenesis dan Patofisiologi2.5.1 Patogenesis

AFE pertama kali dilaporkan secara klinis oleh Steiner dan Lushbaugh tahun 1941, yang mendapatkan bukti adanya debris janin berupa sel skuamous dan mucin di sirkulasi paru-paru sekelompok wanita yang meninggal saat bersalin. Namun, studi-studi selanjutnya jelas memperlihatkan bahwa cairan amnion itu sendiri tidak berbahaya, bahkan apabila diinfuskan dalam jumlah besar.

AFE merupakan masuknya cairan ketuban dan komponen-komponennya ke dalam sirkulasi darah ibu. Komponen tersebut berupa unsur-unsur yang ada dalam air ketuban, misalnya lapisan kulit janin yang terlepas, rambut janin, lapisan lemak janin, dan musin atau cairan kental.

Baik persalinan normal atau sectio tidak dijamin 100% aman dari risiko AFE, karena pada saat proses persalinan, banyak vena-vena yg terbuka, yang memungkinkan air ketuban masuk ke sirkulasi darah ibu akibat rusaknya sawar fisiologis yang biasanya terdapat antara kompartemen ibu dan janin. Emboli air ketuban merupakan kasus yang berbahaya yang dapat membawa pada kematian. Selain itu dapat terjadi komplikasi berupa gangguan saraf.

Umumnya AFE terjadi pada tindakan aborsi. Terutama jika dilakukan setelah usia kehamilan 12 minggu. Bisa juga saat amniosentesis (tindakan diagnostik dengan cara mengambil sampel air ketuban melalui dinding perut). Ibu hamil yang mengalami trauma/benturan berat juga berpeluang terancam AFE. Namun kasus AFE paling sering terjadi, saat persalinan atau beberapa saat setelah ibu melahirkan (postpartum). Ibu mungkin terpajan ke berbagai elemen janin sewaktu terminasi kehamilan, setelah amniosintesis atau trauma, atau yang lebih sering selama persalinan atau pelahiran saat berbentuk laserasi-laserasi kecil di segmen bawah uterus atau serviks. Selain itu seksio sesaria memberikan banyak kesempatan terjadinya percampuran darah ibu dan jaringan janin. Pada sebagian besar kasus, kejadian-kejadian ini tidak membahayakan. Namun, pada sebagian wanita, pemajanan ini memicu serangkaian reaksi fisiologis kompleks yang mirip dengan yang dijumpai pada anafilaksis dan sepsis. Proses serupa juga dibuktikan terjadi pada emboli lemak traumatic, suatu proses yang semula diperkirakan hanya melibatkan obstruksi vascular sederhana setelah trauma. Kaskade patofisologi kemungkinan besar disebabkan oleh sejumlah kemokin dan sitokin.

Gambar 2.1 Patogenesis Emboli Air Ketuban

(Sumber:http://jficmexam.medbrains.net/files/2008/12/amniotic-fluid-embolism.pdf)2.5.2 Patofisiologi

Patofisiologi AFE mutifaktorial, masih belum jelas dan spekulatif, banyak teori-teori berbeda yang dipublikasikan. Gei dan Hankins (2000) membuat suatu patofisiologi AFE berupa tiga respon atau kombinasi respon klinis terhadap debris fetal yang bersirkulasi. Repson inisial respirasi dimulai dengan transient pulmonary vasospasm yang mungkin disebabkan oleh amniotic microemboli yang mencetuskan pelepasan metabolit asam arachidonat dan akhirnya terjadi hipertensi pulmonal, intrapulmonary shunting, bronkokonstriksi, dan hipoksia berat. Komponen dari air ketuban yang menyebabkan efek tersebut tidak diketahui secara pasti. Namun Clark (1990) dengan penjelasan konvensional menyatakan komponen abnormal seperti sel skuamous fetal, lanugo, dan meconium yang terdapat dalam air ketuban menyebabkan obstruksi vascular paru-paru yang pada akhirnya mengakibatkan hipertensi pulmonal, gagal jantung kanan dan kiri, hipotensi, dan kematian. Bukti baru-baru ini menyarankan bahwa penyebabnya lebih mungkin karena reaksi imunologis akibat pengaruh mediator-mediator maternal.

Manifestasi kedua mencakup inotropisme negatif dan left ventricular failure yang mengakibatkan meningkatnya edema pulmonal dan hipotensi yang akhirnya terjadi syok. Manifestasi ketiga merupakan respon neurologis terhadap kerusakan sistem respiratorik dan kerusakan hemodinamik, berupa kejang, konfusi, atau koma. Sekitar 40%-50% pasien yang bertahan hidup sampai titik ini akan mengalami koagulopati berat, biasanya disseminated intravascular coagulation (DIC), mengakibatkan perdarahan uterus yang tidak terkontrol serta perdarahan dari tempat tusukan seperti tempat insersi untuk jalur intravena dan kateter epidural. Proses koagulopati ini dicetuskan oleh beberapa komponen procoagulan dari air ketuban, yaitu tromboplastin yang menginisiasi jalur ekstrinsik dari cascade pembekuan darah dan mengakibatkan aktivitas fibrinolitik yang berlebihan.

Gambar 2.2 Patofisiologi Emboli Air Ketuban

(Sumber: http://ccn.aacnjournals.org/cgi/reprint/24/4/54.pdf)

Sebelum onset tanda dan gejala maternal, perubahan inisial pada pola denyut jantung janin menjadi jelas pada monitor fetal. Perubahan ini terjadi karena penurunan perfusi uterus yang mengakibatkan penurunan aliran darah plasenta yang berhubungan dengan hipotensi maternal. Cadangan fetal yang diperlukan untuk mengkompensasi penurunan perfusi ini dengan cepat akan hilang dan fetus akan menunjukkan tanda-tanda hypoxia-induced stress. Denyut jantung janin yang normal berkisar antara 110-160/menit dengan variabilitas 6-25/menit. Penurunan oksigenasi fetal akibat hipotensi dan hipoksia maternal akan menyebabkan non-reassuring pattern pada denyut jantung janin seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.2 Perubahan Pola Denyut Jantung Janin Akibat Hipoksia Fetal

(Sumber : http://ccn.aacnjournals.org/cgi/reprint/24/4/54.pdf)

Setiap pola yang terdapat pada tabel di atas mempunyai lebih dari satu penyebab, beberapa diantaranya jinak dan mudah dikoreksi.

2.6 Gejala Klinik

Salah satu faktor utama yang membuat AFE sangat mengenaskan adalah tidak dapat diprediksi sama sekali. Meskipun sebagian besar kasus terjadi saat onset persalinan, beberapa insiden terjadi di luar persalinan. Pengecualian pada onset waktu adalah jarang, tetapi beberapa kasus telah dilaporkan terjadi pada periode post-partum lambat, setelah kelahiran seksio cesarean, amniocentesis, pelepasan plasenta, atau dengan aborsi terapeutik. Beberapa kasus juga berhubungan dengan trauma abdominal, cervical suture removal, ruptur uterus, atau intrapartum amnioinfusion.

Manifestasi klasik AFE digambarkan sebagai dyspnea yang tiba-tiba, dan tidak terduga, kegagalan respiratorik, hipotensi yang diikuti oleh kolaps kardiovaskular, DIC dan kematian. Menurut Morgan, gejala klinik distress pernafasan terjadi pada 51% pasien, hipotensi 27%, abnormalitas koagulopati 12%, dan kejang 10%. Analisis Clarkes national registry (1995) menunjukkan gejala klinik AFE yang terjadi sebelum persalinan adalah kejang (30%), dyspnea (27%), bradikardi fetal (17%), dan hipotensi (13%). Gejala klinik AFE yang terjadi setelah persalinan, 54% menunjukkan koagulopati yang mengakibatkan perdarahan postpartum.

Terdapat tiga fase AFE yang diidentifikasi pada manusia. Fase pertama meliputi :

1. Sistim respirasi berupa distress pernafasan dan sianosis

2. Hemodinamik berupa edema pulmonal dan syok hemoragik

3. Neurologis berupa konfusi dan koma

Jika pasien bertahan hidup melewati fase kardiorespiratorik, 40%-50% akan masuk ke dalam fase kedua, yang dikarakteristik oleh koagulopati, perdarahan, dan syok. Pada fase kedua, gagal jantung kiri merupakan tanda yang jelas dan yang paling sering dilaporkan. Peningkatan tekanan kapiler pulmonal dan central venous pressure merupakan karakteristik edema pulmonal.

Pada fase ketiga, gejala akut telah dilewati dan kerusakan terhadap sistim otak, paru-paru, dan ginjal telah terjadi. Pasien meninggal akibat kerusakan otak dan paru-paru berat. Infeksi dan kegagalan multi organ dapat menyebabkan kematian.Berikut adalah kriteria cardinal AFE.

Tabel 2.3 Kriteria Kardinal Emboli Air Ketuban

(Sumber : http://www.ejgm.org/files/EJGM-54.pdf)

2.7 Diagnosis

Pengenalan dan diagnosis AFE dengan segera sangat penting untuk memperbaiki prognosis maternal dan fetal. Sampai saat ini, diagnosis pasti AFE dibuat hanya setelah otopsi maternal menunjukkan adanya sel skuamous, lanugo, atau material fetal dan air ketuban lainnya di dalam vaskulatur arterial pulmonal. Meskipun data laboratorium mungkin menunjukkan kemungkinan AFE, tidak ada hasil laboratorium atau tanda klinis yang dapat digunakan untuk mendiagnosis AFE.

Dengan demikian, yang bisa dilakukan adalah diagnosis klinis. Karena secara garis besar air ketuban menyerbu pembuluh darah paru-paru, maka amat penting untuk mengamati gejala klinis si ibu. Apakah ia mengalami sesak napas, wajah kebiruan, terjadi gangguan sirkulasi jantung, tensi darah mendadak turun, bahkan berhenti, dan atau adanya gangguan perdarahan.

Dampak yang ringan biasanya hanya sebatas sesak napas, tapi yang berat dapat mengakibatkan kematian ibu. Dahulu, ditemukannya sel skuamosa atau debris lain yang berasal dari janin di sirkulasi paru sentral dianggap patognomonik untuk emboli cairan amnion. Selain itu beberapa penelitian memperlihatkan bahwa sel skuamosa, trophoblast dan debris lain yang berasal dari janin mungkin sering ditemukan disirkulasi sentral wanita dengan kondisi selain emboli cairan amnion.

Dengan demikian, temuan ini tidak sensitif atau spesifik dan diagnosis umumnya ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinis yang khas.

Clark et all juga membuat register nasional untuk AFE sebagai usaha untuk meneliti dan memahami sindrom ini lebih baik. Berikut adalah kriteria inklusi untuk diagnosis AFE.

Tabel 2.4 Kriteria National Registry untuk Diagnosis Emboli Air Ketuban

(Sumber : http://ccn.aacnjournals.org/cgi/reprint/24/4/54.pdf)

Pemeriksaan Penunjang:

1. Electrocardiogram dan pulse oximeterTanda klinik pertama sering terlihat pada ECG dan pulse oximeter. ECG menunjukkan takikardia dengan perubahan gelombang ST-T. Pulse oximeter menunjukkan penurunan saturasi oksigen tiba-tiba.2. Pemeriksaan Laboratorium

Analisa gas darah untuk menentukan ventilasi adekuat atau tidak dan derajat hipoksemia.

3. Foto rontgen thorax

Menunjukkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan, serta oedem pulmonum (24%-93%).

4. CVP (Central Venous Pressure)

Pada awalnya CVP meningkat disebabkan hipertensi pulmonal, kemudian pada akhirnya mengalami penurunan karena perdarahan yang hebat

5. Penilaian faktor pembekuan darah

Normalnya pada wanita hamil akan terjadi peningkatan dari factor pembekuan darah. Di mana pada AFE akan terjadi peningkatan angka kejadian DIC disertai kegagalan pembekuan darah, penurunan hitung trombosit, penurunan kadar fibrinogen, pemanjangan protrombin time. Pemeriksaan untuk mengevaluasi terjadinya DIC adalah kadar AT-III, fibrinopeptide A, D-dimer, prothrombin fragment 1.2 (PF 1.2), thrombin precursor protein, dan trombosit.

2.8 Diagnosis Banding

Tabel 2.5 Diagnosis Banding Emboli Air Ketuban

(Sumber : http://ccn.aacnjournals.org/cgi/reprint/24/4/54.pdf)2.9 Penatalaksanaan

Terapi untuk AFE tidak bersifat kausatif, tetapi suportif dan terfokus pada stabilisasi jantung dan paru ibu. Kebanyakan pasien akan dirawat di Intensive Care Unit (ICU) setelah dilakukan stabilisasi inisial. Tujuan utama terapi adalah menghindari terjadinya tambahan hipoksia dan kegagalan organ. Prinsip utama dalam menangani kegawatdaruratan obstetric sama dengan gawatdarurat lainnya, yaitu prinsip ABC (Airway, Breathing, and Circulation). Perbedaan utamanya adalah perlunya untuk menangani 2 pasien (ibu dan janin). Fetus harus dimonitor secara kontinyu untuk mendeteksi tanda-tanda adanya gangguan (lebih diinginkan dilakukan oleh perawat obstetric yang berpengalaman). Untuk memastikan perfusi uterus yang optimal selama penanganan AFE, ibu harus dalam posisi miring ke kiri untuk mencegah beban uterus gravid menekan vena cava inferior dan mengganggu aliran darah.

Meskipun terdapat penurunan mortalitas, tidak ada terapi baru dan tetap bersifat suportif. Strategi penanganan adalah meningkatkan oksigenasi, mendukung sirkulasi, dan mengoreksi koagulopati. Bila secara klinis memungkinkan, jalur arterial dan kateter arteri pulmonal harus dilakukan untuk menyediakan akses sample darah untuk analisis sitologi air ketuban dan fetal debris.

Oksigenasi maternal dengan tekanan oksigen arterial > 60 mmHg harus dicapai dengan memberikan oksigen melalui face mask kepada seluruh pasien yang sadar. Intubasi trakea dan ventilasi mekanik menggunakan oksigen 100% harus dilakukan pada pasien dengan kejang atau koma.

Untuk meningkatkan cardiac output dan menyokong tekanan darah, dapat diberikan dopamine, pada keadaan syok berat, lebih baik diberikan epinefrin atau norepinefrin. Obat-obatan lain yang mungkin dapat berguna untuk hipertensi pulmonal berat antara lain nitric oxide (sebagai vasodilator pulmonal selektif), prostacyclin, dan sildenafil.

Dalam kurang dari 4 jam, 50% pasien yang bertahan hidup melewati fase pertama akan mengalami DIC dengan perdarahan massif. Dengan demikian, produk-produk darah harus disiapkan sebelumnya, seperti packed red blood cells atau darah O-negative. Penanganan DIC memerlukan transfusi packed red blood cells dan produk-produk darah lainnya. Akses intravena diperlukan karena mungkin diperlukan transfusi massif. Platelets, cryoprecipitate, dan fresh frozen plasma harus diberikan sesuai prosedur berdasarkan hasil laboratorium prothrombin time, fibrinogen, fibrin dan fibrin degradation product (FDP).

Tabel 2.6 Terapi Umum Suportif pada Emboli Air Ketuban

(Sumber : http://www.ejgm.org/files/EJGM-54.pdf)Secara ringkas, terdapat tiga tujuan utama terapi yaitu oksigenasi, mempertahankan cardiac output dan tekanan darah, dan koreksi koagulopati. Segera setelah keadaan ibu stabil, focus perhatian ditujukan pada kelahiran bayi. Jika fetus telah matur dan belum dilahirkan pada saat maternal cardiac arrest, seksio cesarean harus dilakukan sesegera mungkin.

Wanita yang belum melahirkan dan mengalami henti jantung harus dipertimbangkan untuk melakukan tindakan seksio caesaria perimortem darurat sebagai upaya menyelamatkan janin. Namun, bagi ibu yang hemodinamikanya tidak stabil, tetapi belum mengalami henti jantung, pengambilan keputusan yang seperti itu menjadi semakin rumit.

Bila AFE terjadi sebelum atau selama persalinan, fetus dalam bahaya sejak onset AFE terjadi akibat krisis kardiopulmonal maternal. Kelahiran fetus meningkatkan kesempatan akan prognosis yang baik untuk ibu karena beban uterus gravid pada vena cava inferior berkurang sehingga dapat mengurangi penurunan tekanan darah sistemik. Dengan demikian, segera setelah kondisi ibu stabil, kelahiran bayi harus segera dilakukan. Jika resusitasi ibu tidak berhasil, emergency bedside seksio cesarean diperlukan untuk menyelamatkan janin. Semakin segera setelah maternal cardiopulmonary arrest fetus dilahirkan, semakin baik prognosis fetus. Oleh sebab itu, meskipun tampaknya sulit serta meskipun ibu mungkin dipandang sebagai pasien utama, usaha resusitasi yang berkepanjangan tidak disarankan.

Tabel 2.7 Strategi Terbaru dalam Penatalaksanaan AFE

(Sumber : http://www.ejgm.org/files/EJGM-54.pdf)

Tabel 2.8 Penggunaan Obat-obatan pada AFE(Sumber : http://ccn.aacnjournals.org/cgi/reprint/24/4/54.pdf)2.10 Prognosis

Pasien dengan AFE memiliki prognosis yang buruk. Sampai saat ini, AFE tidak dapat diprediksi maupun dicegah. AFE tetap menjadi salah satu komplikasi kehamilan yang paling ditakuti dan yang paling lethal. Prognosis dan mortalitas AFE telah membaik secara signifikan dengan early diagnosis dan penanganan resusitasi yang cepat dan tepat. Meskipun mortalitas telah menurun, morbiditas tetap tinggi dengan sequel yang berat, terutama kerusakan neurologis.

Kunci agar prognosis yang baik adalah identifikasi pasien dengan risiko tinggi AFE. Pada beberapa kasus, kematian tidak dapat dihindari meskipun dengan penanganan yang cepat dan tepat. Meskipun terdapat perkembangan pengetahuan yang baru tentang sindrom ini, AFE tetap menjadi penyakit catastrophic yang memerlukan high index of suspicion, pendekatan multidisiplin, dan usaha resusitasi yang cepat untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

Pada laporan-laporan National Registry, angka kematian ibu adalah 60 persen. Di data dasar 1,1 juta persalinan di California, hanya seperempat kasus yang dilaporkan yang meninggal. Sementara, data lain dari China menyatakan dari 38 kasus, hampir 90 persen wanita dengan kasus ini meninggal. Kematian dapat terjadi sangat cepat, dan diantara 34 wanita yang meninggal dalam penelitian di China, 12 wanita meninggal dalam waktu 40 menit. Kelainan neurologis yang parah sering terjadi ada mereka yang selamat. Diantara para wanita yang dilaporkan ke National Registry mengalami henti jantung disertai gejala-gejala awal, hanya 8 persen yang selamat tanpa mengalami kelainan neurologis. Hasil akhir juga buruk bagi janin. Kelompok wanita yang selamat tersebut dan dikaitkan dengan interval henti jantung sampai kelahiran. Angka ketahanan hidup neonatus keseluruhan adalah 70%, tapi hampir separuh penderita kelainan neurologis residual.

BAB III

KESIMPULAN

Emboli air ketuban merupakan salah satu penyebab syok dalam obstetric yang bukan disebabkan karena perdarahan. Penyebabnya adalah masuknya air ketuban melalui vena endoserviks atau sinus vena yang terbuka di daerah tempat perlekatan plasenta. Masuknya air ketuban yang mengandung rambut lanugo, verniks kaseosa dan mekonium ke dalam peredaran darah ibu akan menyumbat pembuluh-pembuluh kapiler dalam paru-paru ibu, menimbulkan reaksi anafilaksis dan gangguan pembekuan darah.

Gejala permulaan yaitu penderita tampak gelisah, mual, muntah dan disertai takikardi dan takipnea, diikuti dyspnea dan sianosis. Tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah, kesadaran menurun disertai nistagmus dan kadang-kadang timbul kejang tonik-klonik. Penyumbatan kapiler paru-paru tersebut akan menimbulkan edema paru-paru yang luas dan akhirnya mengakibatkan gagal jantung. Komplikasi yang lain adalah terjadinya gangguan pembekuan darah. Karena mortalitasnya yang sangat tinggi, di mana dalam 60 menit pertama dapat mencapai 50%, maka diperlukan tindakan yang cepat dan tepat.

Terdapat tiga tujuan utama terapi yaitu oksigenasi, mempertahankan cardiac output dan tekanan darah, dan koreksi koagulopati. Segera setelah keadaan ibu stabil, fokus perhatian ditujukan pada kelahiran bayi. Jika fetus telah matur dan belum dilahirkan pada saat maternal cardiac arrest, seksio cesarean harus dilakukan sesegera mungkin. Jika resusitasi ibu tidak berhasil, emergency bedside seksio cesarean diperlukan untuk menyelamatkan janin. Semakin segera setelah maternal cardiopulmonary arrest fetus dilahirkan, semakin baik prognosis fetus.

Berdasarkan National Registry, angka kematian ibu adalah sebesar 60%. Mortalitas fetal sekitar 21% dan 50% dari yang berhasil selamat mengalami kerusakan neurological permanen. Oleh karena itu, kunci agar prognosis yang baik adalah identifikasi pasien dengan risiko tinggi AFE.DAFTAR PUSTAKA

Amniotic Fluid Embolism Anaesthesia. Tutorial Of The Week. 197 20th September. 2010.Taihei Tsunemi, Hidekazu Oi, Toshiyuki Sado, Katsuhiko Naruse, Taketoshi Noguchi and Hiroshi Kobayashi: An Overview of Amniotic Fluid Embolism: Past, Present and Future Directions. The Open Womens Health Journal, 2012, 6, 24-29 Diambil tanggal 3/1/14Seto Martohoedoso, Marsianto. Perlukaan dan Peristiwa Lain pada Persalinan, In: Ilmu Kebidanan, 3rd edition, Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifuddin, Trijatmo Rachimhadhi, eds. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008 : 672-673.

Suwardjono Surjaningrat, Abdul Bari Saifuddin. Kematian Maternal, In: Ilmu Kebidanan, 3rd edition, Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifuddin, Trijatmo Rachimhadhi, eds. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008 : 22-27.

Perozzi, Katherine J., Englert, Nadine C. 2004. Amniotic Fluid Embolism An Obstetric Emergency. Aacnjournals. http://ccn.aacnjournals.org/cgi/ reprint/24/4/54.pdf. Diambil tanggal 3/1/14Skerman, Jonathan H, Rajab, Khalil E. 2003. Amniotic Fluid Embolism. Kuwait Medical Journal. http://www.kma.org.kw/KMJ/Issues/jun2003/KM J%20June%202003.PDFs/Review%20Article/Amniotic%20Fluid%20Embolism.pdf. Diambil tanggal 3/1/14Toy, Harun. 2009. Amniotic Fluid Embolism. European Journal of General Medicine. http://www.ejgm.org/files/EJGM-54.pdf. Diambil tanggal 5/1/14Williams Obstetrics 23 rd Edition ; Obstetrical Hemorrhage. Amniotic Fluid Embolism. P.788. 1

PAGE 23