BAB I PENDAHULUAN Congenital talipes Equinovarus merupakan suatu kelainan bawaan yang sering ditemukan pada bayi baru lahir, mudah didiagnosis, tapi koreksi sepenuhnya sulit dilakukan. Sering ditemukan karena ketidaktahuan keluarga penderita, sehingga kelainan menjadi terbengkalai. Clubfoot adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan deformitas mum dimana kaki berubah dari posisi yang normal. Clubfoot sering disebut juga Congenital talipes Equino Varus. CTEV adalah deformitas yang meliputi flexi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia. Tanpa terapi, pasien dengan clubfoot akan berjalan dengan bagian luar kakinya, yang mungkin menimbulkan nyeri dan atau disabilitas. Meskipun begitu, hal ini masih menjadi tantangan bagi keterampilah para ahli bedah ortopedik akibat adanya kecenderungan kelainan ini menjadi relaps, tanpa memperdulikan apakah kelainan tersebut diterapi secara operatif maupun konservatif. Salah satu alasan terjadinya relaps antara lain adalah kegagalan ahli bedah dalam mengenali kelainan patoanatomi yang mendasarinya. Clubfoot seringkali secara otomatis dianggap sebagai deformitas equinovarus, namun ternyata terdapat permutasi dan kombinasi lainnya, seperti Calcaneovalgus, Equinovalgus dan calcaneovarus yang mungkin saja terjadi. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Congenital talipes Equinovarus merupakan suatu kelainan bawaan yang sering ditemukan pada bayi
baru lahir, mudah didiagnosis, tapi koreksi sepenuhnya sulit dilakukan. Sering ditemukan karena
ketidaktahuan keluarga penderita, sehingga kelainan menjadi terbengkalai. Clubfoot adalah istilah umum yang
digunakan untuk menggambarkan deformitas mum dimana kaki berubah dari posisi yang normal. Clubfoot
sering disebut juga Congenital talipes Equino Varus. CTEV adalah deformitas yang meliputi flexi dari
pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia. Tanpa terapi,
pasien dengan clubfoot akan berjalan dengan bagian luar kakinya, yang mungkin menimbulkan nyeri dan
atau disabilitas. Meskipun begitu, hal ini masih menjadi tantangan bagi keterampilah para ahli bedah ortopedik
akibat adanya kecenderungan kelainan ini menjadi relaps, tanpa memperdulikan apakah kelainan tersebut
diterapi secara operatif maupun konservatif. Salah satu alasan terjadinya relaps antara lain adalah kegagalan
ahli bedah dalam mengenali kelainan patoanatomi yang mendasarinya. Clubfoot seringkali secara otomatis
dianggap sebagai deformitas equinovarus, namun ternyata terdapat permutasi dan kombinasi lainnya, seperti
Calcaneovalgus, Equinovalgus dan calcaneovarus yang mungkin saja terjadi.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
Articulatio talocruralis
Jenis sendi ada lah gynglimus sinovial yang meliputi tibia, fibula dan talus. Penguat sendi ligamentum mediale
(deltoideum) pars tibionavicularis, pars tibiocalcanea, pars tibiotalaris anterior, pars tibiotalaris posterio.
Ligamentum talofibulare posterius dan ligamentum calcanofibulare. Sumbu gerak pada sendi ini adalah
sumbu frontal yang berjalan dari kraniomedialis ujung bawah malleolus medialis sampai kaudolateralis ujung
bawah pada malleolus lateralis. Sumbu ini membentuk sudut pada bidang transversa sebesar 7o. Bila dilihat
dari atas anteromedial ke posterolateral dan membentuk sudut 13o dari bidang frontal.
Gerak sendi fleksi dorasalis meliputi M. Tibialis anterior, M. Extensor digitorum longus, M. Peroneus tertius,
dan M. Extensor hallucis longus. Tulang-tulang kaki selain metatarsal dan falang di sebut tulang tarsal.
Tulang-tulang tarsal itu terdiri dati talus, kalkaneus, kuboid, navikular, dan kuneiformis.
2
DEFINISI
CTEV (Congenital Talipes Equino Varus) sering disebut juga clubfoot adalah
deformitas yang meliputi flexi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki
depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples of Surgery, Schwartz). Taliper berasal dari kata
talus (ankle) dan pes (foot), menunjukan suatu kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan
penderitanya berjalan pada angke-nya. Sedang Equinovarus berasal dari kata equino
(meng.kuda) dan varus (bengkok ke arah dalam/medial).
EPIDEMIOLOGI
Insidens CTEV yaitu 1 dari setiap 1000 kelahiran hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki
daripada perempuan (2:1). 50% bersifat bilateral.
ETIOLOGI
Sampai saat ini masih banyak perdebatan dalam etiopatologi CTEV. Banyak teori
telah diajukan sebagai penyebab deformitas ini, termasuk faktor genetik, defek sel
germinativum primer, anomali vaskular, faktor jaringan lunak, faktor intrauterine dan faktor
miogenik. Telah diketahui bahwa kebanyakan anak dengan CTEV memiliki atrofi otot betis,
yang tidak hilang setelah terapi, karenanya mungkin terdapat hubungan antara patologi otot
dan deformitas ini. Beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab clubfoot. Pertama,
adalah kuman plasma primer yang merusak talus menyebabkan flexi plantar yang
berkelanjutan dan inversi pada tulang tersebut, dan selanjutnya diikuti perubahan pada
jaringan lunak, pada sendi dan kompleks muskulotendinous. Teori lainnya kelainan jaringan
lunak primer beserta neuromuskular akibat perubahan tulang sekunder. Klinisnya, anak
dengan CTEV mempunyai hipotrofi arteritibialis anterior dalam penambahan terhadap atrofi
dari muskular sekitar betis. Beberapa penulis telah mendokumentasikan distribusi abnormal
dari tipe I dan tipe 2 muscle fibers pada clubfoot.Kaki abnormal mungkin 1,5-1 ukurannya
lebih kecil pada panjang dan lebarnya.
3
KLASIFIKASI
Klasifikasi clubfoot:
Typical Clubfoot Merupakan kaki pengkor klasik yang hanya menderita kaki pengkor saja
tanpa disertai kelainan lain. Umumnya dapat dikoreksi setelah lima kali pengegipan dan
dengan manajemen ponseti mempunyai hasil jangka panjang yang baik atau memuaskan.
Positional clubfoot sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan diduga akibat jepitan
intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai dengan satu atau dua kali pengegipan.
Delayed treated clubfoot ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau lebih.
Recurrent typical clubfoot dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya ditangani dengan
metode ponseti maupun dengan metode lain. Relaps lebih jarang terjadi dengan metode
ponseti dan umumnya diakibatkan pelepasan brace yang terlalu dini. Rekurensi supinasi dan
equinus paling sering terjadi. Awalnya bersifat dinamik namun dengan berjalannya waktu
menjadi fixed.
Alternatively treated typical clubfoot termasuk kaki pengkor yang ditangani secara operatif
atau pengegipan dengan metode non-Ponseti.
Atypical clubfoot kategori ini pada biasanya berhubungan dengan penyakit lain. Mulailah penanganan
dengan metode ponseti. Koreksi umumnya lebih sulit.
Rigid atau Resistant atypical clubfoot dapat kurus atau gemuk. Kasus dengan kaki yang
gemuk lebih sulit ditangani. Kaki tersebut umumnya kaku, pendek, gemuk dengan lekukan
kulit yang dalam pada telapak kaki dan dibagian belakang pergelangan kaki, terdapat
pemendekan metatarsal pertama dengan hiperekstensi sendi metatarsophalangeal. Deformitas
ini terjadi pada bayi yang menderita kaki pengkor saja tanpa disertai kelainan yang lain.
Syndromic clubfoot
Selain kaki pengkor ditemukan juga kelainan kongenital lain. Jadi kaki pengkor merupakan
bagian dari suatu sindroma. Metode ponseti tetap merupakan standar penanganan, tetapi
mungkin lebih sulit dengan hasil kurang dapat diramalkan. Hasil akhir penanganan lebih
ditentukan oleh kondisi yang mendasarinya daripada kaki pengkornya sendiri
Tetralogic clubfoot --seperti pada congenital tarsal synchondrosis.
Neurogenic clubfoot -- berhubungan dengan kelainan neurologi seperti meningomyelocele.
Acquired clubfoot --seperti pada Streeter dysplasia.
4
PATOFISIOLOGI
Clubfoot bukan merupakan malformasi embrionik. Kaki yang pada mulanya normal
akan menjadi clubfoot selama trimester kedua kehamilan. Clubfoot jarang terdeteksi pada
janin yang berumur dibawah 16 minggu. Pada clubfoot, ligamen-ligamen pada sisi lateral dan
medial ankle serta sendi tarsal sangat tebal dan kaku, yang dengan kuat menahan kaki pada
posisi equines dan membuat navicular dan calcaneus dalam posisi adduksi dan inversi.
Ukuran otot-otot betis berbanding terbalik dengan derajat deformitasnya. Pada kaki pengkor
yang sangat berat, gastrosoleus tampak sebagai otot kecil pada sepertiga atas betis. Sintesis
kolagen yang berlebihan pada ligamen, tendo dan otot terus berlangsung sampai anak
berumur 3-4 tahun dan mungkin merupakan penyebab relaps (kekambuhan).
Dibawah mikroskop, berkas serabut kolagen menunjukkan gambaran
bergelombang yang dikenal sebagai crimp (kerutan). Kerutan ini menyebabkan
ligament mudah diregangkan. Peregangan ligamen pada bayi, yang dilakukan
dengan gentle, tidak membahayakan. Kerutan akan muncul lagi beberapa hari berikutnya,
yang memungkinkan dilakukan peregangan lebih lanjut. Inilah sebabnya mengapa koreksi
deformitas secara manual mudah dilakukan.
Sebagian besar deformitas terjadi ditarsus. Pada saat lahir, tulang tarsal, yang hampur
seluruhnya masih berupa tulang rawan, berada dalam posisi fleksi, adduksi, dan inversi yang
berlebihan. Talus dalam posisi plantar fleksi hebat, collumnya melengkung ke medial dan
plantar, dan kaputnya berbentuk baji. Navikular bergeser jauh ke medial, mendekati
malleolus medialis dan berartikulasi dengan permukaan medial caput talus. Calcaneus
adduksi dan inversi dibawah talus. Sendi-sendi tarsal secara fungsional saling tergantung.
Pergerakan satu tulang tarsal akan menyebabkan pergeseran tulang tarsal disekitanya.
Pergerakan sendi ditentukan oleh kelengkungan permukaan sendi san oleh orientasi dan
struktur ligamen yang mengikatkanya. Tiap-tiap sendi mempunyai pola pergerakan yang
khas. Oleh karena itu, koreksi tulang tarsal kaki pengkor yang inverse serta bergeser jauh ke
medial, harus dilakukan dengan menggeser navicular, cuboid, dan calcaneus ke arah lateral
secara bertahap dan simultan, sebelum mereka dapat dieversi keposisi netral. Pergeseran ini
mudah dilakukan karena ligamenta tarsal dapat diregangkan secara bertahap. Koreksi tulang
tarsal kaki pengkor yang telah bergeser hebat memerlukan pengertian yang baik mengenai
anatomi fungsional talus. Banyak alhi ortopedik menangani kaki pengkor dengan asumsi
yang salah bahwa sendi subtalar dan Chopart mempunyai sumbu rotasi yang tetap, yang 5
berjalan miring dari anteromedial superior ke posterolateral inferior, melalui sinus tarsi.
Mereka percaya bahwa dengan mempronasikan kaki pada sumbu ini akan mengkoreksi
calcaneus yang varus dan kaki yang supinasi. Padahal tidaklah demikian. Mempronasikan
kaki pengkor pada sumbu ini justru akan menyebabkan forefoot lebih pronasi lagi dan
akibatnya akan memperberat cavus dan menekan calcaneus yang adduksi pada talus.
Akibatnya calcaneus varus tetap tidak terkoreksi.
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinisnya dapat dibagi 2:
1. Type rigid (intrinsic) (resistent) => Tidak dapat dikoreksi dengan manipulasi. Tumit
kecil, equinus, dan inversi. Kulit dorsolateral pergelangan kaki tipis dan teregang,
sedangkan kulit medial terlipat.
2. Type fleksibel (extrinsic) (easy) => Dapat dimanipulasi. Tumit normal dan terdapat
lipatan kulit pada bagian dorsolateral pergelangan kaki.
6
Tanda lain :
Betis seperti tangkai pipa (pipe stem colf)
Tendo archiles pendek
Bagian distal fibula menonjol
Kaki lebar dan pendek
Metatarsal I pendek
DIAGNOSIS
Kelainan ini mudah didiagnosis, dan biasanya terlihat nyata pada waktu lahir (early diagnosis
after birth). Pada bayi yang normal dengan equinovarus postural, kaki dapat mengalami
dorsifleksi dan eversi hingga jari-jari kaki menyentuh bagian depan tibia. “Passive
manipulationdorsiflexion → Toe touching tibia → normal”.
Berupa deformitas pada :
Adduksi dan supinasi kaki depan pada sendi mid dorsal
Subluksasi sendi talonavikulare
Equinus kaki belakang pada sendi ankle
Varus kaki belakang pada sendi subtalar
Deviasi medial seluruh kaki terhadap lutut
Inversi tumit
Pemeriksaan Radiologi
X-ray dibuat bayi umur 3-6 bulan, menilai keberhasilan serial plateringm menentukan
apa perlu tindakan operasi untuk memperoleh koreki yang maksimal, menentukan berat
ringannya CTEV. Cara yang paling sederhana yaitu membuat foto AP dan akan kelihatan
talus dan calcaneus tumpang tindih. Penting untuk menilai x-ray apakah ada “paralelisme”
antara sumbu talus dan calcaneus yang terjadi pada CTEV.