Top Banner
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN April 2015 Refer Neurologi BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO OLEH RATNA NUR AISYAH C 111 11 327 Pembimbing : dr. Citra Dewi DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
32

referat BPPV

Dec 17, 2015

Download

Documents

referat benign paroxysmal positional vertigo
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAFFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN April 2015 Referat Neurologi

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO

OLEHRATNA NUR AISYAHC 111 11 327

Pembimbing : dr. Citra Dewi

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN ILMU PENYAKIT SARAFFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR2015

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:Nama: Ratna Nur AisyahNIM: C111 11 327Judul Referat: Benign Paroxysmal Positional Vertigo

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, April 2015Mengetahui Supervisor Baca Residen Pembimbing

Dr. dr. Yudy Goysal, Sp.S(K) dr. Citra Dewi

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGOI. PENDAHULUANBenign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab vertigo yang paling sering. kondisi ini memberikan gejala pusing atau vertigo dengan onset yang mendadak yang diprovokasi oleh perubahan posisi kepala. Gerakan provokatif yang paling umum adalah berguling di tempat tidur, membungkuk, dan melihat ke atas. BPPV biasanya lebih buruk di pagi hari (vertigo matutinal), dan mungkin tidak ada selama beberapa minggu atau berbulan-bulan sebelum kembali.1, 2BPPV pertama kali dijelaskan oleh Barany pada tahun 1921. karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan perubahan posisi, yang pada saat itu dikaitkan dengan otolith. pada 1952, Dix dan Hallpike melakukan uji posisi provokatif yang digunakan untuk keakuratan diagnosis penyakit ini.2, 3Pasien dengan BBPV khasnya mengeluhkan serangan singkat vertigo berputar yang hebat yang muncul tidak lama setelah pergerakan kepala dengan cepat. Vertigo menghilang dalam waktu 10-60 detik. Vertigo jenis ini disebaban oleh pelepasan statolit dari membrane statolit.4Kebanyakan penderita BPPV tergolong pada kelompok yang berusia 45 tahun ke atas dan kaum wanita. Nistagmus ritmik selalu megiringi vertigo tersebut. Daya pendengran tetap utuh. Muntah jarang, tetapi mual hampir selalu ada.5Secara umum penatalaksanaan BPPV untuk meningkatkan kualitas hidup serta mengurangi resiko jatuh yang dapat terjadi oleh pasien. Penatalaksanaan BPPV secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan non-farmakologi yang termasuk berbagai manuver didalamnya dan penatalaksanaan farmakologi. Penatalaksanaan dengan menuver secara baik dan benar menurut beberapa penelitian dapat mengurangi angka morbiditas.6

II. DEFINISIDefinisi vertigo posisional adalah sensasi berputar yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala. Sedangkan BPPV didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi di telinga dalam dengan gejala vertigo posisional yang terjadi secara berulang-ulang dengan tipikal nistagmus paroksimal. Benign dan paroksimal biasa digunakan sebagai karakteristik dari vertigo posisional. Benign pada BPPV secara historikal merupakan bentuk dari vertigo posisional yang seharusnya tidak menyebabkan gangguan susunan saraf pusat yang serius dan secara umum memiliki prognosis yang baik. Sedangkan paroksimal yang dimaksud adalah onset vertigo yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung cepat biasanya tidak lebih dari satu menit. Benign Paroxysmal Positional Vertigo memiliki beberapa istilah atau sering juga disebut dengan benign positional vertigo, vertigo paroksimal posisional, vertigo posisional, benign paroxymal nystagmus, dan dapat disebut juga paroxymal positional nistagmus.6

III. EPIDEMIOLOGIBPPV dilaporkan memiliki prevalensi antara 11 dan 64 kasus per 100.000 populasi (prevalensi 2,4%). Dari kunjungan 5,6 miliar orang ke rumah sakit dan klinik di United State dengan keluhan pusing didapatkan prevalensi 17% - 42% pasien didiagnosis BPPV.6Predileksi BPPV terlihat pada populasi yang lebih tua (usia 51-57 tahun). Penyakit ini jarang ditemukan pada usia di bawah 35 tahun tanpa adanya riwayat trauma kepala sebelumnya. BPPV lebih sering mengenai wanita daripada laki-laki dengan rasio 2:1 sampai 3:1.3, 7

IV. ETIOLOGIBeberapa kasus BPPV terjadi setelah trauma kepala, penyakit virus, infeksi telinga tengah, atau stapedektomi. Nistagmus posisional juga sering ditemukan pada intoksikasi (alkohol, barbiturat).8Kebanyakan kasus spontan BPPV berhubungan dengan kupoulolitiasis yaitu deposit otokonia yang degeneratif yang menempel pada kupula kanalis semisirkularis posterior. Ini membuat kanal sangat sensitive terhadap perubahan gravitasi yang berkaitan dengan posisi kepala yang berbeda.8Literatur lain menyebutkan bahwa etiologi BPPV jarang dapat ditentukan secara pasti dan biasanya tidak diketahui. Tetapi seringkali dipikirkan ischemia vestibular akibat tertekannya arteri vertebralis karena osteofit yang menonjol ke dalam foramen intevertebralis, sewaktu kepala berputar. Dugaan lain ialah tertekuknya arteri vertebralis pada kelokan-kelokan sepanjang perjalanan arteri tersebut terutama jika sudah ada banyak tempat-tempat sklerotik pada dinding arteri.5

V. ANATOMI DAN FISIOLOGIVestibulum memonitor pergerakan dan posisi kepala dengan mendeteksi akselerasi linier dan angular. Bagian vestibular dari labirin terdiri dari tiga kanal semisirkular, yakni kanal anterior, posterior, dan horisontal. Ketiga kanal semisirkularis ini mendeteksi akselerasi angular. Setiap kanal semisirkular terisi oleh endolimfe dan pada bagian dasarnya terdapat penggelembungan yang disebut sebagai ampula. Ampula mengandung kupula, suatu masa gelatin yang memiliki densitas yang sama dengan endolimfe, serta melekat pada sel rambut.6Labirin juga terdiri dari dua struktur otolit, yakni utrikulus dan sakulus yang mendeteksi akselerasi linear, termasuk deteksi terhadap gravitasi. Organ reseptornya adalah makula. Makula utrikulus terletak pada dasar utrikulus kira-kira di bidang kanalis semisirkularis horisontal. Makula sakulus terletak pada dinding medial sakulus dan terutama terletak di bidang vertikal. Pada setiap makula terdapat sel rambut yang mengandung endapan kalsium yang disebut otolith (otokonia). Makula pada utrikulus diperkirakan sebagai sumber dari partikel kalsium yang menjadi penyebab BPPV.6Kupula adalah sensor gerak untuk kanal semisirkular dan ini teraktivasi oleh defleksi yang disebabkan oleh aliran endolimfe. Pergerakan kupula oleh karena endolimfe dapat menyebabkan respon, baik berupa rangsangan atau hambatan, tergantung pada arah dari gerakan dan kanal semisirkular yang terkena. Kupula membentuk barier yang impermeabel yang melintasi lumen dari ampula, sehingga partikel dalam kanal semisirkular hanya dapat masuk atau keluar kanal melalui ujung yang tidak mengandung ampula.6

Gambar 1: Labirin Membran (Lavender) dan Tulang (Putih) dari Telinga Dalam Sisi Kiri.6Ampulofugal berarti pergerakan yang menjauhi ampula, sedangkan ampulapetal berarti gerakan mendekati ampula. Pada kanal semisirkular posterior dan superior, defleksi utrikulofugal dari kupula bersifat merangsang (stimulatory) dan defleksi utrikulopetal bersifat menghambat (inhibitory). Pada kanal semisirkular lateral, terjadi yang sebaliknya.6Nistagmus mengacu pada gerakan osilasi yang ritmik dan berulang dari bola mata. Stimulasi pada kanal semisirkular paling sering menyebabkan jerk nystagmus, yang memiliki karakteristik fase lambat (gerakan lambat pada satu arah) diikuti oleh fase cepat (kembali dengan cepat ke posisi semula). Nistagmus dinamakan sesuai arah dari fase cepat. Nistagmus dapat bersifat horizontal, vertikal, oblik, rotatori, atau kombinasi.6Reseptor pada sistem vestibular yaitu sel rambut yang terletak dalam Krista kanalis semisirkularis dan macula dari organ otolit. Secara fungsional terdapat dua jenis sel. Sel-sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap percepatan sudut (yaitu perubahan dalam kecepatan sudut), sedangkan sel-sel pada organ otolit peka terhadap gerak linear, khususnya percepatan linear dan terhadap perubahan posisi kepala relative terhadap gravitasi. Perbedaan kepekaan terhadap percepatan sudut dan linear ini disebabkan oleh geometri dari kanalis dan organ otolit serta cirri-ciri fisik dari struktur-struktur yang menutupi sel-sel rambut.9Sel rambut pada kanalis, secara morfoli sangat mirip dengan sel rambut pada organ otolit. Masing-masing sel memiliki polarisasi structural sesuai posisi dari stereosilia yang relatif terhadap kinosilium. Selain itu, juga terdapat suatu polarisasi fungsional sebagai respon sel-sel rambut. Jika suatu gerakan menyebabkan stereosilia membengkok ke arah kinosilium, maka sel-sel rambut akan tereksitasi. Jika terjadi gerakan yang berlawanan sehingga stereosilia menjauh dari kinosilium, maka sel-sel rambut terinhibisi. Jika tidak ada gerakan, maka sebagian transmitter akan dilepaskan dari sel rambut yang menyebabkan serabut-serabut saraf aferen mengalami laju tembakan spontan ataupun istirahat. Hal ini memungkinkan serabut-serabut aferen menjadi tereksitasi ataupun terinhibisi tergantung dari arah gerakan.9

VI. PATOFISIOLOGIPatofisiologi BPPV dapat dijelaskan dengan 2 teori, yaitu teori kupulolitiasis dan teori kanalitiasis.31. Teori KupulolitiasisTeori ini pertama kali diajukan oleh Harold Schuknecht pada tahun 1962. Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang melekat pada kupula Krista ampularis. Melalui pemeriksaan fotomikrografi, Schuknecht menemukan adanya partikel basofilik yang melekat pada kupula. Partikel ini membuat kanalis semisirkularis posterior menjadi lebih sensitive terhadap gravitasi. Teori ini dapat dianalogikan dengan adanya suatu benda berat yang melekat pada puncak sebuah tiang, yang menyebabkan posisi tiang sulit untuk tetap dipertahankan pada posisi netral karena adanya benda berat tersebut. Tiang tersebut cenderung mengarah ke sisi benda yang melekat. Dengan analogi tersebut, kupula sulit untuk kembali ke posisi netral, sehingga timbul nistagmus dan pusing.

2. Teori kanalitiasisTahun 1980, Epley mengemukakan teori ini. Menurut Epley, gejala BPPV disebabkan karena adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam kanalis semisirkularis posterior. Saat kepala dalam posisi tegak, kanalit berada di posisi terendah alam kanalis semisirkularis posterior. Saat kepala direbahkan hingga posisi supinasi, terjadi perubahan posisi kanalit sejauh 90o. Setelah beberapa saat, gravitasi menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal ini menyebabkan endolimfa dalam kanalis semisirkularis menjauhi ampula sehingga terjadi defleksi kupula. Defleksi kupula inilah yang menyebabkan terjadinya nistagmus. Jika kepala dikembalikan ke posisi awal, maka terjadi gerakan sebaliknya, timbul pula nistagmus pada arah yang berlawanan. Teori ini dianalogikan seperti kerikil yang terdapat di dalam ban. Ketikan ban berputar, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori kupulolitiasis, teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan delay (latency) nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak.Pada 1991, Parnes dan McClure memperkuat teori ini dengan menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis semisirkularis posterior saat melakukan tindakan bedah kanalis.

Gambar 2: Kanalitiasis dan Kupulolitiasis pada Telinga Kiri6Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika otolith yang terdiri dari kalsium karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus yang lepas dan bergerak dalam lumen dari salah satu kanal semisirkular. Kalsium karbonat dua kali lebih padat dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika kristal kalsium karbonat bergerak dalam kanal semisirkular (kanalitiasis), mereka menyebabkan pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena, sehingga menyebabkan vertigo. Arah dari nistagmus ditentukan oleh eksitasi saraf ampula pada kanal yang terkena oleh sambungan langsung dengan otot ektraokular. Setiap kanal yang terkena kanalitiasis memiliki karakteristik nistagmus tersendiri. Kanalitiasis mengacu pada partikel kalsium yang bergerak bebas dalam kanal semisirkular. Sedangkan kupulolitiasis mengacu pada kondisi yang lebih jarang dimana partikel kalsium melekat pada kupula itu sendiri. Konsep calcium jam pernah diusulkan untuk menunjukkan partikel kalsium yang kadang dapat bergerak, tetapi kadang terjebak dalam kanal.6 Alasan terlepasnya kristal kalsium dari makula belum dipahami dengan pasti. Debris kalsium dapat pecah karena trauma atau infeksi virus, tapi pada banyak keadaan dapat terjadi tanpa trauma atau penyakit yang diketahui. Mungkin ada kaitannya dengan perubahan protein dan matriks gelatin dari membran otolith yang berkaitan dengan usia. Pasien dengan BPPV diketahui lebih banyak terkena osteopenia dan osteoporosis daripada kelompok kontrol, dan mereka dengan BPPV berulang cenderung memiliki skor densitas tulang yang terendah. Pengamatan ini menunjukkan bahwa lepasnya otokonia dapat sejalan dengan demineralisasi tulang pada umumnya. Tetap perlu ditentukan apakah terapi osteopenia atau osteoporosis berdampak pada kecenderungan terjadinya BPPV berulang.6

VII. MANIFESTASI KLINISJenis vertigo ini merupakan sindrom vestibular yang paling sering dijumpai dalam praktek klinis. Pasien dengan kelainan ini tidak mengalami vertigo bila duduk atau berdiri diam, namun serangan timbul bila terjadi perubahan posisi (misalnya sedang tidur terlentang kemudian miring ke sisi yang terganggu) atau gerakan kepala atau badan. Umumnya gerakan ke depan dan ke belakang yang memicu vertigo. Vertigo biasanya berlangsung hanya beberapa detik (kurang dari 10-30 detik). Kadang-kadang pasien memberitahu posisi apa yang mencetuskan serangan. Perubahan posisi kepala memperhebat vertigo pada neuronitis vestibularis dan beberapa vetigo perifer atau sentral, tetapi pada BPPV gejala hanya timbul setelah gerakan kepala tertentu.8, 10Vertigo pada BPPV dirasakan berputar, bisa disertai rasa mual, kadang-kadang muntah. Setelah rasa berputar menghilang, pasien bisa merasa melayang dan diikuti disekulibrium selama beberapa hari sampai minggu. BPPV dapat muncul kembali.10

VIII. DIAGNOSIS1. AnamnesisPada anamnesis perlu digali penjelasan mengenai deskripsi jelas keluhan pasien. Pusing yang dikeluhkan dapat berupa sakit kepala, rasa goyang, pusing berputar, rasa tidak stabil atau melayang. Bagaimana bentuk serangan vertigo, apakah pusing berputar atau rasa goyang/melayang. Bagaimana sifat serangan vertigo, apakah periodic, kontinu, ringan atau berat. Tanyakan bagaimana factor pencetus atau situasi pencetus terjadinya vertigo, apakah saat perubahan gerakan kepala atau posisi, berada dalam situasi keramaian dan emosional, ataukah ada factor suara. Ditanyakan gejala otonom yang menyertai keluhan vertigo, apakah ada mual, muntah, keringat dingin, apakah gejala otonom berat atau ringan. Ditanyakan apakah ada gejala gangguan pendengaran seperti tinnitus atau tuli. Riwayat konsumsi obat juga perlu diketahui, seperti strepromisin, gentamisin, atau kemoterapi yang dapat memicu terjadinya vertigo. Juga perlu ditanyakan penyakit yang diderita pasien, seperti DM, hipertensi, atau kelainan jantung.10

2. Pemeriksaan FisikPasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah : DixHallpike dan Tes kalori.6

a. Dix-Hallpike test

Gambar 3: Dix-Hallpike Manuever7Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan vertigo dan untuk melihat adanya nistagmus. Cara melakukannya sebagai berikut :1) Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.2) Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 300 -400 , penderita diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.3) Kepala diputar menengok ke kanan 450 (kalau kanalis semisirkularis posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di kanalis semisirkularis posterior.4) Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.5) Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut dipertahankan selama 10-15 detik.6) Komponen cepat nistagmus harusnya up-bet (ke arah dahi) dan ipsilateral.7) Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arahyang berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar kearah berlawanan.8) Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 450 dan seterusnya.Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.6b. Tes kaloriTes kalori ini dianjurkan oleh Dix dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2 macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 300C, sedangkan suhu air panas adalah 440C. Volume air yang dialirkan ke dalam liang telinga masing-masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa telinga kanan dengan air dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu telinga dalam. Pada tiaptiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau air dingin atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit (untuk menghilangkan pusingnya).6

c. Tes Supine Roll

Gambar 4: Supine Roll Test6Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes Dix-Hallpike negatif, dokter harus melakukan supine roll test untuk memeriksa ada tidaknya BPPV kanal lateral. BPPV kanal lateral atau disebut juga BPPV kanal horisontal adalah BPPV terbanyak kedua. Pasien yang memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV, yakni adanya vertigo yang diakibatkan perubahan posisi kepala, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis BPPV kanal posterior harus diperiksa ada tidaknya BPPV kanal lateral.6Dokter harus menginformasikan pada pasien bahwa manuver ini bersifat provokatif dan dapat menyebabkan pasien mengalami pusing yang berat selama beberapa saat. Tes ini dilakukan dengan memposisikan pasien dalam posisi supinasi atau berbaring terlentang dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan rotasi kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan dokter mengamati mata pasien untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus. Setelah nistagmus mereda (atau jika tidak ada nistagmus), kepala kembali menghadap ke atas dalam posisi supinasi. Setelah nistagmus lain mereda, kepala kemudian diputar/ dimiringkan 90 derajat ke sisi yang berlawanan, dan mata pasien diamati lagi untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus.6

IX. DIAGNOSIS BANDINGVestibular NeuronitisPenyebab neuronitis vestibularis tidak diketahui. Neuronitis vestibularis ditandai oleh serangan vertigo yang mendadak dan berlangsung lama, sering disertai muntah, mual, disekuilibrium, dan muka pucat pasi. Gejala dipicu oleh gerakan kepala atau perubahan posisi. Pasien merasa sakit berat dan lebih suka diam tidak bergerak di tempat tidur. Nistagmus spontan dapat timbul, dengan fase lambat kea rah telinga yang abnormal, dan terdapat eksitabilitas kalorik yang menurun pada telinga yang sakit.8Penyakit ini menyerang orang dewasa segala usia. Vertigo akut biasanya sembuh spontan selama beberapa jam tetapi dapat kambuh lagi setelah berhari atau beringgu-minggu.8Penyakit MenierePada penyakit meniere, pendengaran selalu terganggu pada waktu serangan vetigo berlangsung. Serangan berkala yang terdiri dari mual, muntah, dan vertigo dengan tinnitus atau perasaan penuh di dalam telinga dan tuli sementara. Tiap serangan dapat berlangsung beberapa jam. Setelah serangan berlalu, daya pendengaran pulih kembali dalam beberapa jam.5LabirintitisLabirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme telinga dalam.Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda. Proses dapat akut atau kronik,serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik akut disebabkan suatu infeksi pada struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah atau meningen tidak banyak bedanya. Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular. Hal ini didugadisebabkan oleh produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan disebabkan oleh organismehidup. Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri akut yang meluas ke dalam struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis kronik dapat timbul dari berbagai sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau perubahan-perubahan patologik yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin.9

X. PENATALAKSANAANPenatalaksanaan BPPV terdiri dari terapi non-farmakologi dan farmakologi.1. Non-FarmakologiBenign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah suatu penyakit yang ringan dan dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah banyak penelitian yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel/ Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk menghindari risiko jatuh.6 Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima manuver yang dapat dilakukan tergantung dari varian BPPV nya.6a. Manuver Epley

Gambar 5: Manuver Epley7Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal. Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45o , lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 90o ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara perlahan.6, 11 b. Manuver Semont

Gambar 6: Manuver Semont7Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 45o ke sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi.6, 11 c. Maneuver Lempert

Gambar 7: Menuver Lempert11Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral. Pasien berguling 360o , yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan kepala 900 ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 900 dan tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi. 6, 11d. Forced Prolonged PositionManuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah untuk mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi telinga yang sakit dan dipertahankan selama 12 jam. 6, 11

e. Brandt-Daroff exercise

Gambar 8: Brandt-Daroff exercise2Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap simptomatik setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan beberapa posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan. 6, 11

2. FarmakologiPenatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah melakukan terapi PRM. Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant vestibular yang digunakan adalah:6, 12, 13 Calcium Entry BlockerMengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan pelepasan glutamat dan bekerja langsung sebagai depressor labirin, bisa untuk vertigo perifer dan sentral.Obat: Flunarizine Anti HistaminEfek antikolinergik dan merangsang inhibitori monoaminergik, akibatnya inhibisi nervus vestibularis.Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena motion sickness.Obat: sinarisin, dimenhidrinat, prometasin, meclizine, cyclizine AntikolinergikMengurangi eksabilitas neuron dengan menghambat jaras eksitatori kolinergik ke nervus vestibularis, mengurangi firing rate dan respon nervus vestibularis terhadap rangsang.Obat: skopolamin, atropin MonoaminergikMerangsang jaras inhibitori-monoaminergik pada nervus vestibularis sehingga eksitabilitas neuron berkurang.Obat: amphetamine, efedrin Fenotiasin (antidopaminergik)Bekerja pada CTZ dan pusat muntah di medulla oblongataObat: klorpromazin, proklorperazin, haloperidol BenzodiazepinBenzodiazepine terutama merupakan potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-amino-butirat (GABA) sebagai mediator. GABA dan benzodiazepine terikat secara selektif dengan reseptor GABA/benzodiazepine/chloride lonofor kompleks, pengikatan ini membuka kanal Cl-.Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral pada kondisi vestibular periferObat: diazepam, alprazolam, lorazepam, klordiazepoksid HistaminikInhibisi neuron polisinaptik pada nervus vestiularis lateralis.Obat: betahistin

ObatDosis Dewasa

MeclizinDimenhidrinatDiazepamLorazepamMetoclopramideDifenhidraminPrometazinSkopolaminEfedrinHidroksizinFlunarizinProchlorperazine12.5-50 mg / 4-8 jam25-50 mg / jam2-10 mg / 4-8 jam0.5-2 mg / 4-8 jam5-10 mg / 6 jam25-50 mg / jam25 mg / 6 jam0,5 mg / 12 jam25 mg / 6 jam25-100 mg / 8 jam2 mg / 12 jam5-10 mg / 6-8 jam

Tabal 1: Obat-obat anti-vertigo8, 14

3. OperasiOperasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah melakukan manuver-manuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi untuk melakukan operasi adalah pada intractable BPPV, yang biasanya mempunyai klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti BPPV biasa.6Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal posterior semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi.3, 6

XI. PROGNOSISPrognosis setelah dilakukan terapi CRP (canalith repositioning procedure) biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu meskipun pada beberapa kasus tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan, tingkat rekurensi sekitar 10-25%.3

DAFTAR PUSTAKA1.Furman JM, cass SP. Review Article: Benign Paroxysmal Positional Vertigo. The New England Journal Medicine 1999.2.Solomon D. Benign paroxysmal Positional Vertigo. Current Treatment Options in Neurology 2000;2:417-427.3.Li JC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Available at: URL: http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview. Accessed 2014.4.Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.5.Sidharta P. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta: Dian Rakyat; 2009.6.Purnamasari PP. DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV). Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.7.Kim JS, Zee DS. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. The New England Journal of Medicine 2014.8.Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. 3 ed: Media Aesculapius; 2000.9.Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 1997.10.IDI. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 2014:231-7.11.Bittar RSM, Mezzalira R, Furtado PL, Venosa AR, Sampaio ALL, Oliveira CACPd. Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Diagnosis and Treatment. International Tinnitus Journal 2011;16(2):135-45.12.Nurimaba N. Penatalaksanaan Vertigo. Kelompok Studi Vertigo PERDOSSI bagian saraf Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.13.Ganiswarna SG. Farmakologi dan Terapi. 4 ed. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1995.14.Swartz R, Longwell A. Treatment of Vertigo. Am Fam Physician 2005;71(6):1115-1122.