REFERAT TELINGA ILMU SARAFBenign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV)Oleh: Johan Yap (406127016)Pembimbing:
dr. Susatyo Pramono Hadi , Sp. SRUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR
LUKMONOHADIPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS TARUMANAGARA
2014LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT TELINGA ILMU SARAFBenign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV)Referat ini diajukan untuk memenuhi persyaratan ujian pada
Kepaniteraan Klinik Ilmu Sarafdi Rumah Sakit Umum Dr Lukomono Hadi
KudusOleh:
Johan Yap (406127016)Pembimbing: dr. Susatyo Pramono Hadi , Sp.
S
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR LUKMONOHADI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS TARUMANAGARA
2014
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan 2Daftar Isi 3BAB I PENDAHULUAN 4BAB II
PEMBAHASAN6Definisi6Epidemiologi7Etiology 7Anatomy dan Fisiology
Organ Keseimbangan7Patofisiologi 16Manifestasi Klinis18Diagnosis
19Diagnosis Banding25Penatalaksanaan26Prognosis32BAB III
Kesimpulan34Daftar Pustaka 35BAB I
PENDAHULUAN
Vertigo adalah keluhan yang sering dijumpai pada praktek
sehari-hari dan sangat menggangu aktivitas yang digambarkan sebagai
rasa berputar, atau pusing (dizziness). Deskripsi keluhan tersebut
penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau
sefalgi, terutama karena di kalangan awam kedua istilah tersebut
(pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian.1
Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar,
diartikan sebagai sensasi berputar sehingga mengganggu rasa
keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada
sistem keseimbangan. Berbagai macam defenisi vertigo dikemukakan
oleh banyak penulis, tetapi yang paling tua dan sampai sekarang
banyak dipakai adalah yang dikemukakan oleh Gowers pada tahun 1893
yaitu setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh penderita atau
obyek-obyek di sekitar penderita yang bersangkutan dengan kelainan
keseimbangan.1 Penyebab terjadinya vertigo adalah dikarenakan
adanya gangguan pada sistem keseimbangan tubuh. Gangguan ini dapat
berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolic, toksik, vaskuler,
atau autoimun. 2
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah adalah gangguan
keseimbangan perifer yang sering dijumpai terutama pada usia dewasa
muda hingga usia lanjut. BPPV termasuk vertigo perifer karena
kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem
vestibularis perifer. BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany
pada tahun 1921.3 Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang
tiba-tiba pada perubahan posisi kepala. Beberapa pasien dapat
mengatakan dengan tepat posisi tertentu yang menimbulkan keluhan
vertigo. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat, berlangsung
singkat hanya beberapa detik saja walaupun penderita merasakannya
lebih lama. Keluhan dapat disertai mual bahkan sampai muntah,
sehingga penderita merasa khawatir akan timbul serangan lagi. Hal
ini yang menyebabkan penderita sangat berhati-hati dalam posisi
tidurnya.4
Diagnosis BPPV dapat dilakukan dengan melakukan tindakan
provokasi dan menilai timbulnya nistagmus pada posisi tersebut.
Tindakan provokasi tersebut dapat berupa Dix-Hallpike maneuver,
atau side lying maneuver
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) atau Vertigo posisi
paroksismal jinak (VPPJ) termasuk vertigo perifer karena
kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem
vestibularis perifer.3 Untuk itu perlu diketahui definisi dari
vertigo. Vertigo berasal dari bahasa latin vertere= memutar.
Vertigo termasuk kedalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan
sebagai pusing, pening, sempoyangan, rasa seperti melayang atau
dunia seperti berjungkir balik. Berbagai macam defenisi vertigo
dikemukakan oleh banyak penulis, tetapi yang paling tua dan sampai
sekarang banyak dipakai adalah yang dikemukakan oleh Gowers pada
tahun 1893 yaitu setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh
penderita atau obyek-obyek di sekitar penderita yang bersangkutan
dengan kelainan keseimbangan.4 Sesuai kejadiannya, vertigo ada
beberapa macam yaitu vertigo spontan, vertigo posisi, vertigo
kalori. Gejala yang dikeluhkan pada BPPV adalah vertigo yang datang
tiba-tiba pada perubahan posisi kepala.5
BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921. BPPV
ialah gangguan keseimbangan perifer yang timbul bila kepala
mengambil sikap tertentu atau perubahan posisi tertentu. BPPV
merupakan kelainan perifer yang paling sering ditemukan, yaitu
sekitar 30%. Pada penyakit ini, terlebih bila telinga yang terlibat
ditempatkan di sebelah bawah, menimbulkan vertigo yang berat yang
berlangsung singkat. Sindrom ini ditandai dengan vertigo yang berat
dan disertai oleh nausea dan muntah.62.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi BPPV di Amerika Serikat adalah 64 orang tiap 100.000
populasi, dengan presentase 64% pada wanita. BPPV sering terdapat
pada usia yang lebih tua dengan rata-rata usia 51 57.2 tahun dan
jarang ditemukan pada usia dibawah 35 tahun tanpa riwayat trauma
kepala.62.3 ETOLOGIPenyebab paling umum BPPV pada usia di bawah 50
tahun adalah cedera kepala. Pada usia lanjut, penyebab paling umum
adalah degenerasi sistem vestibular dalam telinga. BPPV meningkat
dengan semakin bertambahnya usia (Froeling dkk, 1991).
Kadang-kadang BPPV terjadi pasca operasi, dimana penyebabnya adalah
kombinasi atau salah satu diantara terlalu lama berbaring dalam
keadaan terlentang, atau trauma telinga bagian dalam ketika operasi
(Atacan et al 2001). BPPV juga sering terjadi pada orang yang
berada dalam pengobatan dengan obat ototoxic seperti gentamisin
(Black et al, 2004). Setengah dari seluruh kasus BPPV disebut
idiopatik yang berarti terjadi tanpa alasan yang diketahui.7Semakin
bertambah usia semakin meningkat angka kejadian BPPV. Banyak BPPV
yang timbul spontan, disebabkan oleh kelainan di otokonial berupa
deposit yang berada di kupula bejana semisirkular posterior.
Deposit ini menyebabkan bejana semisirkular jadi sensitive terhadap
perubahan gravitasi yang menyertai keadaan posisi kepala yang
berubah. Penyebab lain yang signifikan meski jarang adalah neuritis
vestibularis akibat infeksi virus di telinga, stroke minor yang
melibatkan sindrom AICA, serta penyakit meniere. Bilateral BPPV
lebih sering ditemukan pada pos traumatis.82.4 ANATOMI KESEIMBANGAN
DAN FISIOLOGI KESEIMBANGANtiga sistem yang mengelola pengaturan
keseimbangan tubuh yaitu : sistem vestibular, sistem proprioseptik,
dan sistem optik. Sistem vestibular meliputi labirin (aparatus
vestibularis), nervus vestibularis dan vestibular sentral. Labirin
terletak dalam pars petrosa os temporalis dan dibagi atas koklea
(alat pendengaran) dan aparatus vestibularis (alat keseimbangan).
Labirin yang merupakan seri saluran, terdiri atas labirin membran
yang berisi endolimfe dan labirin tulang berisi perilimfe, dimana
kedua cairan ini mempunyai komposisi kimia berbeda dan tidak saling
berhubungan.9
Aparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ otolith dan
tiga pasang kanalis semisirkularis. Otolith terbagi atas sepasang
kantong yang disebut sakulus dan utrikulus. Sakulus dan utrikulus
masing-masing mempunyai suatu penebalan atau makula sebagai
mekanoreseptor khusus. Makula terdiri dari sel-sel rambut dan sel
penyokong. Kanalis semisirkularis adalah saluran labirin tulang
yang berisi perilimfe, sedang duktus semisirkularis adalah saluran
labirin selaput berisi endolimfe. Ketiga duktus semisirkularis
terletak saling tegak lurus. 9Sistem vestibular terdiri dari
labirin, bagian vestibular nervus kranialis kedelapan (yaitu,nervus
vestibularis, bagian nervus vestibulokokhlearis), dan nuklei
vestibularis di bagian otak, dengan koneksi sentralnya. Labirin
terletak di dalam bagian petrosus os tempolaris dan terdiri dari
utrikulus, sakulus, dan tiga kanalis semisirkularis. Labirin
membranosa terpisah dari labirin tulang oleh rongga kecil yang
terisi dengan perilimf; organ membranosa itu sendiri berisi
endolimf. Urtikulus, sakulus, dan bagian kanalis semisirkularis
yang melebar (ampula) mengandung organ reseptor yang berfungsi
untuk mempertahankan keseimbangan. 9
Gambar 1. Organ pendengaran dan keseimbangan1 Tiga kanalis
semisirkularis terletak di bidang yang berbeda. Kanalis
semisirkularis lateral terletak di bidang horizontal, dan dua
kanalis semisirkularis lainnya tegak lurus dengannya dan satu sama
lain. Kanalis semisirkularis posterior sejajar dengan aksis os
petrosus, sedangkan kanalis semisirkularis anterior tegak lurus
dengannya. Karena aksis os petrosus terletak pada sudut 450
terhadap garis tengah, kanalis semisirkularis anterior satu telinga
pararel dengan kanalis semisirkularis posterior telinga sisi
lainnya, dan kebalikannya. Kedua kanalis semisirkularis lateralis
terletak di bidang yang sama (bidang horizontal).
Masing-masing dari ketiga kanalis semisirkularis berhubungan
dengan utrikulus. Setiap kanalis semisirkularis melebar pada salah
satu ujungnya untuk membentuk ampula, yang berisi organ reseptor
sistem vestibular, krista ampularis. Rambut-rambut sensorik krista
tertanam pada salah satu ujung massa gelatinosa yangmemanjang yang
disebut kupula, yang tidak mengandung otolit. Pergerakan endolimf
di kanalis semisirkularis menstimulasi rambut-rambut sensorik
krista, yang dengan demikian, merupakan reseptor kinetik (reseptor
pergerakan). 9Gambar 2. Krista ampularis
Utrikulus dan sakulus mengandung organ resptor lainnya, makula
utrikularis dan makula sakularis. Makula utrikulus terletak di
dasar utrikulus paralel dengan dasar tengkorak, dan makula
sakularis terletak secara vertikal di dinding medial sakulus.
Sel-sel rambut makula tertanam di membrana gelatinosa yang
mengandung kristal kalsium karbonat, disebut statolit. Kristal
tersebut ditopang oleh sel-sel penunjang. 9Reseptor ini
menghantarkan implus statik, yang menunjukkan posisi kepala
terhadap ruangan, ke batang otak. Struktur ini juga memberikan
pengaruh pada tonus otot. Implus yang berasal dari reseptor labirin
membentuk bagian aferen lengkung refleks yang berfungsi untuk
mengkoordinasikan otot ekstraokular, leher, dan tubuh sehingga
keseimbangan tetap terjaga pada setiap posisi dan setiap jenis
pergerakan kepala. 9Stasiun berikutnya untuk transmisi implus di
sistem vestibular adalah nervus vestibulokokhlearis. Ganglion
vestibulare terletak di kanalis auditorius internus; mengandung
sel-sel bipolar yang prosesus perifernya menerima input dari sel
resptor di organ vestibular, dan yang proseus sentral membentuk
nervus vestibularis. Nervus ini bergabung dengan nervus kokhlearis,
yang kemudian melintasi kanalis auditorius internus, menmbus ruang
subarakhnoid di cerebellopontine angle, dan masuk ke batang otak di
taut pontomedularis. Serabut-serabutnya kemudian ke nukleus
vestibularis, yang terletak di dasar ventrikel keempat. 9
Gambar 3. Krista ampularis dan Makula Statika
Kompleks nuklear vestibularis terbentuk oleh : 9 Nukleus
vestibularis superior (Bekhterev)
Nukleus vestibularis lateralis (Deiters)
Nukleus vestibularis medialis (Schwalbe)
Nukleus vestibularis inferior (Roller)
Gambar 4. Kompleks nuklear vestibularis dan hubungan sentralnya.
A. Komponen nulkeus vestibularis. B. Hubungan sentral masing-masing
komponen nukleus vestibularis.
Serabut-serabut nervus vestibularis terpisah menjadi beberapa
cabang sebelum memasuki masing-masing kelompok sel di kompleks
nuklear vestibularis, tempat mereka membentuk relay sinaptik dengan
neuron kedua.
Anatomi hubungan aferen dan eferen nuklei vestibularis saat ini
belum diketahui secara pasti. Teori yang berlaku saat ini adalah
sebagai berikut :
Sebagian serabut yang berasal dari nervus vestibularis
menghantarkan impuls langsung ke lobus flokulonodularis serebeli
(arkhiserebelum) melalui traktus juxtarestiformis, yang terletak di
dekat pedunkulus serebelaris inferior. Kemudian, lobus
flokulonodularis berproyeksi ke nukleus fastigialis dan melalui
fasikulus unsinatus (Russell), kembali ke nukleus vestibularis;
beberapa serabut kembali melalui nervus vstibularis ke sel-sel
rambut labirin, tempat mereka mengeluarkan efek regulasi
inhibitorik utama. Selain itu, arkhi serebelum mengandung
serabut-serabut ordo kedua dari nukleus vestibularis superior,
medialis, dan inferior dan mengirimkan serabut eferen langsung
kembali ke kompleks nuklear vestibularis, serta ke neuron motorik
medula spinalis, melalui jaras serebeloretikularis dan
retikulospinalis.
Traktus vestibulospinalis lateralis yang penting berasal dari
nukleus vestibularis lateralis (Deiters) dan berjalan turun pada
sisi ipsilateral di dalam fasikulus anterior ke motor neuron dan
medula spinalis, turun hingga ke level sakral. Impuls yang dibawa
di traktus vestibularis lateralis berfungsi untuk memfasilitasi
refleks ekstensor dan mempertahankan tingkat tonus otot seluruh
tubuh yang diperlukan untuk keseimbangan.
Serabut nukleus vestibularis medialis memasuki fasikulus
longitudinalis medialis bilateral dan berjalan turun di dalamnya ke
sel-sel kornu anterius medula spinalis servikalis, atau sebagai
traktus vestibulospinalis medialis ke medula spinalis torasika
bagian atas. Serabut-serabut ini berjalan turun di bagian anterior
medula spinalis servikalis, di dekat fisura mediana anterior,
sebagai fasikulus sulkomarginalis, dan mendistribusikan dirinya ke
sel-sel kornu anterior setinggi servikal dan torakal bagian atas.
Serabut ini mempengaruhi tonus otot leher sebagai respon terhadap
posisi kepala dan kemungkinan juga berpapartisipasi dalam refleks
yang menjaga ekuilibrium dengan gerakan lengan untuk
keseimbangan.
Semua nukleus vestibularis berproyeksi ke nuklei yang
mempersarafi otot-otot ekstraokular melalui fasikulus
longitudinalis medialis.
Gambar 5. Hubungan sentral nervus vestibularis
Neurofisiologi Alat Keseimbangan Tubuh 10Alur perjalanan
informasi berkaitan dengan fungsi AKT melewati tahapan sebagai
berikut.
1. Tahap Transduksi
Rangsangan gerakan diubah reseptor (R) vestibuler (hair cell),
R. visus (rod dan cone cells) dan R proprioseptik, menjadi impuls
saraf. Dari ketiga R tersebut, R vestibuler menyumbang informasi
terbesar disbanding dua R lainnya, yaitu lebih dari 55%.
Mekanisme transduksi hari cells vestibulum berlangsung ketika
rangsangan gerakan membangkitkan gelombang pada endolyimf yang
mengandung ion K (kalium). Gelombang endolimf akan menekuk rambut
sel (stereocilia) yang kemudian membuka/menutup kanal ion K bila
tekukan stereocilia mengarah ke kinocilia (rambut sel terbesar)
maka timbul influks ion K dari endolymf ke dalam hari cells yang
selanjutnya akan mengembangkan potensial aksi. Akibatnya kanal ion
Ca (kalsium) akan terbuka dan timbul ion masuk ke dalam hair cells.
Influks ion Ca bersama potensial aksi merangsangn pelepasan
neurotransmitter (NT) ke celah sinaps untuk menghantarkan
(transmisi) impuls ke neuron berikutnya, yaitu saraf aferen
vestibularis dan selanjutnya menuju ke pusat AKT.
2. Tahap Transmisi
Impuls yang dikirim dari haircells dihantarkan oleh saraf aferen
vestibularis menuju ke otak dengan NT-nya glutamate
A. Normal synoptic transmition
B. Induktion of longtem potentiation
3. Tahap Modulasi
Modulasi dilakukan oleh beberapa struktur di otak yang diduga
pusat AKT, antara lain
Inti vestibularis
Vestibulo-serebelum
Inti okulo motorius
Hiptotalamus
Formasio retikularis
Korteks prefrontal dan imbik
Struktur tersebut mengolah informasi yang masuk dan memberi
respons yang sesuai. Manakala rangsangan yang masuk sifatnya
berbahaya maka akan disensitisasi. Sebaliknya, bila bersifat biasa
saja maka responsnya adalah habituasi.
4. Tahap Persepsi
Tahap ini belum diketahui lokasinya
Yang berguna untuk alat keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh
respetor vestibuler visual dan propioseptik. Dan ketiga jenis
reseptor tersebut, reseptor vestibuler yang punya kontribusi paling
besar, yaitu lebih dari 50% disusul kemudian reseptor visual dan
yang paling kecil konstibusinya adalah propioseptik.11 informasi
berlangusng intensif bila ada gerakan atau perubahan gerakan dari
kepala atau tubuh, akibat gerakan ini menimbulkan perpindahan
cairan endolimfe di labirin dan selanjutnya bulu (cilia) dari sel
rambut (hair cells) akan menekuk. Tekukan bulu menyebabkan
permeabilitas membran sel berubah sehingga ion Kalsium menerobos
masuk kedalam sel (influx). Influx Ca akan menyebabkan terjadinya
depolarisasi dan juga merangsang pelepasan NT eksitator (dalam hal
ini glutamat) yang selanjutnya akan meneruskan impul sensoris ini
lewat saraf aferen (vestibularis) ke pusat-pusat alat keseimbangan
tubuh di otak. 9Pusat Integrasi alat keseimbangan tubuh pertama
diduga di inti vertibularis menerima impuls aferen dari
propioseptik, visual dan vestibuler. Serebellum selain merupakan
pusat integrasi kedua juga diduga merupakan pusat komparasi
informasi yang sedang berlangsung dengan informasi gerakan yang
sudah lewat, oleh karena memori gerakan yang pernah dialami masa
lalu diduga tersimpan di vestibuloserebeli. Selain serebellum,
informasi tentang gerakan juga tersimpan di pusat memori prefrontal
korteks serebri.112.5 PATOFISIOLOGI BPPV
Terdapat 2 hipotesa yang menerangkan patofisiologi BPPV,
yaitu:12,131. Hipotesa kupulotiasis
2. Hipotesa kanalitiasis
Hipotesa Kupulotiasis
Adanya debris yang berisi kalsium karbonat berasal dari fragmen
otokonia yang terlepas dari macula utrikulus yang berdegenerasi,
menempel pada permukaan kupula semisirkularis posterior yang
letaknya langsung di bawah makula urtikulus. Debris ini
menyebabkannya lebih berat daripada endolimfe sekitarnya, dengan
demikian menjadi lebih sensitif terhadap perubahan arah gravitasi.
Bilamana pasien berubah posisi dari duduk ke berbaring dengan
kepala tergantung, seperti pada tes Dix Hallpike, kanalis posterior
berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara
utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan
vertigo.Pergeseran massa otokonia tersebut membutuhkan waktu, hal
ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya nistagmus
dan keluhan vertigo.
Gerakan posisi kepala yang berulang akan menyebabkan otokonia
terlepas dan masuk ke dalam endolimfe, hal ini yang menyebabkan
timbulnya fatigue, yaitu berkurangnya atau menghilangnya
nistagmus/vertigo, disamping adanya mekanisme kompensasi
sentral.
Nistagmus tersebut timbul secara paroksismal pada bidang kanalis
posterior telinga yang berada pada bidang kanalis posterior telinga
yang berada pada posisi di bawah, dengan arah komponen cepat ke
atas.
Hipotesa Kanalitiasis
Menurut hipotesa ini debris otokonia tidak melekat pada kupula,
melainkan mengambang di dalam endolimfe kanalisis posterior. Pada
perubahan posisi kepala debris tersebut akan bergerak ke posisi
paling bawah, endolimfe bergerak menjauhi ampula dan merangsang
nervus ampularis. Bila kepala digerakkan tertentu debris akan ke
luar dari kanalis posterior ke dalam krus komunis, lalu masuk ke
dalam vestibulum, dan vertigo/nistagmus menghilang.142.6
MANIFESTASI KLINISPasien BPPV akan mengeluh jika kepala berubah
pada suatu keadaan tertentu. Pasien akan merasa berputar atau
merasa sekelilingnya berputar jika akan ke tempat tidur, berguling
dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit dari tempat tidur, mencapai
sesuatu yang tinggi, menggerakan kepala ke belakang atau
membungkuk. Biasanya vertigo hanya berlangsung 10-20 detik.
Kadang-kadang disertai rasa mual dan seringkali pasien merasa
cemas. Penderita biasanya dapat mengenali keadaan ini dan berusaha
menghindarinya dengan tidak melakukan gerakan yang dapat
menimbulkan vertigo.
Vertigo tidak akan terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar
secara aksial tanpa ekstensi, pada hampir sebagian besar pasien,
vertigo akan berkurang dan akhirnya berhenti secara spontan dalam
beberapa hari atau beberapa bulan, tetapi kadang-kadang dapat juga
sampai beberapa tahun. Pasien dengan BPPV memiliki pendengaran yang
normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pemeriksaan neurologis
dalam batas normal.152.7 DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari
10-20 detik akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu
adalah berbalik di tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari
tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk. Vertigo
bisa diikuti dengan mual
B. Pemeriksaan fisik
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus
spontan, dan pada evaluasi neurologis normal.15 Pemeriksaan fisis
standar untuk BPPV adalah Dix-Hallpike dan maneuver side lying
untuk kss posterior dan anterior. Dan untuk kss horizontal dengan
menggunakan manuver supine roll test.Selama Dix-Hallpikes maneuver,
diyakini bahwa debris otolitik yang bebas mengambang
(canalolithiasis) dalam kanal posterior bergerak menjauh dari
cupula dan menstimulasi kanal posterior dengan menginduksi
ampullofugal aliran endolymph (hukum pertama Ewald). Eksitasi dari
kanal posterior mengaktifkan otot superior oblik ipsilateral dan
otot rectus inferior, yang menghasilkan deviasi mata ke atas dengan
torsi ke arah telinga atas. Akibatnya, nistagmus yang dihasilkan
akan ke atas dan torsional, dengan kutub teratas mata ke arah
telinga bawah. Nistagmus biasanya dimulai dengan latensi singkat
beberapa detik, sembuh dalam waktu 1 menit (biasanya kurang dari 30
detik) dan arahnya berlawanan dari posisi duduk. Nistagmus
berkurang (misalnya mata lelah) dengan pemeriksaan ulang.
Cupulolithiasis dapat ada dalam kanal posterior. Dibandingkan
dengan canalolithiais, cupulolithiasis tipe kanal posterior-BPPV
cenderung memiliki latensi lebih pendek dan waktu konstan yang
lebih lama (yaitu lebih persisten).
BPPV jarang melibatkan kanal semisirkular anterior, dan kanalis
anterior-BPPV menunjukkan beberapa karakteristik yang berlawanan
dengan kanalis posterior-BPPV. Pada kanalis anterior-BPPV, seperti
Dix-Hallpikes maneuver keduanya dapat menimbulkan nistagmus ke arah
bawah dengan komponen ipsitorsional (ke arah telinga yang
terkena).
Dix-Hallpikes maneuver telah dianggap sebagai gold standard
untuk diagnosis kanal posterior-BPPV. Namun, manuver ini harus
dilakukan dengan hati-hati pada pasien dengan riwayat operasi
leher, sindrom radikulopati cervical dan diseksi pembuluh darah,
karena memerlukan posisi rotasi dan ekstensi leher. The side-lying
test dapat digunakan sebagai alternative ketika Dix-Hallpikes
maneuver tidak dapat dilaksanakan; setelah pasien duduk di meja
pemerikaan, pasien segera berbaring dengan kepala berpaling 45 ke
arah yang berlawanan.
Cara :
Maneuver Dix-Hallpike
Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur
pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang
setelah beberapa detik.
Pasien didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga
ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o 40o,
penderita diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang
muncul.
Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior yang
terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk
bergerak, kalau ia memang sedang berada di KSS posterior.
Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala pasien, pasien
direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi
tersebut dipertahankan selama 10-15 detik.
Komponen cepat nistagmus harusnya up-bet (ke arah dahi) dan
ipsilateral.
Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah
yang yang berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke
arah berlawanan.
Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke
sisi kiri 45o dan seterusnya.
Interpretasi Tes Dix Hallpike15,16a. Normal: tidak timbul
vertigo dan nistagmus dengan mata terbuka. Kadang-kadang dengan
mata tertutup bisa terekam dengan elektronistagmografi adanya
beberapa detak nistagmus.
b. Abnormal: timbulnya nistagmus posisional yang pada BPPV
mempunyai 4 ciri, yaitu: ada masa laten, lamanya kurang dari 30
detk, disertai vertigo yang lamanya sama dengan nistagmus, dan
adanya fatigue, yaitu nistagmus dan vertigo yang makin berkurang
setiap kali manuver diulang.
Pemeriksaan dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat
dengan mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata
pasien menatap lurus kedepan ::
1. Fase cepat ke atas, berputar kekanan menunjukan BPPV pada
kanalis posterior kanan
2. Fase cepat ke atas, berputar kekiri menunjukan BPPV pada
kanalis posterior kiri
3. Fase cepat ke bawah, berputar kekanan menunjukan BPPV pada
kanalis anterior kanan
4. Fase cepat ke bawah, berputar kekiri menunjukan BPPV pada
kanalis anterior kanan
Gambar 6. Tes Dix Hallpike bagian I.
Gambar 7. Tes Dix Hallpike bagian II.
Gambar 8. Tes Dix Hallpike bagian III.
Maneuver Side Lying
Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur
pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang
setelah beberapa detik
Pasien duduk dengan kepala menoleh ke kiri pada meja pemeriksan
dengan kaki yang menggantung di tepi meja, untuk melakukan maneuver
side lying kanan
Pasien dengan cepat dijatuhkan ke sisi kanan dengan kepala tetap
menoleh ke kiri 450 tunggu hingga respon abnormal muncul
Pasien kembali ke posisi duduk untuk kemudian dilakukan maneuver
side lying kiri.
Tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal.
Gambar 9. Maneuver Side Lying
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan
provokasi ke belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak
tampak lagi nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan
nistagmus yang timbulnya lambat, 40 detik, kemudian nistagmus
menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada
kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit,
biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan
nistagmus.
Kanalis Horizontalis-BPPV didiagnosis dengan supine roll test
(manuver Pagnini-McClure), di mana kepala diputar sekitar 90 ke
setiap sisi dengan posisi supine (gambar 10). Nistagmus horizontal
akan mengarah ke dasar (geotropic nystagmus) atau mengarah ke atas
(apogeotropic nystagmus).
Gambar 10. supine roll test
2.8 DIAGNOSIS BANDING Vestibular Neuritis
Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada
hakikatnya merupakan suatu kelainan klinis di mana pasien
mengeluhkan pusing berat dengan mual, muntah yang hebat, serta
tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejala-gejala ini menghilang
dalam tiga hingga empat hari. Sebagian pasien perlu dirawat di
Rumah Sakit untuk mengatasi gejala dan dehidrasi. Serangan
menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan dan ketidakseimbangan
selama beberapa bulan, serangan episodik dapat berulang. Pada
fenomena ini biasanya tidak ada perubahan pendengaran.
LabirintitisLabirintitis adalah suatu proses peradangan yang
melibatkan mekanisme telinga dalam. Proses dapat akut atau kronik,
serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik akut disebabkan
suatu infeksi pada struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah
atau meningen tidak banyak bedanya. Labirintitis toksik biasanya
sembuh dengan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular. Hal ini
diduga disebabkan oleh produk-produk toksik dari suatu infeksi dan
bukan disebabkan oleh organisme hidup. Labirintitis supuratif akut
terjadi pada infeksi bakteri akut yang meluas ke dalam
struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan pendengaran
dan fungsi vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis
kronik dapat timbul dari berbagai sumber dan dapat menimbulkan
suatu hidrops endolimfatik atau perubahan-perubahan patologik yang
akhirnya menyebabkan sklerosi labirin.
Penyakit Meniere
Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya
belum diketahui, dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu
gangguan pendengaran, tinitus, dan serangan vertigo. Terutama
terjadi pada wanita dewasa. Gejalanya adalah vertigo disertai
muntah yang berlangsung antara 15 menit sampai beberapa jam dan
berangsur membaik. Disertai pengurnngan pendengaran, tinitus yang
kadang menetap, dan rasa penuh di dalam telinga. Serangan pertama
hebat sekali, dapat disertai gejala vegetatif Serangan lanjutan
lebih ringan meskipun frekuensinya bertambah.
2.9 TATALAKSANA BPPV dengan mudah diobati. Prinsip dari terapi
ini adalah partikel dengan sederhana perlu dikeluarkan dari kanal
semisirkularis menuju Utrikulus, tempat dimana partikel tersebut
tidak akan lagi menimbulkan gejala.17 Beberapa manuver yang dapat
dilakukan, antara lain:
1. Canalith Reposisi Prosedur (CRT)/Epley manuver
CRP adalah pengobatan non-invasif untuk penyebab paling umum
dari vertigo. CRP membimbing pasien melalui serangkaian posisi yang
menyebabkan pergerakan canalit dari daerah di mana dapat
menyebabkan gejala (yaitu, saluran setengah lingkaran dalam ruang
cairan telinga dalam) ke daerah telinga bagian dalam dimana canalit
tidak menyebabkan gejala (yaitu, ruang depan).18Dalam kebanyakan
kasus BPPV canalit bergerak di kanal ketika posisi kepala berubah
sehubungan dengan gravitasi, dan gerakan dalam kanal menyebabkan
defleksi dari saraf berakhir dalam kanal (cupula itu). Ketika saraf
berhenti dirangsang, pasien mengalami serangan tiba-tiba vertigo.
Indikasi Canalith Reposisi Prosedur (CRT)/Epley manuver :1. Episode
berulang pusing dipicu BPPV.
2. Positif menemukan gejala dan nistagmus dengan pengujian
posisi (misalnya, uji Dix-Hallpike).
Keterbatasan Canalith Reposisi Prosedur (CRT)/Epley manuver
:
1. Penggunaan CRP pada pasien tidak memiliki BBPV
2. Salah kinerja masing-masing komponen CRP. Komplikasi
CRT/Epley Maneuver
1. Kanalith pindah ke kanal yang lain
2. Kekakuan pada leher, spasme otot
Gambar 11. Manuver CRT/Epley maneuver
Pertama posisi duduk, kepala menoleh ke kiri ( pada gangguan
keseimbangan / vertigo telinga kiri ) (1)
Kemudian langsung tidur sampai kepala menggantung di pinggir
tempat tidur (2), tunggu jika terasa berputar / vertigo sampai
hilang, kemudian putarkepala ke arah kanan (sebaliknya)
perlahansampai muka menghadap ke lantai (3), tunggu sampai hilang
rasa vertigo.
Kemudian duduk dengan kepala tetap pada posisi menoleh ke kanan
dan kemudianke arah lantai (4), masing-masing gerakan ditunggu
lebih kurang 30 60 detik.
Dapat dilakukan juga untuk sisi yang lain berulang kali sampai
terasa vertigo hilang.
Manuver Epley di rumah : Prosedur ini lebih efektif dari
prosedur di ruangan, karena diulang setiap malam selama seminggu.
Metode ini (untuk sisi kiri), seseorang menetap pada posisi supine
selama 30 detik dan pada posisi duduk tegak selama 1 menit. Dengan
demikian siklus ini membutuhkan waktu 2 menit. Pada dasarnya 3
siklus hanya mengutamakan untuk beranjak tidur, sangat baik
dilakukan pada malam hari daripada pagi atau siang hari, karena
jika seseorang merasa pusing setelah latihan ini, dapat teratasi
sendiri dengan tidur.
Ada beberapa masalah yang timbul dengan metode lakukan sendiri,
antara lain :
a. Jika diagnosis BPPV belum dikonfirmasi, metode ini tidak
berhasil dan dapat menunda penanganan penyakit yang tepat. b.
Komplikasi seperti perubahan ke kanal lain dapat terjadi selama
maneuver Epley, yang lebih baik ditangani oleh dokter daripada di
rumah. c. Selama maneuver Epley sering terjadi gejala neurologis
dipicu oleh kompresi pada arteri vertebralis. 2. Latihan Semont
Liberatory
Gambar 12. Manuver Semont Liberatory
Keterangan Gambar :
Pertama posisi duduk (1), untuk gangguan vertigo telinga kanan,
kepala menoleh ke kiri.
Kemudian langsung bergerak ke kanan sampai menyentuh tempat
tidur (2) dengan posisi kepala tetap, tunggu sampai vertigo hilang
(30-6- detik)
Kemudian tanpa merubah posisi kepala berbalik arah ke sisi kiri
(3), tunggu 30-60 detik, baru kembali ke posisi semula. Hal ini
dapat dilakukan dari arah sebaliknya, berulang kali.
Latihan ini dikontraindikasikan pada pasien ortopedi dengan
kasus fraktur tulang panggul ataupun replacement panggul.3. Latihan
Brandt DaroffLatihan Brand Daroff merupakan suatu metode untuk
mengobati BPPV, biasanya digunakan jika penanganan di praktek
dokter gagal. Latihan ini 95% lebih berhasil dari pada
penatalaksanaan di tempat praktek. Latihan ini dilakukan dalam 3
set perhari selama 2 minggu. Pada tiap-tiap set, sekali melakukan
manuver dibuat dalam 5 kali. Satu pengulangan yaitu manuver
dilakukan pada masing-masing sisi berbeda (membutuhkan waktu 2
menit).
Jadwal latihan Brandt Daroff yang disarankan :
WaktuLatihan Durasi
Pagi5 kali pengulangan10 Menit
Sore5 kali pengulangan10 Menit
Malam5 kali pengulangan10 Menit
Mulai dengan posisi duduk kemudian berubah menjadi posisi baring
miring pada satu sisi, dengan sudut kepala maju sekitar setengah.
Tetap pada posisi baring miring selama 30 detik, atau sampai pusing
di sisi kepala, kemudian kembali ke posisi duduk. Tetap pada
keadaan ini selama 30 detik, dan kemudian dilanjutkan ke posisi
berlawanan dan ikuti rute yang sama. Latihan ini harus dilakukan
selama 2 minggu, tiga kali sehari atau selama tiga minggu, dua kali
sehari. Sekitar 30% pasien, BPPV dapat muncul kembali dalam 1
tahun.
Gambar 13. Latihan Brand-Darrof
Dari beberapa latihan, umumnya yang dilakukan pertama adalah CRT
atau Semont Liberatory, jika masih terasa ada sisa baru dilakukan
Brand-Darroff exercise. Pada sebuah penelitian disebutkan bahwa
dalam setelah pelaksanaan maneuver-manuver terapi BPPV tidak perlu
dilakukan pembatasan terhadap gerak tubuh maupun kepala. Epley
maneuver sangat sederhana, mudah dilakukan, hasil yang diharapkan
untuk mengurangi gejala cepat muncul, efektif, tidak ada
komplikasi, dan dapat diulang beberapa kali setelah mencoba pertama
kali sehingga sangat dianjurkan kepada orang yang menderita BPPV.
Sebagai terapi tambahan dapat diberikan medikamentosa yang dapat
membantu mengatasi gejala BPPV, berupa antihistamin ( meclizine,
Dimenhydrinate), antiemetic, dan benzodiazepine (diazepam). Tetapi
terapi medikamentosa ini tidak terlalu banyak membantu. Terapi
utama dan paling disarankan dalam mengatasi BPPV adalah dengan
beberapa maneuver yang telah dijelaskan diatas.
Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV
berat. Pasien ini gagal berespon dengan manuver yang diberikan dan
tidak terdapat kelainan patologi intrakranial pada pemeriksaan
radiologi. Gangguan BPPV disebabkan oleh respon stimulasi kanalis
semisirkuler posterior, nervus ampullaris, nervus vestibuler
superior, atau cabang utama nervus vestibuler. Oleh karena itu,
terapi bedah tradisional dilakukan dengan transeksi langsung nervus
vestibuler dari fossa posterior atau fossa medialis dengan menjaga
fungsi pendengaran.192.10 PROGNOSIS
Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning
procedure) biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6
minggu, meskipun beberapa kasus tidak terjadi. Dengan sekali
pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%. CRP/Epley maneuver
terbukti efektif dalam mengontrol gejala BPPV dalam waktu lama.Pada
beberapa kasus dapat terjadi adanya remisi dan rekurensi yang tidak
dapat diprediksi dan rata-rata rekurensi 10-15% per tahun. Jika
terdapat rekurensi, maka dilakukan maneuver reposisi ulang. BAB
III
PENUTUP
3.1 KesimpulanBPPV adalah jenis vertigo perifer yang paling
sering ditemukan yang dapat disebabkan karena adanya trauma kepala,
proses degenerative, pasca operasi, pengobatan ototoksik, ataupun
idiopatik. Manifestasi klinis yang terdapat dalam BPPV adalah
adanya rasa pusing berputar yang timbul akibat perubahan posisi
kepala. Keluhan ini kadang disertasi dengan adanya rasa mual dan
muntah. Penderita dengan BPPV memiliki pendengaran yang normal dan
tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan naurologis.3 Diagnosis
dapat ditegakan melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik yang berupa
maneuver Dix-hallpike ataupun maneuver side lying, untuk menemukan
adanya respon abnormal berupa nistagmus lambat yang berlangsung 40
detik. Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk
mereposisi debris yang terdapat pada utrikulus. Yang paling banyak
digunakan adalah maneuver Brandt Daroff dan maneuver Epley. Terapi
dengan medikamentosa dapat diberikan sebagai tambahan untuk
meringankan gejala yang timbul, tetapi terapi ini tidak dapat
banyak membantu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan.
Dalam : Arsyad E, Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2008. Hal. 104-109
2. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo.
[online] 2010 [cited 2010 July 11th]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview3. Bashiruddin
J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N,
Editor. Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 104-110
4. Wreksoatmojo BR. Vertigo-Aspek Neurologi. [online] 2009
[cited 2009 June 17th]. Available from :
URL:http://www.google.com/vertigo/cermin dunia kedokteran .html
5. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan.
Dalam : Arsyad E, Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2008. Hal. 94-1016. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal
Positional Vertigo. [online] 2010 [cited 2010 July 11th]. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview7. Hain
TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2010 [cited 2010
July 11th]. Available from :
http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/bppv/bppv.html8.
Bintoro, A.C. Benign Paroxymal Positional Vertigo. Semarang: badan
penerbit FK UNDIP, 2006.9. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical
physiology. 11th ed. China: Elsevier Saunders; 2005. 692-7.
10. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta:
Dian Rakyat; 2008.
11. Lempert T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo,
migraine and vestibular migraine in Journal Nerology
2009:25:333-8.
12. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo.
[online] 2009 [cited 2013 june 17th]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview13. Johnson J
& Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor.
Current Diagnosis & treatment in Otolaryngology- Head &
Neck Surgery. New York : Mc Graw Hill Companies. 2004. p 761-514.
Anonym. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited
2013 june 17th]. Available from :
http://en.wikipedia.org/wiki/Benign_paroxysmal_positional_vertigo15.
Johnson J & Lalwani AK. Benign Paroxysmal Positional Vertigo.
In : Lalwani AK, editor. Current Diagnosis & treatment in
Otolaryngology- Head & Neck Surgery. New York : Mc Graw Hill
Companies. 2006.16. Johnson J & Lalwani AK. Vestibular
Disorders. In : Lalwani AK, editor. Current Diagnosis &
treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery. New York : Mc
Graw Hill Companies. 2007.17. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi
W. Gangguan Keseimbangan. Dalam : Arsyad E, Iskandar N, Editor :
Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta
: Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 106-109
18. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo.
[online] 2010 [cited 2010 July 11th]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview19.
Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E,
Iskandar N, Editor. Telinga, Hidung Tenggorok Kepa la & Leher.
Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 104-9
4