BAB I PENDAHULUAN Flu Burung (Avian Influenza/ AI) merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kerugian ekonomis dan juga dapat berdampak terhadap kehilangan nyawa pada manusia, sehingga penyakit flu burung dikelompokkan pada penyakit kategori I, yaitu penyakit strategis. Penyakit Avian Influenza adalah penyakit yang sudah lama terkenal di seluruh dunia, penyakit ini dapat menyebabkan banyak kematian unggas di suatu daerah sehingga dapat mengakibatkan kerugian yang besar bagi peternak. Selain itu Avian Influenza merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia ( zoonosis ) sehingga pencegahan dan penganggulangan terjadinya penyakit ini perlu mendapat perhatian dan tindakan yang tepat. Suatu jenis influenza unggas baru, yang dikenal sebagai influenza A H5N1, pertama kali diperhatikan di Hong Kong pada tahun 1997 mengakibatkan 18 orang positif terinfeksi dengan 6 orang meninggal dan kemudian menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia (Braunwald, dkk; 2003). Burung-burung yang bermigrasi merupakan hospes reservoir utama dalam penyebaran H5N1 keseluruh dunia. Burung-burung tersebut akan singgah pada sebuah daerah dan menginfeksi unggas- unggas domestik di daerah tersebut. Beberapa unggas tidak menununjukkan gejala terinfeksi H5N1 walaupun dia sebenarnya telah terinfeksi. Bebek domestik merupakan salah satu contoh unggas yang tidak menunjukkan gejala meskipun ia telah terinfeksi 1
Flu burung atau avian influenza adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus H5N1 yang merupakan subtipe dari virus influenza (flu) tipe A. Avian influenza sendiri sebenarnya bisa dibagi lagi ke dalam beberapa subtipe, misalnya subtipe yang paling patogen adalah H5N1, H7N3, H7N7, dan H9N2, namun virus flu burung yang umumnya dikenal dan yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan karena infeksinya yang menyebar luas hampir ke seluruh dunia adalah H5N1. Virus H5N1 merupakan jenis virus dengan struktur genetik RNA. Virus H5N1 telah banyak melakukan mutasi genetik yang menghasilkan belasan virus patogenik tinggi. Namun, kesemuanya itu termasuk ke dalam genotif Z virus avian influenza termasuk pada virus H5N1 yang menyerang manusia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Flu Burung (Avian Influenza/ AI) merupakan penyakit yang dapat menyebabkan
kerugian ekonomis dan juga dapat berdampak terhadap kehilangan nyawa pada manusia,
sehingga penyakit flu burung dikelompokkan pada penyakit kategori I, yaitu penyakit strategis.
Penyakit Avian Influenza adalah penyakit yang sudah lama terkenal di seluruh dunia,
penyakit ini dapat menyebabkan banyak kematian unggas di suatu daerah sehingga dapat
mengakibatkan kerugian yang besar bagi peternak. Selain itu Avian Influenza merupakan
penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia ( zoonosis ) sehingga pencegahan dan
penganggulangan terjadinya penyakit ini perlu mendapat perhatian dan tindakan yang tepat.
Suatu jenis influenza unggas baru, yang dikenal sebagai influenza A H5N1, pertama kali
diperhatikan di Hong Kong pada tahun 1997 mengakibatkan 18 orang positif terinfeksi dengan 6
orang meninggal dan kemudian menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia (Braunwald, dkk;
2003).
Burung-burung yang bermigrasi merupakan hospes reservoir utama dalam penyebaran
H5N1 keseluruh dunia. Burung-burung tersebut akan singgah pada sebuah daerah dan
menginfeksi unggas-unggas domestik di daerah tersebut. Beberapa unggas tidak menununjukkan
gejala terinfeksi H5N1 walaupun dia sebenarnya telah terinfeksi. Bebek domestik merupakan
salah satu contoh unggas yang tidak menunjukkan gejala meskipun ia telah terinfeksi H5N1. Hal
ini semakin menambah tingginya risiko manusia untuk terjangkit H5N1, (WHO, 2005).
WHO pada bulan November 2004 menyatakan bahwa pada serbuan pertama pandemi
wabah H5N1 ini sebagian besar negara berkembang tidak bisa mengakses vaksin sehingga
pandemi diperkirakan akan menyebar dan meluas dengan cepat. Pandemi adalah sebuah kejadian
luar biasa yang efeknya mampu berpengaruh pada semua sektor kehidupan termasuk sektor
sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, sebuah langkah penanganan dan pencegahan yang tepat
sangat diperlukan terkait ancaman pandemi virus mematikan H5N1 yang terjadi saat ini, (WHO,
2005.1
1
BAB II
PEMBAHASAN
ETIOLOGI
Flu burung atau avian influenza adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
H5N1 yang merupakan subtipe dari virus influenza (flu) tipe A. Avian influenza sendiri
sebenarnya bisa dibagi lagi ke dalam beberapa subtipe, misalnya subtipe yang paling patogen
adalah H5N1, H7N3, H7N7, dan H9N2, namun virus flu burung yang umumnya dikenal dan
yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan karena infeksinya yang menyebar luas hampir
ke seluruh dunia adalah H5N1. Virus H5N1 merupakan jenis virus dengan struktur genetik RNA.
Virus H5N1 telah banyak melakukan mutasi genetik yang menghasilkan belasan virus patogenik
tinggi. Namun, kesemuanya itu termasuk ke dalam genotif Z virus avian influenza termasuk pada
virus H5N1 yang menyerang manusia.2
H5N1 berarti subtipe dari permukaan antigen yang tampak pada virus, yaitu
hemagglutinin tipe 5 dan neuraminidase tipe 1. Genotif Z merupakan genotif yang dominan pada
H5N1. Genotif Z endemik pada burung-burung di wilayah asia tenggara dan menunjukkan
ancaman pandemik yang berkepanjangan. Virus influenza tipe A memiliki 10 gen dengan 8
pembagian molekul RNA yaitu:2
a. PB 2 (polimerase basic 1)
b. PB1 (polimerase basic 2)
c. PA (polimerase acidic)
d. HA (hemagglutin)
e. NP (nukcleoprotein)
f. NA (neuraminidase)
g. M1 dan M2 (matrix)
h. NS1 dan NS2 (non-structural)
RNA yang terpenting ada 2, yaitu HA dan PB1. HA memproduksi antigen pada
permukaan yang berperan pada proses transmisi virus. Sementara iru, PB1 memproduksi
molekul viral polimerase yang merupakan penentu derajat virulensi virus.
Molekul RNA HA berisi gen HA bertugas mengkode hemagglutinin. Hemagglutinin
adalah antigenik glikoprotein yang ditemukan pada pemukaan virus influenza. Hemagglutinin
juga merupakan molekul yang akan mengikat virus pada sel ketika virus menginfeksi sel dengan
2
cara mengaitkan diri. PB1 betugas untuk mengkode PB1 protein dan PB1-F2. PB1 protein sangat
dibutuhkan pada viral polimerase. Sementara itu, PB-F2 berkontribusi dalam penetuan derajat
petogenik virus karena ia mengkode jalan alternatif untuk membuka bingkai PB RNA dan akan
berinteraksi dengan 2 komponen pada pori-pori membran permiabilitas mitokondria.
EPIDEMIOLOGI
Suatu jenis influenza unggas baru, yang dikenal sebagai influenza A H5N1, pertama kali
diperhatikan di Hong Kong pada tahun 1997 mengakibatkan 18 orang positif terinfeksi dengan 6
orang meninggal dan kemudian menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia (Braunwald, dkk;
2003).
Burung-burung yang bermigrasi merupakan hospes reservoir utama dalam penyebaran
H5N1 keseluruh dunia. Burung-burung tersebut akan singgah pada sebuah daerah dan
menginfeksi unggas-unggas domestik di daerah tersebut. Beberapa unggas tidak menununjukkan
gejala terinfeksi H5N1 walaupun dia sebenarnya telah terinfeksi. Bebek domestik merupakan
salah satu contoh unggas yang tidak menunjukkan gejala meskipun ia telah terinfeksi H5N1. Hal
ini semakin menambah tingginya risiko manusia untuk terjangkit H5N1, (WHO, 2005).1
WHO pada bulan November 2004 menyatakan bahwa pada serbuan pertama pandemi
wabah H5N1 ini sebagian besar negara berkembang tidak bisa mengakses vaksin sehingga
pandemi diperkirakan akan menyebar dan meluas dengan cepat
Sampai dengan saat ini jarang sekali ditemukan kasus infeksi H5N1 dari manusia ke
manusia.Sampai dengan tahun 2006 WHO memperkirakan hanya 2 sampai 3 kasus infeksi H5N1
dari manusia ke manusia. Manusia yang terinfeksi H5N1 umumnya karena ia melakukan kontak
langsung secara ekstensif dengan unggas yang terinfeksi.
Kasus infeksi H5N1 dari manusia ke manusia pernah terjadi di Sumatra yang dilaporkan
pada bulan Juni 2006. Kasus tersebut terjadi pada satu keluarga yang salah satu anggota
keluarnya terjangkit H5N1 kemudian setelah itu anggota keluarga lain dilaporkan terjangkit pula.
Namun, kasus tersebut sangat jarang terjadi dan belum bisa dipastikan bahwa H5N1 tersebut
menyebar dari manusia ke manusia.1
Virus H5N1, seperti virus flu pada umumnya, sangatlah mudah bermutasi atau
berevolusi. Jika virus H5N1 menginfeksi manusia, maka kemungkinan terjadinya pertukaran
genetik antara gen virus dengan gen manusia selama co infeksi sangatlah mungkin terjadi dan
secara berangsur-angsur akan terjadi mutasi adaptif dari virus sehingga membentuk cluster kecil
3
virus jenis ini. Hal ini akan sangat berbahaya sebab kemungkinan terjadinya infeksi dari manusia
ke manusia akan semakin besar kemungkinanya untuk terjadi.
PATOFISIOLOGI
Terdapat dua faktor yang menentukan tingkat pathogen virus AI, yaitu :
1. Protein hemaglutinin (HA), yang terdapat pada permukaan virus. Adanya “cleavage
site” pada protein HA akan meningkatkan sifat pathogen virus AI. Protein HA juga
berperan dalam proses infeksi virus ke dalam sel dengan cara berinteraksi secara
langsung dengan reseptor di permukaan sel hospes. Selain itu protein HA juga
berfungsi dalam perpindahan virus dari satu sel ke sel lain. Melalui cara akumulasi
mutasi pada HA, maka virus AI bisa meningkat daya penularannya.
2. Gen Nonstruktural Protein (gen NS). Keberadaan gen NS akan menciptakan virus
yang kebal terhadap dua faktor yang berkaitan dengan sistem imun tubuh, yaitu
interferon (IFN) dan “tumor necrosis factor alpha (TNF-α), yang memiliki peran anti
virus. Hasil uji coba menunjukkan bahwa bahwa virus rekombinan yang memiliki NS
yang berasal dari virus pathogen, seperti H1N1 berhasil menghambat ekspresi gen
yang diregulasi oleh interferon.
Virus AI dikeluarkan oleh unggas penderita lewat cairan hidung, mata dan feses. Unggas
peka akan tertular bisa secara kontak langsung dengan ungga s penderita maupun secara tidak
langsung melalui udara yang tercemar oleh droplet yang dikeluarkan hidung dan mata atau
muntahan penderita. Tinja yang mongering dan hancur menjadi serbuk yang mencemari udara
yang terhirup oleh manusia atau hewan lain,kemungkinan juga merupakan cara penularan yang
efektif. Tinja, dan muntahan penderita yang mengandung virus seringkali mencemari pakan, air
minum, kandang dan peralatan kandang akan menularkan penyakit dari unggas penderita ke
unggas pekadalam satu flok kandang.
Penyebaran virus Avian Influenza (AI) terjadi melalui udara (droplet infection) di mana
virus dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran napas atau langsung
memasuki alveoli (tergantung dari ukuran droplet). Virus yang tertanam pada membran mukosa
akan terpajan mukoprotein yang mengandung asam sialat yang dapat mengikat virus. Reseptor
spesifik yang dapat berikatan dengan virus influenza berkaitan dengan spesies darimana virus
berasal. Virus avian influenza manusia (Human influenza viruses) dapat berikatan dengan alpha
2,6 sialiloligosakarida yang berasal dari membran sel di mana didapatkan residu asam sialat yang 4
dapat berikatan dengan residu galaktosa melalui ikatan 2,6 linkage. Virus AI dapat berikatan
dengan membran sel mukosa melalui ikatan yang berbeda yaitu 2,3 linkage. Adanya perbedaan
pada reseptor yang terdapat pada membran mukosa diduga sebagai penyebab mengapa virus AI
tidak dapat mengadakan replikasi secara efisien pada manusia. Mukoprotein yang mengandung
reseptor ini akan mengikat virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel saluran pernapasan
dapat dicegah. Tetapi virus yang mengandung neurominidase pada permukaannya dapat
memecah ikatan tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran napas
untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam
sehingga dalam waktu singkat virus dapat menyebar ke sel-sel di dekatnya. Masa inkubasi virus
18 jam sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang bersilia. Sel-sel
yang terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut dan kemudian mengalami piknosis.
Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya akan terbentuk badan
inklusi.3
GEJALA KLINIS
Tampilan klinis manusia yang terinfeksi flu burung menunjukkan gejala seperti terkena
flu biasa. Diawali dengan demam, mialgia, sakit tenggorokan, batuk, dan sesak napas. Dalam
perkembangannya kondisi tubuh dengan sangat cepat menurun drastis. Bila tidak segera
ditolong, korban bisa meninggal karena berbagai komplikasi.4
Masa inkubasi penyakit, dimana saat mulai terpapar virus hingga mulai timbul gejala
sekitar 3 hari dengan rentang 2 hingga 5 hari. Sebagian besar penderita mengalami produksi
dahak yang meningkat, 30% diantaranya dahaknya bercampur darah. Diare dialami oleh 70%
penderita. Semua penderita menunjukkan limfopenia dan sebagian besar penderita mengalami
trombositopenia.4
Dalam penegakan diagnosis, terdapat beberapa kriteria diagnosis yang digunakan sesuai
dengan temuan klinis yang didapatkan pada penderita pada tahapan dan waktu tertentu, yaitu:
a. Kasus observasi :
Panas > 380C dan > 1 gejala berikut :
- Batuk
- Radang tenggorokan
- Sesak napas yang pemeriksaan klinis dan laboratoriumnya sedang berlangsung3
5
b. Kasus suspect (kasus tersangka) :
Demam > 380C dan > 1 gejala berikut :
- Batuk
- Nyeri tenggorokan
- Sesak napas3
dan salah satu di bawah ini :
- Hasil tes laboratorium positif untuk virus influenza A tanpa mengetahui subtype-nya,
- kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan penderita yang confirmed,
- kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan unggas yang mati karena sakit,
- bekerja di laboratorium 1 minggu sebelum timbul gejala yang memproses sampel dari
orang atau binatang yang disangka terinfeksi Highly Pathogenic Avian Influenza
- hasil laboratorium tertentu positif untuk virus influenza A (H5) seperti tes antibodi
spesifik pada 1 spesimen serum3
c. Kasus probable :
Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini:
o Ditemukan adanya kenaikan titer antibodi minimum 4 kali terhadap H5 dengan
pemeriksaan HI test menggunakan eritrosit kuda
o Hasil laboratorium terbatas untuk Influensa H5 menggunakan neutralisasi tes
o Dalam waktu singkat menjadi penumonia berat/gagal napas/meninggal dan terbukti tidak
ada penyebab lain.3
d. Kasus confirmed (kasus pasti) :
● Hasil biakan virus positif Influenza A (H5N1), atau,
● hasil dengan pemeriksaan PCR positif untuk influenza H5, atau,
● peningkatan titer antibodi spesifik H5 sebesar >4 kali
● hasil dengan IFA positif untuk antigen H5.3
Kelompok Risiko Tinggi
Kelompok yang perlu diwaspadai dan berisiko tinggi terinfeksi flu burung adalah :
o Pekerja peternakan/pemrosesan unggas (termasuk dokter hewan/Ir. Perternakan)
6
o Pekerja laboratorium yang memproses sampel pasien/unggas terjangkit
o Pengunjung perternakan/pemrosesan unggas (1 minggu terakhir)
o Pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) sakit/mati mendadak yang belum
diketahui penyebabnya dan atau babi serta produk mentahnya dalam 7 hari terakhir.
o Pernah kontak dengan penderita AI konfirmasi dalam 7 hari terakhir.3
Kriteria Rawat
● Suspek flu burung dengan gejala klinis berat yaitu : 1) sesak napas dengan frekuensi napas ≥
30 kali/menit, 2) Nadi ≥ 100 kali/menit. ada gangguan kesadaran, 3) kondisi umum lemah
● Suspek dengan leukopeni
● Suspek dengan gambaran radiologi pneumoni
● Kasus probable dan confirm.3
Kematian dan komplikasi biasanya disebabkan oleh kegagalan pernapasan. Komplikasi
yang didapatkan pada penderita influenza A H5N1 adalah sindroma Reye (1 penderita),
gangguan fungsi hepar pada pemeriksaan biokimia darah (6 penderita), pansitopenia (2