BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN Oktober 2015 UNIVERSITAS PATTIMURA ASMA PADA ANAK Oleh: Marthen Yoseph Matakupan (2010-83-050) Pembimbing dr. Hj. Andi Rismawaty Darma, Sp.A, M.Kes DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN Oktober 2015
UNIVERSITAS PATTIMURA
ASMA PADA ANAK
Oleh:
Marthen Yoseph Matakupan
(2010-83-050)
Pembimbing
dr. Hj. Andi Rismawaty Darma, Sp.A, M.Kes
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
RSUD ANDI MAKASSAU
PAREPARE
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
Nama : Marthen Yoseph Matakupan
NIM : 2010-83-050
Judul : Asma pada anak
Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura di RSUD Andi Makkasau
Parepare.
Pembimbing
dr. Hj. Andi Rismawaty Darma, Sp.A, M.Kes
2
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN i
DAFTAR ISI ii
I. PENDAHULUAN 1
II. DEFINISI 1
III. EPIDEMIOLOGI 1
IV. FAKTOR RISIKO DAN ETIOLOGI 2
V. PATOGENESIS 4
VI. PATOFISIOLOGI 6
VII. MANIFESTASI KLINIS 8
VIII. DIAGNOSIS 9
IX. KLASIFIKASI 10
X. TATALAKSANA 13
XI. DIAGNOSIS BANDING 19
XII. KOMPLIKASI 19
XIII. PROGNOSIS 20
XIV. DAFTAR PUSTAKA 21
3
ASMA PADA ANAK
I. PENDAHULUAN
Asma merupakan penyebab utama penyakit kronis pada masa kanak-
kanak. Asma merupakan diagnosis masuk yang paling sering dirumah sakit
anak dan berakibat kehilangan 5-7 hari sekolah. Sebanyak 10-15% pada anak
laki-laki dan 7-10% pada anak perempuan. Sebelum pubertas anak laki-laki 2
kali lebih banyak menderita asma daripada anak wanita. Setelah masa
pubertas insiden menurut jenis kelamin sama.1
Asma dapat menyebabkan gangguan psikososial pada keluarga, namun
dengan pengobatan yang tepat, pengendalian gejala menjadi lebih baik. Asma
dapat timbul pada segala umur, 30% gejala timbul pada usia 1 tahun, 80-90%
gejala pertama timbul sebelum 4-5 tahun. Diperkirakan prevalensi maupun
mortalitas asma meningkat selama 2 dekade terakhir. Penyebab kenaikan
prevalensi ini tidak diketahui, tetapi beberapa faktor yang dihubungkan
dengan timbulnya asma ataupun kenaikan mortalitas telah diketahui.2
II. DEFINISI
Asma adalah inflamasi kronis yang ditandai dengan serangan berulang
dari sesak napas dan mengi, yang bervariasi tingkat keparahan dan frekuensi
dari orang ke orang. Inflamasi kronis tersebut berhubungan dengan
hiperresponsif dari saluran pernapasan yang menyebabkan episode sesak
napas, mengi, batuk terutama pada malam hari atau awal pagi. Episode ini
berhubungan dengan luas obstruksi saluran pernapasan yang bersifat
reversible baik secara spontan ataupun dengan terapi.1,3,4
III. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics (NCHS) pada
tahun 2003, prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57
per 1000 anak dan pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000. Jumlah perempuan
yang mengalami serangan lebih banyak daripada laki-laki. WHO
memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma. Sedangkan
1
berdasarkan laporan NCHS pada tahun 2000 terdapat 4487 kematian akibat
asma atau 1,6 per 100 ribu populasi.5
Di Indonesia, prevalensi asma pada anak berusia 6-7 tahun sebesar 3%
dan untuk usia 13-14 tahun sebesar 5,2%. Berdasarkan laporan National
Center for Health Statistics (NCHS), prevalensi serangan asma pada anak
usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta) dan pada
dewasa > 18 tahun adalah 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Sebelum
masa pubertas, prevalensi asma pada laki-laki 3 kali lebih banyak dibanding
perempuan, selama masa remaja prevalensinya hampir sama dan pada dewasa
insiden pada kedua jenis kelamin sama.5
IV. FAKTOR RISIKO DAN ETIOLOGI
Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan
utama adalah reaksi yang berlebihan dari bronkus (hiperreaktivitas bronkus).
Hiperreaktivitas bronkus ini belum diketahui dengan jelas penyebabnya.
Namun diduga karena adanya hambatan sebagian sistem adrenergik-beta,
kurangnya enzim adenil siklase dan meningginya tonus sistem parasimpatis.
Keadaan demikian cenderung meningkatkan tonus parasimpatis bila ada
rangsangan sehingga terjadi spasme bronkus. Asma merupakan gangguan
kompleks yang melibatkan banyak faktor yang turut menentukan derajat
reaktivitas atau iritabilitas tersebut, karena itu asma disebut penyakit
multifaktorial.6,7
Berbagai faktor dapat meningkatkan angka kejadian asma atau
mempengaruhi terjadinya serangan asma, berat ringannya penyakit, serta
kematian akibat penyakit asma. Beberapa faktor tersebut adalah:6,7
1. Faktor atopik
2. Alergen
a) Alergen Hirup ( inhalan )
1) Debu rumah, tungau debu rumah
2) Bulu binatang
3) Kapuk dan wol
b) Alergen makanan (ingestan)
2
1) Kurang dari 3 tahun penyebab tersering asma bronchial adalah
susu dan telur
2) Lebih dari 3 tahun penyebab tersering asma bronchial adalah
buah, coklat, kacang, ikan laut
3. Bahan Iritan
a) Bau cat, hair spray, parfum, bahan – bahan kimia, asap rokok.
b) Polusi udara
c) Udara dingin
d) Air dingin
4. Perubahan Cuaca
Perubahan cuaca sering dihubungkan sebagai pencetus asma, tetapi
mekanisme dari efek ini belum dapat diketahui.
5. Infeksi
Infeksi saluran napas yaitu Respiratory Synsytial Virus (RSV)
merupakan salah satu faktor risiko asma
6. Latihan Jasmani
Latihan jasmani dapat juga memicu munculnya asma.
7. Faktor Emosi
Faktor emosi dapat mengakibatkan peninggian aktifitas
parasimpatis, baik perifer maupun sentral, sehingga terjadi peningkatan
aktifitas kolinergik yang mengakibatkan eksaserbasi asma. Faktor emosi
dapat bersumber dari masalah antara kedua orangtua dengan anak atau
masalah dengan teman atau guru disekolah.
8. Refluks Gastroesofagus
Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma
pada anak dan orang dewasa.
9. Mempunyai kondisi alergi lainnya, misalnya dermatitis atopik atau
rhinitis alergi
10. Bayi prematur dan bayi dengan berat lahir rendah mempunyai risiko
menderita asma lebih besar dari pada bayi normal. Selain itu anak dengan
berat badan overweight juga mempunyai risiko lebih tinggi untuk
menderita asma dari pada anak dengan berat badan normal.
3
V. PATOGENESIS
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel
inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag,
neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan
sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita
asma.1,7
1. Inflamasi akut
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor
antara lain alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi
akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus
diikuti reaksi asma tipe lambat.1,8
2. Reaksi asma tipe cepat
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan
terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan
preformed mediator seperti histamin, protease dan newly generated
mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan
kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.1,8
3. Reaksi fase lambat
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan
melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan
makrofag.1,8
4. Inflamasi kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut
ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan
otot polos bronkus.1,8
5. Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe
Th2). Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas
dengan mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-
CSF. Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan
bersama-sama IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-
4
5 serta GM-CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang
ketahanan hidup eosinofil.1,8
6. Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan antara lain 15-HETE,
PGE2 pada penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran
markers seperti molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin
atau khemokin. Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding.
Mekanisme terjadinya masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh
Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk bertopang lengan
Kewaspadaan Mungkin teragitasi Biasanya teragitasi
Biasanya teragitasi
Pusing/ bingung
Sianosis Tidak ada Ada ada Ada, nyataMengi Sedang, sering
hanya pada akhir ekspirasi
Nyaring, sepanjang ekspirasi
Sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop
Sulit/ tidak terdengar( silent chest )
12
Tabel 3. Penilaian derajat serangan asma
Sesak nafas Minimal Sedang beratRetraksi Dangkal, retraksi
intercostalSedang, ditambah retraksi suprasternal
Dalam, ditambah nafas cuping hidung
Dangkal / hilang
Laju napas Meningkat ± Meningkat + Meningkat ++ Menurun
Pedoman nilai baku laju napas pada anak sadar :Usia Laju napas normal< 2 bulan < 60 x / menit2- 12 bulan < 50 x / menit1 – 5 tahun < 40 x / menit6- 8 tahun < 30 x / menit
Laju nadi Normal Takikardi Takikardi BradikardiPedoman nilai baku laju nadi pada anak sadar :Usia Laju nadi normal2 – 12 bulan < 160 x / menit1 – 2 tahun < 120 x / menit3- 8 tahun < 110 x / menit
FEV-1- pra b. dilator- pasca b.dilator
> 60 %> 80 %
40 -60 %60 – 80 %
< 40 %< 60 %Respon < 2 jam
Sa O2 % > 95 % 91 -95 % ≤ 90 %Pa O2 Normal
( biasanya tidak perlu diperiksa )
> 60 mmHg < 60 mmHg
Pa CO 2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg
X. TATALAKSANA
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda
(reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk
meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah
teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini tidak lagi digunakan
atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat pengendali yang
disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk
mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan
demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak
ada lagi gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan – pelan yaitu 25
% setiap penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 – 8 minggu.1
1. Obat Pereda (Reliever)1
a) Bronkodilator
1) Short-acting β2 agonist
13
Obat yang sering dipakai adalah salbutamol, fenoterol,
terbutalin.
Dosis salbutamol:
Oral: 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum
5mg/kgBB), interval 20 menit, atau nebulisasi kontinu
dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15
mg/jam).
Dosis fenoterol: 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis terbutalin:
Oral: 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Nebulisasi: 2,5 mg atau 1 nebulisasi
Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah
30 menit, efek puncak dicapai dalam 2 – 4 jam, lama kerjanya
sampai 5 jam. Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki
onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10 menit, lama