Top Banner
REFERAT Antikoagulan pada Gagal Jantung Disusun Oleh : Andreas Kresna (11-2013-243) Pembimbing : dr. Lukman Muliadi, Sp.PD KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA PERIODE 18 Agustus 2014 – 25 Oktober 2014 RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS
45

Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

Dec 26, 2015

Download

Documents

Santi Lestari

antikoagulan pada antung
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

REFERAT

Antikoagulan pada Gagal Jantung

Disusun Oleh :

Andreas Kresna

(11-2013-243)

Pembimbing :

dr. Lukman Muliadi, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA

WACANA

PERIODE 18 Agustus 2014 – 25 Oktober 2014

RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS

2014

Page 2: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

BAB I

PENDAHULUAN

Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan

penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Diperkirakan hampir 5%

dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal

jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal

jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan

hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan

harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.1

Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis serta

tidak spesifik serta hanya sedikit tanda – tanda klinis pada tahap awal penyakit.

Perkembangan terkini memungkinkan untuk mengenali gagal jantung secara dini serta

perkembangan pengobatan yang memeperbaiki gejala klinis, kualitas hidup, penurunan angka

perawatan, memperlambat progresifitas penyakit dan meningkatkan kelangsungan hidup.1

Makalah ini disusun untuk menambah pengetahuan kita tentang antikoagulan pada

gagal jantung sesuai dengan clinical trial yang telah dilakukan dan disusun dalam rangka

pemenuhan tugas laporan kasus dalam proses pembelajaran di bagian Ilmu Penyakit Dalam

RS. Mardi Rahayu Kudus.

1

Page 3: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

BAB II

PATOFISIOLOGI TROMBOGENESIS PADA

GAGAL JANTUNG

Patofisiologi trombogenesis pada gagal jantung dapat dijelaskan dalam konteks triad

Virchow, yaitu aliran darah yang tidak normal, kelainan pada dinding pembuluh darah dan

kelainan pada konstituen darah. 2

Rongga jantung melebar, kontraktilitas yang berkurang, kelainan dinding regional dan

fibrilasi atrium yang terjadi bersamaan merupakan predisposisi tromboemboli pada aliran

darah dalam jantung yang tidak statis. Pasien dengan gagal jantung berat memiliki tingkat

plasma viskositas, fibrinogen, kompleks thrombinantithrombin III, fibrinopeptida A dan D-

dimer yang tinggi. Peningkatan kadar plasma fibrinopeptida A dan kompleks trombin-

antitrombin III pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi erat kaitannya dengan volume akhir

diastolic ventrikel kiri dan berkorelasi negatif dengan pemendekan fraksional dari ventrikel

kiri, sedangkan pada pasien dengan kardiomiopati hipertrofik, mereka secara signifikan

berkorelasi dengan diameter atrium kiri, menunjukkan bahwa sistem koagulasi diaktifkan

pada pasien dengan kardiomiopati hipertrofi dan dilatasi yang mungkin dipicu oleh dilatasi

atrium kiri dan pembesaran ventrikel kiri dan disfungsi pada masing-masing. 2

Sistem neuroendokrin pada pasien CHF juga diaktifkan, dimana terjadi peningkatan

konsentrasi plasma angiotensin II dan endotelin, yang terkait dengan kadar plasma von

Willebrand factor, penanda kerusakan / disfungsi endotel. Disfungsi endotel pada gagal

jantung juga tampaknya berhubungan dengan berkurangnya bioavailabilitas Nitric Oxide

(NO), yang dapat berkontribusi untuk peningkatan vasokonstriksi perifer yang merupakan

karakteristik dari gagal jantung. Berkurangnya NO juga dapat mengakibatkan adhesi monosit

dan trombosit pada endotel, yang merupakan predisposisi untuk trombosis in situ dan

tromboemboli, dan berhubungan dengan perkembangan penyakit dan prognosis yang lebih

buruk.2

Kelainan trombosit pada CHF, dengan volume trombosit rata-rata lebih tinggi dan

penurunan kelangsungan hidup trombosit, serta indeks abnormal aktivasi trombosit

(I²thromboglobulin, faktor trombosit 4 dan soluble P-selectin) dan peningkatan agregasi

trombosit. Peningkatan agregasi trombosit yang beredar juga dapat dikaitkan dengan

2

Page 4: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

peningkatan resistensi vaskular. Permukaan trombosit P-selektin dan CD40L meningkat pada

CHF yang terdekompensasi dan dapat secara signifikan berkorelasi dengan keparahan gagal

jantung. Namun, soluble P-selectin tidak diketahui apakah berkorelasi dengan LVEF; Lebih

jauh lagi, hal itu tidak memprediksi prognosis pada pasien CHF.2

Gambar 1. Patofisiologi Trombogenesis pada Gagal Jantung. 2

3

Page 5: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

BAB III

OBAT ANTIKOAGULAN

1. Warfarin

Merupakan antikoagulan oral antagonis vitamin K. Faktor koagulasi II, VII, IX,X dan

Protein antikoagulan C dan S di sintesis utama di Hati dan secara biologi tidak aktif sampai

9-13 residu asam glutamate berkarboksilasi untuk membentuk the residu gama-

karboksiglutamat. Reaksi dekarbosi precursor protein ini membutuhkan CO2, O2, penurunan

vitamin K dan di katalisasi oleh glutanyl carboxylase. Karboksilasi secara langsung

bergabung dengan oksidasi epoxide vitamin K.3

Gambar 2. Siklus Vit0amin K dan mekanisme kerja warfarin3

Warfarin terdiri dari R warfarin dan S warfarin, dimana S warfarin lebih aktif.

Dengan memblok reduktase epoxide vitamin K yang di lakukan oleh gen VKORC1

(Vitamin K epoxide reductase complex subunit 1), warfarin menghambat konversi oksidasi

epoxide vitamin K menjadi bentuk terreduksi, vitamin K hydroquinone. Penghambatan

vitamin K ini terjadi karena penurunan vitamin K menjadi cofactor dari glutamyl

carboxylase yang mengkatalisis proses karboksilasi, dimana menconversi prozymogen

menjadi zymogen sehingga dapat mengikat Ca2+ dan dapat berinteraksi dengan permukaan

anion phospolipid. S Warfarin di metabolism oleh CYP2C9.Polimorphishm genetic umum

pada enzim ini dapat mempengaruhi metabolism warfarin. Polimorf di C1 subunit of vitamin

K reductase (VKORC1) juga dapat mempengaruhi kepekaan inhibisi yang di lakukan

warfarin, sehingga memerlukan peningkatan dosis warfarin. 3

4

Page 6: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

Farmakokinetik :

Mula kerja biasanya sudah terdeteksi di plasma dalam 1 jam setelah pemberian.

Kadar puncak dalam plasma: 2-8 jam.

Waktu paruh : 20-60 jam; rata-rata 40 jam.

Bioavailabilitas: hampir sempurna baik secara oral, 1M atau IV.

Metabolisme: ditransformasi menjadi metabolit inaktif di hati dan ginjal.

Ekskresi: melalui urine dan feses. 3,4

Farmakodinamik :

99% terikat pada protein plasma terutama albumin.

Absorbsinya berkurang hila ada makanan di saluran cerna. 3,4

Indikasi :

Untuk profilaksis dan pengobatan komplikasi tromboembolik yang dihubungkan

dengan fibrilasi atrium dan penggantian katup jantung ; serta sebagai profilaksis terjadinya

emboli sistemik setelah infark miokard (FDA approved). Profilaksis TIA atau stroke

berulang yang tidak jelas berasal dari problem jantung. 3,4

Kontraindikasi .

Semua keadaan di mana risiko terjadinya perdarahan lebih besar dari keuntungan

yang diperoleh dari efek anti koagulannya, termasuk pada kehamilan, kecenderungan

perdarahan atau blood dyscrasias dll. 3

Interaksi obat :

Warfarin berinteraksi dengan sangat banyak obat lain seperti asetaminofen, beta

bloker, kortikosteroid, siklofosfamid, eritromisin, gemfibrozil, hidantoin, glukagon,

kuinolon, sulfonamid, kloramfenikol, simetidin, metronidazol, omeprazol, aminoglikosida,

tetrasiklin, sefalosporin, anti inflamasi non steroid, penisilin, salisilat, asam askorbat,

barbiturat, karbamazepin dll. 3

Efek samping

5

Page 7: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

Perdarahan dari jaringan atau organ, nekrosis kulit dan jaringan lain, alopesia,

urtikaria, dermatitis, demam, mual, diare, kram perut, hipersensitivitas dan priapismus. Untuk

usia di bawah 18 tahun belum terbukti keamanan dan efektifitasnya. Hati- hati bila

digunakan pada orang tua.Tidak boleh diberikan pada wanita hamil karena dapat melewati

plasenta sehingga bisa menyebabkan perdarahan yang fatal pada janinnya.Dijumpai pada ASI

dalam bentuk inaktif, sehingga bisa dipakai pada wanita menyusui.3,4

Dosis

Dosis inisial dimulai dengan 2-5 mg/hari dan dosis pemeliharaan 2-10 mg/hari. Obat

diminum pada waktu yang sama setiap hari. Dianjurkan diminum sebelum tidur agar dapat

dimonitor efek puncaknya di pagi hari esoknya. Lamanya terapi sangat tergantung pada

kasusnya.Secara umum, terapi anti koagulan harus dilanjutkan sampai bahaya terjadinya

emboli dan trombosis sudah tidak ada. Pemeriksaan waktu protrombin barns dilakukan setiap

hari begitu dimulai dosis inisial sampai tercapainya waktu protrombin yang stabil di batas

terapeutik. Setelah tercapai, interval pemeriksaan waktu protrombin tergantung pada

penilaian dokter dan respon penderita terhadap obat. Interval yang dianjurkan adalah 1-4

minggu.3

2. Heparin

Heparin adalah polisakarida sulfat dengan berat molekul 3000-30.000 Da (rata-rata

15.000 Da). Heparin menghasilkan efek antikoagulan dengan menonaktifkan trombin dan

faktor Xa. Heparin mengikat AT melalui pentasaccharide yang berafinitas tinggi, yang ada

pada sekitar sepertiga dari molekul heparin. Untuk menghambat trombin, heparin harus

mengikat kedua enzim koagulasi dan AT, sedangkan mengikat enzim tidak diperlukan untuk

menghambat faktor Xa. Molekul heparin dengan rantai kurang dari 18 sakarida kurang

panjang untuk menjembatani trombin dan AT dan oleh karena itu tidak bisa menghambat

trombin. Sebaliknya, fragmen heparin yang sangat kecil berisi urutan pentasaccharide,

menghambat faktor Xa melalui AT. Dengan menonaktifkan trombin, heparin tidak hanya

mencegah pembentukan fibrin tetapi juga menghambat aktivasi trombin-diinduksi trombosit

dan faktor V dan VIII.5

Heparin umumnya diekstrak dari mukosa usus babi, yang banyak terdapat dalam sel

mast, dan mungkin berisi sedikit glikosaminoglikan lainnya. Meskipun heterogenitas dalam

komposisi antara preparat heparin berbeda, aktivitas biologisnya tetaplah sama (150 USP

unit/mg). A USP unit mencerminkan kuantitas dari heparin yang dapat mencegah 1 mL

6

Page 8: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

bekuan dari plasma citrate yang diambil dari domba selama 1 jam setelah penambahan 0,2 Ml

dari 1% CaCl2. Meskipun di Amerika Utara secara tradisional potensi heparin telah diukur di

unit USP.Di Eropa potensi heparin diukur dengan menggunakan anti-factor Xa assay. Assay

ini memonitoring aktivitas dari faktor Xa yang ditambahkan ke plasma citrate manusia

dengan mensintetis faktor Xa-directed substrat yang berubah warna ketika diurai oleh enzim.

Semakin tinggi konsentrasi heparin dalam sampel, semakin berkurang factor Xa residual

yang dapat dideteksi. Untuk menentukan potensi heparin, aktivitas faktor Xa residual dalam

sampel dibandingkan dengan yang terdeteksi di kontrol yang mengandung konsentrasi yang

dikenal sebagai standar heparin internasional. Ketika dinilai dengan cara ini, potensi heparin

dinyatakan dalam satuan internasional per mg.3

Derivative heparin yang sekarang digunakan meliputi low-molecular-weight heparins

(LMWHs) dan fondaparinux. Gambaran yang membedakan derivatif ini dari heparin

diuraikan dalam tabel 30-1. Beberapa preparat LMWH telah ada dipasaran (misalnya,

daltaparin [FRAGMIN], enoxaparin [LOVENOX], tinzaparin [INNOHEP]), tetapi semua

berat molekul fragmen heparin berkisar antara 1-10 kDa (dengan rata-rata 5 kDa, 17 unit

sakarida). Preparat LMWH berbeda dari heparin dan, pada tingkat yang lebih rendah, satu

sama lain berdasarkan sifat-sifat pharmacokinetic mereka. Potensi LMWH dinilai dengan

anti-factor Xa assays, yang mana menggunakan standar LMWH internasional untuk tujuan

referensi.3,5

Tabel 1. Perbandingan antara Heparin, LMWH, dan Fondaparinux3

Berbeda dengan heparin dan LMWHs, yang mana derivate biologicalnya berasal dari

jaringan hewan, fondaparinux (ARIXTRA) adalah sintetik five-saccharide analog dari

pentasaccharide alami yang ditemukan dalam heparin dan LMWHs dan memediase interaksi

7

Page 9: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

mereka dengan antithrombin. Fondaparinux memiliki sifat pharmacokinetic yang unik yang

membedakannya dari LMWH.Potensi dari fondaparinux juga dinilai dengan anti-Xa assay. 3

Mekanisme

Heparin, LMWHs dan fondaparinux tidak memiliki aktivitas antikoagulan intrinsik.

Sebaliknya, agen ini mengikat antithrombin dan mempercepat laju yang mana itu

menghambat berbagai koagulasi protease. Antithrombin adalah glikosilasi, satu rantai

polipeptida terdiri dari 432 asam amino residual (Olson dan Chuang, 2002). Disintesis di hati,

sirkulasi antithrombin dalam plasma berkisar antara 2,6 M. Antithrombin menghambat dari

aktivasi faktor koagulasi yang terlibat dalam jalur intrinsik dan jalur umum tetapi memiliki

sedikit aktivitas terhadap faktor VIIa. Antithrombin adalah “suicide substrate” untuk

protease ini; inhibisi terjadi ketika protease menyerang ikatan Arg-Ser peptide dalam

lingkaran pusat reaktif dari antithrombin dan menjadi stabil 1:1 kompleks. 3,5

Heparin berikatan dengan antithrombin melalui pentasaccharide spesifik yang terdiri

dari 3-O-sulfated glukosamin residual (gambar 30-4). Struktur ini terjadi pada 30% molekul

heparin dan berkurang di endogen heparan sulfate molekul. Glikosaminoglikan lain

(misalnya, dermatan sulfat, kondroitin-4-sulfate, and kondroitin-6-sulfate) kurangnya ikatan

sktruktur antithrombin ini tidak dapat mengaktifkan antithrombin. 3

Gambar 3. Pentasaccharide mengikat antithrombin sehingga menginduksi perubahan

konformasi pada antithrombin yang menjadikan situs reaktif lebih mudah diakses oleh

protease target

8

Page 10: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

Gambar 4. Mekanisme Heparin, LMWH dan Fondaparinux

Perubahan konformasi ini mempercepat laju dari inhibisi faktor Xa setidaknya dua

kali lipat tetapi tidak berpengaruh pada tingkat inhibisi trombin.Untuk meningkatkan tingkat

inhibisi trombin dengan antithrombin, heparin berfungsi sebagai catalytic template dimana

keduanya baik sebagai inhibitor dan mengikat protease. Hanya molekul heparin terdiri dari

18 atau lebih unit sakarida (berat molekul > 5400 Da) yang cukup panjang untuk

menjembatani antithrombin dan trombin secara bersamaan. Dengan berat molekul 15.000 Da,

sebagian besar rantai heparin cukup lama untuk menjalani peran ini. Akibatnya, katalisis

heparin pada tingkat faktor Xa dan trombin ke tingkat yang sama, seperti yang diungkapkan

9

Page 11: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

oleh anti-factor Xa-anti-factor IIa (trombin) rasio 1:1. Sebaliknya, setidaknya setengah dari

molekul LMWH (berat molecular 5000 Da, 17 unit sakarida) terlalu pendek untuk

menjembatani fungsi dan tidak mempunyai efek pada tingkat inhibisi trombin oleh

antithrombin. Karena molekul-molekul yang pendek ini masih menginduksi perubahan

konformasi pada antithrombin yang mempercepat inhibisi dari faktor Xa, LMWHs memiliki

aktivitas anti-factor Xa yang lebih besar daripada aktivitas anti-IIa, dan tingkat rasio berkisar

antara 3:1-2:1 tergantung pada preparat. Fondaparinux, analog dari pentasaccharide pada

heparin atau LMWHs yang memediasi interaksi mereka dengan antithrombin, hanya

memiliki aktivitas anti-factor Xa karena terlalu pendek untuk menjembatani antithrombin

dengan trombin. 3

Heparin, LMWHs dan fondaparinux berperan dalam mode katalitik. Setelah mengikat

antithrombin dan melakukan pembentukan kompleks kovalen antara antithrombin dan target

protease, heparin, LMWH, atau fondaparinux berdisosiasi dari kompleks dan kemudian dapat

mengkatalisasi molekul-molekul antithrombin lainnya. 3

Ketika konsentrasi heparin dalam plasma adalah 0.1-1 unit/mL, trombin, faktor IXa,

dan faktor Xa dapat terhambat dengan cepat (t1/2 < 0.1s) oleh antithrombin.Efek ini

memperpanjang masa APTT (telah dibahas sebelumnya) dan thrombin time (yaitu, waktu

yang dibutuhkan plasma untuk membeku ketika eksogen trombin ditambahkan); PT

dipengaruhi ke tingkat yang lebih rendah.Faktor Xa berikatan dengan trombosit pada

kompleks prothrombinase dan trombin berikatan dengan fibrin yang keduanya dilindungi dari

inhibisi oleh antithrombin yang ada didalam heparin atau LMWH. Dengan demikian, heparin

dan LMWHs dapat menginduksi terjadinya inhibisi dari faktor Xa dan trombin hanya setelah

mereka telah berdifusi dari ikatan-ikatan ini. 3,5

Platelet faktor 4, protein kationik dilepaskan dari granular selama aktivasi platelet,

mengikat heparin dan mencegah berinteraksi dengan antithrombin. Fenomena ini mungkin

membatasi aktivitas dari heparin di sekitar platelet yang kaya akan thrombin. Karena LMWH

dan fondaparinux memiliki afinitas yang lebih rendah terhadap platelet faktor 4, agen ini

mungkin menyimpan aktivitas mereka di sekitar thrombin untuk tingkat yang lebih besar

daripada heparin. 3,5

Monitoring heparin

Pemantauan laboratorium secara luas direkomendasikan untuk mengukur efek

antikoagulan dari UFH dan untuk menyesuaikan dosis untuk mempertahankan target terapi.

10

Page 12: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

Uji laboratorium yang digunakan secara luas untuk memantau heparin adalah activated

partial thromboplastin time (aPTT). Target terapi aPTT adalah 1,5-2,5 kali nilai kontrol.

Dalam percobaan mendukung bahwa PTT harus diperiksa dalam waktu 24 jam untuk

menghindari trombosis. Hubungan antara peningkatan PTT (>2,5 kali) dengan angka

kejadian perdarahan sudah terbukti.6

Low Molecule Weight Heparin (LMWH)

Struktur

LMWH merupakan glikosaminoglikan yang terdiri atas rantai-rantai residu selang-

seling dari D-glycosamine dan glycuronic atau iduronic acid. Berbagai jenis LMWH dapat

dibentuk melalui proses degradasi yang berbeda-beda meliputi enoxaparin (eliminasi

chemical β), tinzaparin (eliminasi enzymatic β), dalteparin (nitrous acid depolymerization),

dan ardeparin (oxidative cleavage).5,7

Mekanisme Kerja

Efek antikoagulan UFH dan LMWH melalui aktivasi AT. Susunan pentasakarida

terdistribusi secara acak sepanjang molekul UFH dan LMWH den berinteraksi dengan AT

endogen. LMWH mengandung susunan pentasakarida lebih sedikit daripada UFH.

Pentasakarida berikatan AT memicu perubahan konformasi di dalam molekul AT dan

mempercepat interaksinya dengan thrombin dan Factor-Xa. Perbedaan utama antara UFH dan

LMWH adalah pada mekanisme inhibisi terhadap Factor-Xa dan thrombin. Kebanyakan

rantai UFH mengandung paling sedikit 18 sakarida dan membentuk kompleks ternary dengan

AT dan thrombin. Berbeda dengan UFH, kompleks LMWH dan AT mengikat Factor-Xa dan

mengkatalisis inaktivasinya. Jadi, LMWH memperlihatkan aktivitas lebih tinggi terhadap

Factor-Xa daripada Factor-IIa, dimana UFH menginaktivasi keduanya. Selain itu, UFH dan

LMWH memicu pelepasan penghambat Tissue Factor dari endotelium yang cedera,

meningkatkan efek inhibisinya pada Factor-Xa dan Factor-VIIa dan juga berkontribusi

terhadap aktivitas antikoagulan endogen.8

LMWH diberikan secara subkutan satu atau dua kali sehari. LMWH menghasilkan

efek antikoagulan yang lebih dapat diprediksi daripada UFH dan memiliki waktu paruh lebih

panjang serta bioavailabilitas lebih baik, dihubungkan dengan penurunanikatannya pada

protein plasma, endotelium, dan makrofag. Eliminasinya bergantung pada dosis. Dalam hal

ini tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium, kecuali pada pasien yang mengalami

11

Page 13: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

insufisiensi ginjal dan memiliki berat badan terlalu tinggi atau rendah. Selain itu, LMWH

berikatan pada trombosit lebih sedikit dibandingkan UFH dan memiliki afinitas lebih lemah

pada sel endotel dan von Willebrand factor. Oleh karena itu, LMWH kurang berpengaruh

pada trombosit dan sel endotel sehingga pendarahan yang ditimbulkan lebih kecil

dibandingkan dengan UFH. Walaupun pasien yang diterapi dengan LMWH tidak

memerlukan pengawasan, aktivitas Antifactor-Xa plasma seharusnya diperiksa pada pasien-

pasien tertentu (usia tua, hamil, obesitas, dan dengan penyakit ginjal berat). Aktivitas

Antifactor-Xa biasanya diperiksa menggunakan chromogenic assay yang tersedia secara

komersial.8,9

Indikasi dan Kontraindikasi

LMWH mulai diberikan pada saat hemostasis primer terjadi. Pada pasien trauma

LMWH diberikan dalam waktu 36 jam sesudah terjadi trauma. Kontraindikasi langsung

pemberian LMWH meliputi: (1) Perdarahan intrakranial, (2) Perdarahan tidak terkontrol yang

masih berlangsung, (3) Cedera medula spinalis inkomplit yang dihubungkan dengan

hematoma spinal. Berbagai jenis LMWH memiliki perbedaan indikasi yang diterima oleh

Food and Drug Administration (FDA) sebagai profilaksis DVT berdasarkan berbagai bukti

klinis yang mendukung. Enoxaparin diindikasikan paling luas sebagai profilaksis dan terapi

DVT. Tinzaparin diindikasikan sebagai terapi tetapi tidak sebagai profilaksis DVT pada

beberapa kelompok pasien. Dalteparin diindikasikan sebagai profilaksis namun tidak sebagai

terapi DVT.9

Enoxaparin merupakan jenis LMWH yang menjadi pilihan terapi farmakologis untuk

profilaksis DVT pada pasien dengan trauma mayor. Keamanan dan efikasi enoxaparin

bergantung pada kondisi klinis pasien. Gagal ginjal, obesitas, penggunaan vasopresor dan

perubahan volume distribusi (perubahan berat badan lebih dari 10 kg sesudah pemberian)

merupakan faktor predisposisi pasien mengalami perubahan farmakokinetik. Pada populasi

ini disarankan melakukan evaluasi terhadap kadar Antifactor-Xa. Levine dan rekan-rekannya

melaporkan insiden trombosis 6,3% pada saat kadar Antifactor-Xa lebih dari 0,1 IU/mL dan

18,8% pada saat levelnya ≤ 0,05 IU/mL. Hasil penelitian ini dipergunakan sebagai dasar

pemberian profilaksis untuk mencegah DVT yaitu kadar Antifactor-Xaantara 0,1-0,3 IU/mL.

Kadar Antifactor-Xa biasanya diperiksa 4 jam sesudah pemberian enoxaparin dosis ketiga.

Hass dan rekan- rekannya melakukan penelitian mengenai farmakokinetikenoxaparin 30 mg

secara subkutan dua kali sehari pada pasien trauma multipel menemukan bahwa hanya 9,5%

pasien mengalami kenaikkan kadar Antifactor-Xa lebih dari 0,1 IU/mL sesudah 12 jam

12

Page 14: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

pemberian terapi. Hasil ini mengindikasikan bahwa dosis enoxaparin terstandarisasi tidak

memperlihatkan efikasi yang baik untuk mencegah DVT pada semua pasien trauma

multipel.10

Penggunaan dalteparin sebagai profilaksis DVT pada pasien trauma mengalami

peningkatan. Sebuah pusat penelitian mengevaluasi pemberian dalteparin 5.000 IU subkutan

seharipada 743 pasien dengan risiko tinggi melaporkan bahwa rata-rata DVT proksimal dan

PE non-fatal berturut-turut 3,9% dan 0,8%. Data awal pada cedera medula spinalis

memperlihatkan bahwa pemberian dalteparin 5.000 IU subkutan sehari dan enoxaparin 30 mg

subkutan dua kali sehari sama-sama memberikan proteksi dari DVT dan risiko pendarahan. 10

Komplikasi

Komplikasi perdarahan dari pemberian LMWH sebagai profilaksis DVT bervariasi

dari penurunan kadar hemoglobin sementara sampai perdarahan yang memerlukan intervensi

(angiografi dan pembedahan). LMWH dikatakan meningkatkan insiden perdarahan mayor

pada saat digunakan sebagai profilaksis DVT. Hal ini didukung oleh penelitian Geerts dan

rekan-rekannya yang melakukan observasi pada pasien yang mendapatkan UFH mengalami

episode perdarahan lebih sedikit dibandingkan LMWH (berturut-turut 0,6% vs 2,9%) namun

tidak signifikan. Perdarahan diperkirakan mayor pada saat hemoglobin turun 2 g/dL atau

lebih, atau transfusi lebih dari 2 unit packed red blood cell (PRC). 11

LMWH dan UFH secara langsung dibandingkan pada tiga publikasi. Green dan

rekan-rekannya menemukan insiden perdarahan non-fatal dari pemberian LMWH dan UFH

berturut-turut 0% dan 9,5%. Mereka juga melaporkan 2 pasien (9%) meninggal karena PE

masif pada kelompok UFH. Keseluruhan insiden (perdarahan atau trombosis) adalah 0% pada

kelompok LMWH dan 34% pada kelompok UFH. Geerts dan rekan- rekannya menemukan

rata-rata perdarahan dari LMWH dan UFH berturut-turut 2,9% dan 0,6%. Mereka tidak

menemukan adanya perdarahan fatal. Pada penelitian Spinal Cord Injury

Thromboprophylaxis Investigators, rata-rata perdarahan untuk pemberian LMWH dan UFH

berturut-turut 2,6% dan 5,3%. Dengan menggunakan analisis regresi, mereka

mengidentifikasi umur lebih dari 50 tahun, kadar hemoglobin rendah dan pemberian

profilaksis antikoagulan jangka pendek merupakan faktor prediksi mengalami perdarahan

mayor. 12

Protamine sulphate secara efektif melawan efek antikoagulan dari UFH, namun hanya

memiliki efek parsial pada LMWH. Diperkirakan 60% (utamanya aktivitas antifactor Xa)

13

Page 15: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

dari efek LMWH dinetralisis oleh protamine sulphate. Pemberian infus protamine sulphate

seharusnya tidak melebihi dosis maksimum yaitu 50 mg. Pemberian dosis ulangan protamine

sulphate seharusnya dipertimbangkan pada saat perdarahan berlanjut dan tidak bergantung

pada hasil antifactor Xa plasma atau kadar aPTT yang memanjang. Fresh Frozen Plasma

(FFP) dan/atau rekombinan Factor VIIa efektif melawan efek antikoagulan LMWH dan

seharusnya diberikan pada pasien yang tidak stabil dengan perdarahan berat atau perdarahan

pasca operasi.8

Heparin Induced Thrombocytopenia (HIT) merupakan agregasi trombosit yang

dimediasi imun sampai terjadi trombositopenia yang memiliki asosiasi kuat dengan

terbentuknya trombosis arterial dan vena. HIT secara khas terjadi antara hari 4 dan 14 dari

terapi heparin. Berpotensi menimbulkan kejadian fatal, jika tidak terdeteksi dini, meliputi

tromboemboli, PE dan perdarahan. Diagnosis HIT terdiri dari klinis (trombositopenia) dan

deteksi serum (antibodi HIT).12

NOAC (New Oral AntiCoagulant)

A. Dabigatran etexilate

Trombin adalah enzim multifungsi yang mengubah fibrinogen menjadi fibrin, melalui

aktivasi faktor XIII dan menambah produksi trombin lmelalui aktivasi faktor V dan VIII. Hal

ini juga mengaktifkan trombosit, menghasilkan aktivitas antikoagulan melalui aktivasi

protein C dan memulai banyak proses seluler termasuk penyembuhan luka. Sebagian besar

tindakan trombin terhambat in vitro oleh dabigatran etexilate.13

Percobaan RELY (Randomized Evaluation of Long-term anticoagulant therapy with

dabigatran etexilate) merupakan seuatu percobaan prospektif, random, terbuka, fase III yang

membandingkan 2 dosis dabigatran etexilate secara blind [110 mg b.i.d. (D110) atau 150 mg

b.i.d.(D150)] dengan warfarin dengan penyesuaian dosis, dengan tujuan INR 2.0-3.0. Untuk

kemanjurannya dalam mencegah stroke dan emboli sistemik, D150 lebih baik dibandingkan

dengan warfarin, dengan tidak ada perbedaan yang signifikan pada tingkat keamanan

perdarahan. D110 tidak lebih buruk dibandingkan warfarin, dengan kejadian perdarahan

mayor 20% lebih rendah. Tingkat kejadian stroke hemoragik dan perdarahan inrakranial

pada kedua dosis dabigatran lebih rendah dibandingkan warfarin, namun perdarahan saluran

cerna meningkat secara signifikan pada penggunaan D150.13,14

Terdapat peningkatan yang tidak signifikan (28%) pada infark miokard dengan

penggunaan kedua dosis dabigatran. Terdapat penurunan signifikan kejadian stroke iskemik,

serta penurunan semua penyebab kematian lainnya dengan D150 (p-value 0,051) dan

14

Page 16: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

penurunan yang signifikan pada kematian akibat penyakit vaskular (p-value 0,04). Sebuah

analisis post-hoc melaporkan adanya pengaruh usia, dimana pasien dengan usia 75 tahun

memiliki tingkat perdarahan yang sama dengan penggunaan warfarin maupun D110, dengan

kecenderungan perdarahan yang lebih tinggi dengan D150, bagaimanapun juga, perdarahan

intrakranial lebih rendah dengan penggunaan kedua dosis dabigatran.13

Tingkat keamanan dan kemanjuran dabigatran konsisten pada semua tingkatan risiko

menurut CHADS2. Penggunaan VKA sebelumnya tidak mempengaruhi keuntungan kedua

dosis dabigatran dibandingkan dengan Warfarin. Kekhawatiran akan sedikit peningkatan

kejadian MI karena penggunaan dabigatran telah mendorong analisis lebih lanjut dimana

tidak ada keuntungan pada pasien rawat inap angina atau revaskularisasi dengan penggunaan

dabigatran. Sebuah meta analisis dari 7 studi mengenai dabigatran terhadap lebih dari 30.000

pasien menunjukkan peningkatan signifikan (33%) kejadian MI, tapi penurunan 11% pada

semua penyebab kematian ketika dabigatran dibandingkan dengan warfarin. Bagaimanapun

juga, ini menunjukkan efek protektif warfarin terhadap MI yang lebih baik.13

Sesuai dengan hasil RELY, dabigatran etexilate telah disetujui oleh Food and Drug

Administration (FDA) dan the European Medicines Agency (EMA), serta di banyak negara

di seluruh dunia untuk pencegahan stroke dan emboli sistemik. 13,14

B. Rivaroxaban

Rivaroxaban diminum sekali sehari, secara oral, menghambat langsung faktor Xa

dibandingkan dengan vitamin K antagonis untuk pencegahan stroke dan Embolisme dalam

ROCKET trial, rivaroxaban adalah noninferior untuk warfarin untuk pencegahan stroke dan

emboli sistemik dan secara signifikan mengurangi perdarahan intrakranial pada pasien

dengan atrial fibrilasi nonvalvular. Kami mengeksplorasi keamanan dan kemanjuran

rivaroxaban pada pasien dengan gagal jantung (HF). 13

Metode dan hasil :

Sebanyak 9.033 (63,7%) pasien mengalami HF. Analisis efikasi primer adalah

mengobati tingkat stroke atau emboli sistemik (per 100 pasien-tahun). Hasil yang besar atau

non mayor dalam klinis adalah terjadinya pendarahan dan stroke hemoragik selama

pengobatan. Pasien dengan HF yang lebih muda (72 vs 74 tahun), lebih cenderung memiliki

fibrilasi atrium persisten (83.0% vs 77.6%), dan memiliki skor CHADS2 lebih tinggi (3,7 vs

3,1). Rivaroxaban memiliki efektivitas yang sama dengan warfarin pada pasien dengan HF

(1.90 vs 2.09) dan tanpa HF (2.10 vs 2.54, P-interaksi = 0.62). Risiko perdarahan klinis yang

15

Page 17: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

relevan besar atau nonmajor dengan rivaroxaban mirip dengan warfarin pada pasien dengan

HF (14.22 vs 14.02) dan tanpa HF (16.12 vs 15.35, P-interaksi = 0.99). Penurunan stroke

hemoragik diamati dengan rivaroxaban pada pasien dengan HF seperti dalam percobaan

keseluruhan (rasio hazard yang disesuaikan, 0,38; selang kepercayaan 95%, 0,19-0,76, P-

interaksi = 0.067). Di antara pasien dengan HF, efek rivaroxaban sama, terlepas dari LVEF

<40 atau ≥ 40% (P-interaksi = 0,38), New York Heart Association kelas I-II vs III-IV (P-

interaksi = 0,68), atau CHADS2 skor 2 vs ≥ 3 (P-interaksi = 0.48). 13

Kesimpulan

Hasil pengobatan adalah sama pada pasien dengan dan tanpa HF dan seluruh

subkelompok HF. Temuan ini mendukung penggunaan rivaroxaban sebagai alternatif untuk

warfarin pada pasien dengan atrial fibrilasi dan HF. 13

C. Apixaban

Kami memeriksa risiko stroke atau emboli sistemik (SSE) yang disebabkan oleh gagal

jantung (HF) dan disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVSD) dengan apixaban di Apixaban for

Reduction in Stroke and Other Thromboembolic Events in Atrial Fibrillation Trial

(ARISTOTLE) serta pengaruh apixaban dibandingkan warfarin. 13

Metode dan hasil :

Risiko sejumlah hasil, termasuk gabungan dari SSE atau kematian (memperhitungkan

risiko bersaing) dan komposit dari SSE, perdarahan besar, atau kematian (manfaat klinis

bersih) dihitung di 3 kelompok pasien: (1) tidak ada HF / tidak LVSD (n = 8.728), (2) HF /

tidak LVSD (n = 3.207), dan (3) LVSD dengan / tanpa gejala HF (n = 2.736). Tingkat kedua

hasil tertinggi pada pasien dengan LVSD (SSE atau kematian 8.06; SSE, pendarahan besar,

atau kematian 10.46 per 100 pasien-tahun), menengah untuk HF tetapi dengan LV fungsi

sistolik (5.32; 7.24), dan terendah pada pasien tanpa HF atau LVSD (1.54; 5.27); setiap

perbandingan P <0,0001. Setiap hasil yang kurang sering pada pasien yang diobati dengan

apixaban: pada semua pasien Aristoteles, rasio bahaya apixaban / warfarin untuk SSE atau

kematian adalah 0.89 (interval kepercayaan 95%, 0,81-0,98, P = 0,02); untuk SSE,

perdarahan besar, atau kematian itu 0.85 (0,78-0,92, P <0,001). Tidak ada heterogenitas efek

pengobatan seluruh 3 kelompok. 13

16

Page 18: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

Kesimpulan : Pasien dengan LVSD (dengan / tanpa HF) memiliki risiko yang lebih tinggi

untuk SSE atau kematian (tapi tingkat yang sama dari SSE) dibandingkan dengan pasien

dengan HF tetapi dengan fungsi LV sistolik; keduanya memiliki risiko yang lebih besar

dibandingkan pasien tanpa baik HF atau LVSD. Apixaban mengurangi risiko dari kedua hasil

lebih dari warfarin dalam semua 3 kelompok pasien.13

Tabel 2. Perbandingan Antikoagulan Oral15

17

Page 19: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

18

Page 20: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

BAB IV

PERCOBAAN KLINIK ANTIKOAGULAN PADA

GAGAL JANTUNG

1. SOLVD (Studies of Left Ventricular Dysfunction)

Dalam SOLVD, pencegahan dan pengobatan secara kohort, kejadian tahunan VTE

(stroke, PE, dan emboli perifer) pada pasien dengan HF (LVEF <35%) dengan irama sinus

adalah 2,4% pada wanita dan 1,8% pada laki-laki. Dari analisis menemukan bahwa LVEF

yang rendah dikaitkan dengan risiko VTE hanya pada wanita, dengan 53% peningkatan risiko

untuk setiap penurunan 10% LVEF. 14

Dalam analisis post hoc dari uji coba SOLVD, warfarin dikaitkan dengan

pengurangan semua penyebab kematian, risiko kematian, dan rawat inap karena HF (P =

0.0006). Namun, tidak ada penurunan kejadian VTE. Demikian juga aspirin, dikaitkan

dengan penurunan semua penyebab kematian (P = 0,0005), risiko kematian, dan rawat inap

karena HF, dan efek ini signifikan dalam plasebo tetapi tidak dalam kelompok enalapril.

Aspirin juga dikaitkan dengan kejadian VTE lebih rendah, yang bermakna secara statistik

pada wanita, dengan 53% pengurangan risiko relatif (P = 0.03).14

2. Veterans Affairs Vasodilator-Congestive Heart Failure Trials (V-HeFT I and II)

Dalam V-Heft I, kejadian VTE pada pasien dengan irama sinus adalah 2,7 per 100

pasien / tahun. Dalam V-Heft II, kejadian VTE pada pasien dengan fibrilasi atrium (AF)

adalah 2,1 per 100 pasien / tahun. Khususnya, 15% pasien mengalami AF, tapi ini tidak

selalu terkait dengan peningkatan VTE. Analisis ini juga mengungkapkan bahwa orang yang

mengalami VTE memiliki keparahan HF yang lebih berat (lower peak oxygen consumption

[P<0.03 dan P<0.001] dan LVEF yang lebih rendah [P = 0,1 dan P = 0,07 V-Heft I dan II

masing-masing). 14

Kejadian VTE lebih tinggi pada pasien yang diobati dengan warfarin dibanding

mereka yang tanpa terapi antikoagulan (P = 0.01). Dalam V-Heft I, kecenderungan

penurunan VTE diamati pada pasien yang diobati dengan aspirin dibandingkan dengan

mereka yang tidak diobati dengan terapi antiplatelet (P = 0.07), tetapi hubungan ini tidak ada

dalam V-Heft II (P = 0.48).14

19

Page 21: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

3. Survival and Ventricular Enlargement (SAVE)

Percobaan SAVE terdaftar 2.231 pasien dengan disfungsi LV yang telah mengalami

infark miokard (MI). Tingkat tahunan VTE (stroke fatal dan nonfatal) adalah 1,5%. Perkiraan

dalam 5 tahun kejadian stroke adalah 8,1%, dengan peningkatan 2 kali lipat risiko stroke pada

pasien dengan LVEF ≤28% dan peningkatan risiko stroke 18% untuk setiap penurunan LVEF

5%. Dalam percobaan SAVE, penggunaan warfarin dikaitkan dengan penurunan 81% pada

risiko stroke (P = 0,001), dan pasien yang memakai aspirin memiliki insiden 56% lebih

rendah terkena stroke setelah mengalami MI, dengan efek perlindungan lebih jelas pada

pasien dengan LVEF <28%.14

4. Sudden Cardiac Death-Heart Failure (SCD-HeFT)

Dalam analisis dari Sudden Cardiac Death-Heart Failure Trial, mengecualikan semua

pasien dengan AF pada saat pengacakan, 3,4% dari 2114 pasien mengalami VTE. Tren ke

arah peningkatan kejadian komplikasi emboli dengan LVEF rendah diamati (3,5%, 3,6%, dan

4,6% dengan LVEF 30% sampai 35%, 20% sampai 30%, dan <20%). Secara keseluruhan,

analisis survival 4 tahun menemukan bahwa rasio VTE adalah 4,0%, dengan kejadian

tahunan 1%.14

5. PROMISE Trial

Warfarin diberikan pada 324 pasien, dengan angka penurunan yang signifikan dalam

kejadian stroke hanya pada orang-orang dengan gagal jantung yang sangat parah saja, dimana

LVEF <20% (0,6% vs kontrol 3,3%, p <0,05). Hal ini sangat kontras dengan trial V-Heft,

dimana tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kejadian tromboembolik dengan atau

tanpa terapi antitrombotik (2,7 kejadian per 100 pasien-tahun vs 2,9 kejadian per 100 pasien-

tahun). Dalam trial V-HeFT II, kejadian tromboembolik lebih tinggi pada kelompok warfarin

dibandingkan dengan mereka yangbtanpa pengobatan (4,9 kejadian per 100 pasien-tahun vs

2,1 kejadian per 100 pasien-tahun, p = 0.01).2

Tabel 2. Trial Anticoagulan vs Antiplatelet pada Gagal Jantung

20

Page 22: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

6.  Heart Failure Long-Term Antithrombotic Study (HELAS)

Trial HELAS dilakukan pada 197 pasien dengan HF (LVEF <35%) dalam irama

sinus. Pasien dengan penyakit jantung iskemik secara acak menerima baik aspirin (325 mg /

d) ataupun warfarin (target INR 2-3). Pasien dengan kardiomiopati dilatasi secara acak

menerima baik warfarin (target INR 2.5) atau plasebo. Primary end point adalah non-fatal

stroke, PE, MI, rehospitalization, eksaserbasi HF, atau penyebab kematian. Pasien dengan

kardiomiopati dilatasi lebih muda, lebih mungkin adalah perempuan, dan memiliki LVEF

rendah dan akhir diastolik dan sistolik LV yang lebih besar dibandingkan dengan orang-orang

dengan penyakit jantung iskemik. Insiden primary end points tidak berbeda antara kelompok;

Namun, ada kecenderungan warfarin lebih bermanfaat dari plasebo pada kelompok

kardiomiopati dilatasi. Selama 2 tahun masa follow-up, tingkat kejadiannya sangat rendah.

Penelitian ini juga kurang tenaga untuk membuat kesimpulan yang pasti.14

7. Warfarin/Aspirin Study in Heart Failure (WASH)

WASH trial adalah open-label trial dengan 3 kelompok yang membandingkan terapi

tanpa antitrombotik, aspirin (300 mg / d), atau warfarin (target INR, 2,5) pada 279 pasien

21

Page 23: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

dengan HF (LVEF <35%) dalam irama sinus. The primary end point nya adalah kematian,

MI nonfatal, dan stroke nonfatal. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam primary end

point antara kelompok. Rata-rata INR selama periode 27 bulan follow-up adalah 2,3. Selama

follow up ada kecenderungan hasil yang lebih buruk (rawat inap karena kardiovaskular,

terutama memburuknya HF) di antara pasien secara acak mendapat aspirin (P <0.044).

Insiden perdarahan minor lebih sering pada aspirin dan warfarin dibandingkan dengan

kelompok yang tidak mendapatkan terapi antitrombotik (P <0.033). 14

Sebuah kecenderungan peningkatan tekanan darah sistolik diamati dengan aspirin.

Secara keseluruhan, studi ini tidak menunjukkan superioritas warfarin selama ada terapi

antitrombotik untuk setiap tindakan primer atau sekunder. Warfarin umumnya dikaitkan

dengan hasil yang lebih menguntungkan dan lebih sedikit kejadian serius yang merugikan

(kecuali untuk pendarahan minor) daripada dengan aspirin atau tanpa terapi antitrombotik.

Karena tingkat rendahnya pendaftaran peserta, penelitian ini dihentikan sebelum waktunya

dan, dengan demikian, tidak cukup kuat untuk membuat pernyataan konklusif.14

8. The Warfarin vs Aspirin in Reduced Cardiac Ejection Fraction (WARCEF)

WARCEF merupakan percobaan secara multicenter, acak, double-blind pada pasien

dengan HF (LVEF <35%) dalam irama sinus (2860 pasien) yang dirancang untuk menguji

hipotesis nol utama ada perbedaan antara warfarin (target INR 2,5-3) dan aspirin (325 mg / d)

pada 3- 5 tahun event-free survival untuk komposit end point kematian atau stroke. Analisis

sekunder akan membandingkan warfarin dan aspirin untuk mengurangi semua penyebab

kematian, stroke iskemik, dan MI seimbang terhadap risiko perdarahan intraserebral dan

fokus pada perempuan dan orang kulit hitam dan akan membandingkan warfarin dan aspirin

untuk pencegahan stroke saja.14

9. The Warfarin and Antiplatelet Therapy in Chronic Heart Failure trial (WATCH)

Di dalam trial WATCH, 1587 pasien dengan HF (LVEF <35%) dalam irama sinus

secara acak baik secara open-label warfarin (target INR 2.5) atau double-blind, pengobatan

double-dummy dengan aspirin (162 mg / d) ditambah plasebo atau clopidogrel (75 mg / d)

ditambah plasebo. Hasil utama adalah waktu un tuk kejadian pertama kematian, nonfatal

MI, atau stroke nonfatal. Di antara karakteristik awal, satu-satunya perbedaan antar kelompok

yang mencapai signifikansi statistik adalah prevalensi diabetes, yang tertinggi pada kelompok

warfarin (38%) dan terendah pada kelompok clopidogrel (31%). Rerata INR adalah 2,6.

Tidak ada perbedaan yang ditemukan antara 3 kelompok studi berkaitan dengan hasil utama.

22

Page 24: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

Namun, warfarin lebih dikaitkan dengan stroke nonfatal daripada dengan aspirin atau

clopidogrel. Banyak pasien yang secara acak mendapat aspirin dirawat di rumah sakit karena

memburuknya HF (P <0,02) dibandingkan dengan kelompok warfarin. Peristiwa pendarahan

mayor dan minor yang lebih tinggi pada kelompok warfarin dibandingkan kelompok

clopidogrel (P <0,01 dan P <0.025, masing-masing) dan kelompok aspirin (P = 0,22 dan P =

0.054, masing-masing). Dengan demikian, trial Watch tidak menunjukkan warfarin yang

lebih unggul aspirin atau clopidogrel yang lebih unggul aspirin berkaitan dengan

pengurangan tingkat kejadian kardiovaskuler utama. Jumlah pasien dengan diabetes yang

lebih tinggi pada kelompok warfarin, dengan risiko yang lebih tinggi, bisa meragukan

efektivitas warfarin berkaitan dengan pengurangan VTE.14

Tabel 3. Trial Antiplatelet vs Anticoagulation pada Gagal Jantung

BAB V

GUIDELINE ANTIKOAGULAN PADA HF

23

Page 25: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

European Society of Cardiology guidelines

Selain gagal jantung (HF-REF maupun HF-PEF), tidak ada bukti bahwa antikoagulan

oral mengurangi angka kematian-kesakitan disbanding dengan placebo atau aspirin.16

Tabel 4. Rekomendasi Antikoagulan16

24

Page 26: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

25

Page 27: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

Tabel 5. Rekomendasi Antikoagulan pada Gagal Jantung17

26

Page 28: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

BAB VI

KESIMPULAN

Terjadinya thrombus pada gagal jantung disebabkan oleh adanya triad Virchow, yaitu

aliran darah yang tidak normal, kelainan pada dinding pembuluh darah dan kelainan pada

konstituen darah. Pasien dengan gagal jantung berat memiliki tingkat plasma viskositas,

fibrinogen, kompleks thrombinantithrombin III, fibrinopeptida A dan D-dimer yang tinggi.

Juga terjadi peningkatan konsentrasi plasma angiotensin II dan endotelin, yang terkait dengan

kadar plasma von Willebrand factor. Volume trombosit rata-rata lebih tinggi dan penurunan

kelangsungan hidup trombosit, serta indeks abnormal aktivasi trombosit (I²thromboglobulin,

faktor trombosit 4 dan soluble P-selectin) dan peningkatan agregasi trombosit.

Berdasarkan percobaan klinik yang telah dilakukan, pada percobaan SAVE

(percobaan yang dilakukan pada pasien dengan LVEF <28%), SOLVD, WASH, WATCH,

WARCEF (pasien dengan LVEF < 35%), pengurangan angka stroke dengan warfarin lebih

tinggi dibandingkan aspirin. Selain itu, penggunaan aspirin dikaitkan dengan angka rawat

inap yang tinggi untuk gagal jantung, angka kematian lebih rendah dengan pengguna

warfarin dibandingkan dengan aspirin. Tetapi pada kejadian pendarahan mayor lebih besar

pada pengguna warfarin dibandingkan dengan aspirin.

Berdasarkan guideline ACCP, ESC, ACC/AHA, HFSA, IUA, NICE, indikasi

penggunaan antikoagulan sebagai trombofilaksis adalah pasien dengan gagal jantung, fibrilasi

atrium, trombus ventrikel kiri, dan pernah mengalami tromboemboli sebelumnya.

27

Page 29: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

DAFTAR PUSTAKA

1. Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH. ABC of heart failure: History and epidemiology.

BMJ:2000;320.p.39-42.

2. Lip GYH. Thrombogenesis in heart failure – a brief overview. Int J Clin Pract CME.

Blackwell Publishing: 2006; 60(1).p.36-47.

Available from : http://www.medscape.org/viewarticle/529204_4 , 7th October 2014

3. Weitz JI. Blood Coagulation and AntiCoagulant, Fibrinolytic and AntiPlatelet Drugs.

In: Brunton L, Chabner B, Knollman B. Goodman and Gilman’s the

Pharmacological’s Basic of Therapeutic, 12th eds. United States: The Mackgraw-Hill

Company, 2011.p.849-876.

4. Hirsh J, Fuster V, Ansell J, Halperin JL. American Heart Association/American

College of Cardiology Foundation Guide to Warfarin Therapy. 2003. Available from :

http://circ.ahajournals.org/content/107/12/1692.full , 7 th October 2014

5. Hirsh J, Anand SS, Halperin JL, Fuster V. Mechanism of Action and Pharmacology

of Unfractionated Heparin. 2001.

Available from : http://atvb.ahajournals.org/content/21/7/1094.full, 7 th October 2014

6. Lehman CM, Frank EL. Laboratory monitoring of heparin theraphy: partial

thromboplastin time or anti-Xa assay?. 2009. Available from:

http://labmed.ascpjournals.org/content/40/1/47.full , 9 th October 2014

7. Fareed B. and Walenga JM. Why differentiate low molecular weight heparins for

venous thromboembolism?. Thrombosis Journal. 2007;5(8):p.1 – 3

8. Tsiara S, Pappas K, Boutsis D, dan Laffan M. New Oral Anticoagulants: Should They

Replace Heparins and Warfarin?. Hellenic J Cardiol. 2011.p.52 – 67

9. Geerts WH. Prevention of Venous Thromboembolism in High-Risk Patients.

American Society of Hematology. 2006.p.462–466

10. Fareed J, Adiguzel C. and Thethi I. Differentiation of Parenteral Anticoagulans In The

Prevention and Treatment of Venous Throboemboli. Thrombosis

Journal.2007;5(8).p.1– 3

11. McMillian WD and Rogers FB. Deep vein thrombosis and pulmonary embolism. In:

Rabinovici R, Frankel HL, and Kirton O (eds). Trauma, Critical Care and Surgical

Emergencies. 1st. London: Informa Healthcare; 2010.p. 264 – 274

28

Page 30: Referat Antikoagulan Pada Gagal Jantung

12. Datta I, Ball CG, Rudmik L, Hameed SM, and Kortbeek JB. Complications related to

deep venous thrombosis prophylaxis in trauma: a systematic review of the literature.

Journal of Trauma Management. 2010;4(1).p.1–11

13. Ferreira J, Ezekowits, Connolly SJ, Brueckmann M, Fraessdorf M, Reilly PA, et al.

Dabigatran compared with warfarin in patients with atrial fibrillation and

symptomatic heart failure: a subgroup analysis of the RE-LY trial. Eur J Heart Fail:

2013 ;15(9).p.1053-61. Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23843099 , 7 th October 2014

14. Bettari L, Fiuzat M, Becker R, Felker M, Metra M, O’Connor CM.

Thromboembolism and Antithrombotic Therapy in Patients With Heart Failure in

Sinus Rhythm. American Heart Association; 2011.

Available from : http://circheartfailure.ahajournals.org/content/4/3/361.full#ref-6 , 7 th

October 2014

15. Brighton T. New oral anticoagulant drugs - mechanisms of action. Aust Prescr

2010;33.p.38-41.

Available from : http://www.australianprescriber.com/magazine/33/2/38/41 ,

7 th October 2014

16. McMurray J, Adamopoulos S, Anker SD, Auricchio A, Dickstein K, Falk V,

Filippatos G, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and

chronic heart failure 2012. European Heart Journal:2012;33.p.1787–1847. Available

from

:http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/GuidelinesDocuments/

Guidelines-Acute%20and%20Chronic-HF-FT.pdf , 7 th October 2014

17. Guidelines for anticoagulation therapy in patients with heart failure. 2006. Available

from : http://www.thrombosisadviser.com/static/media/pdf/guidelines-for-

anticoagulation-therapy-in-patients-with-heart-failure.pdf , 7 th October 2014

29